ANEURISMA AORTA
Oleh:
Vanmathi A/P Raju 130100441
Kogilavani AP Mani 130100449
Arvind Chelvaray 130100463
Gayatthiri Naaidu 130100476
Shobaanesh A/L Ramarao 130100478
Siti Nor Fazlina binti Noorisam 140100240
Pembimbing:
dr. Maulidya Ayudika D, Sp.BTKV
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Aneurisma Aorta”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Bedah Umum, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan
dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................... 2
1.3 Manfaat ......................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 3
2.1 Anatomi Aorta ............................................................................. 3
2.1.1 Aorta Ascenden ................................................................. 4
2.1.2 Arcus Aorta ....................................................................... 4
2.1.3 Aorta Desenden ................................................................. 6
2.2 Aneurisma Aorta.......................................................................... 9
2.2.1 Definisi .............................................................................. 9
2.2.2 Epidemiologi ..................................................................... 9
2.2.3 Klasifikasi .......................................................................... 10
2.2.4 Etiologi .............................................................................. 13
2.2.5 Patogenesis ........................................................................ 15
2.2.6 Gejala dan Tanda ............................................................... 20
2.2.7 Diagnosa Klinis ................................................................. 22
2.2.7.1 Pemeriksaan Klinis ............................................... 22
2.2.7.2 Pemeriksaan Penunjang ........................................ 23
2.2.8 Diagnosa Banding ............................................................. 27
2.2.9 Penatalaksanaan ................................................................. 27
2.2.10 Komplikasi ...................................................................... 33
2.2.11 Prognosis ......................................................................... 33
BAB III CONTOH KASUS ..................................................................... 34
BAB IV KESIMPULAN .......................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 40
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
4
5
sisi kiri bagian tersebut pada arcus terdapat 4 nervus: nervus phrenicus sinistra,
cardiacus superior cabang nervus vagus sinistra, cabang nervus cardiacus superior
dari trunkus simpatikus sinistra, dan trunkus vagus sinistra. Saat nervus terakhir tadi
melintasi arcus ia memberikan cabang recurrent, yang melingkar dibawah
pembuluh dan melintas keatas pada sisi kanan. Vena intercostalis melintas oblik
keatas dan kedepan pada sisi kiri arcus, diantara nervus phrenicus dan vagus. Pada
sisi kanan terdapat plexus cardiacus profunda, nervus recurrent sinistra, esophagus,
dan ductus thoracicus; trakea berada dibelakang kanan dari pembuluh. Diatas
adalah arteri innominata, arteri carotis comunis sinistra, dan arteri subclavia
sinistra, yang muncul dari lengkungan arcus dan bersilangan berdekatan di
pangkalnya dengan vena innominata sinistra. Dibawah adalah bifurkasio arteri
pulmonalis, bronkussinistra, ligamentum arteriosum, bagian superfisial dari pleksus
cardiacus, dan nervus recurrent sinistra. Ligamentum arteriosum menghubungkan
arteri pulmonalis sinistra dengan arcus aorta.5
Diantara awal arteri subclavia dan perlekatan ductus arteriosus, lumen aorta
bayi sedikit menyempit, membentuk bangunan yang disebut sebagai isthmus
aorticus, yang pada saat diatas duktus arteriosus pembuluh membentuk dilatasi
yang disebut aortic spindle.5
Cabang-cabang—arcus aorta mempercabangkan 3 buah pembuluh darah:
arteri innominata, carotis comunis sinistra, dan subclavia sinistra.5
5
6
6
7
7
8
2. Aorta abdominalis
Dimulai pada hiatus aortikus diafragma, didepan batas bawah dari korpus
vertebrae thoracic terakhir, dan, turun didepan kolumna vertebralis, berakhir pada
korpus vertebra lumbalis ke IV, sedikit kekiri dari garis tengah tubuh, kemudian
terbagi menjadi dua arteri iliaca comunis. Aorta semakin berkurang ukurannya
dengan semakin banyak ia mempercabangkan pembuluh darah.5
Batas-batas aorta abdominalis dibatasi: anterior oleh omentum minus dan
gaster; dibelakang cabang dari arteri celiaca dan plexus celiaca; dibawah vena
lienalis, pankreas,vena renalis sinistra, bagian inferior dari duodenum, pleksus
mesenterium dan pleksus aortikus. Posterior, dipisahkan dari vertebrae lumbalis
dan fibro kartilago intervertebrae oleh ligamentum longitudinalis anterior dan vena
lumbalis sinistra. Pada sisi kanan terdapat vena azygos, cisterna chyli, duktus
torasikus, crus dekstra diafragma yang memisahkan aorta dari bagian atas vena cava
inferior dari ganglion celiaca dekstra; vena cava inferior bersentuhan dengan aorta
dibawahnya. Pada sisi kiri adalah crus sinistra diafragma, ganglion celiaca
sinistra,bagian ascending dari duodenum dan sedikit bagian intestinum.5
Cabang-cabang dapat dibagi menjadi tiga kelompok: viseral, parietal, dan
terminal. Dari cabang viseral: arteri celiaca, arteri mesenterika superior dan inferior,
arteri suprarenalis, renalis, spermatica interna, dan ovarica (pada wanita). Cabang
parietal: arteri phrenica inferior, lumbalis, dan arteri sacralis media. Cabang
terminal adalah arteri iliaca komunis.5
8
9
2.2.2 Epidemiologi
Insiden aneurisma aorta abdominal menunjukkan peningkatan terutama pada
usia tua. Beberapa data menunjukkan aneurisma aorta abdominal mengenai 6-9%
populasi di atas usia 65 tahun. Sekitar 12,8% populasi penduduk Amerika berusia
diatas 65 tahun, diperkirakan 1,5 juta memiliki aneurisma pada tahun 1999 dan
lebih dari 2,7 juta penduduk Amerika akan menderita penyakit aneurisma pada
tahun 2025. Pada tahun 2000, National Hospital Discharge Summary melaporkan
lebih dari 30.000 operasi rekonstruksi terbuka aneurisma aorta abdominalis. Namun
9
10
2.2.3 Klasifikasi
Aneurisma dapat digolongkan berdasarkan bentuknya: sakular dan fusiform.
a) Aneurisma sakular menyerupai kantong (sack) kecil, aneurisma hanya
melibatkan sebagian dari lingkar arteri dimana aneurisma berbentuk seperti
kantong yang menonjol dan berhubungan dengan dinding arteri melalui suatu
leher yang sempit.
b) Aneurisma fusiformis menyerupai kumparan, dilatasi simetris dan melibatkan
seluruh lingkar arteri.2
Menurut H.D Justi (dasar ilmu bedah vascular). 1991: terdapat beberapa
bentuk aneurisma, yaitu:
1. Saccular (kantong), menyerupai kantong kecil yang menyerang bagian
sekeliling pembuluh.
2. Fusiform, dilatasi berbentuk lonjong bersifat difus, pada umumnya menyerang
seluruh sekeliling pembuluh secara berangsur-angsur.
3. Tubular, dilatasi berbentuk torak memanjang yang berbatas tegas.
4. Aneurisma disekans, terbentuknya rongga diantara lapisan dinding arteri.
5. Aneurisma palsu, terjadi ruptur dinding aorta serta terjadi penonjolan setempat.6
10
11
Gambar 6. Tipe Aneurisma torasika desenden. A) distal arteri subklavia kirisampai sela iga enam;
B) sela iga enam sampai dibawah diafragma; C) seluruh aorta desenden.7
11
12
Gambar 7. Tipe aneurisma aorta abdominal. I) Infrarenalis; II) Juxtarenalis;III) Pararenalis; IV)
Suprarenalis.7
12
13
2.2.4 Etiologi
Aneurisma dapat terjadi sebagai kelainan kongenital atau akuisita. Penyebab
pasti penyakit ini belum diketahui, defek pada beberapa komponen dari dinding
arteri serta beberapa faktor risiko untuk terjadinya aneurisma aorta meliputi tekanan
darah yang tinggi, kadar kolesterol yang tinggi, diabetes, perokok tembakau, dan
alkohol.10
Pembentukan aneurisma paling sering terjadi pada populasi usia tua. Penuaan
menyebabkan perubahan kolagen dan elastin, yang mengakibatkan melemahnya
dinding aorta dan pelebaran aneurisma.4
False aneurysm paling sering terbentuk di aorta desenden dan timbul akibat
ekstravasi darah kedalam suatu kantong yang lemah yang dibentuk oleh tunika
adventitia pembuluh darah, karena peningkatan tegangan dinding, false aneurysm
dapat terus membesar dari waktu kewaktu.4
13
14
Sindrom Marfan adalah suatu penyakit jaringan ikat yang ditandai adanya
abnormalitas dari skletal, katup jantung, dan mata. Individu dengan penyakit ini
memiliki resiko untuk terbentuknya aneurisma terutama anurisma aorta torakalis.
Sindrom Marfan merupakan kelainan genetik autosomal dominan dimana terjadi
abnormalitas dari fibrilin suatu protein struktural yang ditemukan di aorta.4
Sindrom Ehler-Danlos tipe IV merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh
defisiensi kolagen tipe III, dan individu dengan penyakit ini dapat memiliki resiko
terbentuknya aneurisma di bagian manapun dari aorta. 4
Aterosklerosis merupakan penyebab jarang aneurisma aorta toraks ascending.
Sebaliknya, aterosklerosis merupakan etiologi utama dari aneurisma dari aorta
toraks descending. Aneurisma ini biasanya berasal hanya dari distal arteri subklavia
kiri. Patogenesis aneurisma aterosklerotik di aorta toraks dapat menyerupai
aneurisma abdominal, tapi ini belum diteliti.4
Sifilis pernah mungkin penyebab paling umum dari ascending aneurisma
aorta toraks, tetapi dalam era pengobatan antibiotik yang agresif, aneurisma luetic
tersebut jarang terlihat di pusat-pusat medis modern. Meskipun T.pallidum ini
dalam sifilis dapat menyerang pembuluh darah kecil disetiap bagian tubuh, karena
infeksi tersebut tidak bergejala sampai setelah 15 sampai 20 tahun kemudian, usia
penderita paling sering berkisar antara 40-55 tahun. Aortitis sifilitik hampir selalu
terjadi pada aorta torakalis, biasanya menyerang bagian ascendens dan transversum,
dengan kerusakan tunika media,aorta kehilangan penunjang kekenyalannya dan
cenderung melebar, membentuk aneurisma sifilitik. Penyertaan arterosklerotik
sekunder pada daerah yang rusak ini hampir selalu ada yang dapat mendukung
kelemahan dinding aorta. Aneurisma sifilitik kadang-kadang sangat besar mencapai
diameter 15-20 cm, dapat berisi trombus.11
Trauma Non-penetrating aorta biasanya terjadi sebagai akibat dari cedera
deselerasi. Paling sering, dalam hasil trauma transeksi sebagian atau lengkap dari
aorta toraks descendens yang berdekatan dengan arteri subklaviakiri. Mayoritas
dari penderita dengan transeksi aorta meninggal dalam waktu satu jam, dan yang
lain-lain menjalani perbaikan aorta selama rawat inap awal. Namun, pada 1%
sampai 2% dari pasien tersebut, transeksi aorta traumatis pada awalnya tidak
14
15
2.2.5 Patogenesis
Aorta manusia adalah sirkuit yang relatif rendah tahanan untuk peredaran
darah. Ekstremitas bawah memiliki tahanan arteri yang terbesar, dan trauma yang
berulang sebagai cerminan gelombang arterial pada distal aorta dapat mencederai
dinding aorta dan menyebabkan degenerasi aneurisma. Hipertensi sistemik juga
dapat mencederai, dan mempercepat ekspansi aneurisma.3
Secara hemodinamik, keadaan dilatasi aneurisma dan peningkatan stress
dinding sesuai dengan hukum Laplace. Spesifiknya, hukum Laplace menyatakan
bahwa tekanan dinding proporsional terhadap tekanan dikali radius dari arterial (T
= P x R). Peningkatan diameter, diikuti dengan peningkatan tekanan dinding,
sebagai respon terhadap peningkatan diameter. Meningkatnya tekanan, maka
meningkat pula risiko ruptur. Peningkatan tekanan (hipertensi sistemik) dan
meningkatnya ukuran aneurisma memicu tekanan pada dinding dan lebih lanjut
meningkatkan risiko ruptur.3
Patogenesis dari pembentukan aneurisma aorta abdominalis belum
dimengerti secara baik. Aneurisma aorta abdominalis dikarakteristikkan dengan
destruksi elastin dan kolagen pada tunika media dan adventitia, hilangnya sel otot
polos tunika media dengan penipisan dinding pembuluh, dan infiltrat limfosit dan
makrofag transmural. Atherosclerosis adalah gambaran utama yang mendasari
aneurisma.3
Terdapat beberapa mekanisme dalam patogenesis aneurisma aorta
abdominalis:
1) Degradasi proteolitik dari dinding jaringan ikat aorta
Pembentukan aneurisma melibatkan proses yang komplek dari destruksi
tunika media aorta dan jaringan penyokongnya melalui degradasi elastin dan
kolagen. Pada model in vivo dari pembentukan aneurisma aorta abdominalis,
15
16
16
17
Akibat massa kolagen dan peningkatan lingkar aorta, serat elastin menyebar
kearea yang lebih luas dan serat elastin gagal untuk mengimbangi beban
hemodinamik. Semua perubahan lambat laun meningkatkan diameter aorta. Hal
ini juga diketahui bahwa elastin memperkuat dinding aorta terhadap gelombang
pulsatil. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa aktivitas elastase
meningkat dalam aorta pasien dengan penyakit aneurisma. Jadi, elastolisis dapat
menjadi gangguan utama yang mempengaruhi sifat mekanik aorta. Akibatnya,
serat kolagen interstisial melakukan peran utama dalam bantalan tegangan
17
18
mekanik. Namun, proses kompensasi ini memiliki sebuah titik akhir. Di luar
batas ini, jaringan kolagen tidak dapat mengkompensasi dampak hemodinamik
dan ekspansi aorta terus terjadi.13
18
19
4) Molekular genetik
Familial cluster dan subtype HLA menunjukkan baik peran genetik dan
imunologis dalam patogénesis aneurisma. Yang terbaru, tidak ada
polimorfismegen tunggal atau defek yang dapat diidentifikasi sebagai
denominator yang paling sering untuk aneurisma aorta abdominalis. Beberapa
fenotip telah ditemukan berhubungan dengan pembentukan aneurisma aorta
abdominalis. Sebagai contoh, Hp-2-1 fenotip haptoglobin dan defisiensi a1-
antitrypsin berasosiasi dengan pembentukan aneurisma. Sebagai tambahan,
adanya penurunan frekuensi aneurisma pada pasien dengan Rh-negative blood
group dan penngkatan frekuensi pada pasien dengan MN atau Kell-positive
blood groups.3
5) Mekanisme gabungan
Kombinasi dari faktor multipel meliputi stress hemodinamik lokal,
fragmentasi tunika media,dan presdiposisi genetik, lewat mekanisme imunologi
yang tidak diketahui menstimulasi sel-sel inflamasi kedalam dinding aorta. Sel
inflamasi kemudian melepaskan chemokine dan sitokin menghasilkan influk
lebih lanjut dari leukosit dengan ekspresi dan aktivasi protease, terutama
MMPs. Protease ini menghasilkan degradasi tunika media dan dilatasi
aneurisma. Peningkatan stress dinding kemudian melanjutkan proses proteolisis
dan progresifitas dilatasi aneurisma dengan ruptur aorta jika tidak ditangani
dengan tepat.3
19
20
20
21
21
22
22
23
dinding perut. Pada auskultasi terdengar bising sistolik setinggi tulang lumbal II.
Pada perkusi dinding abdomen suara yang tedengar akan memuncak, perkusi tidak
menimbulkan rasa sakit. Pada palpasi teraba bifurkasi aorta yang telah beranjak
naik, pada posisi duduk setinggi pusat, sedangkan batas atas aneurisma teraba
sampai arcus costarum. Pulsasi yang kuat akan teraba kecuali pada trombus total,
bila sakit biasanya ada kebocoran akibat ruptur.16
Gambar 11. Massa abdomen pada pemeriksaan fisik aneurisma aorta abdominalis 16
23
24
b. CT scan tidak hanya tepat dalam menentukan ukuran aneurisma terapi juga
menentukan hubungan terhadap arteria renalis.10
24
25
25
26
Gambar 15. CT angiografi dengan multiplanar dan rekonstruksi 3D. A: Bagian aksial yang
menunjukkan titik masuk diseksi pada tingkat asal arteri subklavia kiri. B: Diameter aorta lebih
besar. C: Bagian sagital. D: Arteri mesenterika superior yang berasal dari lumen sejati. E:
Keterlibatan aorta abdominalis. F: Diseksi setinggi arteri iliaka kiri. G: Rekonstruksi miring 3D,
tampilan miring anterior kanan19
26
27
Gambar 16. Pada Color Doppler, aneurisma ditandai dengan aliran berputar dengan kecepatan
linier yang menurun. Gambar menunjukkan aliran Color Doppler dari aneurisma aorta abdominal
(A, B, C, D, E)21
2.2.9 Penatalaksanaan
Farmakoterapi:
Antihipertensi untuk mempertahankan tekanan sistolik pada 120mmHg atau
kurang
27
28
28
29
Gambar 17. Teknik Perbaikan transperitoneal AAA dengan graft proste selurus atau bercabang.
D,duodenum; IMA,inferior mesenteric artery; IMV, inferior mesenteric vein; LRV, left renal vein;
SMA, superior mesenteric artery. 7
29
30
2. Retroperitoneal Approach
Pendekatan transperitoneal pada pasien dengan keadaan abdomen yang
kurang mendukung untuk menjalani operasi seperti aneurisma suprarenal yang
luas, horseshoe kidney, peritoneal dialysis ,inflammatory aneurysm, atau asites.
Pada keadaan ini dengan pendekatan retroperitoneal adalah yang paling baik.2
Dengan teknik ini, posisi pasien lateral dekubitus kanan.Insisi untuk
lapangan operasi pada pertengahan dari atas crista iliaca dan tepi kosta. Lengan
kiri diberi bantalan dan diletakkan diatas lengan kanan dengan diberi
penyokong. Derajat kemiringan bahu 60o dan panggul 30o untuk memudahakan
mengeksplor lapangan operasi.2
Insisi pada sela iga X dimulai dari linea aksilaris posterior dilebarkan ke
medial sampai batas lateral rectus sheat menuju titik tengah antara umbilikus
dan simfisis pubis.2
Gambar 18. Teknik Perbaikan retroperitoneal AAA dengan graft proste selurus.7
30
31
31
32
32
33
2.2.10 Komplikasi
Komplikasi aneurisma aorta dapat berupa ruptur atau emboli, ruptur
aneurisma aorta abdominalis (AAA) sering terjadi. Emboli yang berasal dari
trombus didalam aneurisma dapat menyebabkan obstruksi arteri di eksterimitas dan
organ dalam. Jika terjadi ruptur angka kematian semakin besar menjadi 50%.
Komplikasi pasca-bedah secara dini meliputi perdarahan serta trombosis dan
embolisasi. Selain itu dapat timbul komplikasi urologi yang mencakup obstruksi
ureter atau dapat terjadi trauma ureter oleh karena kurang hati-hati selama
pembedahan, komplikasi lanjut setelah perbaikan aneurisma mencakup
perkembangan aneurisma palsu yang timbul sebagai proses infeksi.
2.2.11 Prognosis
Outcome biasanya baik jika perbaikan dilakukan oleh ahli bedah yang
berpengalaman sebelum ruptur. Kurang dari 50% dari pasien bertahan dari ruptur
aneurisma abdominal. Mortalitas setelah open elective atau endovascular repair
adalah 1-5%. Pada umumnya pasien dengan aneurisma aorta yang lebih besar dari
5 cm mempunyai kemungkinan tiga kali lebih besar untuk meninggal sebagai
konsekuensi dari ruptur dibandingkan dari reseksi bedah. Survival rate 5 tahun
setelah tindakan bedah adalah 60-80%. 5-10% pasien akan mengalami
pembentukan aneurisma lainnya berdekatan dengan graft.
33
34
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn.L
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Dusun XIII Hutabangun No.21 Kec Beringan
Keluhan Utama : Nyeri perut yang semakin hebat sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit
Telaah :
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 1 minggu yang lalu sebelum
masuk rumah sakit. pasien mengeluhkan adanya nyeri perut yang semakin
memberat. Nyeri perut tersebut dirasakan di sekitar tengah perut dan menjalar ke
punggung. Nyeri tidak menghilang jika berubah posisi. Pasien juga mengeluhkan
ada mual dan muntah. BAB pasien tidak ada warna hitam atau merah. BAK dalam
batas normal. Demam tidak dijumpai. Riwayat trauma sebelumnya juga disangkal.
Riwayat Penyakit dahulu:
DM (+) sejak 10 tahun namun tidak rutin berobat, Hipertensi (-), penyakit
jantung (-), penyakit asma (-), alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat HT, DM, Jantung, asma, keluhan yang sama pada keluarga
disangkal
Riwayat Kebiasaan:
Pasien memiliki kebiasaan merokok. Minum minuman beralkohol (-) dan
menggunakan narkoba (-)
34
35
Paru
Inspeksi : pengembangan dinding dada simetris, jejas (-), retraksi (-),
massa (-), sikatriks (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), vocal fremitus kiri dan kanan kesan
menurun
Perkusi : sonor (+), redup daerah basal paru
Auskultasi : vesicular +/+, bunyi tambahan (-).
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula (s),
Perkusi
Batas atas : SIC II linea parasternal dextra et sinistra
Batas kanan : SIC V linea parasternal dextra
Batas kiri : SIC V linea midclavicula sinistra
35
36
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : Datar, tampak benjolan, distensi (-), luka operasi (-)
Auskultasi : Peristaltik (-), Bruit (+) konsisten dengan pulsasi
Perkusi : nyeri saat perkusi (-)
Palpasi : Teraba massa berpulsasi, timpani (+), hepar tidak teraba,
limpa tidak teraba, ginjal tidak teraba.
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT<2detik
36
37
Kesan: Tidak tampak kelainan pada soft tissue dan hard tissue
IV. Diagnosis
Susp.Aneurisma aorta abdominalis + DM
V. Tatalaksana
IVFD RL 20 gtt/menit
Pemasangan katater urin
Inj.Keterolac 1 amp/8 jam
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Bisoprolol 1x10mg po
VI. Rencana
Kimia darah : GDS, Elektrolit, AGDA
USG Doppler
CT Angiografi
37
38
VII. Edukasi
Didik keluarga untuk tidak membuat pasien banyak bergerak karena komplikasi
lebih lanjut dari AAA
Mengelola DM pasien dengan konsumsi obat DM dengan teratur
Mengedukasi pasien untuk berhenti merokok
38
39
BAB IV
KESIMPULAN
Pasien Laki-laki 57 tahun datang dengan keluhan utama nyeri perut sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Berdasarkan anamnesis, didapatkan nyeri
perut yang dirasakan pasien di tengah perut dan menjalar ke punggung dan adanya
mual dan muntah tetapi tidak disertai dengan keluhan gangguan buang air besar.
Pasien juga mempunyai riwayat DM sejak 10 tahun yang lalu namun tidak rutin
berobat. Diagnosa dengan aneurisma aorta abdominalis + DM dan ditatalaksanan
dengan :
IVFD RL 20 gtt/menit
Pemasangan katater urin
Inj.Keterolac 1 amp/8 jam
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Bisoprolol 1x10mg po
Rencana
Kimia darah : GDS, Elektrolit, AGDA
USG Doppler
CT Angiografi
Pantau tanda –tanda vital
Konsul ke SpBTKV
Edukasi
Didik keluarga untuk tidak membuat pasien banyak bergerak karena komplikasi
lebih lanjut dari AAA
Mengelola DM pasien dengan konsumsi obat DM dengan teratur
Mengedukasi pasien untuk berhenti merokok
39
40
DAFTAR PUSTAKA
40
41
41
42
42