Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KASUS

ANEURISMA AORTA

Oleh:
Vanmathi A/P Raju 130100441
Kogilavani AP Mani 130100449
Arvind Chelvaray 130100463
Gayatthiri Naaidu 130100476
Shobaanesh A/L Ramarao 130100478
Siti Nor Fazlina binti Noorisam 140100240

Pembimbing:
dr. Maulidya Ayudika D, Sp.BTKV

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU BEDAH UMUM
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Aneurisma Aorta”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Bedah Umum, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan
dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih

Medan, November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................... 2
1.3 Manfaat ......................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 3
2.1 Anatomi Aorta ............................................................................. 3
2.1.1 Aorta Ascenden ................................................................. 4
2.1.2 Arcus Aorta ....................................................................... 4
2.1.3 Aorta Desenden ................................................................. 6
2.2 Aneurisma Aorta.......................................................................... 9
2.2.1 Definisi .............................................................................. 9
2.2.2 Epidemiologi ..................................................................... 9
2.2.3 Klasifikasi .......................................................................... 10
2.2.4 Etiologi .............................................................................. 13
2.2.5 Patogenesis ........................................................................ 15
2.2.6 Gejala dan Tanda ............................................................... 20
2.2.7 Diagnosa Klinis ................................................................. 22
2.2.7.1 Pemeriksaan Klinis ............................................... 22
2.2.7.2 Pemeriksaan Penunjang ........................................ 23
2.2.8 Diagnosa Banding ............................................................. 27
2.2.9 Penatalaksanaan ................................................................. 27
2.2.10 Komplikasi ...................................................................... 33
2.2.11 Prognosis ......................................................................... 33
BAB III CONTOH KASUS ..................................................................... 34
BAB IV KESIMPULAN .......................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 40

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aneurisma aorta merupakan penyakit yang mematikan, dimana sekitar
15.000 terjadi kematian tak terduga setiap tahunnya di Amerika. Insiden aneurisma
aorta abdominal menunjukkan peningkatan terutama pada usia tua. Beberapa data
menunjukkan aneurisma aorta abdominal mengenai 6-9% populasi di atas usia 65
tahun 1
Aneurisma aorta merupakan suatu keadaan dimana terjadi pelebaran atau
dilatasi aorta lebih dari 50%. Aneurisma dapat terjadi sebagai kelainan kongenital
atau akuisita. Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui, terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi pembentukan aneurisma antara lain usia, hipertensi, perokok,
dan penyakit arteriosklerosis.2
Terdapat beberapa teori mengenai patogenesis terjadinya aneurisma aorta
antara lain 1) degradasi proteolitik dari dinding jaringan ikat aorta, 2) inflamasi dan
respon imun, 3) stress biokimia pada dinding,4) molekular genetik, dan 5)
mekanisme gabungan 3
Aneurisma terbentuk secara perlahan selama beberapa tahun dan sering tanpa
gejala. Jika aneurisma mengembang secara cepat, maka terjadi robekan (ruptur
aneurisma), atau kebocoran darah disepanjang dinding pembuluh darah (aortic
dissection), gejala dapat muncul tiba-tiba.4
Terapi aneurisma dahulu adalah intervensi bedah atau observasi (watchful
waiting) dengan kombinasi pengawasan tekanan darah. Sekarang, endovascular
atau teknik invasif minimal telah dikembangkan untuk berbagai tipe aneurisma.1

1
2

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan dalam penulisan laporan kasus ini adalah Mahasiswa mengetahui
beragam informasi tentang Aneurisma Aorta

1.3 Manfaat Penulisan


Manfaat yang diharapkan dalam penulisan laporan kasus ini adalah
meningkatkan pemahaman terhadap kasus Aneurisma Aorta serta penanganan
sesuai kompentensi pada tingkat pelayanan primer.

2
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Aorta


Aorta adalah pembuluh darah besar (main trunk) dari seluruh pembuluh darah
cabangnya yang berfungsi membawa darah teroksigenasi ke berbagai jaringan di
tubuh untuk kebutuhan nutrisi. Aorta terletak di bagian atas dari ventrikel, dimana
diameternya sekitar 6 cm, dan setelah naik (ascending) untuk jarak yang pendek,
ia melengkung (arch) ke belakang dan ke sisi kiri, tepat pada pangkal paru kiri,
kemudian turun (descending) dalam thorak pada sisi kiri kolumna vertebralis,
masuk rongga abdomen lewat hiatus diafragmatikus, dimana diameternya mulai
berkurang (1,75cm), setingkat dengan vertebra lumbalis ke IV, kemudian
bercabang menjadi arteri iliaca comunis dekstra dan sinistra. Dari uraian diatas
maka aorta dapat dipisahkan menjadi beberapa bagian: aorta ascenden, arcus aorta,
dan aorta descenden yang dibagi lagi menjadi aorta thoracica dan aorta
abdominalis.5

Gambar 1 Arcus aorta dan cabang-cabangnya.5

3
4

2.1.1 Aorta Ascenden


Aorta ascenden memiliki panjangnya sekitar 5 cm, menyusun bagian atas dari
basis ventrikel kiri, setinggi batas bawah kartilago kosta ke III dibelakang kiri
pertengahan sternum; aorta ascenden melintas keatas secara oblik, kedepan, dan
kekanan, searah aksis jantung, setinggi batas atas dari kartilago kosta ke II. Pada
pangkal asalnya, berlawanan dengan segmen valvula aortikus, terdapat tiga dilatasi
kecil disebut sinus aortikus. Saat pertemuan aorta ascenden dengan arcus aorta
kaliber pembuluh darah meingkat, karena bulging dinding kanannya. Segmen
dilatasi ini disebut bulbus aortikus, dan pada potongan transversal menunjukkan
bentuk yang oval. Aorta ascenden terdapat dalam pericardium.5
Batas-batas—aorta ascenden dilindungi oleh trunkus arteria pulmonalis dan
aurikula dekstra, dan, lebih tinggi lagi, terpisah dari sternum oleh pericardium,
pleura kanan, margo anterior dari pulmo dekstra, jaringan ikat longgar, dan sisa dari
jaringan timus; diposterior ia bersandar pada atrium sinistra dan arteri pulmonalis
dekstra. Pada sisi kanan, ia berdekatan dengan vena cava superior dan atrium
dekstra; pada sisi kiri dengan arteri pulmonalis.5
Cabang-cabang—satu-satunya cabang dari aorta ascenden adalah arteria
coronaria yang mensuplai jantung; muncul dekat permulaan aorta tepat diatas
pangkal valvula semilunaris .5

2.1.2 Arcus Aorta


Arcus aorta dimulai setinggi batas atas artikulasi sternokostalis ke II pada sisi
kanannya, dan berjalan keatas, kebelakang, dan ke kiri di depan trakea; kemudian
mengarah ke belakang pada sisi kiri trakea dan akhirnya turun lewat sisi kiri tubuh
pada setinggi vertebra thoracic ke IV, pada batas bawahnya dan kemudian berlanjut
menjadi aorta descenden. Kemudian terbentuk dua kurvatura: satu dimana ia
melengkung keatas dan yang kedua dimana ia melengkung kedepan dan kekiri.
Batasatasnya kira-kira 2,5 cm dibawah batas superior manubrium sterni.5
Batas-batas—arcus aorta dilindungi oleh pleura di anterior dan margo
anterior dari pulmo; dan sisa dari timus. Saat pembuluh melintas ke belakang, sisi
kirinya bersentuhan dengan pulmo sinistra dan pleura. Saat melintas ke bawah pada

4
5

sisi kiri bagian tersebut pada arcus terdapat 4 nervus: nervus phrenicus sinistra,
cardiacus superior cabang nervus vagus sinistra, cabang nervus cardiacus superior
dari trunkus simpatikus sinistra, dan trunkus vagus sinistra. Saat nervus terakhir tadi
melintasi arcus ia memberikan cabang recurrent, yang melingkar dibawah
pembuluh dan melintas keatas pada sisi kanan. Vena intercostalis melintas oblik
keatas dan kedepan pada sisi kiri arcus, diantara nervus phrenicus dan vagus. Pada
sisi kanan terdapat plexus cardiacus profunda, nervus recurrent sinistra, esophagus,
dan ductus thoracicus; trakea berada dibelakang kanan dari pembuluh. Diatas
adalah arteri innominata, arteri carotis comunis sinistra, dan arteri subclavia
sinistra, yang muncul dari lengkungan arcus dan bersilangan berdekatan di
pangkalnya dengan vena innominata sinistra. Dibawah adalah bifurkasio arteri
pulmonalis, bronkussinistra, ligamentum arteriosum, bagian superfisial dari pleksus
cardiacus, dan nervus recurrent sinistra. Ligamentum arteriosum menghubungkan
arteri pulmonalis sinistra dengan arcus aorta.5
Diantara awal arteri subclavia dan perlekatan ductus arteriosus, lumen aorta
bayi sedikit menyempit, membentuk bangunan yang disebut sebagai isthmus
aorticus, yang pada saat diatas duktus arteriosus pembuluh membentuk dilatasi
yang disebut aortic spindle.5
Cabang-cabang—arcus aorta mempercabangkan 3 buah pembuluh darah:
arteri innominata, carotis comunis sinistra, dan subclavia sinistra.5

Gambar 2. Skema cabang-cabang arcus aorta.5

5
6

2.1.3 Aorta Desenden


Aorta desenden dibagi menjadi dua bagian, thoracica dan abdominalis, saat
melewati dua rongga besar tubuh.
1. Aorta thoracalis
Terdapat dalam cavum mediastinum posterior. Dimulai pada batas bawah
dari vertebra thoracic ke IV dimana ia merupakan lanjutan dari arcus aorta, dan
berakhir di depan batas bawah dari vertebra thoracic ke XII pada hiatus aorticus
diafragma. Dalam perjalanannya terdapat di sisi kiri kolumna vertebralis; ia
mendekati garis tengah saat turun; dan, saat terminasinya berada tepat didepan
kolumna vertebralis.5
Batas-batas—anterior, dari atas kebawah, berbatasan dengan pangkal
pulmo sinistra, pericardium, esophagus, dan diafragma; posterior, dengan kolumna
vertebralis dan vena hemiazigos; sisikanan, dengan vena azigos dan ductus
thoracicus; sisi kiri,dengan pleurae dan pulmo sinistra.5
Cabang-cabang aorta thoracalis mempercabangkan antara lain:
 Cabang pericardial (rami pericardiaci)—terdiri dari beberapa pembuluh
kecil yang terdistribusi pada permukaan posterior pericardium.
 Arteri bronkialis (aa. bronchiales) —bervariasi jumlah, ukuran, dan
asalnya. Terdapat aturan baku bahwa hanya satu arteri bronchialis dekstra
yang berasal dari aorta intercostalis pertama, atau dari arteri bronchialis
sinistra superior. Arteri bronchialis sinistra terdapat dua buah, dan berasal
dari aorta thoracalis. Bagian superior arteri bronchialis sinistra muncul
berlawanan dengan vertebra thoracic ke V, bagian inferior terdapat tepat
dibawah bronchus sinistra. Tiap-tiap pembuluh berjalan di bagian belakang
masing-masing bronchus, bercabang disepanjang tube bronchus,
memvaskularisasinya. Juga pada jaringan jaringan longgar pulmo,
limfonodi bronchialis, dan esophagus.
 Arteri esophageal (aa. æsophageæ)—terdapat empat atau lima jumlahnya,
berasal dari bagian depan aorta,dan turun oblik kebawah menuju esophagus,
membentukrantai anastomosis disepanjang tube, beranastomosis juga
dibagian atas dengan cabang esophageal dari arteri tiroidea inferior dan

6
7

dibagian bawah dengan arteriphrenica inferior sinistra dan arteri gastrica


inferior.
 Cabang mediastinal (rami mediastinales)—adalah sejumlah pembuluh
kecil yang mensuplai kelenjar limfedan jaringan ikat longgar pada media
tinumk posterior.
 Arteri intercostalis (aa. intercostales)—terdapat sembilan pasang arteri
intercostalis aorta. Mereka berasal dari bagian belakang aorta, arteri
intercostalis dekstra lebih panjang dibanding yang sinistra sesuai dengan
posisi aorta yang disebelah kiri vertebra. Tiap arteri dibagi menjadi ramus
anterior dan posterior.
 Ramus anterior — tiap pembuluhnya berjalan dengan vena dan nervus.
Arteri intercostalis aorta yang pertama beranastomosis dengan cabang
intercostal dari truncus costocervicalis. Dua arteri intercostalis bagian
bawah berlanjut ke anterior dari spatium intercostalis ke dinding abdomen,
serta beranastomosis dengan arteri subcostalis, epigastrica superior, dan
lumbalis.5

Gambar 3. Aorta torakalis, dilihat dari sisi kiri.5

7
8

2. Aorta abdominalis
Dimulai pada hiatus aortikus diafragma, didepan batas bawah dari korpus
vertebrae thoracic terakhir, dan, turun didepan kolumna vertebralis, berakhir pada
korpus vertebra lumbalis ke IV, sedikit kekiri dari garis tengah tubuh, kemudian
terbagi menjadi dua arteri iliaca comunis. Aorta semakin berkurang ukurannya
dengan semakin banyak ia mempercabangkan pembuluh darah.5
Batas-batas aorta abdominalis dibatasi: anterior oleh omentum minus dan
gaster; dibelakang cabang dari arteri celiaca dan plexus celiaca; dibawah vena
lienalis, pankreas,vena renalis sinistra, bagian inferior dari duodenum, pleksus
mesenterium dan pleksus aortikus. Posterior, dipisahkan dari vertebrae lumbalis
dan fibro kartilago intervertebrae oleh ligamentum longitudinalis anterior dan vena
lumbalis sinistra. Pada sisi kanan terdapat vena azygos, cisterna chyli, duktus
torasikus, crus dekstra diafragma yang memisahkan aorta dari bagian atas vena cava
inferior dari ganglion celiaca dekstra; vena cava inferior bersentuhan dengan aorta
dibawahnya. Pada sisi kiri adalah crus sinistra diafragma, ganglion celiaca
sinistra,bagian ascending dari duodenum dan sedikit bagian intestinum.5
Cabang-cabang dapat dibagi menjadi tiga kelompok: viseral, parietal, dan
terminal. Dari cabang viseral: arteri celiaca, arteri mesenterika superior dan inferior,
arteri suprarenalis, renalis, spermatica interna, dan ovarica (pada wanita). Cabang
parietal: arteri phrenica inferior, lumbalis, dan arteri sacralis media. Cabang
terminal adalah arteri iliaca komunis.5

Gambar 4. Aorta abdominalis dan cabang-cabangnya.5

8
9

2.2 Aneurisma Aorta


2.2.1 Definisi
Istilah aneurisma berasal dari bahasa yunani “aneurysma” berarti pelebaran.
Aneurisma adalah suatu keadaan dilatasi lokal permanen dan ireversibel dari
pembuluh darah, dilatasi ini minimal 50% dari diameter normal. Ectasia adalah
diltasi arteri kurang dari 50% dari diameter normal. Diameter normal dari aorta dan
arteri tergantung pada usia, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan faktor lainnya. Pada
pria, aorta infrarenal biasanya antara 14 dan 24 mm, dan wanita antara 12 dan 21
mm2
Lapisan arteri yang kontak langsung dengan darah adalah tunika intima,
sering disebut intima. Lapisan ini dibentuk terutama oleh sel endothelial.
Berdekatan dengan lapisan ini adalah tunika media, disebut juga lapisan media
terutama dibentuk oleh sel otot polos dan and jaringan elastik. Lapisan paling luar
disebut tunika adventitia tersusun oleh jaringan ikat. Terdapat “true aneurysm”dan
“false aneurysm”. Pada “true aneurysm”: melibatkan ketiga lapisan dinding arteri
termasuk intima atau endotel. Sedangkan “false aneurysm” atau pseudo aneurisma
hanya melibatkan lapisan terluar dari dinding arteri yaitu tunika adventitia.2
Sebagian besar aneurisma aorta (AA) terjadi pada aorta abdominalis; disebut
aneurisma aorta abdominal atau abdominal aortic aneurysms(AAA). Aneurisma
yang terbentuk di aorta torakalis,disebut thoracic aneurysm (TA). Aneurisma yang
terbentuk di segmen torak dan abdomen disebut thoracoabdominal aneurysms
(TAA).4

2.2.2 Epidemiologi
Insiden aneurisma aorta abdominal menunjukkan peningkatan terutama pada
usia tua. Beberapa data menunjukkan aneurisma aorta abdominal mengenai 6-9%
populasi di atas usia 65 tahun. Sekitar 12,8% populasi penduduk Amerika berusia
diatas 65 tahun, diperkirakan 1,5 juta memiliki aneurisma pada tahun 1999 dan
lebih dari 2,7 juta penduduk Amerika akan menderita penyakit aneurisma pada
tahun 2025. Pada tahun 2000, National Hospital Discharge Summary melaporkan
lebih dari 30.000 operasi rekonstruksi terbuka aneurisma aorta abdominalis. Namun

9
10

demikian, aneurisma aorta abdominal merupakan penyakit yang mematikan dimana


sekitar 15.000 kematian tak terduga setiap tahunnya di Amerika.1
Frekuensi aneurisma mengalami peningkatan terus menerus pada pria diatas
55 tahun, mencapai puncaknya sebanyak 6% pada usia 80-85 tahun. Pada wanita,
terjadi peningkatan pada usia 70 tahun, mencapai puncaknya sebanyak 4,5% pada
usia diatas 90 tahun. Perbandingan pria dan wanita 4 :1 sampai 5 : 1 pada kelompok
usia 60 sampai 70 tahun, tetapi usia diatas 80 tahun rasio menjadi 1:1.2

2.2.3 Klasifikasi
Aneurisma dapat digolongkan berdasarkan bentuknya: sakular dan fusiform.
a) Aneurisma sakular menyerupai kantong (sack) kecil, aneurisma hanya
melibatkan sebagian dari lingkar arteri dimana aneurisma berbentuk seperti
kantong yang menonjol dan berhubungan dengan dinding arteri melalui suatu
leher yang sempit.
b) Aneurisma fusiformis menyerupai kumparan, dilatasi simetris dan melibatkan
seluruh lingkar arteri.2

Menurut H.D Justi (dasar ilmu bedah vascular). 1991: terdapat beberapa
bentuk aneurisma, yaitu:
1. Saccular (kantong), menyerupai kantong kecil yang menyerang bagian
sekeliling pembuluh.
2. Fusiform, dilatasi berbentuk lonjong bersifat difus, pada umumnya menyerang
seluruh sekeliling pembuluh secara berangsur-angsur.
3. Tubular, dilatasi berbentuk torak memanjang yang berbatas tegas.
4. Aneurisma disekans, terbentuknya rongga diantara lapisan dinding arteri.
5. Aneurisma palsu, terjadi ruptur dinding aorta serta terjadi penonjolan setempat.6

10
11

Gambar 5. Tipe aneurisma7

Berdasarkan etiologi aneurisma umunya dibedakan:


a. degenerative aneurysms, disebabkan oleh perubahan aterosklerosis pada
dinding pembuluh darah. Patogenesis aneurisma akan dijelaskan di bagian lain,
proses melibatkan berbagai faktor antara lain predisposisi genetik,
penuaan/aging, aterosklerosis, inflamasi dan aktivasi enzim proteolitik lokal.
b. Aneurisma kongenital dan aneurisma yang berhubungan dengan arteritis dan
penyakit jaringan ikat sangat jarang.2

Gambar 6. Tipe Aneurisma torasika desenden. A) distal arteri subklavia kirisampai sela iga enam;
B) sela iga enam sampai dibawah diafragma; C) seluruh aorta desenden.7

11
12

Berdasarkan letak yang tersering aorta torasika dan aorta abdominalis.


Aneurisma torasika dapat menyerang aorta torasika desenden dibawah arteri
subklavia kiri, aorta asenden diatas katup aorta, dan arkus aorta. Aorta desenden
paling sering terserang. Aneurisma aorta abdominal dibagi menjadi :
a. aneurisma aorta infrarenal, aneurisma mengenai sebagian segmen aorta
dibawah arteri renalis;
b. aneurisma aorta juxtarenal, mengenai seluruh segmen aorta dibawah
arteri renalis;
c. aneurisma aorta pararenalis, sampai mengenai pangkal arteri renalis;
d. aneurisma aorta suprarenalis, aneurisma meluas sampai diatas artei
renalis.
Pada aneurisma aorta abdominal lokasi tersering adalah infrarenal.2

Gambar 7. Tipe aneurisma aorta abdominal. I) Infrarenalis; II) Juxtarenalis;III) Pararenalis; IV)
Suprarenalis.7

Pada tahun 1986 Crawford mendeskripsikan klasifikasi aneurisma aorta


thorako-abdominalis untuk pertama kalinya berdasarkan anatomi aneurisam yaitu:
a. Tipe I : meliputi sebagian besar aorta thorakalis decendens yang dimulai dari
arteri subklavia kiri hingga aorta abdominalis suprarenal.
b. Tipe Iiang paling luas dimulai dari arteri subklavia hingga bifurkasio aorta-
iliaka.

12
13

c. Tipe III: meliputi distal aorta thorakalis sampai bifurkasio aorta-iliaka.


d. Tipe IV: terbatas pada aorta abdominalis dibawah diafragma.8

Kelompok Safi memodifikasi skema ini dengan menambahkan Tipe V.


e. Tipe V : meluas dari aorta toraks distal termasuk celiac dan mesenterika
superior origin tetapi bukan arteri renalis.9

Gambar 8. Klasifikasi aorta thorako-abdominalis menurut Crawford8

2.2.4 Etiologi
Aneurisma dapat terjadi sebagai kelainan kongenital atau akuisita. Penyebab
pasti penyakit ini belum diketahui, defek pada beberapa komponen dari dinding
arteri serta beberapa faktor risiko untuk terjadinya aneurisma aorta meliputi tekanan
darah yang tinggi, kadar kolesterol yang tinggi, diabetes, perokok tembakau, dan
alkohol.10
Pembentukan aneurisma paling sering terjadi pada populasi usia tua. Penuaan
menyebabkan perubahan kolagen dan elastin, yang mengakibatkan melemahnya
dinding aorta dan pelebaran aneurisma.4
False aneurysm paling sering terbentuk di aorta desenden dan timbul akibat
ekstravasi darah kedalam suatu kantong yang lemah yang dibentuk oleh tunika
adventitia pembuluh darah, karena peningkatan tegangan dinding, false aneurysm
dapat terus membesar dari waktu kewaktu.4

13
14

Sindrom Marfan adalah suatu penyakit jaringan ikat yang ditandai adanya
abnormalitas dari skletal, katup jantung, dan mata. Individu dengan penyakit ini
memiliki resiko untuk terbentuknya aneurisma terutama anurisma aorta torakalis.
Sindrom Marfan merupakan kelainan genetik autosomal dominan dimana terjadi
abnormalitas dari fibrilin suatu protein struktural yang ditemukan di aorta.4
Sindrom Ehler-Danlos tipe IV merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh
defisiensi kolagen tipe III, dan individu dengan penyakit ini dapat memiliki resiko
terbentuknya aneurisma di bagian manapun dari aorta. 4
Aterosklerosis merupakan penyebab jarang aneurisma aorta toraks ascending.
Sebaliknya, aterosklerosis merupakan etiologi utama dari aneurisma dari aorta
toraks descending. Aneurisma ini biasanya berasal hanya dari distal arteri subklavia
kiri. Patogenesis aneurisma aterosklerotik di aorta toraks dapat menyerupai
aneurisma abdominal, tapi ini belum diteliti.4
Sifilis pernah mungkin penyebab paling umum dari ascending aneurisma
aorta toraks, tetapi dalam era pengobatan antibiotik yang agresif, aneurisma luetic
tersebut jarang terlihat di pusat-pusat medis modern. Meskipun T.pallidum ini
dalam sifilis dapat menyerang pembuluh darah kecil disetiap bagian tubuh, karena
infeksi tersebut tidak bergejala sampai setelah 15 sampai 20 tahun kemudian, usia
penderita paling sering berkisar antara 40-55 tahun. Aortitis sifilitik hampir selalu
terjadi pada aorta torakalis, biasanya menyerang bagian ascendens dan transversum,
dengan kerusakan tunika media,aorta kehilangan penunjang kekenyalannya dan
cenderung melebar, membentuk aneurisma sifilitik. Penyertaan arterosklerotik
sekunder pada daerah yang rusak ini hampir selalu ada yang dapat mendukung
kelemahan dinding aorta. Aneurisma sifilitik kadang-kadang sangat besar mencapai
diameter 15-20 cm, dapat berisi trombus.11
Trauma Non-penetrating aorta biasanya terjadi sebagai akibat dari cedera
deselerasi. Paling sering, dalam hasil trauma transeksi sebagian atau lengkap dari
aorta toraks descendens yang berdekatan dengan arteri subklaviakiri. Mayoritas
dari penderita dengan transeksi aorta meninggal dalam waktu satu jam, dan yang
lain-lain menjalani perbaikan aorta selama rawat inap awal. Namun, pada 1%
sampai 2% dari pasien tersebut, transeksi aorta traumatis pada awalnya tidak

14
15

didiagnosis, dan pasien dapat terus mengembangkan pseudoaneurysms kronis di


tubuh mereka. Aneurisma ini berbeda karena bentuknya biasanya sakular (bukan
bentuk fusiform lebih umum), relatif diskrit, dan terletak tepat di sebelah distal
arteri subklavia kiri.4

2.2.5 Patogenesis
Aorta manusia adalah sirkuit yang relatif rendah tahanan untuk peredaran
darah. Ekstremitas bawah memiliki tahanan arteri yang terbesar, dan trauma yang
berulang sebagai cerminan gelombang arterial pada distal aorta dapat mencederai
dinding aorta dan menyebabkan degenerasi aneurisma. Hipertensi sistemik juga
dapat mencederai, dan mempercepat ekspansi aneurisma.3
Secara hemodinamik, keadaan dilatasi aneurisma dan peningkatan stress
dinding sesuai dengan hukum Laplace. Spesifiknya, hukum Laplace menyatakan
bahwa tekanan dinding proporsional terhadap tekanan dikali radius dari arterial (T
= P x R). Peningkatan diameter, diikuti dengan peningkatan tekanan dinding,
sebagai respon terhadap peningkatan diameter. Meningkatnya tekanan, maka
meningkat pula risiko ruptur. Peningkatan tekanan (hipertensi sistemik) dan
meningkatnya ukuran aneurisma memicu tekanan pada dinding dan lebih lanjut
meningkatkan risiko ruptur.3
Patogenesis dari pembentukan aneurisma aorta abdominalis belum
dimengerti secara baik. Aneurisma aorta abdominalis dikarakteristikkan dengan
destruksi elastin dan kolagen pada tunika media dan adventitia, hilangnya sel otot
polos tunika media dengan penipisan dinding pembuluh, dan infiltrat limfosit dan
makrofag transmural. Atherosclerosis adalah gambaran utama yang mendasari
aneurisma.3
Terdapat beberapa mekanisme dalam patogenesis aneurisma aorta
abdominalis:
1) Degradasi proteolitik dari dinding jaringan ikat aorta
Pembentukan aneurisma melibatkan proses yang komplek dari destruksi
tunika media aorta dan jaringan penyokongnya melalui degradasi elastin dan
kolagen. Pada model in vivo dari pembentukan aneurisma aorta abdominalis,

15
16

meliputi aplikasi calcium chloride dan perfusi elastase intraluminal, telah


digunakan untuk meningkatkan peran berbagai protease selama pembentukan
aneurisma. Model tersebut, sebaik yang telah dipelajari juga pada jaringan aorta
manusia, menunjukkan bahwa berbagai matrix metalloproteinase proteinases
(MMPs), berasal dari makrofagdan sel otot polos aorta, memainkan peran
terintegrasi dalam pembentukan aneurisma. Disolusi kolagen intersisial
mengikuti ekspresi dari collagenase MMP-1 dan MMP-13 pada aneurisma aorta
abdominalis manusia. Elastase MMP-2 (gelatinase A), MMP-7 (matrilysin),
MMP-9 (gelatinase B),dan MMP-12 (elastase makrofag) juga meningkat pada
jaringan aneurisma aorta.Matrix metalloproteinase proteinases-12 (MMP-12),
diekspresikan tinggi pada aneurisma aorta abdominalis manusia dan dapat
berperan penting dalam inisiasi aneurisma. Sebagai tambahan, tingginya kadar
MMP-2, ditemukan pada aneurisma aorta yang kecil, menunjukkan peran
MMP-2 pada pembentukan awal aorta. Terakhir elastase MMP-9 yang dapat
diinduksi meningkat pada jaringan aorta, juga pada serum pasien aneurisma.
Selama pembentukan aneurisma, keseimbangan remodeling dinding pembuluh
antara MMPs dan inhibitornya yaitu Tissue Inhibitors of Metalloproteinases
(TIMPs), menentukan degradasi elastin dan kolagen. Lebih lanjut mekanisme
biologis yang menginisiasi proteolitik enzim pada aorta belum diketahui.3

16
17

Gambar 9. Peran matrix metalloproteinases pada patogenesis aneurisma aorta abdominalis.12

Akibat massa kolagen dan peningkatan lingkar aorta, serat elastin menyebar
kearea yang lebih luas dan serat elastin gagal untuk mengimbangi beban
hemodinamik. Semua perubahan lambat laun meningkatkan diameter aorta. Hal
ini juga diketahui bahwa elastin memperkuat dinding aorta terhadap gelombang
pulsatil. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa aktivitas elastase
meningkat dalam aorta pasien dengan penyakit aneurisma. Jadi, elastolisis dapat
menjadi gangguan utama yang mempengaruhi sifat mekanik aorta. Akibatnya,
serat kolagen interstisial melakukan peran utama dalam bantalan tegangan

17
18

mekanik. Namun, proses kompensasi ini memiliki sebuah titik akhir. Di luar
batas ini, jaringan kolagen tidak dapat mengkompensasi dampak hemodinamik
dan ekspansi aorta terus terjadi.13

2) Inflamasi dan respon imun


Gambaran histologi yang menonjol dari aneurisma aorta abdominalis adalah
infiltrasi transmural oleh makrofag dan limfosit. Dihipotesiskan bahwa sel ini
secara simultan melepaskan kaskade sitokin yang menghasilkan aktivasi
berbagai protease. Pemicu untuk influk dan migrasi leukosit belum diketahui,
tetapi paparan produk degradasi elastin pada dinding aorta dapat berperan
sebagai primary chemotactic attractant untuk infiltrasi makrofag. Konsep
bahwa pembentukan aneurisma adalah respon autoimun didukung oleh infiltrat
ekstensif dari limfosit dan monosit, juga deposisi imunogobulin G yang reaktif
terhadap matriks protein ekstraselular pada dinding aorta. Tunika adventitia
tampaknya adalah area utama yag menjadi tempat infiltrasi leukosit dan aktivasi
inisial MMP. Sitokin dari makrofag dan limfosit meningkat pada dinding
aneurisma aorta, meliputi IL-1ß, TFN-a, IL-6, IL-8, MCP-1, IFN-g, dan GM-
CSF. Sitokin inflamatori ini, bersama dengan plasminogen aktivator,
menginduksi ekspresi dan aktivasi dari MMPs dan TIMPs.3

3) Stress biokimia pada dinding


Letak terbanyak adalah infrarenal untuk pembentukan aneurisma aorta
abdominalis menunjukkan perbedaan potensial pada struktur aorta, biologi dan
stress disepanjang aorta. Peningkatan shear dan tension pada dinding aorta
menghasilkan remodeling kolagen. Lebih lanjut, penurunan rasio elastin
terhadap kolagen dari proksimal ke distal aorta dapat relevan secara klinis
semenjak penurunan elastin berhubungan dengan dilatasi aorta, sementara
degradasi kolagen adalah predisposisi untuk ruptur. Saat aneurisma terbentuk,
maka peningkatan stress dinding adalah penting dalam percepatan dilatasi dan
peningkatan risiko ruptur. ß-blockers berperan untuk mengurangi stress dinding
dan telah diperkirakan berperan protektif untuk dilatasi aneurisma dan ruptur
pada model binatang.3

18
19

4) Molekular genetik
Familial cluster dan subtype HLA menunjukkan baik peran genetik dan
imunologis dalam patogénesis aneurisma. Yang terbaru, tidak ada
polimorfismegen tunggal atau defek yang dapat diidentifikasi sebagai
denominator yang paling sering untuk aneurisma aorta abdominalis. Beberapa
fenotip telah ditemukan berhubungan dengan pembentukan aneurisma aorta
abdominalis. Sebagai contoh, Hp-2-1 fenotip haptoglobin dan defisiensi a1-
antitrypsin berasosiasi dengan pembentukan aneurisma. Sebagai tambahan,
adanya penurunan frekuensi aneurisma pada pasien dengan Rh-negative blood
group dan penngkatan frekuensi pada pasien dengan MN atau Kell-positive
blood groups.3

5) Mekanisme gabungan
Kombinasi dari faktor multipel meliputi stress hemodinamik lokal,
fragmentasi tunika media,dan presdiposisi genetik, lewat mekanisme imunologi
yang tidak diketahui menstimulasi sel-sel inflamasi kedalam dinding aorta. Sel
inflamasi kemudian melepaskan chemokine dan sitokin menghasilkan influk
lebih lanjut dari leukosit dengan ekspresi dan aktivasi protease, terutama
MMPs. Protease ini menghasilkan degradasi tunika media dan dilatasi
aneurisma. Peningkatan stress dinding kemudian melanjutkan proses proteolisis
dan progresifitas dilatasi aneurisma dengan ruptur aorta jika tidak ditangani
dengan tepat.3

Gambar 10. Skema patogenesis aneurisma aorta.13

19
20

2.2.6 Gejala dan Tanda


Aneurisma terbentuk secara perlahan selama beberapa tahun dan sering tanpa
gejala. Jika aneurisma mengembang secara cepat, maka terjadi robekan (ruptur
aneurisma), atau kebocoran darah disepanjang dinding pembuluh darah (aortic
dissection), gejala dapat muncul tiba-tiba.4
a) Aneurisma Aorta Abdominalis.
i. Aneurisma asimptomatik
Aneurisma ini biasanya ditemukan saat pemeriksaan fisik rutin
dengan dideteksinya pulsasi aorta yang prominen. Lebih sering aneurisma
asimptomatik ditemukan sebagai penemuan insidental saat pemeriksaan
USG abdomen atau CT scan. Denyut perifer biasanya normal, tetapi
penyakit arteri oklusif pada renal atau ekstremitas bawah sering ditemukan
pada 25% kasus. Aneurisma arteri popliteal terdapat pada 15% kasus pasien
dengan aneurisma aorta abdominalis.14
ii. Aneurisma simptomatik
Nyeri midabdominal atau punggung bawah atau keduanya dan
adanya pulsasi aorta prominen dapat mengindikasikan pertumbuhan
aneurisma yang cepat, ruptur, atau aneurisma aorta inflamatorik. Aneurisma
inflamatorik terhitung kurang dari 5% dari aneurisma aorta dan
dikarakteristikkan dengan inflamasi ekstensif periaortic dan retroperitoneal
dengan sebab yang belum diketahui. Pada pasien ini terdapat demam ringan,
peningkatan laju endap darah, dan riwayat infeksi saluran pernapasan atas
yang baru saja; pasien sering sebagai perokok aktif. Infeksi aneurisma aorta
(baik dikarenakan oleh emboli septik atau kolonisasi bakteri aorta normal
dari aneurisma yang ada) sangat jarang terjadi tetapi harus diperkirakan
pada pasien dengan aneurisma sakular atau aneurisma yang bersamaan
dengan fever of unknown origin.14
iii. Ruptur aneurisma
Pasien dengan ruptur menderita nyeri hebat pada punggung,
abdomen, dan flank serta hipotensi. Ruptur posterior terbatas pada
retroperitoneal dengan prognosis yang lebih baik daripda ruptur anterior ke

20
21

rongga peritoneum. 90% meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Satu-


satunya kesempatan untuk menolong adalah perbaikan bedah emergensi.8,14

Tabel 1. Faktor Resiko Ruptur Aneurisma Aorta Abdominalis.7

Gejala ruptur antara lain:


 Sensasi pulsasi di abdomen
o Nyeri abdomen yang berat, tiba-tiba, persisten, atau konstan.
o Nyeri dapat menjalar ke selangkangan, pantat, atau tungkai bawah
 Abdominal rigidity
o Nyeri pada punggung bawah yang berat, tiba-tiba, persisten,atau konstan,
dapat menjalar ke selangkangan, pantat, atau tungkai bawah
o Anxietas
o Nausea dan vomiting
o Kulit pucat
o Shock
o Massa abdomen

b) Aneurisma Aorta Thoracica


Manifestasi klinisnya tergantung dari besarnya ukuran, posisi aneurisma,
dan kecepatan tumbuhnya. Sebagian besar adalah asimptomatik dan ditemukan
dalam prosedur diagnostik untuk keadaan lain. Beberapa pasien mengeluh nyeri
substernal, punggung, atau leher. Yang lainnya menderita dispneu, stridor, atau
batuk akibat penekanan pada trakhea, disphagia akibat penekanan pada

21
22

esophagus, hoarseness akibat penekanan pada nervus laryngeus recurrent


sinistra, atau edema leher dan lengan akibat penekanan pada vena cava superior.
Regurgitasi aorta karena distorsi anulus valvula aortikus dapat terjadi dengan
aneurisma aorta ascenden.4

2.2.7 Diagnosa Klinis


Pada aneurisma yang letaknya perifer, diagnosis klinis biasanya tidak sulit.
Aneurisma sentral yang letaknya dalam rongga tubuh yang besar seperti rongga
toraks atau rongga abdomen sangat sulit didiagnosis. Tidak jarang penderita datang
dengan salah satu komplikasi aneurisma, biasanya berupa ruptur. Pemeriksaan
penunjang ultrasonografi dan arteriografi dapat memberikan diagnosis pasti.15
Diagnosa aneurisma aorta ditegakkan berdasarkan keluhan , gejala klinis dan
pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan massa yang berdenyut
dan letaknya ditengah abdomen. Ditemukan bising yang selaras dengan denyut
jantung di atas massa tersebut.15
Aneurisma torakalis harus cukup besar untuk dapat Menimbulkan gejala :
akibatnya, aneurisma mungkin baru ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
radiogram toraks. Jika benar-benar timbul gejala, biasanya disebabkan oleh
perluasan dan kompresi pada struktru organ yang berdekatan, seperti pada:
oesofagus, dapat menimbulkan disfagia:kompresi saraf laringeus rekuren dapat
menyebabkan suara serak:kompresi pada bronchus dapat menyebabkan sesak nafas
terus menerus.15

2.2.7.1 Pemeriksaan Fisik


Kebanyakan aneurisma ditemukan saat pemeriksaan fisik rutin. Pemeriksa
harus selalu mencoba untuk dapat menentukan diameter aorta abdominalis di atas
umbilikus. Normalnya aorta abdominal mempunyai diameter kurang dari 2,5 cm.
Jika pulsasi aorta yang menonjol teraba, terutama jika pasien gemuk, maka
aneurisma aorta abdominal harus diduga.16
Bila pada anamnesa penderita sendiri merasa adanya pembengkakan di perut
yang berdenyut sesuai irama nadinya, maka diagnosa aneurisma aorta abdominal
sudah hampir pasti. Pada inspeksi tampak tumor yang berdenyut kuat dibawah

22
23

dinding perut. Pada auskultasi terdengar bising sistolik setinggi tulang lumbal II.
Pada perkusi dinding abdomen suara yang tedengar akan memuncak, perkusi tidak
menimbulkan rasa sakit. Pada palpasi teraba bifurkasi aorta yang telah beranjak
naik, pada posisi duduk setinggi pusat, sedangkan batas atas aneurisma teraba
sampai arcus costarum. Pulsasi yang kuat akan teraba kecuali pada trombus total,
bila sakit biasanya ada kebocoran akibat ruptur.16

Gambar 11. Massa abdomen pada pemeriksaan fisik aneurisma aorta abdominalis 16

2.2.7.2 Pemeriksaan Penunjang


Aneurisma banyak terjadi pada aorta ascendens. Untuk melihat bentuk dari
aneurisma perlu dibuat proyeksi PA, lateral dan oblik. Bentuk aneurisma yang
slindris dan sacullar akan tampak nyata dan berbatas tegas dengan aorta yang masih
normal. Perlu pula diperhatikan adanya pendorongan alat-alat organ lain yang
berdekatan, misalnya oesofagus, tracea, dan bronchus. Oleh karena itu pada
pemeriksaan radiologi, oesofagus harus diisi dengan barium. Selain di aorta
ascendens, aneurisma dapat terjadi dan timbul di arcus aorta dan aorta descendens,
dan bahkan dapat multipel.14

23
24

a. Ultrasound adalah pemeriksaan skrining pilihan dan bernilai juga untuk


mengikuti perkembangan aneurisma pada pasien dengan aneurisma yang kecil
(<5 cm). Biasanya aneurisma membesar 10% diameter per tahunnya: sehingga
USG abdomen direkomendasikan untuk aneurisma yang lebih besar 3,5 cm.10

Gambar 12. USG abdomen pada aneurisma aorta.10

b. CT scan tidak hanya tepat dalam menentukan ukuran aneurisma terapi juga
menentukan hubungan terhadap arteria renalis.10

Gambar 13. CT scan abdomen pada aneurisma aorta10

24
25

c. Angiography aorta (aortography) diindikasikan sebelum repair aneurisma


arterial oclusive disease pada viseral dan ekstremitas bawah atau saat repair
endograft akan dilakukan.10

Gambar 14. Aortography aorta abdominalis pada aneurisma aorta 10

d. Computed Tomography Scan Angiography (CTA)


Pemeriksaan radiologi invasif minimal dengan memasukan media kontras
melalui pembuluh darah, dengan tujuan untuk melihat pembuluh darah pada
tubuh dengan menggunakan modalitas CT scan. CTA aorta abdominal dapat
memvisualisasi aorta abdominalis dan organ visceral untuk vaskular anatomi
dan mendiagnosa kelainan yang mempengaruhi sistem vaskular diantaranya
acute aortic syndrome, abdominal aneurysm, renal artery stenosis, mesenteric
ischemia dan tumor. Karena itu digunakan untuk perencanaan terapi
endovaskuler, pengobatan onkologi, bedah transplantasi dan trauma multi
sistem.17,18

25
26

Gambar 15. CT angiografi dengan multiplanar dan rekonstruksi 3D. A: Bagian aksial yang
menunjukkan titik masuk diseksi pada tingkat asal arteri subklavia kiri. B: Diameter aorta lebih
besar. C: Bagian sagital. D: Arteri mesenterika superior yang berasal dari lumen sejati. E:
Keterlibatan aorta abdominalis. F: Diseksi setinggi arteri iliaka kiri. G: Rekonstruksi miring 3D,
tampilan miring anterior kanan19

e. Ultrasonografi Doppler (USG Doppler)


Pemeriksaan non-invasif yang digunakan untuk memperkirakan aliran
darah melalui pembuluh darah dengan cara memantulkan gelombang suara
berfrekuensi tinggi atau ultrasonik dari sirkulasi darah merah. Color Doppler
dapat menunjukkan oklusi graft, stenosis, false aneurysma or true aneurysm.
Selain itu, Doppler memiliki peran utama dalam evaluasi graft pasca operasi
setelah reseksi bedah AAA.20,21

26
27

Gambar 16. Pada Color Doppler, aneurisma ditandai dengan aliran berputar dengan kecepatan
linier yang menurun. Gambar menunjukkan aliran Color Doppler dari aneurisma aorta abdominal
(A, B, C, D, E)21

2.2.8 Diagnosa Banding


Aneurisma aorta harus dibedakan dengan tumor jaringan lunak didekat aorta,
seperti tumor retroperitoneal / limpoma, lipoma, dan limposarkoma yang melekat
pada aorta. Kelainan ini dapat dibedakan dengan pemeriksaan fisik yang teliti.
Aneurisma ini menimbulkan denyut yang terasa disetiap bagian massa sedangkan
tumor tidak demikian.

2.2.9 Penatalaksanaan
Farmakoterapi:
 Antihipertensi untuk mempertahankan tekanan sistolik pada 120mmHg atau
kurang

27
28

 Propanolol untuk menurunkan kekuatan pulsasi dalam aorta dengan


menurunkan kontraktilitas miokard.
 Pembedahan dilakukan jika pengobatan farmako terapi tidak berhasil untuk
mencegah pembesaran aneurisma atau pasien menunjukan gejala-gejala nyeri
semakin memburuk.

a) Aneurisma aorta abdominalis


Terapi aneurisma dahulu adalah intervensi bedah atau observasi (watchful
waiting) dengan kombinasi pengawasan tekanan darah. Sekarang, endovascular
atau teknik invasif minimal telah dikembangkan untuk berbagai tipe aneurisma.
Jika aneurisma berukuran kecil dan tidak ada gejala (misalnya aneurisma yang
ditemukan saat pemeriksan kesehatan rutin) maka direkomendasikan
pemeriksaan kesehatan periodik saja, meliputi pemeriksaan USG tiap tahunnya,
untuk memantau apakah aneurisma menjadi besar.2
Indikasi operasi: pasien dengan diagnosis aneurisma ≥ 5 cm atau dengan
pelebaran aneurisma yang progresif dipertimbangkan untuk dilakukan
pembedahan. Perubahan mendadak seperti nyeri yang sangat hebat merupakan
tanda bahaya dan dapat merupakan suatu tanda pelebaran aneurisma yang
progresif, kebocoran, dan ruptur. Tujuan tindakan bedah adalah melaksanakan
operasi sebelum komplikasi terjadi.2
Ada dua pendekatan tindakan bedah. Dahulu dengan membuka abdomen.
Pembuluh darah yang abnormal digantikan oleh graft yang dibuat dari material
sintetis, seperti Dacron. Pendekatan lain disebut endovascular repair . Tube
tipis disebut catheters dimasukkan lewat arteri. Tube ini memungkingkan graft
diletakkan tanpa membuat potongan besar di abdomen dan penyembuhan dapat
lebih cepat. Pasien dengan aneurisma aorta abdominalis sering berhubungan
dengan adanya penyakit jantung, paru, pembuluh darah perifer, dan ginjal.
Penilaian keadaan komorbid penting untuk menentukan resiko untuk perbaikan
dengan pembedahan dan untuk merencanakan intervensi preoperatif untuk
mengurangi resiko pembedahan.2

28
29

Tabel 2. Resiko Perbaikan Pembedahan Terbuka Aneurisma Aorta Abdominalis7

Teknik Perbaikan dengan Pembedahan Terbuka (Open Repair).


Terdapat beberapa pendekatan untuk melakukan pembedahan terbuka, setiap
teknik memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
1. Transperitoneal Approach
Teknik ini memudahkan udan lebih fleksibel untuk mengeksplor AAA,
arteri renali, dan kedua arteri iliaca. Dibuat midline incision abdomen dari
xiphoid sampai pubis, panjang insisi tergantung dari besar aneurisma.2

Gambar 17. Teknik Perbaikan transperitoneal AAA dengan graft proste selurus atau bercabang.
D,duodenum; IMA,inferior mesenteric artery; IMV, inferior mesenteric vein; LRV, left renal vein;
SMA, superior mesenteric artery. 7

29
30

2. Retroperitoneal Approach
Pendekatan transperitoneal pada pasien dengan keadaan abdomen yang
kurang mendukung untuk menjalani operasi seperti aneurisma suprarenal yang
luas, horseshoe kidney, peritoneal dialysis ,inflammatory aneurysm, atau asites.
Pada keadaan ini dengan pendekatan retroperitoneal adalah yang paling baik.2
Dengan teknik ini, posisi pasien lateral dekubitus kanan.Insisi untuk
lapangan operasi pada pertengahan dari atas crista iliaca dan tepi kosta. Lengan
kiri diberi bantalan dan diletakkan diatas lengan kanan dengan diberi
penyokong. Derajat kemiringan bahu 60o dan panggul 30o untuk memudahakan
mengeksplor lapangan operasi.2
Insisi pada sela iga X dimulai dari linea aksilaris posterior dilebarkan ke
medial sampai batas lateral rectus sheat menuju titik tengah antara umbilikus
dan simfisis pubis.2

Gambar 18. Teknik Perbaikan retroperitoneal AAA dengan graft proste selurus.7

3. Minimal Incision Aortic Surgery


Pemilihan pasien sangat penting karena pasien obesitas dan yang
membutuhkan graft bercabang bukan kandidat dengan prosedur ini. Panjang
insisi midline diperiumbilikan kurang dari 12 sampai 15 cm, sampai kurang dari
9 cm insisi proksimal dari umbilikus.2

30
31

Gambar 19. Minimal incision aortic surgery (MIAS)7

Endovascular Aortic Aneurysm Repair (EVAR).


Teknik EVAR, stent-graft dimasukkan ke dalam lumen aneurisma melalui
arteri femoralis dan difiksasi ditempatnya pada leher aorta yang tidak mengalami
aneurisma dan arteriiliaca dengan melebarkan stent atau balloon-expandable
stents. Beberapa stent-grafts memiliki mata kail, pin, atau kait untuk fiksasi stent.2

Gambar 20. Teknik EVAR.7

31
32

Gambar 21. Graft sintetis.7

b) Aneurisma aorta Thoracica


Indikasi untuk pembedahan meliputi adanya gejala, ekspansi cepat, atau
ukuran yang lebih besar dari 5 cm. Risiko operasi dari kondisi komorbid harus
dipertimbangkan jika merekomendasikan repair aneurisma yang asimtomatik.
Morbiditas dan mortalitas tinggi dibandingkan dengan aneurisma aorta
abdominal. Insisi aneurisma thoracoabdominal berasosiasi dengan risiko tinggi
komplikasi pulmonal dan manajemen nyeri postoperatif yang lebih ekstensif.
Adanya nervus laryngeus recurrent, nervus phrenicus, dan arteria subklavia
membuat trauma terhadap bangunan tersebut menjadi mungkin. Arteria
radicularis major (artery of Adamkiewicz) muncul dari arteri intercostalis antara
T8 dan L1 dan sebagai arteri medulla spinalis yang dominan pada 80% pasien,
menunjukkan adanya risiko paraplegi selama repair aneurisma thoracica. Repair
endovascular dari aneurisma aorta horacica mengurangi risiko kardiopulmonal,
tetapi lokasi aneurisma yang sulit dapat menggantikan repair endovascular
dengan metode terkini. Penelitian terbaru mengembangkan branched stent graft
untuk perbaikan dari aneurisma arkus dan thorakoabdominal.4

32
33

2.2.10 Komplikasi
Komplikasi aneurisma aorta dapat berupa ruptur atau emboli, ruptur
aneurisma aorta abdominalis (AAA) sering terjadi. Emboli yang berasal dari
trombus didalam aneurisma dapat menyebabkan obstruksi arteri di eksterimitas dan
organ dalam. Jika terjadi ruptur angka kematian semakin besar menjadi 50%.
Komplikasi pasca-bedah secara dini meliputi perdarahan serta trombosis dan
embolisasi. Selain itu dapat timbul komplikasi urologi yang mencakup obstruksi
ureter atau dapat terjadi trauma ureter oleh karena kurang hati-hati selama
pembedahan, komplikasi lanjut setelah perbaikan aneurisma mencakup
perkembangan aneurisma palsu yang timbul sebagai proses infeksi.

2.2.11 Prognosis
Outcome biasanya baik jika perbaikan dilakukan oleh ahli bedah yang
berpengalaman sebelum ruptur. Kurang dari 50% dari pasien bertahan dari ruptur
aneurisma abdominal. Mortalitas setelah open elective atau endovascular repair
adalah 1-5%. Pada umumnya pasien dengan aneurisma aorta yang lebih besar dari
5 cm mempunyai kemungkinan tiga kali lebih besar untuk meninggal sebagai
konsekuensi dari ruptur dibandingkan dari reseksi bedah. Survival rate 5 tahun
setelah tindakan bedah adalah 60-80%. 5-10% pasien akan mengalami
pembentukan aneurisma lainnya berdekatan dengan graft.

33
34

BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn.L
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Dusun XIII Hutabangun No.21 Kec Beringan

Keluhan Utama : Nyeri perut yang semakin hebat sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit
Telaah :
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 1 minggu yang lalu sebelum
masuk rumah sakit. pasien mengeluhkan adanya nyeri perut yang semakin
memberat. Nyeri perut tersebut dirasakan di sekitar tengah perut dan menjalar ke
punggung. Nyeri tidak menghilang jika berubah posisi. Pasien juga mengeluhkan
ada mual dan muntah. BAB pasien tidak ada warna hitam atau merah. BAK dalam
batas normal. Demam tidak dijumpai. Riwayat trauma sebelumnya juga disangkal.
Riwayat Penyakit dahulu:
DM (+) sejak 10 tahun namun tidak rutin berobat, Hipertensi (-), penyakit
jantung (-), penyakit asma (-), alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat HT, DM, Jantung, asma, keluhan yang sama pada keluarga
disangkal

Riwayat Kebiasaan:
Pasien memiliki kebiasaan merokok. Minum minuman beralkohol (-) dan
menggunakan narkoba (-)

34
35

II. Pemeriksaan Fisik


Status Generalisata
 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 GCS : E4 V5 M6
 Tanda-tanda vital
TD : 120/ 80 mmHg
Nadi : 86 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,5 ºC
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-/-) Deviasi septum (-/-) Sekret (-/-)
Epistaksis (-/-)
Telinga : Normotia Sekret (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-)

Paru
 Inspeksi : pengembangan dinding dada simetris, jejas (-), retraksi (-),
massa (-), sikatriks (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-), vocal fremitus kiri dan kanan kesan
menurun
 Perkusi : sonor (+), redup daerah basal paru
 Auskultasi : vesicular +/+, bunyi tambahan (-).

Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula (s),
 Perkusi
 Batas atas : SIC II linea parasternal dextra et sinistra
 Batas kanan : SIC V linea parasternal dextra
 Batas kiri : SIC V linea midclavicula sinistra

35
36

 Auskultasi : bunyi jantung I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen
 Inspeksi : Datar, tampak benjolan, distensi (-), luka operasi (-)
 Auskultasi : Peristaltik (-), Bruit (+) konsisten dengan pulsasi
 Perkusi : nyeri saat perkusi (-)
 Palpasi : Teraba massa berpulsasi, timpani (+), hepar tidak teraba,
limpa tidak teraba, ginjal tidak teraba.
Ekstremitas
 Atas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT<2detik

 Bawah : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT<2detik


Kanan Kiri
 a. femoralis : ++ ++
 a. poplitea : ++ ++
 a. tibialis : ++ ++
 a. dorsalis pedis : ++ ++

III. Pemeriksaan Penunjang

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan


Darah Lengkap (20/10/2020)
Hemoglobin 6,6 g/dl 13 – 18
Hematokrit 19 % 39 – 54
Leukosit 15,170 /µL 4.000 – 11.000
Trombosit 206,000 /µL 150.000 – 450.000
Hitung Jenis
Basofil 0.10 % 0.00 -1 .00
Eosinofil 0.10 % 1.00 – 3.00
Neutrofil 87.50 % 50.00 – 70.00
Limfosit 6.60 % 20.00 – 40.00
Monosit 5.70 % 2.00 – 8.00

36
37

Foto Toraks (20/10/2020)

Kesan: Tidak tampak kelainan pada soft tissue dan hard tissue

IV. Diagnosis
 Susp.Aneurisma aorta abdominalis + DM

V. Tatalaksana
 IVFD RL 20 gtt/menit
 Pemasangan katater urin
 Inj.Keterolac 1 amp/8 jam
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
 Bisoprolol 1x10mg po

VI. Rencana
 Kimia darah : GDS, Elektrolit, AGDA
 USG Doppler
 CT Angiografi

37
38

 Pantau tanda –tanda vital


 Konsul ke SpBTKV

VII. Edukasi
 Didik keluarga untuk tidak membuat pasien banyak bergerak karena komplikasi
lebih lanjut dari AAA
 Mengelola DM pasien dengan konsumsi obat DM dengan teratur
 Mengedukasi pasien untuk berhenti merokok

38
39

BAB IV
KESIMPULAN

Pasien Laki-laki 57 tahun datang dengan keluhan utama nyeri perut sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Berdasarkan anamnesis, didapatkan nyeri
perut yang dirasakan pasien di tengah perut dan menjalar ke punggung dan adanya
mual dan muntah tetapi tidak disertai dengan keluhan gangguan buang air besar.
Pasien juga mempunyai riwayat DM sejak 10 tahun yang lalu namun tidak rutin
berobat. Diagnosa dengan aneurisma aorta abdominalis + DM dan ditatalaksanan
dengan :
 IVFD RL 20 gtt/menit
 Pemasangan katater urin
 Inj.Keterolac 1 amp/8 jam
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
 Bisoprolol 1x10mg po
Rencana
 Kimia darah : GDS, Elektrolit, AGDA
 USG Doppler
 CT Angiografi
 Pantau tanda –tanda vital
 Konsul ke SpBTKV
Edukasi
 Didik keluarga untuk tidak membuat pasien banyak bergerak karena komplikasi
lebih lanjut dari AAA
 Mengelola DM pasien dengan konsumsi obat DM dengan teratur
 Mengedukasi pasien untuk berhenti merokok

39
40

DAFTAR PUSTAKA

1. Kadoglou, NP & Liapis, CD. Matrix Metalloproteinases: Contribution to


Pathogenesis, Diag: Pathogenesis of Abdominal Aortic Aneurysm. 2004.
http://www.medscape.com/viewarticle/475262_2. Diakses tanggal 17
November 2020.
2. Gloviczki, P & Ricotta, JJ. Aneurysmal Vascular Disease. In SabistonTextbook
of Surgery.18 th ed.2007
3. Wassef M Baxter T, et.al. Pathogenesis of abdominal aorticaneurysms: A
multidisciplinary research program supported by the National Heart, Lung, and
Blood Institute. J of VascSurg. 2001.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11668331.Diakses tanggal17 November
2020.
4. Tseng ,E. Thoracic Aortic Aneurysm. 2009.
http://emedicine.medscape.com/article/424904-overview. Diakses tanggal 17
November 2020
5. Baxter Timothy B Terrin C Michael. Dalman L. Ronal. " Aortic Disease.
Medical Management of Small Abdominal Aortic Aneurysms Circulation".
2008: 117: 1883-1889.
https://www.ahajournals.org/doi/full/10.1161/circulationaha.107.735274.
Diakses tanggal 17 November 2020
6. Jusi, H.D.”Dasar-Dasar Ilmu Bedah Vascular .” 1991. Jakarta : FKUI
7. Sabiston, David C. “Buku Ajar Ilmu Bedah.” 1995. Jakarta : EGC
8. Crawford, E. S. and J. S. Coselli (1991). “Thoracoabdominal aneurysm
surgery.” Semin Thorac Cardiovasc Surg 3(4): 300-322.
9. Safi HJ, Miller CC 3rd. Spinal cord protection in descending thoracic and
thoracoabdominal aortic repair. Ann Thorac Surg 1999;67:1937-9; discussion
1953-8
10. Nelson, BP. Aneurysm, Thoracic.2009.
https://emedicine.medscape.com/article/424904-overview . Diakses tanggal 17
November 2020

40
41

11. Price, Silvia A."Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit."


Ed.6,Vol.2.2002. Jakarta : EGC
12. Nikolaos P. Kadoglou; Christos D. Liapis,"Matrix Metalloproteinases:
Contribution to Pathogenesis, Diagnosis, Surveillance and Treatment of
Abdominal Aortic Aneurysms". 2004.
https://www.medscape.com/viewarticle/475262_2. Diakses tanggal 17
November 202
13. Golledge, Jonathan. Muller, Juanita. Daugherty, Alan. Norman, Paul, "
Arteriosclerosis, Thrombosis dan Vascular Biology: 2006: 26;2605-2613
https://www.ahajournals.org/doi/full/10.1161/01.atv.0000245819.32762.cb.
Diakses tanggal 17 November 2020.
14. O'Connor, R.E. Aneurysm, Abdominal .2010.
http://emedicine.medscape.com/article/756735-overview.Diakses tanggal 17
November 2020.
15. Powell, Janet T. "Detection,Management, and Prospects For The Medical
trearment of Small Abdominal Aortic Aneurysms". 2004.
https://www.ahajournals.org/doi/full/10.1161/01.atv.0000106016.13624.4a
Diakses tanggal 17 November 2020
16. Gray, H. Anatomy of the Human Body. The Aorta.1918.
http://www.bartleby.com/107/142.html. Diakses tanggal 17 November 2020.
17. Fishman, E. K and Jeffrey, R. B. 1998. Spiral CT:Principles, Technique and
Application. Lippincott Williams, Haggerstown, Maryland, U.S.A.
18. Corey Goldman and Javier Sanz. 2005. CT angiography of the abdominal aorta
and its branches with protocols, Informa healthcare, Chennai
19. Metzger PB, Novero ER, Rossi FH, Moreira SM, Linhares FA, Almeida BL,
Barbato HA, Izukawa NM, Kambara AM. Evaluation of preoperative computed
tomography angiography in association with conventional angiography versus
computed tomography angiography only, in the endovascular treatment of
aortic diseases. Radiologia Brasileira. 2013 Oct;46(5):265-72.

41
42

20. Brkljačić B, Castellani S, Deane C, Dietrich CF. Doppler ultrasound of the


aorta, inferior vena cava and visceral arteries. InEFSUMB Course Book on
Ultrasound 2012 Jan 1. Latimer Trend & Com pany Ltd.
21. Battaglia S, Danesino GM, Danesino V, Castellani S. Color Doppler
ultrasonography of the abdominal aorta. Journal of ultrasound. 2010 Sep
1;13(3):107-17.

42

Anda mungkin juga menyukai