Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

Myelopathy Cervical e.c. Nerve Injury C5-C7

Disusun oleh :
Andi Moh. Roem Askari C111 14 031
Giordano Bandi Lolok C111 14 109
Septianto Dwi Valen C111 13 514
Nurul Atikah C111 13 523
Nur Ulyanti C111 13 537
Andi Widya Sumpala C111 13 582

Supervisor :

dr. Nila Mayasari, M.Kes, Sp.KFR

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

DEPARTEMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI MEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

i
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Andi Moh. Roem Askari C111 14 031


Giordano Bandi Lolok C111 14 109
Septianto Dwi Valen C111 13 514
Nurul Atikah C111 13 523
Nur Ulyanti C111 13 537
Andi Widya Sumpala C111 13 582
Judul Laporan Kasus : Hemiparese sinistra et causa Hemorrhagic stroke

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Kedokteran

Fisik dan Rehabilitas Medik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 31 Januari 2018

Supervisor

dr. Nilla Mayasari, M.Kes, Sp. KFR

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................. iii

LAPORAN KASUS .................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ................................................................................................ 8

2.2 Epidemiologi ....................................................................................... 8

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko .................................................................. 8

2.4 Patofisiologi ...................................................................................... 10

2.5 Tanda dan Gejala ................................................................................ 11

2.6 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang .............................................. 12

2.7 Penatalaksanaan ................................................................................. 14

2.8 Komplikasi .......................................................................................... 17

2.9 Prognosis ............................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 19

iii
BAB 1

LAPORAN KASUS

1) Data Identitas Pasien (23 Januari 2018)

 Nama : Tn. Y

 Jenis Kelamin : Laki-laki

 Umur : 64 tahun

 Pekerjaan : Wiraswasta

 Agama : Islam

 Suku : Bugis

2) Anamnesis

Keluhan Utama : Nyeri bahu kanan dan sulit mengangkat bahu

Riwayat Penyakit

 Nyeri bahu sebelah kanan dialami secara tiba-tiba pada saat sedang di rumah. Tiba-

tiba bahu sulit digerakkan dan terasa kram pada bahu.

 Nyeri berlangsung terus menerus dan memberat bila beraktivitas.

 Pasien memiliki kebiasaan melakukan peregangan pada daerah leher secara

berlebihan

 Buang air kecil normal, buang air besar normal.

 Tidak ada keluhan demam

Riwayat Penyakit Terdahulu

 DM : (-)

 HT : (-)

1
Pemeriksaan Fisis

STATUS UMUM

 Compos Mentis, Independent ambulation, Gait : Normal, Postur : Normal, Right

handed

 BB : 56kg, TB : 159 cm, IMT : 22,15 kg/m2

 Tanda-tanda vital : BP : 120/80 mmHg, HR :68 x/mnt, RR : 20 x/mnt, T: 36,2 C

 Head & Neck : Dalam batas normal

 Thorax : Cor : Dalam batas normal

Pulmo : Dalam batas normal

 Abdomen : Liver/Spleen : Impalpable

 Extremitas : Nyeri bahu kana & terdapat kedutan involunter pada daerah

tendon biceps pasien

Pemeriksaan Muskuloskeletal

ROM MMT
Cervical
Flexion Full (0-450) 5
Extension Full (0-450) 5
Lateral Flexion Full/Full (0-450) 5/5
Rotation Full/Full (0-600) 5/5
Trunk
Flexion Full (0-800) 5
Extension Full (0-300) 5
Lateral Flexion Full/Full (0-350) 5/5
Rotation Full/Full (0-450) 5/5
Shoulder
Flexion Full/Terbatas (0-1800) 5/2
Extension Full/Terbatas (0-600) 5/5
Abduction Full/Terbatas (0-1800) 5/5
Adduction Full/Full (0-450) 5/5
Ext. Rotation Full/Full (0-700) 5/5

2
Int. Rotation Full/Full (0-900) 5/5
Elbow
Flexion Full/Full (0-1350) 5/5
Extention Full/Full (135-00) 5/5
Forearm Supination Full/Full (0-900) 5/5
Forearm Pronation Full/Full (0-900) 5/5
Wrist
Flexion Full/Terbatas (0-800) 5/2
Extension Full/Terbatas (0-700) 5/2
Radial Deviation Full/Terbatas (0-200) 5/5
Ulnar Deviation Full/Terbatas (0-350) 5/5
Fingers
Flexion
MCP Full/Terbatas (0-900) 5/4
PIP Full/Terbatas (0-1000) 5/4
DIP Full/Terbatas (0-900) 5/4
Extension Full/Terbatas (0-300) 5/5
Abduction Full/Terbatas (0-200) 5/5
Adduction Full/Terbatas (200-00) 5/5
Thumbs
Flexion
MCP Full/Terbatas (0-900) 5/5
IP Full/Terbatas (0-800) 5/5
Extension Full/Terbatas (0-300) 5/5
Abduction Full/Terbatas (0-700) 5/2
Adduction Full/Terbatas (50-00) 5/2
Opposition Full/Terbatas 5/2
Hip
Flexion Full/Full (0-1200) 5/5
Extension Full/Full (0-300) 5/5
Abduction Full/Full (0-450) 5/5
Adduction Full/Full (0-200) 5/5
Ext. Rotation Full/Full (0-450) 5/5
Int. Rotation Full/Full (0-450) 5/5
Knee
Flexion Full/Full (0-1350) 5/5
Extension Full/Full (135-00) 5/5
Ankle
Plantar Flexion Full/Full (0-200) 5/5
Dorsi Flexion Full/Full (0-500) 5/5
Inversion Full/Full (0-1500) 5/5
Eversion Full/Full (0-350) 5/5

3
Toes
Flexion
MTP Full/Full (0-300) 5/5
IP Full/Full (0-500) 5/5
Extension Full/Full (0-800) 5/5
Big Toe
Flexion
MTP Full/Full (0-250) 5/5
IP Full/Full (0-250) 5/5
Extension Full/Full (0-800) 5/5

Pemeriksaan Neurologis

 Rangsang meningeal : Kaku kuduk : negatif

Kernig sign : negatif / negative

 Nervus craniales :

Nervus Pemeriksaan Kesan

NI Penghidu Normal

N II Penglihatan dekat Normal

Penglihatan jauh Normal

Lapangan penglihatan Normal

Fundoskopi Normal

Penglihatan warna Normal

N III/IV/VI Isokor / anisokor Anisokor 2mm/3mm

Reflex cahaya langsung +/+

Reflex cahaya tak langsung +/+

Ptosis Ptosis oculi dextra

4
NV Sensibilitas N V I Normal

NV2 Normal

NV3 Normal

Reflex dagu Normal

Reflex kornea Normal

N VII Motorik Normal

Sensorik 2/3 lidah bagian Tidak ada

depan

N VIII Pendengaran Normal

Fungsi vestibularis Normal

N IX/X Inpeksi posisi arcus pharynx Normal

Reflex menelan Normal

Reflex muntah Normal

Sensorik 1/3 lidah bagian Normal

depan

Suara Normal

N XI Memalingkan kepala Normal

dengan tahanan

N XII Lidah deviasi Normal

Fasikulasi Negatif

Atropi Negatif

Kesan: Normal

 DTRs : BPR N/↓ KPR N/↓

TPR N/↓ APR N/↓

5
 Refleks Patologis : Babinski : (-)/(-)

Chaddock : (-)/(-)

 Defisit sensoris : (-)

 Otonom: BAB dan BAK normal

Radiologi:

Foto MRI cervical :

 Protrusio discus ke posterior pada level CV C3-C4 yang menekan Thecal sac dan

kedua nerve root disertai facet join edema bilateral

 Tanda-tanda bulging discus ke posterior pada level C4-C5, C5-C6, C6-C7 yang

menekan thecal sac dan kedua neural foramina, dan mengiritasi kedua nerve root

 Spondylosis cervical

 Degenartive disc disease

 MR myelografi : stenosis parsial canalis spinalis lebvel CV C3-C4, C4-C5, C5-C6,

dan C6-C7

Kesan: Spondylosis cervicalis

Diagnosis : Suspect Myelopathy Cervical e.c. Nerve Injury C5-C7

Diagnosis Fungsional :

 Impairment : Lemah bahu sebelah kanan

 Disability : Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari

 Handicap :-

Daftar Masalah

 Surgical : -

6
 Medical : -

Perencanaan

 Perencanaan diagnostik : -

 Perencanaan terapi :

 Latihan fisioterapi

 Terapi okupasi

 Ortotik prostetik : Collar neck

 Modalitas dengan terapi 3 kali seminggu

 Infrared Diathermy

 TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)

 Perencanaan pengawasan : ADL

 Perencanaan edukasi : Penjelasan kondisi pasien, Home exercise program

7
BAB II

MYELOPATHY CERVICAL

2.1. Definisi
Mielopati merupakan gangguan fungsional atau struktur atau perubahan
patologis dari medula spinalis. Mielopati servikal berarti terdapatnya gangguan
tersebut medula spinalis bagian servikal (C1-C8). Keadaan ini umumnya terjadi
akibat penyempitan kanalis spinalis yang dapat disebabkan oleh berbagai macam hal
sehingga menyebabkan terjadinya penekanan pada medula spinalis yang berakibat
terganggunya fungsi medula spinalis. Lesinya dapat komplit atau inkomplit, sehingga
gejala klinis yang ditimbulkan dapat bermacam-macam.1

2.2.Epidemiologi

Beberapa survey mendapatkan bahwa servikal miolopati lebih banyak diderita


oleh pasien yang berusia diatas 55 tahun di Amerika dan kemungkinan di dunia.
Seiring dengan meningkatya usia harapan hidup. Maka semakin meningkat pula
kejadian spondilosis servikal mielopati. Dalam sebuah penelitian didapatkan insidensi
spondilosis servikal mielopati sekitar 23,6% dari 585 pasien dengan tetraparesis atau
paraparesi. Nyeri leher tidak selamanya penyebabnya karena mielopati. Sekitar 59%
dari kasus yang ada penyebabnya murni karena mielopati dan 41% radikulopati dan
mielopati.2

2.3. Etiologi dan Faktor Risiko

Mielopati dapat merupakan akibat dari karsinoma primer, inflamasi, proses


infeksi, radiasi, infeksi HIV, atau kelainan neurodegeneratif. Penyebab intradural
mencakup kista, pasca traumatik progresif myelomalacic mielopati, dan neoplasma
jinak (meningioma, arachnoid, kista, kista epidermoid). Mielopati bisa disebabkan
oleh trauma pada medulla spinalis sehingga terjadi penururnan sensasi dan paralisis.
Trauma dapat terjadi akibat kecelakaan olahraga.
Kondisi degeneratif dapat menyebabkan gangguan ini dengan berbagai variasi
derajat kehilangan sensasi dan kemampuan mobilisasi atatu koordinasi. Penyebab

8
lainnya antara lain herniasi diskus yaitu pengurangan diameter kanal tulang belakang
dan kompresi sumsum tulang belakang , instabilitas spinal, stenosis kongenital dan
lain-lain. Degenerasi akibat penuaan tulang belakang dan sistem peredaran darah juga
menjadi penyebab mielopati. Iskemia pada spinal mungkin juga memainkan peran
dalam terjadinya mielopati. Aliran darah pada spinalis yang kurang adekuat
menyebabkan jaringan spinalis dan saraf tidak mendapat nutrisi yang cukup, sehingga
ligamen yang menahan vertebra dapat menipis dan menekan saluran saraf serta
terganggunya fungsi saraf.3
Klasifikasi Sicard dan Forstier membagi mielopati menjadi dua yaitu
komprehensif dan non komprehensif berdasarkan hubungannyua dengan obstruksi
ruang subarachnoid. Etiologi mielopati dapat dikasifikasikan pada tabel berikut:4

Mielopati Kompresif Mielopati non kompresif


Myelitis transversal infeksius:
-Virus: zoster, Eipstein Barr,
herpex simplex, sitomegalovirus,
adenovirus, enterovirus,
Coxsackie
Degeneratif B,herpes virus
tipe 6, HIV dan AIDS, HTLV I
and II
-Bakteri : staphylococcus
aureus, streptococcus,
mycobacterium
Ensefalitis akut:
-Spirosit : demyelinisasi
-penyakit sifilis
-Jamur multipel
-Sklerosis : Cryptococcus,
aspergillus
-Neuromyelitis optic
-Penyakit Eale
Trauma: Vaskuler: toksik
Substansi
-Lesi tulang -Trombosis arteri spinalis fosfat,
-Arsenik, triortokresil
-Herniasi diskus -Vaskulitis sistem saraf pusat
nitrit oksida, metotreksat
-Perdarahan epidural -radiasi
-Luka bakar listrik
Infeksi (abses) Degeneratif:
-Sklerosis lateral primer
-Paraparesis spastik familial
-Atasia spinoserebellar
-Neurodegenerasi
Tumor : -Ataksia
MetabolikFriedrich
:
-Extradural : benigna dan -Defisiensi vitamin B12
maligna -Defisiensi vitamin E
-Untradural : intra dan ekstra -Penyakit hati dan ginjal kronik
medular -Defisiensi heksosamidase

9
Malformasi arteri vena Paraneoplastik

Syringomyelia

2.4. Patofisiologi Stroke Hemoragik

Patogenesis dari mielopati dapat bermacam-macam, antara lain5,6:

 Trauma vertebra yang berakibat kompresi medula spinalis


 Proses inflamasi, contohnya myelitis
 Tumor yang mendesak medula spinalis
 Penyakit vaskular, seperti mielopati vaskular
 Kongenital akibat stenosis kanalis spinalis
 Penyakit degeneratif, misal spondilosis atau herniasi diskus intervertebralis yang
berakibat kompresi pada medula spinalis

Penyakit degeneratif merupakan indikasi untuk dilakukannya pembedahan


oleh bedah saraf. Mielopati servikal akibat proses degenerasi sering disebut juga
sebagai spondilosis mielopati servikal (cervical spondylotic myelopathy / CSM) yang
menunjukkan bahwa penyebab utama terseringnya merupakan spondilosis.7

Kanalis spinalis merupakan tabung tertutup yang berjalan di tengah medula


spinalis dan berisi cairan serebrospinal yang berfungsi sebagai proteksi terhadap
trauma serta memberikan fleksibilitas pada leher. Namun pada beberapa orang terlahir
dengan kanalis spinalis yang berukuran lebih kecil dari normal, ini disebut sebagai
stenosis kanalis spinalis kongenital. Stenosis menyebabkan penyempitan kanalis
spinalis yang memudahkan terjadinya kompresi medula spinalis.7

Kanalis spinalis servikal dapat menjadi sempit akibat perubahan dari proses
degenerasi tulang belakang pada orang tua. Terbentuknya osteofit, penonjolan diskus,
dan penebalan ligamen dapat menyebabkan penekanan pada medula spinalis.7

10
Faktor dinamik biomekanika gerak vertebra servikal normal dapat
memperburuk cedera medula spinalis yang dicetuskan oleh kompresi statis secara
langsung. Ketika fleksi, medula spinalis memanjang sehingga teregang melewati
daerah osteofit ventral. Ketika ekstensi, ligamentum flavum melengkung ke arah
medula spinalis menyebabkan berkurangnya ruang medula spinalis.7

2.5. Tanda dan Gejala

Keluhan yang timbul akibat mielopati bermacam-macam dan banyak yang


tidak spesifik, ditambah dengan perkembangan penyakitnya yang lambat dan bertahap
sehingga menyulitkan untuk dideteksi. Penting untuk diingat bahwa mielopati servikal
merupakan penyakit kelainan pada tulang vertebra servikalis yang bermanifestasi
pada ekstremitas atas dan bawah.

Umumnya gejala yang timbul adalah akibat dari kompresi yang terjadi pada
medula spinalis, tergantung letak segmen yang terkena. Kompresi ini dapat
menimbulkan gejala sensorik (nyeri atau parestesi), gejala motorik (kelumpuhan),
atau gejala otonom (gangguan respirasi, sirkulasi, miksi, dan defekasi).

Gejala klasik dari mielopati adalah kehilangan keseimbangan dengan


koordinasi yang kurang, keterampilan fungsi sehari-hari menurun, kelemahan, rasa
baal, dan pada kasus yang parah dapat menimbulkan paralisis.

Lesi pada vertebra C3-C5 menyebabkan kesulitan dalam abduksi bahu dan
fleksi siku. Ada perubahan tidak spesifik berupa sensasi dan kelemahan lengan.

Gejala subyektif yang sering dikeluhkan pasien antara lain:

11
 Tungkai terasa berat
 Radikulopati
 Kemampuan motorik halus yang menurun
 Fenomena L’Hermitte’s, yaitu sensasi seperti tersengat listrik yang hilang
timbul pada anggota gerak yang dicetuskan oleh fleksi leher
 Baal dan kesemutan anggota gerak

Keluhan-keluhan ini dapat timbul secara akut, subakut, atau kronik progresif.
Terkadang tidak diketahui penyebabnya serta tidak ditemuinya tanda-tanda radang.8

2.6. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda yang sering ditemukan adalah tanda lesi
UMN (upper motor neuron), seperti5,7:

 Kelemahan, terutama lebih dirasakan pada ekstremitas atas


 Gaya jalan ataxic gait
 Hipertonus
 Hiperrefleks
 Klonus ankle (+)
 Babinski (+)
 Hoffman (+)

Pada kasus-kasus mielopati, pemeriksaan status neurologi lokal merupakan


hal yang sangat penting. Pemeriksaan status neurologis lokalis pada pasien cedera
medula spinalis mengacu pada panduan dari American Spinal Cord Injury
Association (AISA). Klasifikasi dibuat berdasar rekomendasi AISA, A: untuk lesi
komplit sampai dengan E: untuk keadaan normal.

Motorik
Asal Inervasi Otot Fungsi
C5 M. deltoideus dan biceps brachii Abduksi bahu dan fleksi siku
C6 M. extensor carpi radialis longus dan brevis Ekstensi pergelangan tangan
C7 M. flexor carpi radialis Fleksi pergelangan tangan
C8 M. flexor digitorum superfisialis dan profunda Fleksi jari-jari tangan
T1 M. interosseus palmaris Abduksi jari-jari tangan
L2 M. iliopsoas Fleksi panggul

12
L3 M. quadricep femoris Ekstensi lutut
L4 M. tibialis anterior Dorsofleksi kaki
L5 M. extensor halluces longus Ekstensi ibu jari kaki
S1 M. gastrocnemius-soleus Plantarfleksi kaki

Sensoris protopatik
Asal inervasi Dermatom
C2 - C4 Dermatom oksiput sampai bagian belakang leher
C5 - T1 Lengan sampai jari-jari
T2 - T12 Bagian dada dan aksila, beberapa titik penting: T4 papila mamae, T10 umbilicus, T12
inguinal
L1 - L5 Tungkai
S1 - S5 Tumit, bagian belakang tungkai, regio perineal
Tabel. Rekomendasi AISA untuk pemeriksaan neurologi lokal8

Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan untuk membantu menegakkan


diagnosis mielopati, antara lain8:

 Laboratorium darah
Dilakukan untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda infeksi ataupun penyakit
sistemik yang menjadi penyebab mielopati. Pemeriksaan ini lebih bermakna bila
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarah ke proses infeksi, namun dapat
juga sebagai penyingkir diagnosis kausa infeksi apabila hasil tidak menunjang.5
 Rontgen vertebra
Merupakan pilihan awal untuk mengetahui apakah ada kelainan pada tulang
belakang seperti spondilosis, spondilolistesis, atau osteofit. Dianjurkan
melakukan pemeriksaan tiga posisi standar (AP, lateral, odontoid) untuk vertebra
servikal, dan posisi AP dan lateral untuk vertebra thorakal dan lumbal. Pada
kasus yang tidak menunjukkan kelainan radiologis, dapat dilakukan pemeriksaan
lanjutan dengan CT-scan atau MRI.
 CT-scan / MRI
Dilakukan untuk mengetahui gambaran struktur tulang belakang sehingga dapat
diketahui lokasi kelainan atau letak lesi, dapat pula untuk mengetahui kausa
apakah terdapat trauma pada vertebra atau tumor yang menyebabkan kompresi
pada medula spinalis. MRI merupakan alat diagnostik yang paling baik untuk

13
mendeteksi lesi di medula spinalis akibat cedera/trauma ataupun adanya
penyempitan kanalis spinalis.8

Adapun kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :

Diagnostic Criteria for Cervical Spondylotic Myelopathy


Characteristic symptoms (leg stiffness, hand weakness)

Characteristic signs (hyperreflexia, atrophy of hands)

MRI or CT (showing spinal stenosis and cord compression as a result of osteophyte overgrowth, disc herniation,
ligamentum hypertrophy)
Tabel . Kriteria diagnosis mielopati servikal8

Diagnosis banding untuk mielopati servikal umumnya dari segi penyebabnya,


apakah infeksi, trauma, tumor, proses degenerasi, gangguan vaskularisasi, mutipel
sklerosis, ataupun defisiensi vitamin B kompleks. Hal ini berkaitan dengan tata
laksana yang akan diberikan, terutama pertimbangan tindakan operasi maupun
pemberian antibiotik atau kemoterapi.8

2.7. Penatalaksanaan

Terapi pada cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan


dan mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan cedera medula
spinalis komplit hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal. Lesi medula

14
spinalis komplit yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 jam pertama, cenderung
menetap dan prognosisnya buruk. Cedera medula spinalis inkomplit cenderung
memiliki prognosis yang lebih baik. Apabila fungsi sensoris di bawah lesi masih ada,
maka kemungkinan untuk kembali berjalan adalah lebih dari 50%.8

Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien


cedera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan terapi konservatif pada pasien
ini dikerjakan seawall mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk
mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan
memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien dengan Central Cord Syndrome
biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang baik sehingga
dapat berjalan dengan bantuan ataupun tidak.

Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki


fungsi ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sehari-hari.
Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal mungkin. Penggunaan alat bantu
disesuaikan dengan profesi dan harapan pasien.

Terapi konservatif dapat dilakukan pada pasien dengan gejala mielopati


ringan, umumnya dilakukan observasi apakah terdapat perbaikan fungsi. Pemberian
analgetik dapat dipertimbangkan untuk mengatasi rasa nyeri akibat gejala radikular.
Penggunaan collar neck dapat digunakan apabila diketahui terdapat instabilitas
vertebra.8

Terapi fisioterapi yang dapat diberikan pada pasien ini berupa terapi panas dan
terapi demgan menggunkan stimulus listrik seperti modalitas dibawah ini:

 Lampu Infra Merah ( 750 – 400.000 A )


bersifat superfisial dan diberikan setelah fase akut yaitu : setelah 3
harimanfaat terapi panas
 Manfaatnya:
 Memperlancar aliran darah
 Anti inflamasi
 Relaksasi otot
 Mengurangi rasa nyeri
 Efek fisiologis terapi panas

15
 Analgesik
 Sedasi
 Dilatasi arteriole
 aliran darah kapiler meningkat
 Metabolisme meningkat
 Indikasi terapi panas
 Neuralgia
 Myalgia
 Arthritis
 Spasme otot
 Inflamasi
 Sprain / strain setelah fase akut
 Kontra - indikasi terapi panas
 Radang akut
 Trauma akut
 Gangguan vascular
 Obstruksi vena
 Malignancy
 Gangguan sensasi
 Penderita tidak sadar
 TENS ( TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE
STIMULATION )
Merupakan alat stimulus listrik umtuk menghilangkan nyeri akut
(trauma, inflamasi) dan nyeri kronis ( untuk segala kondisi.
Penghati-hatian dalam pemberian TENS:
 Bukan untuk penyakit primer yang disertai rasa nyeri
 Pasien dengan alat pacu jantung
 Penghentian dilakukan bila myeri nertambah
 Hindari pemakaian pada wanita hamil
 Dapat terjadi reaksi kulit hentikan10

16
Tindakan operasi perlu dilakukan untuk menghilangkan kompresi pada
medula spinalis, apakah akibat trauma, stenosis, atau tumor yang
mendesak medula spinalis.
2.8. Komplikasi

 Sistem urologi
Kandung kemih akan terus menyimpan urin dari ginjal pada pasien. Namun, otak
pada pasien mungkin tidak dapat mengendalikan kandung kemih serta karena
pembawa pesan (sumsum tulang telah terluka). Perubahan dalam control kandung
kemih meningkatkan risiko infeksi saluran kemih. Perubahan juga dapat
menyebabkan infeksi ginjal dan batu-batu ginjal atau kandung kemih. Selama
masa rehabilitasi, pada pasien akan mempelajari teknik-
teknik baru untuk membantu kosong kandung kemih.

 Sistem digestif
Meskipun perut dan usus bekerja banyak seperti yang mereka lakukan
sebelum cedera, control pergerakan usus akan mengalami perubahan dikarenakan
adanya gangguan autonom, diet tinggi serat dapat membantu mengatur perut
pada pasien, dan pada pasien akan belajar teknik untuk mengoptimalkan fungs
usus pada pasien selama rehabilitasi.

 Kulit
Dibawah tingkat neurologis cedera pada pasien, pada pasien mungkin telah
kehilangan bagian dari atau semua kulit sensasi. Oleh karena itu, kulit pada
pasien tidak dapat mengirim pesan ke otak pada pasien ketika dia terluka oleh hal
hal tertentu seperti tekanan berkepanjangan, panas atau dingin.hal ini dapat
membuat pada pasien lebih rentan terhadap dekubitus, tetapi mengubah posisi
sering dengan bantuan, jika diperlukan-dapat membantu mencegah bisulini. Pada
pasien akan belajar perawatan kulit yang tepat selama masa rehabilitasi, yang
dapa membantu pada pasien menghindari masalah ini.

 Kontrol peredaran darah.


Cedera saraf tulang belakang yang dapat menyebabkan masalah peredaran darah
mulai dari tekanan darah rendah ketika pada pasien naik (hipotensi orthostatic)
pembengkakan ekstremitas pada pasien. Perubahan sirkulasi ini mungkin juga
meningkatkan risiko mengembangka bekuan darah, seperti trombosis vena
mendalam atau embolus paru. Masalah lain dengan peredaran darah control
adalah peningkatan tekanan darah (otonom hyperreflexia) yang berpotensi
mengancam kehidupan. Tim rehabilitas pada pasien akan mengajarkan pada
pasien bagaimana untuk mengatasi masalah ini jika mereka mempengaruhi pada
pasien.

 Sistem respirasi.
Cedera pada pasien dapat membuat lebih sulit untuk bernapas dan batuk jika otot
otot perut dan dada pada pasien terpengaruh. Ini termasuk diafragma dan otot otot
dinding dada dan perut. Tingkat neurologis cedera akan menentukan apa jenis
masala pernapasan yang mungkin pada pasien miliki. Jika pada pasien memiliki
cedera sara tulang belakang lehe dan dada, pada pasien mungkin memiliki

17
peningkatan risiko radang paru-paru atau masalah paru-paru. Obat-obatanm dan
terapi dapat membantu mencegah dan mengobati masalah ini.

 Sistem muskuloskeletal
Beberapa orang dengan cedera tulang mengalami salah satu dari dua jenis masalah
tomus otot : tidak terkendali mengencangkan atau gerakan otot, (kelenturan)
atau otot otot yang lembut dan lemas, kurang otot (keadaan normal).

 Kebugaran dan kesehatan


berat badan dan otot atrofi umum segera setelah cedera saraf tulang belakang.
Mobilitas terbatas dapat menyebabkan lebih gaya hidup, menempatkan pada
pasien pada risiko obesitas, penyakit jantung dan diabetes.ahli gizi dapat
membantu pada pasien makan makanan bergizi untuk mempertahankan berat
badan yang memadai. Fisik dan terapi okupasi dapat membantu pada pasien
mengembangkan sebuah program kebugaran dan atihan.

 Kesehatan seksual
Seksualitas, kesuburan, dan fungsi seksual mungkin akan terpengaruh oleh cedera
saraf tulang belakang. Laki-laki mungkin memperhatikan perubaha ereksi dan
ejakulasi; perempuan mungkin melihat perubahan dalam pelumasan. Dokter yang
mengkhususkan diri dalam urologi atau kesuburan dapat menawarkan pilihan
untuk fungsi seksual dan kesuburan.

 Nyeri
Beberapa orang mengalami rasa sakit, seperti sakit otot atau bersama,dari terlalu
sering menggunakan kelompok otot tertentu. Saraf nyeri dapat terjadi setelah
cedera saraf tulang belakang, terutama di seseorang dengan cedera tidak lengkap.

 Psikologis
Mekanisme coping dengan semua perubahan cedera saraf tulang belakang yang
membawa dan hidup dengan rasa sakit yang menyebabkan beberapa orang untuk
mengalami depresi.

2.9 Prognosis

Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera.


Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologi yaitu: pneumonia,
emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal.1

18
Daftar Pustaka

1. Klezl Z, Coughlin TA. Cervical myelopathy. 2013. Available


at:http://www.boneandjoint.org.uk/content/focus/cervical-myelopathy.
2. The Oschner Journal, (webMD Online Journal Compilation), Cervical spondylosis,
recognition, differential diagnosis, and management. Ochsner J. 2001

3. Klezl, T. Bone and Joint Focus on Cervical Myelopathy. 2012. British Editorial Society
of Bone and Joint Surgery.
4. Sanchez. A. Diagnostic Approach to Myelopathies. 2011. Medellin : Universidad CES.
5. Klezl Z, Coughlin TA. Cervical myelopathy. 2013. Available at:
http://www.boneandjoint.org.uk/content/focus/cervical-myelopathy. Accessed on
February 19, 2014.
6. Department of Neurosurgery Columbia University. Cervical myelopathy. 2014. Available
at: http://www.columbianeurosurgery.org/conditions/cervical-myelopathy/. Accessed on
February 20, 2014.
7. Young W. Cervical spondylotic myelopathy: a common cause of spinal cord dysfunction
in older persons. Am Fam Physician. 2000;62(5):1064-70.
8. Pinzon R. Mielopati servikal trauma: telaah pustaka terkini. Cermin Dunia Kedokteran
154; 2007: 39-42.
9. Mayo Clinic.www.mayoclinic.org. Diakses pada tanggal 26 januari 2018, Dari Mayo
clinic web site https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/spinal-cord-injury/symptoms-
causes/syc-20377890
10. Santoso, Bayu dkk. Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi edisi 3. 2014. Surabaya:
Seagung Seto.

19

Anda mungkin juga menyukai