Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

REHABILITASI MEDIK PADA PASIEN DENGAN


CERVICAL ROOT SYNDROME(CRS)

Pembimbing:
dr. Ingrid Melia Kartika, Sp.KFR

Oleh:
Iko Rahmanda Novrationi
216.041.010.38

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


LABORATORIUM REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
RSUD BLAMBANGAN KOTA BANYUWANGI
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Laporan Kasus Berjudul ”Rehabilitasi Medik pada Pasien Dengan Cervical
Root Syndrome (CRS)” ini saya susun sebagai salah satu tugas dalam
Laboratorium Rehabilitasi Medik Kepaniteraan Klinik Madya RSUD Blambangan
Banyuwangi yang sedang saya jalani. Saya berharap Laporan kasus ini dapat
berguna dan menambah wawasan bagi pembaca.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan. Karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
yang bersifat membangun guna penyempurnaan laporan ini selanjutnya.
Akhir kata saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penulisan laporan ini. Semoga bermanfat bagi semua
pihak.

Banyuwangi, 29 April 2018

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cervical root syndrome (CRS) adalah kumpulan gejala yang disebabkan
oleh iritasi atau kompresi dari akar saraf cervikal yang akan menimbulkan nyeri,
ngilu, kesemutan, kram-kram serta rasa tidak enak pada leher bagian belakang dan
bisa menjalar ke bahu, lengan atas dan lengan bawah tergantung dari akar mana
yang terkena.1 Kejadian CRS di populasi didapatkan sekitar 34% pernah
mengalami nyeri cervical dan hampir 14% mengalami nyeri tersebut lebih dari 6
bulan. Pada populasi diatas 50 tahun, sekitar 10% mengalami nyeri cervical.1
Pada usia muda, radikulopati cervikalis merupakan akibat dari herniasi
diskus intervertebralis atau cedera akut yang menyebabkan tubrukan foramen dari
saraf yang keluar. Herniasi diskus intervertebralis sekitar 20-25% dari kasus
radikulopati cervikalis. Pada pasien yang lebih tua, radikulopati cervikalis sering
merupakan akibat penyempitan foramen dari pembentukan osteofit, penurunan
ketinggian diskus, perubahan degeneratif prosesus uncinatus vertebra dari anterior
dan facet dari posterior.2
CRS dapat ditatalaksana secara medikamentosa ataupun dengan non
medikamentosa. Pada pengobatan non medikamentosa dapat dilakukan dengan
rehabilitasi medic, yaitu baik secara fisioterapi, ortosis dan exercise ang bertujuan
untuk mengurangi rasa nyeri, mencegah spasme otot dan komplikasi lain. Dalam
hal rehabilitasi medik dengan menggunakan modalitas fisioterapi yang berupa
traksi servical, thermoterapi, SWD, gelombang ultrasonic, dan beberapa latihan.
Dengan latihan diharapkan terjadi penambahan ruangan pada intervertebralis
maka penyempitan yang dapat menekan akar saraf dapat berkurang, serta
diperoleh relaksasi otot-otot leher sehingga gejala pada pasien dapat berkurang.3

1.2 Rumusan Masalah


Adapun permasalahan yang dibahas dalam laporan kasus ini adalah :
1) Apakah definisi cervical root syndrome?
2) Bagaimana epidemiologi cervical root syndrome?
3) Apakah faktor resiko cervical root syndrome?
4) Apakah etiologi dan pathogenesis cervical root syndrome?
5) Bagaimana penegakan diagnosa cervical root syndrome?
6) Bagaimana penatalaksanaan cervical root syndrome?

3
1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan kasus ini adalah :
1) Mengetahui definisi cervical root syndrome
2) Mengetahui epidemiologi cervical root syndrome
3) Mengetahui faktor resiko cervical root syndrome
4) Mengetahui etiologi dan pathogenesis cervical root syndrome
5) Mengetahui penegakan diagnose cervical root syndrome
6) Mengetahui penatalaksanaan cervical root syndrome

1.4 Manfaat
Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca tentang cervical root
syndrome dan penatalaksanaannya.

BAB II
STATUS PASIEN

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M

Umur : 55 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Dsn. Bolokagung, Banyuwangi

Suku : Jawa

4
Pekerjaan : Pegawai Puskesmas

Tanggal pemeriksaan : 11 April 2018

2.2 ANAMNESA

1. Keluhan utama : Bahu kanan terasa nyeri

2. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke poli Rehabiltasi medik mengeluhkan bahu kanan terasa

nyeri yang menjalar hingga ke lengan kanan dan ibu jari tangan kanan. Nyeri

dirasakan terutama saat sedang berakivitas seperti mengendarai motor dalam

waktu lama. Keluhan dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan

berkurang saat dibuat istirahat dimana tangan lurus dengan badan dan saat

posisi terlentang. Pasien juga mengeluhkan leher terasa kaku dan nyeri

terutama saat dalam posisi mengadah dan keluhan berkuran jika dalam posisi

lurus dan menunduk. Pasien pernah mengalami cedera akibat jatuh dari

sepeda motor 5 tahun yang lalu dan mengeluhkan hal yang serupa namun

kemudian keluhan menghilang

3. Riwayat penyakit dahulu :

- Riwayat Penyakit Serupa : Disangkal


- Riwayat Diabetes : Disangkal
- Riwayat Trauma : (+) jatuh dari sepeda motor 5 tahun lalu
- Riwayat Psikiatri : Disangkal
- Riwayat Infeksi Telinga : Disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung: Hipertensi (+) terkontrol
- Riwayat penyakit lain : Disangkal
- Riwayat Operasi : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat Penyakit Serupa : Disangkal
- Riwayat Diabetes : Disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung: Disangal
- Riwayat Psikiatri : Disangkal
5. Riwayat Alergi

5
Disangkal
6. Riwayat pengobatan
Pasien baru pertama kali ke poli rehablitasi medik, rutin berobat di
puskesmas untuk hipertensi
7. Riwayat Kebiasaan
- Olahraga : jarang
- Merokok : (+)
- Alkohol : Disangkal
8. Riwayat Sosial Ekonomi
Ekonomi menengah memiliki 3 anak, dirumah tinggal bersama istri dan
anak, rumah berupa rumah beton. Keluarga siap membantu pasien bila
dibutuhkan. Pengobatan pasien ditanggung oleh BPJS. Selama bekerja di
puskemas pasien setiap harinya merawat orang sakit dengan posisi kepala
lebih sering menunduk mendekati tubuh pasien di ranjang perawatan
9. Riwayat Gizi
Makan sehari rata-rata 3 kali dengan nasi sepiring, lauk pauk ayam, telor,
sayur, terkadang buah.

2.3 Anamnesis Sistem

1. Kulit : kulit gatal (-), perubahan warna (-), ruam (-), kulit kering (-), dan

perubahan kuku (-).

2. Kepala: luka pada kepala (-), benjolan/borok di kepala (-)

3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-/-), pusing (-), sakit kepala

(-), penglihatan kabur (-)

4. Hidung: tersumbat (-/-), mimisan (-/-), flu (-)

5. Telinga: pendengaran berkurang (-/-), berdengung (-/-), keluar cairan (-/-)

6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-)

7. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)

8. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk berdahak (-)

9. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-)

6
10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun

(-), nyeri perut (-)

11. Genitourinaria : mengompol (-), inkontinensia (-)

12. Neurologik : kejang (-), lumpuh (-)

13. Muskuloskeletal : Nyeri leher menjalar ke bahu kanan (+), leher dan bahu

kanan kaku (+), nyeri punggung (-)

14. Ekstremitas :

o Atas : bengkak (-/-), bekas luka (-/-), gemetar (-/-), akral dingin

(-/-), kesemutan (-/-), bahu terasa kaku (-/+), nyeri bahu (-/+)

o Bawah kanan : bengkak (-/-), bekas luka (-/-), gemetar (-/-), akral

dingin (-/-), kesemutan (-/-), kelemahan (-/-), nyeri lutut (+/+)

2.4 Pemeriksaan Fisik


- Keadaan Umum
a. Kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan
cukup. Pasien tampak menahan nyeri
- Tanda Vital
TD - 150/90 BB - 65 kg
mmHg
Nadi - 82x/menit TB - 155cm
, Reguler
Pernafasan - 18x/menit BMI - 28,3
, Reguler (overweight)
Suhu - 36,6 oC

Pemeriksaan Head to Toe


- Kulit
Turgor kulit lambat/menurun (-) , ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-),
petechie (-), spider nevi (-).
- Kepala

7
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-),
atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan
mimic wajah / bells palsy (-).
- Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), penglihatan kabur.
- Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
- Mulut
Bibir pucat (-), mukosa bibir kering (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah
(-).
- Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).
- Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-), pembesaran KGB (-)

- Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-). Spasme otot leher
(+/-) m. upper trapezius dextra, penurunan sensibilitas (-)
- Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan Thoracoabdominal, retraksi (-),
spider nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-).
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis S
batas kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis D
batas kiri bawah : SIC V Linea Mid Clavicularis S
batas kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
pinggang jantung : SIC III Linea Para Sternalis Sinistra
(batas jantung terkesan normal)
Auskultasi: Bunyi jantung I–II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo :
Inspeksi : pengembangan dada simetris kanan kiri
Palpasi : nyeri tekan (-), krepitasi (-), stem fremitus simetris
Perkusi : kanan dan kiri sonor
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki(-/-), wheezing (-/-)
- Abdomen
Inspeksi : dinding perut tampak datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi :supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,
pembesaran lien (-).
Perkusi : timpani seluruh lapang perut, meteorismus (-)
- Columna Vertebralis

8
Inspeksi : deformitas (-), scoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-),
gibus (-)

- Ektremitas
Palmar eritema (-/-)
Akral hangat Oedem Paresis
+ + - - - -
+ + - - - -

STATUS NEUROLOGIK
 Skala VAS : 5
 Saraf Kranial
1) Nervus XI: Accecorius
Dextra Sinistra

Mengangkat bahu NORMAL

Memalingkan kepala NORMAL

 Sistem Motorik
Kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah:
555 555
555 555

Besar otot
- M. upper trapezius :
o Atrofi : -/-
o Pseudohypertropi : -/-
- M. deltoid
o Atrofi : -/-
o Pseudohypertropi : -/-

Palpasi otot
- M. upper trapezius :
o Nyeri : (-)
o Kontraktur : (-)

9
- M. deltoid
o Nyeri : (-)
o Kontraktur : (-)

Tonus Otot
Tonus Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan kiri
Hypotonic (-) (-) (-) (-)
Spastic (-) (-) (-) (-)
Rigid (-) (-) (-) (-)
Rebound (-) (-) (-) (-)
phenomen

Gerakan-gerakan involunter
- Tremor : (-)
- Chorea : (-)
- Athetose : (-)
- Myokloni : (-)
- Fasikulasi : (-)
- Torsion spasme : (-)
- ballismus : (-)

 Sistem Sensorik

Dermatom D S
C5 2 2
C6 2 2
C7 2 2
C8 2 2
T1 2 2

 Sistem Motorik

10
Dermatom D S
C5 5 5
C6 5 5
C7 5 5
C8 5 5
T1 5 5

Tanda Meningeal
Kaku kuduk -
Brudzinski 1 -
Brudzinski II -
Brudzinski III -
Brudzinski IV -
Kernig -

Reflek Fisiologis dan Patologis


Reflek Fisiologis Reflek Patologis
APR +2/+2 Chadox -/-
TPR +2/+2 Babinski -/-
BPR +2/+2 Openheim -/-
KPR +2/+2 Schaffer -/-
Rosolimo -/-
Bing -/-
Hoffman -/-
Tromer -/-
(keterangan : 0 = tidak ada gerakan, +1 = ada kontraksi tidak ada gerakan
sendi, +2 = normal, +3 = meningkat berlebihan, +4 = clonus )

 Test
- Provokasi (+)
- Distraksi (+)
- Valsava (+)
 ROM
Wrist
Pergerakan Normal D S

11
Ektensi 60-70º 70º 70º
Fleksi 60-80 º 80º 80º
Deviasi Radius 20º 20º 20º
Deviasi Ulna 30º 30º 30º
Elbow
Pergerakan Normal D S
Ektensi 0º 0º 0º
Fleksi 140º-150º 150º 150º
Shoulder
Pergerakan Normal D S
Ektensi 50º-60º 60º 60º
Fleksi 150º-180º 180º 180º
Abduksi 180º 180º 180º
Adduksi 130º 130º 130º
Internal Rotasi 70º-90º 80º 80º
Eksternal rotasi 90º 90º 90º
Cervical
Pergerakan Normal D S
Lateral bending 45º 45º 45º
(Fleksi)
Fleksi 45º-60º 55º 45º
Ekstensi 45º-75º 45º 60º
Rotasi 60º-80º 70º 70º

 Susunan Syaraf Otonom


- Miksi : Normal
- Salivasi : Normal
- Defekasi : Normal
- Sekresi keringat : Normal

2.4 Pemeriksaan Penunjang

12
13
Kesan:
– Spondilosis cervicalis dengan straight cervicalis
– Moderate stenosis canalis spinalis setinggi C3-C4, C4-C5, C5-C6 dan
foramen neuralis kanan kiri ec bulging posterior disk

2.5 Working diagnosis


1. Diagnosa klinis: Radikulopati servikalis
2. Diagnosa topis: Vertebra Cervicalis C3-C6
3. Diagnosa etiologi : Cervical Root Syndrome
4. Diagnosa Fungsional : Disabilitas ringan

2.6 Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
- Meloxicam 15 mg 2x1 tab.
- Neurosanbe 1x1 tab.
- Eperison 3x1 tab

b. Rehabilitasi Medik
 Problem Rehabilitasi Medik
1. Nyeri bahu kanan yang menjalar sampai lengan dengan skala VAS 5

14
2. Nyeri pergerakan sendi leher (saat menunduk dan menengadahkan
kepala) dengan skala VAS 5
3. Kesemutan pada lengan kanan hingga ibu jari kanan
4. Keterbatasan dalam melaksanakan pekerjaan sehari–hari (mengangkat
barang dan mengendarai motor)
5. Kecemasan mengenai sakitnya
 Penatalaksanaan Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi
Evaluasi :
– Nyeri bahu kanan yang menjalar sampai lengan dengan skala VAS 5
– Nyeri pergerakan sendi leher (menunduk dan mengadahkan kepala)
dengan skala VAS 5
– Kesemutan pada lengan kanan hingga ibu jari kanan
– Keterbatasan dalam melaksanakan pekerjaan sehari–hari (mengangkat
barang dan mengendarai motor)
– Perbaikan temuan klinis (tes provokasi)

 Program
– Modalitas berupa micro wave diathermi pada regio cervical dan humerus
sinistra selama 10-15 menit 3 kali seminggu
– Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
– Proper neck position
– Neck stability exercise
– Traksi servikal jika sudah tidak nyeri

2. Okupasi Terapi
Evaluasi :
– Gangguan aktivitas sehari-hari seperti mengangkat barang dan berkendara
Program :
– Mengurangi aktivitas yang menggunakan tangan kanan
– Selama beraktivitas perhatikan proper neck position

3. Ortotik Prostetik
Evaluasi :
– Nyeri bahu kanan yang menjalar sampai lengan dengan skala VAS 5

15
– Nyeri pergerakan sendi leher (menunduk dan mengadahkan kepala) dengan
skala VAS 5
– Kesemutan pada lengan kanan hingga ibu jari kanan
– Perbaikan temuan klinis (tes provokasi)
Program :
– Penggunaan Cervical collar

4. Psikologi
Evaluasi :
– Penderita merasa sedikit cemas dengan sakitnya
– Keinginan penderita untuk sembuh sangat besar
– Penderita menjalankan aturan rehabilitasi medic

Program :
– Memberikan dorongan mental supaya penderita tidak merasa cemas
– Memberikan dorongan mental agar penderita rajin menjalankan program
rehabilitasi medik dan melakukan home progame yang diberikan agar
penyakitnya cepat sembuh

5. Sosial Medik
Evaluasi
- Biaya pengobatan
- Keadaan saat mengajar
Program
- Menggunakan program BPJS
- Mempertahankan posisi ergonomis saat beraktivitas
-
KIE terhadap pasien dan keluarga
- Menjelaskan tentang penyakit yang diderita
- Mengurangi aktivitas atau gerakan yang dapat memperberat keluhan
- Minum obat sesuai anjuran dan melakukan terapi dengan rutin
- Jika leher masih terasa nyeri dianjurkan untuk menggunakan
cervical collar untuk membatasi gerakan leher agar nyeri tidak

16
bertambah berat. Pemakaian cervical collar kurang lebih sekitar 2
minggu hingga nyeri telah berkurang
- Mengajarkan latian leher untuk mengurangi gejala yang timbu

2.7 Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo Sanationam : dubia ad bonam

2.8 FOLLOW UP
Tgl Follow up
17-4-18 Keluhan :
– Bahu terasa nyeri dan menjalar hingga lengan
– Saat ini leher dan bahu hingga lengan masih terasa nyeri dan kaku.
– Nyeri saat tangan kanan digunakan ekstensi lama dan saat kepala
menengadah.
– Ibu jari tangan kanan kadang terasa kesemutan
Pemeriksaan Status Lokalis :
VAS : 5
Tes Provokasi Nyeri : Nafziger (-), Valsava (+)
Distraksi (+)
Sensibilitas Motorik
C5 2/2 C5 5/5
C6 2/2 C5 5/5
C7 2/2 C7 5/5
C8 2/2 C8 5/5
T1 2/2 T1 5/5

ROM
Leher  Nyeri menjalar ke bahu saat kepala menengadah
Wrist  dalam batas normal
Elbow  dalam batas normal
Shoulder  dalam batas normal

17
Problem Rehabilitasi Medis:
Nyeri dan kaku pada bahu dan lengan kanan  VAS : 5
Nyeri pada lengan kanan
Kesemutan pada ibu jari kanan

Program Rehabilitasi Medis :


Proper neck potition
Modalitas  micro wave diathermy 10-15 menit 3x dalam seminggu
TENS
Lanjutkan latihan
21-4-18 Keluhan :
– Leher dan bahu sudah tidak terasa kaku, nyeri pada bahu dan
lengan kanan masih dirasakan namun berkurang.
Pemeriksaan Status Lokalis :
Nyeri pada bahu dan lengan kanan dengan VAS : 3
Tes Provokasi Nyeri : Nafziger (-), Valsava (-),
Distraksi (-)
Sensibilitas Motorik
C5 2/2 C5 5/5
C6 2/2 C5 5/5
C7 2/2 C7 5/5
C8 2/2 C8 5/5
T1 2/2 T1 5/5

ROM
Leher  sedikit nyeri saat kepala mengadah
Wrist  dalam batas normal
Elbow  dalam batas normal
Shoulder  dalam batas normal

Problem Rehabilitasi Medis:


Nyeri pada bahu dan lengan kanan  VAS : 3
Kesemutan pada ibu jari kiri

Program Rehabilitasi Medis :

18
Proper neck potition
Modalitas  micro wave diathermy 10-15 menit 3x dalam seminggu
Traksi servikal
Lanjutkan latihan
26-4-18 Keluhan :
– Nyeri pada bahu dan lengan kanan semakin berkurang dan jarang

Pemeriksaan Status Lokalis :


VAS : 2
Tes Provokasi Nyeri : Nafziger (-), Valsava (-)
Distraksi (-)
Sensibilitas Motorik
C5 2/2 C5 5/5
C6 2/2 C5 5/5
C7 2/2 C7 5/5
C8 2/2 C8 5/5
T1 2/2 T1 5/5

ROM
Leher  dalam batas normal
Wrist  dalam batas normal
Elbow  dalam batas normal
Shoulder  dalam batas normal

Problem Rehabilitasi Medis:


Nyeri pada bahu dan lengan kanan  VAS : 2

Program Rehabilitasi Medis :


Proper neck potition
Modalitas  micro wave diathermy 10-15 menit 3x dalam seminggu
TENS
Traksi region cervical
Lanjutkan latihan

19
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Servikal


Anatomi vertebrae Cervical berbeda dengan vertebrae thoracal dan juga
lumbal. Ini semua berkaitan dengan fungsinya yang berbeda. Spina servikal
berfungsi menopang kepala, memungkinkan gerakan dan posisi yang tepat.
Semua pusat saraf vital berada di kepala memungkinkan pengendalian
penglihatan (vision), keseimbangan vestibular, arahan pendengaran (auditory) dan
saraf penciuman; secara esensial mengendalikan semua fungsi neuromuskular
yang sadar. Untuk itu maka kepala harus ditopang oleh spina servikal pada posisi
yang tepat agar memungkinkan gerakan spesifik untuk menyelesaikan semua
fungsi tersebut.1
Leher merupakan bagian spina/tulang belakang yang paling bergerak
(mobile), mempunyai tiga fungsi utama, yaitu:1,2
1. menopang dan memberi stabilitas pada kepala;
2. memungkinkan kepala bergerak di semua bidang gerak;
3. melindungi struktur yang melewati spina, terutama medula spinalis, akar
saraf, dan arteri vertebra.
Kolumna servikal dibentuk oleh tujuh tulang vertebra. Vertebrae cervical
relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan vertebrae lumbal, begitu juga dengan
discus intervertebralenya yang memiliki ukuran lebih kecil. Vertebra Cervical
yang pertama dan kedua (C1 dan C2) memilki susunan anatomi yang berbeda
dengan yang lainnya.1 Spina servikal, C1-C7, terlihat dari lateral membentuk
lengkung lordosis dan kepala pada tingkat oksipitoservikal membentuk sudut
yang tajam agar kepala berada di bidang horizontal. Apabila dilihat dari

20
anteroposterior maka spina servikal sedikit mengangkat (tilt) kepala ke satu
sisi.Hal tersebut dapat dijelaskan oleh faset pada oksiput, atlas (C1) dan aksis (C2)
yang sedikit asimetrik.
Spina servikal merupakan persatuan unit fungsional yang saling tumpang-
tindih (superimposed), masing-masing terdiri atas 2 badan, yang dipisahkan oleh
diskus intervertebra mulai di bawah aksis (C2). Unit fungsional spina servikal
dibagi atas dua kolumna, yaitu kolumna anterior yang terdiri atas vertebra,

ligamen longitudinal dan diskus di antaranya, serta kolumna posterior yang


meliputi kanal oseus neural, ligamen posterior, sendi zygapophyseal, dan otot
erektor spina. Secara anatomis, foramen intervertebralis terletak di antara kedua
Gambar 3.1 Vertebra Cervical
kolumna tersebut.Sebenarnya, otot servikal bagian anterior yaitu fleksor
merupakan bagian dari kolumna anterior.Untuk mengevaluasi secara fungsional
maka spina servikal dibagi menjadi segmen servikal atas (diatas C3) dan segmen
servikal bawah (C3-C7).Setiap segmen itu berfungsi berbeda. 2
Vertebra C1 dan C2 berbeda dari vertebra yang lain. Atlas (C1) adalah
struktur seperti cincin tanpa badan dengan dua massa lateral yang berartikulasi
dengan kondilus oksipitalis di atas dan aksis (C2) di bawah. Aksis (C2)
mempunyai badan, prosesus spinosus yang bifida, dan prosesus odontoid yang
menonjol ke atas yang secara kongenital adalah badan atlas yang menyatu (fused).

21
Odontoid berartikulasi dengan lengkung anterior atlas. Hubungan normal tersebut
memungkinkan pemisahan <3 mm antara lengkung anterior dan atlas. Sendi
tersebut dapat menjadi lemah oleh karena trauma atau penyakit seperti artritis
rheumatoid (RA). Pemisahan 3 mm atau lebih dalam fleksi dan ekstensi dianggap
tidak stabil dan merupakan bukti instabilitas. Atlas dan aksis dalam kombinasi
dengan kranial-oksiput (CO) membantu fleksi, ekstensi dan rotasi. Artikulasi
atlantooksipital (CO-C1) memungkinkan fleksi 10º dan ekstensi 25º.1
Rotasi terbanyak di spina servikal terjadi di persendian C1-C2, dengan
rotasi 45º ke arah kiri atau kanan. Sedikit derajat fleksi-ekstensi terlihat juga di
persendian C1-C2. Sendi sinovial asli (true synovial joint) terletak di antara
lengkung anterior atlas dan prosesus odontoid. Vertebra regio servikal bawah
masing-masing serupa dalam bentuk dan fungsi dan dapat dikatakan merupakan
unit fungsional yang khas (typical). Vertebra C3-C7 mempunyai badan kecil dan
dimensi terpanjang pada bidang koronal. Prosesus spinosus bifida dari C3 sampai
C6, dan C7 mempunyai prosesus spinosus terpanjang yang mudah teraba pada
palpasi. Sendi zygapophyseal di servikal lebih konkaf dibandingkan di torakal dan
lumbal. Orientasi faset di servikal adalah 45º (dibandingkan 60º di torakal dan 90º
di lumbal). Prosesus spinosus, prosesus transversa dan lamina menjadi daerah
perlekatan otot.1
Di perbatasan C2 dan C3 terdapat perubahan bentuk persendian yang
menyebabkan perbedaan bermakna dalam fungsi serta merupakan daerah transisi
yang mengubah gerakan dari rotasi ke fleksi dan ekstensi. Terjadi sekitar 10º
fleksi pada masing-masing segmen dengan fleksi terbesar pada C4-C5 dan C5-C6.
Fleksi lateral terjadi terutama di C3-C4 dan C4-C5. Pemindahan horizontal
(horizontal displacement) vertebra >3,5 mm saat fleksi dan ekstensi atau
deformitas angular >11º menandakan instabilitas spina.1,2

Gambar 3.2 Gerakan Cervical

22
Semua gerakan servikal berpasangan sehingga rotasi dikaitkan dengan
fleksi lateral dan sebaliknya. Pembatasan lingkup gerak (ROM) dalam satu bidang
memungkinkan klinisi mendeteksi segmen yang terlibat terutama letaknya apakah
di regio servikal atas atau bawah.1
Massa terbesar otot leher terletak di bagian ekstensor segmen servikal atas:
daerah atlantoaksial, yang menandakan kebutuhan akan otot kuat di regio tersebut
untuk menjaga terhadap trauma. Massa terbesar otot fleksor terletak di region
servikal tengah (C4-C5) adalah regio segmen servikal bawah yang mempunyai
derajat gerak terbesar. Oleh karena itu merupakan daerah yang mengalami pakai-
aus mekanik (mechanical wear & tear) serta paparan trauma dan stress besar.
Saraf yang keluar dari vertebrae Cervical berjumlah 8, dimulai dari C1
sampai dengan C8. Pada daerah cervical sendiri terdapat dua plexus yakni plexus
cervicalis (C1-C4) dan plexus brachialis (C4-T1). Saraf servikal dengan formasi
pleksus servikobrakhial dan saraf ke kepal berperan penting pada fungsi
ekstremitas atas dan juga terlibat dalam produksi nyeri serta kecacatan. Semua
saraf servikal mengandung serabut sensoris dan motorik kecuali saraf C1 yang
hanya mempunyai serabut motorik. Karena itu penekanan pada saraf servikal akan
memunculkan gejala sesuai dengan dermatom yang terkena.2

Gambar 3.3 Dermatom

3.2 Definisi Cervical root syndrome (CRS)

23
Cervical root syndrome (CRS) adalah kumpulan gejala yang disebabkan
oleh iritasi atau kompresi dari akar saraf cervical yang akan menimbulkan nyeri,
ngilu, kesemutan, kram-kram serta rasa tidak enak pada leher bagian belakang dan
bisa menjalar ke bahu, lengan atas dan lengan bawah tergantung dari akar mana
yang terkena.1
Salah satu contoh CRS adalah sindrom radikulopati. Radikulopati berarti
radiks posterior dan anterior yang terkena proses patologik sehingga terjadi
disfungsi dari akar saraf cervikalis, akar saraf, atau keduanya dimana terjadi
kerusakan atau gangguan fungsi saraf akibat kompresi salah satu akar saraf dekat
vertebra cervikalis. Akar saraf vertebralis yang paling sering terkena adalah C7
sekitar 60% dan C6 sekitar 25%. 3

3.3 Epidemiologi
Radikulopati cervikalis terjadi pada frekuensi yang jauh lebih rendah
dibandingkan radikulopati lumbalis. Insidens dari penderita CRS bermacam-
macam tergantung penyebabnya. Seperti jumlah penderita spondilosis cervikal
digabung dengan penderita nyeri leher lainnya termasuk sindrom levator scapula,
cervikobrakialgia dan servikoosksipital menduduki urutan ke empat sesudah
stroke.1
Cervical Root Syndrome sering didapatkan pada orang yang berusia lebih
dari 55 tahun3. Data dari Rochester, Minnesota, menunjukkan insiden tahunan
radikulopati cervikalis sebesar 107,3 per 100.000 pada laki-laki dan 63,5 per
100.000 pada perempuan, dengan puncaknya pada usia 50 sampai 54 tahun.
Riwayat trauma dan aktifitas fisik berlebihan mendahului timbulnya gejala
sekitar 15 persen dari kasus.3
3.4 Etiologi

Kerusakan dapat terjadi sebagai akibat penekanan material diskus yang


mengalami ruptur, adanya perubahan degeneratif pada tulang, arthritis atau cedera
lain yang memberi tekanan pada akar saraf. Pada usia paru baya, perubahan
degeneratif pada diskus dapat menyebabkan tekanan pada akar saraf. Pada usia
muda, radiculopathy cervical cenderung terjadi karena rupturnya diskus sebagai
akibat dari trauma. Material diskus kemudian menekan akar saraf dan
menyebabkan rasa sakit. Penelitian menyebutkan penyakit diskus cervikalis

24
terjadi kompresi akar saraf yang menyebabkan nyeri anggota badan, sedangkan
tekanan pada diskus menyebabkan nyeri di leher dan perbatasan medial skapula.2
Penyebab paling sering radikulopati cervikalis (pada 70 sampai 75 persen
dari kasus) adalah gangguan foramen saraf spinal karena kombinasi faktor-faktor
di antaranya penurunan puncak diskus dan perubahan degeneratif dari sendi
uncovertebral anterior dan zygapophyseal sendi posterior (yaitu, spondylosis
cervical). Berbeda dengan gangguan lumbal, herniasi nukleus pulposus hanya
sekitar untuk 20 sampai 25 persen dari kasus. Penyebab lainnya yang jarang yaitu
tumor tulang belakang dan infeksi tulang belakang. 3
Faktor resiko terjadinya CRS :
a. Genetik
Didapatkan faktor familial pada penderita cervical root syndrome,
sehingga faktor genetik diperkirakan memiliki peran dalam terjadinya
penyakit ini.
b. Umur
Berbagai sumber menyatakan adanya hubungan antara bertambahnya usia
dengan angka kejadian dari Cervical Root Syndrome. Spondylosis cervicalis
lebih sering ditemukan pada usia di atas 40 tahun dibanding usia di bawah 40
tahun dan insiden tertinggi terjadi pada usia lebih dari 55 tahun. Proses
degenerasi pada vertebrae dan discus intervertebral merupakan penyebabnya,
dimana bertambahnya usia berbanding lurus dengan berjalannya proses
degenerasi.
c. Jenis Kelamin
Terdapat penelitian dimana laki-laki lebih cepat mengalami proses
degenerasi bila dibandingkan dengan perempuan. Pada laki-laki terkadang
didapatkan mulainya proses degenerasi pada usia 30 tahun, sedangkan pada
wanita biasanya dimulai pada usia 40 tahun. Tetapi dari jumlah penderita
tidak didapatkan perbedaan yang signifikan, dimana perbandingan jumlah
penderita cervical root syndrome antara pria dan wanita adalah 1:1.
d. Trauma
Trauma akibat kecelakaan merupakan faktor risiko cervical root syndrome.
Selain itu cervical root syndrome dapat juga disebabkan proses “wear and

25
tear”, yaitu proses penggunaan sendi terus menerus yang akan menyebabkan
degenerasi pada sendi.
e. Pekerjaan

Pekerjaan dapat menyebabkan trauma berulang seperti mengangkat beban


berat pada kuli dan gerakan berlebihan pada penari professional merupakan
faktor risiko cervical root syndrome. Keadaan lain yang dapat ditemukan
seperti pada pekerjaan yang menggunakan komputer dalam waktu yang
cukup lama dan penjahit pakaian. Hal ini akan menyebabkan postur tubuh
yang kurang baik sehingga menyebabkan peningkatan beban tubuh ke bagian
cervical
f. Life Style
Keadaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi terjadinya CRS
diantaranya tekanan , stress, postur tubuh keseharian, bekerja dengan posisi
leher yang menetap dalam waktu lama, tidur dengan bantal yang tinggi,
berbaring dengan leher yang fleksi sementara membaca/nonton TV.4

3.5 Patofisiologi
Discus intervertebralis terdiri dari nucleus pulposus yang merupakan
jaringan elastis dikelilingi oleh annulus fibrosus dan terbentuk oleh jaringan
fibrosus. Kandungan air dalam nucleus pulposus tinggi, tetapi semakin tua umur
seseorang kadar air dalam nucleus pulposus semakin berkurang terutama setelah
seseorang berumur 40 tahun, bersamaan dengan itu terjadi perubahan degenerasi
pada begian pusat discus, akibatnya discus akan menjadi tipis, sehingga jarak
antara vertebrae yang berdekatan mejadi kecil dan ruangan discus menjadi
sempit6.
Selanjutnya annulus fibrosus mengalami penekanan dan menonjol keluar.
Penonjolan bagian discus ini akan menyebabkan jaringan sekitarnya seperti
corpus vertebrae yang berbatasan dengannya akan mengalami suatu perubahan.
Perubahannya yang terjadi adalah terbentuknya jaringan ikat baru yang disebut
osteofit. Kombinasi antara menipisnya discus yang menyebabkan penyempitan
ruangan discus dan timbulnya osteofit akan mempersempit diameter kanalis
spinalis.4

26
Pada kondisi normal diameter kanalis spinalis adalah 17 mm sampai 18
mm. Tetapi pada kondisi CRS, kanalis ini menyempit dengan diameter pada
umumnya antara 9 mm sampai 10 mm. Pada keadaan normal, akar-akar saraf akan
menempati seperempat sampai seperlima, sedangkan sisanya akan diisi penuh
oleh jaringan lain sehingga tidak ada ruang yang tersisa. Bila foramen
intervertebralis ini menyempit akibat adanya osteofit, maka akar-akar saraf yang
ada didalamnya akan tertekan. Saraf yang tertekan ini mula-mula akan
membengkok. Perubahan ini menyebabkan akar-akar saraf tersebut terikat pada
dinding foramen intervertebralis sehingga mengganggu peredaran darah.
Selanjutnya kepekaan saraf akan terus meningkat terhadap penekanan, yang
akhirnya akar-akar saraf kehilangan sifat fisiologisnya. Penekanan akan
menimbutkan rasa nyeri di sepanjang daerah yang mendapatkan persarafan dari
akar saraf tersebut2,4.

Gambar 3.5 Cervical abnormal

3.6 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala ang dapat timbul pada keadaan CRS diantaranya5 :

27
 Nyeri Leher
Gejala yang utama biasanya berupa nyeri pada bagian belakang leher atau
daerah sekitarnya (trapezius). Timbulnya nyeri terjadi secara perlahan-lahan
walaupun terkadang timbul mendadak. Rasa nyeri sendiri biasanya bersifat
kronik dan dihubungkan dengan adanya aktivitas yang berat atau keadaan
umum yang menurun. Terkadang rasa nyeri menjalar ke bahu atau lengan atas
dan juga bisa mengenai daerah cervical atas yang menyebabkan nyeri occipital
 Kaku Leher (Stifness)
Kaku leher dimulai pada pagi hari dan makin bertambah dengan adanya
aktivitas. Gerakan leher menjadi terbatas dan terkadang disertai dengan
krepitasi dan nyeri.
 Gejala Radikuler
Keadaan yang timbul tergantung pada radiks saraf yang terkena oleh spur
atau iritasi oleh synovitis dari facet sendiri dan biasanya bersifat unilateral.
Pasien mengeluh adanya paresthesia numbness dan jarang disertai nyeri.
Paresthesia numbness sendiri tergantung pada bagian vertebrae Cervical mana
yang mengalami spondylosis, dan memiliki manifestasi yang berbeda-beda.
 Parestesia
Pada umumnya parestesia ditunjukan ada di dalam jari tangan. Di sini
lokalisasi itu justru sangat penting, karena dari lokalisasinya dapat
disimpulkan pada tingkatan mana struktur saraf terangsang, pada tekanan akar
C6 menyebabkan rasa kesemutan sampai ibujari dan telunjuk.
Gejala lain yang dapat timbul pada beberapa kasus dapat disertai dengan
penekanan mendadak pada a. vertebralis yang bisa mengakibatkan nyeri kepala,
vertigo dan tinnitus.

3.7 Diagnosis

Penegakan diagnosa pada kasus CRS berdasarkan dengan anamnesa,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, yaitu5,6 :

28
a. Anamnesa
Anamnesa adalah hal-hal yang menjadi sejarah kasus pasien, juga berguna
untuk menentukan diagnosa, karena misalnya dengan pendekatan psikiatri
terhadap depresinya yang kadang merupakan faktor dasar nyeri bahu ini.
Gejala-gejala yang mungkin nampak pada inspeksi dan palpasi, misalnya :
a. Nyeri kaku pada leher
b. Rasa nyeri dan tebal dirambatkan ke ibu jari dan sisi radial tangan
c. Dijumpai kelemahan pada biceps atau triceps
d. Berkurangnya reflex biceps
e. Dijumpai nyeri menjalar (referred pain) di bahu yang samar, dimana
“nyeri bahu” hanya dirasa bertahan di daerah deltoideus bagian lateral dan
infrascapula atas.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk penegakan diagnosis antara
lain :
a. Terdapat tenderness pada daerah cervical, pada beberapa keadaan
akanterlokalisir pada sebelah lateral sendi yang mengalami
peradangan.
b. Spasme pada otot-otot leher.
c. Pemeriksaan R.O.M leher terbatas dan nyeri terutama pada gerakan
lateral bending dan rotasi.
d. Pada extremitas atas bisa menunjukkan defisit sensoris dan hiporeflexia.
Parese dan atrofi otot merupakan kondisi lanjutan yang jarang
ditemukan.
e. Leher tampak agak kyphotic sehingga postur terlihat kepala jatuh ke
depan yang menyebabkan center of gravity jatuh ke depan. Leher akan
bertambah lordosis sebagai usaha mempertahankan keseimbangan dan
akan mempersempit foramen intervertebrale dan menambah tekanan
ke sendi zygapophyseal.
f. Pemeriksaan darah normal, penyempitan celah sendi karena degradasi
kartilago artikuler dan memungkinkan permukaan tulang mendekat
satu sama lain dan terdapat osteofit marginalis.
Tes-tes khusus yang dapat dilakukan dalam menegakkan kasus CRS,
antara lain:
 Tes Provokasi

29
Tes Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan dengan cara posisi
leher diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian
berikan tekanan ke bawah pada puncak kepala. Hasil positif bila terdapat nyeri
radikuler ke arah ekstremitas ipsilateral sesuai arah rotasi kepala. Pemeriksaan
ini sangat spesifik namun tidak sensitif guna mendeteksi adanya radikulopati
servikal. Pada pasien yang datang ketika dalam keadaan nyeri, dapat
dilakukan distraksi servikal secara manual dengan cara pasien dalam posisi
supinasi kemudian dilakukan distraksi leher secara perlahan. Hasil dinyatakan
positif apabila nyeri servikal berkurang.

Gambar 3.6 Tes Provokasi


 Tes distraksi kepala
Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan oleh
kompresi terhadap radiks syaraf. Hal ini dapat diperlihatkan bila kecurigaan
iritasi radiks syaraf lebih memberikan gejala dengan tes kompresi kepala
walaupun penyebab lain belum dapat disingkirkan.

Gambar 3.7 Tes Distraksi Kepala


 Tes valsava

30
Dengan tes ini tekanan intratekal dinaikkan, bila terdapat proses desak
ruang di kanalis vertebralis bagian cervical, maka dengan di naikkannya
tekanan intratekal akan membangkitkan nyeri radikuler. Nyeri syaraf ini sesuai
dengan tingkat proses patologis dikanalis vertebralis bagian cervical. Cara
meningkatkan tekanan intratekal menurut Valsava ini adalah pasien disuruh
mengejan sewaktu ia menahan nafasnya. Hasil positif bila timbul nyeri
radikuler yang berpangkal di leher menjalar ke lengan.

Gambar 3.8 Tes Valsava

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis masih menjadi standar yang paling baik
untuk penegakan diagnosis sampai sekarang. Pada foto rontgen akan
didapatkan :
1) Pembentukan osteofit dan sklerosis pada sendi-sendi apofiseal
intervertebrae.
2) Penyempitan pada discus intervertebralis akibat erosi kartilago.
3) Pembentukan tulang baru (spurring) antar vertebra yang berdekatan dan
dapat menyebabkan kompresi akar saraf.

31
Gambar 3.8. Foto rontgen AP spondilosis servikalis
Selain menggunakan foto rontgen, dapat juga digunakan MRI dan
CT (Computerized Tomography) untuk penegakan diagnosis.

Gambar 3.9 MRI dari Spondylosis Cervical

3.8 Penatalaksanaan
Tatalaksana pada kasus CRS dapat diberikan secara medikamentosa
ataupun non medikamentosa untuk mencegah keparahan yang terjadi. Fisioterapi
juga diberikan dengan tujuan reduksi dan resolusi nyeri, perbaikan atau resolusi
defisit neurologis dan mencegah komplikasi atau keterlibatan medulla spinalis
lebih lanjut7.
A. Medikamentosa
Pemberian obat NSAID (Anti Inflamasi Non Steroid) dan muscle relaxant
untuk menghilangkan rasa nyeri. Bila terdapat gejala radikuler bisa disertai

32
dengan pemberian kortikosteroid oral. Bila nyeri dirasa sangat mengganggu bisa
ditambahkan opioid dengan beberapa ketentuan7,8.
Tindakan operatif lebih banyak ditujukan pada keadaan yang disebabkan
kompresi terhadap radiks saraf atau pada penyakit medula spinalis yang
berkembang lambat serta melibatkan tungkai dan lengan. Pada penanggulangan
kompresi tentunya harus dibuktikan dengan adanya keterlibatan neurologis serta
tidak memberikan respon dengan terapi medikamentosa biasa8.
B. Non Medikamentosa
1. Memperbaiki postur fisiologis
· Mengurangi forward-head posture
· Mengurangi lordosis yang berlebihan
2. Rehabilitasi medik
a. Fisioterapi
Pada fisioterapi dapat di berikan terapi modalitas, diantaranya9 :
 Traksi Cervical
Traksi leher pada posisi supinasi dengan sudut leher, beban dan durasi dari
traksi disesuaikan dengan toleransi dan respon dari pasien. Tujuan dari traksi
adalah untuk mengembalikan posisi dari vertebra. Indikasi dilakukan traksi
leher adalah adanya osteoartritis dan penyakit degenartif pada discus
intervertebralis. Kontraindikasi antara lain bila terdapat neoplasma dan lesi
post-trauma. Pada penderita spondylosis cervical biasa diberikan terapi
dengan beban 10-20 lbs yang dilakukan 2-3 kali sehari selama 15 menit

Gambar 3.10 Traksi Cervical


 Terapi panas dan terapi dingin
Terapi modalitas bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri. Terapi modalitas
yang biasa digunakan adalah:
a) SWD (Short Wave Diathermy)

33
Elektroterapi yang bekerja dengan menaikan temperatur pada
jaringan menggunakan gelombang frekuensi tinggi. Frekuensinya 27,12
MHz dan panjang gelombangnya 11 meter. SWD memiliki beberapa
fungsi antara lain meningkatkan metabolisme, meningkatkan sirkulasi
darah, menguragi kontraksi otot. SWD juga akan menurunkan rasa nyeri,
meningkatkan elastisitas dan oksigenasi jaringan.
Terdapat dua macam SWD, yang pertama adalah tipe kontinu
dimana akan didapatkan pemberian panas secara terus menerus dari alat,
dan kedua yakni pulsed mode yang memberikan jeda dalam tiap
pemanasan. Cara yang kedua akan meningkatkan efek non-thermal.
Pemberian SWD akan mengembalikan potensial membran ke tingkat
semula, dimana pada inflamasi potensial membran suatu sel akan turun
sehingga fungsinya terganggu. Selain itu juga SWD akan mengembalikan
keseimbangan dan transpor ion di membran sel. Terdapat dua teori
mekanisme pemberian SWD, yang pertama adalah mekanisme transpor
ion secara langsung atau aktivasi dari pompa natrium dan kalium10
SWD diberikan pada inflamasi kronik, dan biasanya mulai
diberikan terapi maksimal satu minggu setelah mulainya proses
peradangan. Indikasi diberikannya SWD adalah inflamasi dan juga proses
degenarasi, baik pada spondylosis cervical, osteoarthritis lutut, sprain
ligament pada tumit, dan juga pada sinusitis. Kontraindikasi SWD seperti
tumor ganas, inflamasi akut, penggunaan pacu jantung, perdarahan dan
demam tinggi. Lama pemberian SWD 5-30 menit tergantung derajat
penyakitnya.9
b) TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)
Terapi modalitas yang tidak invasif dan tidak adiktif. TENS adalah
salah satu elektroterapi yang paling sering digunakan sebagai analgesia
atau penghilang rasa sakit. Metode yang dilakukan pada TENS adalah
pemberian arus listrik ke saraf dan menghasilkan panas untuk mengurangi
kekakuan, meningkatkan mobilitas dan menghilangkan nyeri. Peralatan
TENS terdiri dari stimulator bertenagakan baterai dan elektroda yang
ditempelkan pada bagian yang akan diberikan terapi. Selain itu TENS bisa
dikombinasikan dengan steroid topikal untuk pengobatan rasa nyeri yang
dinamakan dengan Iontoforesis (Susil Mekanisme kerja dari TENS

34
adalah dengan pengaturan neuromodulasi seperti penghambatan pre sinaps
pada medulla spinalis, pelepasan endorfin yang merupakan analgesia
alami dalam tubuh dan penghambatan langsung pada saraf yang
terangsang secara abnormal.
Mekanisme analgesia TENS adalah stimulasi elektrik akan
mengurangi nyeri dengan penghambatan nosiseptif pada pre sinaps.
Stimulasi elektrik akan mengaktifkan serabut saraf bermyelin yang akan
menahan perambatan nosisepsi pada serabut C tak bermyelin ke sel T
yang berada di substansia gelatinosa pada cornu posterior yang akan
diteruskan ke cortex cerebri dan talamus. Pada pemberian TENS juga akan
terjadi peningkatan beta endorphin dan metencephalin yang
memperlihatkan efek antinosiseptif. Indikasi dilakukan TENS adalah rasa
nyeri tidak berat, dismenore dan inkontinensia. Kontraindikasinya antara
lain pasien penggunan pacu jantung, defisit neurologis dan pada pasien
yang mengandung10
 Terapi Latihan
Pada penderita Cervical Root Syndrome akan didapatkan nyeri, kekakuan
dan keterbatasan ruang gerak sendi akibat dari penekanan radix saraf. Hal ini
dapat menyebabkan terjadinya kelemahan otot yang berujung pada postur
yang buruk. Postur yang buruk akan memperberat perjalanan penyakit ini.
Terapi latihan bertujuan untuk :
a. Mengurangi rasa nyeri
b. Mengurangi lordosis cervical
c. Memperbaiki kekuatan otot
d. Meningkatkan postur pada ADL
e. Mempertahankan fleksibilitas atau rentang sendi (R.O.M)
Terapi Latihan juga akan membantu proses pengurangan rasa nyeri selain
mengembalikan keadaan pasien ke kondisi normalnya. Pada keadaan nyeri,
pasien akan cenderung untuk tidak menggerakan kepala. Hal ini dapat
menyebabkan spasme otot leher yang lama-kelamaan akan menyebabkan
atrofi otot. Atrofi otot akan menambah rasa nyeri pada pasien Cervical Root
Syndrome karena otot leher akan mengalami penurunan fungsinya dalam
mempertahankan posisi kepala9,10,11.

35
Terapi Latihan dapat berupa :
a) Latihan penguatan otot leher
Latihan penguatan otot dilakukan secara isotmetrik, yakni melawan
tahanan yang tidak bergerak atau dengan mempertahankan leher pada
posisi statik. Latihan isometrik cervical ini dilakukan secara self resistance
pada posisi duduk.
(1) Fleksi
Pasien meletakkan ke dua tangan dan menekan dahi dengan
telapak tangan, kemudian kepala melakukan gerakan fleksi (mengangguk)
tetapi ditahan dengan tangan agar tidak terjadi gerakan.
(2) Lateral Bending
Pasien menekan dengan tangan pada sisi lateral kepala dan mecoba
untuk lateral fleksi kepala, tahanan diberikan pada telinga dan bahu, di
usahakan tidak terjadi gerakan.
(3) Ekstensi axial
Pasien menekan belakang kepala dengan kedua tangan dimana
tahanan diberikan pada belakang kepala dekat puncak kepala.
(4) Rotasi
Pasien menekan dengan satu tangan menahan pada daerah atas dan
lateral dari mata dan mencoba memutar kepala (rotasi) tetapi tetap ditahan
agar tidak terjadi gerakan.
Preskripsi untuk latihan kekuatan sebagai berikut :
a) Intensitas (beban) : 100% dari kontraksi maksimum
b) Durasi : 5 detik tiap kontraksi
c) Repetisi : 5-10 kontraksi
d) Frekuensi : 5 hari tiap minggu
e) Lama program : 4 minggu atau lebih
Kerugian latihan ini adalah terjadinya peningkatan tekanan darah,
disebabkan peningkatan denyut jantung tanpa perubahan perifer umum. Pada
penderita penyakit jantung, latihan isometrik dapat menyebabkan timbulnya
disaritmia ventrikel
b) Latihan fleksibilitas / stretching otot leher

36
Bila terdapat rasa tidak enak akibat postur yang buruk atau adanya spasme
otot, maka R.O.M aktif akan membantu menghilangkan stress pada struktur leher
dan memperbaiki sirkulasi. Tujuan dari latihan stretching pada otot leher adalah
menambah fleksibilitas dalam fleksi, ekstensi, rotasi dan lateral fleksi secara aktif.
Semua gerakan dilakukan perlahan sampai full R.O.M dan dilakukan
beberapa kali. Posisi pasien duduk dengan leher tergantung secara rileks pada
kursi atau berdiri rileks. Setelah itu pasien di minta untuk :
(1) Menekuk leher ke depan dan belakang.
(2) Menekuk kepala ke lateral kanan dan kiri, merotasikan kepala pada
masing-masing sisi.
(3) Putar bahu, elevasi, retraksi, kemudian relaks dari scapula.
(4) Putar secara melingkar lengan mengelilingi bahu. Dikerjakan dengan
siku fleksi dan ekstensi, menggunakan gerakan sirkuler yang luas
maupun kecil. Posisi lengan ke depan atau agak menyamping. Gerakan
searah maupun berlawanan jarum jam harus digerakkan karena
membantu dalam latihan postur yang benar. Sendi harus digerakkan
secara penuh setidaknya 2-3 kali sehari.

Gambar 3.11 Neck Exercises


c) Latihan postur
Postur yang buruk akan menambah lordosis cervical dan penambahan
beban yang berlebih pada leher. Postur yang dimaksud salah satunya adalah
forward-head posture. Postur yang tidak tepat ini juga berpengaruh pada

37
penekanan annulus fibrosus dan menyebabkan penyempitan foramen
intervertebrale sehingga terjadi iritasi pada saraf bagian cervical.
Latihan postur sangat membutuhkan kesadaran dalam melakukan latihan
yang teratur. Yang dilakukan adalah melakukan teknik relaksasi otot dan
stretching untuk mengembalikan ROM normal. Pada ADL juga harus dievaluasi
untuk mencegah posisi yang memperburuk kondisi cervical serta dilakukan
edukasi11 :
(1) Cara mengangkat barang dengan lutut fleksi.
(2) Hindari hiperekstensi leher dan forward-head posture yang terlalu
lama dan berlebihan.
(3) Perbaiki lingkungan pekerjaan penderita seperti kursi dan meja yang
kurang sesuai ukuran tingginya, lingkungan tidur seperti bantal yang
sesuai tingginya dan matras untuk membantu relaksasi otot
 Ortosis
Pemasangan cervical colar bertujuan untuk proses imobilisasi serta
mengurangi kompresi pada radiks saraf. Salah satu jenis collar yang banyak
digunakan adalah SOMI brace (sterna occipital mandibular immobilizer),
digunakan terus menerus selama 1 minggu, diubah secara intermitten pada
minggu ke dua. Harus diingat bahwa imobilisasi hanya bersifat sementara dan
harus dihindari akibatnya yaitu berupa atrofi otot dan kontraktur. Hilangnya nyeri,
hilangnya tanda spurling, dan perbaikan deficit motorik dapat dijadikan indikasi
untuk melepas collar10.

Gambar 3.11 Cervical Collar

38
BAB IV
PENUTUP

4.1 Pembahasan
Pada anamnesa Tn. M, umur 55 tahun didaatkan keluhan bahu terasa nyeri
yang menjalar ke lengan dan ibu jari tangan kanan terutama saat melakukan
aktivitas berkendara dan mengangkat barang berat. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tes provokasi, valsava, dan distraksi hasil positif serta pada
pemeriksaan penunjang didapatkan kesan spondylosis cervicalis dan moderate
stenosis canalis cervialis. Berdasarkan data anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Tn.M
terdiagnosa Cervical root syndrome. Pada pasien Tn. M diduga mengalami CRS
akibat beberapa faktor penyebab, yaitu adanya riwayat trauma 5 tahun yang lalu
dimana pasien terjatuh kearah kanan dan setelah itu mengalami keluhan nyeri

39
pada bahu yang menjalar ke tangan kanan hingga ibu jari kanan namun hilang
timbul. Selain adanya riwayat trauma, diduga nyeri yang dikeluhkan oleh pasien
juga di sebabkan dari faktor usia dimana pasien sekarang berusia 55 tahun dan
berjenis kelamin laki-laki. Semakin tua umur seseorang, kadar air dalam nucleus
pulposus pada disus invertebalis akan semakin berkurang, dan secara bersamaan
terjadi perubahan degenerasi pada bagian pusat discus sehingga discus akan
semakin menipis dan jarak antara vertebrae yang berdekatan menjadi kecil dan
ruangan menjadi sempit. Selanjutnya annulus fibrosus mengalami penekanan dan
penonjolan keluar, hal ini menyebabkan terbentuknya jaringan ikat baru yang
disebut osteofit. Keadaan ini memperparah penyempitan diameter kanalis spinalis
sehingga terjadi keluham nyeri dan menjalar sesuai penjalaran anatomi saraf
normal manusia.
Terjadinya proses tersebut didukung dengan didapatkannya pemeriksaan
fisik tes provokasi, valsava, dan distraksi hasil positif. Pemeriksaan ini dengan
memberikan tekanan pada kepala sehingga menyempitkan diameter kanalis
spinalis yang berdampak nyeri pada leher yang menjalar ke bahu, lengan kanan
hingga ibu jari. Pemeriksaan valsava dilakukan dengan meminta pasien untuk
mengejan sewaktu menahan nafas, hal ini menyebabkan tekanan intratekal
meningkat sehingga jika terdapat proses desak ruang d kanalis vertebralis bagian
cervical akan timbul rasa nyeri radikular. Keluhan nyeri pada pasien yang diduga
akibat adanya penekanan dan penonjolan annulus fibrosus pada bagian cervical
pasien di buktikan melalui MRI. Pada MRI didapatkan spondilosis cervicalis
dengan straight cervicalis dan di dapatkan moderate stenosis canalis spinalis
setinggi C3-C6 dan foramen neuralis kanan kiri ec. Bulging posterior disk.
Berdasarkan keluhan pasien, keterbatasan aktivitas ringan pasien seperti
mengendarai kendaraan bermotor dan membawa barang berat dapat diprogramkan
dengan penatalaksanaan medikamentosa dan rehabilitasi medis. Pada
penatalaksanaan medikamentosa dipertimbangkan untuk member obat seperti
vitamin otot, muscle relaxant agar spasme pada otot berkurang dan di berikan obat
anti nyeri seperti meloxicam untuk mengurangi nyeri yang dirasakan pasien
sehingga dapat membantu aktivitas sehari-hari pasien. Terapi rehabilitasi medis
yang dapat diberikan diantaranya adalah fisioterapi (MWD, TENS, Traksi),

40
exercise dan ortosis. Pemberian fisioterapi menggunakan MWD bertujuan untuk
relaksasi otot dan melancarkan peredaran darah sehingga spasme otot berkurang
dan menghalangi masuknya nosiseptif di medulla spinalis sehingga nyeri yang
dirasakan juga berkurang. Pada kasus CRS penggunanaan traksi juga bertujuan
untuk melonggarkan otot-otot yang kaku serta mengurangi tekanan pada jepitan
saraf dengan memanfaatkan gravitasi bumi dan posisi tertentu untuk mengurangi
tekanan pada struktur tulang belakang daerah cervical. Terapi rehabilitasi medis
lainnya yang dapat diberikan yaitu terapi okupasi untuk memudahkan pasien
melakukan aktifitas sehari-hari dengan neck position agar mengurangi nyeri yang
dirasakan, terapi ortotik prostetik dengan menggunakan cervical collar untuk
mengimobilisasi leher sehingga nyeri dapat berkurang. Kemudian dilakukan
terapi psikologi dan sosial medis untuk menjalin hubungan baik dengan pasien
dan memotivasi pasien agar rajin menjalankan program rehabilitasi medis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jackson, Ruth. 2010. The Classic: The cervical root syndrome. Scranton, IA
USA
2. Angliadi LS, Sengkey L, Gessal J, Mogi J. Buku diktat Ilmu Kedokteran Fisik
dan Rehabilitasi. 2006. Manado. Hal 50-54
3. Saladin. 2003. Anatomy and physiology: The Unity Of Form and Function. 3rd
Ed. New York: McGraw-Hill Companies
4. Sanjaya P. Cervical Root Syndrome. Bagian Penyakit Saraf RSU Unit
Swadana Pare-Kediri. 2012.
5. Tulaar AB. Nyeri Leher dan Punggung. Studi Tinjauan Pustaka. Departemen
Kedoktteran Fisik dan Rehabilitasi. Majalah Kedokteran Indonesia. 5 (5); Mei.
2008.
6. Sidharta, P. 1999: Tata PemeriksaanKlinisdalamNeurologi. Cetakankeempat :
PT. Dian Rakyat, Jakarta: 4998-505.

41
7. Jhon MR, Yoon T, Riew KD. Cervical Radiculopathy. J Am Acad Orthop
Surg. 2007 Aug; 15(8): 486-94
8. Roenn JHV, Paice JA, Preodor ME. Current diagnosis & treatment pain. 1st
ed. Washington: Mc Graw Hill; 2006.
9. Young IA, Michener LA, Cleland JA, Aguiler AJ, Synder AR. Manual therapy,
exercise, and traction for patients with cervical radiculopathy: A randomized
clinical trial. Journal of the American Physical Therapy Association. 2009
May 21; 89(7): 632-42.
10. Kenyon, J & Kenyon, K. 2006. The Fhysiotherapist’s Pocket Book,
ChurchillLivingstone, London.
11. Susilo WA. Pengaruh terapi modalitas dan terapi latihan terhadap penurunan
rasa nyeri pada pasien cervical root syndrome di RSUD. DR. Moewardi
Surakarta. Skripsi. FK Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2010.

42

Anda mungkin juga menyukai