PENDAHULUAN
1
1. Apa yang dimaksud dengan glaukoma ?
1.3 Tujuan
1. Memahami teori mengenai glaukoma tekanan normal
2. Memahami penegakan diagnosis dan terapi yang diberikan pada glaukoma
1.4 Manfaat
1. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis dan pembaca mengenai Glaukoma
2. Sebagai proses pembelajaran klinik ilmu penyakit mata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Kecepatan produksi cairan aqueous diukur dalam satuan mikroliter per menit
(µL/menit) rata-rata adalah 2,3 µl/menit.1,5 Dalam penelitian didapat bahwa kecepatan rata-
rata aliran cairan aqueous pada jam 8.00-16.00 berkisar antara 2,75±0.63 µL/menit sehingga
didapat batas normal produksi cairan aqueous sekitar 1,8-4,3 µL/menit. Kecepatan ini dalam
sehari dapat bervariasi yang disebut dengan variasi diurnal yaitu kecepatan selama tidur ±1,5
kali lebih cepat dari pada pagi hari.6
5
Glaukoma merupakan suatu neuropati optik kronik, ditandai dengan adanya pencekungan
(cupping) diskus optikus dan pengecilan lapang pandanga. Glaukoma adalah kelompok
penyakit mata yang biasanya memiliki ciri-ciri umum, seperti tekanan mata yang tinggi,
kerusakan saraf optik dan kehilangan penglihatan secara bertahap. Sebagian besar jenis
glaukoma melibatkan tekanan mata tinggi.
2.3 Epidemiologi
Sekitar 2% penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma. Glaukoma dapat
juga didapatkan pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria lebih banyak diserang daripada
wanita. Glaukoma tekanan normal paling sering terjadi pada orang-orang yang memiliki
riwayat penyakit pembuluh darah. Glaukoma tekanan normal khususnya sering terjadi di
Jepang. Sejumlah kecil keluarga dengan glaukoma tekanan normal memiliki kelainan pada
gen optineurin di kromosom 10 .1
2.4 Etiologi
Glaukoma dapat terjadi pada penderita yang meiliki tekanan intarokuler yang tinggi,
yaitu di atas 21 mmHg.. Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih
rendah sudah dapat merusak saraf optik. Faktor umur juga mempengaruhi faktor resiko
terkena glaukoma. Terdapat riwayat glaukoma dalam keluarga .Penggunaan Obat-obatan
seperti pemakaian steroid secara rutin, misalnya pemakaian tetes mata yang mengandung
steroid yang tidak terkontrol dapat menginduksi terjdinya glaukoma. Selain itu riwayat trauma
pada mata, riwayat penyakit DM, hipertensi, keraopati, uveitisdapat meningkatkan faktor
resiko terkena glaukoma.
2.5 Klasifikasi
1. Glaukoma Primer
a. Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma primer sudut terbuka adalah bentuk glaukoma yang tersering
dijumpai. Sekitar 0,4-0,7 % orang berusia lebih dari 40 tahun dan 2-3% orang
berusia lebih dari 70 tahun diperkirakan mengidap glaukoma primer sudut
terbuka. Diduga glaukoma primer sudut terbuka diturunkan secara dominan atau
resesif pada 50% penderita, secara genetik penderitanya adalah homozigot.
Terdapat faktor resiko pada seseorang untuk mendapatkan glaukoma seperti
6
diabetes melitus, hipertensi, kulit berwarna dan miopia.1,2,6,8
Gambaran patologik utama pada glaukoma primer sudut terbuka adalah proses
degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam
jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Akibatnya adalah
penurunan aquoeus humor yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.2
Mulai timbulnya gejala glaukoma primer sudut terbuka agak lambat yang
kadang-kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan
kebutaan. 1,6,8
Pada glaukoma primer sudut terbuka tekanan bola mata sehari-hari tinggi atau
lebih dari 20 mmHg. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang
mengakibatkan terdapat gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari
oleh penderita. Gangguan saraf optik akan terlihat gangguan fungsinya berupa
penciutan lapang pandang.1
Pada waktu pengukuran bila didapatkan tekanan bola mata normal sedang
terlihat gejala gangguan fungsi saraf optik seperti glaukoma mungkin akibat
adanya variasi diurnal. Dalam keadaan ini maka dilakukan uji provokasi minum
air, pilokarpin, uji variasi diurnal, dan provokasi steroid.1,6.
b. Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma sudut tertutup dibagi menjadi 4, yaitu ; glaukoma sudut tertutup
akut primer, glaukoma sudut tertutup subakut, glaukoma sudut tertutup kronik
dan iris plateau. Hanya glaukoma sudut tertutup akut primer yang akan dibahas
karena merupakan suatu kedaruratan oftalmologik.2,3.
Glaukoma sudut tertutup akut primer terjadi apabila terbentuk iris bombé yang
menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer. Hal ini
menyumbat aliran aquoeus humor dan tekanan intraokular meningkat dengan
cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan dan kekaburan penglihatan.
Pada glaukoma sudut tertutup , pupil berdilatasi sedang, disertai sumbatan
pupil. Hal ini biasanya terjadi pada malam hari, saat tingkat pencahayaan
berkurang. Hal tersebut juga dapat terjadi pada dilatasi pupil untuk
oftalmoskopi.2,8
Glaukoma sudut tertutup akut primer ditandai oleh munculnya kekaburan
penglihatan mendadak yang disertai nyeri hebat, halo dan mual serta muntah.
Temuan-temuan lain adalah peningkatan mencolok tekanan intraokular, kamera
anterior dangkal, kornea berkabut, pupil terfiksasi berdilatasi sedang dan injeksi
7
siliaris.1,2,3,8.
c. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital (jarang) dapat dibagi menjadi (1) glaukoma kongenital
primer, yang menunjukkan kelainan perkembangan terbatas pada sudut kamera
anterior; (2) anomali perkembangan segmen anterior - sindrom Axenfeld,
anomali Peter, dan sindrom Reiger. Disini perkembangan iris dan kornea juga
abnormal;(3) berbagai kelainan lain, termasuk aniridia, sindrom Sturge-weber,
neurofibromatosis, sindrom Lowe dan rubela kongenital. Pada keadaan ini,
anomali perkembangan pada sudut disertai dengan kelainan okular dan
ekstraokular lain.2
Glaukoma kongenital bermanifestasi sejak lahir pada 50% kasus, didiagnosis
pada 6 bulan pertama pada 70% kasus dan didiagnosis pada akhir tahun pertama
pada 80% kasus.2
Gejala paling dini dan paling sering adalah epifora. Dapat dijumpai fotofobia
dan pengurangan kilau kornea. Peningkatan tekanan intraokular adalah tanda
kardinal. Pencekungan diskus optikus akibat glaukoma merupakan kelainan yang
terjadi relatif dini dan terpenting. Temuan-temuan lanjut adalah peningkatan garis
tengah, edema epitel, robekan membran Descemet, dan peningkatan kedalaman
kamera anterior serta edema dan kekeruhan lensa.2
d. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebabnya. Dapat
disebabkan atau dihubungkan dengan keadaan-keadaan atau penyakit yang telah
diderita sebelumnya atau pada saat itu.2,5.
Penyakit-penyakit yang diderita tersebut dapat memberikan kelainan pada 5 :
Badan siliar : luksasi lensa ke belakang
Pupil : seklusio pupil, glaukoma yang diinduksi miotik
Sudut bilik mata depan : goniosinekia.
Saluran keluar aqueous : miopia
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah uveitis. Penyebab lainnya
adalah penyumbatan vena oftalmikus, cedera mata, pembedahan mata dan
perdarahan ke dalam mata. Beberapa obat (misalnya kortikosteroid) juga bisa
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.8
Pada uveitis, tekanan intraokular biasanya lebih rendah dari normal karena
korpus siliar yang meradang kurang berfungsi baik. Namun juga dapat terjadi
8
peningkatan tekanan intraokular melalui beberapa mekanisme yang berlainan.
Jalinan trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel radang dari kamera anterior,
disertai edema sekunder, atau kadang-kadang terlibat dalam proses peradangan
yang spesifik diarahkan ke sel-sel trabekula (trabekulitis).2,9
Uveitis kronik atau rekuren menyebabkan gangguan permanen fungsi
trabekula, sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang neovaskularisasi
sudut,yang semuanya meningkatkan glaukoma sekunder.2
e. Glaukoma absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (terbuka/tertutup)
dimana sudah terjadi kebutaan total, akibat tekanan bola mata memberikan
gangguan fungsi lanjut.1
Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan
ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Sering dengan mata
buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya
glaukoma hemoragik.1
9
c. Penyempitan lapang pandang
Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf optik menimbulkan
kerusakan dari serabut saraf retina yang biasanya menghasilkan kehilangan lapang pandang
(skotoma). Pada glaukoma stadium akhir kehilangan lapang penglihatan terjadi sangat berat
(tunnel vision), meski visus pasien masih 6/6 .
2.7 Patofisiologi
Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokuler akbat ketdak seimbangan aliran
aqueous humor. Ketidakseimbangan proses aliran aqueous humor disebabkan karena badan
siliar memproduksi terlalu banyak cairan mata sedang pengeluarannya pada anyaman
trabekulum normal (glaukoma hipersekresi). Juga bisa disebabkan hambatan pengaliran pada
pupil waktu pengaliran cairan dari bilik mata belakang ke depan bilik mata depan (glaukoma
blockade pupil). Dan pengeluaran dari sudut bilik mata terhambat (glaukoma simpleks,
glaukoma sudut tertutup, glaukoma sekunder akibat geniosinekia) juga menyebabkan ketidak
seimbangan proses aliran aqueous humor sehingga terjadi peningkatan tekanan intraokar.
10
Gambar 6. Penekanan TIO
Pada glaukoma terkanan normal mengalami kepekaan yang abnormal terhadap tekanan
intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis di caput nervi optici, atau bisa disebabkan
murni karena penyakit vaskular. Selain karena adanya penyakit vaskular, kepekaan abnormal
pada tekanan intra okular juga dapat disebabkan secara genetik karena kelainan gen
optineurin di kromosom 10. Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan
antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke saraf
optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami
kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama
terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika tidak
diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.
Pada keadaan normal tekanan intraokular ditentukan oleh derajat produksi cairan mata
oleh epitel badan siliar dan hambatan pengeluaran cairan mata dari bola mata. Pada glaukoma
tekanan intraokular berperan penting oleh karena itu dinamika tekanannya diperlukan sekali.
Dinamika ini saling berhubungan antara tekanan, tegangan dan regangan. 4 Tingginya tekanan
intraokuler tergantung pada besarnya produksi aquoeus humor oleh badan siliar dan
pengaliran ke luarnya. Besarnya aliran ke luar aquoeus humor melalui sudut bilik mata depan
juga tergantung pada keadaan sudut bilik mata depan, keadaan jalinan trabekulum, keadaan
kanal Schlemm dan keadaan tekanan vena episklera.
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion difus,
yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan
berkurangnya akson di saraf optikus. Iris dan korpus siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus
siliaris memperlihatkan degenerasi hialin1. Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran
cekungan optikus diduga disebabkan oleh gangguan pendarahan pada papil yang
11
menyebabkan degenerasi berkas serabut saraf pada papil saraf optik (gangguan terjadi pada
cabang-cabang sirkulus Zinn-Haller), diduga gangguan ini disebabkan oleh peninggian
tekanan intraokuler. Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf
optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi
papil saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada
papil saraf optik. Serabut atau sel syaraf ini sangat tipis dengan diameter kira-kira 1/20.000
inci. Bila tekanan bola mata naik serabut syaraf ini akan tertekan dan rusak serta mati.
Kematian sel tersebut akan mengakibatkan hilangnya penglihatan yang permanen1,3.
2.8 Klasifikasi
Tabel 2.1 Kalsifikasi Glaukoma9
I. Glaukoma sudut II. Glaukoma sudut III. Glaukoma
terbuka tertutup kongenital
a. Primer
a. Primer dengan a. Primer
b. Normal tensi
b. Berhubungan
pupil blok
glaukoma
b. Glaukoma akut dengan anomali
c. Juvenile
sudut tertutup kongenital
glaukoma
c. Subakut glaukoma Sekunder
sudut terbuka
sudut tertutup
d. Suspek
d. Glaukoma kronik
glaukoma
sudut tertutup
e. Sekunder
e. Sekunder tanpa
pupil blok
f. Sindrom plateau
iris
12
Gambar 7. Aliran humor aquos glaukoma sudut terbuka
Gambar 8 .
diskus optikus
c. Glaukoma Sudut
Tertutup Primer
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi anatomis tanpa
ada kelainan lainnya. Adanya peningkatan tekanan intraokuler karena sumbatan aliran
keluar humor aquos akibat oklusi trabekular meshwork oleh iris perifer.
13
Gambar 9. Glaukoma sudut tertutup
d. Glaukoma Sekunder
Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma sekunder merupakan manifestasi dari
penyakit lain dapat berupa peradangan, trauma bola mata dan paling sering disebabkan
oleh uveitis.
e. . Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan
perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma kongenital seringkali diturunkan.
Pada glaukoma kongenital sering dijumpai adanya epifora dapat juga berupa fotofobia
serta peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma kongenital terbagi atas glaukoma
kongenital primer (kelainan pada sudut kamera okuli anterior), anomali perkembangan
segmen anterior, dan kelainan lain (dapat berupa aniridia, sindrom Lowe, sindom Sturge-
Weber dan rubela kongenital).1
2.9 Diagnosis
Untuk menegakan diagnosis glaukoma tekanan normal perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan seperti berikut :
1. Tekanan Intraokuler, diukur pada masing-masing mata denganmenggunakan metode
aplanasi kontak seperti tonometer Goldman yang diletakkan ke slitlamp dan mengukur
gaya yang diperlukan untukmeratakan luas kornea tertentu. Ada 4 macam tonometer
yang dikenal yaitu, tonometer schiotz, tonometer digital, tonometer aplanasi,
tonometerMackay-Marg. Pengukuran TIO sebaiknya dilakukan pada setiap orangyang
berusia diatas 20 tahun pada setiap pemeriksaan rutin. Tekananintraokuler normalnya
bervariasi antara 10-21mmHg.
14
Gambar 10 . Tonometri schiotz
15
Gambar 11. Lapang Pandang Penderita Glaukoma
Tanpa gejala adanya kelainan, TIO tinggi merupakan tanda atau kemungkinan adanya
glaukoma. Sedangkan, ketika tanda-tanda glaukomaditemukan tanpa adanya peningkatan
TIO, diagnosis kerja dapat dinyatakansebagai GTN .
2.11 Tatalaksana
Menurunkan TIO tidak sepenuhnya menghentikan glaukoma tapi dapat menghambat
progresifitasnya. Penting untuk mengidentifikasi dan mengobati kondisi yang mendasari
kelainan yang terkait dengan GTN, seperti gangguan vaskular, hipotiroidisme, penyakit
autoimun maupun migrain. The Collaborative Normal Tension Glaucoma Study menunjukkan
bahwa 30 persen pengurangan TIO dapat mencegah perkembangan hilangnya lapangan
pandang. Upaya mengurangi TIO dapat dilakukan pengobatan, seperti :
1.Terapi medikamentosa, dapat diberikan secara sistemik ataupun dalam bentuk tetes
mata, jenis obatnya antara lain :
16
A. obat sistemik
Karbonik Anhidrase Inhibitor. Pertama diberikan secara intravena (acetazolamide
500mg) kemudian diberikan dalam bentuk obat minum lepas lambat 250mg 2x sehari.
Agen hiperosmotik. Jenis obat yang tersedia dalam bentuk obat minum adalah
glycerol dan isosorbide sedangkan dalam bentuk intravena adalah manitol. Obat ini diberikan
jika TIO sangat tinggi atau ketika acetazolamide sudah tidak efektif lagi. Untuk gejala
tambahan dapat diberikan anti nyeri dan anti muntah.
B. Obat tetes mata local Beta blocker. Jenis obat yang tersedia adalah timolol,
betaxolol,levobunolol, carteolol, dan metipranolol. Digunakan 2x sehari, berguna untuk
menurunkan TIO.
Miotikum. Pilokarpin 2% pertama digunakan sebanyak 2x dengan jarak 15 menit
kemudian diberikan 4x sehari. Pilokarpin 1% bisa digunakan sebagai pencegahan pada mata
yang lainnya 4x sehari.
Apraklonidin. Merupakan agen alfa2-agonis yang bekerja dengan cara menurunkan
produksi aquos humor dan tidak memberikan efek pada outflow aquos humor. Apraklonidin
0,5% dan 1% menunjukkan efektifitas yang sama dan rata-rata dapat menurunkan tekanan
intraokular 34% setelah 5 jam pemakaian topikal.
2.Terapi operatif
Tindakan operatif yang dapat dilakukan pada pasien glaukoma tekanan normal adalah
dengan trabekulektomi, namun tindakan pembedahan dapat menimbulkan komplikasi, seperti
katarak. Karena itu pembedahan hanya dilakukan jika terapi dengan menggunakan
medikamentosa tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Efek terapi Tidak ada atau hanya sedikit Penurunan TIO > 3 mmHg
2.11 Komplikasi
Kontrol tekanan intraokuler yang jelek akan menyebabkan semakin rusaknya nervus
optikus dan semakin menurunnya visus sampai terjadinyakebutaan.
.
2.11Prognosis
Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditanganidengan baik
secara medis. Apabila obat tetes antiglaukoma dapat mengontroltekanan intraokuler pada
mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik (tapi
penurunan lapangan pandang dapat terus berlanjut secara perlahan walaupun tekanan
intraokuler diturunkan).
2.12 Pembahasan
Berdasarkan dari hasil anamnesa didapatkan keluhan mata kanan kabur. Pasien juga
mengeluh bahwa kaca matanya sudah titak cocok lagi. Pandangan mata pasien sekarang
seperti menyempit.. Sering pasien tidak menyadar bila berpapasann dengan kendaraan lain
ketika mengendarai sepeda motor. Keluhan pasien tanpa disertai mata merah, nyeri ataupun
keluhan mata lainnya. Pasien memiliki riwayat penyakit DM 10 tahun rutin kontrol dan
hipertensi 5 tahun rutin kontrol. Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan tekanan
intraokular pasien 20mmHg ODS, pupil OD disertai spasme dan pada fundus didapatkan
pembesaran CDR 0,6 disertai nasalisasi, lateralisasi dan peripapil hemorhage, sedangkan pada
pupil OS didapatkan pembesaran CDR 0,7 disertai nasalisai dan lateralisasi.
Diagnosa banding pada kasus ini yaitu glaukoma sudut terbuka. pada dasarnya glaukoma
tekanan normal mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer, dan penatalaksanaannya sama-
sama menurunkan tekanan intraokular, sehingga kesalahan pemeriksaan seperti ini kadang
tidak menjadi hal yang begitu penting. Apabila pada pemeriksaan penunjuang yang
direncanakan didapatkan kelainan vaskular maka diagnosis banding glaukoma sudut terbuka
dapat disingkirkan.
Pada Glaukoma tekanan normal diberikan terapi untuk mengurangi tekanan
intraokular dengan Miotikum. Pilokarpin 2% pertama digunakan sebanyak 2x dengan jarak 15
menit kemudian diberikan 4x sehari. Pilokarpin 1% bisa digunakan sebagai pencegahan pada
mata yang lainnya 4x sehari. Apabila dengan medikamentosa tidak berhasil dapat dilakukan
18
tindakan operatif dengan trabekulektomi, namun tindakan pembedahan dapat menimbulkan
komplikasi, seperti katarak. Karena itu pembedahan hanya dilakukan jika terapi dengan
menggunakan medikamentosa tidak memberikan hasil yang memuaskan.
BAB III
STATUS PENDERITA
3.2` Anamnesis
1. Keluhan utama : Kedua mata kabur
2. Riwayat penyakit sekarang : Tn I mengeluh kaca mata lamanya sudah tidak
cocok lagi. Ia juga mengeluhkan pandangan matanya seperti menyempit.
Seringkali tidak menyadari bila berpapasan dengan kendaraan lain ketika
mengendarai sepeda motornya. Tidak ada keluhan mata merah, nyeri dan keluhan
mata lainnya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu : DM 10 tahun rutin kontrol, hipertensi 5 tahun
rutin kontrol
4. Riwayat Terapi : (-)
5. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang pernah sakit seperti ini
sebelumnya
Bulat, sentral, refleks cahaya (+) Iris/Pupil Bulat, sentral, refleks cahaya
(+)
3.4 Resume
Pasien datang dengan keluhan mata kanan kabur. Pasien juga mengeluh bahwa kaca
matanya sudah titak cocok lagi. Pandangan mata pasien sekarang seperti menyempit.. Sering
pasien tidak menyadar bila berpapasann dengan kendaraan lain ketika mengendarai sepeda
motor. Keluhan pasien tanpa disertai mata merah, nyeri ataupun keluhan mata lainnya. Pasien
memiliki riwayat penyakit DM 10 tahun rutin kontrol dan hipertensi 5 tahun rutin kontrol.
Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan tekanan intraokular pasien 20mmHg ODS, pupil
OD disertai spasme dan pada fundus didapatkan pembesaran CDR 0,6 disertai nasalisasi,
lateralisasi dan peripapil hemorhage, sedangkan pada pupil OS didapatkan pembesaran CDR
0,7 disertai nasalisai dan lateralisasi
21
3.7 Penatalaksanaan
Pada Glaukoma tekanan normal diberikan terapi untuk mengurangi tekanan
intraokular dengan Miotikum. Pilokarpin 2% pertama digunakan sebanyak 2x dengan jarak 15
menit kemudian diberikan 4x sehari. Pilokarpin 1% bisa digunakan sebagai pencegahan pada
mata yang lainnya 4x sehari. Apabila dengan medikamentosa tidak berhasil dapat dilakukan
tindakan operatif dengan trabekulektomi, namun tindakan pembedahan dapat menimbulkan
komplikasi, seperti katarak. Karena itu pembedahan hanya dilakukan jika terapi dengan
menggunakan medikamentosa tidak memberikan hasil yang memuaskan.
BAB IV
PENUTUP
22
4.1 Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat dengan ditandai oleh pencekungan
(cupping) diskus optikus dan pengecilan lapang pandang. Glaukoma tekanan normal
merupakan salah satu klasifikasi glaukoma primer dimana terjadi penyempitan lapang
pandang dan terdapat cupping diskus optikus, tetapi tidak mengalami peningkatan tekanan
intraokular , Tekanan normal glaukoma biasanya disebabkan oleh genetik atau adanya
gangguan vaskular pada tubuh. Tekanan intraokular pada glaukoma tekanan normal masih
dibawah 21 mmHg.
Diagnosis dapat ditegakan berdasarkan gejala dan tanda yang ada, dengan berbagai
pemeriksaan yang diperlukan seperti pemeriksaan TIO, pemeriksaan funduskopi dan
pemeriksaan lapang pandang. Prognosis sangat tergantung pada penemuan dan pengobatan
dini. Bila tidak mendapat pengobatan yang tepat dan cepat, maka kebutaan akan terjadi
dalam waktu yang singkat.
4.2 Saran
Pada dasarnya prognosis glaukoma akut baik apabila segera diobati dan tidak terjadi
komplikasi. Bila tidak segera diobati, galukoma akut dapat menyebabkan hilangnya
penglihatan. Diagnosis dan pengobatan dini akan memberikan hasil yang lebih baik, sehingga
diharapkan setiap individu segera memeriksakan matanya apabila terdapat suatu kelainan.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan-Eva, P, Whitcher, JP. Vaughan & Asbury: Oftalmologi umum edisi 17. Jakarta:
EGC; 2009.
2. Ilyas S, Tanzil M, Salamun, Azhar Z. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 2000. hal : 155-72.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal : 172-9,220-4.
4. Kanski J J. Atlas Bantu Oftalmologi. Hipokrates. Jakarta 1992. hal : 51-7.
5. Ilyas S. et all. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Edisi 2.
Sagung Seto. Jakarta. 2001. hal : 254-9.
6. Friedmand NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Ophtalmology. Philadelphia. Elsevier Saunders.
2002
7. Shock JP, Harper RA, Vaughan D, Eva PR. Lensa, Glaukoma. In: Vaughan DG, Asbury T,
Eva PR, editors. Oftalmologi umum. 14 ed. Jakarta. Widya Medika. 1996
8. Wijaya, Nana. Glaukoma. dalam : Ilmu Penyakit Mata, ed. Wijaya Nana, cet.6, Jakarta,
Abadi Tegal, 1993
9. Zorab, RA. American Academy of Ophtalmology. London: San francisco; 2010. p.5
10. Hirano, H. Guidelines for Glaucoma 2nd edition. Tokyo: Japan, Glaucoma society. 2010.
p.10-34
11. Walker HK, Hall WD, Hurst JW. Clinical Methods: the history, physical and laboratory
examination 3rd edition. Placing the Schiotz tonometer on patient’s eye. Boston:
Butterworths; 1990; chapter 118.
12. Morreale, B. Flow of Aqueous Humor. @2000 Bright Focus Foundation
13. Goel M, Picciani RG, et al. Aqueous humor dynamics: A review. Open ophtalmol J.
2010;4:52-59.
14. Ruthanne BS, Duanes. Primary Angel-closure glaucoma, in clinical ophtalmology volume
3, Revised edition, 2004.
15. Lee D. Diagnosis and management of glaucoma in clinical science guide to comprehensive
ophtalmology. Mosby: 2000.
24