BAB II
GINEKOLOGI
1. LEUKORA
dr. Welly Hosea, dr. Ny. Suzanna S.Pakas, SpOGi
BATASAN :
Leukora adalah gejala klinis yang ditandai oleh keluarnya getah vagina atau cairan
vagina yang berlebihan (1,2).
ETIOLOGI : (3)
Fisiologis
Bayi wanita yang baru lahir sampai kira-kira 10 hari
Sekitar manarke
Wanita dewasa yang mendapat rangsangan seksual
Sekitar ovulasi
Penyakit menahun, neurosis, ektropin porsiones uteri.
Patologis: (4,5)
Infeksi :
bakteri : Gardnerrella vaginalis
Nesseria gonorrhoeae
Chlamydia trachomatis
virus : Herpessimplex
jamur : Candida albicans
parasit : Trichomonas vaginalis
Neoplasma
Fistula
271
Benda Asing
Penyebab lain :
psikologi : Vulvovaginitis Psikosomatik
tidak diketahui : Desquamative inflamatory vaginitis
DIAGNOSIS : (4,6)
Anamnesis
Ditanyakan mengenai usia, metode kontrasepsi yang dipakai oleh akseptor KB,
kontak seksual, perilaku, jumlah, bau dan warna leukore, masa inkubasi, penyakit
yang diderita, penggunaan obat antibiotik atau kortikosteroid dan keluhan-keluhan
lain.
Pemeriksaan fisis dan genital
Laboratorium
Pemeriksaan PH Vagina
Penilaian swab untuk pemeriksaan dengan larutan garam fisiologis dan KOH
10%
Pulasan dengan pewarnaan Gram
Pap Smear
Kultur
Biopsi
Test biru metilen
PENATALAKSANAAN :
Tujuan Pengobatan (7)
Menghilangkan gejala
Memberantas penyebabnya
Mencegah terjadinya infeksi ulang
Pasangan diikutkan dalam pengobatan
272
INFEKSI :
Gardnerrella vaginalis. (1,9)
Metronidazole 2 x 500 mg oral selama 7 hari
Metronidazole 2 gram dosis tunggal
Ampisillin 4 x 500 mg oral sehari selama 7 hari
Pasangan seksual diikutkan dalam pengobatan
Ditambah:
Doksisiklin 2 x 100 mg oral selama 7 hari atau
Tetrasiklin 4 x 500 mg oral selama 7 hari atau
Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 7 hari
273
Sistemik
Nistatin tablet 4 x 1 tablet selama 14 hari
Ketokonazol oral 2 x 200 mg selama 5 hari
Flukonazol 150 mg oral dosis tunggal
KEPUSTAKAAN :
1. Soehartono.Vaginosis,Vaginitis Update, Simposium Vaginitis pada Kongres
Obstetri & Ginekologi VI, Ujungpandang.
2. Soedarto M. Fluor Albus, Wahana Medik, II, 1991: 18-23
3. Hutabarat H. Radang dan Beberapa Penyakit Lain pada Alat-alat Genital Wanita
Dalam. Wiknjosastro H., Saifuddin AB, Rachim Hadi T. ed, Ilmu Kandungan,
Edisi Kedua, Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 1994: 269-
313.
4. Nuranna L., Keputihan dan Penatalaksanaannya, Berita OBGIN. 1990, 2:9-14.
5. Barclay DL. Disorder of the Vulva & Vagina in: Benson RC (ed) Current
Obstetri & Gynaecologic Diagnosis & Treatment , 6th edition Appleton & Lange
Norwalk, Connecticut, 1987: 618-28.
6. Aulia A. Keputihan, Suatu Keluhan Pasien dalam Praktek Sehari-hari, Yayasan
Penerbit IDI, 1985.
7. Samil RS. Vaginitis Diagnosis dan Terapi, Vaginitis Update, Simposium Vaginitis
pada Kongres Obstetri & Ginekologi VI, Ujungpandang, 1985.
8. Sarifuddin PK. Tinjauan Etiologi Keputihan dan Pengobatannya,. Majalah Dokter
Keluarga., 1988, 6:396-400
9. Junarso J. Vaginosis Bakterial, dalam: Djuanda A. Djuanda S. Hamzah M., Aisah
S, Ed: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin , Edisi Kedua, Jakarta Balai Penerbit
FKUI, 1993:324-9
276
LEKORE
ANAMNESIS
PEM. FISIS DAN GENITAL
FISIOLOGIK PATOLOGIK
PEM. LABORATORIUM
TIDAK ADA
PENGOBATAN INFEKSI NEOPLASMA FISTULA BENDA PENYEBAB
KHUSUS ASING LAIN
PROTOKOL
BAKTERI PENANGANAN REPARASI BENDA Psikologis,
NEOPLASMA FISTULA ASING Antbiotik
DIKELUARK Kortikosteroid
VIRUS
TERAPI AN Estrogen
SESUAI
PENYEBAB
JAMUR
PARASIT
277
2. DISMENOREA
dr. Albert J. Pangerapan , dr. Maggie Wewengkang, SpOG
DEFINISI :
Dismenorea atau nyeri haid adalah nyeri yang timbul akibat kontraksi disritmik
miomterium dengan satu atau lebih gejala seperti nyeri ringan sampai berat pada
perut bagian bawah, bokong dan nyeri spasmodik pada medial paha.
KLASIFIKASI :
Dismenorea terdiri :
1. Dismenorea primer (Indiopatik)
Kongestive, Spastis
2. Dismenorea sekunder (Agusita)
ETIOLOGI :
Dismenorea Primer :
Berhubungan dengan faktor intrinsik uterus, ketidak seimbangan steroid seks
ovarium tanpa kelainan organik dalam pelvis.
Dismenorea sekunder :
Berhubungan dengan patologi uterus misalnya Endometriosis Leiomioma uteri,
ADR, Cervical Stenosis, Salpingitis, Kista Ovarium, Kelainan bentuk dan letak
uterus.
GEJALA KLINIK :
Dismenorea Primer :
a. Usia lebih muda
b. Timbul segera setelah siklus haid teratur
c. Sering pada Nulipara
d. Nyeri berupa kejang uterus dan spastik
278
e. Nyeri mendahului haid meningkat pada hari pertama atau kedua haid
f. Tidak ditemukan patologi pelvis
g. Hanya terjadi pada siklus haid ovulatorik
h. Mempunyai respons terhadap terapi medikamentosa
i. Pemeriksaan pelvik normal.
Dismenorea Sekunder :
a. Usia lebih muda
b. Cenderung setelah 2 tahun siklus haid teratur
c. Tidak berhubungan dengan paritas
d. Nyeri terasa terus menerus
e. Nyeri pada saat haid meningkat bersamaan keluarnya darah
f. Berhubungan dengan kelainan pelvik
g. Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi
h. Sering membutuhkan tindakan operative
i. Terdapat kelainan pelnik.
PENATALAKSANAAN :
Terdiri :
1. Medikamentosa
2. Operatif
DISMENOREA PRIMER :
Secara umum terdiri :
1. Psikoterapi
2. Medikomentosa antara lain :
a. Penghambat prostaglandin
b. Kontrasepsi hormon oral
c. Antagonis kalsium
d. Perangsang adrenoseptor beta.
279
DISMENOREA SEKUNDER :
Diobati secara kausal
Tergantung sebab organiknya
280
KEPUSTAKAAN :
1. Jacoeb TZ, Endjun JJ, Baziad A. Dismenorea aspek, Patosiologi dan
Penatalaksanaannya. Dalam : Endocrinologi Ginekologi. Edisi I. Kelompok studi
Endokrinologi reproduksi Indonesia, 1993 hal : 71-101
2. Scawarz BE, Dismenorea. Dalam : Duenhoelter JH, Ginekologi. Greenhill, Edisi.
10. Editor Ardrianto P. Cetakan II, penerbitbukan kedokteran EGC, 1989 hal. 110-
144
3. Bassett S. Dysmenorrhea. In : Friedman EA. Obstetrical decesion Making dan
Gynecological Decesion Making The CV. Mosby Company London. 1993. Hal 40-
41.
281
BATASAN :
Penyakit radang panggul adalah penyakit infeksi yang menyerang saluran genitalia
bagian atas yaitu endometrium, tuba, ovarium dan parametrium.(1,2,3)
ETIOLOGI : (1,2,3)
Kuman terbanyak sebagai penyebab adalah :
N. gonorrhoea
C. trachomatis
Kuman lain : E.coli, Enterobacter, S. faecalis, Bacteriodes fragilis,
Peptostreptococcus.
KLASIFIKASI :
Secara klinis penyakit radang panggul dibagi dua yaitu : (2)
1. Penyakit radang panggul akut
2. Penyakit radang pangguk kronis
Berdasarkan rekomendasi Infection Disease Society for Obstetrics and
Gynecology USA, penyakit radang panggul dibagi menjadi : (4)
Derajat I : Radang panggul tanpa penyulit (terbatas pada tuba dan ovarium)
dengan atau tanpa pelvio peritonitis
Derajat II : Radang panggul panggul dengan penyulit (didapatkan massa
radang atau abses pada kedua tuba dan ovarium) dengan atau tanpa
pelvio peritonitis.
Derajat III : Radang panggul dengan penyebaran diluar organ-organ pelvik,
misalnya bases tubo ovarial.
DIAGNOSIS :
282
1. Anamnesis : (1,2,3)
Nyeri perut bagian bawah dan daerah pelvik, bisa bilateral atau unilateral.
Flour albus yang purulen, dapat disertai perdarahan ringan diluar waktu haid.
Gangguan urogenital berupa dispareunia, diuria dan poliuria.
Riwayat sering berganti-ganti pasangan.
Pemakai ADR.
2. Pemeriksaan fisis. (1,2,3)
Febris, sakit kepala, malaise.
Nyeri tekan perut bagian bawah.
Nyeri tekan dan goyang pada serviks.
Daerah adneksa teraba kaku dan nyeri.
Mungkin pula teraba massa dan fluktuasi pada kavum Douglasi.
3. Pemeriksaan laboratorium. (1,3)
Kadang ditemukan adanya leukositosis dengan kecenderungan bergeser ke kiri.
Pemeriksaan apus serviks ditemukan : kuman diplokokkus intraselluler, atau
lekosit PMN
4. Pemeriksaan penunjang :
USGKuldosintesis
Laparoskopi
Laparotomi
Kultur dan tes sensitifitas
Pemeriksaan sitologi, serologi (kenaikan titer antibodi) atau isolasi kultur
jaringan untuk C. trachomatis
5. Endometriosis
PENATALAKSANAAN : (1,2,3,4)
Tergantung berat ringannya penyakit, penderita dapat berobat jalan atau rawat
inap. Antibiotik yang digunakan harus berspektrum luas dan pengobatan paling
sedikit 7-10 hari. Pengobatan juga dilaksanakan pada pasangan penderita.
1. Rawat jalan :
Dilakukan pada penyakit radang panggul derajat I :
a. Keadaan umum baik
b. Suhu < 39o C
c. Nyeri abdomen minimal
d. Leukosit sedikit meningkat
e. Tidak muntah, bising usus (+)
f. Tidak terdapat tanda-tanda peritonitis
Obat-obat yang dapat diberikan :
a. Antibitoik :
i. Ampisilin 3,5 gr sekaligus peroral sehari selama satu hari dan Probenesid 1
gr sekaligus peroral sehari selama satu hari, dilanjtukan ampisilin
4x500mg/hari selama 7-10 hari, atau
ii. Amoksisilin 3gr sekaligus peroral sehari selama 1 hari dan Probeneseid 1
gr sekaligus peroral sehari selama 1 hari, dilanjutkan Amoksisilin
3x500mg/hari selama 7-10 hari atau
iii. Tiamfenikol 3,5 gr sekaligus peroral sehari peroral sehari selama 1 hari,
dilanjutkan 4x500mg/hari peroral selama 7-10 hari, atau
iv. Tetrasiklin 4x500mg/hari peroral selama 7-10 hari, atau
v. Dekosisiklin 2x100mg/hari peroral selama 7-10 hari, atau
vi. Eritromisin 4x500mg/hari peroral selama 7-10 hari, atau
284
vii. Kanamisin 2gr i.m sekaligus selam 1 hari dilanjtukan dengan Tetrasiklin
4x500mg/hari peroral atau Doksisilin 2x100mg/hari selama 10 hari
ditambah Metrodinazol 3x500mg/hari selama 10 hari.
b. Analgetik/antipiretik
Parasetamol atau Metampiron 3x500mg/hari
2. Rawat inap
Dilakukan pada penyakit radang panggul derajat II dan III dengan keadaan :
a. Keadaan umum jelek/sakit berat
b. Suhu 39o C
c. Nyeri abdomen hebat
d. Adanya peritonitis atau tanda-tanda ileus
Penatalaksanaan :
1. Tirah baring total dalam posisi fowler
2. Bila perut gembung/adanya tanda-tanda ileus, pasang nasogastrik tube, pasang
infus dan batasi makanan peroral.
3. Dilakukan kolpotomi dan drainase pada kavum Douglasi bila terisi pus dan
fluktuasi (+).
4. Bila terjadi abses tubo-ovarial terapi konservatif dulu dengan antibiotik
spektrum luas dosis tinggi selama 3 hari atau sampai keadaan baik kemudian
dilakukan laparotomi.
5. Antibiotik yang dapat diberikan :
i. Ampisilin 1 gr/6jam/iv ditambah Gentamisin 1,5-2,5 mg/kgBB/8 jam/iv
dan Metrodinazol 1gr/12jam supositoria selama 5-7 hari atau
ii. Kloramfenikol 500mg/6jamiv ditambag Gentamisin 1,5mg/kgBB/8jam/iv
sampai 48 jam setelah gejala klinis menghilang kemudian dilanjutkan
dengan Doksisiklin 2x100mg/hari atau tetrasiklin 4x500mg/hari selama 10-
14 hari, atau
285
KOMPLIKASI (1,2)
1. Syok septik
2. Infeksi yang berulang (rekuren) dan kronis
3. Infertilitas
4. Hidrosalping
5. Kehamilan tuba (KET)
LAMA PERAWATAN :
Setelah 3 hari bebas panas dan keadaan umum baik, penderita dapat berobat jalan.(2)
286
KEPUSTAKAAN :
1. Baziad A, Rachman IA, Affandi B, Djajadilaga. Penyakit radang panggul
epidemiologi etiologi, pengobatan, komplikasi. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo. Jakarta; 1991
2. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Penyakit radang
panggul. Dalam : Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi. Bagian I.
Jakarta : 1991; 53-6
3. Berek JS, Adhasi EY, Hillard PA. Genitourinary infection and sexually transmitted
diseases. In : Novaks gynecology. 12th ed. California : Williams and Wilkins.
1996; 435-38
4. Lab/UPF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga RSU. Daerah Dr. Soetomo. Radang panggul. Dalam :
Pedoman diagnosis dan terapi rumah sakit umum daerah dr. Soetomo. Surabaya :
1994; 9-13.
287
CURIGA PRP
ANAMNESIS PEM.FISIS
USG
Kuldosintesis
Leukosit Pem.Laboratorium Pem.penunjang Laparoskopi
Apus serviks Laparotomi
Kultur & tes
Sensitivitas
DIAGNOSIS PRP Isolasi, serologi
4. MIOMA UTERI
dr. Abdul Karim, dr. IMS. Murah Mnoe, SpOG
BATASAN :
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak, berbatas tegas, tidak berkapsul, yang berasal
dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri,
leiomioma uteri, atau uterine fibroid.(1)
INSIDEN :
Kurang lebih 10 % dari jumlah seluruhnya penyakit pada alat genital. Di Indonesia
beberapa penulis mendapatkan bervariasi antara 2,39 % - 11,87 % dari tumor
genokoli yang dirawat.(2)
Sebelum perang dunia kedua Remmelts (dikutip oleh Joedosepoetro MS)(2)
mendapatkan untuk bangsa Eropa 4,1 %, Indonesia 4,8 %, Cina 3,2 % dari semua
tumor ginekologi yang dirawat di CBZ Batavia-Centrum.
Sekitar 20-25 % ditemukan pada usia reproduksi, dan meningkat 40 % pada usia
lebih dari 35 tahun.(3)
ETIOLOGI :
Etiologi secara pasti belum dikethaui, tetapi ada korelasi antara pertumbuhan
tumor dengan peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma
uteri, serta adanya faktor predisposisi yang bersifat herediter dan faktor hormon
pertumbuhan (GH) dan Human Placental Lactogen.(3,4)
Mioma submukosa ini dapat tumbuh terus dalam kavum uterus dengan tangkai
sebagai polip. Karena kontraksi uterus, polip dapat melalui kanalis
servikalis dan sebagian kecil atau besar memasuki vagina disebut Mioma
geburt.
Subserosum bila tumbuh kearah luar dan menonjol pada permukaan uterus.
Intraligamenter bila tumor tumbuh diantara lapisan depan dan lapisan
belakang ligamentum latum.
DIAGNOSIS : (2,4,5,6)
1. Anamnesis adanya massa bagian bawah perut dan riwayat perdarahan
290
2. Pemeriksaan
a. Palpasi abdomen, didapatkan tumor di bagian atas pubis atau abdomen
bagian bawah.
b. Pemeriksaan ginekologi dengan pemeriksaan bimanuil didapatkan tumor
tersebut menyatu atau berhubungan dengan rahim.
c. Pemeriksaan penunjang terdiri dari :
Ultrasonografi untuk menentukan jenis tumor dalam rongga pelvis.(2)
Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting bila pasien sudah pasti
dioperasi untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi
ginjal dan perjalanan ureter. (4,7)
Histerografi dan histerskopi untuk menilai pasien mioma submoukosa
disertai dengan enfertilitas.(4)
Laparoskopi mengevaluasi massa pada pelvis.(4)
Laboratorium : Darah lengkap.(4) Urine lengkap, gula darah, tes fungsi
hati, ureum, kreatinin darah.
KOMPLIKASI : (4,6)
Perdarahan sampai terjadi anemi
Torsi
Infeksi
Perubahan keganasan
291
Mengalami degenerasi
Infertilitas
PENATALAKSANAAN :
Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan
ukuran tumor.(4) Dan terbagi atas ; penangan konservatif dan operatif.
1. Penanganan konservatif bila : (1,3,4,5)
Mioma yang kecil pada pra dan postmenopause tanpa gejala
Cara penanganan konservatif sebagai berikut :
Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan
Bila anemi, Hb < 8 gr %, transfusi PRC (packed red cell)
Pemberian zat besi
Penggunaan agonis hormon pelepas gonadotropin (GnRHa) Leuprolid
asetat 3,75 mg intramuskuler pada hari 1-3 menstruasi setiap minggu
sebanyak 3 x.
2. Penanganan operatif bila : (1,2,4,5,6,7)
Unuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu (4,5,7)
Pertumbuhan tumor cepat
Mioma subserosa bertangkai dan torsi
Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
Hipermenorea pada mioma submukosa.(7)
Penekanan pada organ sekitarnya.
KEPUSTAKAAN :
1. Merril. JA, Geosman WT. Lesion of the corpus uteri. In : Danforth. DN, Scott. JR.
Eds. Gynecology, Chicago ; University of Illinois College of Medicine, 1987 :
1073-9
2. Joedosepoetro MS. Tumor-tumor jinak pada alat-alat genital. Dalam :
Prawirodihardjo S, Wiknjosastro H, Sumapraja S, Saifuddin AB eds. Ilmu
Kandungan ed. II. Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka, 1982-92
3. Darmasetiawan MS. Penggunaan padanan agonis hormon pelepas gonadotropin
(GnRHa) pada kasus fibroma uterus. Dalam : Stagas Endokrinologi Reproduksi
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Kumpulan makalah simposium
prakongres. Jakarta ; 27 November 1993 : 1-6
4. Lacey CG. Benign Disorders of the Uterina Corpus. In : Pernoll M, Benson RC.
Eds. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment 6th ed. California ;
Appleton & Lange : 1987 : 657-62
5. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD. Tumor alat
kandungan. Dalam : Ginekologi. Bandung ; Elstar offset ; 1981 : 154-30
6. Jeffcoate SN. Tumors of the corpus uteri. In : Tindal V.R. Principles of gynecology
4th ed. London ; Butterworths, 1980 : 417-30
7. Hibbard. LT. Uterine Myomas. In : Mishell DR, Brenner PF.. eds Management of
Common Problems in Obstetrics and Gynecology. Los Angeles ; Medical
Economics Books, 1993 : 241-3
294
BATASAN :
Tumor jinak ovarium adalah suatu masa berupa pembesaran dari jaringan ovarium
normal tanpa meninjukkan tanda perubahan kearah keganasan.(1)
KLASIFIKASI :
Tunor jinak ovarium terbagi atas :
A. Tumor ovarium Non Neoplastik, terdiri dari (1)
Kista folikel
Kista korpus luteum
Kista lutein
Kista inklusi germinal
Kista endometrium
Kista Stein Laventhal
B. Tumor Neoplastik : (1)
a. Kistik
Kista Ovarium Simpleks
Kista Ovarium Serosum
Kista Ovarium Musinosum
Kista Endometroid
Kista Dermoid
b. Solid
Fibroma, Leiomioma, Fibroadenoma, Papiloma, Angioma,
Limfangioma
Tumor Brenner
Tumor sisa adrenal (Maskulinous-Blastoma)
295
GEJALA KLINIK :
Kebanyakan Tumor ovarium tidak bergejala, sebagian besar gejala adalah akibat
dari pertumbuhan, aktifitas endokrin atau komplikasi tumor, berupa : (1,2,3)
Penonjolan perut, penekanan kandung kencing sehingga menimbulkan
gangguan miksi.
Kolik (Akut abdomen) untuk torsi kista ovarium
Tumor ovarium yang besar : menimbulkan rasa berat diperut, abstipasi, edema
tungkai dan napsu makan menurun, sesak.
Fibroma ovari : 40 % ditemukan asitesis + hidro toraks
DIAGNOSIS : (1,2,3)
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang / tambahan :
Laparoskopi : menentukan asal & sifat tumor
USG : letak, batas, permukaan tumor
Rontgen : hidrotorak atau tidak
kista demoid : kadang ditemukan gigi pada tumor
Pemeriksaan Histopatologi pungsi asites berguna untuk menemukan
penyebab asites apakah tumor ganas atau tuberkulosis peritonium.
PENANGANAN : (1,2,3)
Tumor ovarium yang tidak memberikan gejala atau keluhan dan besar diameter < 5
cm kemungkinan adalah kista folikel atau kista korpus luteum ----- dapat terjadi
pengecilan secara spontan, sikap kita menunggu 2-3 bulan ----- kontrol ulang, bila
terjadi pembesaran pertimbangkan operatif. Tindakan operatif pada tumor ovarium
neoplastik tidak ganas adalah pengangkatan dengan reseksi pada bagian ovarium
yang mengandung tumor, jika tumor ovarium besar dan komplikasi -----
pengangkatan ovarium dan tuba = salpingooforektomi. Pada wanit usia subur
dengan tumor jinak, penting menyisakan jaringan ovarium yang adekuat.
Pengangkatan ovarium saat operasi harus diperiksa untuk menentukan ganas atau
tidak, jika meragukan intra operasi lakukan frozen section.
Bila ganas ------ sesuai tindakan kanker ovarium.
Perlu diingat predisposisi keganasan ovarium adalah tumor jinak ovarium.
KEPUSTAKAAN :
1. Prawirohardjo S., Tumor jinak alat genital dalam ilmu kandungan edisi I, Jakarta ;
Yayasan Bina Pustaka, 1985 : 293-312
2. Martius G., Operasi pada adneksa dalam Bedah ginekologi, alih bahasa Chandra
Sanusi, cetakan II, Jakarta ; Penerbit buku Kedokteran EGC, 1993 : 94-118
3. Benson RC., Pernoll ML., The Ovary and oviducts in Handbook of obstetrics and
gynecology, ninth edition, Newyork, 1994 : 557-565
297
BAB III
ONKOLOGI
BATASAN :
Lesi pra kanker serviks atau biasa disebut juga dengan neoplasia intraepitelial
serviks (NIS) atau lesi intraepitelial serviks (LIS) adalah perubahan atipik dari
proses diferensiasi bertahap epitel kolumner dari skwamosa serviks. NIS dibagi
atas 3 bagian, yakni NIS I (displasia ringan), NIS II (displasia sedang) dan NIS III
(displasia berat). Kegiatannya dibedakan berdasarkan gangguan polaritas sel dan
ketebalan epitel skwamosa yang terlibat (1,2,3,4).
ETIOLOGI :
Penyebab tidak diketahui dengan pasti namun beberapa faktor pencetus disebutkan
antara lain : peradangan kronis (Klamidia, mikoplasma, virus Herpes simpleks tipe
2, virus papiloma, Trikomonas vaginalis), kawin pada usia muda, hubungan
seksual pada usia muda, ganti-ganti mitraseksual, perokok, sperma suami yang
mengandung histone(1,2).
PATOGENESIS :
Serviks mempunyai dua jenis epitel, yakni kolumner dan skwamosa yang
dihubungkan satu sama lain oleh sambungan skwamosa kolumner. Epitel
kolumner akan diganti oleh epitel skwamosa yang baru pada proses metaplasia.
Proses metaplasia terjadi dalam dua periode, yakni masa dinamik yang merupakan
pergantian secara bertahap epitel kolumner dari skwamosa dan masa maturasi yang
merupakan proses diferensiasi dan pematangan dari sel-sel yang sudah mengalami
298
masa dinamis. Pada masa dinamik dengan pengaruh faktor-faktor pencetus dapat
terjadi perubahan atipik, yang secara klinis disebut NIS. NIS bila tidak
ditanggulangi dengan baik akan berlanjut menjadi karsinoma invasif dengan
perjalanan waktu (1,2).
Displasia ringan dan sedang 60 % akan mejelma menjadi karsinoma invasif,
sedangkan displasia berat dan karsinoma insitu sebanyak 75 %. Kira-kira
diperlukan 3 sampai 10 tahun dari karsinoma insitu menjadi karsinoma invasif.
Perkembangan dari displasia ringan menjadi karsinoma insitu kira-kira 5 tahun,
dari displasia sedang 3 tahun dan dari displasia berat 1 tahun. Belum ditemukan
patokan meramlkan NIS mana yang akan berkembang dan mana yang tidak (1,2).
GEJALA KLINIS :
Biasanya pada NIS tidak ditemui gejala, kadang hanya berupa keputihan atau
gejala peradangan lazimnya (1,2,3,4,5,6).
Pada displasia ringan, gangguan polaritas sel dan atipia ringan inti sel terdapat
pada sepertiga tebal epitel, sedangkan pada displasia sedang, gangguan polaritas
sel terdapat pada 1/3 - 2/3 tebal epitel dan atipia sedang terlihat pada inti sel. Pada
displasia berat, polaritas sel sudah terganggu pada seluruh tebal epitel dan
ditemukan atipia berat pada inti sel.
PENATALAKSANAAN :
Penanganan pra kanker serviks harus memperhatikan kondisi penderita secara
individuil. Cara konservatif berupa destruksi lokal sampai pada tindakan
pembedahan merupakan alternatif penatalaksanaannya. Destruksi lokal dapat
berupa bedah krio, elektrokauter, elektrodiatermi radikal, koagulasi dingin dan
evaporisasi laser. Pembedahan dapat berupa eksisi daerah peralihan dengan
diatermi kawat berlubang dan histerektomi bila fungsi reproduksi suadah tidak
diperlukan. (5,6,7)
KEPUSTAKAAN :
299
1. Harahap RE. Tumor ganas pada alat-alat genital. Dalam : Prawiroharjo S. dkk.
Ilmu kandungan. Edisi I. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, L982 : 321-28
2. Harahap RE. Karsinoma serviks uteri. Dalam : Kanker ginekologi. Jakarta : PT
Gramedia, 1984 : 43-78
3. Hatch KD. Cervikal cancer. In : Berek JS, Hacker NF. Practical gynecology
oncology. 2nd ed. Baltimore : Williams & Wilkins, 1994 : 243-83
4. Miller AB. Control of carcinoma cervix by exfoliative cytology screening in :
Copplenson M et al, eds. Gynecology oncology. 2 nd ed. London : Churchill
Livingstone Ltd, 1992 : 543-56
5. Peel KR. Premalignant and malignant disease of the cervix. In : Whitfield CR.
Dewhursts texbook of obstetrics and gynecology for postgraduates. 5th ed. Oxford
: Blackwell Science Ltd, l995 : 717-37
6. Shingleton HM, Orr JW. Screening. In : Cancer of the cervix. Philadelphia : JB
Lippncontt Coy, l995 : 17-35
7. Sianturi MHR. Pra kanker serviks. Dalam : Deteksi dan penenganan pra kanker
genetalia wanita. Edisi I. Jakarta : Balai penerbit FKUI, 1995 :9-l7.
300
BATASAN :
Kanker mulut rahim (KMR) merupakan proses keganasan yang mengenai
permukaan mulut rahim dalam beberapa tingkatan (1,2,3).
ETIOLOGI :
Lihat pada lesi pra kanker serviks.
PATOGENESIS :
Lihat pada lesi pra kanker serviks.
GEJALA KLINIS(4,5)
Keputihan
Perdarahan sentuh
Eriplakia yang mudah berdarah
Ulkus / pertukakan pada porsio
Pada tingkat lanjut : Fistel rektovaginal maupun visovaginal, metastasis
jauh.
DIAGNOSIS :
KMR didiagnosis berdasarkan tes PAP , biopsi kolposkopi, konisasi dan kuretase
endoserviks. Untuk menentukan stadium KMR diperlukan pemeriksaan foto
toraks, BNO dan IVP. Berbagai stadium klinis telah dianjurkan oleh para sarjana,
namun klasifikasi Ifgo (Internatioanl Federation of Gynecology and Obstetrics)
merupakan klasifikasi panutan, yakni (1,2,3).
301
Tingkat Klinik 0 : Karsinoma insitu atau karsinoma intraepitel, membrana basalis masih
utuh.
Tingkat Klinik I : Proses terbatas pada serviks
Ia : Membrana basalis sudah rusak dan sel tumor ganas sudah
memasuki stroma, tetapi tidak melebihi 3 mm, sel tumor tidak
terdapat dalam pembuluh limfe atau pembuluh darah.
Ib.occ : Secara klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma, tetapi pada
pemeriksaan histologi ternyata tumor telah mengadakan invasi
stroma melebihi Ia.
Ib : Secara klinis sudah diduga tumor ganas dan secara histologi
terdapat invasi ke stroma
Tingkat Klinik II : Proses sudah keluar dari serviks dan menjalar ke 2/3 bagian atas
vagina dan atau ke parametrium, tetapi tidak sampai pada dinding
panggul
IIa : Penyebaran ke vagina , parametrium masih bebas dari proses
IIb : Penyebaran ke parametrium.
Tingkat klinik III : Penyebaran telah terjadi ke 1/3 distal vagina atau ke parametrium
sampai pada dinding panggul.
IIIa : Penyebaran ke vagina, proses di parametrium tidak menjadi soal
asal tidak sampai ke dinding panggul.
IIIb : Penyebaran ke parametrium sampai dinding panggul (tidak
ditemukan daerah bebas antara tumor dan dinding panggul) atau
proses pada tingkat I dan II tetapi telah disertai gangguan fungsi
ginjal.proses
Tingkat Klinik IV : Tumor telah mencapai mukosa rektum atau kandung kencing, atau
telah terjadi metastase keluar panggul kecil atau ke tempat jauh.
IV a : Proses sudah keluar dari panggul kecil atau sudah sampai mukosa
rektum atau kandung kencing.
IV b : Telah terjadi penyebaran jauh.
302
PENATALAKSANAAN : (1,2,3)
Penatalaksanaan KMR didasarkan atas stadium klinis dan keinginan dan
mempertahankan fungsi reproduksi (hanya pada stadium I a).
Stadium I a : bila masih ingin anak dilakukan amputasi kerucut secara
radikal, bila tidak ingin punya anak lagi dilakukan
histerektomi total.
Stadium I b dan II a : Histerektomi radikal + adjuvant therapy.
Stadium II b s/d IV a : Kemoterapi dan / atau raditerapi
Stadium IV b : Kemoterapi.
Obat-obat yang dipakai pada kemoterapi (diberikan dalam 5 seri, selang 3-4 minggu)
Premedikasi : Antalgin injeksi
Dipenhydramine injeksi
Dexamethason injeksi
Metochlorpropamide injeksi
Furosemide injeksi
Sitostatika 1. Cisplatinum (50 mg/m2 luas permukaan tubuh) per infus (hari I)
Vincristin (0,5 mg/m2 luas permukaan tubuh) intravenus (hari I)
Bleomycin (30 mg) per infus (hari II)
2. Mitomicin C 40 mg dosis tunggal, dilanjutkan raditerapi.
303
KEPUSTAKAAN :
1. Harahap RE. Tumor ganas pada alat-alat genital. Dalam : Prawirodihardjo S. dkk.
Ilmu kandungan. Edisi I. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, 1982 : 321-28
2. Harahap RE. Karsinoma serviks uteri. Dalam : Kanker ginekologi. Jakarta : PT.
Gramedia, 1984 : 43-78
3. Hatch KD. Cervical cancer. In : Berek JS, Hacker NF. Practical gynecologic
oncology. 2nd ed. Baltimore : Williams & Wilkins, 1994 : 243-83
4. Shingleton HM, Orr JW. Screening. In : Cancer of the cervix. Philadelphia : JB
Lippincott Coy., 1995 : 17 - 35
5. Peel KR. Premalignant and malinant disease of the cervix. In : Whitfield CR.
Dewhursts textbook of obstetrics and gynecology for postgraduates. 5th ed.
Oxford : Blackwell Science Ltd., 1995 : 717 - 37.
304
3. KARSNOMA ENDOMETRIUM
dr. Yusuf Manga, dr. H. A. Djuanna, SpOG
BATASAN :
(1,2)
Karsinoma endometrium adalah suatu keganasan primer pada korpus uteri
ETIOLOGI :
Belum diketahui dengan pasti, diduga ada hubungannya dengan pemberian
(1,2,3,4,5)
estrogen.
Faktor predisposisi : keturunan, obesitas, diabetes melitus, hipertensi, serta
gangguan haid termasuk menopause yang lambat dan siklus anovulatoir. (3,4,5)
GAMBARAN KLINIK :
Gejala klinik karsinoma endometrium berupa :
1. Perdarahan pada postmenopause
2. Piometra pada postmenopause
3. Pada paps smear ditemukan sel-sel endometrium pada waktu postmenopause
yang tanpa gejala.
4. Perdarahan intermenstruasi perimenopause
5. Perdarahan abnormal pada premenopause terutama jika ada riwayat anovulasi
(5)
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan :
Uterus membesar
Asites
Dapat teraba hepar dan omentum pada kasus yang sudah metastasis.
PENENTUAN STADIUM :
Pembagian tingkat klinik menurut klasifikasi FIGO (1,5,6)
Stadium 0 : Karsinoma insitu
Stadium 1 : Karsinoma terbatas pada korpus uteri
305
(2,3,4,5,6)
Pembagian Stadium lain (Figo)
Stadium Ia G123 Tumor terbatas pada endometrium
Stadium Ib G123 Tumor menembus kurang dari setengah bagian endometrium
Stadium Ic G123 Tumor menembus lebih dari setengah bagian endometrium
Stadium IIa G123 Tumor meliputi kelenjar endoserviks
Stadium IIb G123 Tumor menembus Stroma dari serviks
Stadium IIIa G123 Tumor sudah menembus lapisan serosa dan/ atau adneksa, dan/
atau sitologi cairan dalam kavum peritoneal positif.
Stadium IIIb G123 Metastasis ke vagina
Stadium IIIc G123 Metastasis ke pelvis dan/atau kelenjat-kelenjar para aorta
Stadium IVa G123 Tumor sudah menembus vesika urinaria dan/atau mukosa rektum
Stadium IVb G123 Metastasis jauh meliputi kelenjar limfe intraabdominal dan/atau
kelenjar limfe inguinal
DIAGNOSA :
306
DIAGNOSA BANDING :
Diagnosa banding berupa : (1,4)
Leiomioma
Hiperplasia endometrium
Polip endometrium
Polip serviks
Ahtropic vaginitis
Estrogen eksogenous
Neoplasma genital lainnya
PENATALAKSANAAN :
Terapi karsinoma endometrium tergantung dari : stadium klinik, luasnya
penyebaran ke organ sekitar uterus, differensiasi sel, serta derajat invasi tumor
kemiometrium (1) :
Perbaiki fungsi vital, pemberian transfusi darah, antibiotik dan drainase
kavum uteri. (1)
Stadium 0 : Histerektori total
Stadium Ia, Ib : Histerektori total + salpingoooforektomi bilateral
Stadium Ic : Extended histerektomi
Stadium IIa : Histerektomi radikal
307
Untuk stadium I - IIa jika differensiasi jelek diikuti dengan kemoterapi dan
atau radioterapi.
Stadium IIb - IV :
Differensiasi baik : terapi hormonal, Depo provera 900 - 1000 mg,
diberikan 2 kali seminggu dalam 2 bulan.
Differensiasi jelek: kemoterapi/radioterapi.
Kemoterapi yang dipakai disesuaikan dengan obat yang tersedia : (7)
Cisplatinum 50 mg/m2
Endoxan 600 mg/m2
Diberikan interval 3 minggu sebanyak 5 seri
308
KEPUSTAKAAN :
1. Lacey CG. Premalignant and Malignant Disorders of The Uterine Corpus. In:
Pernoll Ml, ed. Current obstetrics gynecologic diagnosis and treatment. Norwalk ;
Appleton and Lange, 1991; 955-65
2. Peel KR. Malignant disease of the uterine body. In: Whitfield CR, eds. Dewhursts
Textbook of Obstetrics and gynaecology for postgraduates. 5th ed. Blackwll
Science, 1995; 747 - 58
3. Disaia PJ, Greasman WT. Adenocarcinoma of the uterus. In: Clinical gynecologys
oncology. 4th ed. St. Louis ; Mosby year book, 1993; 156-93
4. Gant NF, Cunningham FG. Uterine Corpus Cancer. In : Basic gyneology and
obstetrics. 1th ed. Konnecticut; Appleton and Lange, 1993: 231-8
5. Hacker NF. Uterine Cancer. In: Berek JS, hacker NF, eds. Practical gynecologic
oncology, Baltimore; Williams and Wilkins, 1994: 285-326
6. Creasman WT. Weed FC, Carsinoma of endometrium (FIGO stage I and II):
Clinical Features and Management. In: Copleson M, Morrow CP, Tattersal MH,
eds. Gynecologic oncology. New York; Curch II Livingstone, 1992; 775-89
7. Djuanna AA. Karsinoma endometrium bahan kuliah S1. Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Ujung Pandang 1996.
309
4. KARSINOMA OVARIUM
dr. Haryanto Kasy , dr. H.A.Arifuddin Djuanna, SpOG
BATASAN :
Karsinoma ovarium merupakan kumpulan tumor-tumor ganas pada ovarium
dengan histogenesis berasal dari 4 komponen utama ovarium yaitu epithel
permukaan / mesothel, sel germinal, stroma gonad dan jaringan ikat lainnya. (1)
ETIOLOGI :
Belum jelas diketahui (1,2)
Ovarium bertambah tua dalam fungsi, tetapi tak pernah menjadi tua untuk menjadi
kanker. (1)
Faktor-faktor yang dihubungkan dengan karsinoma ovarium (1,2,3) :
Umur, terutama sesudah usia 45 tahun
Ras, terutama kulit putih
Golongan sosial yang lebih tinggi
Wanita tidak kawin
Infertilitas
Nullipara atau kehamilan tertunda diatas usia 30 tahun.
Riwayat keluarga terdapat keganasan ovarium, mamma, colon ataupun
endometrium.
Diet dengan kadar minyak hewan yang tinggi.
Penggunaan talk atau bedak didaerah perineum dan vagina
Bertempat tinggal didaerah industri
GEJALA KLINIS :
Perut membuncit (pembesaran perut dan asites) dan timbul benjolan yang terjadi
dalam waktu relatif cepat. (3)
310
Gangguan pencernaan (rasa tidak enak di perut, mual, gangguan buang air besar,
temesmus), gangguan saluran kemaih (urgensi, polakisuri), nyeri perut, penurunan
berat badan. perdarahan pervaginam. (2,3,4)
DIAGNOSIS :
Keadaan yang kurang menguntungkan bahwa diagnosis karsinoma ovarium
biasanya secara kebetulan. Keluhan dan gejala maupun tanda-tanda klinis tersebut
baru timbul bila penyakit sudah lanjut dan meluas kestruktur intraabdominal. (1,3)
a. Klinis
Dicurigai pada wanita 40 tahun atau lebih dengan riwayat dengan riwayat
gangguan fungsi ovarium berupa menoragia, infertilitas, nulliparitas,
kecenderungan terjadinya abortus spontan.(2) Adanya keluhan rasa tidak enak
diperut yang bersifat menetap dan sulit dijelaskan sebabnya.(2)
Adanya massa tumor didaerah ovarium (pelvis). (2)
Gerakan tumor relatif terbatas karena perlekatan dan terfiksasi. (1)
Permukaan tumor tidak rata / irreguler, kosistensinya sebagian berbeda (padat dan
lunak). (1,2,3) Adanya asites menunjukkan penyakit telah lanjut.
b. Pemeriksaan penunjang. (1,2,3,4)
Tes Pap
Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine lengkap
uji fungsi hati
uji fungsi ginjal
Pemeriksaan petanda tumor : Cancer Antigen 125 (CA 125)
Carcino Embrionic Antigen (CEA)
Alfafetoprotein (AFP)
Pemeriksaan radiologis : foto toraks,
BNO - IVP
Barium Enema.
c. Pemeriksaan sonografi pelvis. (2,3,4)
311
Tindakan ini dilakukan bila dipandang perlu untuk lebih meyakinkan hasil
pemeriksaan klinis.
Untuk melihat struktur organ ovarium secara jelas, digunakan USG teknik
transvaginal atau USG tehnik Doppler warna.
d. Pungsi abdomen. (5)
Pre operatif bila perlu, dilakukan pungsi pemeriksaan klinis dan sitologis
membedakan asites maligna dan asites lainnya.
e. Histopatologi. (5)
Pemeriksaan histopatologi dari hasil pembedahan digunakan untuk penentuan
definitif adanya keganasan, derajat diferensiasi, luas penyebaran keganasan
untuk penentuan stadium.
Sediaan potong beku hanya untuk menentukan ada tidaknya keganasan.
PENATALAKSANAAN :
1. Pembedahan
Pemilihan jenis pembedahan pada karsinoma ovarium tergantung pada
umur penderita, stadium dan jenis serta derajat histologis. (1,2)
Jenis pembedahan pengangkatan tumor yang menjadi standar pembedahan :(2,5,6)
a. Pembedahan radikal : Histerektomi total / + salpinooforektomi bilateral
+ omentektomi
b. Pembedahan konservatif : Ooforektomi unilateral
312
PENYULIT : (1,5)
Pra bedah : Hipoalbuminemia (hipoproteinemia), asites permagna, efusi
pleura.
Selama bedah : Perdarahan, cedera usus, vesika urinaria, ureter.
LAMA PERAWATAN :
Pra bedah : 3-5 hari sebelum pembedahan untuk konsultasi dan persiapan
usus terlebih dahulu.
Selama bedah : 7-14 hari perawatan luka operasi dan pemberian kemoterapi
ajuvan bila memnuhi persyaratan.
MASA PEMULIHAN :
Tanpa penyulit dapat istirahat dirumah selama 1 bulan setelah operasi.
KEPUSTAKAAN :
1. Berek JS, Fu YS, Hacker NF. Ovarian cancer. In : Berek JS, Adashi EY, Hillard
PA, eds. Novas gynecology. 12th ed.
2. Berek JS. Ephitelial ovarian cancer. In : Berek JS, Hackers NF, eds. Practical
gynecologic oncologic. 2nd ed. Baltimore : Williams & Wilkins, 1994 : 327 - 75
3. Barber HRK. Cancer of the ovary. In : Nagel JRV Jr. Barber HRK, eds. Modern
concepts of gynecologic oncologic. Massachusets : John Wright PSG Inc, 1982 :
239 - 75
4. Zucker PK. Ovarian carcinoma. In : Friedman EA, ed. Gynecological decision
making. Philadelphia : The C.V. Mosby Company, 1983 : 160 - 61
5. Gersenson DM. Epithelial ovarian cancer. In : Copeland LJ, Jarnell JF, Mc Gregor
JA, eds. Textbook of gynecology. Philadelpsia : W.B. Saunders Company, 1993 :
1046-83
314
6. Rutledge FN. Surgical treatment of ovarian cancer. In : Thompson JD, Rock JA,
eds. Te Lindes operative gnecology. 7nd ed. Philadelphia : JB. Lippincott
Company, 1992 : 1303-24
BATASAN :
Penyakit trofoblas ganas adalah tumor ganas yang berasal dari trofoblas. (1)
DIAGNOSIS :
Diagnosis penyakit trofoblas ganas secara kilinis ditegakkan berdasarkan : (2)
a. Anamnesis :
Perdarahan yang terus menerus setelah evakuasi mola/kehamilan
sebelumnya.
Bila terjadi perforasi uterus, ditemukan adanya keluhan nyeri perut.
Bila ada lesi metastasis, maka dapat ditemukan gejala hemoptoe, melena,
sakit kepala, kejang dan hemiplegia.
b. Pemeriksaan fisis :
Uterus besar dan iraguler
Dapat terlihat adanya lesi metastasis di vagina / organ lain.
Ditemukan kista lutein bilateral yang persisten.
c. Pemeriksaan penunjang :
Ditemukan kadar - hCG yang menetap atau meninggi.
Pada foto toraks dapat terlihat adanya lesi metastasis
USG pelvis, hati dan ginjal untuk melihat adanya metastasis
Bila ada metastasis di hati maka dapat ditemukan gangguan fungsi hati
Sken otak (CT-Scan) bila ada indikasi kelainan sarat
315
STADIUM :
Stadium I : Bila proses masih terbatas di uterus
Stadium II : Bila sudah ada metastasis ke pelvis dan vagina
Stadium III : Bila sudah ada metastasis ke paru-paru
Stadium IV : Bila sudah ada metastasis ke otak, hati, saluran pencernaan dan ginjal
PENILAIAN :
Penanganan penyakit trofoblas ganas tergantung stadium dan hasil skoring (risiko
rendah, sedang dan tinggi).
Berdasarkan penentuan stadium diatas, maka stadium I dianggap sebagai
kelompok risiko rendah, dan stadium IV sebagai risiko tinggi.
Stadium II dan III ditentukan apakah tergolong risiko rendah, sedang dan berat
berdasarkan skoring.
Untuk menghitung apakah penderita tergolong risiko rendah, sedang atau tinggi,
lihat tabel skoring pada lampiran.
Bila nilai total : 4 = risiko rendah
5-7 = risiko sedang
8 = risiko tinggi
NILAI
0 1 2 4
Umur (tahun) 39 > 39
Kehamilan sebelumnya mola abortus aterm
Interval antara kehamilan sebelum <4 4-6 7-12 > 12
nya dengan saat dimulainya
Kemoterapi (bulan)
hCG (IU/liter) < 103 103-104 104-105 >105
Golongan darah (ABO) O atau A B atau AB
Ukuran tumor yang terbesar <3 3-5 >5
termasuk uterus (cm)
Tempat metastasis limpa ginjal sal.cerna hati otak
Jumlah metastasis 1-3 4-8 >8
316
TERAPI :
Bila tergolong risiko rendah, maka diberikan kemoterapi tunggal, sedang bila
tergolong risiko sedang dan tinggi diberikan kemoterapi kombinasi.
Stadium I :
Jika pnderita tidak menginginkan anak lagi, maka histerektomi dengan adjuvant
kemoterapi tunggal merupakan pengobatan yang utama.
Bila penderita masih menginginkan anak, maka diberikan kemoterapi tunggal
Kemoterapi tunggal tsb. adalah :
a. Methotrexate (MTX) : dosis : 10 - 20 mg/m IV/IM tiap hari selama 5 hari
diulang tiap 2 - 3 minggu, jika dalam 2 minggu tidak ada tanda-tanda depresi
sum-sum tulang / kelainan darah (Hb, leukosit, trombosit) maka segera
diberikan seri berikutnya.
b. Actinomycin D (ACT.D) : dosis : 12 g / kg.bb/IV tiap hari selama 5 hari
diulang tiap 2 - 3 minggu, jika tidak ada depresi sum-sum tulang. Kemoterapi
diberikan sampai kadar - hCG dalam darah menjadi normal, kemudian
dilanjutkan 1 - 2 seri lagi.
Jika kadar -hCG meningkat atau menetap setelah pemberian sitostatika sebanyak
1 seri, maka dianggap resisten / tidak dilanjutkan lagi untuk seri berikutnya,
kemudian diganti dengan kemoterapi kombinasi.
Penderita stadium I harus :
Kontrol -hCG tiap minggu sampai normal tiga minggu berturut-turut
kemudian dilanjutkan setiap bulan sampai normal 12 kali berturut-turut.
Menggunakan kontrasepsi selama evaluasi.
Stadium IV :
Semua penderita stadium IV diberi kemoterapi kombinasi sama dengan yang
tergolong risiko tinggi.
Pemantauan penderita stadium IV berupa :
Pemeriksaan kadar -hCG setiap sampai mencapai kadar normal 3 minggu
berturut-turut.
Pemeriksaan kadar -hCG dilanjutkan setiap bulan sampai kadar normal 24
bulan berturut-turut.
KEPUSTAKAAN :
1. Harahap RE. Penyakit trofoblas ganas. Dalam : Kanker ginekologi. Jakarta : PT.
Gramedia, 1984 : 97
2. Djuanna A, Lukas E, Budi A. Penatalaksanaan penyakit trofoblas gestasional di
bagian Obstetri dan Ginekologi FKUH. Ujung Pandang 1996.
3. Burket H, Hendrich K. Selected schedules of theraphy for for malignant tumours
edisi 7. Asta Medica Incology, 1992
319
BAB IV
ENDOKRINOLOGI
1. AMENORE
dr. Adjardiana Idrus, dr. Nuraini Abidin,dr. Maggie Wewengkang, SpOG
DEFINISI :
Amenorea adalah tidak terjadinya haid. (1)
Amenorea primer: wanita tidak pernah haid. (1)
Amenorea sekunder: wanita yang tidak haid minimal 6 bulan yang
sebelumnya mempunyai siklus haid normal. (1,2)
Baziad dkk mendefinisikan: (3)
Amenorea primer : wanita yang belum pernah haid meskipun usia di atas 18 tahun.
Amenorea sekunder: pernah haid kemudian tidak haid selama 3 bulan
1. AMENOREA PRIMER
a. Etiologi : (1)
Hipotalamus
a) Sindrom Kallman
b) Tumor atau trauma
c) Amenorea hipotalamus
d) Anoreksia nervosa
Hipofise
b. Tumor
Gonad
a) Kromosom
(1) Sindrom Turner XO
320
III. Pengobatan :
Tergantung penyebab dan keinginan penderita.(2)
Tujuan pengobatan meliputi (2)
1. Membantu wanita mencapai perkembangan fisik yang normal
2. Kesuburan
a. Gangguan gonad dan anomali genital berat
Untuk kesuburannya sangat sedikit yang dapat dikoreksi baik obat-obatan
maupun pembedahan.
Terapi estrogen pengganti : untuk maturasi organ seks sekunder.
Pembedahan (2,4)
Koreksi kelainan organik (Sindrom Mayer-Kuster-V-R)
322
B. AMENOREA SEKUNDER
I. Etiologi : (1)
1. Gangguan eksternal : kekurusan oleh penyakit, obat-obatan, gangguan
hormonal (DM, adrenal, tiroid)
2. Gangguan hipotalamus : anoreksia nervosa, stres, trauma emosional,
latihan berat
3. Gangguan hipofise :
Tumor (hiperprolaktin)
Kegagalan (penyakit) sindrome Sheehan
4. Gangguan ovarium : ovarium polikistik, menopause prematur, kastrasi
(operasi, kemoterapi, radiasi).
5. Gangguan uterus : kehamilan, sindrom asherman, histerektomi
6. Gangguan serviks : hilangnya kanalis servikalis pada operasi, kauterisasi,
konisasi biopsi.
KEPUSTAKAAN :
1. Lachelin G. CL. Amenorrhoe. Introduction to Clinical Reproductive
Endocrinology 1st ed. London : Butterworth Heinemann, 1991; 61-67.
2. Jewelewicz R. Therapy of Amenorrhoea. In Frajese G, Steinberger E, Rodriguez
RL &, Reproductive Medicine medical therapy. Italy : Excerpta Medica, 1989.
3. Surjana EJ, Baziad A. Pemeriksaan dan penanganan Amenorea. Dalam : Baziad A,
Jacoeb TZ, Surjana HZ, Alkaf HZ., Endokrinologi Ginekologi ed 1. Jakarta :
KSERI, 1993, 35-56.
4. Speroff L, Glas RH, Kase NG. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility
5th ed. USA: Williams P. Wilkins, 1994, 401-446.
5. Tan SL, Chong R, Thong PW, Jen SW, Salmon YM Chem C, Current Comcepts in
the Investigation and treatment of Amenorrhoea.
325
AMENOREA SEKUNDER
Hiperprolaktin Diabetes
PENDAHULUAN :
Wanita dalam kehidupannya tidak luput dari adanya siklus haid normal yang
terjadi secara siklik. Hampir semua wanita pernah mengalami gangguan haid
semasa hidupnya. Gangguan ini dapat berupa siklus haid yang memanjang atau
memendek, maupun perdarahan abnormal yang berkepanjangan.(1) Peristiwa ini
dapat terjadi setiap saat dalam kurun waktu antara menars dan menopause.(2)
Seperti kita ketahui bahwa siklus haid diatur oleh 2 faktor yaitu : (3,4)
1. Faktor fungsi endokrin reproduksi yang normal dalam hal ini poros
hipotalamus-hipofisis dan ovarium
2. Faktor fungsi anatomi genitalia yang normal dalam hal ini uterus, ovarium,
tuba dan vagina
DEFINISI :
Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal
(lamanya, frekuensi, jumlah) tanpa ditemukan kelainan organik dan hematologi
melainkan hanya akibat gangguan fungsi mekanisme kerja poros hipotalamus -
hipofisis - ovarium dan target organnya dalam hal ini endomterium.(2,3,4,5)
ANGKA KEJADIAN :
Dari penelitian para ahli dinyatakan bahwa angka kejadian cukup tinggi, karena
hampir terjadi pada semua wanita. Tetapi karena sebagian PUD pulih sendiri tanpa
327
pengobatan, yang tercatat hanyalah PUD berat yang seringkali mencapai keadaan
gawat darurat.(1,3)
Gangguan ini paling sering ditemukan pada usia perimenars dan
perimenopause dan merupakan 10% dari seluruh kunjungan ginekologik. Sekitar
4% berusia kurang dari 20 tahun, 39% berusia diatas 40 tahun dan sisanya berada
pada usia reproduksi. Kejadian PUD pada usia kurang dari 20 tahun sesungguhnya
jauh lebih besar daripada yang dilaporkan, hal ini disebabkan oleh adanya
keengganan pada wanita usia perimenars untuk menjalani pemeriksaan.(1,2,3,5)
PATOFISIOLOGI :
PUD dapat terjadi pada siklus haid yang berovulasi (ovulatorik) maupun yang
tidak berovulasi (anovulatorik) atau pada keadaan folikel yang persisten. (3,4,6)
PUD pada siklus ovulatorik, lebih kerap terjadi pada usia reproduksi, perdarahan
dapat terjadi pada pertengahan haid, atau perdarahan bercak pra dan pasca haid dan
perdarahan akibat gangguan pelepasan endometrium. Perdarahan yang disebabkan
oleh :
a. Fase proliferasi yang memendek
b. Fase proliferasi yang memanjang
c. Insufisiensi korpus luteum
d. Aktivitas korpus luteum yang memanjang.(3,4)
PUD pada siklus anovulatorik, sering dijumpai pada masa perimenopause dan
massa reproduksi. Dasar dari perdarahan yang terjadi pada siklus anovulatorik ini
adalah karena tidak terjadinya ovulasi, maka korpus luteum tidak terbentuk.
Dengan sendirinya akan terjadi kadar progesteron yang rendah dan estrogen yang
berlebihan. Karena estrogen yang tinggi, maka endometrium mengalami proliferasi
berlebihan (hiperplasi). Dengan rendahnya kadar progesteron, maka tebalnya
endometrium tersebut tidak diikuti dengan terbentuknya penyangga yang baik,
kaya pembuluh darah dan kelenjar. Jaringan ini rapu, mudah melepaskan bagian
permukaan, dan menimbulkan perdarahan. Perdarahan disatu tempat baru sembuh,
328
DIAGNOSIS :
Untuk menegakkan diagnosis pasti PUD, harus disingkirkan : (2,3,4)
Kelainan organik
Gangguan hematologi (faktor perdarahan)
Tahap pemeriksaaan sbb :
1. Anamnesis
Riwayat penyakit perlu diketahui usia menars, siklus haid pascamenars, begitu pula
jenis, lama dan jumlah darah haid, serta keadaan emosi penderita.(1,2,4)
329
Adanya nyeri sering menunjukkan adanya patologi lain, sedangkan bekuan darah
menandakan perdarahan yang cukup banyak.(1)
2. Pemeriksaan fisis
2.1. Umum
Keadaan umum penderita diperiksa berdasarkan perdarahan yang terjadi. Sebab
lain yang mungkin berhubungan dengan perdarahan juga perlu dicari, seperti
tanda hipo/hipertiroid, kelainan hematologis atau pembesaran organ-
organ.(1,2,4)
2.2. Ginekologis
Kelainan genitalia interna perlu dicari, seperti erosi, radang, tumor atau
keganasan, dan infeksi. Penderita dengan himen yang utuh (belum menikah)
diperiksa melalui rektum (rectal toucher) dan apabila mungkin disertai
dengan vaginoskopi.(1,2,4)
3. Pemeriksaan penunjang
3.1. Pemeriksaan laboratorik
Pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hemostasis diperlukan menilai
kelainan hematologis.(1,2,4)
Biopsi endomterium dilakukan ketika terjadi perdarahan diperlukan untuk
pemeriksaan histopatologis dan pemeriksaan hormonal membantu untuk
melihat kelainan hormonal yang mendasari PUD.(1,4)
3.2. Penentuan ovulasi
Penentuan siklus ovulatorik atau anovulatorik merupakan hal yang penting
pada penanganan PUD. Keadaan ini dapat dinilai dengan beberapa cara
pemeriksaan : Suhu basal badan (SBB), Sitologi serial usap vagina, biopsi
endometrium, uji pakis dan peneraan hormonal serum (FSH, LH, Estradiol,
Progesteron dan Prolaktin.(1,2,4)
Selain itu gangguan fungsi dari organ endokrin ekstra gonad terkadang perlu
juga dinilai, yaitu adrenal,tiroid dan pankreas.(1,2)
PENATALAKSANAAN
330
Pengobatan lain :
a. Pemakaian penghambat sintesis prostaglandin
Biasa dipakai asam mefenamat 3x500 mg/hari selama 3 - 5 hari terbukti mampu
mengurangi perdarahan atau naproksen dengan dosis 3x500 mg selama 3 hari
dengan hasil yang sama.(1)
b. Pemakaian antifibrinolitik
331
Sediaan yang ada untuk keperluan ini adalah asam aminokaproat dan asam
traneksamat, dosis yang diberikan adalah 4x1 - 1,5 gr/hari selama 4 - 7 hari.(1)
Pengobatan operatif
Jenis pengobatan ini mencakup :
1. Dilatasi dan kuretase
Dilatasi dan kuretase merupakan tahap yang ringan dari jenis pengobatan operatif
pada PUD. Untuk tujuan menghentikan perdarahan, tindakan kuretase ternyata
berhasil mengatasi keadaan pada 40 - 60 % kasus PUD.(2)
2. Ablasi endometrium dengan laser
Pada tindakan ketiga lapisan endomterium diablasikan dengan cara vaporasi
neodymium YAG laser. Endometrium akan hilang permanen sehingga penderita
akan mengalami henti haid yang permanen pula.(1)
3. Histerektomi
Tindakan histerektomi harus memperhatikan usia dan paritas penderita. Pada
penderita muda, tindakan ini merupakan pilihan terakhir. Sebaliknya pada
penderita perimenopause atau menopause, histerektomi harus dipertimbangkan
bagi semua kasus perdarahan yang menetap atau berulang. Selain itu
histerektomi juga dilakukan untuk PUD dengan gambaran histologis
endometrium hiperplasia atipik dan kegagalan pengobatan hormonal maupun
dilatasi kuretase.(1)
Pengobatan hormonal ini diberikan untuk tiga siklus haid, jika gagal setelah
diberikan tiga siklus dan ovulasi tidak terjadi, maka dilakukan pemicuan ovulasi.1,2
KEPUSTAKAAN :
1. Kadarusman Y., Jacoeb TZ., Baziad A. Perdarahan uterus disfungsional kronik
pada masa reproduksi : Aspek patofisiologi dan pengobatan dengan progesteron.
MOGI 1993 ; 19 : 67-81
2. Baziad A., Jacoeb TZ., Surjana EJ. Pengobatan perdarahan uterus disfungsional.
Dalam : Baziad A., Jacoeb TZ., Surjana EJ, Alkaff Z. ed. Endokrinologi ginekologi,
Edisi I. Jakarta : Kelompok Studi Endokrinologi Reproduksi Indonesia (KSERI)
Bekerjasama dengan Media Aesculapius, 1993 : 61 - 9
3. Rachman LA. Pengobatan perdarahan uterus disfungsional. Dalam : Affandi B, ed.
Gangguan haid pada remaja dan dewasa. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1990 : 59-
75
4. Jacoeb TZ., Racman LA., Soebijanto, Surjana EJ. Panduan endokrinologi
reproduksi. Jakarta : Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI / RSCM, 1985 : 27 - 30
5. Saifuddin AB., Utama H. Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi. Jakarta
: Balai Penerbit FKUI, 1991 : 78 - 80
6. Abadi A, Sukaputra B, Waspodo D., dkk. Pedoman diagnosis dan terapi RSUD dr.
Soetomo. Surabay : Lab/UPF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK.
UNAIR, 1994 : 79 - 82
7. Dysfunctional uterine bleeding. Schering AG : 9
8. Suastino T. Pengalaman pengobatan 22 kasus perdarahan uterus disfungsional
dengan progesteron (linestrenol). Dalam : Suryana EJ, Moeloek FA., Gadroen W.,
ed. Kumpulan makalah simposium terapi progesteron. Manado : PTP VI POGI
1989 : 37-49 .
333
BATASAN :
Terapi penggantian hormon (THP) adalah pemberian hormon estrogen atau
kombinasi estrogen dengan progestogen/androgen untuk pengobatan atau
pencegahan keluhan-keluhan yang ditimbulkan akibat kekurangan hormon
pengganti. (1)
INDIKASI :
Keadaan yang merupakan indikasi pemberian hormon (THP) seperti :
Wanita dengan keluhan yang berhubungan dengan kekurangan estrogen seperti
(2,3,4)
KONSULTASI :
Spesialis Penyakit Dalam subdivisi kardiovaskuler
Spesialis Syaraf
Spesialis Jiwa
Spesialis Bedah Tulang
PENATALAKSANAAN :
Pemeriksaan dasar sebelum pemberian TPH.(1,3)
Anamnesis
Pemeriksaan : tekanan darah, berat badan, pemeriksaan ginekologik, payudara
Pap Smear
USG ginetalia intern
Laboratorium :
1. Fungsi hati : SGOT, SGPT
2. Fungsi ginjal : ureum, kreatinin
3. Gula darah : puasa, pos prandial
4. Lipid : HDL, LDL, kolesterol total
5. Hormonal : FSH
Mamografi
Densitometri.
Jenis estrogen yang dianjurkan adalah estrogen alamiah dengan cara pemberian
melalui : oral, trandermal, vaginal atau implan subkutan.(1,3,5,9,11,12) dan yang lebih
diutamakan pemberian secara oral. (2)
Jenis progestogen yang dianjrukan adalah progestogen alamiah dengan cara
pemberian melalui : oral, intramuskuler.(1,9)
Beberapa jadwal pemberian TPH
Kombinasi sekuensial (25 hari) : estrogen diberikan selama 25 hari dengan
progestogen diberikan selama 12 hari terakhir (hari ke 14-25) dan 5 hari bebas
tidak minum obat diindikasikan untuk wanita dengan uterus
Kombinasi sekuensial (30 hari) : estrogen diberikan selama 30 hari dengan
progestogen diberikan selama 12 hari pertama (hari 1012) diindikasikan untuk
wanita tanpa uterus, diberikan 12 hari terakhir pada wanita dengan uterus.
Kombinasi kontinyu : estrogen dan progestogen diberikan setiap hari dan
kontinyu diindikasikan pada wanita pascamenopause dengan atau tanpa
uterus.(1,2,3,5,9,11)
Cyclephasic : estrogen diberikan kontinyu selama 30 hari dengan progestogen
diberikan 3 hari dalam seminggu (Jumat, Sabtu, Minggu) atau setiap 3 hari.
Progetogen harus selalu diberikan minimal 10 hari dalam sebulan.(2)
Perlunya diberikan progetogen dalam TPH untuk wanita yang tanpa uterus oleh
karena progetogen berperan dalam mempertahankan densitas tulang, mengurangi
terjadinya adenokarsinoma pada wanita dengan riwayat endometriosis, mengurangi
efek estrogen yang meningkatkan kadar trigliserida.(11)
Efek samping.(13)
Estrogen : nyeri payudara, perdarahan banyak, sakit kepala, leukorea, pruritus
berat.
Progetogen : restensi cairan, perdarahan tidak teratur, penambahan berat badan
Kontrol selama penggunaan TPH.(1)
Bulan 1 : keluhan pengobatan :
336
KEPUSTAKAAN :
1. Baziad A, Hestiantoro A, Soebijanto S. Menopause dan terapi hormon pengganti
Pokja Endokrinologi Reproduksi PB POGI, Jakarta, 1997 ; 2-9
2. Palacios S. Managing the perimenopause. Dibawakan pada KONAS X POGI di
Padang, 1996 ; 1-38
3. Davey DA. The menopause and Climacterium. In : Whitfield CR, ed. Dewhurts
Textbook of Obstetrics and Gynaecology for Graduates. Fifth edition. London :
Blackwell Sciense, 1995 ; 609-41
4. Baziad A, Hestiantoro A, Sujana E, Alkaff Z. Terapi hormon pengganti (THP)
dengan seks steroid (estrogen-progeteron). Dalam : Baziad A, Hestiantoro A,
Affandi B, Soebijanto S, eds. Panduan Menopause dan Terapi Hormon Pengganti
(THP). Pokja Endokrinologi Reproduksi PB POGI, Jakarta, 1997 ; 619-40
5. Dawwod MY. Menopause In : Copeland LJ, Jarrel JF, Mc Gregor JA, eds.
Textbook of Gynecology. Tokyo : W.B. Saunders Company, 1993 ; 619-40
6. London SN, Hammond CB. The Climacteric. In : Scott JR, Disaia PJ, Hammond
CB, Spellacy WN, eds. Danforths Obstetric and Gynaecology. Sixth edition.
Philadelphia : J.B. Lippincot Company, 1990 ; 853-74
7. Sastrawinata S. Gangguan pada masa bayi, kanak-kanak, pubertas, klimakterium
dan senium. Dalam Wiknyosastro H, Saifuddin BA, Rachimhadi T, eds. Ilmu
kandungan. Edisi ke 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, 1994 ; 237-45
8. Baziad A, Rahman IA. Klimakterium dan menopause. Dalam : Baziad A, Jacoeb
TZ, Sujana EJ, Alkaff Z, eds. Endokrinologi Ginekologi. KSERI. Jakarta, 1993 ;
147-54
9. Hurd WW. Menopause. In : Berek JS, Adashi EY,, Hillard PA, eds.. Novaks
Gynecology. Twelfth edition Hongkong : Williams and Wilkin , 1996 ; 981-1011
10. Baziad A, Santoso BI, Jasoparwiro MJ. Terapi Hormon Pengganti (THP) dan
sindroma urogenital. Dibawakan pada PIT X POGI. Ujung Pandang, 1997 ; 1-7
338
11. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Menopause and postmenopausal hormone therapy.
In : Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Fifth edition. Baltimore :
Williams & Wilkin, 1994 ; 583-649
12. Baziad A, Hestiantoro A, Alkaff Z. Adakah indikasi terapi hormon pengganti
(THP) pada wanita menopause ?. Dalam : Baziad A, Hestiantoro A, Affandi B,
Soebijanto S, eds. Panduan Menopause dan Terapi hormon pengganti (THP).
Pokja Endokrinologi Reproduksi PB POGI, Jakarta, 1997 ; 1-10
13. Baziad A. Penanggulangan masalah akibat menopause dan hormon replacement
therapy (HRT). Dibawakan pada Kuliah Umum KONAS IV PERKENI. Ujung
Pandang, 1997 ; 1-6
14. Anonim. MIMS, Indonesia, IIMS, Vol. 2. 1997
15. Brosur obat
339
PENCEGAHAN / PENGOBATAN
KONTROL
ANAMNESIS
PEM. FISIS
PEM. PENUNJANG
1 BULAN
3 BULAN
6 BULAN
12 BULAN
SETIAP 1 - 2 TAHUN
340
4. ENDOMETRIOSIS
dr. Nusratuddin, dr. John Rambulangi, SpOG
BATASAN
Endometriosis didefenisikan sebagai ditemukannya jaringan endometrium diluar
cavum uteri yang memberikan respons secara parsial terhadap perubahan estrogen
dan progesteron yang dihasilkan oleh ovarium (1).
ETIOPATOGENESIS
Etiologi maupun patogenesis endometriosis belum diketahui dengan jelas.
Beberapa teori tentang etiopatogenesis yang dikemukakan antara lain (2,3,4):
Teori menstruasi retrograde
Teori implantasi
Teori sisa embrional
Teori metaplasia selomik
Teori penyebaran hematogen
Teori hormonal
Teori imuonologik
LOKALISASI
Berdasarkan lokasi tempat maka endometriosis dibagi atas (1,2,3):
Endometriosis interna (adenomiosis)
Endometriosis Tuba
Endometriosis ovarium
Endometriosis Vagina
Endometriosis retro servikalis (kavum Douglasi)
Endometriosis Ekstra vaginalis (usus, vesika urinaria, paru-paru, umbilikalis)
GAMBARAN KLINIK
341
(1)
menderita endometriosis . Hubungan antara endometriosis ringan sampai sedang
belum begitu jelas. Namun endometriosis berat disertai perlengketan dan distorsi
anatomik pada organ genital akan jelas menyebabkan infertilitas (8).
KLASIFIKASI
Klasifikasi penting artinya untuk menetapkan cara pengobatan yang tepat atau
untuk evaluasi hasil pengobatan. Beberapa jenis klasifikasi endometriosis yang
telah diusulkan namun yang banyak digunakan adalah yang diusulkan oleh
American Fertulity Society (AFS) (Tabel 1) (9,12).
DIAGNOSIS
Diagnosis endometriosis dapat ditegakkan berdasarkan (1,6):
1. Anamnesis
Persangkaan endometriosis dipikirkan jika didapatkan adanya keluhan nyeri
haid yang disertai atau tidak dengan infertilitas.
2. Pemeriksaan dalam vagina atau rektal
Didapatkan adanya nodul-nodul pada daerah kavum Douglasi dan daerah
ligamentum sakrouterina yang nyeri. Bisa teraba adanya kista endometriosis
pada adneksa.
3. USG
Pada pemeriksaan USG bisa didapatkan adanya massa kistik pada adneksa atau
untuk melihat bercak endometriosis dalam miometrium (adenomiosis).
4. Laparoskopi
Pemeriksaan laparoskopi merupakan pemeriksaan yang utama untuk
menentukan diagnosis pasti endometriosis pada rongga pelvik. Dengan
laparoskopi akan nampak semua lesi-lesi endometritik termasuk lesi yang
minimal.
343
PENANGANAN
Tujuan utama pengobatan endometriosis adalah untuk mencegah/mengurangi
nyeri, mencegah progressifitas penyakit, dan pemulihan kesuburan (6,7,10,11,12,13,15).
1. Pengobatan Medis
Pengobatan medis terdiri dari obat-obat hormonal dan analgetik. Pemberian obat
hormonal biasanya pada endometriosis ringan. Jenis sediaan hormonal yang
tersedia adalah:
Pil KB (pil kombinasi) selama 6-12 bulan.
Tablet MPA 50-100mg/hari selama 6-12 bulan.
Danazol 200mg-800mg/hari selama 6-9 bulan.
GnRh analog (Lupron Depot) 3,75mg/bulan selama 6 bulan.
Pada endometriosis ringan dengan keluhan nyeri dan belum ingin anak, maka bisa
diberikan obat analgetik seperti anti inflamasi non steroid atau anti
prostaglandin.
2. Pengobatan Bedah
Pada endometriosis derajat berat dan luas maka pembedahan merupakan pilihan
utama.
Bebeapa jenis pembedahan dibawah ini:
Laparoskopi: Reseksi
Ablasi
Koagulasi
Laparotomi untuk mengangkat kista endometriosis.
Pengobatan bedah dengan mempertahankan fungsi reproduksi disebut bedah
konservatif. Jika bedah konservatif ataupun pengobatan hormonal gagal
sedangkan fungsi reproduksi tak diinginkan lagi maka dilakukan bedah
definitif seperti histerektomi total dan salpingoooforektomi bilateral.
ENDOMETRIOSIS REKUREN
INFERTIL NYERI
ANALGETIK
PROGNOSIS
Harus ditekankan bahwa pengobatan endometriosis hanya bersifat mengurangi
keluhan dan tidak menghilangkan penyakit(13). Angka rekurensi endometriosis
dilaporkan cukup tinggi yaitu mencapai 29-51% setelah pengobatan hormonal dan
(15)
7-47% setelah bedah konservatif . Pada endometriosis dengan infertilitas tanpa
perlengketan dan kelainan anatomik, maka tingkat kehamilan spontan sangat baik.
Demikian juga endometriosis sedang maupun berat paska pengobatan hormonal/
bedah, tingkat kehamilan cukup tinggi (12).
345
KEPUSTAKAAN :
1. Halme J. Endometriosis and infertility. In: Infertility a practical guide for the
physician. 3 rd edition. Cambridge: Blackwell scientific publications; 1992: 136-
150
2. Markham SM. Extrapelvic endometriosis. In: Thomas EJ, Rock JA, eds. Modern
approach to endometriosis. Dordrecht: Kluwer academic publisher; 1991: 151-165
3. Goldstein DP. In: Weiss G, ed. Endometriosis: Nature and recognation. Proceeding
of the endometriosis symposium, 1985: 5-28
4. Donnez J,Nisolle M,Casanas-Roux F. In: Shaw RW, ed. Endometriosis:
Pathogenesis and pathophysiology .Carnforth: The parthenon publishing group;
1990: 11-29
5. WardlePG, Hull MGR. Is endometriosis a disease?. Bailleres Clin Obstet
Gynecol, 1993: 4:673-698
6. Baziad A, Kadarusman Y,Affandi B. Panduan penanganan endometriosis (Draft).
Pokja endokrinologi reproduksi PB POGI. Jakarta, 1997
7. Way LW. Gynecology. Current surgical diagnosis and treatment. 10 th edition.
London: A lange medical boo; 1994: 985-988
8. Bayer SR, Seibel MM. In: Seibel MM, ed. Infertility: A comprehensive text.
London; Appleton and Lange, 1990: 111-128
9. Canis M, Wattiez A, Pouly JL. Classification of endometriosis. Bailleres Clin
Obstet Gynecol, 1993;4:759-774
10. Wingfield M and Healy DL. Endometriosis: Medical therapy. Bailleres Clin
Obstet Gynecol, 1993;4:813-838
11. Magos A. Endometriosis: Radical surgery. Bailleres Clin Obstet Gynecol,
1993;4:849-63
12. Baziad A, Jacob TZ,Basalamah. Dalam: Baziad A, Jacob TZ,Surjana EJ, eds.
Endokrinologi reproduksi. Jakarta: KSERI; 1991: 118-137
346
BAB V
KESEHATAN REPRODUKSI MANUSIA
1. PIL KONTRASEPSI
dr. Setia Budi, dr.Ny. IMS. Murah Manoe, SpOG
BATASAN :
Pil kontrasepsi adalah hormon steroid yang dipakai untuk keperluan kontrasepsi
dalam bentuk pil(1)
Macam-macam
1. Pil oral kombinasi (POK)
Mengandung estrogen dan progestin(2,3,4)
2. Pil Mini :
Pil ini hanya mengandung progestin saja(2,3,4)
Norgestrel(2,3)
Levonogestrel (3,4)
Desogestrel (3,4)
Gestoden(3,4)
POK mempunyai 2 kemasan (4)
Kemasan 28 hari dan 21 hari
Kemasan 28 hari : 7 pil tersebut (digunakan selama minggu terakhir
pada setiap siklus) tidak mengandung hormon wanita, sebagai
pengganti pil tersebut mengandung besi atau zat inert. 7 pil
terakhir ini membantu pasien untuk membiasakan diri minum pil
setiap hari.
Kemasan 21 hari : seluruh pil dalam kemasan ini mengandung
hormon. Interval tujuh hari tanpa pil akan menyelesaikan satu
kemasan (dengan demikian mendahului permulaan kemasan baru)
pasien mungkin akan mengalami haid selama 7 hari tersebut, tetapi
pasien harus memulai siklus pil barunya pada hari ke-7 setelah
menyelesaikan siklus terdahulunya biarpun datang atau tidak. Jika
pasien merasa bahwa mungkin hamil, pasien harus memeriksa diri.
Jika pasien yakin ia minum pil dengan benar, pasien dapat
mengulangi pil tersebutsesuai jadual tersebut walaupun haid tidak
terjadi.
Mekanisme kerja POK (2,3,4)
Menghambat ovulasi (2,3,4)
Absolut :
1. Tromboplebitis atau dengan tromboemboli
2. Sebelumnya dengan tromboplebitis atau tromboemboli
3. Kelainan serebrovaskuler atau penyakit jantung koroner
4. Diketahui atau diduga karsinoma mammae
5. Diketahui atau diduga karsinoma endometrium
6. Diketahui atau diduga neoplasma yang tergantung pada estrogen
7. Perdarahan abnormal dari genitalia yang tidak diketahui sebabnya
8. Adenoma hepar, karsinoma atau tumor-tumor jinak hepar
9. Diketahui atau diduga hamil
10. Gangguan fungsi hati
11. Tumor hati yang ada sebelum pemakaian pil kontrasepsi atau
produk lain yang mengandung estrogen
Relatif :
1. Sakit kepala / migrain
2. Disfungsi jantung / ginjal
3. Diabetes gestasional / prediabetes
4. Hipertensi
5. Depresi
6. Varises
7. Umur > 35 tahun, perokok berat
8. Fase akut Mononucleosis
9. Penyakit sickle cell
10. Asma
11. Kolestasis selama kehamilan
12. Hepatitis atau mononukleosis tahun yang lalu
350
Keuntungan POK :
1. Sangat efektif sebagai kontrasepsi (2,4)
2. Resiko terhadap kesehatan sangat baik(4)
3. Tidak mengganggu hubungan seksual (4)
4. Mudah digunakan(4)
5. Mudah dihentikan setiap saat (4)
6. Mengurangi perdarahan waktu haid(2,3)
7. Mengurangi insiden gangguan menstruasi(2,3)
8. Mengurangi insiden anemia difisiensi besi (2,3)
9. Mengurangi insiden kista ovarium(2,3)
10. Mengurangi insiden tumor jinak mammae(2,3)
11. Mengurangi insiden karsinoma, endometrium(2,3)
12. Mengurangi insiden infeksi radang panggul(2)
13. Mengurangi insiden osteoporosis(2)
14. Mengurangi insiden rheumatoid artritis(3)
15. Mengurangi insiden kehamilan ektopik(2)
Kerugian (4) :
1. Mahal
2. Penggunaan pil harus :
Minum pil setiap hari
Jika lupa akan meningkatkan kegagalan
3. Perdarahan bercak dan breakthrough bleeding pada beberapa
pasien
351
Bila anda lupa minum 1 pil sebaiknya minum pil tersebut segera
setelah anda ingat walaupun harus minum 2 pil pada hari yang
sama.
Bila anda lupa pi 2 atau lebih sebaiknya 2 pil tiap hari sampai
terkejar, juga sebaiknya anda gunakan metode KB yang lain atau
tidak melakukan hubungan seksual sampai anda telah
menghabiskan paket pil tersebut.
Setiap kali anda tidak minum pil akan meningkatkan kemungkinan
hamil
Bila pasien tidak mendapat 2 atau lebih siklus haid sebaiknya
datang ke klinik untuk memeriksakan kehamilan.
Bila pasien lupa terus minum pil atau sering putus minum pil,
sebaiknya pasien dianjurkan menggunakan metode kontrasepsi yang
lain.
Efektifitas :
Pil kombinasi 99,9% efektifitas jika digunakan secara benar(4)
PIL MINI :
Mini pil kadang-kadang disebut juga pil masa menyusui(4)
Dosis progestin dalam mini pil lebih rendah dibanding dosis pil kombinasi
(4) (3)
dosis progestin yang digunakan adalah 0,5mg atau kurang , karena
dosisnya kecil maka mini pil diminum setiap hari pada waktu yang sama(5),
selama siklus haid bahkan selama haid(4)
Keuntungan :
Sangat efektif apabila digunakan secara benar(3,4)
Tidak mempengaruhi ASI (3,4)
Nyaman, gampang digunakan (4)
Tidak mengganggu hubungan seksual (4)
354
(4)
Kerugian :
Mahal
Menjadi kurang efektif bila menyusui berkurang
Breaktfrough bleeding Perdarahan bercak, amenorea dan haid tidak
teratur
Harus diminum setiap hari (bila lupa diminum kemungkinan hamil)
Gejala khusus (yang berhubungan atau tidak berhubungan dengan
penggunaan mini pil)
Nyeri kepala
Perubahan mood
Penambahan / penurunan berat badan
Payudara menjadi tegang
Nausea
Pusing
Dermatitis atau jerawat
Hiersutisme (pertumbuhan rambut/bulu berlebihan di daerah muka)
- sangat jarang
Bagi wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik, mini pil tidak
menjamin akan melindungi dari kejadian kista ovarium di masa mendatang
Tidak melindungi terhadap PMS, HBV, atau HIV / AIDS
Indikasi kontra :
1. Wanita yang usianya lebih tuda dengan perdarahan yang tidak diketahui sebabnya.(3,4)
2. Ada riwayat kehamilan ektopik sebelumnya(3)
3. Diketahui atau dicurigai hamil dari anamnesis, gejala, tanda atau kehamilan (+) (4)
4. Benjolan di payudara atau dicurigai kanker payudara (4)
5. Gangguan tromboemboli aktif (bekuan di tungkai, paru atau mata) (4)
6. Ikterus, penyakit hati aktif atau tumor hepar jinak / ganas (4)
355
KEPUSTAKAAN :
1. Saifuddin AB. Kontrasepsi. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edidi I. Jakarta. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. 1991 : 915-21
2. Pernoll LM, Benson CR. Contraception. In : Benson CR, Pernoll LM, Handbook
of Obstetrics and Gynecology. 9th ed. New York McGraw - Hill International Inc,
1993 : 627-48
3. Cunningham FG. MacDonald CP, Grant FN, Leveno JK, Gilstrap CL. Family
Planning. In : Williams Obstetrics. 19th ed. New Jersey. Pratice - Hall International
Inc. 1993 : 1321 - 40
4. Saifuddin AB, Djajadilaga, Afandi B, Bimo, Kontrasepsi Oral. Dalam : Buku
Acuan Nasional Pelayanan Keluarga Berencana. Edisi I. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1996 : 8-25 - 8-35
5. Speroff L, Glass RH, Kase NG, Oral Contraception. In : Clinical Gynecologic
Endocrinology and Infertility. 5th ed. Baltimore. Williams and Wilkins. 1994 :
715-63
357
2. SUNTIKAN HORMONAL
dr. Benyamin Rapa, dr. John Rambulangi, SpOG
BATASAN :
Suntikan hormonal adalah hormon steroid yang dipakai untuk keperluan
kontrasepsi dalam bentuk suntuikan.(1,2,3)
2. Net-En : 0 - 0,4 %
3. DMPA 25 mg + Estradiol sipionat 5 mg : 0,0 %
Bila lebih dari batas-batas tersebut diatas, masih boleh dipakai dengan syarat :
Tidak ada dugaan hamil
Harus memakai cara lain selama 2 minggu berikutnya, misalnya kondom
Pemeriksaan ginekologis yang teliti sangat dianjurkan, antara lain untuk
menyingkirkan adanya kehamilan.
Dosis :
DMPA : 150 mg tiap 12 minggu
NEE : 200 mg, 4 suntikan pertama tiap 8 minggu kemudian
sesudahnya tiap 12 minggu
DMPA + Estradiol sipionat : DMPA 25 mg dan Estradiol sipionat 5 mg tiap 4
minggu
Cara penyuntikan :
Secara intra-muskuler dalam
Tanpa diurut-urut bekas suntikannya.
Tempat penyuntikan : Di daerah muskulus gluteus maximus atau muskulus
deltoideus.
KEPUSTAKAAN :
1. Saifuddin AB. Kontrasepsi. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta. Yayasana
Bina Pustaka Sarwono, Prawirohardjo, 1991 : 915 - 21
2. Saifuddin AB, Djajadilaga, Afandi B, Bimo, Kontrasepsi Suntik Dalam : Buku
Acuan Nasional Pelayanan Keluarga Berencana. Edisi I. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiohardjo. 1996 : 10-1 - 10-27
3. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Suntik KB. Dlama : Informasi
Aspek Medis Alat Kontrasepsi Lingkaran Emas. Jakarta, 1992 : 26-9
4. Hartanto H. Kontrasepsi Hormonal. Dalam : Keluarga Berencana dan
Kontrasepsi. Edisi Pertama, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1994 : 77 - 13
5. Mishell DR. eds. Infertlity Contraception & Reproductive Endocronology. Third
edition, California, 1991 : 872 - 93
6. Moeljono ER, Perbandingan Kontrasepsi Suntikan Bulanan Cyclofem dan HRP
102. Tesis. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK. UNHAS. Ujung Pandang, 1993.
362
3. NORPLANT
dr. Rahmat Landahur,dr. Retno B. Farid, SpOG
BATASAN :
Jenis kontrasepsi implant, terdiri dari 6 kapsul silastik (polydimethyl silaxone)
masing-masing berisi 36 mg Levonorgestrel suatu sintetik progestin dalam bentuk
kristal kering dimana ujung-ujungnya ditutup dengan silastic medical grade
adhesive dengan diameter 2,4 mm dan panjang 3,4 centimeter.(1)
INDIKASI : (1,2)
Wanita yang sudah punya anak dan tidak ingin hamil dalam waktu 5 tahun atau
tidak ingin anak lagi tetapi tidak mau mengalami kontap
Tidak cocok dengan estrogen dan ADR.
Reaksi alergi
Infeksi
KEPUSTAKAAN :
1. Badan koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Pelatihan penyegaran IUD,
Implant. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Pelayanan IUD dan Implant. Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 1993 ; 42-95
2. POGI, BKKBN, Departemen Kesehatan, PKMI, JHPIEGO. Kontrasepsi Susuk
dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Keluarga Berencana. NRC-POGI bekerja
sama Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, Jakarta, 1992 ; 905-933
3. Affandi B. Kontrasepsi dalam Ilmu Kebidanan. Edisi ke 3. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1992 ; 905-933
4. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Materi Konseling AKBK (Alat
kontrasepsi Bawah Kulit) Norplant. Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional, Jakarta 1990 ; 1-33
5. Leiras, Norplant Alat kontrasepsi Bawah kulit. Informasi Produk dan
Pemasangan/Pencabutan. PT Djaja Bima Agung Jakarta ; 1-33.
6. Hartanto H. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
1994; 158-169
7. Soehartono DS, Harsono R. Penelitian Pencabutan Norplant oleh Dokter dan
Paramedis pada 700 kasus di 4 Daerah Tingkat II Jawa Timur. Surabaya : Lab.
Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK. UNAIR, 1993 ; 1-57.
367
LANGKAH PEMASANGAN :
1. Periksa apakah lengan klien telah dicuci bersih dengan sabun dan air.
2. Tentukan tempat pemasangan pada bagian dalam lengan atas, 8-10 cm dari lipatan
siku.
3. Beri tanda pada tempat pemasangan dengan pola yang telah disediakan.
4. Periksa kelengkapan alat dan keenam kapsul implan.
Tindakan Pra Pemasangan :
5. Cuci tangan dengan air sabun, keringkan dengan kain bersih.
6. Pakai sarung tangan steril atau yang telah di desinfeksi tingkat tinggi.
7. Usap tempat pemasangan dengan larutan antiseptik.
8. Pasang kain penutup (doek) steril.
9. Suntikkan anestesi lokal 0,3-0,5 cc tepat dibawah kulit pada tempat insisi yang
telah ditentukan, sampai kulit sedikit menggelembung.
10. Teruskan penusukan jarum kurang lebih 4 cm, dan suntikkan masing-masing 1 cc
diantara pola pemasangan nomer 1 dan 2,3 dan 4,5 dan 6 (uji efek anestesinya).
Pemasangan Kapsul Implan :
11. Buat insisi dangkal selebar 2 mm dengan skalpel (dapat juga dengan menusukkan
trokar langsung secara subdermal).
12. Masukkan trokar melalui insisi dan sambil mengungkit kulit, tusukkkan trokar dan
pendorongnya sampai batas tanda 1 (pada pangkal trokar) tepat berada pada luka
insisi.
13. Tarik pendorong keluar dan masukkan kapsul Implan ke dalam trokar (dengan
tangan atau dengan pinset).
14. Masukkan kembali pendorong dan dorong kapsul sampai terasa ada tahanan .
15. Tahan pendorong dengan satu tangan , dan tarik trokar keluar sampai mencapai
pangkal pendorong.
368
16. Tarik trokar dan pendorongnya secara bersama-sama sampai batas tanda 2 (pada
ujung trokar) terlihat pada luka insisi, ujung trokar harus tetap berada dibawah
kulit.
17. Fiksasi ujung kapsul implan yang telah terpasang (dengan jari), arahkan ujung
trokar untuk memasang kapsul berikutnya sesuai dengan pola yang dibuat.
18. Trokar hanya dicabut setelah kapsul terakhir dimasukkan.
19. Raba kapsul untuk mengetahui ke enam kapsul implan telah terpasang dalam
deretan seperti kipas.
20. Raba daerah insisi untuk mengetahui seluruh kapsul berada jauh dari insisi .
Tindakan pasca pemasangan :
21. Dekatkan ujung-ujung insisi dan tutup dengan band aid .
22. Beri pembalut tekan.
23. Bila jarum dan tabung suntik dengan larutan klorin untuk dekontaminasi dan
rendam semua alat-alat yang sudah dipakai ke dalam larutan klorin.
24. Buang benda-benda habis pakai pada tempat yang sudah ditentukan.
25. Buka sarung tangan dan rendam dalam larutan klorin.
26. Cuci tangan dengan sabun dan air, dengan kain bersih.
LANGKAH PENCABUTAN :
1. Periksa apakah lengan klien dicuci dengan sabun dan air.
2. Tentukan tempat pencabutan dengan meraba kapsul implan .
3. Periksa kelengkapan alat untuk pencabutan implan .
Tindakan pra pencabutan :
4. Cuci tangan dengan air sabun, keringkan dengan kain bersih .
5. Pakai sarung tangan steril atau telah didesinfeksi tingkat tingkat tinggi.
6. Usap tempat pencabutan dengan larutan antiseptik .
7. Pasang kain penutup (doek) steril.
8. Tindakan pencabutan dengan menggunakan teknik U atau teknik baku.
a. Tindakan pencabutan dengan teknik U :
369
Jepit ujung kapsul yang sudah dibersihkan dengan klem lain, tarik keluar
dan taruh pada tempat yang berisi larutan klorin 0,5 %.
Tindakan pasca pencabutan :
9. Setelah sehuruh kapsul tercabut, hitung kembali jumlah kapsul untuk memastikan
bahwa keenam kapsul telah tercabut dan perlihatkan pada klien
10. Rapatkan kedua tepi luka insisi dan tutup dengan band-aid.
11. Beri pembalut tekan.
12. Bilas jarum dan tabung suntik dengan larutan klorin untuk dekontaminasi dan
rendam semua alat-alat yang sudah dipakai ke dalam larutan klorin.
13. Buang benda-benda habis pakai pada tempat yang sudah ditentukan .
14. Buka sarung tangan dan rendam dalam larutan klorin.
15. Cuci tangan dengan sabun dan air, dan keringkan dengan kain bersih.
KEPUSTAKAAN :
POGI, JHPIEGO, BKKBN. Pelatihan Penyegaran IUD, Implan, Panduan Pencegahan
Infeksi untuk Pelayanan IUD dan Implan. Cetakan Pertama. POGI, JHPIEGO,
BKKBN. Oktober 1994: 32-40
371
BATASAN
ADR adalah alat yang terbuat dari polietilen dengan atau tanpametal/steroid dan
ditempatkan dalam rongga rahim.(1)
JENIS ADR
Dimasa lampau ADR dibuat dalam berbagai bentuk dan bahan berbeda-beda, saat
ini ADR yang tersedia di seluruh dunia hanya 3 tipe saja (1) :
Inert, dibuat dari plastik (Lippes Loop) atau baja antikarat (The Chinese Ring).
Mengandung tembaga, CuT 380 A, CuT 200 C, Multiload (ML Cu 250 dan
375) dan Nova T.
Mengandung hormon steroid : seperti Progesteron dan Levonorgestrel.
MEKANISME KERJA
Mekanisme kerja yang pasti dari ADR belum diketahui(2,3).
Beberapa mekanisme kerja ADR telah dikemukakan (1,2,3) :
Timbulnya reaksi radang lokal non spesifik di dalam rongga rahim sehingga
implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu. Munculnya lekosit
polimorfonuklear, makrofag, foreign body giant cells, sel mononuklear dan sel
plasma yang mengakibatkan lisisnya spermatozoa / ovum dan blastokis.
Produksi lokal prostaglandin meninggi, menyebabkan terhambatnya
implantasi.
Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba fallopii.
Immmobilisasi spermatozoa saat melepati kavum uteri.
Gangguan / terlepasnya blastokis yang berimplantasi pada endometrium.
372
EFEKTIFITAS
Penelitian ADR secara acak oleh multisenter internasional, angka rata-rata hamil
dengan rumus Pearl per 100 per tahun(3) :
Progesterone-releasing 0.2
Copper T 380 A 0.5
Multiload 375 0.6
Copper 220 C 0.9
Nova T 1.2
Multiload 250 1.7
Copper T 200 2.5
Lippes Loop D 2.8
373
KERUGIAN (3)
Sebelum pemasangan ADR, perlu periksa dalam dan menyingkirkan adanya
infeksi saluran genitalia.
Dapat meingkatkan risiko Penyakit Radang Panggul (PRD)
Perlu prosedur pencegahan infeksi sewaktu pemasangan dan pencabutan
Bertambahnya darah haid dan rasa sakit selama bulan pertama
Klien tak dapat mencabut ADR sendiri
Tidak melindungi klien terhadap PMS, AIDS/HIV
ADR dapat keluar dari rahim melalui kanalis servikalis hingga ke luar ke
vagina.
Bertambahnya risiko mendapat PRP pada pemakai ADR yang dulu pernah
menderita PMS atau punya banyak pasangan seksual.
INDIKASI : (4,5,6,7)
374
ADR merupakan metode kontrasepsi yang cocok untuk wanita dengan satu atau
lebih ciri seperti dibawah ini :
Menyukai metode kontrasepsi yang efektif, berjangka panjang, tetapi belum
menerima metode permanen saat ini.
Menyukai metode yang praktis (tidak perlu metode barrier atau menelan pil
setiap hari).
Punya anak satu atau lebih
Sedang menyusui dan ingin memakai kontrasepsi
Tidak suka metode kontrasepsi hormonal
Wanita perokok berat ( 15 batang rokok sehari), umur 35 tahun
Berisiko rendah mendapat PMS.
HATIHATI : (4,5,6,7)
ADR tidak boleh dipasang pada keadaan di bawah ini :
Dugaan hamil
Sedang atau sering terkena infeksi panggul (gonorea, chlamedia) atau servisitis
dengan cairan mukopurulen
Menderita keputihan berbau dari saluran serviks/gonorea atau servisitis
chlamedia.
Perdarahan vagina yang belum diketahui sebabnya.
KEPUSTAKAAN :
1. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Alat konntrasepsi dalam rahim (AKDR).
Dalam : Panduan pelayanan KB IDI. Jakarta : PB IDI, 1988 : 37-59
2. Chan C, et al. Intrauterine contraception. In : Fathalla MF, Rosenfiled A, Indriso C,
eds. Family planning. New York : The Parthenon Publishing Group Inc., 1990 :
85-109
3. WHO. Contraceptive methods. In : Contraceptivemethod mix guidelines for policy
and service delivery. Geneva : World Health Organization, 1994 : 14-47
4. Waspodo D, dkk. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). Dalam : Saifuddin AB,
Djajadilaga, Affandi B, Bimo, eds. Buku acuan nasional pelayanan keluarga
berencana. Jakarta : NRC POGI-Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo,
1996 : (9); 1-54
5. McIntosh N, Kinzie B, Blause A. Pemasangan dan pencabutan AKDR. Dalam :
Angsar I. Panduan AKDR untuk program pelayanan keluarga berencana.
Blatimore : JHPIEGO, 1993, (7); 1-11
378
BATASAN :
Kontap pada wanita adalah setiap tindakan pada kedua tuba Fallopii untuk
membatasi keturunan atas permintaan suami istri secara sukarela.(1)
PERSIAPAN PRE-OPERATIF :
Meliputi : (4)
1. Persetujuan tindakan medik
2. Anamnesia calon akseptor meliputi riwayat penyakit :
a. Penyakit-penyakit pelvis
b. Adhesi / perlengketan
c. Pernah mengalami operasi abdominal / operasi pelvis
d. Riwayat Diabetes melitus
e. Penyakit paru-paru : Asma, bronkitis, emfisema
380
f. Obesitas
g. Pernah mengalami masalah dalam anestesia
h. Penyakit-penyakit perdarahan
i. Alergi
3. Pemeriksaan fisik
4. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah : Hb, leukosit, eritrosit, trombosit, waktu pembekuan,
waktu perdarahan, LED
b. Pemeriksaan urin : sedimen, reduksi, albumin
c. Pap smear : bila diperlukan
d. Jika perlu test kehamilan dan pemeriksaan lain sesuai hasil yang diperoleh
pada no. 2 dan 3
5. Pemeriksaan foto toraks
6. Konsultasi untuk pemberian anestesi
7. Calon akseptor baik rawat jalan maupun rawat inap : puasa mulai tengah
malam sebelum hari operasi, atau sekurang-kurangnya 6 jam sebelum operasi
dan lakukan klisma.
INDIKASI :
Di Indikasi bagi PUS yang : (3)
1. Sudah memiliki jumlah anak cukup dan tidak ingin menambah anak lagi
2. Beresiko tinggi untuk hamil berikutnya
a. Hernia umbilikalis
b. Pernah mengalami operasi abdomen
Jaringan parut yang luas
Perlekatan-perlekatan abdominal
c. Inflamasi pelvis yang akut atau kronis
d. Obesitas yang ekstrim
e. Lain-lain :
Hipertensi
Massa dalam pelvis
Diabetes melitus yang itdak terkontrol
Penyakit-penyakit perdarahan
Keadaan gizi yang sangat buruk
Anemia berat
SAAT TUBEKTOMI :
Dilakukan pada saat : (1,2,3,4)
1. Bersamaan dengan seksio sesar
2. Pasca persalinan : dalam waktu 48 jam dan hari ke 7 setelah persalinan
3. Bila dilakukan diantara hari ke 3 dan ke 7 setelah persalinan, maka perlu
dilindungi dengan antibiotika
4. Pasca keguguran dalam waktu :
Bersamaan suatu keguguran
1 minggu setelah keguguran
5. Masa interval : antara 2 interval haid, sebaiknya setelah haid
6. Bersamaan dengan tumor ginekologi lainnya
382
KOMPLIKASI :
A. Komplikasi saat anestesi(1)
Anestesi umum :
Kelainan pernapasan : hipoksia, hiperkapnia, pneumotoraks
Kelainan kardiovaskuler : hipotensi, hipertensi, aritmia, henti jantung
Kelainan gastrointestinal : regurgitasi isi lambung sehingga
menyebabkan aspirasi paru.
Anestesi lokal :
Toksisitas akibat kelebihan obat anestesi lokal
Reaksi alergi
B. Komplikasi pada saat tindakan (1)
1. Perforasi rahim
2. Perlukaan kandung kencing
3. Perlukaan usus
4. Perdarahan mesosalping
5. Infeksi lokal maupun peritonitis
KEPUSTAKAAN :
1. Panduan Pelayanan Kontrasepsi Mantap Wanita. Perkumpulan Kontrasepsi
Mantap Indonesia (PKMI), Desember 1995, hal 4,5,56-8
2. Affandi B. Kontrasepsi. Dalam buku Ilmu Kebidanan Edisi ketiga Yayasana Bina
Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, Jakarta 1995, hal 924-5
3. BAhan kuliah Keluarga Berencana dan Kontrasepsi Bagian Obgin Fakultas
Kedokteran UNHAS
4. Hartanto H. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, Edisi Pertama, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta 1994, hal 218-19
5. Moeloek FA, Muhiman M. Kontrasepsi mantap wanita. Dalam Buku Ilmu Bedah
Kebidanan, Edisi Kedua Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta
1991, hal 248.
385
6. INFERTILITAS WANITA
dr. Nusratuddin A, dr. Telly Tessy, SPOG
BATASAN :
Infertilitas didefenisikan sebagai ketidakmampuan pasangan suami istri (pasutri)
untuk menghasilkan kehamilan, atau untuk membawa kehamilan sampai cukup
bulan setelah selama 12 bulan atau lebih melakukan senggama teratur tanpa
kontrasepsi.(1)
KLASIFIKASI : (1,2)
Infertilitas primer : bila pasutri belum pernah hamil sama sekali
Infertilitas sekunder : bila pasutri sudah pernah hamil dan sekarang
menghendakinya lagi
ETIOLOGI : (1,3,4)
1. Faktor pria/spermatozoa (25 - 30 %)
2. Faktor ovulasi (20 - 25 %)
3. Faktor serviks ( 5% )
4. Faktor tuba (20 - 40 %)
5. Faktor uterus (5 - 10 %)
6. Faktor peritoneum/endometriosis (30 - 40 %)
7. Idiopatik (10 - 15 %)
DIAGNOSIS : (2,3,4,5)
Diagnosis infertilitas biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis, dan pemeriksaan-pemeriksaan infertilitas.
386
Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada pertemuan pertama kali dengan pasutri yang meliputi :
Umur pasutri
Riwayat siklus haid, umur menarke, riwayat kehamilan yang lalu, riwayat
pembedahan terutama daerah pelvik
Lamanya perkawinan, lamanya berusaha untuk hamil, perkawinan keberapa,
riwayat perkawinan sebelumnya
Kenaikan/penurunan berat badan yang berlebihan
Aktifitas latihan fisik yang berlebihan
aktifitas latihan fisik yang berlebihan
Stres emosional
Pemeriksaan fisis :
Setelah anamnesis dilakukan beberapa pemeriksaan fisis yang meliputi :
Periksa adanya hirsuitisme atau jerawat
Palpasi kelenjar tiroid
Periksa galatktore
Pemeriksaan ginekologi untuk menilai vagina, serviks, uterus dan adneksa
Pemeriksaan infertilitas :
Pemeriksaan infertilitas sesuai etiologi meliputi :
1. Faktor ovulasi dengan :
Pencatatan suhu basal badan (SBB)
Biopsi Endometrium dilakukan 2-3 menjelang haid berikutnya atau hari
pertama haid.
Uji daun pakis dilakukan sekitar perkiraan hari ovulasi
Kadar progesteron plasma dilakukan pada hari ke 20-23 siklus haid
USG Transvaginal untuk memantau jumlah dan diameter folikel
Laparoskopi
387
PENANGANAN : (2,3,6,7)
Penanganan infertilitas wanita tergantung etiologinya.
Faktor ovulasi :
Clomiphene Cirate 50mg/hari selama 5 hari dimulai hari ke 5 siklus haid. Bila
belum terjadi ovulasi dosis ditingkatkan menjadi 100 - 150 mg/hari selama 5
hari.
Epimestriol 2x5mg/hari selama 10 hari dimulai hari ke 5 siklus haid. Dosis
bisa ditingkatkan menjadi 3x5 mg/hari jika belum terjadi ovulasi.
Bromocriptine 1-2 x 2,5mg/hari. Pasa kasus hiperprolaktinemia yang berat
dosis ditingkatkan menjadi 7,5 mg/hari sampai kadar prolaktin normal.
388
Faktor serviks :
Penanganan faktor serviks meliputi :
Inseminasi buatan suami dengan atau tanpa obat stimulasi ovarium
Fertilisasi invitro (FIV)
Faktor tuba :
Penanganan faktor tuba sesuai kausa, meliputi :
Pemberian antibiotik sesuai dengan jenis kuman penyebab penyakit radang
panggul
Miomektomi untuk mengangkat mioma uteri.
Operasi untuk koreksi kelainan kongenital pada uterus.
Faktor tuba :
Bila tes patensi tuba negatif dilakukan :
Operasi tuboplasti untuk koreksi faktor tuba
Fertilisasi invitro (FIV)
Faktor endometriosis :
Penanganan infertilitas karena endometriosis meliputi :
Pengobatan hormonal dengan Pil kombinasi, tablet MPA, DMPA, Danazol,
dan GnRh agonist.
Laparoskopi operatif.
Fertilitas invitro (FIV)
389
INFERTILITAS
WANITA
Anamneisis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dasar infertilitas
KEPUSTAKAAN
1. Rowe PJ, Comhaire FH, Hargreave TB. Manual for the standardised investigation
and diagnosis of the infertile couple, 1st edition. Australia : Cambridge University
Press, 1993; 40 - 65
2. Jacob TZ, Rachman IA, Soebijanto S, Surjana EJ. Panduan Endokrinologi
reproduksi, infertilitas, keluarga berencana. Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI,
Jakarta, 1985
3. Blackwell RE, Steinkampf MP. Infertility : Diagnosis and therapy. In : Soules
MR. Current topics in obstetrics and gynaecology. Amsterdam : Elseiver science
publishing Inc, 1989; 15-30
4. Talbert LM. Overview of the diagnostic evaluation. In : Infertility a practical guide
for the physician. 3rd edition. Cambridge : Blackwell scientific publications, 1992 :
1-10
5. Pramono H. Pemeriksaan awal infertilitas. Pelatihan standarisasi penanganan
infertilitas pria dan wanita. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK. UNAIR,
Surabaya, 1997
6. Boyers SP, Jones EE, Lightman A. Ovulation. In : Decherney AH, Polan ML, Lee
RD, eds. Decision making in infertility, 1st edition. Toronto Philadelphia : B.C.
Decker Inc, 1998; 28-36
7. Seibel MM. In : Seibel MM, ed. Evaluation of infertility. Infertility : A
comprehensive text. London ; Appleton and Lange, 1990 : 111-128.
391
7. INFERTILITAS PRIA
dr. Eddy Hartono, dr. H.M. Maramis Palisuri, SpOG
BATASAN :
Infertilitas adalah keadaan dimana tidak terjadi kehamilan setelah 12 bulan sang-
(1,2)
gama tanpa kontrasepsi . Disebut primer bila seorang pria tidak pernah
menghamili wanita setelah 12 bulan sanggama tanpa kontrasepsi. Dan disebut
sekunder bila seorang pria pernah menghamili wanita, tidak tergantung apakah itu
merupakan pasangannya saat ini atau bukan, tetapi gagal untuk membuahkan
kehamilan saat ini setelah 12 bulan sanggama tanpa kontrasepsi (2).
Pemeriksaan Fisik
Umum : berat badan, tinggi badan, nadi, tekanan darah. Tanda-tanda
ganguan endokrin : sindroma Cushings, hipoandrogen dan
392
Analisis semen
Analisis semen merupakan pemeriksaan dasar infertilitas pria yang sangat penting.
Pedoman analisis semen yang normal berdasarkan WHO adalah sebagai berikut :
Volume : 2 ml
Penampakan : Normal
Ph : 7,2 - 7,8
Konsentrasi : 20 Juta / ml
Motilitas : 50 % gerakan maju atau 25 % gerakan aktif dalam 60
menit pasca ejakulasi
Bentuk : 30 % bentuk normal
Leukosit : < 1 Juta / ml
Tes immunobead : < 20 %
Tes SpermMar : < 10 %.
Pemeriksaan tambahan
Uji pasca sanggama, Sperm Penetration Assay, Human Zona Binding Assay,
antibodi sperma.
Pemeriksaan hormon : FSH, LH, Testosteron dan prolaktin plasma(5).
393
DIAGNOSIS :
Diagnosis ditegakkan berdasarkan prosedur pemeriksaan di atas. Diagnosis pada
infertilitas pria dapat berupa(2) :
Disfungsi seksual dan / atau ejakulasi
Sebab imunologis
Sebab yang tidak diketahui
Kelainan plasma semen
Sebab iatrogenik
Sebab sistemik
Kerusakan testis dapatan
Varikokel
Infeksi kelenjar seks aksesori
Sebab endokrin
Oligospermia idiopatik
Asthenozoospermia idiopatik
Teratozoospermia idiopatik
Azoospermia obstruktif
Azoospermia idiopatik.
PENGOBATAN : (2,3)
Medis
Spesifik : Terapi hormonal (Human Menopausal Gonadotrophin, Human Cho-
rionic Gonadotrophin, Gonadotrophin Releasing Hormon).
Menekan sekresi prolaktin ( Bromokriptin ). Antibiotika dan
antiinflamasi pada kasus infeksi urogenital ( Tetracyclin, Co-
trimoxazole, Erythromycin dan golongan Quinolon ) diberikan
selama 4 minggu. Terapi imunosupresan pada antibodi aglutinasi
sperma.
394
KEPUSTAKAAN :
1 . Hornstein MD, Schust D. Infertility. In : Berek JS et al, eds. Novaks gynecology.
12th ed. Baltimore : Williams & Wilkins, 1996 : 915 - 62
2. Hinting A. Bagan alir infertilitas pria. Dalam : Pelatihan standarisasi
penatalaksanaan infertilitas wanita dan pria. UPF/Lab. Obgin FK UNAIR / RSUD
Dr. Soetomo, September 1997
3. So WK. Male subfertility. JPOG 1991; 17 : 19 - 28
4. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Male infertility. In : Clinical gynecologic
endocrinology and infertility. 5th ed. Baltimore : Williams & Wilkins, 1994 : 873-
98
5. Sahetapy R, Salim A, Hafied B. Status pemeriksaan pasangan infertil dan panduan
pemeriksaan infertilitas. Penatalaksanaan Bagian Obstetri dan Ginekologi FK
UNHAS- Ujung Pandang, 1994.