DISUSUN OLEH:
GOLONGAN IV/KELOMPOK 4
1. Uli Choirin Nisa
NIM : 16/397329/FA/11012
2. Wirastri Arsharuri P
NIM : 16/397335/FA/11018
3. Yesi Luthfi Rosita
NIM : 16/397337/FA/11020
4. Yustika Cahyaning P
NIM : 16/397340/FA/11023
Dosen : Dr. Fita Rahmawati, Sp.FRS,Apt.
Hari praktikum : Selasa, 17 September 2019
TUJUAN PRAKTIKUM
TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi
ISK merupakan penyakit dengan kondisi dimana terdapat mikroorganisme dalam urin
yang jumlahnya sangat banyak dan mampu menimbulkan infeksi pada saluran kemih.
(DiPiro J.T., dkk., 2015).
b. Etiologi
- Penyebab paling umum dari ISK tanpa komplikasi adalah E. coli, terhitung lebih
dari 80% hingga 90% infeksi yang didapat masyarakat. Organisme penyebab
tambahan adalah Staphylococcus saprophyticus (staphylococcus coagulase-
negatif), Klebsiella pneumoniae, Proteus spp., Pseudomonas aeruginosa, dan
Enterococcus spp.
- Sebagian besar ISK disebabkan oleh satu organisme; Namun, pada pasien dengan
stones, berdiam di dalam kateter urin, atau abses ginjal kronis, beberapa organisme
dapat diisolasi. (DiPiro J.T., dkk., 2015).
c. Faktor Risiko
Jenis kelamin dan aktivitas seksual : wanita lebih rentan karena memiliki uretra
dengan panjang sekitar 4cm dan terletak di dekat anus.
Kehamilan : ISK sering menyerang ibu hamil dengan prevalensi sekitar 10%
Obstruksi : hambatan pada aliran urin dapat menyebabkan hidronefrosis,
pengosongan urinaria yang tidak sempurna, sehingga meningkatkan risiko ISK.
Disfungsi neurogenik vesica urinaria
Vesicoureteral reflux
Faktor genetik : Jumlah dan tipe reseptor pada sel uroepitel tempat
menempelnya bakteri ditentukan secara genetik
d. Patofisiologi
e. Tanda dan Gejala
f. Farmakologi
a) Golongan penisilin
Penisilin dan turunannya adalah obat yang memiliki struktur betalaktam bersifat
bakterisida terhadap gram positif dan beberapa gram negatif. Golongan penisilin
dalam struktur kimianya mempunyai 2 cincin yaitu cincin tiazolidin dan beta-
laktam. Mekanisme kerjanya menghambat sintesis dinding sel kuman. Antibiotik
beta-laktam juga menghambat trans-peptidasi, tahap akhir pembentukan dinding
sel. Efek samping antara lain kejang, gangguan keseimbangan Na-K, iritasi lokal.
Penggolongan penisilin:
1. Spektrum sempit, sensitif terhadap penisilinase. Contohnya : penisilin G,
penisilin V.
2. Penisilin antistreptokokus. Contohnya: metisilin, oksasilin, nafsilin,
kloksasilin.
3. Spektrum luas, aminopenisilin. Contohnya: ampisilin, amoksisilin
4. Penisilin anti pseudomonas. Contohnya: karbenisilin, tikarsilin, piperasilin.
b) Golongan Quinolon
Norfloksasin, lomefloksasin, ofloksasin, ciprofloxacine, gatifloksasin,
moksifloksasin, gemifloksasin, sparfloksasin dan levofloksasin. Kuinolon bersifat
bakterisid dan berspektrum luas yang memiliki mekanisme menghambat DNA
girase pada replikasi DNA, sehingga dapat menghambat proses replikasi DNA dan
transkripsi mRNA. Efek sampingnya adalah mual, muntah, tidak nafsu makan,
sakit perut, diare, pusing, sakit kepala, demam, gatal-gatal. Berikut antibiotik
golongan kuinolon beserta indikasinya. Ciprofloxacin digunakan untuk
pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti E. coli,
Proteus mirabilis, Klibsiella sp, Shigella sp., Enterobacter, Chlamydia sp,
Salmonella sp, dan P. aeruginosa serta bakteri gram positif tertentu. Mekanisme
kerja dari antibiotik ini yaitu dengan menghambat proses terbentuknya superkoil
DNA yang berikatan dengan enzim DNA gyrase sub unit A yaitu suatu enzim yang
penting pada replikasi dan perbaikan DNA. Resistensi bakteri terhadap antibiotik
ini dapat terjadi karena adanya mutasi gen yang mengkode polipeptida sub unit A
enzim DNA gyrase (Jawetz dkk., 2001).
c) Golongan sefalosporin
Sefalosporin merupakan antibiotik yang memiliki cincin beta-laktam dalam
strukturnya sehingga tergolong antibiotik beta laktam. Efek sampingnya antara lain
reaksi hipersensitivitas yang identik dengan reaksi-reaksi pada golongan penisilin
termasuk anafilaksi ruam, nefritis, granulositopenia, dan anemia hemolitik.
Mekanismenya yaitu menghambat metabolisme dinding sel bakteri. Dibagi
menjadi beberapa generasi obat, yaitu:
1. Generasi I : sefaleksin, sefazolin, sefadrin dapat diberikan IM/IV. sefalotin,
sefadroksil dapat diberikan secara oral. Efektif terhadap gram positif dan
memiliki aktifitasnya sedang terhadap gram negatif.
2. Generasi II : Sefamandol, sefaklor, sefuroksim dapat diberikan secara oral.
Memiliki aktifitas terhadap gram negatif lebih tinggi.
3. Generasi III : Sefiksim, sefotaksim, seftriakson, seftazidin. Aktivitas kurang
aktif terhadap gram-postif dibandingkan generasi-I, tapi lebih aktif terhadap
Enterobacteriaceae, termasuk strain yang memproduksi beta-laktamase.
4. Generasi IV : sefepim dan sefpirom. Sefepim aktif terhadap
Enterobacteriaceae yang resisten terhadap sefalosporin lainya.
d) Seftriakson
Seftriakson digunakan untuk pengobatan infeksi tulang dan sendi, endocarditis,
infeksi intra-abdominal meningitis dan infeksi SSP lainnya, infeksi saluran
pernapasan, septicemia, infeksi kulit dan struktur kulit, infeksi saluran kemih yang
disebabkan oleh bakteri. Obat ini juga dapat digunakan untuk pengobatan
chancroid, gonore dan infeksi terkait penyakit radang panggul, infeksi yang
disebabkan oleh Neisseria meningitidis. Infeksi yang disebabkan oleh shigella,
demam tifoid dan infeksilain yang di sebabkan oleh salmonella. Seftriakson
digunakan untuk pengobatan penyakit Lyme dan anti-infeksi terapi pasien febrile
neutropenia (Sean, 2009). Sifat Fisiko Kimia Seftriakson Seftriakson berbentuk
serbuk kristal berwarna putih-kuning dan higroskopis. Sangat mudah larut dalam
air, larut dalam alkohol, larutan 12% dalam air, memiliki pH 6-8. Seftriakson tidak
dapat dicampurkan (incompatible) dengan larutan yang mengandung Ca,
aminoglikosida, vankomicin, labetalol dan 20 flukonazol (Sean, 2009).
g. Tatalaksana Terapi
KASUS
Seorang anak laki-laki berusia 2 tahun dibawa ke rumah sakit dengan keluhan muntah dan
nyeri perut. Ibunya mengatakan bahwa 6 bulan yang lalu dia diterapi dengan ampisilin karena
menderita ISK, tetapi pada saat itu tidak di investigasi lebih lanjut. Urin sampel menunjukkan
adanya lebih dari 50 sel darah putih/mm3 dan dengan menggunakan mikroskop terlihat
bakteri.
Pengembangan Kasus
BB : 10kg, belum sunat, disertai dehidrasi (Mulut kering, haus dan Turgor menurun) dan
hematuria.
• Riwayat pengobatan :penggunaan ampisilin terdahulu tidak patuh (tidak dihabiskan)
pada ISK pertama, dan E.coli sudah resisten terhadap Ampicilin.
• Deteksi bakteri : E.coli (gram negative)
• Pemeriksaan fisik : epispadia (-), tulang belakang ada spinal bifida (-), dimple
mengarah ke neurogenic bladder (-)
• Pemeriksaan pencitraan : USG (normal/tidak ada kerusakan organ) – ISK
uncomplicated
• Pemeriksaan Lab : - 5 x 103 CFU bakteri (ISK dengan gejala pada laki-laki)
- Adanya 60 sel darah putih/mm3 (WBC)
- Uji nitrit : +
- uNGAL/Cr : 35ng/mg + (normal : <30ng/mg )
- RBC (Red Blood Count), < 4,5 juta cells/ mcL
- Terdapat darah dalam urin
ISK Ampicilin (Terapi S: Muntah sekali dalam sehari, a. DRP 3 – Pasien a.Diberi antibiotik Co-
sebelumnya yang nyeri perut, dehidrasi (mulut mendapatkan obat amoksiklaf sirup (amoksisilin
digunakan untuk kering, haus, dan turgor yang salah 125mg, asam klavulanat
mengatasi ISK 6 menurun), hematuria 31,25mg)/5ml digunakan 2x1 1
Kondisi sukar diobat : ISK yang
bulan yang lalu) sendok the (5ml) 30 menit
O: diderita sudah sukar untuk
setelah makan. Penggunaan
diobati karena E.Coli sudah
- 5 x 103 CFU bakteri antibiotic selama 5-7 hari.
resisten dengan ampicillin. Dan
(ISK dengan gejala pada
resistensi terjadi karena pada
laki-laki)
ISK pertama tidak dilakukan
- Adanya >50 sel darah
pengujian lebih lanjut
putih/mm3 (WBC)
b.Pemberian edukasi dan
- Uji nitrit : + b. DRP 7-pasien tidak
informasi mengenai
- uNGAL /Cr : 35ng/mg patuh.
penggunaan antibiotic hingga
- RBC (Red Blood
Pasien tidak memahami habis, durasi, dan penggunaan
Count), < 4,5 juta cells/
instruksi : pemakaian ampicillin antibiotic.
mcL
tidak digunakan sampai habis.
- Terdapat darah dalam
urin c. DRP 1 – Pasien
c.Pemberian obat analgesik
memerlukan
paracetamol untuk meredakan
tambahan terapi obat.
nyeri perut.
Kondisi yang tidak diterapi:
nyeri perut dan dehidrasi.
Diperlukan obat tambahan
analgesik untuk mengatasi nyeri
PEMBAHASAN
Asesmen DRPs
1. DRP 1 – Pasien memerlukan tambahan terapi obat.
Kondisi yang tidak diterapi : nyeri perut dan dehidrasi. Diperlukan obat tambahan
analgesik untuk mengatasi nyeri perut dan elektrolit untuk mengatasi dehidrasi.
Dikarenakan pasien masih anak-anak, nyeri perut dapat menimbulkan rasa yang tidak
nyaman dan dapat mengganggu aktivitas pasien.
2. DRP 3 – Pasien mendapatkan obat yang salah
Kondisi sukar diobat : ISK yang diderita sudah sukar untuk diobati karena E.Coli sudah
resisten dengan ampicillin. Dan resistensi terjadi karena pada ISK pertama tidak
dilakukan pengujian lebih lanjut
3. DRP 7-Pasien tidak patuh
Pasien tidak memahami instruksi : pemakaian ampicillin tidak digunakan sampai habis.
PARAMETER PEMANTAUAN
Co-amoksiklaf Gejala ISK : muntah, nyeri - WBC (White Blood - Gejala ruam Skin test (optional)
perut, dehidrasi, dan Count), normalnya
- Hipersensitivitas
hematuria hilang 4500-10000 cells/
mcL
- Urinalisis
FOLLOW-UP
KESIMPULAN
a. Kondisi sukar diobati: ISK yang diderita sudah sukar diobati karena E. coli sudah
resisten terhadap ampisilin
- Co-amoksiklaf sirup (125 mg/5 mL) 2 kali sehari 1 sendok teh (5 mL) 30 menit setelah
makan
DAFTAR PUSTAKA
Ali B, Yusuf Y, Fatih O, Baris O, Halim K, 2015, Oral Amoxicillin-Clavulanic Acid Treatment
in Urinary Tract Infections Caused by Extended-Spectrum Beta-Lactamase–Producing
Organisms, Jundishapur J Microbiol, 8(1): e13792.
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015, Pharmacotherapy
Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education Companies, Inggris.
Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A., 2001, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi XXII,
diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
205-209, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Luis A, Manuela M, Ismael A, Susana M, Angel C, Pilar G., 2017, Treatment of acute
uncomplicated cystitis - A clinical review, Clin Med Invest Volume 2(4): 1-7.
Pardede, dr. Sudung, dkk., 2011, Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak, IDAI, Jakarta.
Sean C., Sweetman, 2009, Martindale The Complete Drug Reference 36th Ed, Pharmaceutical
Press, Hal. 532, USA.
***