Anda di halaman 1dari 35

DEPARTMEN ORTHOPEDI & TRAUMATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN LAPORAN KASUS


UNIVERSITAS HASANUDDIN SEPTEMBER 2015

NEGLECTED FRACTURE LEFT ACETABULUM


AND
NEGLECTED POSTERIOR DISLOCATION OF THE LEFT HIP JOINT

OLEH:
Ani Rafika Suryaningsih
C11109813

ADVISOR:
dr. Sebastian Mihardja
dr. Zulpan Zulkarnain

SUPERVISOR:
DR. dr. Muhammad Sakti, M.Kes Sp.OT

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU ORTOPEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2015
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Ani Rafika Suryaningsih

NIM : C 111 09 813

Laporan Kasus : Neglected Fracture Left Acetabulum and


Neglected Posterior Dislocation Of The Left Hip Joint

Telah menyelesaikan tugas referat dengan judul tersebut dalam rangka


kepaniteraan klinik pada bagian Ortopedik dan Traumatologi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin.

Makassar, 15 September 2015

Pembimbing Pembimbing

dr. Sebastian Mihardja dr. Zulpan Zulkarnain

Konsulen

DR. dr. Muhammad Sakti, M,Kes. Sp.OT


I. IDENTITAS PASIEN
Nama :Y
Umur : 21 Tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Tanggal Masuk : 31/8/2015
No RM :0045513

II. ANAMNESIS
Chief Complaint : Berjalan pincang
Anamnesis :Dialami sejak kurang lebih 5 bulan yang lalu,
pasien berjalan menggunakan tongkat.
Mekanisme trauma :Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas
pada bulan Maret 2015. Pasien sedang mengendarai motor dan
menabrak bagian samping depan mobil yang sedang keluar dari
parkiran.. Lutut pasien menabrak bagian depan mobil dan akhirnya
pasien terjatuh.
Riwayat penurunan kesadaran (-), demam (-), nausea (-), vomit(-)
Riwayat pengobatan sebelumnya ada, saat 2 jam setelah
kecelakaan pasien ke tukang urut. Karena tidak ada perbaikan
pasien berobat ke puskesmas di Makassar dan diberikan analgetik
dan pasien merasa nyeri kakinya berkurang tetapi masih tidak bisa
berjalan. Riwayat dibawa ke tukang urut (+)

III. PEMERIKSAAN FISIK


GENERAL STATUS
Sakit sedang/ Gizi cukup/ Compos mentis
TD : 110/70 mmHg
P: 21x/menit
N: 64x/menit
S: 36,5
STATUS LOKALIS
Regio Panggul Kiri
Look : Deformitas (+), ada pemendekan extremitas dibandingkan
dengan sisi yang lain, edema (-), hematom (-), luka (-),Feel
: Nyeri tekan (+), teraba caput femur di posterior panggul
Move : Gerak aktif dan pasif dari hip joint terbatas

Hip Joint Degree

flexion 100

extension 0

adduksi 10

abduksi 40

External rotation 50
Internal rotation 20

Knee Joint Degree

flexion 120

extension 10

Internal rotation 10

External rotation 20

NVD :Sensibilitas baik, arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior


teraba, capillary refill time < 2 detik

Right Left
ALL 96cm 94cm
TLL 91cm 89cm
LLD 2cm

IV. HASIL LABORATORIUM

Examination Result
WBC 9.24
RBC 43.0
HGB 12.8
HCT 37.8
PLT 280
GDS 108

II. GAMBARAN KLINIS


Regio Pelvis Dextra
Tampak Anterior

Tampak Lateral

V. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

X-ray PelvisAP (22/7/2015)

FOTO RADIOLOGI
VI. RESUME
Laki - laki, 21 tahun dengan keluhan utama berjalan pincang pada
kaki kiri akibat kecelakaan 5 bulan yang lalu.
Dari pemeriksaan fisik: didapatkan deformitas pada panggul kiri .
Gerak aktif dan pasif dari hip joint terbatas. NVD baik. Dari hasil
Leg Length Discrapancy didapatkan 2 cm.
Dari pemeriksaan radiologi X-Ray Pelvis AP tampak fraktur
acetabulum sinistra dan dislokasi caput femoris sinistra.
Hasil laboratorium dalam batas normal.

VII. DIAGNOSIS
Neglected Fracture Left Acetabulum And Neglected
Posterior Dislocation Of The Left Hip Joint

VIII. PENATALAKSANAAN
Rencana Open Reduction

DISKUSI
FRAKTUR ACETABULUM DAN DISLOKASI SENDI PANGGUL

I. PENDAHULUAN

Dislokasi adalah pindahnya permukaan sentuh tulang yang menyusun


sendi. Cedera ini dihasilkan oleh gaya yang menyebabkan sendi melampaui
batas normal anatomisnya. Pindahnya ujung tulang yang incomplete disebut
dislokasi tidak sempurna atau subluxation. Karena fungsi ligament adalah
untuk mencegah perpindahan atau pergerakan sendi yang abnormal, semua
sprains menghasilkan beberapa derajat subluxation. Dislokasi yang komplit,
atau luxation, terjadi saat ada pemisahan yang komplit dari tulang.1
Dislokasi panggul traumatik hampir selalu disebabkan oleh trauma
berenergi tinggi. Adanya cedera dislokasi meandakan bahwa ada gaya yang
mencapai 90 oz. atau bahkan lebih pada mekanisme traumatik atau adanya
patologi yang mendasari yang telah menyebabkan ketidakstabilan sendi.
Penumpang yang tidak menggunakan sabuk pengaman memiliki resiko yang
lebih untuk mengalaminya.1
Mekanisme klasik untuk dislokasi posterior adalah pada cedera
dashboard, yaitu terjadi gaya yang menekan kepala femurmelewati posterior
acetabular rim saat lutut yang terfleksi dan panggul terhantam dashboard pada
kecelakaan. Selain disebabkan oleh dashboard, dikatakan juga bahwa cedera
ini bisa terjadi saat mekanisme mengerem.1
Dislokasi anterior terjadi disebabkan oleh rotasi eksternal dan abduksi
panggul.Kasus dislokasi posterior mencapai 90% dari seluruh kasus, sementara
dislokasi anterior hanya sebanyak 10% kasus. Cedera nervus skiatika mungkin
terjadi pada 10-20% kasus dan lebh dari setengah pasien juga mengalami
fraktur lain.1,2

II. EPIDEMIOLOGI DAN KLASIFIKASI


Dislokasi panggul posterior lebih sering ditemukan dibanding dislokasi
panggul anterior yaitu sekitar 90% dari semua jenis dislokasi
panggul.Dislokasi anterior dan sentral terjadi sekitar 10% dari seluruh
dislokasi panggul.1,3,4

Thompson-Eipstein Classification of Poesterior Hip Dislocation

Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall fragment

Type II Dislocation associated with fracture of the posterior acetabular rim

Type III Dislocation with a comminuted acetabular rim

Type IV Dislocation with fracture of the acetabular floor

Type V Dislocation with fracture of the femoral head (Pipkin Class)

Stewart-Milford System
Type I Simple dislocation without fracture
Type II Dislocation with one or more rim fragments but with sufficient socket to ensure
stability after reduction
Type III Dislocation with fracture of the rim producing gross instability
Type IV Dislocation with fracture of the head or neck of the femur

Pipkin Classification of Posterior Hip Dislocation


Type I Dislocation with femoral fracture caudal to fovea centralis
Type II Dislocation with femoral fracture cephalad to fovea centralis
Type III Type I or II + fracture of femoral head
Type IV Type I or II + fracture of acetabulum

Tabel 1.Klasifikasi Dislokasi Tulang Panggul Posterior4

Dislokasi panggul anterior lebih jarang terjadi dibandingkan dengan


dislokasi posterior.Penyebab utamanya adalah kecelekaan lalu lintas atau
kecelakaan penerbangan.Pada dislokasi anterior caput femoris ada pada bagian
anterior dari acetabulum. Terjadi dislokasi dari caput femoris dalam hal ini
dikarenakan hiperekstensi berlebihan dan abduksi dari kaki.4

Eipstein Classification of Anterior Hip Dislocation


Type I Superior dislocations, including pubic & subspinous
Type IA No associated features
Type IB Associated fracture or impaction of the femoral head
Type IC Associated fracture of the acetabulum
Type II Inferior dislocations, including obturator & perineal
Type IIA No associated features
Type IIB Associated fracture or impaction of the femoral head
Type IIC Associated fracture of the acetabulum

Tabel 2.Klasifikasi Dislokasi Tulang Panggul Anterior4

III. ANATOMI

Articulatio coxae adalah persendian antara caput femoris yang berbentuk


hemisphere dan acetabulum os coxae yang berbentuk mangkuk dengan tipe
ball and socket. Permukaan sendi acetabulum berbentuk tampak kuda dan
dibagian bawah membentuk takik disebut incisura acetabuli. Rongga
acetabulum diperdalam dengan adanya fibrocartilago dibagian pinggirnya
yang disebut sebagai labrum acetabuli. Labrum ini menghubungkan incisura
acetabuli dan disini dikenal sebagai ligamentum trasversum acetabuli.
Persendian ini dibungkus oleh kapsula dan melekat di medial pada labrum
acetabuli.1,2
Hubungan sendi jaringan ikat di sebelah depan diperkuat oleh sebuah
ligamentum yang kuat dan berbentuk Y, yakni ligamentum ileofemoral yang
melekat pada SIAI dan pinggiran acetabulum serta pada linea
intertrochanterica di sebelah distal. Ligamentum ini mencegah ekstensi yang
berlebihan sewaktu berdiri.1,2,3
Gambar 1. Articulatio coxae2

Di bagian bawah tadi diperkuat oleh ligamentum pubofemoral yang


berbentuk segitiga. Dasar ligamentum melekat pada ramus superior ossis
pubis dan apeks melekat dibawah pada bagian bawah linea intertrochanterica.
Ligamentum ini membatasi gerakan ekstensi dan abduksi.2

Gambar 2. Persendiaan pada panggul sudut anterior dan posterior2

Di belakang simpai ini diperkuat oleh ligamentum ischiofemorale yang


berbentuk spiral dan melekat pada corpus ischium dekat margo acetabuli.
Ligamentum ini mencegah terjadinya hiperekstensi dengan cara memutar
caput femoris ke arah medial ke dalam acetabulum sewaktu diadakan ekstensi
pada articulatio coxae. 2,4
Ligamentum teres femoris berbentuk pipih dan segitiga. Ligamentum ini
melekat melalui puncaknya pada lubang yang ada di caput femoris dan
melalui dasarnya pada ligamentum transversum dan pinggir incisura acetabuli.
Ligamentum ini terletak pada sendi dan dibungkus membrana sinovial.2,4
Batas-batas articulatio coxae adalah m. illiopsoas, m. pectinus, m. rectus
femoris pada bagian anterior. M. Illiopsoas dan m. pectinus memisahkan a.v.
femoralis dari sendi. M. obturatorius internus mm. gemelli dan m. quadratus
femoris pada bagian posterior yang memisahkan sendi dari n. Ischiadicus.
Batas articulatio coxae pada bagian superior adalah m. piriformis dan m.
gluteus minimus dan batasnya pada bagian inferior adalah tendo m.
obturatorius externus.3,4

Gambar 3. Persendian pada panggul sudut lateral2

Nervus
Nervus femoralis yang bercabang ke m.rectus femoralis, nervus
obturatorius (bagian anterior), nervus ischiadicus (nervus ke musculus
quadratus femoris), dan nervus gluteus superior. 2,4
Gambar 4. Nervus pada panggul2

Gambar 5. Nervus pada panggul2

Vaskuler
Cabang-cabang arteria circumflexia femoris lateralis dan arteria
circumflexia femoris medialis serta arteri untuk caput femoris, cabang arteria
obturatoria.2,3,4
Gambar 6. Vaskularisasi pada panggul2

Gerakan
Fleksi dilakukan oleh m. illiopsoas, m. rectus femoris, m. sartorius, dan
juga mm. adductores.2,5
Ekstensi dilakukan oleh m. gluteus maximus dan otot-otot hamstring.2,5
Abduksi dilakukan oleh m. gluteus medius dan minimus, dan dibantu oleh
m. Sartorius, m. tensor fascia latae dan m. piriformis.2,5
Adduksi dilakukan oleh m. adductor longus dan m. adductor brevis serta
serabut-serabut adductor dari m. adductor magnus. Otot-otot ini dibantu
oleh m. pectineus dan m.gracillis.2,5
Rotasi lateral2,5
Rotasi medial2,5
Circumduction merupakan kombinasi dari gerakan-gerakan di atas.2,5
Gambar 7. Otot-otot pada panggul2

EPIDEMIOLOGI
Insiden patah tulang acetabular adalah 3 per 100.000 penduduk per tahun.
Cedera neurologis terjadi pada 30% kasus biasanya parsial cedera pada saraf
sciatic, dengan pembagian peroneal lebih umum terluka dibagian tibialis.

ANATOMI

Dari aspek lateral panggul, yang innominate tulang struktural dukungan dari
acetabulum dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu two columned membangun
(Judet dan Letournel) membentuk terbalik Y.
Anterior kolom (komponen iliopubic): ini meluas dari iliac yang puncak ke
simfisis pubis dan termasuk dinding anterior acetabulum.
Posterior kolom (komponen ilioischial): ini meluas dari atasan gluteal tingkat ke
tuberositas iskia dan termasuk posterior dinding acetabulum.
Acetabular kubah: ini adalah bagian menahan beban unggul dari acetabulum di
persimpangan kolom anterior dan posterior, termasuk kontribusi dari masing-
masing.
Corona mortis
Sebuah komunikasi vaskular antara iliaka eksternal atau dalam epigastrika
inferior dan obturator dapat divisualisasikan dalam jendela kedua
pendekatan ilioinguinal.
Terjadi pada IO-15% dari pasien
Perpanjangjangan atas ramus pubis superior; Jarak rata-rata dari simfisis
ke korona, 6 cm
Ascending branch dari medial sirkumfleksa
Suplai darah utama ke kepala femoral
Untuk Quadratus femoris
Glutealis superior neurovaskular bundel
Muncul dari skiatik lebih besar

MEKANISME TRAUMA :

Salah satu komplikasi dari dislokasi hip joint yaitu fratur acetabular. Fraktur
acetabular terjadi akibat dari tekanan dari caput femur dengan artikular surface
dari acetabulum. Tekanan ini mengarah ke caput femoris melalui trochanter
mayor atau dari mana saja melalui titik axis dari corpus femoris. Sebenarnya jenis
patahan pada fraktur acetabulum tergantung pada posisi hip joint pada saat
terjadinya trauma seperti lokasi dan arah awalnya tekanan dibenturkan. Dengan
tekanan yang diberikan pada daerah neck femur, eksternal rotasi akan
menghasilkan dislokasi anterior, sedangkan pada internal rotasi akan
menghasilkan dislokasi posterior. Pada beberapa kasus fraktur acetabulum terjadi
akibat high energy trauma.

GEJALA KLINIS
Trauma evaluasi biasanya diperlukan, dengan memperhatikan napas,
bernapas, sirkulasi, disabiliry dan paparan, tergantung pada mekanisme
cedera.
Faktor Pasien, seperti usia pasien, tingkat trauma, kehadiran cedera terkait,
dan kondisi medis umum yang penting karena mereka mempengaruhi
keputusan pengobatan serta prognosis.
Penilaian status neurovaskular diperlukan karena cedera saraf siatik dapat
hadir pada sampai dengan 40% o kolom posterior gangguan.
Dalam kasus yang jarang terjadi, mungkin terjebak dalam posterior fraktur
kolom. Keterlibatan saraf femoralis dengan anterior Cedera kolom jarang,
meskipun kompromi dari arteri femoral oleh kolom anterior retak telah
dijelaskan.
Adanya cedera ipsilateral terkait harus dikesampingkan, dengan perhatian
khusus pada lutut ipsilateral yang posterior ketidakstabilan dan patela
fraktur yang umum.
Cedera jaringan lunak (misalnya, lecet, memar, kehadiran subkutan
perdarahan, Morel lesi) dapat memberikan wawasan mekanisme cedera.

GAMBARAN RADIOLOGI

Anteroposterior (AP) dan dua pandangan Judet (iliac dan obturator


pandangan miring) harus diperoleh.
AP melihat: landmark anatomi termasuk garis iliopektinealis (batas kolom
anterior), garis ilioischial (batas kolom posterior), bibir anterior, bibir
posterior, dan garis yang menggambarkan superior permukaan menahan
beban dari acetabulum mengakhiri sebagai teardrop medial.
o lliac radiografi miring (45 derajat pandangan rotasi eksternal): ini yang
terbaik menunjukkan kolom posterior (garis ilioischial), sayap iliaka,
dan dinding anterior acetabulum.
o 0bturator tampilan miring (45 derajat pandangan rotasi internal): Ini
adalah yang terbaik untuk mengevaluasi kolom dan posterior anterior
dindingacetabulum.
Computed Tomography (CT): ini menyediakan informasi tambahan
mengenai ukuran dan posisi fraktur kolom, patah tulang dipengaruhi
dinding acetabular, ditahan fragmen tulang pada sendi, tingkat kominusi,
dan sacroiliac bersama gangguan. Tiga dimensi rekonstruksi
memungkinkan untuk pengurangan digital kepala femoral, sehingga
penggambaran penuh acetabular yang permukaan.

KLASIFIKASI
Judet-Letournel

Berdasarkantingkat kerusakankolumnar, ada 10 polafraktur, 5"Elementary


Fractures " dan5"Associated Fractures "

Elementary Fractures Associated Fractures

Posterior wall T-shaped

Posterior column Posterior column and posterior wall

Anterior wall Transverse and posterior wall

Anterior colum Anterior column/posterior


hemitransvere

Transverse Both-column
IV. MEKANISME TRAUMA

Pada dislokasi posterior, caput femur keluar ke belakang acetabulum


melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi
panggul dalam posisi fleksi atau semifleksi. Trauma biasanya terjadi karena
kecelekaan lalu lintas dimana lutut penumpang dalam keadaan fleksi dan
menbrak dengan keras benda yang ada di depan lutut.1,3
Dislokasi anterior terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari
ketinggian atau trauma dari belakang pada saat berjongkok dan posisi
penderita dalam keadaan abduksi yang dipaksakan, leher femur menabrak
acetabulum dan terjungkir keluar, melalui robekan pada kapsul anterior. Bila
sendi panggul dalam keadaan fleksi maka akan terjadi dislokasi tipe obturator
(inferior) dan jika sendi panggul dalam posisi ekstensi akan terjadi dislokasi
tipe pubik atau iliaka (superior).1,6

Gambar 8. Dislokasi posterior dan anterior2


Inferior anterior dislokasi berhubungan dengan abduksi paksa, external
rotasi, dan fleksi pada pinggul. Pada kasus ini, caput femoral keluar melalui
kapsul anterior dibawah ligamentum pubofemoralis. Inferior dislokasi mudah
dikenali dari gambaran radiografi oleh posisi caput femoris diatas foramen
obturator dan posisi femur abduksi dan external fiksasi.4,7,8
Superior anterior dislokasi jarang terjadi, dengan prevalensi kurang dari
10%. Kasus ini berhubungan dengan abduksi paksa, rotasi external dan
ekstensi femur. Ruptur dari caput femoralis melalui kapsul anterior diantara
ligamentum ileofemoral dan pubofemoral dengan menarik SIAI. Dislokasi
superior biasanya menjalar hingga dislokasi pubik.4,7,8
Dislokasi terjadi apabila caput femur terdorong ke medial acetabulum pada
rongga panggul kapsul tetap utuh. Fraktur acetabulum terjadi karena dorongan
yang kuat dari lateral atau jatuh dari ketinggian pada satu sisi aau suatu
tekanan yang melalui femur dimana panggul dalam keadaan adduksi.4,8

V. GAMBARAN KLINIS

Secara khas, pasien dengan dislokasi pinggul posterior traumatic,


tampak dengan pemendekan ekstremitas bawah yang terjadi pada posisi fleksi
pinggul, adduksi, dan rotasi internal.Adanya caput femoris kadang-kadang
dapat dipalpasi pada bokong ipsilateral.Hal ini dapat diandalkan pada pasien
dengan dislokasi pinggul sederhana, kehadiran patah tulang atau fraktur pada
femur ipsilateral atau pelvis dapat secara dramatis mengubah posisi pasien
yang ditunjukkan pasien.5,9
Pada kasus yang jelas pada pasien dengan dislokasi posterior, diagnosis
mudah ditegakkan yaitu kakipendek, dan sendi panggul teraba dengan jelas
dalam posisi adduksi, rotasi internal dan fleksi. Namun, kadang pada fraktir
tulang panjang, kelainan klinis ini dapat terlewat.5,9
Pada dislokasi anterior, kaki berada dalam posisi external rotasi, abduksi
dan sedikit fleksi. Tidak terjadi pemendekan kaki pada kasus ini., dikarenakan
perlekatan rectus femoris mencegah pemendekan caput bergeser ke atas. Jika
dilihat dari samping tonjolan anterior pada caput yang berdislokasi sangat
jelas. Caput yang menonjol mudah diraba dan gerakan pinggul tidak dapat
dilakukan.5,8,9
Pada dislokasi sentral, didapatkan perdarahan dan pembengkakan di
daerah tungkai bagian proksimal tetapi posisi tetap normal, hanya sedikit di
bagian lateral.Pada perabaan, nyeri dirasakan pada daerah trokanter. Gerakan
sendi panggul sangat terbatas.5

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan radiologi konvensional AP dari pelvis biasanya digunakan


untuk mendiagnosis dislokasi pada panggul. Pada foto anteroposterior caput
femoris terlihat di luar mangkuknya dan diatas acetabulum, segmen atap
acetabulum mingkin caput femoris mungkin telah patah atau
bergeser.Gambaran radiologis pada dislokasi anterior hampir mirip dengan
dislokasi posterior pada posisi anteroposterior.Keadaan yang membedakannya
adalah letak trochanter yang lebih rendah.Pada sisi superior anterior, dislokasi
panggul pada keadaan external rotasi dan letak trochanter yang lebih rendah
sangat menonjol sedang pada dislokasi posterior femur dalam keadaan rotasi
interna dan letak trochanter yang lebih rendah tidaklah menonjol.Pada foto
anteroposterior biasanya jelas, namun tak jarang caput hampir berada di depan
posisi normalnya, dan diperjelas dengan posisi lateral. Pada dislokasi sentral,
terdapat adanya pergeseran dan caput femur menembus panggul.6

VII. TATA LAKSANA


Penanganan pada dislokasi caput femur adalah dengan melakukan
reposisi, sesuai dengan tipe dan derajat keparahannya.1,3,4,10

Dislokasi Posterior
Dislokasi tipe I harus direduksi secara cepat dengan general anestesi.
Pada sebagian besar kasus dilakukam reduksi tertutup. Seorang asisten
menahan pelvis manakala ahli bedah ortopedi memfleksikan pinggul dan lutut
pasien sampai 90 derajat dan menarik paha ke atas secara vertikal. Setelah
direposisi, stabilitas sendi panggul dapat didislokasi dengan cara
menggerakkan secara vertikal. Secara umum reduksi stabil namun perlu
dipasang traksi dan mempertahankannya selama 3 minggu. Gerakan dan
latihan dimulai setelah nyeri reda.1,3,4,10
Pada dislokasi tipe II, cedera yang terjadi sering diterapi dengan reduksi
terbuka dan fiksasi anatomis pada fragmen yang terkena. Terutama jika sendi
tidak stabil atau fragmen besar tidak tereduksi dengan reduksi tertutup, reduksi
terbuka dan fiksasi internal dipertahankan selam 6 minggu.1,3,4,10
Dislokasitipe III umumnya diterapi dengan reduksi tertutup, kecuali jika
ada fragmen yang terjebak dalam acetabulum, maka dilakukan tindakan
reduksi terbuka dan pemasangan fiksasi interna dan traksi dipertahankan
selama 6 minggu.3,4
Dislokasi tipe IV dan V awalnya diterapi dengan reduksi tertutup.
Fragmen caput femoris dapat berada tepat pada tempatnya dan dapat
dibuktikan dengan foto atau ct-scan pasca reduksi. Jika fragmen tetap tidak
tereduksi maka dilakukan reduksi terbuka denga caput femoris yang di
dislokasikan dan fragmen diikat pada posisinya pasca operasi. Traksi
dipertahankan selama 4 minggu, dan pembebatan ditunda selama 12
minggu.3,4
Dislokasi Anterior
Manuver yang digunakan hampir sama seperti yang digunakan
mereduksi dislokasi posterior, kecuali bahwa sewaku paha yang difleksikan
ditarik ke atas, paha harus diadduksi.1
Dislokasi Sentral
Apabila terjadi dislokasi sentral, diusahakan untuk mereposisi fraktur
dan mengembalikan bentuk acetabulum ke bentuk normalnya. Pada fraktur
acetabulum dengan penonjolan caput femur ke dalam panggul, maka
dilakukan terapi konservatif dengan traksi tulang selama 4-6 minggu. Pada
fraktur dimana caput femur tembus ke dalam acetabulum, sebaiknya dilakukan
traksi pada dua komponen yaitu komponen longitudinal dan lateral selama 6
minggu dan setelah 8 minggu diperbolehkan berjalan dengan menggunakan
penopang berat badan. 1,4

1.1 Tujuan Terapi


Mengembalikan posisi dan pergerakan.
Fiksasi dapat membiarkan pergerakan pascaoperasi dari hal-hal yang
tidak diinginkan.4,10
1.2 Konsiderasi Umum
Indikasi Operasi:3,4,10
Gagal reposisi tertutup
Kedudukan caput femur tidak stabil
Terjadi fraktur kolum femoris
Adanya lesi pada nervus ischiadicus.

CLOSED REDUCTION
Penanganan awal pada dislokasi hip adalah dilakukannya closed
reduction. Close reduction dipertimbangkan untuk prosedur emergensi
termasuk fraktur yang disertai fractur caput femoris atau fraktur
acetabulum. Jika fraktur tidak disertai associated fraktur maka
dilakukan tindakan close reduction tetapi jika disertai assosiated
fraktur maka dilakukan tindakan operasi.
Ada beberapa manuver dalam melakukan tindakan reposisi tertutup
1. Allis Manuver
Penderita dalam posisi terlentang kemudian pembantu menahan
panggul dan menekannya. Ahli bedah melakukan flexi pada lutut
sebesar 90 dan tungkai diadduksikan ringan dan rotasi medial.
Lengan bawah ditempatkan dibawah lutut dan dilakukan traksi
vertikal dan kaput femur diangkat dari bagian posterior
asetabulum. Panggul dan lutut diekstensikan secara hati-hati.
Syarat terpenting dalam melakukan reposisi adalah sesegera
mungkin dan dilakukan dengan pembiusan umum disertai relaksasi
yang cukup.

2. Manuver Bigelow

Tempatkan penderita posisi terlentang. Amati ( dislokasi secara


cermat dan suruh seorang asisten mendorongnya ke anterosuperior
pada SIAS. Fleksikan lutut penderita dan panggul, dan rotasikan
tungkainya pada posisi netral. Tarik tungkainya keatas secara terus
menerus dengan lembut. Saat masih dilakukan traksi (penarikan)
sesuai arah femur, rendahkan tungkainya ke lantai. Reduksi
biasanya jelas dirasakan tetapi perlu didukung dengan sinar X.jika
metode tersebut gagal mereduksi dislokasi, minta asisten
meneruskan penekanan secara kuat pada SIAS dengan lutut
sebagian difleksikan, tarik tungkai sesuai dengan deformitas.
Fleksikn panggul perlahan hingga 90 dan rotasikan secara lembut
ke internal da eksternal untuk melepaskan kaput dari struktur-
struktur yang menahannya. Kembalikan kaput pada tempatnya
dengan rotasi interna dan eksterna lebih lanjut, atau rotasi eksterna
dan ekstensi. Bila masih terpengaruh anestesi, periksa lutut, apakah
terdapat ruptur ligamentum cruciatum posterior.

OPEN REDUCTION

Dislokasi hip joint disertai fraktur posterior wall.

Jika terjadi associated posterior wall fracture, jika reduksi tidak sesuai, open
reduction dibutuhkan dengan cara mengeluarkan debris yang masih ada disekitar
acetabulum dan caput femur. Posterior wall acetabulum pada waktu yang sama
dilakukan insisi. Jika panggul telah dilakukan reduksi dan maka bagian dinding
posterior fraktur dilakuakan penanganan.8 Penanganan yang dilakukan adalah
dengan melakukan tehnik posterior approach yaitu (Kocher-Langenbeck) dengan
melakukan eksplorasi dari nervus schiaticus, mengeluarkan fragmen posterior.
Melakukan penanganan pada labrum yang lepas dan tidak stabil dan memperbaiki
fraktur acetabulumnya. Adapun keuntungan jika dilakukan fiksasi pada fraktur
yang mengenai lebih dari 30% dari permukaan wall posterior adalah untuk
mencegah terjadinya dislokasi berulang dan mencegah terjadinya komplikasi
artritis. 4
Dikutip dari jurnal Treatment of Anreduce Traumatic Hip Dislcation
Prosedur konstruktif yang penting dilakukan setelah 3 bulan atau karena
kerusakan permukaan artikular caput femoral atau asetabulum oleh fraktur atau
sikatrik. Sebagai satu kelompok, pasien ini awalnya mengalami kerusakan pada
hip yang berat, kemudian 10 hasil yang baik didapatkan pada 13 hip. 6 dari 13
prosedur rekonstruktif adalah cup arthoplasty. Ada 4 hasil yang baik, termasuk 2
yaitu hip dengan avaskular nekrosis. Pada hip yang kelima dengan avaskular
nekrosis terdapat hasil yang sesuai. Hasil yang keenam adalah hasil yang buruk
berhubungan dengan dislokasi cup karena tidak terlindunginya acetabulum
dengan adekuat. Athrodesis telah dilakukan pada 3 hip-pada 9 hari, 2 bulan,3
bulan-dan tidak nyeri, menyatu dengan kuat telah didapatkan pada setiap kasus.
Semuanya dinilai sebagai hasil yang baik dengan pemeliharaan dengan tiap tiap
keadaan dikurangi pergerakannya. 11
Total hip replacement telah dilakukan sebanyak 2 kali dengan hasil yang
baik. Moore prostesis telah dilakukan dengan hasil yang baik. One Whitman
reconstruction telah dilakukan dengan hasil yang jelek. Penentu utama pada hasil
dari tipe penanganan yang dilakukan telah diterima. Unreduksi hip secara formal
hasilnya jelek. Hal ini bervariasi sesuai dengan laporan unreduce hip sebenarnya
relatif tidak lagi sakit dan ROM nya dalam keadaan baik. 2 faktor yang
berkontribusi terhadap hasil yang jelek. Hasil buruk di sisa kelompok ini . Yang
pertama adalah fraktur kepala femoral atau dinding acetabular medial ( tipe IV
dan V ) . Semua dislokasi pinggul dengan fraktur dislokasi memiliki hasil yang
buruk . Hasil yang tidak menguntungkan yang sama telah dilaporkan pada
dislokasi pinggul dengan tipe- IV atau V lesi yang dikurangi Dalam waktu kurang
dari dua puluh empat jam. Faktor kedua adalah nekrosis avascular , kejadian tak
terduga yang mungkin tidak menjadi jelas selama berbulan-bulan. 11
Avascular necrosis terjadi pada beberapa hip dislocation dalam kelompok
ini diamati untuk setidaknya satu tahun , yang semuanya memiliki hasil yang
buruk . Merle Mazas mencatat nekrosis avascular dalam satu setengah dari
pasien dalam serangkaian serupa. Kejadian Avascular nekrosis di pinggul
berkurang kurang dari dua puluh empat jam Setelah dislokasi dilaporkan menjadi
dari 1 per 20 percent . Dari tujuh pinggul yang diobati dengan reduksi tertutup,
tidak memberikan hasil yang baik. Close reduksi telah banyak dianjurkan sebagai
pengobatan di tiga pertama minggu setelah dislokasi, terutama dengan tipe-I
fraktur-dislokasi. Huckstep melaporkan kembali berhasilnya close reduction pada
rentang waktu 16 bulan. Namun, kontraktur dari kapsul dan otot sekitarnya
membuat dislokasi kembali sehingga sulit untuk mengurangi dan rentan terhadap
patah setelah dilakukan manipulasi yang lama. Traksi skeletal telah digunakan
untuk mengatasi kontraktur dan beberapa hasil yang baik telah dilaporkan. Jenis
kasus yang satu mungkin cukup menyimpulkan bahwa mengingat pasien muda
dengan tipe-I fraktur -dislokasi tiga hari dua belas minggu. 11
Reduksi tertutup harus dicoba, dengan ketentuan bahwa ada risiko tinggi
nekrosis avaskular. Setelah tiga bulan acetabulum dapat diisi dengan jaringan
fibrosa. Membuat reduksi tertutup secara konsentris seperti jaringan. Tercatat dua
belas pasien dalam seri yang menjalani prosedur terbuka dua dan satu-setengah
bulan atau lebih setelah cedera. Dalam dislokasi eksperimental pada kelinci dan
anjing, Volkmann mencatat bahwa jaringan fibrosa muncul di acetabulum secara
dini tiga hari sampai satu-setengah minggu setelah dislokasi. Open reduction
menghasilkan tiga hasil yang baik di tiga belas hip. Ketiga berasal dari
subkelompok yaitu enam pasien dengan kepala femoral utuh dan dinding
acetabular medial (Jenis I, II, dan III). Masing-masing memiliki penghapusan
fragmen tulang dan fiksasi internal fraktur di bibir acetabular pada waktu
dilakukan reduksi. Ketiga tidak terjadi nekrosis avaskular. 34 pasien juga
dilaporkan dengan hasil tiga pinggul dengan jenis lesi dengan hasil yang baik
sebagai berikut reduksi terbuka. Sementara banyak pinggul yang nekrosis
avaskular atau artritis degeneratif.11
Kebanyakan penanganan dislokasi hip yang disertai fraktur mulai dari 3
hari sampai 3 bulan setelah dislokasi memberikan prognosis yang buruk karena
telah terjadi avaskular nekrosis. Fraktur dari head femur dan acetabular wall
memberikan prognosis yang tidak baik. Kesemuanya hasil yang terbaik
tergantung penanganan awal. Hal ini mengindikasikan dislokasi hip dengan
fraktur tipe IV dan V yang terjadi dislokasi 3 bulan atau lebih. Pada penelitian ini
tindakan total hip replacement adalah suatu pilihan. Bagaimanapun pada pasien
dengan usia muda dengan fraktur dislokasi kurang dari 3 bulan dilakukan close
reduction. Dan melepaskan fragment dari tulang dengan internal fiksasi pada
fraktur asetabulum. 12

Tipe fraktur dislokasi Excelent/Good Poor/Fair

Primary Reconstructive 10 3

surgery

Open Reduction 3 10

Close Reduction 0 7

Dari hasil penelitian pada kasus neglected case yang diberi tindakan
primary reconstructive 10 orang memberikan hasil yang baik dan 3 orang yang
tidak memberikan hasil yang baik.pada penanganan kasus neglected sama sekali
tidak memberikan hasil yang baik dan pada 7 orang memberikan hasil yang jelek
pada kasus neglected unreduce hip dislokasi akibat dari telah berkembangnya
jaringan fibrotik di acetabulum yang biasanya mulai terjadi pada hari ketiga
hingga minggu ke 3 setelah terjadi cedera.
Neglected traumatik hip dilocation biasanya tidak terjadi pada negara
berkembang. Tidak hanya pada orang dewasa, anak-anak juga terjadi dislokasi
akibat jatuh. Telah dilaporkan terlambatnya direduksi pada kasus dislokasi
meningkatkan resiko terjadinya avaskular nekrosis dan secondary arthritis.
Prognosis dari dislokasi hip tergantung pada usia pasien, keparahan trauma yang
dialami dan penanganan awal pada pasien. Insidensi avaskularnekrosis bervariasi
mulai 6-40%. Dari 262 orang yang diteliti Brev ada hubungan antara waktu
tindakan close reduksi dengan terjadinya avaskular nekrosis.dia meneliti bahwa
ketika dilakukantindakan baik close reduction setelah 12 jam setelah terjadinya
dislokasi maka beresiko 3 kali lebih besar terjadinya avaskular nekrosis. Para
peneliti merasa tidak terjadinya avaskular nekrosis pada studi ini karena dilakukan
peregangan secara berthap pada daerah soft tissue yang ada disekitar paha. Guvta
dan Sharvad berpendapat bahwa otot paha yang diurut secara lembut yang berada
di sekitar acetabulum dan caput femur menurunkan angka kejadian avaskular
nekrosis. Karena gagalnya otot-otot meregang sehungga meningkatnya tekanan
pada permukaan kartilago yang mana merupakan faktor terpenting terjadinya
avaskular nekrosis. Menurut Brav terjadinya avaskular nekrosis disebabkan oleh
penanganan awal pada pasien yang dislokasi. Literatur menyebutkan terjadi hasil
yang tidak memuaskan pada pasien yang telah diberi tindakan reduksi pada hip
dislokasi Grade III. Akibat kegagalan dari reduksi dengan metode traksi dengan
hasil yang jelek. Oleh karena itu kami batasi waktu jika kurang lebih dari 1 tahun
pasca dislokasi baik untuk dilakukan traksi-abduksi dengan beban. Operative
treatment pada kasus neglected memeberikan hasil yang optimal.12
Kocher-Langenbeck approach.
Metode ini dilakukan dengan menyusuri permukaan retroasetabular yaitu
dari tulang yang berdekatan yaitu tulang ischium ke Trochanter Mayor.
Menyusuri permukaan quadrilateral bisa dengan palpasi pada bagian trochanter
mayor dan Trochanter Minor. Kemudian melakukan penilaian setelah dilakukan
reduksi pada fraktur dengan cara menemukan quadrilateral plate dan bagian
anterior wall. Trochanter Mayor juga memberikan ruang untuk penempatan klem
untuk melakukan tindakan reduksi pada fraktur ini. Gluteal Superior
neurovascular bundle dibatasi ke bagian superior iliac Wing pada metode ini. 4
(Fig. 4.5-9),
Dalam Posisi ini lateral dekubitus, berat kaki sering menghalangi
pengurangan fraktur tipe B1sesuai tipe AO, sehingga posisi prone selalu
dipilih. Mempertahankan fleksi lutut (pada 90 ) dan ekstensi hip pada
seluruh prosedur mengurangi ketegangan pada saraf sciatic. Sayatan ini
berpusat di setengah posterior dari greater trochanter, meluas distal sepanjang
poros tulang paha sekitar 8 cm, dan kurva proksimal menuju posterior spina
iliaka superior sepanjang 8 cm. Fasia lata dan fasia gluteus maximus diinsisi
dan otot secara lembut diinsisi dan diseksi secara tumpul. Saraf sciatic dapat
konsisten diidentifikasi sepanjang aspek fasia medial kuadratus femoris.
Sebagian dari gluteus maximus penyisipannya mungkin memerlukan dilepas,
untuk menurunkan ketegangan.4
Rotator eksternal pendek ditempatkan pada peregangan dengan rotasi
internal pinggul , tag ,dan tercermin dari insersi femoralis. Pencabutan dari
tendon obturator internus menyediakan akses ke skiatik dengan lebih rendah
dan melindungi saraf sciatic , yang melewati bagian dangkal untuk tendon .
Pencabutan dari piriformis tendon menyediakan akses ke trochanter mayor ,
tapi gagal melindungi saraf sciatic ,yang keluar menuju tendon . retraktor yang
tumpul hati-hati ditempatkan ke dalam dua lokasi ini untuk memberikan
pandangan dari seluruh permukaan retroacetabular. Perhatian harus diambil
untuk mengidentifikasi dan melindungi gluteal neurovaskular superior bundel
saat keluar ke skiatik. Untuk fraktur seperti melintang transtectal tinggi atau
Patah tulang T -jenis , osteotomy dari yang trokanter mayor kadang-kadang
diperlukan , untuk mendapatkan akses ke permukaan agar menahan beban pada
acetabulum. 4
Bagaimanapun ada beberapa komplikasi membawa kerugian potensial non
union dan peningkatan risiko pengerasan heterotopic. Pada penutupan, Rotator
eksternal dijahit untuk manset jaringan pada aspek posterior trokanter lebih
besar , atau disambungkan melalui lubang bor . Jika rilis dari gluteus maximus
penyisipan telah diperlukan , ini juga diperbaiki. Dalam dan dangkal saluran
air ditempatkan jika merasa diperlukan oleh dokter bedah . The lata fasia dan
fasia lebih gluteus maximus diperbaiki diikuti oleh penutupan dangkal.
Dalam pendekatan ini , gangguan sendi panggul adalah terbaik dicapai dengan
distractor secara luas, dengan 5 mm Schanz sekrup di dinding penopang sciatic
proksimal , dan pin kedua ke femur di tingkat trokanter lebih rendah . Hal ini
memungkinkan paparan sendi , pengeluaran fragmen yang longgar, dan
pengurangan setiap marjinal fraktur impaksi . Setelah traksi telah dirilis , kepala
femoral menyediakan template untuk pengurangan artikular . cancellous
autogenous tulang , diperoleh melalui lubang kecil di trokhanter mayor ,
kemudian digunakan untuk menopang untuk mengurangi fragmen marjinal.4

1.3 Perawatan Pasca Reduksi


Paisen tirah baring dan diimobilisasi dengan traksi kulit selama 2
minggu, kemudian mobilisasi non-weight bearing selama 3 bulan atau tirah
baring hingga nyeri sendi panggul menghilang, kemudian segera mobilisasi
partial weight bearing.10
1.4 Follow-up
Pengawasan posisi ekstremitas bawah dalam posisi neutral bila
diimobilasisi dengan traksi kulit, latih isometric segera dilakukan dan latihan
isotonic setelah 2 minggu. Atau dengan pemantauan hilangnya nyeri sendi
panggul dan segera mobilisasi partial weight bearing.4

VIII. KOMPLIKASI

Tahap Dini
a. Cedera nervus skiatikus
Cedera nervus skiatikus terjadi 10-14% pada kasus dislokasi posterior
selama awal trauma atau selama relokasi.Fungsi nervus dapat digunakam
sebagai verfikasi sebelum dan sesudah relokasi untuk mendeteksi
terjadinya komplikasi ini.Jika ditemukan adanya disfugsi atau lesi pada
nervus ini setelah reposisi maka pembedahan eksplorasi dianjurkan untuk
mengeluarkam dan memperbaikinya. Penyembuhan sering membutuhkan
waktu yang lama, minimal beberapa bulan dan sementara proses tersebut,
tungkai harus dihindarkan dari cedera dan pergelangan kaki harus dibebat
untuk menghindari kaki terkulai foot drop.1
b. Kerusakan pada caput femur
Sewaktu terjadi dislokasi, sering terjadi kaput femur menabrak acetabulum
sehingga pecah atau patah seperti pada kasus fraktur dislokasi.1

c. Kerusakan pada pembuluh darah


Pada kebiasaannya, pembuluh darah yang mengalami robekan atau ruptur
adalah arteri glutea superior.Kalau keadaan ini dicurigai maka perlu
dilakukan pemeriksaan arteriogram. Pembuluh darah yang robek atau
ruptur mungkin perlu dilakukan ligasi.1
d. Fraktur diafisis femur
Bila terjadi bersamaan dengan dislokasi sendi panggul, fraktur ini biasanya
terlewatkan.Kecurigaan adanya dislokasi panggul, bila mana pada fraktur
femur ditemukan posisi fraktur proksimal dalam keadaan
adduksi.Pemeriksaan radiologis sebaiknya dilakukan di atas dan di bawah
daerah femur. Pemeriksaan CT-Scan dapat memberikan gambaran hasil
yang lebih baik, sekaligus membantu dalam diagnose dan penatalaksanaan
fraktur pada dislokasi.1

Tahap Lanjut
a. Nekrosis avaskular
Persediaan darah pada caput femoris sangat terganggu sekurang-
kurangnya 10% pada dislokasi panggul traumatik, kalau reduksi ditunda
menjadi beberapa jam maka kejadian meningkat menjadi 40%. Nekrosis
avaskular terlihat dalam pemeriksaan radiologi konvensional sebagai
peningkatan kepadatan caput femoris, tetapi perubahan ini tidak ditemukan
sekurang-kurangnya selama 6 minggu, bahkan ada yang ditemukan setelah
2 tahun dengan ditemukan adanya fragmentasi atau sklerosis pada
pemeriksaan radiologis.1
b. Misositis osifikans
Komplikasi ini jarang terjadi.Mungkin berhubungan dengan beratnya
cedera. Tetapi gerakan tidak dapat dipaksakan dan pada cedera yang berat,
masa istirahat dan pemulihan dengan pembebanan mungkin perlu
diperpanjang.1
c. Dislokasi yang tidak dapat direduksi
Hal ini dikarenakan reduksi yang terlalu lama sehingga sulit dimanipulasi
dengan reduksi tertutup dan diperlukan reduksi terbuka. Dengan kasus
seperti ini, insidens kekakuan dan nekrosis avaskular sangat meningkat,
dimana penatalaksanaan adalah dengan pembedahan rekonstruktif.1
d. Osteoartritis
Osteoartritis sekunder sering terjadi dan diakibatkan oleh kerusakan
kartilago saat dislokasi,adanya fragmen yang tertahan dalam sendi, atau
nekrosis iskemik pada caput femoris.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Solomon Louis, Warwick David, Nayagam Selvadurai. Apleys Consise


System of Orthopaedics and Trauma. 4th Edition. London: Hodder Arnold.
2014.
2. Thompson, Jon C. Netters Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy. 2nd
Edition. USA: Icon Learning System LLC. 2010.
3. Brinker Mark R. Review of Orthopaedic Trauma. 2nd Edition. USA:
Lippincott Wittiams & Witkins. 2010.
4. Miller Mark D, Thompson Stephen R, Hart Jennifer H. Review of
Orthopaedics. 6th Edition. USA: Elsevier Saunders. 2012.
5. Cleland Joshua, Koppenhaver Shane. Netters Orthopaedic Clinical
Examination. 2nd Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2011.
6. Thomas P. Redi and William M. Murphy. AO Principles of Fracture
Management. New York 2000.
7. Moore, Keith L dan Anne M. R. Agur. Consise Clinical Anatomy. 2002.
8. Solomon Louis, Warwick David, Nayagam Selvadurai. ApleysSystem of
Orthopaedics and Fractures. 9th Edition. London: Hodder Arnold. 2010.
9. Snell, Richard S. Clinical Anatomy. 3rd Edition. London: Learning System
LLC. 2006.
10. Robert, W Bucholz. Rockwood and Greensfracture in Adult. 7 th
2010.
Philadelphia: Elseiver Saunders 2010.
11. V.S.Bay and Kumar. Management of Unreduce Traumatic Posterior
Dislocation of the Hip. Indian Journal. 1990.
12. John C. Garrett, M.D. Treatment of Unreduced Traumatic Posterior
Dislocations of the Hip. Journal Of Bone and Joint Surgery.1979

Anda mungkin juga menyukai