Pembimbing Akademik
Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Seminar Kasus
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Bayi Dengan Kasus Neonatal Seizure di
Ruang Perina RSMY Provinsi Bengkulu Tahun 2023”.
Penulis berharap semoga laporan seminar yang telah penulis susun ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak serta dapat membawa prubahan positif terutama bagi
penulis sendiri dan mahasiswa lain yang sedang praktik klinik keperawatan di RSMY
Provinsi Bengkulu.
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL...................................................................................................................iii
DAFTAR BAGAN...................................................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................................v
BAB I.........................................................................................................................................7
PENDAHULUAN.....................................................................................................................7
A. Latar Belakang................................................................................................................7
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................8
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................................8
D. Manfaat Penelitian...........................................................................................................8
BAB II........................................................................................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................9
A. Konsep Penyakit..............................................................................................................9
BAB III....................................................................................................................................28
TINJAUAN KHASUS............................................................................................................28
B. ANALISA DATA..........................................................................................................38
C. RENCANA KEPERAWATAN.....................................................................................40
BAB IV....................................................................................................................................52
PEMBAHASAN.....................................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................61
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Neonatal seizure merupakan salah satu manifestasi klinis terbanyak sebagai
disfungsi sistem saraf pusat pada neonatus, dengan insiden 1,5 hingga 3.5 per. 1000
pada neonatus cukup bulan dan 10hingga 130 per 1000 neonatus preterm. Kejang
pada neonatus merupakan suatu tanda yang signifikan.untuk suatu kerusakan pada
otak, seperti karena hipoksik iskhemik, stroke, infeksi intrakranial,hipoglikemi, inborn
errors of metabolism, atau malformasi otak (Ramantani, 2020).
Insidensi neonatal seizure selama minggu pertama kelahiran pada bayi cukup
bulan berkisar 1-3 per 1000 kelahiran dan 50- 150 per 1000 pada bayi kurang bulan di
unit perawatan intensif neonatal (Heljic et. al, 2016). Hal paling mendasar yang
menjadi penyebab neonatal seizure yaitu ensefalopati iskemik-hipoksik, gangguan
metabolik (hipoglikemia dan hipokalsemia), malformasi kongenital, infeksi neonatus
(meningitis dan ensefalitis), serta perdarahan intrakranial serebral. Faktor ibu juga
berpengaruh terhadap kejadian kejang pada bayi baru lahir antara lain status paritas
ibu, infeksi intrauterin, dan proses persalinan (Vegda et. al, 2022)
Hasil penelitian yang dilakukan Heljic et. al (2016) pada 100 bayi baru lahir
dengan neonatal seizure di ruang NICU didapatkan 20 bayi lahir sebelum usia
kehamilan 32 minggu (premature) dan 11 bayi dengan neonatal seizure lahir cukup
bulan (post-term). Penyebab umum neonatal seizure terbanyak pada bayi cukup bulan
yaitu ensefalopati iskemik-hipoksik atau Hypoxic-Ischemic Encephalopathy sebanyak
(51%) 34 bayi.
Dampak yang ditimbulkan dari neonatal seizure apabila tidak mendapatkan
penanganan segera adalah masalah gangguan perkembangan pada bayi baru lahir.
Gangguan perkembangan yang ditunjukkan pada bayi berdampak buruk pada
perkembangan saraf dan dapat menjadi predisposisi bayi terhadap komplikasi
kognitif, perilaku, atau epilepsi. Penatalaksanaan utama yang dilakukan pada neonatal
seizure setelah penegakan diagnosis adalah mempertahankan ventilasi dan perfusi
yang adekuat. Selanjutnya pemberian obat anti kejang untuk menghindari timbulnya
kejang berulang secara klinis akan tetapi lama pemberian obat anti kejang ditentukan
oleh seberapa besar risiko kejang berulang (Kemenkes, 2019)
Peran perawat yang paling penting adalah melakukan observasi yang ketat
terhadap kejadian kejang sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas tentang
3
peristiwa kejang tersebut. Gambaran yang dimaksud meliputi karakteristik kejang dan
perubahan-perubahan perilaku yang menyertainya. Lebih spesifik lagi, penjelasan dan
gambaran tersebut memberikan informasi tentang waktu kejadian kejang, bagian
anggota tubuh yang mengalami kejang pertama kali, kegiatan bayi sebelum terjadinya
kejang, lamanya kejang, tingkat kesadaran, karateristik klinis seperti gerakan dan
perilaku, serta tanda dan gejala setelah terjadinya kejang. Pengkajian ini harus
dilakukan dengan seksama, karena informasi yang tepat tentang kejadian kejang
sangat dibutuhkan untuk mengklasifikasikan kejang. Selain itu observasi dan
penjelasan yang akurat tentang kejadian kejang akan memudahkan tim kesehatan
interdisipliner untuk menegakkan diagnosa dan menetapkan penatalaksanaan
pengobatan kejang yang tepat
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang di angkat adalah
“Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Bayi Dengan Kasus Neonatal Seizure?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penyusunan makalah seminar ini bertujuan untuk mengetahui Asuhan
Keperawatan pada Bayi dengan Kasus Neonatal Seizure.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi hasil pengkajian pada bayi dengan kasus Neonatal Seizure.
b. Mengidentifikasi diagnosa bayi dengan kasus Neonatal Seizure.
c. Menyusun intervensi keperawatan pada bayi dengan kasus Neonatal Seizure.
d. Melakukan implementasi dari perencanaan yang telah disusun pada bayi
dengan kasus Neonatal Seizure.
e. Mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah diberikan pada bayi dengan
kasus Neonatal Seizure.
f. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pada bayi dengan kasus
Neonatal Seizure.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari dilakukannya penelitian ini diantaranya adalah :
1. Bagi Instansi Pendidik
Sebagai sumber informasi kepustakaan dan sebagai refrensi dalam pengembangan
penelitian yang lain untuk tingkat selanjutnya dalam membuat skripsi pada jurusan
keperawatan Poltekes Kemenkes Bengkulu.
4
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Penelitian ini dapat bermanfaat bagi perawat atau pelayanan kesehatan untuk menerapkan
sebagai panduan tindakkan untuk kedepannya agar dapat melakukan prosedur tindakkan
tersebut dengan baik dan benar.
3. Bagi Peneliti Lain
Diharapkan hasil makalah seminar ini dapat dijadikan data dasar dan informasi
bagi pengembangan penelitian selanjutnya
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Neonatal seizure (kejang pada neonatus) adalah suatu manifestasi dari
disfungsi neurologis yang timbul pada masa neonatus atau daam 28 hari sesudah
lahir (Maryunani & Sari, 2013). Kejang pada neonatus adalah kejang yang terjadi
daam 4 minggu pertama kehidupan dan paing sering terjadi pada 10 hari pertama
kehidupan. Kejang ini merupakan gejala gangguan syaraf dan tanda penting akan
adanya penyakit lain sebagai penyebab kejang tersebut, yang dapat mengakibatkan
gejaa sisa yang menetap di kemudian hari (Mardia Rahmi dalam Oboi, 2013)
2. Etiologi
Menurut (Indriani et al., 2023) beberapa penyebab dari kejang neonatus, yaitu:
a. Prematuritas
Bayi yang dilahirkan secara prematur belum memiliki organ – organ yang
tumbuh dan berkembang secara lengkap yang akan mengalami lebih banyak
kesulitan untuk hidup normal dari uar uterus ibunya. Diantara kompiksi yang
timbu akibat bayi lahir prematur, perdarahan intrakranial, asfiksia, dan
gangguan keseimbangan asam basa dapat menyebabkan kejang pada neonatus.
b. Asfiksia
Asfiksia intaruterin adaah penyebab terbanyak ensefalupati
hiposikiskemik. Hal ini karena terjadi hipoksemia, kurangnya kadar oksigen
ke jaringan otak.
c. Trauma dan Perdarahan Intrakranial
Biasanya terjadi pada bayi yang besar, hal ini tterjadi pada partus lama.
Persalinan yang sulit oleh kelainan kedudukan janin. Perdarahan juga bisa
terjadi akibat persalinan dengan tindakan (vacum ekstraksi dan forcep).
Perdarahan intrakranial terdiri dari :
1) Perdarahan Sub Arachoid
Kemungkinan karena robekan vena superfroral akibat partus lama
6
2) Perdarahan Sub Dural
Umumnya terjadi akibat robekan tentorium di dekat falks serebri.
Keadaan ini karena molase kepala yang berlebihan pada letak verleks,
letak muka dan partus lama.
3) Perdarahan Intraventrikuler
Gambaran klinis perdarahan tergantung pada beratnya penyakit dan
saat terjadinya perdarahan. Pada perdarahan hebat dapat berupa gangguan
nafas, kejang tonik umum. Pada perdarahan sedikir dapat berupa
hipotonia, kurang aktif bila keadaan memburuk akan terjadi kejang.
d. Infeksi
Dapat terjadi di dalam rahim, selama persalinan atau sesudah lahi. Infeksi
terjadi infeksi dari ibu seperti rubella dan herpes. Selama persalinan atau
sesudah lahir bayi dapat terinfeksi virus coxsackie, E.Colli, streptocuccus B.
e. Kernikterus / Ensefalopai Bilirubin
Disertai indirek menyebabkan kerusakan otak pada bayi cukup bulan
apabila >20mg/d. Pada bayi prematur kadar 10 mg/dl sudah berbahaya.
f. Gangguan Metabolik
1) Hipoglikemia
Kadar gula darah norma pada bayi 45 – 60 mg/dl. Hipoglikemia
dapat menjadi penyebab dasar kejang pada bayi baru lahir. Hipoglikemia
berkepanjangan dan berulang mengakibatkan dampak yang menetap pada
sistem syaraf pusat.
2) Hipokalsemia
Jarang menjadi penyebab tunggal kejang pada neonatus, biasanya
disertai dengan gangguan lain misal hipoglikemia.
3) Gangguan elektrolit
Gangguan keseimbangan terutama natriu menyebabkan
hiponatremia / hipernatremia yang merupakan penyebab kejang.
g. Intuksikasi Anestesi Lokal
Kejang akibat intuksikasi anestesi okal / anestesi blok pada ibu yang
masuk ke dalam sirkulasi janin.
7
h. Penyebab Kejang Lainnya yang Jarang Terjadi
1) Gangguan perkembangan otak
Beberapa keainan susunan saraf pusat dapat menimnulkan kejang
pada hari pertama kehidupan.
2) Idiopatik
Kejang pada neonatus yang tidak diketahui penyebabnya secara
reatif sering menunjukkan hasil yang baik tetapi kejang yang berulang
yang lama.
3. Klasifikasi
Menurut (Lestari, 2021) neonatal Seizures ini dapat diklasifikasikan
berdasarkan gejala klinisnya. Vulpe mengklasifikasikan kejang sesuai dengan
gejala klinisnya, yaitu:
a. Subtle
Tipe kejang yang sering terjadi pada bayi kurang bulan. Bentuk kejang ini
hampir tidak terlihat, biasanya berupa pergerakan mulut, muka atau lidah
berupa menyeringai, terkejat – kejat, menghisap, menguap, menelan,
pergerakan mata berkedip – kedip, deviasi bola mata horizontal. Pada anggota
gerak seperti mengayuh atau berenang. Pada pernapasan berbentuk serangan
apnea.
b. Klonik
Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1- 3 detik, terlokalisasi
dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran, biasanya tidak diikuti oleh
fase tonik. Kejang klonik multifokal terutama pada bayi cukup bulan dengan
berat >2500 gram. Bentuk kejang dari satu atau lebih anggota gerak yang
berpindah – pindah / terpisah secara teratur seolah – olah memberi kesan
sebagai kejang umum.
c. Tunik
Biasa didapatkan pada BBLR dengan masa kehamilan <34 minggu dan
bayi –bayi dengan kompikasi perinatal berat. Pergerakan tungkai yang
menyerupai sikap deserberasi dan ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah.
d. Mroklonik
Terlihat gerakan ekstensi dan fleksi dari lengan atau keempat anggota
gerak yang berulang dan terjadi dengan cepat seperti gerakan reflek moro.
8
Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang uas dan
hebat seperti bayi yang lahir dari ibu yang kecanduan obat.
4. Patofisiologi
Kejang terjadi akibat timbulnya muatan listrik (depolarisasi) berlebihan
pada susunan saraf pusat sehingga terbentuk gelombang listrik yang berlebihan.
Neuron dalam sistem saraf pusat mengalami depolarisasi sebagai hasil dari
perpindahan natrium kearah daam, sedangkan depolarisasi terjadi akibat keluarnya
kalium. Untuk mempertahankan potensial membran memerlukan energi yang
bergantung pada mekanisme pompa yaitu keluarnya natrium dan masuknya
9
Pathway
Trauma dan perdarahan asfiksia infeksi gangguan metabolik
intrakranial
Tatalaksana bayi tatalaksana bayi kurang terpapar risiko kejang TIK meningkat spasme otot
terpasang akses dirawat dalam informasi berulang pernapasan
vena, OGT inkubator
orang tua inkordinasi kerusakan perpusi serebral hipoksia
mengeluh kontraksi sel-sel dan tidak adekuat
MK : Risiko MK : bingung dan otot, mulut jaringan kebutuhan O2
Infeksi Gangguan khawatir pada dan lidah dan energi
Integritas kondisi bayi
Kulit MK : Risiko
tinggi takip
MK : Risiko
Perfusi gangguan
MK : Risiko perkembangan
MK : Cedera Serebral
Ansietas Tidak MK : Pola Napas
Efektif Tidak Efektif
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi kejang pada bayi baru lahir dapat berupa tremor, hiperaktif,
kejang-kejang, tiba-tiba menangis melengking. Tonus otot hilang disertai atau tidak
dengan kehilangan kesadaran, gerakan yang tidak menentu ( involuntary
movements) nistagmus atau mata mengedip-edip proksismal, gerakan seperti
mengunyah dan menelan. Oleh karena itu Manifestasi klinik yang berbeda-beda
dan bervariasi, sering kali kejang pada bayi baru lahir tidak di kenali oleh yang
belum berpengalaman. Dalam prinsip, setiap gerakan yang tidak biasa pada bayi
baru lahir apabila berangsur berulang-ulang dan periodik, harus dipikirkan
kemungkinan manifestasi kejang (Mardia Rahmi dalam Oboi, 2013)
Manifestasi kejang pada neonates dapat dibedakan berdasarkan jenis
kejangnya, yaitu:
a. Klonik Fokal
1) Kontraksi ritmis otot-otot tungkai, muka dan batang tubuh.
2) Fokal dan multifocal dapat dihentikan dengan peregangan.
3) Simultan pada kedua sisi tubuh.
b. Tonkik Fokal
1) Kekakuan asimetris pada batang tubuh, satu tungkai, deviasi mata.
2) Diprovokasi dengan stimulasi atau dihentikan dengan peregangan.
c. Mioklonik
1) Kontraksi mendadak(cepat) secara acak, berulang atau tidak berulang
pada tungkai, muka dan badan.
2) Dapat diprovokasi dengan stimulasi.
d. Spasme
Kekakuan pada otot fleksor estensor atau keduanya
e. Tonik Umum
1) Kekakuan pada otot fleksor ekstensor atau keduanya
2) kekakuan secara simetris pada batang tubuh, leher dan tungkai.
f. Motor Automtism (Subtle)
1) gerakan okuler atau nistagmus
2) Gerakan oral-bukal-lingual : menghisp, mengunyah, protusi lidah
3) Gerakan progresif : gerakan seperti mendayung, berenang, mengayuh
sepeda
11
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menentukan prioritas pada pemeriksaan laboratorium, harus
digunakan informasi yang didapatkan dari riwayat dan pemeriksaan fisik
dengan baik untuk mencari penyebab yang lebih spesifik. Pemeriksaan
laboratorium meliputi:
12
memastikan adanya kejang di saat manifestasi klinis yang timbul subtle atau
apabila obat-obatan penenang neuromuscular telah diberikan.Untuk
menginterpretasikan hasil EEG dengan benar, sangatlah penting untuk
mengetahui status klinis bayi (termasuk keadaan tidur) dan obat-obatan yang
diberikan (Indriani et al., 2023).
The International League Against Epilepsy mempertimbangkan kriteria
sebagai berikut :
13
menghentikan obat antikonvulsan jika: kejang terkontrol dan pemeriksaan
neurologis normal atau pemeriksaan neurologis abnormal namun EEG
normal.
b. Penggunaan obat-obatan anti konvulsan
Prinsip penatalaksaan pertama yaitu menangani penyebab yang mendasari
sangatlah penting untuk mencegah kerusakan otak yang lebih berat.Namun,
apabila penyebab yang mendasar kejang sulit untuk ditangani dengan segera,
perlu dingat untuk secepatnya menangani kejang agar tidak terjadi kerusakan
neurologis yang berat. Pada akhirnya, kejang yang terjadi mungkin saja
menjadi sulit ditangani dengan obat-obatan anti konvulsi apabila penyebab
utama yang mendasar tidak ditangani dengan baik. Terapi awal yang bisa
dipergunakan adalah phenobarbital dan fenitoin.
1) Phenobarbital
Penggunaan fenobarbital telah lama dianggap sebagai yang utama
untuk menangani kejang pada neonatus. Pemberian secara intravena dapat
dilakukan secepatnya setelah jalur infus telah terpasang. Konsentarsi
serum dapat ditentukan dengan sangat cepat dan dosis yang lebih jauh lagi
dapat diberikan apabila diperlukan. Absorbsi secara enteral termasuk baik,
jadi memudahkan pemindahan antara administrasi intravena ke pemberian
secara oral. Fenobarbital dimetabolismekan di hepar, sehingga dosis
rumatan biasanya harus dinaikkan 5-8 mg/kg" karena pada beberapa kasus
asfiksia, bayi harus memulinkan diri dari disfungsi hepar akut. Hipotermia
juga menurunkan metabolisme phenobarbital.
2) Fenitoin
Fenitoin memiliki efektivitas yang sama dengan phenobarbital
sebagai terapi awal kejang neonatus. Namun dikarenakan sulitnya
mempertahankan dosis terapi fenitoin, phenobarbital lebih sering
digunakan sebagai terapi awal, terutama pada kasus akut. Kekurangan lain
pada fenitoin adalah tingginya potensi interaksi dengan obat-obatan yang
berikatan dengan protein. Namun, dosis awal dari fenitoin lebih rendah
resikonya untuk menyebabkan efek sedasi dibandingkan fenobarbital.
Fenitoin bercampur kurang baik pada PH netral dan juga menyebabkan
presipitat jika digunakan bersama dextrose, jadi harus diberikan dengan
jalur intravena bebas dextrose. Fenitoin menggunakan jalur anti kejang
14
yang berbeda dengan phenobarbital, fenitin menghalangi kanal natrium
schingga mencegah tembakan neuron berulang. Sedangkan phenobarbital
meningkatkan kemampuan inhibisi.
3) Suhu
Kaji apakah suhu tinggi (hipertemia) atau tidak.
4) Nadi
Kaji frekuensi nadi dan kekuatan nadi
5) Respirasi
Kaji frekuensi napas dan pola napas.
h. Pemeriksaan Sistematis
1) Kepala
Observasi adanya cephal hematoma dan caput succedaneum sebagai tanda
adanya perdarahan ataupun trauma pada kepala. Selain itu perhatikan
bentuk adanya kelainan pada kepala seperti adanya microchepali dan
hidrosefalus yang biasa dapat mengakibatkan kejang.
2) Kulit
Observasi turgor dan warna kulit. Perhatikan adanya sianosis dan icterus.
Kejang biasanya dapat terjadi pada bayi dengan kadar bilirubin
meningkat.
3) Mata
Observasi bentuk mata, perhatikan adanya Gerakan yang tidak normal
seperti deviasi bola mata horizontal, dan pergerakan bola mata yang cepat
(nystagmus). Juga perhatikan konjungtiva mata apakah anemis atau tidak.
4) Hidung
Observasi kondisi hidung seperti bentuk, adanya pengeluaran secret
ataupun penumpukan kotoran hidung yang dapat menyebabkan sumbatan.
Perhatikan juga adanya pernafasan cuping hidung.
5) Mulut
Observasi kebersihan mulut, lihat adanya hypersaliva atau penumpukan
secret yang dapat menyebabkan sumbatan jalan napas.
6) Telinga
Observasi kebersihan dan bentuk telinga.
7) Leher
Observasi adanya pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening dan
bendungan vena jugularis.
16
8) Dada
Observasi bentuk dada, RR bayi (normal 40-60x/m), pergerakandada
dextra dan sinistra. Dengarkan suara pada kedua lapang paru dan
dengarkan suara jantung.
9) Abdomen
Observasi adanya distensi, kondisitali pusat, tanda-tanda infeksi pada tali
pusat
10) Genetalia
Bila berjenis kelamin laki-laki perhatikan apakah testis sudah turun atau
belum, terdapat rague atau tidak. Bila Perempuan apakah labia mayora
sudah menutupi labia minora.
11) Ekstremitas
Observasi apakah ada Gerakan ekstremitas tidak menentu, anggota gerak
seperti mengayuh atau berenang. Perhatikan CRT
12) Neurologi/Reflek Fisiologis Pada Bayi
a) Reflek moro; bayi akan terkejut Ketika mendengarkan suara keras
b) Reflek gaspin atau reflek menggenggan
c) Reflek sucking atau reflek menghisap
d) Reflek rooting atau reflek mencari
i. Data Penunjang
1) Pemeriksaan darah
Glukosa darah (normalnya 45-60 mg)
Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang
Ketidakseimbangan elektrolit (kalium dan natrium) mempunyai
potensi kejang. Kalium normal 136-145 mmol/L. Natrium normal
3.50-5.10 mmol/L
2) Cairan Cerebo Spinal
Mendeteksi adanya infeksi
3) EEG
Dilakukan selama kejang akan memperlihatkan abnormal
4) CT-SCAN
Mengidentifikasi lesi cerebral, hematoma, cerebran edema, trauma, abses
dan tumor.
17
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul yaitu:
a. Resiko perfusi serebral tidak efektif b/d hipoksia jaringan
b. Resiko infeksi b/d proses prosedur invasive
c. Resiko ketidakseimbangan kadar glukosa darah b/d gangguan metabolic
d. Ansietas b/d khawatir mengalami kegagalan
e. Resiko cedera b/d hipoksia jaringan
3. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan
1. Resiko perfusi Setelah dilakukan Tindakan Manajemen Peningkatan
serebral tidak keperawatan selama 3x24 Tekanan Intrakranial
efektif d/d jam, maka diharapkan : Observasi
hipoksia jaringan Perfusi Serebral 1. Identifikasi penyebab
Ekspektasi : meningkat peningkatan TIK
Dengan kriteria hasil : (misalnya: lesi, gangguan
1. Tingkat metabolism, edema
kesadaran
serebral)
meningkat
2. Sakit kepala menurun 2. Monitor tanda/gejala
3. Gelisah menurun
peningkatan TIK (misalnya:
4. Tekanan arteri rata-
rata (mean arterial tekanan darah meningkat,
pressure/MAP)
tekanan nadi melebar,
membaik
5. Tekanan intra bradikardia, pola napas
kranial membaik
ireguler, kesadaran menurun)
3. Monitor MAP (mean arterial
pressure) (LIHAT:
Kalkulator MAP)
4. Monitor CVP (central
venous pressure)
5. Monitor PAWP, jika perlu
6. Monitor PAP, jika perlu
7. Monitor ICP (intra cranial
pressure)
8. Monitor gelombang ICP
18
9. Monitor status pernapasan
10. Monitor intake dan output
cairan
11. Monitor cairan serebro-
spinalis (mis. Warna,
konsistensi)
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan
yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari manuver valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Hindari pemberian cairan IV
hipotonik
7. Atur ventilator agar PaCO2
optimal
8. Pertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi
dan antikonvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu
19
dengan kriteria hasil: 1. Batasi jumlah pengunjung
1. Demam menurun 2. Berikan perawatan kulit pada
2. Kemerahan menurun area edema
3. Nyeri menurun 3. Cuci tangan sebelum dan
4. Bengkak menurun sesudah kontak dengan
5. Kadar sel darah putih pasien dan lingkungan
membaik pasien
4. Pertahankan teknik aseptic
pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
20
cairan
6. Monitor keton urin, kadar
Analisa gas darah, elektrolit,
tekanan darah ortostatik dan
frekuensi nadi
Terapeutik
1. Berikan asupan cairan oral
2. Konsultasi dengan medis
jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
3. Fasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian cairan
IV, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian
kalium, jika perlu
Manajemen Hipoglikemia
Observasi
1. Identifikasi tanda dan gejala
hipoglikemia
2. Identifikasi kemungkinan
penyebab hipoglikemia
Terapeutik
1. Berikan karbohidrat
sederhana, jika perlu
2. Berikan glucagon, jika perlu
3. Berikan karbohidrat
kompleks dan protein sesuai
21
diet
4. Pertahankan kepatenan jalan
napas
5. Pertahankan akses IV, jika
perlu
6. Hubungi layanan medis
darurat, jika perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
dekstrose, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
glukagon, jika perlu
22
5. Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
6. Tempatkan barang pribadi
yang memberikan
kenyamanan
7. Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
8. Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin
dialami
2. Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk
tetap Bersama pasien, jika
perlu
4. Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan
7. Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat
8. Latih Teknik relaksasi
23
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
24
BAB III
TINJAUAN KASUS
a. Aspirasi mekonium ( )
b. Denyut jantung janin abnormal ( )
c. Masalah lain :
d. Prolaps tali pusat/lilitan tali pusat ( )
e. Ketuban pecah dini ( ); berapa jam:
_
Riwayat ibu
25
Jenis persalinan
Pervaginum ( )
Sectio Cesarea ( ) Alasan : Panggul sempit
Komplikasi kehamilan:
Tidak ada () ada ( )
Perawatan antenatal ( )
Ruptur plasenta/plasenta previa ( )
Pre eklamsia/toxcemia ( )
Suspect sepsis ( )
Persalinan premature/post matur ()
Masalah lain: tidak ada
Instruksi: beri tanda cek (v) pada istilah yang tepat/sesuai dengan data-data di bawah
ini. Gambarkan semua temuan abnormal secara objektif, gunakan kolom data tambahan
bila perlu.
1. Reflek:
2. Tonus/aktivitas
Sulit menangis ( )
3. Kepala/leher
26
. Sutura sagitalis Tepat ( ) Terpisah ()
Menjauh ( ) Tumpangtindih( )
4. Mata
5. THT
6. Abdomen
b. Lingkar perut 34 cm
7. Toraks
8. Paru-paru
27
Alat bantu napas: CPAP F1O2 : 21%
PEEP: 5
9. Wajah:
10.Jantung
d. Denyut nadi:
11. Ekstremitas
Normal ()
abnormal ( )
Inflamasi ()
drainase ()
13. Genital
Sebutkan: __
28
14. Anus: paten () imperforate ( )
Sebutkan: _
16. Kulit
e. Lanugo ()
17. Suhu
a. Lingkungan
RIWAYAT SOSIAL
29
Ket : : Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Tinggal serumah
- Budaya :-
- Suku : serawai
- Agama : islam
NICU
_
Respon: _ Orang tua saat bayinya di NICU tidak diizinkan untuk berkunjung
30
- Riwayat anak lain:
Tanggal 15-11-2023
Kesimpulan:
2. Pemeriksaan baby
gram Tanggal 9-11-
2023 Kesan:
- Thorax: Pneumonia, Konfigurasi cor dalam batas normal
- Abdomen: tak tampak kelainan pada abdomen
31
3. Hasil laboratorium
Tanggal 9-11-2023
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematoktrit 45 40-54 vol%
Tanggal 13-9-2023
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Bilirubin total 1.4 0.0-12.0 mg/dl
1. Keluhan utama
Pasien dibawa oleh keluarga dengan keluhan kejang tidak disertai demam sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit.
32
dengan RR 65 x/m dan HR 137 x/m, SpO2 95% dan S 36,7 c. Pada saat dilakukan
pengkajian klien terdapat reflek moro, reflek menggenggam kuat dan reflek menghisap
lemah. Pada wajah bayi terdapat bintik – bintik merah dengan kulit bayi tampak terkelupas,
serta terdapat kemerahan di bagian bokong.
- Kebutuhan cairan
ASI: 75/3jam, 8 kali pemberian dalam 24 jam = 8x73 = 600cc/24 jam
neonates 10 hari: 240cc
BB: 3200 gram : 3,2 kg
Rumus: cc/kgBB/hari
240cc x 3,2 kg = 768 cc/24 jam
Infus yang diberikan adalah 768cc - 600cc = 168/24jam = 7cc/jam
Jadi kebutuhan cairannya = 768cc/24 jam
Jadi infus yang diberikan = 7 cc/24jam
- Balance cairan
Intake: ASI = 600cc/24jam
Infus = 7x24 jam = 168cc/jam
Total obat yang diberikan = 1, 04cc/24 jam
Total intake = 600cc + 168cc + 1,04cc = 769cc
33
f. CPAP F1O2 21%, PEEP: 5
g. IVFD D 10% 1/5 Ns 470 ML + Ca glukonase 20 ml + Kcl 10 ml kec 10
ml/jam
h. Pasien di berikan fototerapi
34
ANALISA DATA
35
Data Subyektif & Obyektif Masalah Keperawatan Etiologi
DS : Gangguan integritas kulit Efek samping terapi
- radiasi
DO:
1. Kulit bayi tampak
terkelupas
2. Terdapat bintik – bintik
merah pada area wajah
bayi
3. Terdapat kemerahan
pada bokong bayi
4. Bayi dirawat daam
inkubator dengan suhu
33 c
5. Bayi diberikan
fototerapi
6. Suhu bayi 36,7
36
Data Subjektif & Data
Masalah Keperawatan Etiologi
Objektif
DS: Risiko Perfusi Serebral Hipoksik Iskemik
1. Keluarga pasien Tidak Efektif Ensefalopati
mengatakan pasien
kejang 2 hari sebelum
masuk rumah sakit
DO:
1. Ct – Scan kepala: lesi
hipodens simetris
terbatas tidak tegas di
daerah kurtikal
subkurtibal
temporoparietalis
bilateral
2. Pasien kejang gerakan
seperti mata berkedip-
kedip, anggota gerak
seperti
mengayuh/berenang
3. Terdapat reflex moro
dan menggenggam kuat
4. Reflex menghisap
lemah
5. Pasien tampak lemah
6. Pasien tampak sedikit
gelisah
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
37
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa : .........................…… Tanggal Pengkajian : 13-11-2023
Nama Klien (usia) : By. R (10 hari) Ruang praktek : Perina
Jenis kelamin : Perempuan Diagnosa Medis : Neonatal Seizure
Perencanaan
Dx.Keperawatan Tujuan dan
No Intervensi Rasional
(DS & DO) Kriteria Hasil
1 Pola napas tidakSetelah dilakukan SIKI: Pemantauan
efektif bd gangguantindakan Respirasi Observasi:
neurologis (kejang) keperawatan Observasi: 1. Frekuensi biasanya
DS : - Salama 3x24 jam 1. Monitor mencapai
diharapkan pola frekuensi, kedalaman
DO: napas membaik kedalaman dan pernapasan
1. Pasien Kriteria Hasil upaya napas bervariasi
terpasang 2. Monitor pola napas tergantung derajat
CPAP 25% 1. Dispne 3. Monitor gagal napas
Peep:5 menurun adanya 2. Karena perubahan
2. Terdapat 2. Penggunaan produksi pola napas beruapa
retraksi otot bantu sputum kesulitan bernapas
dinding dada napas menurun 4. Monitor adanya (dispnue) , apneu
subcostal 3. Frekuensi sumbatan jalan (tidak bernapas atau
3. RR 65 x/menit napas napas berhenti bernapas)
4. SPO2 95% membai 5. Palpasi 3. Produksi sputum
5. CT Scan kepala 4. Kedalam kesimetrisan dapat menyumbatan
lesi hipodens an napas ekspansi paru jalan napas
simetris terbatas membaik 6. Auskultasi bunyi napas 4. Penyumbatan jalan
tidak tegas 7. Monitor napas akan
didaerah kurtikal saturasi menyebabkan klien
Subkurtibal oksigen sesak
6. Baby gram: 5. Ekspansi dada
Thorax: Teraupetik: terbatas yang
Pneumonia, 8. Dokumentasi berhubungan dengan
Konfigurasi cor hasil Pemantauan atelaksis dan atau
dalam batas respirasi nyeri dada
38
normal 6. Penurunan bunyi
7. Suara napas napas indikasi
vesikuler pada atelaksis, ronki
lapang paru kiri, indikasi akumulasi
terdengar sekret atau
wheezing pada ketidakmampuan
paru kanan. membersihkan jalan
8. Pola napas napas sehingga otot
takipnea aksesori digunakan
dan kerja
pernapasan
meningkat
7. Nilai saturasi
oksigen dapat
menunjukan
keadkeuatan
oksigenasi atau
perfusi jaringan
pasien
Terapeutik
8. Dokumentasi
pemantauan
respirasi diperlukan
karena untuk
melihat
perkembangan
respirasi pasien
apakah mengalami
membaik atau
memburuk
39
RENCANA KEPERAWATAN
Perencanaan
Dx.Keperawatan Tujuan dan
No Intervensi Rasional
(DS & DO) Kriteria Hasil
2 Gangguan Integritas Setelah dilakukan SIKI: Perawatan Integritas
Kulit Jaringan b.d tindakan Kulit Observasi:
Efek Samping terapi keperawatan Observasi: 1. Agar tindakan yang
Radiasi Selama 3x24 jam 1. Identifikasi penyebab diberikan pada
DS : diharapkan gangguan Integritas kulit pasien tepat sesuai
- Integritas Kulit indikasi
DO: meningkat, Teraupetik:
1. Kulit bayi dengan kriteria 2. Gunakan produk Terapeutik:
tampak hasil : berbahan patrolrum 2. Karena produk
terkelupas 1. Kerusakan ( minyak ) pada kulit berbahan patrolrum
2. Terdapat bintik kulit menurun kering dapat melembabkan
– bintik merah 2. Kemerahan 3. Hindari produk berbahan kulit sehingga
pada area wajah menurun dasar alkohol pada kulit mencegah terjadinya
bayi 3. Kerusakan kering lecet/gesekan
3. Terdapat lapisan kuit 3. Penggunaan produk
kemerahan di menurun Edukasi : berbahan alkohol
bokong bayi 4. Anjurkan menggunakan pada kulit kering
4. Bayi dirawat pelembab dapat menimbulkan
daam inkubator 5. Anjurkan meningkatkan masalah kulit, seperti
dengan suhu 33 asupan nutrisi ruam merah, iritasi
c kulit, kulit
5. Bayi diberikan mengelupas, dsb.
fototerapi
6. Suhu bayi 36,7 Edukasi:
4. Penggunaan
pelembab dapat
40
mempertahankan
integritas lapisan
epidermal dan
meningkatkan fungsi
pelindungnya
terhadap dehidrasi,
iritasi, alergen dan
patogen infeksius
yang dapat memicu
gatal atau nyeri
5. Nutrisi yang
mencukupi penting
untuk pertembuhan,
perbaikan dan fungsi
normal jaringan
tubuh
41
RENCANA KEPERAWATAN
Perencanaan
Dx.Keperawatan Tujuan dan
No Kriteria Hasil Intervensi Rasional
(DS & DO)
3 Risiko Perfusi Setelah dilakukan Siki: Manajemen
Serebral Tidak tindakan keperawat Peningkatan Tekanan Observasi:
Efekif d.d hipoksik Selama 3X24 jam Intrakranial 1. Mengetahui
iskemik ensefalopati diharapkan Perfusi penyebab
DS : Serebral Observasi: peningkatan
1. Keluarga pasien Meningkat 1. Identifikasi TIK agar
mengatakan Kriteria Hasil: penyebab dapat
pasien kejang 2 1. Tingkat peningkatan TIK dilakukan
hari Sebelum kesadar 2. Monitor tanda gejala tindakan yang
MRS an TIK tepat sesuai
mening 3. Pemantauan penyebab
kat status 2. Pemantauan tanda
DO :
2. Gelisah menurun pernapasan gejala TIK untuk
1. CT scan
3. Reflek Saraf mencegah dan
kepala: lesi
membaik Teraupetik: mengontrol
hipodens
4. Cegah terjadinya terhadap
simetris
kejang peningkatan TIK
terbatas tidak
5. Pertahankan suhu serta
tegas didaerah
normal mempertahankan
kurtikal
tekanan perfusi
subkurtibal
Kolaborasi serebral yang
temporoparetali
6. Kolaborasi merupakan tujuan
s lateral ec
pemberian obat anti penangan cedera
Do/HIE
kejang kepala
2. Pasien kegang
3. Pemantauan status
quiakan seperti
pernapasna
42
mata berkedip- diperlukan untuk
mengindetifikasi
indikasi ke arah
membaik atau
memburuk
Terapeutik:
4. Kejang berulang
dpaat
mengakibatkan
epilepsi, gangguan
neurologis,
gangguan perilaku,
gangguan psikiatri
dan meningkatnya
angka mortalitas
5. Peningakatan suhu
pada tubuh dapat
meningkatkan laju
metabolisme otak
yang akan
menyebabkan
ketidakseimbangan
kebutuhan dan
pasokan oksigen ke
otak
Kolaborasi
6. Pemberian obat anti
kejang pada bayi
bertujuan untuk
mencegah kejang
berulang,dsb.
43
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
45
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
46
RH : Tidak terdapat
sumbatan jalan napas.
7. kolaborasi pemberian
O2
RH : Pasien terpasang
nasal kanul 2 LPM
47
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
48
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa : ............................... Tanggal Pengkajian : 13-11-2023
Nama Klien (usia) :.BY R.(10 Hari) Ruang praktek : Perina
49
3 jam sekali
dilanjutkan
5. Menganjurkan
menggunakan pelembab
RH : Pasien diberikan
minyak telon dan di
berikan diapers
50
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa : ............................... Tanggal Pengkajian : 1-11-2023
Nama Klien (usia) :.BY R.(12 Hari) Ruang praktek : Perina
51
P : Intervensi perawatan
integritas kulit dilanjutan
52
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa : ............................... Tanggal Pengkajian : 13-11-2023
Nama Klien (usia) :.BY R.(13 Hari) Ruang praktek : Perina
fototerapi mendapatkan
P : Intervensi
53
perawatan integritas
kulit di hentikan
54
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa : ............................... Tanggal Pengkajian : 13-11-2023
Nama Klien (usia) :.BY R (10 Hari) Ruang praktek : Perina
56
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa : Tanggal Pengkajian : 1-11-2023
Nama Klien (usia) : BY R.(12 Hari) Ruang praktek : Perina
58
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa : ............................... Tanggal Pengkajian : 13-11-2023
Nama Klien (usia) :.BY R(13 Hari) Ruang praktek : Perina
59
BAB IV
PEMBAHASA
Pada bab ini akan diuraikan tentang Asuhan Keperawatan Pada By.R dengan Neonatal
Seizure di ruang Perina RSMY Provinsi Bengkulu yang dilakukan pada tanggal 13 November
2023-16 November 2023. Asuhan keperawatan ini dilakukan dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, observasi
dan pemeriksaan fisik pada tanggal 13 November 2023 jam 19.30 dengan hasil
sebagai berikut. Identitas pasien/keluarga: Kasus ini diambil di ruang Perina
RSMY Bengkulu pada tanggal 13 November 2023 pasien yang dirawat yaitu By.R
umur 10 hari, jenis kelamin perempuan, nama orang tua Ny.A, pekerjaan orang
tua PNS, usia orang tua 33 th, alamat manna, Bengkulu Selatan, By.R dirawat
sejak tanggal 9 November 2023 dengan diagnosa medis Neonatal
Seizure+Pneumonia+Neonatal Jaundice. Riwayat Bayi: Apgar score tidak terkaji,
usia gestasi 39 minggu, berat badan 3200 gr, panjang badan 49 cm, tidak ada
komplikasi dalam persalinan. Riwayat Ibu: Usia Ny.A 33 tahun, G2P1A0, jenis
persalinan Sectio Caesarea dikarenakan panggul sempit, Ny.A rutin mengecek
kehamilannya (perawatan antenatal), tidak terdapat komplikasi dalam kehamilan.
Pemeriksaan Fisik: Terdapat data senjang pada pemeriksaan fisik sistem
pernapasan yaitu frekuensi napas bayi 65x/m, Sp02 95% terpasang CPAP F1O2
21%, PEEP 5, terdapat retraksi dinding dada subcostal, pola napas takipneu, suara
napas ketika di auskultasi vesikuler. Pada sistem integumen didapatkan kulit bayi
tampak terkelupas, terdapat bintik-bintik merah di wajah, terdapat kemerahan di
bokong, bayi diberikan fototerapi, bayi dirawat dalam inkubator, suhu inkubator
33c, suhu bayi 36,7c. Pada sistem neurologis didapatkan kesadaran composmentis,
reflek hisap lemah, pasien tampak lemah dan gelisah, terdapat gerakan kejang
seperti mata berkedip-kedip dan anggota gerak seperti mengayuh atau berenang,
hasil CT-Scan kepala didapatkan lesi hipodens simetris terbatas tidak tegas di
daerah kurtikal subkurtibal temporoparietalis bilateral.
60
Data Penunjang: Pada pemeriksaan CT-Scan tanggal 9 November 2023
kesannya tak tampak pelebaran ventrikel lateralis dextra et sinistra, ventrikel III
dan IV; tak tampak pelebaran subaracnoid space dan interhemisfer cetebri ; ttak
tampak gambaran klasifikasi, leukomalacra dan perdarahan parenkim otak saat
ini. Pada tanggal 15 November 2023 dilakukan pemeriksaan radiologi ulang
kesimpulannya lesi hipodens simetris berbatas tidak tegas di daerah kortikal
subkurtibal, temporoparietalis bilateral ec DD/HIE. Pada pemeriksaan baby gram
kesannya pada thorax pneumonia, konfigurasi cor dalam batas normal; pada
abdomen tak tampak kelainan pada abdomen. Hasil laboratorium tanggal 9
November 2023 didapatkan hasil peningkatan pada HB 15,7 g/dl, Leukosit
24700/ul, Trombosit 480000/ul, bilirubin direk 1,2 mg/dl. Pada tanggal 13
November 2023 dilakukan uji lab kembali yaitu uji bilirubin yang dimana terjadi
peningkatan pada bilirubin indirek 0.9 mg/dl dan bilirubin direk
membaik 0.5 mg/dl. Resume Hasil Pengkajian: Keluhan utama pasien kejang
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Kejang tidak disertai dengan demam.
Riwayat kesehatan sekarang: Keadaan umum pasien tampak lemah, Pasien dalam
incubator dan diberi fototerapi, Pasien terpasang OGT, Pasien terpasang CPAP
F1O2 21%, PEEP: 5, Terdapat retraksi dinding dada subcostal, Kesadaran
composmentis, Kulit bayi tampak terkelupas, Terdapat bintik-bintik merah pada
wajah bayi, Terdapat kemerahan pada bagian bokong bayi, Terdapat reflek moro,
menggemnggam kuat, reflex menghisap lemah, Kejang seperti gerakan mata
berkedip-kedip, anggota gerak seperti mengayuh/berenang, Suhu incubator 33C,
Pasien tampak sedikit gelisah, RR: 57 x/menit, HR: 137 x/menit, Spo2: 95%,
Suhu: 36,7C, Kebutuhan cairan = 768cc/24 jam, terapi infus yang diberikan = 7
cc/24jam, Balance cairan 467cc/24 jam. Terapi yang diberikan: Inj sibital 64 mg,
Inj meropenem , Ceftazidime 2x160 mg, Ampicillin 2x 160 mg, ASI 8x75 ml/24
jam, CPAP F1O2 21%, PEEP: 5, IVFD D 10% 1/5 Ns 470 ML +
Ca glukonase 20 ml + Kcl 10 ml kec 10 ml/jam, Pasien di berikan fototerapi.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian maka di dapatkan diagnosa keperawatan pada By.R
sebagai berikut: 1) Pola Napas Tidak Efektif b/d Gangguan Neurologis (Kejang),
menurut Lestari (2016) pada kasus Neonatal Seizure dapat timbul diagnosa pola
napas tidak efektif. 2) Gangguan Integritas Kulit b/d Efek Samping Terapi
Radiasi, menurut Slusher (2013) masalah gangguan integritas kulit dapat timbul
61
pada kasus Neonatal Seizure dengan komplikasi lain seperti hiperbilirubin. 3)
Risiko Perfusi Setebral Tidak Efektif b/d Hipoksik Iskemik Ensefalopati, menurut
(Riyadi&Sukarmin, 2013) pada kasus kejang sangat memungkinkan muncul
masalah keperawatan resiko gangguan perfusi serebral tidak efektif.
C. Intervensi Keperawatan
Pola Napas Tidak Efektif b/d Gangguan Neurologis (Kejang). Tujuan(SLKI):
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola napas
membaik. Kriteria Hasil: 1) Dispneu menurun 2) penggunaan otot bantu napas
menurun 3) frekuensi napas membaik 4) kedalaman napas membaik. Intervensi:
Pemantauan Respirasi 1) Monitor frekuensi, kedalaman dan upaya napas R/ Untuk
mengetahui frekuensi, kedalaman dan upaya napas 2) Monitor pola napas R/
Untuk mengetahui pola napas 3) Monitor adanya produksi sputum R/ Mengetahui
ada atau tidaknya sputum 4) Monitor adanya sumbatan jalan napas R/ Untuk
mengetahui adanya sumbatan jalan napas atau tidak 5) Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru R/ Untuk mengetahui kesimetrisan ekspansi paru 6) Auskultasi
bunyi napas R/ Untuk mengetahui bunyi napas 7) Monitor saturasi oksigen R/
Untuk mengetahui saturasi oksigen 8) Dokumentasi hasil pemantauan respirasi R/
Untuk mengetahui hasil pemantauan respirasi 9) Kolaborasi pemberian oksigen R/
Agar sesak pasien berkurang.
Gangguan Integritas Kulit b/d Efek Samping Terapi Radiasi. Tujuan (SLKI):
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Integritas
Kulit dan Jaringan membaik. Kriteria Hasil: 1) Kerusakan kulit/jaringan
menurun 2) Kemerahan menurun 3) Kerusakan lapisan kulit menurun. Intervensi:
1) Identifikasi penyebab kerusakan lapisan kulit R/ Untuk mengetahui penyebab
gangguan integritas kulit 2) Gunakan produk berbahan pratolrum (minyak) pada
kulit kering R/ Agar kulit pasien lembab 3) Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering R/ Agar kulit pasien tidak kering dan iritasi karena
produk berbahan dasar alkohol 4) Anjurkan menggunakan pelembab R/ Untuk
melembabkan kulit pasien 5) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi R/ Agar
nutrisi pasien terpenuhi.
Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif d/d Hipoksik Iskemik Ensefalopati. Tujuan
(SLKI): Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
Perfusi Serebral Meningkat. Kriteria Hasil: 1) Tingkat kesadaran meningkat 2)
62
peningkatan TIK R/ Untuk mengetahui penyebab peningkatan TIK 2) Monitor
tanda dan gejala TIK R/ Untuk mengetahui tanda dan gejala TIK 3) Pemantauan
status pernapasan R/ Untuk memantau status pernapasan 4) Cegah terjadinya
kejang R/ Agar tidak terjadi kejang berulang 5) Pertahankan stimulus dengan
menyediakan tempat yang tenang R/ Agar pasien nyaman 6) Pertahankan suhu
normal R/ Suhu yang normal tidak membuat cara kerja otak menjadi berat 7)
Kolaborasi pemberian obat anti kejang R/ Agar tidak terjadi kejang berulang.
D. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan kondisi pasien dan
dilakukan selama 3 hari yaitu dari tanggal 13 November-16 November 2023,
berdasarkan rencana tindakan yang telah dibuat untuk setiap diagnosa
keperawatan.
Diagnosa I Pola Napas Tidak Efektif b/d Gangguan Neurologis
Implementasi hari pertama (13 November 2023): Jam 21.00 WIB Memonitor
frekuensi, kedalaman dan upaya napa (RH RR 54x/m, napas dangkal) Jam 21.05
Memonitor pola napas (RH Pasien terpasang CPAP 21% PEEP 5 dan pola napas
reguler). Jam 21.30 Memontior produksi sputum (RH Tidak terdapat sputum).
Jam 21.35 Memonitor adanya sumbatan jalan napas (RH Tidak adanya sumbatan
jalan napas). Jam 21.40 Memonitor saturasi Sp02 (RH Sp02 93%). Jam 21.50
Mempalpasi ekspansi paru (RH Ekspansi kedua lapang paru simetris). Jam 21.55
Mendengarkan bunyi napas (Bunyi napas vesikuler pada paru sinistra, wheezing
pada paru dextra). Jam 22.00 Berkolaborasi dalam pemberian oksigen (RH Pasien
terpasang CPAP 21%). Implementasi hari kedua (15 November 2023): Jam
14.20 Memonitor frekuensi, kedalaman dan upaya napas (RH RR 47x/m,
kedalaman napas normal). Jam 15.00 Memonitor pola napas (RH Pola napas
reguler, pasien sudah tidak terpasang O2). Jam 15.10 Memonitor produksi sputum
(RH Tidak ada produksi sputum). Jam 15.45 Memonitor adanya sumbatan jalan
napas (Tidak terdapat sumbatan jalan napas). Jam 16.30 Memonitor saturasi Sp02
(RH Sp02 96%). Jam 16.40 Mempalpasi ekspansi paru (RH Ekspansi kedua
lapang paru simetris). Jam 16.50 Mendengarkan bunyi napas (Bunyi napas
vesikuler pada paru sinistra, wheezing pada paru dextra). Jam 17.00 Kolaborasi
pemberian 02 (RH Pasien sudah tidak terpasang CPAP). Implementasi hari tiga
(16 November 2023): Jam 09.05 Memonitor frekuensi, kedalaman dan upaya
napas
63
(RH RR 53x/m, kedalaman napas normal). Jam 09.10 Memonitor pola napas (RH
Pola napas reguler, pasien terpasang nasal kanul 2lpm). Jam 09.15 Memonitor
produksi sputum (RH Tidak terdapat sputum). Jam 09.20 Memonitor adanya
sumbatan jalan napas (RH Tidak ada sumbatan pada jalan napas). Jam 10.00
Memonitor saturasi Sp02 (RH SpO2 98%). Jam 10.15 Mempalpasi ekspansi paru
(RH ekspensi kedua lapang paru simetris). Jam 10.30 Mendengarkan bunyi napas
(RH Bunyi napas vesikuler pada paru sinistra, wheezing pada paru dextra
membaik). Jam 11.00 Kolaborasi pemberian 02 (RH Pasien terpasang 02 nasal
kanul 2lpm).
Diagnosa II Gangguan Integritas Kulit b/d Efek Pemberian Terapi
Implementasi hari pertama (13 November 2023): Jam 20.05 Mengidentifikasi
penyebab gangguan integritas kulit (RH Penyebab kulit bayi terkelupas akibat
bayi di rawat di dalam incubator dengan suhu 330C dan pemberian terapi
fototerapi). Jam 20.15 Menggunakan produk berbahan minyak pada kulit kering
(RH Memberikan minyak telon kepada bayi). Jam 21.00 Menghindari produk
berbahan dasar alkohol (RH Mengelap tubuh bayi menggunakan tisu basah). Jam
01.00 Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi (RH Memberikan ASI melalui
NGT setiap 3 jam sekali). Jam 07.30 Menganjurkan menggunakan pelembab (RH
Pasien diberi minyak telon serta popok dan alas kain diganti). Implementasi hari
kedua (15 November 2023): Jam 14.10 Mengidentifikasi penyebab gangguan
integritas kulit (RH Bayi sudah tidak fototerapi dan suhu incubator 33oC). Jam
14.15 Menggunakan produk berbahan minyak pada kulit kering (RH Bayi diberi
minyak telon). Jam 14.30 Menghindari produk berbahan dasar alkohol (RH
Mengelap tubuh bayi menggunakan tisu basah). Jam 15.00 Menganjurkan
meningkatkan asupan nutrisi (RH Memberikan ASI melalui dot tapi hanya
dihabiskan 10 ml, sisa ASI 65 ml diberikan secara OGT tiap 3 jam sekali)
Implementasi hari ketiga (16 November 2023): Jam 08.15 Mengidentifikasi
penyebab gangguan integritas kulit (RH Bayi di rawat dalam inkubator dengan
suhu 33°C sudah tidak fototerapi). Jam 08.20 Menggunakan produk berbahan
minyak pada kulit kering (RH Memberikan minyak telon pada kulit bayi). Jam
10.00 Menghundari produk berbahan dasar alkohol (RH Mengelap tubuh bayi
menggunakan tisu basah). Jam 10.30 Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi
(RH Memberikan ASI melalui dot tapi hanya dihabiskan 15 ml sisa ASI 60 ml
diberikan secara ogt tiap 3 jam sekali)
64
Diagnosa III Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif b/d Hipoksik Iskemik
Enselopati
Implementasi hari pertama (13 November 2023): Jam 20.10 Mengidentifikasi
penyebab peningkatan TIK (RH Terdapat lesi hipodens simetris terbatas tidak
tegas kurtikal,subkurtikal, temporoparetalis bilateral). Jam 20.40 Memonitor tanda
dan gejala peningkatan TIK (RH pasien tampak lemah, refleks mengisap lemah,
pasien kejang). Jam 21.00 Memantau status pernapasan (RH pasien terpasang
CPAP 21 %). Jam 22.50 Mencegah terjadinya kejang (RH pasien diberi obat
sibital 64 mg, 2xmg dalam 30 menit). Jam 22.55 Mempertahankan stimulus
dengan menyediakan lingkungan yang tenang (RH Membatasi jumlah kunjungan)
Jam 23.05 Mempertahankan suhu tubuh normal (RH suhu 36,6c). Jam 23.10
Berkolaborasi dalam pemberian antikejang (sibital) Implementasi hari kedua (15
November 2023): Jam 14.15 Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK (RH
Terdapat lesi hipodens simetris terbatas tidak tegas kurtikal,subkurtikal,
temporoparetalis bilateral) Jam 14.30 Memonitor tanda dan gejala peningkatan
TIK. Jam 18.15 Memantau status pernapasan (RH Pasien sudah tidak terpasang
CPAP 21%) Jam 18.30 Mencegah terjadinya kejang. Jam 19.00 Mempertahankan
stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang. Jam 19.05
Mempertahankan suhu tubuh normal. Jam 19.30 Berkolaborasi dalam pemberian
antikejang (sibital). Implementasi hari ketiga (16 November 2023): Jam 08.30
Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK. Jam 09.00 Memonitor tanda dan
gejala peningkatan TIK. Jam 09.45 Memantau status pernapasan. Jam 18.30
Mencegah terjadinya kejang. Jam 12.00 Mempertahankan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang. Jam 12.50 Mempertahankan suhu tubuh
normal. Jam 13.05 Berkolaborasi dalam pemberian antikejang (sibital).
Pada saat mengimplementasikan intervensi yang telah disusun, semua intervensi
dapat dilakukan oleh perawat. Tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek.
E. Evaluasi
Terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi untuk setiap diagnosa
keperawatan. Evaluasi ini dilakukan pada tanggal 13 November-16 November
2023.
Diagnosa I Pola Napas Tidak Efektif b/d Gangguan Neurologis
Hasil Evaluasi pada hari rawatan ke-3 didapatkan pola napas pasien cukup
membaik ditandai dengan RR: 53x/m, SpO2 98%, tidak tampak retraksi dinding
65
dada, irama napas reguler, pola napas normal, wheezing membaik dan pasien
tidak memakai CPAP lagi tetapi terpasang nasal kanul 2 liter. Masalah
keperawatan pola napas efektif sebagian teratasi, sehingga intervensi keperawatan
dihentikan pada hari ke-3.
Diagnosa II Gangguan Integritas Kulit b/d Efek samping terapi radiasi
Gangguan integritas kulit adalah kerusakan kulit (dermis atau epidermis) atau bisa
disebut juga sebagai jaringan (contohnya seperti: membran mukosa,kornea, fasia,
otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul atau sendi dan ligamen) (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017). Implementasi dilakukan selama 3 hari rawatan, dengan
evaluasi hari terakhir didapatkan bintik-bintik merah di wajah bayi berkurang,
kulit terkelupas pada tubuh bayi tampak berkurang, kemerahan di bokong
berkurang, dan kulit teraba lebih lembab setelah diberi minyak telon. Masalah
keperawatan teratasi sebagian dan intervensi dihentikan.
Diagnosa III Perfusi Serebral Tidak Efektif b/d Hipoksik Iskemik
Ensefalopati
Risiko perfusi serebral tidak efektif adalah kondisi berisiko mengalami penurunan
sirkulasi darah ke otak (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Implementasi
dilakukan selama 3 hari, dengan evaluasi hari terakhir didapatkan kesadaran
composmentis, reflek moro positif, reflek menggenggam kuat, reflek menghisap
kuat, frekuensi kejang berkurang, pasien tampak tidak gelisah. Masalah
keperawatan teratasi sebagian dan intervensi dihentikan.
Tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari pelaksanaan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses
keperawatan secara komprehensif dan sistematis pasien By. R di ruang Perina Rs M
Yunus Bengkulu pada tahun 2023 dengan kasus neonatal seizure dan dilakukan
pengakjian pada tanggal 13 November 2023 maka penulis menarik kesimpuan :
1. Hasil pengkajian ditemukan bahwa klien By. R mengalami gangguan kejang
dengan terpasang CPAP F1o2 21%, peep : 5, terdapat retraksi dinding dada
subcostal, RR : 57X/M, Spo2: 95%.
2. Berdasarkan hasil pengkajian maka diagnosa keperawatan yang muncul pada By.
R adalah pola nafas tidak efektif b.d gangguan neurologis (gangguan kejang),
gangguan integritas kulit b.d efek samping terapi radiasi dan risiko perfusi serebral
tidak efektif b.d hipoksik iskemik ensefalopati.
3. Intervensi yang diberikan pada By. R adalah pemantauan respirasi, perawatan
integritas kulit dan manajemen peningkatan tekanan intra kranial.
4. Proses evaluasi paada asuhan keperawatan By. R didapatkan bahwa pola napas
membaik, integritas kulit membaik dan perfusi serebral meningkat.
B. Saran
1. Perawat hendaknya dapat melakukan pendekatan dengan baik pada klien
sehubungan dengan data yang didapatkan betul – betul akurat dan mampu
mengidentifikasi serta menemukan masalah keperawatan yang dialami klien.
2. Perawat hendaknya daam meaksanakan asuhan keperawatan tidak
mengesampingkan peran sebagai pendidik, memberikan kesehatan pada pasien
tekait penyakitnya.
3. Dengan adanya studi kasus ini diharapkan dapat menambah wawasan perawat.
67
DAFTAR PUSTAKA
Afrian, A., Suryawan, I. W. B., & Sucipta, A. A. M. (2022). Hubungan antara Berat Bayi
Lahir Rendah dengan Kejadian Kejang Demam di RSUD Wangaya Kota Denpasar.
Intisari Sains Medis, 13(2), 579 – 582.
Ernawati, O. (2023). Bab 4 Patofisiologi Kejang. Kejang pada Neonatus, 23.
Heljic, S., et. al. (2016). Predictor of motality in neonates with seizures: a prospective cohort
study. Original Paper Med Arch. 70 (3), 182-185.
Indriani, D., Harahap, I. M., Agustina, S., Program, M., Profesi, S., Fakultas, N., Universitas,
K., Kuala, S., Aceh, B., Keilmuan, B., Anak, K., Keperawatan, F., Syiah, U., &
Banda, K. (2023). Studi Kasus : JIM FKep Volume VI Nomor 4 Tahun 2023
Penerapan Asuhan Keperawatan Neonatal Seizure Dan Intracerebral Hemorrhage
Pada Bayi : Studi Kasus Application of
Nursing Care Neonatal Seizure and Intracerebral Hemorrhage for Baby in NICU : A
Case Stud. VI, 1–9.
Kementerian Kesehatan RI (2019). Keputusan menteri kesehatan tentang pedoman nasional
pelayanan kedokteran tata laksana asfiksia. Kemenkes: Jakarta.
Kurniawan. R., Suryawan, I. W. B., & Dewi, M. R. (2019). Hubungan asifiksia dengan
Kejang pada Neonatus di Ruang Perinatologi dan NICU RSUD Wangaya kota
Denpasar. Intisari Sains Medis, 10(1).
Lestari, S. I. (2021). Asuhan Keperawatan Anak Pada an. a Dengan Diagnosa Kejang
Demam Di Ruang Baitunnisa 1 Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. In
Repository Universitas Islam Sultan Agung Semarang (Vol. 1, Issue 1).
http://repository.unissula.ac.id/23757/2/40901800092_fullpdf.pdf
Puspita, A. I., & Radityo S, A. N. (2014). Faktor Prognostik Munculnya Palsi Serebral Pada
Anak Dengan Riwayat Kejang Neonata (Doctoral dissertation, Faculty of Medicinne
Diponegoro University).
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik, Jakarta Selatan; Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019), Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil, Jakarta Selatan; Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Jakarta Selatan; Dewan Pengurus Pusat PPNI
Vegda, H., et. al. (2022). Neonatal seizure perspective in low and middle income countries.
Indian Journal Pediatric. 89 (3), 245-253
69