Anda di halaman 1dari 68

DISKUSI REFLEKSI KASUS PADA NY.

D P1001 Nifas POST SC


HARI KE – 0 DI RSUD RATU AJI PUTRI BOTUNG
KAB. PENAJAM PASER UTARA
TAHUN 2021

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 KLOTER 1:


1. DWI PURWANTI
2. NURLITA KARTIKA SARI
3. SITI AZIZAH
4. SITI NURHAPIAH

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
2021

1
HALAMAN PENGESAHAN

Disusun oleh Mahasiswi Sarjana Terapan Kebidanan Politeknik Kesehatan


Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur, disahkan pada tanggal Mei 2021
sebagai bukti laporan praktek klinik di Ruang Nifas RSUD Ratu Aji Putri Botung
Penajam Paser Utara.

KELOMPOK 2 KLOTER 1

Pembimbing Institusi

Nursari Abdul Syukur, M.Keb


NIP. 19780519200212200

Pembimbing Institusi

Novia Nurhassanah S. ST
NITK. 7700010343

Pembimbing Lahan

Tukini Andriani, S. ST
NIP. 197302221993032007

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan diskusi refleksi kasus (DRK)

dengan judul “Diskusi Refleksi Kasus Pada Ny. D P1001 Nifas Post Sc Hari Ke – 0 di

RSUD Ratu Aji Putri Botung Kab. Penajam Paser Utara Tahun 2021”. Penulisan

laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai

penyelesaian mata kuliah Metodik Khusus pada semester 8 di Sarjana Terapan

Kebidanan Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan Jurusan Kebidanan Poltekkes

Kemenkes Kaltim. Laporan ini terwujud atas bimbingan, pengarahan dan bantuan

dari berbagai pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu dan pada kesempatan

ini saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. H.Supriadi B, S. Kp, M. Kep selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Kalimantan Timur.

2. Inda Corniawati, M. Keb selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur

3. Nursari Abdul Syukur, M. Keb selaku Ketua Program Studi Sarjana Terapan

Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur

sekaligus selaku dosen pembimbing institusi yang telah membimbing dan

memberikan motivasi dalam penyusunan laporan ini.

4. Tukini Andriani, S. ST selaku dosen pembimbing lahan yang telah membimbing

dan memberikan motivasi dalam pelaksanaan praktek Metodik Khusus ini.

3
5. Segenap dosen dan staf pendidik di Prodi Sarjana Terapan Kebidanan Politeknik

Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur.

6. Staf perpustakaan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan

Timur.

7. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan do’a, kasih sayang serta motivasi

sehingga mampu menyelesaikan laoporan dengan baik.

8. Keluarga besar Sarjana Terapan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Kaltim

khususnya teman-teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan,

semangat dan bekerjasama hingga selesainya laporan DRK ini.

Saya selaku penulis mohon maaf atas kekurangannya. Semoga laporan ini

dapat memberikan manfaat untuk pembelajaran klinik selanjutnya.

Penajam Paser Utara, Mei 2021

Penulis

Kelompok 2

4
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN....………………………………………………...iii

KATA PENGANTAR.…………………………………………………………..iv

DAFTAR ISI……………………………………………………………………..ix

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................11

A. Latar Belakang...........................................................................................11

B. Rumusan Masalah.......................................................................................17

C. Tujuan.........................................................................................................18

D. Manfaat .....................................................................................................19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................20

A. Konsep Dasar Teori....................................................................................20

B. Konsep Dasar Diskusi Refleksi Kasus.......................................................95

C. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan..........................................95

BAB III LAPORAN KASUS.............................................................................102

A. Laporan Kasus dengan SOAP..................................................................102

BAB IV PEMBAHASAN...................................................................................116

5
A. Kesenjangan Teori dan Praktik pada DRK..............................................116

BAB V PENUTUP..............................................................................................119

A. Kesimpulan..............................................................................................119

B. Saran.........................................................................................................119

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................121

LAMPIRAN……………………………………………………..……………..124

6
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat

keberhasilan upaya kesehatan ibu. AKI adalah rasio kematian ibu selama masa

kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan

nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan

atau terjatuh di setiap 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2019b).

Upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak mendapat perhatian khusus

(Kemenkes RI, 2018). Selain untuk menilai program kesehatan ibu, indikator ini

juga mampu menilai derajat kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya

terhadap perbaikan pelayanan kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas maupun

kualitas (Kemenkes RI, 2019b).

Menurut World Health Organization (WHO) Angka Kematian ibu (AKI)

di dunia tahun 2017 sebesar 830 ibu setiap harinya yang meninggal akibat

penyakit atau komplikasi terkait kehamilan dan persalinan yang tidak ditangani

dengan baik dan tepat waktu (World health organization, 2017).

Pada tahun 2015 jumlah AKI di Indonesia yaitu sebesar 305 per 100.000

kelahiran hidup, angka kematian ibu ini tidak berhasil mencapai target MDGs

yang harus dicapai yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun

7
2015. Kementerian Kesehatan menggunakan model Annual Average Reduction

Rate (ARR) dengan rata-rata penurunan 5,5% pertahun sebagai target kinerja,

berdasarkan model tersebut diperkirakan pada tahun 2024 AKI di Indonesia

turun menjadi 183/100.000 kelahiran hidup dan di tahun 2030 turun menjadi 131

per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2019a).

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur tahun 2019 menunjukkan

jumlah AKI di Kalimantan Timur yakni 104 per 100.000 dengan jumlah AKI di

Penajam Paser Utara (PPU) yakni 3 jiwa (Dinas Kesehatan KalimantanTimur,

2019). Sedangkan jumlah AKI di kabupaten Penajam Paser Utara tahun 2020

yakni 4 orang, kemudian pada 2021 tepatnya januari – maret terakhir telah

tercatat 3 kematian ibu di kabupaten Penajam Paser Utara (Dinas Kesehatan

Kabupetan Penajam Paser Utara, 2021).

Menurut laporan World Health Organization (WHO) penyebab langsung

kematian ibu terjadi saat dan pasca melahirkan 75% kasus kematian ibu

diakibatkan oleh perdarahan, infeksi, atau tekanan darah tinggi saat kehamilan.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan hal tersebut adalah umur, pengetahuan,

sikap, pendidikan, kurangnya informasi dari tenaga kesehatan, kemampuan

ekonomi keluarga rendah, kedudukan sosial budaya yang tidak mendukung

(Syahda, 2018).

Terkait riwayat asma pada masa nifas di Indonesia kini pravalensinya

terdapat 65 jiwa dari seluruh ibu nifas atau 5% sampai 6% dari total populasi

yang ada (Yang et al., 2018). Diperkirakan bahwa ibu yang memiliki riwayat

8
asma beresiko terpapar virus SARS-CoV-2. Secara umum Ibu di masa nifas, dan

menyusui mengalami perubahan psikologis secara alami karena perubahan fisik

dan hormonal. Namun perubahan ini dapat mengalami gangguan jika tidak

dikendalikan dengan dukungan dan perhatian dan jika ditambah dengan beban

psikologis lainnya. Penyebaran dan penularan virus SARS-CoV-2 sangat cepat

ditetapkan sebagai pandemi COVID-19. Pandemik mengharuskan pemerintah

mengeluarkan beberapa aturan untuk mendorong penyebaran virus dan hal ini

memberikan dampak pada psikologis semua orang tanpa terkecuali ibu nifas dan

menyusui. Diungkapkan dari salah satu penelitian bahwa respon psikologis (stres

dan stres) pada ibu nifas dan menyusui di masa pandemi covid-19 di kota bekasi

tahun 2020 sebanyak 64,56% memberikan respon normal; 17,72% respon

pengadilan ringan; sebanyak 13,92% respon sedang; 2, 53% pengurangan berat

dan 1,27% memberikan respon sangat berat. Sedangkan respon stress 75,95%

memberikan respon normal; sebanyak 13,92% memberikan respon stress

ringan; 7,59% stress sedang dan 2,53% memberikan respon stress

berat. Walaupun sebagian besar memberikan respons yang normal namun

terdapat laporan ringan hingga sangat berat serta stress ringan hingga stress

berat. Data ini memberikan informasi kepada pelaksana pelayanan kesehatan ibu

nifas dan menyusui dalam hal ini adalah bantuan untuk menambah fokus

pelayanan psikologis dalam menghadapi pandemi COVID-19 (Leni, 2020). 

Berdasarkan data dan masalah tersebut, dapat memicu lebih banyak

program promosi dan preventif yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan. Bidan

9
merupakan bagian dari tenaga kesehatan utama sebagai ujung tombak

pembangunan kesehatan dalam upaya percepatan penurunan AKI. Bidan dan

tenaga kesehatan lainnya mengupayakan kesejahteraan ibu, karena itulah

dibutuhkan tenaga kesehatan yang professional dan terampil melakukan asuhan

secara kreatif, fleksibel, mendukung, melayani, membimbing, memantau dan

mendidik yang berpusat pada kebutuhan personal yang unik pada perempuan

selama masa kehamilan. Untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayi, tenaga

kesehatan sangat penting untuk berperan serta dalam memberikan asuhan pada

ibu, karena kewenangan dan tanggung jawab profesionalnya sangat berbeda

dengan tenaga medis lainnya (Suciati et al., 2015).

Salah satu komponen penunjang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah

menurunkan kematian dan kejadian sakit dikalangan ibu, dan untuk

mempercepat penurunan angka kematian ibu yaitu salah satunya dengan DRK.

Tujuan dari DRK adalah untuk mengembangkan profesionalisme bidan,

meningkatkan aktualisasi diri dan membangkitkan motivasi belajar. Kegiatan

DRK bila dilaksanakan secara rutin dan konsisten akan dapat mendorong

perawat lebih memahami hubungan standar dengan kegiatan pelayanan yang

dilakukan sehari-hari. Kesadaran akan kebutuhan untuk berkembang adalah

menjadi salah satu tanggung jawab bidan terhadap dirinya sendiri dan

profesinya. Motivasi melalui DRK akan meningkatkan kinerja bidan sesuai

dengan standar dalam memberikan pelayanan yang bermutu untuk memenuhi

harapan masyarakat. Tenaga bidan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan

10
ibu dan anak dengan jumlah yang cukup besar (40%) dari seluruh kategori

tenaga kesehatan mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan pelayanan

kesehatan yang bermutu. Untuk memberikan pelayanan kebidanan yang

bermutu, diperlukan proses belajar yang berkesinambungan dalam meningkatkan

kemampuan berfikir serta keterampilan bidan. Belajar adalah suatu proses usaha

yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara

keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya (Fitriahadi et al., 2019).

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis tertarik melakukan

DRK pada Ny.D usia 25 tahun pada dengan judul “Diskusi Refleksi Kasus Pada

Ny. D P1001 Nifas Post Sc Hari Ke – 0 di RSUD Ratu Aji Putri Botung Kab.

Penajam Paser Utara Tahun 2021”.

B. Rumuan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah pada studi kasus ini

adalah “Bagaimana Diskusi Refleksi Kasus pada “Ny. D” dimasa nifas dengan

judul “Diskusi Refleksi Kasus Pada Ny. D P1001 Nifas Post Sc Hari Ke – 0 di

RSUD Ratu Aji Putri Botung Kab. Penajam Paser Utara Tahun 2021?”

11
C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Melakukan DRK pada Ny. D dengan menggunakan pendekatan manajemen

kebidanan menurut Varney dan pendokumentasian SOAP.

2. Tujuan Khusus

Dalam memberikan asuhan kebidanan nifas melalui DRK penulis mampu :

a. Melaksanakan mengembangkan profesionalisme bidan.

b. Meningkatkan aktualisasi diri bidan dalam pelayanan asuhan kebidanan.

c. Melaksanakan kegiatan yang membangkitkan motivasi belajar.

d. melalui pendekatan manajemen kebidanan menurut Varney

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penulis mendapatkan ilmu pengetahuan terutama ilmu yang

bermanfaat dalam perkembangan ilmu kebidanan, serta dapat dijadikan

dasar untuk mengembangkan ilmu kebidanan sesuai dengan pendekatan

manajemen kebidanan dan evidence based dalam praktik asuhan

kebidanan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi Kesehatan

12
Diharapkan Institusi Kesehatan dapat memfasilitasi tenaga kesehatan

dalam melaksanakan DRK.

b. Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan

Diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dalam praktik

memberikan asuhan pelayanan kebidanan masa nifas pada ibu.

c. Bagi Penulis

Diharapkan penulis selanjutnya dapat melakukan asuhan pelayanan

kebidanan nifas yang lebih mendalam dengan menerapkan prinsip –

prinsip pembelajaran dalam DRK.

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori

1. Konsep Dasar Teori Nifas

1) Pengertian Masa Nifas

Masa nifas berasal dari bahasa latin yaitu Puer adalah bayi dan

parous adalah melahirkan yang berarti masa sesudah melahirkan.

Pendapat lain mengatakan masa nifas adalah masa setelah keluarnya

plasenta sampai alatalat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan

secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari

(Mansyur & Dahlan, 2014).

Jadi, masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya

plasenta sampai pemulihan kembali alat-alat reproduksi seperti keadaan

semula sebelum hamil yang berlangsung 6 minggu (40 hari) (Mansyur &

Dahlan, 2014).

Kebijakan program pemerintah dalam asuhan masa nifas terbaru

paling sedikit melakukan 4 kali kunjungan nifas untuk menilai status ibu

dan bayi baru lahir, untuk mencegah, mendeteksi dan menangani

masalah-masalah yang terjadi. Kunjungannya antara lain 6-48 jam setelah

persalianan, 3 – 7 hari setelah persalinan, 8 – 28 minggu setelah

persalinan, dan 29 – 42 minggu setelah persalinan (Kemenkes RI, 2020).

14
2) Tujuan Asuhan Masa Nifas

Tujuan masa nifas ini diantaranya (Mansyur & Dahlan, 2014):

a) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya (fisik maupun psikologis)

b) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,

mengobati/merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya.

c) Memberikan penkes tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,

pelayanan KB, menyusui, imunisasi dan perawatan bayi sehat.

3) Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas

Fokus pelayanan pada masa nifas yaitu (Kemenkes RI, 2020):

a) Menanyakan kondisi ibu nifas secara umum

b) Pengukuran tekanan darah, suhu tubuh, pernapasan, dan nadi

c) Pemeriksaan lokhia dan perdarahan

d) Pemeriksaan kondisi jalan lahir dan tanda infeksi

e) Pemeriksaan kontraksi rahim dan tinggi fundus uteri

f) Pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI Eksklusif

g) Pemberian kapsul vitamin A (2 kapsul)

h) Pelayanan kontrasepsi Pasca Persalinan Konseling.

i) Tatalaksana pada ibu nifas sakit atau ibu nifas dengan komplikasi

j) Memberikan KIE yaitu:

i. Makan makanan yang beraneka ragam yang mengandung

karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayur, dan

buahbuahan.

15
ii. Kebutuhan air minum pada ibu menyusui pada 6 bulan pertama

adalah 14 gelas sehari dan pada 6 bulan kedua adalah 12 gelas

sehari.

iii. Menjaga kebersihan diri, termasuk kebersihan daerah kemaluan,

ganti pembalut sesering mungkin.

iv. Istirahat cukup, saat bayi tidur ibu istirahat

v. Melakukan aktivitas fisik pasca melahirkan dengan intensitas

ringan sampai sedang selama 30 menit, frekuensi 3 - 5 kali dalam

seminggu

vi. Bagi ibu yang melahirkan dengan cara operasi caesar maka harus

menjaga kebersihan luka bekas operasi. Latihan fisik dapat

dilakukan setelah 3 (tiga) bulan pasca melahirkan.

vii. Cara menyusui yang benar dan hanya memberi ASI saja selama 6

bulan.

viii. Perawatan bayi yang benar.

ix. Jangan membiarkan bayi menangis terlalu lama, karena akan

membuat bayi stress.

x. Lakukan stimulasi komunikasi dengan bayi sedini mungkin

bersama suami dan keluarga.

xi. Untuk berkonsultasi kepada tenaga kesehatan untuk pelayanan KB

setelah persalinan.

16
4) Perubahan Fisiologi Masa Nifas

a) Perubahan system reproduksi

Perubahan pada system reproduksi terdiri dari (Sukma et al., 2017):

i. Uterus

Involusi uterus yag meliputi desidua atau

endometrium dan eksfoliasi tempat perlekaan plasenta yang

ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta

perubahan pada lokasi uterus uga ditandai dengan warna

dan jumlah lokhia.

Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan

pemeriksaan palpasi untuk meraba TFU setelah janin lahir

tinggi fundus uteri setinggi pusat dengan berat 1000 gram,

setelah plasenta lahir tinggi fundus uteri 1 (satu) sampai 2

(dua) jari dibawah pusat, pada hari kelima atau 1 minggu

postpartum tinggi fundus uteri pertengahan simpisis pusat

dengan berat 500 gram, dan 2 minggu post fartum, TFU

teraba diatas simpisis dengan berat 350 gram 5) 6 minggu

post partum fundus uteri mengecil (tidak teraba) dengan

berat 50 gram. 6) 8 minggu post partum fundus uteri sebesar

normal dengan berat 30 gram Perubahan ini berhubungan

erat dengan perubahan miometrium yang bersifat

proteolisis.

17
ii. Lokhia

Lokhia adalah secret dari uterus yang keluar melalui vagina

selama puerperium. Lokia rubra berwarna merah, berisi darah

dan jaringan desidua (keluar setelah pelahiran dan berlanjut

selama 2-3 hari). Lochea sangiolenta berwaran merah kecoklatan

dan berlendir (3-7 hari). Lochea serosa muncul pada hari ke 7-14

dengan berwarna kuning kecoklatan dengan ciri lebih sedikit

darah dan lebih banyak serum, juga berdiri dari leukosit dan

robekan atau laserasi plasenta. Sedangkan lochea Alba muncul

setalah 2 minggu postpartum. Warnanya lebih pucat, putih

kekuningan dan lebih banyak mengandung leukosit, selaput

lendir serviks dan serabut jaringan yang mati.

b) Perubahan Vulva dan vagiana

Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang

sangat besar selama proses melahirkan bayi. Setelah 3 minggu, vulva

dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam

vagina secara berangsur angsur akan muncul kembali, sementara

labia menjadi lebih menonjol. Pada masa nifas biasanya terdapat

luka-luka pada jalan lahir. Luka pada vagina umumnya tidak

seberapa luas dan akan sembuh secara sembuh dengan sendirinya.

kecuali apabila terdapat infeksi. Infeksi mungkin menyebabkan

18
selulitis. Yang dapat menjalar sampai terjadi sepsis (Sukma et al.,

2017).

c) Perubahan pada serviks

Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak

menganga seperti corong, segera setelah bayi lahir, disebabkan oleh

corpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks

tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara

corpus dan serviks berbentuk semacam cincin. Serviks berwarna

merah kehitam hitaman karena penuh dengan pembuluh darah.

Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasi atau

perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama berdilatasi

maka serviks tidak akan pernah kembali lagi ke keadaan seperti

sebelum hamil. Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm

sewaktu persalinan akan menutup secara perlahan dan bertahap. Pada

minggu ke-6 serviks menutup kembali. Setelah bayi lahir, tangan

dapat masuk ke dalam rongga Rahim. Setelah 2 jam, hanya dapat

dimasuki 2-3 jari. Pada minggu ke-6 postpartum, serviks sudah

menutup kembali (Sukma et al., 2017).

d) Perubahan Laktasi

Laktasi dimulai dengan perubahan hormon saat melahirkan.

Meskipun wanita menyusui atau tidak, ia dapat mengalami kongesti

payudara selama beberapa hari pertama pascapartum karena

19
tubuhnya mempersiapkan untuk memberikan nutrisi kepada

bayinya. Pengkajian payudara pada periode awal postpartum

meliputi penampilan puting susu, adanya kolostrum, adanya

mastitis, bengkak payudara dan putting susu lecet. Ada 2 refleks

yang sangat dipengaruhi oleh keadaan jiwa ibu, yaitu (Sukma et al.,

2017):

i. Refleks Prolaktin: Pada waktu bayi menghisap payudara ibu,

ibu menerima rangsangan neurohormonal pada putting dan

areola, rangsangan ini melalui nervus vagus diteruskan ke

hypophysa lalu ke lobus anterior, lobus anterior akan

mengeluarkan hormon prolaktin yang masuk melalui peredaran

darah sampai pada kelenjar-kelenjar pembuat A SI dan

merangsang untuk memproduksi ASI.

ii. Refleks Let Down: Refleks ini mengakibatkan memancarnya

ASI keluar, isapan bayi akan merangsang putting susu dan

areola yang dikirim lobus posterior melalui nervus vagus, dari

glandula pituitary posterior dikeluarkan hormon oxytosin ke

dalam peredaran darah yang menyebabkan adanya kontraksi

otot-otot myoepitel dari saluran air susu, karena adanya

kontraksi ini maka ASI akan terperas ke arah ampula.

20
e) Perubahan Sistem Musculoskeletal

Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu

persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut

dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang

dan menjadi retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor.

Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah

persalinan. Sebagai akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan

distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat

hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara

waktu. Pemulihan dibantu dengan latihan (Sukma et al., 2017).

f) Perubahan sistem pencernaan

Diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal.

Meskipun kadar progesterone menurun setelah melahirkan, namun

asupan makanan juga mengalami penurunan selama 1-2 hari, gerak

tubuh berkurang dan usus bagian bawah sering kosong. Rasa sakit

di daerah perineum dapat menghalangi keinginan bab (Sukma et al.,

2017).

g) Perubahan sistem perkemihan

Hari pertama biasanya ibu mengalami kesulitan buang air

kecil, selain khawatir nyeri jahitan. Juga karena penyempitan

saluran kencing akibat penekanan kepala bayi saat proses

21
persalinan. Urine dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam

waktu 12-36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan,

kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami

penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis.

Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo minggu

(Sukma et al., 2017).

5) Cara dan Posisi Menyusui serta Perlekatan Menyusui Yang Benar

a) Cara menyusui yang benar yaitu (Kemenkes RI, 2020):

i. Menyusui sesering mungkin/semau bayi (8-12 kali sehari atau

lebih).

ii. Bila bayi tidur lebih dari 3 jam, bangunkan, lalu susui

iii. Susui sampai payudara terasa kosong, lalu pindah ke payudara

sisi yang lain

iv. Apabila bayi sudah kenyang, tetapi payudara masih terasa

penuh/ kencang, maka payudara perlu diperah, ASI disimpan.

Hal ini bertujuan mencegah mastitis dan menjaga pasokan ASI.

b) Posisi menyusui yang benar yaitu (Kemenkes RI, 2020):

i. Kepala dan badan bayi membentuk garis lurus

ii. Wajah bayi menghadap payudara, hidung berhadapan dengan

puting susu

iii. Badan bayi dekat ke tubuh ibu

iv. Ibu menggendong/mendekap badan bayi secara utuh

22
c) Perlekatan menyusui yang benar (Kemenkes RI, 2020):

i. Bayi dekat dengan payudara dengan mulut terbuka lebar

ii. Dagu bayi menyentuh payudara

iii. Bagian areola di atas lebih banyak terlihat dibanding di bawah

mulut bayi

iv. Bibir bawah bayi memutar keluar (dower)

6) Tanda bahaya Masa Nifas

Berikut merupakan tanda bahaya pada masa nifas (Kemenkes RI, 2020):

i. Demam lebih dari 2 hari

ii. Perdarahan lewat jalan lahir

iii. Ibu terlihat sedih murung dan menangis tanpa sebab (depresi)

iv. Keluar cairan berbau dari jalan lahir

v. Payudara bengkak, merah disertai rasa sakit

vi. Bengkak di wajah, tangan dan kaki, atau sakit kepala dan kejang-

kejang

Segera bawa ibu nifas ke fasilitas kesehatan bila ditemukan salah satu

tanda bahaya di atas (Kemenkes RI, 2020).

7) Nutrisi Masa Nifas

Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk

keperluan metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama

pada ibu menyusui akan meningkat 25% karena berguna untuk proses

23
pemulihan dan memproduksi air susu yang cukup untuk menyehatkan

bayi. Status gizi tidak berpengaruh besar terhadap mutu ASI, kecuali

volumenya (Mansyur & Dahlan, 2014).

Berikut ini merupakan kebutuhan gizi pada masa nifas (Mansyur &

Dahlan, 2014):

i. Energi: penambahan kalori sepanjang 3 bulan pertama pasca partum

mencapai 500 kkal.

ii. Protein: selama nifas, ibu membutuhkan tambahan protein diatas

normal sebesar 20 gram/hari. Pada wanita ASIA nutrisi dalam bentuk

kalsium 0,5 – 1 gram, zat besi 20 mg, vitamin C 100 mg, vitamin B – 1

yaitu 1,3 mg, vitamin B – 2 yaitu 1,3 mg, dan vitamin B – 12 2,6

mikrogram serta vitamin D yaitu 10 mikrogram. Selain itu ibu nifas

juga membutuhkan asalm lemak omega 3, vitamin A, vitamin B6, dan

vitamin K.

24
Tabel 2.5 Porsi makan dan minum ibu nifas untuk kebutuhan sehari – hari

Sumber :(Kemenkes RI, 2020)

Minum Air Putih: 14 gelas/ hari di 6 bulan pertama dan 12 gelas/ hari

pada 6 bulan kedua. Konsultasikan porsi makan kepada tenaga kesehatan,

perhatikan Indeks Masa Tubuh (Kemenkes RI, 2020).

8) Asuhan Ibu pada masa nifas dengan post seksio sesaria (SC) menurut

Saleha (2013) dalam Hardiana (2016) yaitu :

Setelah pasca persalinan, ibu tidak boleh ditinggalkan begitu saja,

Sebagai bidan perlunya memberikan beberapa asuhan lanjutan dirumah

untuk memastikan ibu dan bayinya sehat.

Banyak orang beranggapan bahwa melakukan persalinan melalui

operasi sectio caesarea memang lebih cepat dan tidak begitu sakit

dibandingkan melahirkan secara normal, tetapi proses penyembuhan

operasi caesar bisa jauh lebih lama dibandingkan proses persalinan

25
normal. Biasanya waktu penyembuhan bekas luka operasi caesar 3-4

minggu, bahkan lebih. Namun dengan operasi caesar bila tidak dirawat

dengan baik, bekas luka operasi bisa menimbulkan infeksi yang akan

memperpanjang waktu penyembuhan luka operasi (Kasdu,D. 2003).

Proses penyembuhan operasi Sectio Caesarea bisa jauh lebih lama

dibandingkan proses persalinan normal. Biasanya waktu penyembuhan

bekas luka operasi caesar tiga sampai empat minggu, bahkan lebih.

Namun dengan operasi caesar bila tidak dirawat dengan baik, bekas luka

operasi bisa menimbulkan infeksi yang akan memperpanjang waktu

penyembuhan luka operasi.

Peran pemerintah dalam menekan kejadian Sectio Caesarea yaitu

melakukan ANC minimal 4 kali selama trimester 1 dilakukan kunjungan

1 kali, trimester 2 dilakukan kunjungan 1 kali dan pada trimester 3

dilakukan kunjungan sebanyak 2 kali untuk mendeteksi dini adamya

komplikasi tertentu (Depkes RI, 2013). Pemerintah juga berusaha

meminimalkan angka kejadian Sectio Caesarea dengan mempersiapkan

tenaga kesehatan yang terlatih, terampil dan profesional agar dapat

melakukan deteksi dini dan pencegahan komplikasi pada ibu hamil

selama kehamilan sehingga kemungkinan persalinan dengan Sectio

Caesarea dapat diturunkan dan dicegah sedini mungkin (Winjosastro,

2007).

26
Penyebab yang sering terjadi dan harus dilakukan caesar yaitu :

a. partus lama

b. partus tak maju

c. panggul sempit

d. janin terlalu besar

Jika tidak dilakukan caesar akan membahayakan nyawa ibu dan janin

(Winknjosastro, 2007).

Sedangkan menurut Sarwono tahun 2010, indikasi persalinan SC yaitu:

a. panggul sempit

b. tumor jalan lahir

c. stenosis serviks

d. plasenta previa

e. disproporsi sefalopelvik

f. ruptura uteri

g. kelainan letak

h. gawat janin.

Kerugian dari persalinan yang dijalani melalui bedah caesar, yaitu :

a. Cedera kandung kemih

b. Cedera rahim

c. cedera pada pembuluh darah

27
d. cedera pada usus dan infeksi, yaitu infeksi rahim

e. endometritis

f. infeksi akibat luka operasi. (Depkes RI, 2013).

Sedangkan menurut Bobak, 2005, kerugian pada bayi yaitu:

a. terjadinya hipoksia

b. depresi pernafasan

c. sindrome gawat pernafasan

d. trauma persalinan.

Beberapa hal yang akan dilakukan dalam memberikan asuhan

kebidanan pada Masa Nifas dengan Post SC yaitu :

a. Memeriksa Tanda-tanda vital

Periksalah suhu tubuh, denyut nadi, dan tekanan darah ibu secara

teratur minimal sekali dalam satu jam jika ibu memiliki masalah

kesehatan.

b. Membersihkan badan ibu dan merawat luka jahitan

Luka adalah suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh,

yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga dapat

mengganggu aktivitas sehari-hari. Perawatan luka merupakan tindakan

untuk merawat luka dan luka operasi yaitu luka bersih sehingga mudah

untuk perawatannya, namun jika salah dalam merawat, maka akan bisa

berakibat fatal.

28
Dalam perawatan luka Post Seksio Sesarea diperlukan beberapa

hal yang harus diperhatikan, diantaranya :

1) Setiap satu minggu kasa harus dibuka Idealnya kasa yang dipakai

harus diganti dengan kasa baru setiap satu minggu sekali. Tidak

terlalu sering agar luka cepat kering, jika sering dibuka luka bisa

menempel pada kasa sehingga sulit untuk kering.

2) Bersihkan jika keluar darah dan langsung ganti kasa Jika luka

operasi keluar darah, maka segeralah untuk mengganti kasanya agar

tidak basah atau lembab oleh darah. Karena darah merupakan

kuman yang bisa cepat menyebar keseluruh bagian luka.

3) Jaga luka agar tidak lembab. Usahakan semaksimal mungkin agar

luka tetap kering karena tempat lembap akan menjadikan kuman

cepat berkembang. Misalkan suhu kamar terlalu dingin dengan AC

yang membuat ruangan lembap sehingga bisa jadi luka pun ikut

lembap, hindari ruangan lembap, dan atur suhu AC.

4) Menjaga kebersihan, agar luka operasi tidak terkena kotoran yang

mengakibatkan cepat berkembangnya kuman, maka kebersihan diri

dan lingkungan sekitar semaksimal mungkin harus dijaga. Jauhkan

luka dari kotoran, untuk itu seprei dan bantal harus selalu bersih

dari debu.

5) Gunakan bahan plastik atau pembalut yang kedap air (Opset) Jika

mau mandi atau aktifitas yang mengharuskan bersenthan dengan

29
air, gunakan bahan plastik atau pembalut yang kedap air (opset)

untuk melindungi luka bekas operasi agar tidak terkena air.

Upayakan agar tidak sampai basah karena luka bisa mempercepat

pertumbuhan kuman.

6) Memberikan penyuluhan mengenai pola makanan yang sehat dan

memperbanyak mengkonsumsi sayur dan buah-buahan. Petunjuk

untuk mengolah makanan yang sehat:

a) Pilih sayur-sayuran, buah-buahan, daging dan ikan yang segar.

b) Cuci tangan sampai bersih sebelum dan sesudah mengolah

makanan.

c) Cuci bahan makanan yang bersih lalu potong-potong.

d) Hindari pemakaian zat pewarna, pengawet (vetsin).

e) Jangan memakai minyak yang sudah berkali-kali dipakai.

f) Perhatikan kadaluarsa dan komposisi zat makanan, jika

dikemasan dalam kaleng.

g) Simpan peralatan dapur dalam keadaan bersih dan aman.

h) Jangan biarkan binatang berkeliaran didapur.

i) Menjaga kebersihan. Kebersihan diri berguna untuk

mengurangi infeksi dan meningkatkan perasaan nyaman,

kebersihan diri meliputi kebersihan tubuh, pakaian, tempat

tidur, maupun lingkungan. Oleh karena itu menjaga kebersihan

30
diri secara keseluruhan sangatlah penting untuk menghindari

infeksi, baik pada luka jahitan maupun kulit.

7) Istirahat yang cukup banyak memberikan manfaat bagi ibu setelah

menghadapi ketegangan dan kelelahan saat melahirkan.

c. Peran bidan pada pasien post operasi Sectio Caesarea.

Peran bidan pada pasien post operasi sectio caesarea diarahkan

untuk mengembalikan fungsi fisiologis pada seluruh system secara

normal, dapat beristirahat dan memperoleh rasa nyaman, meningkatkan

konsep diri, serta tidak terjadi infeksi pada luka post operasi. Salah satu

upaya untuk mencegah timbulnya komplikasi dan mengembalikan

fungsi fisiologis tubuh dapat dilakukan dengan mobilisasi dini sesuai

dengan kewenangan bidan MENKES RI No. 938/Menkes/SK/VIII/2007

yang tercantum dalam kompetensi ke tiga dan ke empat.

Bidan berperan dalam memberikan pelayanan yang komprehensif

serta memperhatikan kebutuhan pemeliharaan bagi ibu, keluarga dan

masyarakat, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan kesehatan

masyarakat dengan cara memberikan konseling maupun pendidikan

kesehatan.

Di lapangan yang masih sering dijumpai keterlambatan ibu nifas

Post Sectio Caesarea (SC) keterlambatan ibu nifas Post Sectio Caesarea

untuk mobilisasi dini termasuk pemberian konseling tentang pemenuhan

nutrisi pada ibu nifas dan perawatan mandiri. Peran dan tanggung jawab

31
perawat dan bidan sangat sangat diperlukan dalam pemberian informasi

dan pendidikan kesehatan sebagai upaya untuk menghindari self care

deficit, komplikasi perdarahan, dan infeksi post Sectio Caesarea (SC),

serta menurunkan angka kematian maternal. Oleh karena itu bidan

diharapkan dapat memberikan konseling maupun pendidikan kesehatan

salah satunya tentang kebutuhan gizi ibu nifas.

Makanan bergizi yang dikonsumsi ibu nifas sesuai dengan porsi

akan membuat ibu dalam keadaan sehat dan tubuh terasa segar.

Makanan yang mengandung protein sangat penting dikonsumsi oleh ibu

nifas karena sangat berpengaruh terhadap proses penyembuhan maupun

pengeringan luka terutama pada ibu nifas yang terdapat luka jahitan

pada perineum. Didalam suatu daerah kebudayaan juga berperan

penting dalam berhasilnya pemenuhan kebutuhan gizi.

Masalah potensial yang terjadi pada ibu nifas post SC apabila

tidak segera mendapat penanganan segera akan terjadi infeksi pada

masa nifas adalah peradangan disekitar luka pada masa nifas. Menurut

opini peneliti, masalah yang akan terjadi pada ibu nifas dengan luka

jahitan post SC yang tidak dilakukan perawatan akan terjadi infeksi dan

menyebabkan timbulnya komplikasi. Menurut teori, perlukaan pada

persalinan merupakan tempat masuknya kuman ke dalam tubuh

sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan meningkatnya suhu

tubuh melebihi 38oC (Martius, 2007).

32
d. Asuhan Ibu Nifas dengan Riwayat Asma

1) Definisi

Asma adalah salah satu penyakit dengan jumlah penderita

terbanyak pada saat ini. Insidensinya meningkat di seluruh dunia

sehubungan dengan kemajuan industri dan meningkatnya polusi.

Asma adalah penyakit kronik yang prevalensnya semakin

meningkat di dunia. Beberapa penelitian membuktikan bahwa asma

berdampak selama proses kehamilan dan kehamilan dapat

mempengaruhi perubahan status klinis pasien asma. Pada

peringatan hari asma sedunia tanggal 4 Mei 2004 yang bertema

burden of asthma, para ahli internasional melaporkan bahwa

prevalensi asma di dunia akan meningkat dalam beberapa tahun

mendatang.

2) Faktor yang menyebabkan Asma

Kejadian asma bisa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu

alergi, bukan alergi dan campuran keduanya. Pada kehamilan

penyebab kekambuhan asma dimungkinkan karena campuran kedua

faktor tersebut selain faktor alergi yang sudah bawaan, faktor

perubahan fisik dan biokimia selama kehamilan juga bisa menjadi

penyebab kekambuhan asma pada kehamilan (Agustina, 2015).

Adanya peningkatan kecemasan selama kehamilan atau

menghadapi persalinan juga merupakan pencetus asma, hal ini

33
sejalan dengan penelitian Agustina,dkk (2014) yang menyebutkan

semakin tinggi trimester kehamilan maka tingkat kecemasan

semakin tinggi. Asma dapat mempengaruhi kehamilan, kehamilan

itu sendiri mempengaruhi kekambuhan asma (Schatz, et al. 2003).

3) Perubahan Fisik pada ibu Riwayat Asma saat hamil

Beberapa perubahan fisik pada ibu yaitu ukuran perut ibu

semakin besar yang akan mendesak diagfragma sehingga ibu hamil

mengalami kesulitan bernapas, selain itu berat badan ibu juga

meningkat yang juga akan memperberat kerja system pernapasan.

Proses kehamilan membawa perubahan fisik diantaranya pada

trimester pertama akan terjadi tidak adanya mensturasi, sembelit,

nyeri pada panggul, mual dan muntah (mual pada pagi hari), lelah

dan mengantuk, sering berkemih, tidak menyukai bau atau makanan

tertentu, cairan vagina meningkat penurunan berat badan atau

kenaikan sampai 2,5 kg, dan perubahan pada payudara: penuh,

nyeri tekan, gatal didaerah putting, aerola menjadi gelap. Pada

trimester kedua perubahan fisik yang terjadi adalah sudah merasa

enak secara fisik, merasakan gerakan janin, nafsu makan

meningkat, mual menghilang, sembelit, nyeri di lipat paha akibat

kontraksi ligament rotundum, kenaikan berat badan rata-rata 0,4-0,5

kg per minggu, kejang kaki. Pada trimester ketiga perubahan fisik

yang terjadi adalah kontraksi Braxton-Hicks yang lebih nyata,

34
produksi kolostrom meningkat, nyeri pinggang, pergelangan kaki

bengkak, insomnia, anemia, dan kenaikan berat badan sampai 12,5-

17,5 kg (Simkin, 2007). Kehamilan trimester tiga merupakan suatu

trimester yang lebih berorientasi pada realitas untuk menjadi orang

tua yang menanti kelahiran anak dimana ikatan antara orang tua dan

janin berkembang pada trimester ini. Perhatian ibu hamil biasanya

mengarah pada keselamatan diri dan anaknya.

Bersamaan dengan harapan akan hadirnya seorang bayi,

timbul pula kecemasan akan adanya kelainan fisik maupun mental

pada bayi. Kecemasan akan nyeri dan kerusakan fisik akibat

melahirkan serta kemungkinan hilangnya kontrol saat persalinan

perlu mendapat perhatian pula. Ketidaknyamanan fisik dan gerakan

janin sering mengganggu istirahat ibu. Dispnea, peningkatan

urinasi, nyeri punggung, konstipasi, dan varises dialami oleh

kebanyakan wanita pada kehamilan tahap akhir. Peningkatan

kosong di perut, sesak nafas, jantung berdebar, keringat banyak,

sakit kepala, ukuran abdomen mempengaruhi kemampuan untuk

melakukan aktivitas sehari-hari. Posisi yang nyaman sulit didapat,

biasanya ibu hamil menjadi semakin tidak sabar menanti saat-saat

semuanya berlalu (Bobak et.al, 2005). Selain faktor perubahan fisik

dan emosi selama kehamilan, perubahan imunologi selama

35
kehamilan juga berperan dalam kekambuhan asma. Defisiensi imun

selular dapat ditemukan.

4) Tatalaksana Asma

Manajemen tatalaksana asma yang menjadi pedoman di

Indonesia mengikuti pedoman dari Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia (PDPI) dan Global Initiative for Asthma (GINA).

Sebagian besar perempuan hamil dengan asma mengurangi atau

menghentikan pengobatan selama kehamilan yang mengakibatkan

kurangnya kepatuhan dalam menggunakan obat asma dan infeksi

virus sering menjadi pencetus serangan asma saat kehamilan.

Prinsip dasar pengobatan asma pada ibu hamil adalah memberikan

terapi optimal sehingga dapat mempertahankan asma yang telah

terkontrol bertujuan untuk mempertahankan kesehatan dan kualitas

hidup ibu serta pertumbuhan janin yang normal selama kehamilan.

Pasien asma harus diberikan informasi jelas mengenai potensi

komplikasi asma yang dapat terjadi dan perubahan fungsi paru

selama masa kehamilan. Edukasi dan penggunaan obat inhalasi

secara tepat merupakan faktor terpenting menghindari pencetus

asma dan segera berkonsultasi ke dokter jika muncul gejala asma.

Mengontrol asma pada kehamilan bertujuan untuk mencegah

eksaserbasi akut, mencegah hipoksemia dan gangguan janin serta

menghindari kebutuhan obat yang berlebihan. Semua obat asma

36
secara umum dapat dipakai saat kehamilan kecuali komponen alfa-

adrenergik, bromfeniramin dan epinefrin. Obat inhalasi

kortikosteroid inhalasi sangat bermanfaat untuk mengontrol asma

dan mencegah serangan akut terutama saat kehamilan. Obat inhalasi

agonis beta-2, leukotrien dan teofilin dengan kadar yang termonitor

dalam darah terbukti tidak meningkatkan kejadian abnormalitas

janin. Pemilihan obat asma pada pasien yang hamil dianjurkan

berupa obat inhalasi dan sebaiknya memakai obat-obat asma yang

pernah dipakai pada kehamilan sebelumnya yang sudah

terdokumentasi dan terbukti aman.

e. Manajemen Nyeri Post SC

1) Pengertian Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah

nyeri dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat

subjektif dan individual. Nyeri dalam intensitas yang sama

dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.

Nyeri pada ibu post SC dapat menimbulkan berbagai

masalah, salah satunya masalah laktasi. Sekitar 68% ibu post SC

mengalami kesulitan dengan perawatan bayi, bergerak naik turun

dari tempat tidur dan mengatur posisi yang nyaman selama

menyusui akibat adanya nyeri. Rasa nyeri tersebut akan

menyebabkan pasien menunda pemberian ASI sejak awal pada

37
bayinya, karena rasa tidak nyaman selama proses menyusui

berlangsung atau peningkatan intensitas nyeri setelah operasi.

Dewasa ini dikembangkan metode terapi nonfarmakologis

dalam mengatasi nyeri. Salah satu dari terapi nonfarmakologis

tersebut ialah terapi relaksasi genggam jari. Terapi relaksasi

genggam jari merupakan teknik relaksasi dengan jari tangan serta

aliran energi di dalam tubuh. Teknik ini diduga mampu

menurunkan nyeri. Akan tetapi faktanya hasil pengamatan yang

dilakukan pada tanggal 20 - 21 Mei 2016 terhadap 5 pasien pasca

sectio caesarea didapatkan bahwa pasien tampak menyeringai

kesakitan, 2 pasien mengeluh nyeri dengan skala 5 dan 6, serta 3

pasien mengeluh nyeri dengan skala 7 dan 8. Keseluruhan pasien

pasca operasi tersebut telah diberikan analgesik.

2) Intensitas Nyeri Pasien Pasca Bedah

Pembedahan merupakan suatu kekerasan atau trauma bagi

penderita. Anestesi maupun tindakan pembedahan menyebabkan

kelainan yang dapat menimbulkan berbagai keluhan dan gejala.

Keluhan di kemukan adalah nyeri, demam, takikardi, sesak nafas,

mual, muntah, memburuknya keadaan umum.

3) Prosedur Penatalaksanaan Teknik Relaksasi Genggam Jari

Prosedur penatalaksanaan teknik relaksasi genggam jari

dilakukan selama 15 menit dengan tahapan antara lain :

38
a) Duduk atau baring dengan tenang

b) Genggam ibu jari tangan dengan telapak tangan sebelahnya

apabila merasa khawatir yang berlebihan, genggam jari

telunjuk dengan telapak tangan sebelahnya apabila merasa

takut berlebihan, gengggam jari tengah dengan telapak tangan

sebelahnya apabila merasa marah berlebihan, genggam jari

manis dengan telapak sebelahnya apabila merasa sedih

berlebihan dan genggam jari kelingking dengan telapak tangan

sebelahnya apabila merasa stress berlebihan.

c) Tutup mata, fokus, dan tarik nafas perlahan dari hidung,

hembuskan perlahan dengan mulut. Lakukan berkali-kali.

d) Katakan, “semakin rileks, semakin rileks, semakin rileks,

semakin rileks”, dan seterusnya sampai benar-benar rileks.

e) Apabila sudah dalam keadaan rileks, lakukan hipnopuntur yang

diinginkan seperti, “maafkan”, “lepaskan”, “tunjukan yang

terbaik”, “saya pasti bisa”, “saya yakin bahagia”, “saya ingin

masalah cepat selesai”, “saya bisa mendapatkan yang lebih

baik”, dan lain-lain sesuai dengan permasalahanya.

f) Gunakan perintah sebaliknya untik menormalkan pikiran

bawah sadar. Contohnya, “saya akan terbang dnegan keadaan

yang lebih baik”, “mata saya perintah untuk normal kembali

dan dapat dengan mudah untuk dibuka”.

39
g) Lepas genggam jari dan usahakan lebih rileks.

B. Konsep Dasar Diskusi Refleksi Kasus

1. Pengertian

Diskusi Refleksi Kasus adalah suatu metode pembelajaran dalam

merefleksikan pengalaman perawat dan bidan yang aktual dan menarik

dalam memberikan dan mengelola asuhan keperawatan dan kebidanan

di lapangan melalui suatu diskusi kelompok yang mengacu pada

pemahaman standar yang ditetapkan (Depkes/WHO/PMPKUGM,

2006)

2. Tujuan DRK

Berdasarkan Modul Pelatihan Manajemen Kinerja Klinik (PMKK),

2009 tujuan dari DRK adalah sebagai berikut:

a. Mengembangkan profesionalisme perawat dan bidan

b. Meningkatkan aktualisasi diri.

c. Membangkitkan motivasi belajar

d. Wahana untuk menyelesaikan masalah dengan mengacu pada

standar keperawatan/kebidanan yang telah ditetapkan.

e. Belajar untuk menghargai kolega untuk lebih sabar, lebih banyak

mendengarkan, tidak menyalahkan, tidak memojokkan dan

meningkatkan kerja sama.

40
3. Langkah – langkah kegiatan DRK

Berdasarkan Modul Pelatihan Manajemen Kinerja Klinik (PMKK),

2009, langkah- langkah kegiatan DRK adalah sebagai berikut:

a. Memilih/Menetapkan Kasus Yang Akan Didiskusikan

Topik-topik bahasan yang ditetapkan untuk didiskusikan dalam

DRK antara lain : pengalaman pribadi bidan yang aktual dan

menarik dalam menangani kasus/pasien di lapangan baik di rumah

sakit/puskesmas, pengalaman dalam mengelola pelayanan

keperawatan/kebidanan da issu-issu strategis, pengalaman yang

masih relevan untuk di bahas dan akan memberikan informasi

berharga untuk meningkatkan mutu pelayanan. Proses diskusi ini

akan memberikan ruang dan waktu bagi setiap peserta untuk

merefleksikan pengalaman, pengetahuan serta kemampuannya,

dan mengarahkan maupun meningkatkan pemahaman bidan

terhadap standar yang akan memacu mereka untuk melakukan

kinerja yang bermutu tinggi.

b. Menyusun Jadwal Kegiatan

Jadwal kegiatan DRK adalah daftar kegiatan yang harus

dilaksanakan dalam kurun waktu yang ditetapkan dan disepakati.

Kegiatan DRK disepakati dalam kelompok kerja, baik di

puskesmas maupun di rumah sakit (tiap ruangan). Kegiatan DRK

dilakukan minimal satu kali dalam satu bulan dan sebaiknya

41
jadwal disusun untuk kegiatan satu tahun. Dengan demikian para

peserta yang telah ditetapkan akan mempunyai waktu yang cukup

untuk mempersiapkan. Setiap bulan ditetapkan dua orang yang

bertugas sebagai penyaji dan fasilitator/moderator selebihnya

sebagai peserta demikian seterusnya, sehingga seluruh anggota

kelompok mempunyai kesempatan yang sama yang berperan

sebagai penyaji, fasilitator/moderator maupun sebagai peserta.

Peserta dalam satu kelompok diupayakan antara 5-8 orang.

c. Waktu Pelaksanaan

Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut

minimal 60 menit, dengan perincian sebagai berikut :

1) Pembukaan : 5 menit

2) Penyajian : 15 menit

3) Tanya jawab : 30 menit 4) Penutup/rangkuman : 10 menit

d. Peran Masing-Masing Personal DRK

Kegiatan selama DRK ditetapkan aturan main yang harus dipatuhi

oleh semua peserta agar diskusi tersebut dapat terlaksana dengan

tertib. Ada 3 peran yang telah disepakati dan dipahami dalam

DRK adalah sebagai berikut:

1) Peran penyaji Menyiapkan kasus klinis kebidanan yang

pernah dialami atau pernah terlibat didalamnya yang

merupakan kasus menarik baik kasus lalu maupun kasus-

42
kasus saat serta kasus manajemen dan pengalaman

keberhasilan dalam pelayanan juga bisa, menjelaskan kasus

yang sudah disiapkan dengan alokasi waktu 10-20 menit,

menyimak pertanyaan yang disampaikan, memberikan

jawaban sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman nyata

yang telah dilakukan dan merujuk pada standar yang relevan

atau SOP yang berlaku serta mencatat hal- hal yang penting

selama DRK.

2) Peran peserta Mengikuti kegiatan sampai selesai diakhiri

dengan mengisi daftar hadir, memberikan perhatian penuh

selama kegiatan, mempunyai hak untuk mengajukan

pertanyaan/pernyataan minimal satu pertanyaan dengan

alokasi waktu keseluruhan 20-30 menit, dalam mengajukan

pertanyaan agar merujuk kepada standar, tidak dibenarkan

untuk mengajukan pertanyaan/pernyataan yang sifatnya

menyalahka atau memojokkan, tidak dibenarkan untuk

mendominasi pertanyaan, pertanyaan berupa klarifikasi dan

tidak bersifat menggurui.

3) Peran fasilitator/moderator. Mempersiapkan ruangan diskusi

dengan mengatur posisi tempat duduk dalam bentuk

lingkaran, membuka pertemuan (mengucapkan selamat

datang, menyampaikan tujuan pertemuan, membuat

43
komitmen bersama dengan keseluruhan anggota tentang

lamanya waktu diskusi (kontrak waktu) dan menyampaikan

tata tertib diskusi), mempersilahkan penyaji untuk

menyampaikan kasusnya selama 10-20 menit, memberikan

kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan

secara bergilir selama 30 menit, mengatur lalu lintas

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peserta dan

klarifikasi bila ada yang tidak jelas, merangkum hasil diskusi,

melakukan refleksi terhadap proses diskusi dengan meminta

peserta untuk menyampaikan pendapat dan komentarnya

tentang diskusi tersebut, membuat kesimpulan hasil refleksi

dan menyampaikan isu-isu yang muncul, meminta

kesepakatan untuk rencana pertemuan berikutnya, menutup

pertemuan dengan memberikan penghargaan kepada seluruh

peserta dan berjabat tangan dan membuat laporan hasil

diskusi sesuai dengan format dan menyimpan laporan DRK

pada arsip yang telah ditentukan bersama. 

e. Laporan Setelah melakukan kegiatan, langkah berikutnya adalah

menyusun laporan DRK. Agar kegiatan DRK dapat diketahui dan

dibaca oleh pimpinan, anggota kelompok maupun teman sejawat

lainnya maka kegiatan tersebut harus dicatat/didokumentasikan

44
sebagai laporan. Bentuk laporan dikemas dengan menggunakan

suatu format yang antara lain berisikan :

1) Nama peserta yang hadir

2) Tanggal, tempat dan waktu pelaksanaan.

3) Isu-isu atau masalah yang muncul selama diskusi

4) Rencana tindak lanjut berdasarkan masalah, lampiran laporan

menyertakanj daftar hadir yang ditandatangani oleh semua

peserta.

f. Persyaratan DRK

Diskusi Refleksi Kasus berbeda dengan presentasi kasus karena

DRK mempunyai persyaratan-persyaratan khusus berdasarkan

Modul Pelatihan Manajemen Kinerja Klinik (PMKK), 2009 yaitu :

1) Suatu kelompok yang terdiri dari satu profesi yang

beranggotakan 5-8 orang

2) Salah satu anggota kelompok berperan sebagai fasilitator,

satu orang lagi sebagai penyaji dan lainya sebagai peserta.

3) Posisi fasilitator, penyaji dan peserta lain dalam diskusi

setara (equal)

4) Kasus yang disajikan penyaji merupakan pegalaman klinis

yang nyata dan menarik. Posisi duduk sebaiknya melingkar

agar setiap peserta dapat saling bertatapan dan

berkomunikasi secara bebas.

45
5) Tidak boleh ada interupsi dan hanya ada satu orang saja

yang berbicara dalam satu saat dan peserta lain

memperhatikan proses diskusi

6) 6)Tidak diperkenankan ada dominasi, kritik yang dapat

memojokan penyaji atau peserta lain, serta dalam

berargumentasi tidak boleh menggurui.

7) Membawa catatan diperbolehkan, namun tidak mengurangi

perhatian dalam berdiskusi.

8) Diskusi Refleksi Kasus wajib dilakukan secara rutin,

terencana dan terjadwal dengan baik minimal satu bulan

sekali dimana kelompok diskusi berbagi pengalaman klinis

dan IPTEK diantara sejawat selama satu jam.

9) Selama diskusi setiap anggota secara bergilir mendapat

kesempatan untuk menyampaikan pendapat dengan cara

mengajukan pertanyaan-pertanyaan sedemikian rupa, yang

merefleksikan pengalaman, pengetahuan serta kemampuan

masing-masing.

10) Selama diskusi berlangsung harus dijaga agar tidak ada

pihakpihak yang merasa tertekan atau terpojok, yang

diharapkan terjadi justru sebaliknya yaitu dukungan dan

dorongan bagi setiap peserta agar terbiasa menyampaikan

pendapat mereka masing-masing.

46
11) Diskusi Refleksi Kasus dapat dimanfaatkan sebagai

wahana untuk memecahkan masalah, merevisi standar,

membuat standar ataupun kesepakatan tindak lanjut agar

standar dipatuhi.

C. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan

1. Konsep Dasar Manajemen Kebidanan

Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang

digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan

berdasarkan teori ilmiah, temuan, keterampilan dalam rangkaian atau

tahapan yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus pada

klien (Purwandari, 2011).

Manajamen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang

berurutan, yang dimulai dengan mengumpulkan data dasar dan berakhir

dengan evaluasi. Langkah-langkah tesebut membentuk kerangka yang

lengkap yang bisa diaplikasikan dalam semua situasi. Akan tetapi, setiap

langkah tersebut bisa dipecah-pecah dalam tugas-tugas tertentu dan

semua bervariasi sesuai dengan kondisi klien (Purwandari, 2011).

Melihat kembali penjelasan diatas maka proses manajamen

kebidanan merupakan langkah sistematis yang merupakan pola pikir

bidan dalam melaksanakan asuhan kepada klien diharapkan dengan

pendekatan pemecahan masalah yang sistematis dan rasional, maka

47
seluruh aktivitas atau tindakan yang bersifat coba-coba yang akan

berdampak kurang baik untuk klien (Purwandari, 2011).

Gambar 2.3 Proses Manajemen Menurut Varney (Purwandari, 2011)

Proses manajemen merupakan proses pemecahan masalah yang

ditemukan oleh perawat dan bidan pada awal tahun 1970 an (Purwandari,

2011).

Manajemen Asuhan Kebidanan sesuai 7 langkah Varney, yaitu

(Purwandari, 2011):

a) Langkah I : Pengumpulan data dasar

Langkah pertama mengumpulkan data dasar yang menyeluruh untuk

mengevaluasi ibu dan bayi baru lahir. Data dasar ini meliputi

pengkajian riwayat, pemeriksaan fisik dan pelvic sesuai indikasi,

meninjau kembali proses perkembangan keperawatan saat ini atau

catatan rumah sakit terdahulu, dan meninjau kembali data hasil

laboratorium dan laporan penelitian terkait secara singkat, data dasar

yang diperlukan adalah semua data yang berasal dari sumber infomasi

48
yang berkaitan dengan kondisi ibu dan bayi baru lahir. Bidan

mengumpulkan data dasar awal lengkap, bahkan jika ibu dan bayi baru

lahir mengalami komplikasi yang mengharuskan mereka mendapatkan

konsultasi dokter sebagai bagian dari penatalaksanaan kolaborasi.

b) Langkah II : Interpretasi data

Menginterpretasikan data untuk kemudian diproses menjadi masalah

atau diagnosis serta kebutuhan perawatan kesehatan yang diidentifikasi

khusus. Kata masalah dan diagnosis sama-sama digunakan karena

beberapa masalah tidak dapat didefinisikan sebagai sebuah diagnosis

tetapi tetap perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan rencana

perawatan kesehatan yang menyeluruh.

c) Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial

Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial berdasarkan masalah

dan diagnosa saat ini berkenaan dengan tindakan antisipasi,

pencegahan, jika memungkinkan, menunggu dengan penuh waspada

dan persiapan terhadap semua keadaan yang mungkin muncul.

Langkah ini adalah langkah yang sangat penting dalam memberi

perawatan kesehatan yang aman.

d) Langkah IV : Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan

segera

Langkah keempat mencerminkan sikap kesinambungan proses

penatalaksanaan yang tidak hanya dilakukan selama perawatan primer

49
atau kunjungan prenatal periodik, tetapi juga saat bidan melakukan

perawatan berkelanjutan bagi wanita tersebut, misalnya saat ia

menjalani persalinan. Data baru yang diperoleh terus dikaji dan

kemudian di evaluasi.

e) Langkah V : Merencanakan asuhan yang menyeluruh

Mengembangkan sebuah rencana keperawatan yang menyeluruh

dengan mengacu pada hasil langkah sebelumnya. Langkah ini

merupakan pengembangan masalah atau diagnosis yang diidentifikasi

baik pada saat ini maupun yang dapat diantisipasi serta perawatan

kesehatan yang dibutuhkan.

f) Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan

Melaksanakan rencana perawatan secara menyeluruh. Langkah ini

dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan atau dilakukan sebagian

oleh ibu, orang tua, atau anggota tim kesehatan lainnya. Apabila tidak

dapat melakukannya sendiri, bidan betanggung jawab untuk

memastikan implementasi benar-benar dilakukan. Rencana asuhan

menyeluruh seperti yang sudah diuraikan pada langkah kelima

dilaksanakan secara efisien dan aman.

g) Langkah VII : Evaluasi

Evaluasi merupakan tindakan untuk memeriksa apakah rencana

perawatan yang dilakukan benar-benar telah mencapai tujuan, yaitu

memenuhi kebutuhan ibu, seperti yang diidentifikasi pada langkah

50
kedua tentang masalah, diagnosis, maupun kebutuhan perawatan

kesehatan.

2. Domentasi Kebidanan

Model dokumentasi kebidanan yaitu dalam bentuk SOAP:

Dokumentasi kebidanan ditulis dengan model SOAP. Dokumentasi model

SOAP dipakai pada dokumentasi kebidanan karena SOAP merupakan

dokumentasi yang bersifat sederhana, jelas, logis dan singkat sehingga

dapat dilaksanakan oleh bidan dalam situasi apapun. Seringkali bidan

belum paham tentang pentingnya dokumentasi. Banyak kejadian ketika

bidan menangani pasien gawat, bidan justru lupa untuk mencatat

kronologis kejadian dan penanganan yang sudah dilakukan dalam usaha

menyelamatkan pasien. Akibatnya ketika diperlukan bukti dokumentasi

maka bidan tidak dapat menunjukkan bukti yang otentik. Kita harus selalu

ingat “ Tulislah Apa Yang Anda Kerjakan “ Dan “ Yang Anda Tulis Harus

Yang Anda Kerjakan “, “ Jangan Menulis Yang Tidak Anda Kerjakan”.

Yang perlu diperhatikan lagi tentang dokumentasi adalah segera ditulis

ketika anda selesai mengerjakan tindakan, jangan menunda-nunda untuk

menulis, nanti bisa lupa atau keliru. Berikut yaitu bentuk SOAP dalam

dokumentasi kebidanan (Wahyuningsih & Tyastuti, 2016):

S : Menurut jawaban klien. Data ini diperoleh melalui anamnesa langsung

atau allow anamnesa (sebagai langkah I dalam manajemen Varney).

51
O : Hasil pemeriksaan fisik klien, serta pemeriksaan diagnostik dan

pendukung lain. Data ini termasuk catatan medis pasien yang lalu

(sebagai langkah I dalam manajemen Varney).

A : Analisis atau interpretasi berdasarkan data yang terkumpul, dibuat

kesimpulan berdasarkan segala sesuatu yang dapat teridentifikasi

diagnosa atau masalah. Identifikasi diagnose/masalah potensial.

Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter/konsultasi kolaborasi

dan rujukan (sebagai langkah II, III, IV dalam manajemen Varney).

P : Merupakan gambaran pendokumentasian dari tindakan implementasi

dan evaluasi rencana berdasarkan pada langkah V, VI, VII pada evaluasi

dari flowsheet. Planning termasuk : Asuhan mandiri oleh bidan,

kolaborasi atau konsultasi dengan dokter, tenaga kesehatan lain, tes

diagnostik/laboratorium, konseling/penyuluhan follow up.

52
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Laporan Kasus Dengan SOAP

Tanggal Pengkajian : 17 Juli 2023

Waktu Pengkajian : 19..00 WITA (Dinas Siang)

Tempat Pengkajian : Ruang Mawar Nifas RSUD

Nama Pengkaji : Kelompok 1 Kloter 2

S :
a. Identitas

Nama Istri : Ny. T Nama Suami : Tn.

Umur : 27 tahun Umur :

Agama : Islam Agama : Islam

Suku/Bangsa : Suku/Bangsa : Bugis

Pendidikan : Pendidikan : SMA

Pekerjaaan : IRT Pekerjaaan : Honorer

Alamat : XXX

b. Keluhan utama

Ibu mengatakan luka operasinya masih terasa nyeri (skala nyeri 2)

c. Riwayat Kesehatan Klien

53
Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit seperti Diabetes

millitus, hipertensi, jantung, TBC, dan HIV Aids, Ibu juga tidak

memiliki riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ibu mengatakan keluarga tidak memiliki riwayat penyakit apapun. Ibu

juga mengatakan tidak memiliki riwayat bayi kembar dari keluarga.

e. Riwayat Menstruasi

HPHT : 13 Oktober 2022

TP : 20 Juli 2023

Pertama kali saat usia 14 tahun dengan siklus 21-35 hari yang teratur.

Lama menstruasi ± 5 – 7 hari dengan banyak 2-3 kali ganti pembalut

dalam sehari. Tidak memiliki keluhan apapun saat menstruasi.

f. Riwayat Obstetrik

Ini merupakan kehamilan kedua, Riwayat kehamilan dengan CPD +

BSC

g. Riwayat Kehamilan Sekarang

Riwayat keluhan pada trimester pertama ibu pernah mengeluh

mual. ………………………………………

Ibu mengetahui kehamilannya melalui PP Test di tanggal 24

September 2021 dengan hasil (+), Ibu biasanya memeriksakan

kehamilannya di Praktek Mandiri Bidan dan USG oleh dokter Sp.OG.

54
Ibu rutin minum penambah darah Fe dan vitamin setiap harinya

selama hamil.

Pada tanggal 15 Juli 2023 pukul 13.20 WITA ibu datang ke IGD

mengeluh nyeri perut bagian bawah hilang timbul, dengan usia

kehamilan 39 minggu – 40 minggu.

h. Riwayat persalinan saat ini

Ibu bersalin di RSUD soestro admojo, hari Senin tanggal 16 Juli 2023

jam 15.00 WITA ibu diantar masuk ke kamar operasi (OK) dari kamar

bersalin dan ditolong oleh dr. S SpOG dengan jenis persalinan SC

pukul 15.20 WITA hingga 16.00 WITA (tindakan pembedahan seksio

sesarea transperitoneal profunda (SSTP)) karena Cephalopelvic

disproportion (CPD). Jam 18.00 WITA ibu dijemput dari Instalasi

Bedah Sentral (IBS) ke ruang nifas dengan Ku: baik, Kes:

composmentis, TFU sepusat, UC keras, dan perdarahan normal.

i. Riwayat Ginekologi

Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit seperti

Vaginitis, endometritis, mioma uteri, kista ovarium, endometriosis,

PID.

j. Riwayat Kontrasepsi

Ibu mengatakan sebelumnya tidak pernah menggunakan jenis KB

apapun.

55
k. Riwayat Psikososiokultural Spiritual

Persalinan ini direncanakan melalui section secarea karea ibu hamil

dengan CPD ,namun ibu dan keluarga tetap senang dan menerima

kelahiran ini. Ini merupakan pernikahan pertama ibu dengan suami

dengan lama menikah ± 5 tahun, status menikah sah, dan kehamilan

ini merupakan kehamilan kedua. Dalam keluarga ibu tidak memiliki

adat istiadat ataupun tradisi yang dapat mempengaruhi kehamilan. Ibu

rutin beribadah dan tidak ada tradisi spiritual yang dapat

membahayakan ibu dan janin.

l. Pola fungsional:

Pola Keterangan

Istirahat Ibu dapat beristirahat dan tidur disaat bayinya tertidur

Nutrisi Ibu sudah minum air hangat ± 150 ml

Ibu melakukan aktifitas menggerakan jari – jari tangan


Mobilisasi
dan kaki

Eliminasi Ibu sudah flatus dan sudah BAK, dan belum BAB

Menyusui Ibu dapat menyusui bayinya

m. Riwayat Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (Data Sekunder)

Tanggal pemeriksaan: 15 Juli 2023

56
Oleh : Petugas Laboratorium

Hasil :

1. Hb : 11,7mg/dl

2. HbSAg : Non Reaktif

3. HIV : Non Reaktif

4. SAR-Cov-2 Antigen test : Negatif

5. WBC Leukosit : 9,27 [10^3/uL]

6. HBG Hemaglobin : [11,7 g/dL]

7. RBC Erytrosit : 3,93 [10^6/uL]

8. HCT Hematokrit : 34,5 [%]

9. PLT Trombosit : 147 [10^3/uL]

O :
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum Ny T baik, kesadaran composmentis, hasil
pengukuran tanda vital yaitu : tekanan darah 120/80 mmHg, suhu
tubuh 36,7 °C, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit.
b. Pemeriksaan Fisik

Wajah : Tidak ada kloasma gravidarum, tidak oedem dan tidak

pucat

Mata : Tidak ada oedem pada kelopak mata, tampak tidak pucat

pada konjungtiva, sklera putih, dan fungsi penglihatan

baik, tidak teraba benjolan atau massa di palpebra.

Dada : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada alat

57
bantu otot pernafasan, irama jantung terdengar teratur,

suara jantung 1 terdengar di intercostal 1-2 dan suara

jantung 2 terdengar di intercosta 4-5, tidak terdengar

suara nafas tambahan ronchi dan wheezing.

Payudara : payudara simetris , terdapat pengeluaran ASI, terdapat

hiperpigmentasi pada areolla mammae, putting susu

tampak menonjol, tidak ada retraksi, tidak teraba

massa, konsistensi tegang berisi, tidak teraba benjolan.

Abdomen : Simetris, terdapat linea nigra dan striae livide, ada luka

pasca operasi, terdapat perban dengan kondisi kering

dan dan tidak ada tanda infeksi. Kandung kemih

kosong, lokasi uterus dibawah umbilicus, tinggi

fundus uteri: 1 jari dibawah pusat, konsistensi keras,

kontraksi baik, posisi uterus berada di tengah. DRA

tidak diperiksa

Genetalia : Tidak oedema, tidak ada varices pada vulva dan vagina

tampak kemerahan, tidak hemorrhoid, lochea rubra,

warna merah, konsistensi cair, perineum utuh dan

tidak ada tanda infeksi.

Ekstremitas : Ekstermitas atas: simetris, tidak teraba oedema, pada

refleks capilary refill kembali dalam 2 detik, reflek

bisep (+), reflek trisep (+).oxytocin 1 ampul colf ke –

58
2 28 tpm ditangan kiri.

Ekstermitas bawah: tidak teraba oedema, homan sign

(-), pada refleks capilary refill kembali dalam 1 detik,

reflek babinsky (-), reflek patella (+).

A :
- Diagnosa: P1001 Nifas Post SC hari ke – 0

- Masalah: Nyeri luka post SC

P :
Tanggal/Jam Penatalaksanaan Pelaksana
18-05-2021/ Melakukan kolaborasi dengan dokter, Dokter
14.30 WITA dokter memberikan advice: Kandungan
1. IVFD RL drip uterotonika (oksitosin) 10
unit 28 tpm sampai colf ke-2 lanjut RL 28
tpm
2. Antibiotik (Cefotacime) 1 gr/12
jam/Intravena (IV)
3. Analgetik (Ketorolac) 30 mg/8 jam/IV
4. Anti Perdarahan (Asam tranexamat) 500
mg/8 jam/IV
5. Observasi KU, TTV, perdarahan dan
kontraksi
6. Mengukur balance cairan
7. Selesai 24 jam aff infus, aff kateter, ganti
terapi oral:
a. Antibiotik (Amoxiclav) 3 x 625 mg
b. Anti Perdarahan (Asam Traneksamat)
3 x 500 mg
c. Onoiwa 3 x 1;
IVFD RL drip oksitosin 10 unit colf ke-2 28
tpm setelah habis diganti dengan RL 28 tpm,
obat injeksi pereda nyeri (ketorolac) 30 mg
secara intravena, kemudian obat injeksi anti
perdarahan (asam traneksamat) 500 mg;
Ibu masih terpasang infus RL drip oksitosin 10
unit colf ke-2 28 tpm, lalu telah di injeksi
pereda nyeri (ketorolac) 30 mg secara

59
intravena, kemudian diinjeksi anti perdarahan
(asam traneksamat) 500 mg.

17.30 WITA Melakukan observasi ulang KU, TTV, TFU, Mahasiswa


perdarahan ibu, DC dan Skala nyeri; Ibu telah
di lakukan observasi yaitu Ku: baik, Kes:
composmentis,ukur tekanan darah dengan hasil
yaitu tekanan darah 110/80 mmHg, suhu
tubuh 36,8 °C, nadi 77 x/menit, pernafasan
18 x/menit, TFU 1 jari di bawah pusat, UC:
keras, perdarahan normal ± 10-15 cc, DC: 150
cc, skala nyeri 2;
18.30 WITA Memberikan KIE pada ibu terkait: Mahasiswa
1. Mobilisasi dini dilakukan secara bertahap
dengan 24 jam pertama belum boleh
memaksakan diri untuk bergerak;
2. Teknik relaksasi genggam jari untuk
mengurangi nyeri pada ibu post SC
dengan cara menggenggam tangan
sebelahnya lalu fokus dan tutup mata serta
rileks mengatur nafas.
3. Nutrisi masa nifas Post SCyaitu makan
sayur, buah, daging, ikan segar atau
sumber tinggi protein dan minum. Makan
dan minum pertama diperbolehkan setelah
24 jam post SC. Hanya boleh sedikit
minum air hangat, jangan dipaksakan
karena akan menyebabkan kembung dan
nyeri luka post SC.
Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan,
ibu dapat menggerakkan jari – jari tangan dan
kakinya dengan baik dan ibu telah minum air
hangat.
19.20 WITA Menjelaskan kepada ibu mengenai kesimpulan Mahasiswa
dari semua hasil tindakan setelah berada
diruang nifas; Ibu mengerti dengan penjelasan
yang diberikan
21.00 WITA Melakukan dokumentasi, dan mecatat hasil Mahasiswa
pemeriksaan di Rekam medis pasien; Telah
buat dokumentasi dan dicatat hasil pemeriksaan

60
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Kesenjangan Teori dan Praktik pada DRK

Tanggal 17 Mei 2021, pukul 14.00 WITA dilakukan pemeriksaan pada

Ny. D di masa nifas yaitu pada 6-48 jam setelah persalianan. Hal ini sesuai

dengan teori terkait kebijakan program pemerintah dalam asuhan masa nifas

terbaru paling sedikit melakukan 4 kali kunjungan nifas. Kunjungannya antara

lain 6-48 jam setelah persalianan, 3 – 7 hari setelah persalinan, 8 – 28 minggu

setelah persalinan, dan 29 – 42 minggu setelah persalinan (Kemenkes RI,

2020).

Penulis berpendapat kunjungan nifas tersebut sangat penting dilakukan,

karena dengan adanya kunjungan nifas tersebut dapat mendeteksi adanya

penyulit saat masa nifas, dan hal itu juga sejalan dengan teori (Kemenkes RI,

2020) yang mengatakan kunjungan di masa nifas tujuannya yaitu untuk

menilai status ibu dan bayi baru lahir, untuk mencegah, mendeteksi dan

menangani masalah-masalah yang terjadi.

Ny. D dilakukan SC berdasarkan kolaborasi dengan dokter S Sp. OG

karena kala I memanjang dan CPD, hal tersebut sesuai dengan teori bahwa

penyebab yang sering terjadi dan harus dilakukan caesar yaitu diantaranya

partus lama, partus tak maju, karena jika tidak dilakukan caesar akan

membahayakan nyawa ibu dan janin (Hardiana 2016). Kemudian menurut

61
Sarwono tahun 2010, indikasi persalinan SC yaitu salah satunya disproporsi

sefalopelvik.

Ny. D dilakukan pengkajian dan pemeriksaan secara head to toe dengan

hasil secara keseluruhan dalam keadaan normal kemudian ibu diberi KIE

terkait kebutuhan masa nifas. Sejalan dengan teori (Kemenkes RI, 2020)

bahwa fokus pelayanan pada masa nifas yaitu : menanyakan kondisi ibu nifas

secara umum; pengukuran tekanan darah, suhu tubuh, pernapasan, dan nadi;

pemeriksaan lokhia dan perdarahan dan tanda infeksi; Pemeriksaan kontraksi

rahim dan tinggi fundus uteri; Memberikan KIE sesuai kebutuhan post SC.

Namun berdasarkan hasil pengkajian tersebut diperoleh data fokus yaitu

ibu mengeluh nyeri luka bekas operasi SC. Hal ini sesuai dengan teori

menurut (Hardiana, 2016) bahwa anestesi maupun tindakan pembedahan

menyebabkan timbulnya berbagai keluhan dan gejala diantara nyeri luka post

SC. Berdasarkan hal tersebut ibu diberi KIE tentang genggam jari untuk

meringankan rasa nyeri post SC, hal ini juga sejalan dengan artikel dari

(Hardiana, 2016) yang memaparkan bahwa prosedur penatalaksanaan

teknik relaksasi genggam jari dilakukan selama 15 menit bertujuan untuk

mengurangi rasa nyeri post SC yang merupakan terapi nonfarmakologi.

Asuhan yang diberikan pada Ny. D secara menyeluruh dilakukan

dengan adanya kolaborasi antara bidan dan dokter kandungan. Hal tersebut

sejalan dengan teori yang menjelaskan tentang peran bidan termasuk tenaga

62
kesehatan lainnya pada pasien post operasi sectio caesarea diarahkan untuk

mengembalikan fungsi fisiologis pada seluruh sistem secara normal, dapat

beristirahat dan memperoleh rasa nyaman, meningkatkan konsep diri, serta

tidak terjadi infeksi pada luka post operasi. Bidan berperan dalam

memberikan pelayanan yang komprehensif serta memperhatikan kebutuhan

pemeliharaan bagi ibu, keluarga dan masyarakat, sehingga dapat

meningkatkan pengetahuan kesehatan masyarakat dengan cara memberikan

konseling maupun pendidikan kesehatan (Hardiana, 2016).

Dari keseluruhan kunjungan nifas tidak terdapat kesenjangan karena

masalah dengan nyeri luka post operasi masih masuk dalam kategori fisiologis

dan masalahnya dapat tertangani dengan baik (Rini Susilo; Feti Kumala,

2016).

63
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis melaksanakan Diskusi Refleksi melalui studi kasus

asuhan kebidanan ibu nifas pada Ny.D di RSUD Ratu Aji Putri Botung

Kabupaten Penajam Paser Utara maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam

pemberian asuhan kebidanan pada ibu nifas Ny. D telah sesuai dengan teori

dengan melakukan pendekatan menggunakan manajemen kebidanan 7

langkah Varney. Asuhan kebidanan masa nifas tujuannya adalah untuk

menjaga ibu dan bayinya (fisik maupun psikologisnya), melaksanakan

skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati/merujuk bila

terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya.

Asuhan nifas yang diberikan kepada Ny. D yaitu menjelaskan bahwa

saat ini ibu dalam kondisi normal dan masalah dapat teratasi. Pada setiap

asuhan penulis menambahkan beberapa KIE sesuai dengan kebutuhan ibu

nifas post SC tersebut. Dan klienpun merespon dengan baik perawatan dan

konseling yang diberikan.

64
B. Saran

1. Bagi Penulis

Agar penulis dapat meningkatkan keterampilan yang dimiliki untuk

melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas agar dapat berjalan fisiologis

atau normal sesuai dengan standar kebidanan.

2. Bagi Klien dan keluarga

Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan bahwa pemeriksaan dan

pemantauan kesehatan sangat penting khususnya masa nifas sehingga ibu

dapat menjaga kesehatan ibu dan bayinya.

3. Bagi Profesi Bidan dan lahan praktik

Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk

mengupdate ilmu dan menerapkan ilmu terbaru pada klien. Untuk Bidan

maupun tenaga kesehatan lainnya diharapkan dapat memberikan asuhan

yang menyeluruh serta mendeteksi kelainan secara dini dan mencegah

terjadinya komplikasi pada kunjungan nifas

4. Bagi Institusi Pendidikan/Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur

prodi Sarjana Terapan Kebidanan

Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk pengembangan

materi yang telah diberikan baik dalam proses perkuliahan maupun praktik

lapangan. Sehingga mahasiswa mampu menerapkan secara langsung

asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan pendekatan manajemen

kebidanan yang sesuai dengan standar pelayanan kebidanan.

65
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. 2002. Manajemen keperawatan Aplikasi dalam Praktik

keperawatan Profesional. Jakarta : Salemba Medika. Nursalam. 2007.

Manajemen keperawatan Aplikasi dalam Praktik keperawatan

Profesional Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

Dinas Kesehatan KalimantanTimur. (2019). Profil Kesehatan Tahun 2018.

Hajizadeh, S., Ramezani Tehrani, F., Simbar, M., & Farzadfar, F. (2016).

Factors Influencing the Use of Prenatal Care. Journal of Midwifery &

Reproductive Health, 4(1), 544–557.

https://doi.org/10.22038/jmrh.2016.6431

Kemenkes. (2020). Pedoman Bagi Ibu Hamil, Ibu Nifas Dan Bayi Baru Lahir.

Pedoman Bagi Ibu Hamil , Ibu Nifas Dan Bayi Baru Lahir Selama

Covid-19, 8–9.

Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia. www.kemkes.go.id

Kemenkes RI. (2020). Buku Kia Revisi 2020 Lengkap (p. 16).

Mansyur, N., & Dahlan, A. K. (2014). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Masa

Nifas. In Sel aksa (Vol. 91, Issue 5).

file:///C:/Users/User/Downloads/fvm939e.pdf

Mappaware, N. A., Muchlis, N., & Samsualam. (2020). Kesehatan Ibu dan

Anak (Dilengkapi dengan Studi Kasus dan Alat Ukur Kualitas

Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak).pdf. Deepublish.

66
Pratiwi;, L., & Nawangsari, H. (2020). Modul Ajar Dan Praktikum (p. 15).

Purwandari, A. (2011). Konsep Kebidanan : Sejarah dan Profesionalisme (p.

105).

Rini Susilo; Feti Kumala. (2016). Panduan Asuhan Nifas dan Evidence Based

Practice. In CV. Budi Utama. https://books.google.co.id/books?

id=dbiEDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=teori+tentang+pengelua

ran+kolostrum&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwirqI2I6e7uAhUQOSsKH

dH-AS4Q6AEwAHoECAQQAg#v=onepage&q&f=false

Roesli, U. (2019). Asi Ekslusif. Jurnal of Midwifery and Reproductive Health,

1–51. https://books.google.co.id/books?id=zWDmh8QBIkMC&hl=id

Saleha. 2013. Perbedaan Penurunan Tinggi Fundus Uteri Berdasarkan Jenis

Persalinan Pada Ibu Nifas Fisiologis Dan Post Sectio Caesarea.

Dalam : Hardiana. 2016. Keterlambatan Penurunan TFU Pada Ibu

Nifas Fisiologis dan Post SC. Universitas Islam Lamongan, Jawa

Timur.

Suciati, S., Sit, S., Keb, M., Sulistina, D. R., St, S., Keb, M., Rasyiid, A., &

St, S. (2015). Konsep Kebidanan (M. K. Siti Suciati, S.SiT (ed.)). Prodi

D3 Kebidanan Universitas Tulungagung.

Sukma, F., Hidayati, E., & Nurhasiyah Jamil, S. (2017). Buku Asuhan

Kebidanan pada Masa Nifas.

World health organization. (2017). maternal mortality.

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/maternal-mortality

67
World health organization. (2019). Newborns: improving survival and well-

being. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/newborns-

reducing-mortality

68

Anda mungkin juga menyukai