Anda di halaman 1dari 89

LAPORAN KOMPREHENSIF

ASUHAN KEBIDANAN MASA NIFAS DAN MENYUSUI


DI PUSKESMAS AMPENAN
KOTA MATARAM

Untuk Memenuhi Persyaratan Stase Holistik Pada Masa Nifas Dan


Menyusui

Oleh:
SUHAINIAH
NIM P07124223056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


JURUSAN KEBIDANAN
POLTEKKES KEMENKES MATARAM
TAHUN 20224
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Komprehensif Stase Fisiologis Holistik Pada Masa Nifas Dan


Menyusui Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui di Puskesmas Ampenan Kota
Mataram telah diperiksa dan disahkan pada tanggal Maret 2024.

Mataram,………………… 2024

Pembimbing lahan Mahasiswa

Bdn.Hj.Nana Mariana, S.ST SUHAINIAH


NIP. 198007172003122007 NIM. P07124223056

Mengetahui
Pembimbing Institusi

St.Halimatusyaadiah,.S.ST.,M.Kes
NIP. 198005232001122003

ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan Laporan Komprehensif
Asuhan Kebidanan Holistik Nifas dan Menyusui ini tepat pada waktunya.

Dalam Asuhan Kebidanan Holistik Nifas dan Menyusui ini, serangkaian


pelaksanaan asuhan kebidanan holistik telah dilakukan pada ibu nifas dan
menyusui pada Ny. “L” yang penyusun laksanakan di wilayah kerja Puskesmas
Ampenan. Dalam penyusunan laporan ini penyusun banyak mendapatkan
bantuan, bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada :

1. Bapak Dr.dr. Yopi Harwinanda Ardesa, M.Kes., Selaku Direktur Poltekkes


Kemenkes Mataram.
2. Ibu Dr. Sudarmi SST. M. Biomed. Selaku Ketua Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Mataram
3. Ibu Baiq Iin Rumintang SST,M.Keb, Selaku Ketua Prodi Profesi Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Mataram
4. Ibu St.Halimatusyaadiah,.S.ST.,M.Kes Selaku pembimbing pendidikan.
5. Bapak Irwansyah, SKM Selaku Kepala Puskesmas Ampenan yang telah
memberikan kesempatan untuk praktik di Puskesmas Ampenan.
6. Ibu Bdn.Hj.Nana Mariana,S.ST Selaku pembimbing lahan pada Praktik
Asuhan Kebidanan Holistik Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir.
7. Seluruh Dosen Poltekkes Kemenkes Mataram yang turut membimbing dalam
menyelesaikan kasus ini.
8. Ibu-ibu pembimbing di lahan praktek di Puskesmas Ampenan.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari sempurna,
untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna kesempurnaan laporan ini.

iv
Akhir kata penyusun mengucapkan terimakasih semoga laporan ini
bermanfaat bagi penyusun khususnya serta pembaca pada umumnya. Dan semoga
kebaikan semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan ini mendapatkan
imbalan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Mataram, Maret 2024

Penyusun

v
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................ 4
D. Manfaat .......................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Masa Nifas............................................................. 7
B. Tinjauan Teori Menyusui............................................................... 51
C. Tinjauan Teori Konsep Dasar Manajemen Kebidanan................... 63
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Data Subyektif................................................................................ 68
B. Data Obyektif.................................................................................. 72
C. Analisa............................................................................................ 73
D. Penatalaksanaan.............................................................................. 74
BAB IV PEMBAHASAN
A. Data Subyektif................................................................................ 78
B. Data Obyektif.................................................................................. 79
C. Analisa............................................................................................ 80
D. Penatalaksanaan.............................................................................. 80
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................... 82
B. Saran............................................................................................... 82
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

vi
Masa nifas atau postpartum adalah masa dimulai setelah plasenta
keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan seperti
semula. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sulistyawati,
2015).
Pemberian asuhan pada ibu masa nifas dilakukan untuk menjaga
kesehatan ibu dan bayi, melaksanakan deteksi dini adanya komplikasi dan
infeksi, memberikan pendidikan dan pelayanan kesehatan ibu dan bayi. Pada
masa nifas umumnya terjadi perubahan-perubahan fisik maupun psikologis.
Pada dasarnya penatalaksanaan pasca persalinan yang tidak maksimal akan
menyebabkanibu mengalami berbagai masalah yang berkelanjutan hingga
komplikasi masa post partum seperti sepsis,anemia,dan masih banyak
lagi,terutama terjadinya perdarahan pada ibu hingga terjadinya depresi dan
post partum blues (Jacob L Jambornias,2022)
World Health Organization(WHO) menyatakan bahwa pada tahun
2021 Angka Kematian Ibu (AKI) mencapai 970 wanita meninggal setiap
harinya karena komplikasi kehamilan dan persalinan serta sekitar 415.000
wanita meninggal setelah persalinan atau dalam masa nifas.(WHO,2021)
Jumlah kematian ibu yang dihimpun dari pencatatan program
kesehatan keluarga di Kementrian Kesehatan meningkat setiap tahun. Pada
tahun 2021 menunjukkan 7.389 kematian di Indonesia. Jumlah ini
menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2020 sebesar 4.627 kematian
(Profil Kesehatan Indonesia, 2021).
Berdasarkan penyebab, sebagian besar kematian ibu pada tahun 2021
terkait COVID-19 sebanyak 2.982 kasus, perdarahan sebanyak 1.330 kasus,
dan hipertensi dalam kehamilan sebanyak 1.077 kasus (Kemenkes RI, 2021).
Jumlah kematian ibu menurut Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun
2020 yaitu 122 kematian dan tahun 2021 yaitu 144 kematian. Berdasarkan
penyebab menurut Provinsi Nusa Tenggara Barat, sebagian besar kematian ibu
pada tahun 2021 terkait COVID-19 sebanyak 37 kasus, perdarahan sebanyak
30 kasus, dan hipertensi dalam kehamilan sebanyak 28 kasus (Kemenkes RI,
2021)

vii
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2021 Cakupan
kunjungan KF lengkap di Indonesia pada tahun 2021 sebesar 90,7%. Provinsi
dengan cakupan tertinggi adalah Provinsi DKI Jakarta sebesar 114,2%, dan
cakupan terendah adalah Papua Barat sebesar 33,8% sedangkan untuk
Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 91,9%. Cakupan yang melebihi 100%
dikarenakan data sasaran yang ditetapkan lebih rendah dibandingkan dengan
data riil yang didapatkan. (Profil Kesehatan Indonesia 2021).
Cakupan kunjungan masa nifas dari 11 Puskesmas di Kota Mataram
pada tahun 2021 sebanyak 11.800 jiwa atau sebesar 131,2% (Dinas Kesehatan
Provinsi NTB, 2021). Sedangkan berdasarkan data PWS KIA Puskesmas
Ampenan tahun 2023 jumlah sasaran ibu nifas sebanyak 732 jiwa dengan
cakupan kunjungan nifas sebanyak 572 jiwa atau sebesar 78,14% .Dan data
persalinan NAKES sebesar 77,73 %,KF1 572 jiwa(78,14%), KF2 574
jiwa(78,42%), KF3 563 jiwa (76,91%), KF4 523 jiwa(71,45%) (PWS KIA
Puskesmas Ampenan).
Setiap ibu yang telah menjalani proses persalinan dengan luka
perineum akan merasakan nyeri, nyeri yang dirasakan pada setiap ibu dengan
luka perineum menimbulkan dampak yang tidak menyenangkan seperti
kesakitan dan rasa takut untuk bergerak, sehingga banyak ibu dengan luka
perineum jarang mau bergerak pascapersalinan sehingga dapat mengakibatkan
banyak masalah diantaranya subinvolusi uterus, pengeluaran lochea yang tidak
lancar, dan perdarahan pascapartum. Ibu bersalin dengan luka perineum akan
mengalami nyeri dan ketidaknyamanan (Rohmin et al., 2017). Dampak
apabila perawatan luka perineum tidak baik dapat menyebabkan terjadinya
infeksi, dimana infeksi masa nifas merupakan salah satu penyebab kematian
ibu postpartum. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
perineum ibu postpartum yaitu karakteristik ibu bersalin, mobilisasi dini,
nutrisi, jenis luka, dan cara perawatannya (Rukiyah dalam Rohmin et al.,
2017)
Upaya untuk mencegah kematian ibu pada masa nifas, yaitu pelayanan
kesehatan ibu nifas dengan melakukan kunjungan nifas sebanyak minimal 4

viii
kali, yaitu kunjungan pertama (KF1) dilakukan pada 6 jam – 2 hari setelah
melahirkan, kunjungan kedua (KF2) dilakukan pada 3 hari – 7 hari setelah
melahirkan, kunjungan ketiga (KF3) dilakukan pada 8 hari - 28 hari setelah
melahirkan, dan kunjungan nifas keempat (KF4) dilakukan pada 29 hari - 42
hari setelah melahirkan. Pelayanan kesehatan ibu nifas akan memberikan
asuhan berupa, pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah, suhu, nadi,
respirasi, dan saturasi oksigen, pemeriksaan tinggi fundus uteri, pemeriksaan
lokhea dan cairan per vaginam lain, pemeriksaan payudara dan pemberian
anjuran ASI eksklusif, pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)
kesehatan ibu nifas dan bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana pasca
persalinan, pelayanan keluarga berencana pasca persalinan.(Kementerian
Kesehatan RI, 2020).
Pelayanan kesehatan ibu nifas dapat dikatakan berhasil dengan
mengukur indikator cakupan kunjungan ibu nifas lengkap. Pengukuran ini
menilai upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu nifas
yang sesuai dengan standar dan berkualitas. Cakupan kunjungan ibu nifas
lengkap di Indonesia pada tahun 2020 sebesar 88,3% (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2021).
Ibu nifas dan keluarga harus memahami tanda dan bahaya pada masa
nifas. Apabila terdapat risiko atau ditemukan tanda bahaya nifas, segera
periksakan ke pelayanan kesehatan. Lakukan kunjungan nifas sesuai jadwal
dengan metode kunjungan oleh tenaga kesehatan ke rumah ibu atau
pemantauan secara online. Pelayanan KB dapat dilakukan dengan metode
membuat perjanjian dengan tenaga kesehatan. (Kementerian Kesehatan RI,
2020).
Berdasarkan latar belakang di atas dan mengingat kembali pentingnya
perhatian dan peran dari petugas kesehatan khususnya bidan mengenai
penanganan dalam masa Nifas dan Menyusui. Maka, mahasiswa tertarik untuk
mengambil kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan Holistik Pada Masa Nifas
dan Menyusui Di Puskesmas Ampenan Kota Mataram”

ix
Dengan harapan agar mahasiswa bisa mendapatkan pengalaman untuk
menerapkan manajemen kebidanan dengan pendokumentasian SOAP dalam
memberikan asuhan kebidanan holistik pada ibu nifas dan menyusui, sehingga
nantinya pada saat bekerja di lapangan dapat dilakukan secara sistematis yang
pada akhirnya meningkatkan mutu pelayanan yang akan memberikan dampak
menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi saat terjadi
komplikasi.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam laporan
komprehensif ini yaitu “Apa saja asuhan yang diberikan kepada ibu nifas dan
menyusui menggunakan metode pendekatan holistik? “

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan nifas dan
menyusui fisiologis dengan pendekatan holistik, sikap dan keterampilan
dengan pendekatan manajemen kebidanan pendokumentasian SOAP pada
kasus ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Ampenan.
D. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengumpulan data subjektif dengan benar
pada kasus nifas dan menyusui fisiologis Ny.“L” dengan
ketidaknyamanan nyeri luka jalan lahir menggunakan pendekatan holistik
di Wilayah Kerja Puskesmas Ampenan
b. Mahasiswa mampu melakukan pengumpulan data objektif dengan benar
pada kasus nifas dan menyusui fisiologis Ny.“L” dengan
ketidaknyamanan nyeri luka jalan lahir menggunakan pendekatan holistik
di Wilayah Kerja Puskesmas Ampenan
c. Mahasiswa mampu menganalisa kasus dengan benar pada kasus nifas dan
menyusui fisiologis Ny.“L” dengan ketidaknyamanan nyeri luka jalan

x
lahir menggunakan pendekatan holistik di Wilayah Kerja Puskesmas
Ampenan
d. Mahasiswa mampu merencanakan tindakan serta melaksanakan
penatalaksanaan dengan benar pada kasus nifas dan menyusui fisiologis
Ny.“L” dengan ketidaknyamanan nyeri luka jalan lahir menggunakan
pendekatan holistik di Wilayah Kerja Puskesmas Ampenan.
E. Manfaat
1. Bagi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Mataram
Laporan ini dapat digunakan dalam menambah wawasan terkait asuhan
kebidanan nifas dan menyusui. Untuk meningkatkan integritas dan
kualitas mahasiswa dalam melakukan asuhan kebidanan masa nifas dan
menyusui.
2. Bagi Puskesmas Ampenan
Laporan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam rangka
mempertahankan kualitas pelayanan kesehatan khususnya asuhan
kebidanan pada masa nifas dan menyusui sesuai standar pelayanan.
3. Bagi Mahasiswa Pendidikan Profesi Bidan Angkatan 2024
Laporan ini bermanfaat untuk pembaruan teori asuhan kebidanan nifas
dan menyusui dengan menggunakan pendekatan holistik yang dapat
diaplikasikan untuk menunjang proes belajar menjadi lebih optimal.
4. Bagi Ny. L dan keluarga
Dengan menjadi klien dalam program ini Ny. L dan keluarga dapat
menambah pengetahuan mengenai masa nifas dan menyusui serta
diharapkan klien dan keluarganya mengetahui peran dan fungsi seorang
bidan yang lebih kompleks.

xi
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Masa Nifas


1. Pengertian Masa Nifas

Masa nifas atau postpartum adalah masa dimulai setelah plasenta


keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
seperti semula. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu
(Sulistyawati, 2013).Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah
persalinan selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ
reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan seperti keadaan seb
elum hamil. Perubahan organ reproduksi ini disebut involus (Marni, 2015).
Masa Nifas (puerperium) masa ini dimulai ketika 2 jam setelah meng
eluarkan plasenta dan berlanjut hingga 42 hari, pada umumnya berlangsun
g 6 minggu. Puerperium adalah masa setelah melahirkan bayi yaitu masa p
ulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kem
bali seperti pra hamil (Wahida, 2017).
Proses Involusi adalah proses pengembalian uterus setelah hamil dan
melahirkan sampai ke bentuk semula seperti sebelum hamil. Proses
involusiidealnya berlangsung selama 6 minggu pasca persalinan (Wahida,
2017).
Bila uterus pada ibu post partum mengalami kegagalan dalam involu
si akan menyebabkan sesuatu yang disebut Subinvolusio yang sering diseb
abkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta dalam uterus sehingga pr
oses involusi uterus tidak berjalan normal atau terhambat. Bila subinvolusi
o tidak tertangani akan menyebabkan perdarahan yang berlanjut atau Post
partum haemorrhage hingga kematian (Prawirohardjo, 2014).

2. Etiologi Masa Nifas

12
Masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin hingga kembalinya
ke induk telur atau ovarium reproduksi wanita seperti sebelum hamil.
Lahirnya hasil konsepsi yang berada didalam rahim (Yulizawati, 2019).
3. Fisiologi Masa Nifas

Setelah plasenta dilahirkan fundus uteri kira-kira setinggi pusat,


segera setelah plasenta lahir, tinggi fundus uteri kira-kira ± 2 jari di bawah
pusat. Uterus menyerupai suatu buah advokat gepeng berukuran panjang ±
15 cm, lebar ± 12 cm, dan tebal ± 10 cm. Sedangkan pada bekas implantasi
plasenta lebih tipis dari bagian lain. Korpus uteri sekarang sebagian besar
merupakan miometrium yang dibungkus serosa dan dilapisi desidua.
Dinding anterior dan posterior menempel dengan tebal masing - masing 4 -
5 cm. Oleh karena adanya kontraksi rahim, pembuluh darah tertekan
sehingga terjadi ischemia. Selama 2 hari berikut uterus tetap dalam ukuran
yang sama baru 2 minggu kemudian turun kerongga panggul dan tidak
dapat diraba lagi diatas symfisis dan memncapai ukuran normal dalam
waktu 4 minggu. Setelah persalinan uterus seberat ± 1 kg, karena involusio
1 minggu kemudian beratnya sekitar 500 gram, dan pada akhir minggu
kedua menjadi 300 gram dan segera sesudah minggu kedua menjadi 100
gram. Jumlah sel-sel otot tidak berkurang banyak hanya saja ukuran selnya
yang berubah (Sulistyawati, 2013).
Setelah 2 hari persalinan desidua yang tertinggal dalam uterus
berdeferensiasi menjadi 2 lapisan. Lapisan superficial menjadi nekrotik
terkelupas keluar bersama lochea sementara lapisan basalis tetap utuh
menjadi sumber pembentukan endometrium baru. Proses regenerasi
endometrium berlangsung cepat kecuali tempat plasenta. Seluruh
endometrium pulih kembali dalam minggu ketiga. Segera setelah
persalinan tempat plasenta kira - kira berukuran sebesar telapak tangan.
Pada akhir minggu kedua ukuran diameternya 2-4 cm. Setelah persalinan
tempat plasenta terdiri dari banyak pembuluh darah yang mengalami
trombus. Setelah kelahiran, ukuran pembuluh darah ekstra uteri mengecil
menjadi sama atau sekurang-kurangnya mendekati ukuran sebelum hamil.

13
Serviks dan segmen bawah uterus menjadi struktur yang tipis, kolaps dan
kendur setelah kala II persalinan. Mulut serviks mengecil perlahan-lahan.
Selama beberapa hari setelah persalinan, portio masih dapat dimasuki 2
jari, sewaktu mulut serviks sempit, serviks kembali menebal dan
salurannya akan terbentuk kembali. Miometrium segmen bawah uterus
yang sangat tipis berkontraksi tetapi tidak sekuat korpus uteri. Beberapa
minggu kemudian segmen bawah menjadi isthmus uteri yang hampir tidak
dapat dilihat (Sulistyawati, 2013).
Vagina dan pintu keluar vagina akan membentuk lorong yang
berdinding lunak yang ukurannya secara perlahan-lahan mengecil. Rugae
terlihat kembali pada minggu ketiga, hymen muncul kembali sebagai
potongan jaringan yang disebut sebagai carunculae mirtiformis. Pada
dinding kandung kencing terjadi edema dan hyperemia, disamping itu
kapasitasnya bertambah besar dan relatif tidak sensitif terhadap tekanan
cairan intravesika (Sulistyawati, 2013).
4. Tanda dan Gejala Masa Nifas
Menurut Sulistyawati (2013) nifas ditandai dengan :
1) Adanya perubahan fisik
a) Uterus (Rahim)
Setelah persalinan uterus seberat ± 1 kg, karena involusio 1
minggu kemudian beratnya sekitar 500 gram, dan pada akhir ming
gu kedua menjadi 300 gram dan segera sesudah minggu kedua men
jadi 100 gram. Jumlah sel-sel otot tidak berkurang banyak hanya sa
ja ukuran selnya yang berubah. Setelah persalinan tempat plasenta t
erdiri dari banyak pembuluh darah yang mengalami trombus. Setel
ah kelahiran, ukuran pembuluh darah ekstra uteri mengecil menjadi
sama atau sekurang-kurangnya mendekati ukuran sebelum hamil.

14
b) Serviks (Leher rahim)
Serviks menjadi tebal, kaku dan masih terbuka selama 3 hari.
Namun ada juga yang berpendapat sampai 1 minggu. Bentuk mulut
serviks yang bulat menjadi agak memanjang dan akan kembali
normal dalam 3-4 bulan.
c) Vagina
Vagina yang bengkak serta lipatan (rugae) yang hilang akan ke
mbali seperti semula setelah 3-4 minggu.
d) Abdomen
Perut akan menjadi lembek dan kendor. Proses involusio pada
perut sebaiknya diikuti olahraga atau senam penguatan otot-otot
perut. Jika ada garis-garis biru (striae) tidak akan hilang, kemudian
perlahan-lahan akan berubah warna menjadi keputihan.
e) Payudara
Payudara yang membesar selama hamil dan menyusui akan ke
mbali normal setelah masa menyusui berakhir. Untuk menjaga bentu
knya dibutuhkan perawatan yang baik.
f) Kulit
Setelah melahirkan, pigmentasi akan berkurang, sehingga hiper
pigmentasi pada muka, leher, payudara dan lainnya akan menghilang
secara perlahan-lahan.
2) Perubahan sistem pencernaan
Setelah proses persalinan, ibu nifas normal akan mengalami rasa
lapar dan haus karena pengaruh banyaknya energi tubuh yang terkuras
pada saat melahirkan. Apabila ibu nifas tidak merasa lapar maka beri
motivasi untuk segera makan dan minum pada jam pertama
postpartum.Jika setelah 2-3 jam postpartum, ibu tidak ingin/tidak dapat
makan maka amatilah apakah ada tanda-tanda bahaya lainnya, apakah
ibu tampak sedih, marah atau depresi, serta apakah ia memiliki
keyakinan pada makanan tertentu sebagai pantangan untuk dikonsumsi
saat masa nifas. Pengaruh hormon progesteron yang mengalami

15
penurunan pada masa nifas menyebabkan timbulnya gangguan saat
buang air besar, keinginan ini akan tertunda hingga 2-3 hari setelah
persalinan.
3) Perubahan sistem perkemihan
Pada saat persalinan, bagian terdepan janin akan menekan otot-
otot pada kandung kemih dan uretra yang mengakibatkan timbulnya
gangguan pada sistem perkemihan.Segera setelah persalinan, kandung
kemih akan mengalami overdistensi, pengosongan yang tidak sempurna
dan residu urin yang berlebihan akibat adanya pembengkakan, kongesti
dan hipotonik pada kandung kemih. Efek ini akan hilang pada 24 jam
pertama postpartum, apabila tidak hilang maka dicurigai terjadi infeksi
saluran kemih. Diuresis akan terjadi pada hari pertama hingga hari
kelima postpartum.Hal ini terjadi karena pengaruh hormon estrogen
yang mengalami peningkatan pada masa kehamilan yang memiliki sifat
retensi dan pada saat postpartum kemudian keluar kembali bersama
urin.
Beri motivasi pada ibu untuk berkemih dalam 2 atau 3 jam
pertama setelah melahirkan. Apabila setelah 4 jam pertama ibu nifas
tidak buang air kecil/berkemih maka periksa kandung kemihnya. Jika
kandung kemihnya tidak penuh, motivasi ibu untuk banyak minum air.
Apabila kandung kemih penuh, tetapi ibu tidak dapat berkemih maka
dapat memasukkan kateter untuk membantu pengeluaran urin.
4) Perubahan sistem muskuluskeletal
Perubahan yang terjadi pada sistem muskuluskeletal yaitu
perubahan pada ligamen, diafragma latum dan ligamentum rotundum
memerlukan waktu yang cukup lama untuk kembali pulih karena pada
saat kehamilan, kedua ligamentum ini mengalami peregangan dan
pengenduran yang cukup lama sehingga kondisi ligamen tersebut pada
saat nifas lebih kendur dibanding kondisi saat tidak hamil. Hal ini akan
berangsur-angsur pulih pada 6-8 minggu post partum.

16
5) Perubahan sistem endokrin
Perubahan pada sistem endokrin secara fisiologis adalah
terjadinya penurunan kadar hormon strogen dan progesteron dalam
jumlah yang cukup besar, mengakibatkan terjadi peningkatan pada
kadar hormon prolaktin dalam darah yang berperan pada produksi air
susu ibu (ASI). Neurohipofise posterior akan mengeluarkan hormon
oksitosin yang berperan dalam proses pengeluaran ASI dan involusi
uteri (Handayani, 2014).
6) Perubahan tanda vital
Perubahan yang terjadi pada tanda-tanda vital ditandai dengan
perubahan yang terjadi pada tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan.
Segera setelah proses persalinan denyut nadi mengalami sedikit
peningkatan yang tidak melebihi 100 kali/menit dan kemudian
mengalami penurunan menjadi 50-70 kali/menit sampai menjadi normal
(60-80 kali/menit) pada beberapa jam pertama postpartum. Apabila ibu
nifas mengalami takikardia (denyut nadi >100 kali/menit) menandakan
bahwa ada kecenderungan infeksi atau perdarahan postpartum lambat.
Keadaan pernafasan pada ibu nifas berada pada rentang normal.
Pada 24 jam pertama postpartum, suhu badan mengalami sedikit
peningkatan sekitar 0,5oC, tetapi masih dalam interval 37 o-38oC yang
disebabkan oleh kelelahan dan kehilangan cairan tubuh. Kemudian pada
beberapa jam dalam 24 jam pertama postpartum, suhu tubuh akan
kembali dalam batas normal. Tekanan sistolik ibu nifas akan mengalami
penurunan 15-20 mmHg yang biasa disebut hipotensi ortostatik yaitu
suatu keadaan hipotensi yang terjadi saat ada perubahan posisi ibu dari
posisi tidur ke posisi duduk (Rahayu, 2016).
7) Perubahan sistem kardiovaskular
Pada persalinan terjadi proses kehilangan darah hingga 200-500
ml yang menyebabkan adanya perubahan pada kerja jantung. Pada 2-4
jam pertama post partum, akan terjadi diuresis secara cepat karena
pengaruh rendahnya estrogen yang mengakibatkan volume plasma

17
mengalami penurunan. Pada dua minggu postpartum, kerja jantung dan
volume plasma akan kembali normal (Rahayu, 2016).
8) Perubahan hematologi
Peningkatan volume darah selama kehamilan dan volume cairan
ibu selama persalinan memengaruhi hadar hemoglobin, hematokrit dan
kadar eritrosit pada awal postpartum, penurunan volume darah dan peni
ngkatan sel darah pada kehamilan berhubungan dengan peningkatan he
moglobin dan hematokrit pada hari ke-3-7 postpartum, dan pada 4-5 mi
nggu postpartumkadar tersebut akan kembali normal. Jumlah sel darah
putih dapat mencapai 15.000 selama proses persalinan dan akan tetap m
eningkat dalam beberapa hari postpartum hingga 25.000-30.000 tanpa
menjadi abnormal meski persalinan lama. Akan tetapi, potensial infeksi
perlu diwaspadai dengan adanya peningkatan pada sel darah putih (Rah
ayu, 2016).
9) Involusio uterus dan pengeluaran lochea
Dengan involusio uteri, maka lapisan lapisan luar dari desidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati a
kan keluar bersama-sama dengan sisa cairan, campuran antara darah ya
ng dinamakan lochea. Biasanya berwarna merah, kemudian semakin la
ma semakin pucat, dan berakhir dalam waktu 3-6 minggu.
a) Lochea Rubra
Sesuai dengan namanya yang muncul pada hari pertama post partu
m sampai hari ketiga. Warnanya merah yang mengandung darah da
n robekan/luka pada tempat perlekatan plasenta serta serabut desidu
a dan korion.
b) Lochea sanguinolenta
Warnanya kuning kecoklatan dan muncul pada hari ketiga sampai h
ari ketujuh.

18
c) Lochea Serosa
Berwarna kecoklatan, mengandung lebih sedikit darah, banyak seru
m, juga lekosit. Muncul pada hari ketujuh sampai hari keempat bela
s.
d) Lochea Alba
Warnanya lebih pucat, putih kekuning-kuningan dan mengandung l
eukosit, selaput lendir servik serta jaringan yang mati. Timbulnya s
etelah hari keempat belas. (Sugi Purwanti, 2015).
10) Laktasi atau pengeluaran ASI
Selama kehamilan hormon estrogen dan progesteron mengi
nduksi perkembangan alveolus dan duktus laktiferus didalam payu
dara dan juga merangsang produksi kolostrum. Namun produksi A
SI akan berlangsung sesudah kelahiran bayi saat kadar hormon estr
ogen dan progesteron menurun.Pelepasan ASI berada dibawah ken
dali neuro-endokrin, rangsangan sentuhan payudara (bayi mengisa
p) akan merangsang produksi oksitosin yang menyebabkan kontrak
si sel mioepitel.Hisapan bayi memicu pelepasan ASI dari alveolus
mammae melalui duktus ke sinus lactiverus. Cairan pertama yang d
iperoleh bayi sesudah ibunya melahirkan adalah kolostrum, yang m
engandung campuran yang lebih kaya akan protein, mineral, dan a
ntibody daripada ASI yang telah mature. ASI yang mature muncul
kira-kira pada hari ketiga atau keempat setelah kelahiran (Mutiara,
2012).
5. Aspek Psikologis Post Partum
Dibagi dalam beberapa fase yaitu (Rahayu, 2016) :
1) Fase “Taking In”
a) Perhatian ibu terhadap kebutuhan dirinya, fase ini berlangsung sela
ma 1-2 hari.
b) Ibu memperhatikan bayinya tetapi tidak menginginkan kontak
dengan bayinya. Ibu hanya memerlukan informasi tentang bayinya.
c) Ibu memerlukan makanan yang adekuat serta istirahat/tidur.

19
2) Fase “Taking Hold”
a) Fase mencari pegangan, berlangsung ±10 hari.
b) Ibu berusaha mandiri dan berinisiatif.
c) Perhatian terhadap kemampuan diri untuk mengatasi fungsi
tubuhnya seperti kelancaran BAB, BAK, duduk, jalan dan lain
sebagainya.
d) Ibu ingin belajar tentang perawatan diri dan bayinya.
e) Timbul rasa kurang percaya diri.
3) Fase “Letting Go”
a) Ibu merasakan bahwa bayinya terpisah dari dirinya.
b) Ibu mandapatkan peran dan tanggung jawab baru
c) Terjadi peningkatan kemandirian diri dalam merawat diri dan
bayinya.
d) Terjadi penyesuaian dalam hubungan keluarga dan bayinya
Ada yang membagi aspek psikologis masa nifas adalah sebagai berikut :
1) Fase Honeymoon
Yaitu fase setelah anak lahir dimana terjadi kontak yang lama antara ibu,
ayah dan anak pada fase ini.
(a) Tidak memerlukan hal-hal yang romantis
(b) Saling memperhatikan anaknya dan menciptakan hubungan yang
baru.
2) Bonding and Attachment
Menurut Nelson Attachment, bonding adalah dimulainya interaksi emos
i sensorik fisik antara orang tua dan bayi segera setelah lahir. Menurut
Nelson Attachment adalah ikatan aktif yang terjadi antara individu.
3) Post Partum Blues
Adalah dimana wanita :
(a) Kadang-kadang mengalami kekecewaan yang berkaitan dan mudah
tersinggung dan terluka
(b) Nafsu makan dan pola tidur terganggu, biasanya terjadi di Rumah S
akit karena adanya perubahan hormon dan perlu transisi.

20
(c) Adanya rasa ketidaknyamanan, kelelahan, kehabisan tenaga yang
menyebabkan ibu tertekan
(d) Dapat diatasi dengan menangis. Bila tidak teratasi dapat
menyebabkan depresi.
(e) Dapat dicegah dengan memberikan penyuluhan sebelumnya bahwa
hal tersebut diatas adalah normal (Rahayu, 2016).
6. Tahapan Masa Nifas
Nifas terbagi menjadi tiga tahap :
1. Puerperium dini yaitu Kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdi
ri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam dianggap telah bersih dan bol
eh bekerja setelah 40 hari.
2. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya 6 – 8 minggu.
3. Remote puerperium yaitu Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengal
ami komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu,
bulanan, tahunan (Eny Ratna Ambarwati dan Diah Wulandari, 2015).
7. Prosedur Diagnostik
1) Anamnesa
a) Riwayat ibu:
(1) Tanggal dan tempat persalinan
(2) Penolong persalinan
(3) Jenis persalinan
(4) Masalah selama persalinan
(5) Nyeri
(6) Menyusui atau tidak
(7) Keluhan
b) Riwayat sosial ekonomi
c) Riwayat Bayi
(1) Menyusu atau tidak
(2) Keadaan tali pusat

21
(3) BAB dan BAK
(4) Tanda-tanda bahaya lainnya
(5) Pemeriksaan kondisi ibu, meliputi :
1. Pemeriksaan umum
a. Tekanan Darah
b. Nadi
c. Suhu
d. Respirasi
e. Tanda anemia
f. Oedema dan tanda thrombophlebitis
g. Refleks dan varices
2. Payudara
a. Puting susu
b. Nyeri tekan
c. Abses
d. Pengeluaran ASI
3. Abdomen (uterus)
a. Tinggi Fundus Uteri
b. Kontraksi uterus
c. Kandung kemih
4. Vulva dan perineum
a. Pengeluaran lochea
b. Penjahitan laserasi atau luka episiotomy
c. Hemoroid
5. Pemeriksaan Laboratorium ( Hb jika ada anemia antepartum
atau perdarahan).

22
8. Kebutuhan Dasar Masa Nifas
a. Nutrisi dan cairan
Kebutuhan nutrisi postpartum merupakan kelanjutan dari
nutrisi pada masa kehamilan, yang diperlukan untuk kesehatan bayi
baru lahir. Risiko komplikasi pada ibu saat hamil, bersalin dan
nifas dapat dicegah dengan pemenuhan nutrisi yang adekuat pada
masa kehamilan (Rahayu, 2016)
Pada masa nifas, ibu dianjurkan untuk mengkonsumsi
tambahan kalori sebesar 500 kalori/hari, menu makanan gizi nifas
dianjurkan untuk minum air minimal 3 liter/hari, mengkonsumsi
suplemen zat besi minimal 3 bulan postpartum. Segera setelah
melahirkan, ibu mengkonsumsi suplemen vitamin A sebanyak 1
kapsul 200.000 IU dan melanjutkan mengkonsumsi vitamin A pada
24 jam kemudian sebanyak 1 kapsul 200.000 IU (Kementrian
Kesehatan RI, 2013).Hal ini sesuai dengan rekomendasi dari The
International Vitamin A Consulative Group bahwa seluruh ibu
nifas seharusnya menerima vitamin A 400.000 IU atau 2 kapsul
dengan dosis 200.000 IU, dengan pemberian kapsul pertama segera
setelah lahir dan kapsul kedua diberikan 1 hari setelah pemberian
kapsul pertama dan tidak lebih dari enam minggu.Asupan nutrisi
ibu nifas memengaruhi kandungan nutrisi pada ASI. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan nutrisi ibu menyusui
lebih tinggi dibandingkan kebutuhan nutrisi ibu yang tidak
menyusui. Nutrisi yang penting untuk disekresi ke dalam ASI
antara lain asam dososahexaenoic (DHA), Vitamin B2, Vitamin A,
dan Vitamin D (Lissauer, 2013).
b. Ambulasi
Ibu nifas normal dianjurkan untuk melakukan gerakan
meski di tempat tidur dengan miring ke kiri atau ke kanan pada
posisi tidur dan lebih banyak berjalan. Ambulasi awal dengan
melakukan gerakan ringan yang diobservasi oleh petugas kesehatan

23
kemudian meningkatkan intensitas gerakkannya secara berangsur-
angsur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk mempercepat
proses pemulihan tubuh ibu dan mengurangi terjadinya
tromboemboli, ibu nifas dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini
(Rahayu, 2016).Pada ibu nifas dengan komplikasi seperti anemia,
penyakit jantung, demam dan keadaan lain yang masih
membutuhkan istirahat tidak dianjurkan untuk melakukan ambulasi
dini.
Bidan dapat megajarkan ibu nifas latihan dasar untuk
pemulihan kesehatan panggul dan otot perut berikut.
1. Ibu tidur dengan posisi terlentang dengan lengan disamping,
tarik napas dalam dengan sekaligus menarik otot perut bagian
bawah kemudian tahan napas sampai hitungan kelima lalu
angkat dagu ke dada, ulangi cara ini sebanyak 10 kali.
2. Pada posisi berdiri, kedua tungkai dirapatkan, tahan dan
kencangkan otot panggul dan pantat sampai hitungan kelima,
ulangi cara ini sebanyak 3 kali (Kemenkes RI, 2013).
c. Eliminasi
Segera setelah persalinan, ibu nifas dianjurkan untuk
buang air kecil karena kandung kemih yang penuh dapat
mengganggu kontraksi uterus, dan menimbulkan komplikasi yang
lain misalnya infeksi. Pasien dengan pasca-jahitan perineum
cenderung takut untuk buang air kecil karena merasa nyeri pada
luka perineumnya. Bidan harus dapat mengidentifikasi dengan baik
penyebab yang terjadi apabila dalam waktu >4 jam ibu nifas belum
buang air kecil. Beri motivasi ibu untuk buang air kecil meski
terasa sedikit nyeri pada daerah luka perineumnya (Klein,
2012).Ibu nifas dianjurkan buang air besar pada 24 jam pertama
postpartum bidan dapat menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi
bahan makanan yang banyak mengandung serat seperti buah dan
sayur serta memperbanyak minum air agar dapat memperlancar

24
proses eliminasi.
d. Kebersihan diri
Ibu nifas dianjurkan untuk menjaga kebersihan dirinya
dengan membiasakan mencuci tangan dengan sabun pada air yang
mengalir sebelum dan sesudah membersihkan bagian genetalianya,
mengganti pembalut minimal 2 kali/hari atau saat pembalut mulai
tampak kotor dan basah serta menggunakan pakaian dalam yang
bersih. Hendaknya mandi 2 kali/hari. Pada nifas normal, ibu dapat
segera mandi setelah pemantauan 2 jam postpartum.
e. Istirahat
Pada umumnya ibu nifas akan mengalami kelelahan
setelah proses persalinan. Bidan dapat menganjurkan ibu untuk
istirahat yang cukup atau tidur pada saat bayi sedang tidur.
Motivasi keluarga untuk dapat membantu meringankan pekerjaan
rutin ibu di rumah agar ibu dapat beristirahat pada siang hari sekitar
2 jam dan di malam hari sekitar 7-8 jam (Prawirohardjo, 2014).
f. Seksual
Hubungan seksual sebaiknya dilakukan setelah masa nifas
berakhir yaitu setelah 6 minggu postpartum. Mengingat bahwa
pada masa 6 minggu postpartum masih terjadi proses pemulihan
pada organ reproduksi wanita khususnya pemulihan pada daerah
serviks yang baru menutup sempurna pada 6 minggu
postpartum.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu nifas
posthecting perineum karena episiotomi cenderung menunda
aktivitas seksualnya dibandingkan ibu nifas posthecting karena
ruptur spontan, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan
ambang nyeri pada perineum. Oleh sebab itu, sedapat mungkin
episiotomi dihindari pada ibu dengan persalinan normal.
g. Keluarga Berencana
Ibu nifas dianjurkan untuk menunda kehamilannya
minimal 2 tahun agar bayi memperoleh ASI selama 2 tahun.

25
Penjarangan kehamilan juga bermanfaat untuk kesehatan ibu.
Perencanaan KB dapat ditentukan oleh pasangan suami istri seperti
pemilihan metode kontrasepsi yang akan digunakan. Bidan
sebaiknya memberikan informasi lengkap tentang jenis-jenis
kontrasepsi. Apabila masa subur telah kembali maka sebaiknya ibu
menggunakan kontrasepsi meskipun metode kontrasepsi memiliki
resiko (Rahayu, 2016).
h. Perawatan payudara
Tujuan perawatan payudara adalah untuk menjaga
kebersihan daerah sekitar payudara sehingga tidak mengganggu
proses pemberian ASI pada bayi. Selama masa nifas, ibu
dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan payudaranya, terutama
pada bagian puting susu karena pada bagian ini biasanya
bertumpuk sisa ASI yang kemudian akan mengering dan dapat
menyebabkan iritasi atau lecet pada puting susu. Begitu pula pada
daerah aerola, aerola dapat dibersihkan dengan menggunakan air
atau sabun dengan komposisi bahan yang lembut (Rahayu, 2016).
9. Asuhan masa nifas
Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai st
andar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga k
esehatan, untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pema
ntauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan ni
fas minimal sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu
Tabel 1.1 Kunjungan masa nifas.
KUNJUNGAN WAKTU ASUHAN
Kunjungan Nifa 6 jam – 48 ja a. Mencegah perdarahan masa nif
s1 m as karena atonia uteri.
(KF 1) b. Mendeteksi dan perawatan pen
yebab lain perdarahan serta me
lakukan rujukan bila perdaraha
n berlanjut.
c. Memberikan konseling pada ib
u atau salah satu anggota kelua
rga bagaimana mencegah perda

26
rahan masa nifas karena atonia
uteri.
d. Pemberian ASI awal.
e. Melakukan hubungan antara ib
u dan bayi baru lahir.
f. Menjaga bayi tetap sehat denga
n cara pencegahan hipotermia
g. Jika petugas kesehatan menolo
ng persalinan, ia harus tinggal
dengan ibu dan bayi baru lahir
untuk 2 jam pertama setelah ke
lahiran, atau sampai ibu dan ba
yi dalam keadaan stabil.
Kunjungan Nifa 3 – 7 Hari a. Memastikan involusi uterus bar
s2 jalan dengan normal, uterus ber
(KF 2) kontraksi dengan baik, tinggi f
undus uteri di bawah umbiliku
s, tidak ada perdarahan abnorm
al.
b. Menilai adanya tanda-tanda de
mam, infeksi dan perdarahan a
bnormal.
c. Memastikan ibu mendapat cuk
up makanan, cairan dan istirah
at.
d. Memastikan ibu menyusui den
gan baik dan tak memperlihatk
an tanda-tanda penyulit.
e. Memberikan konseling pada ib
u mengenai asuhan pada bayi, t
ali pusat, menjaga bayi tetap ha
ngat dan merawat bayi sehari-h
ari.
Kunjungan Nifa 8 – 28 Hari a. Memastikan involusi uterus
s3 barjalan dengan normal, uterus
(KF 3) berkontraksi dengan baik,
tinggi fundus uteri di bawah
umbilikus, tidak ada
perdarahan abnormal.
b. Menilai adanya tanda-tanda
demam, infeksi dan
perdarahan abnormal.
c. Memastikan ibu mendapat
cukup makanan, cairan dan
istirahat.
Kunjungan Nifa 29 – 42 Hari a. Menanyakan pada ibu tentang

27
s4 penyulit-penyulit yang ia alam
(KF 4) i.
b. Memberikan konseling KB sec
ara dini.
(Sumber : Kemenkes, 2020).
Tindakan yang baik untuk asuhan masa nifas:
(Handayani, Perawatan Masa Nifas. 2014).
1) Kebersihan diri
a) Anjurkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan
air dan sabun di daerah vulva terlebih dahulu, dari depan ke bela
kang, baru kemudian membersihkan daerah anus. Dibersihkan s
etiap kali setelah selesai buang air kecil dan buang air besar.
b) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut setidaknya 2 kali sehari
c) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dengan air
mengalir sebelum dan sesudah membersihkan daerah kemaluan.
d) Jika ibu mempunyai luka operasi atau laserasi, tidak
diperkenankan untuk menyentuh daerah luka.
2) Istirahat
a) Anjurkan kepada ibu untuk beristirahat dengan cukup guna men
cegah kelelahan yang berlebihan. Ibu tidur pada saat bayinya jug
a tidur.
b) Sarankan ia kembali ke kegiatan rumah tangga biasa secara bert
ahap.
3) Latihan
a) Diskusikan pentingnya mengembalikan otot-otot perut dan pang
gul, kembali seperti keadaan sebelum hamil.
b) Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap hari akan
sangat membantu, seperti misalnya latihan kegel.
4) Gizi
a) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari
b) Makan dengan diet seimbang untuk mendapatkan protein,
mineral dan vitamin yang cukup

28
c) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu minum
setiap kali setelah selesai menyusui)
d) Pil zat besi harus di minum untuk menambah zat gizi setidaknya
selama 40 hari pasca persalinan
e) Minum kapsul vitamin A (200.000 IU).
5) Perawatan payudara
a) Menjaga payudara tetap bersih
b) Menggunakan bra yang menyokong payudara
c) Rawat payudara bila bengkak atau lecet
6) Hubungan intim (suami istri)
Begitu darah merah sudah tidak lagi keluar, dan ibu tidak merasa a
da ketidaknyamanan, maka hubungan intim sudah dapat dimulai at
au sesuai dengan kepercayaan yang dianut ibu.
10. Prognosa dan Komplikasi
a) Prognosis
Masa nifas normal, jika involusio uterus, pengeluaran lochea, pengel
uaran ASI dan perubahan sistem tubuh, termasuk keadaan psikologis
ibu normal.
b) Komplikasi
Komplikasi pada masa nifas yang biasa terjadi adalah :
(i) Infeksi nifas
(1) Pengertian
Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genetalia yan
g terjadi sesudah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu
sampai 38 0 C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama
pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama.
(2) Tanda dan gejala
(a)Gejalanya berupa rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi,
kadang – kadang perih saat kencing
(b)Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak
berat, suhu sekitar 38 0 C dan nadi di bawah 100 x / menit.

29
Bila luka yang terinfeksi, tertutup jahitan dan getah radang
tidak dapat keluar, demam bias naik sampai 39 – 40 0 C, k
adang – kadang disertai menggigil.
(3) Penanganan
Sebaiknya segera dilakukan kultur dari secret vagina dan serv
iks, luka operasi dan darah, serta uji kepekaan untuk mendapa
tkan antibiotika yang tepat. Berikan dosis yang cukup dan ad
ekuat. Sambil menunggu hasil laboratorium, berikan antibioti
ka spectrum luas. Pengobatan mempertinggi daya tahan tubu
h seperti infuse, transfuse darah, makanan yang mengandung
zat – zat yang diperlukan tubuh, serta perawatan lainnya sesu
ai komplikasi yang dijumpai. (Handayani, 2014)
(ii) Kelainan atau gangguan pada mammae
(1)Mastitis
b) Pengertian mastitis
Infeksi payudara yang kebanyakan terjadi pada ibu yang
baru pertama kali menyusui bayinya. Mastitis hampir sel
alu unilateral dan berkembang setelah terjadi aliran susu.
(Budiman, 2017).
c) Tanda dan gejala
a. Bengkak, nyeri seluruh payudara / nyeri lokal
b. Kemerahan pada seluruh payudara / hanya lokal
c. Payudara keras dan berbenjol – benjol
d. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi
juga tampak seperti pecah –pecah.
e. Badan demam seperti terserang flu.
f. Nyeri tekan pada payudara.
d) Penanganan
Mastitis bisa dihindari jika ibu yang baru melahirkan cuk
up banyak istirahat dan biasa secara teratur menyusui ba
yinya agar payudara tidak menjadi bengkak. Gunakan B

30
H yang sesuai ukuran payudara, serta usahakan untuk sel
alu menjaga kebersihan payudara dengan cara membersi
hkan dengan kapas da air hangat sebelum dan sesudah m
enyusui.
(2)Bendungan ASI
(a)Pengertian
Pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktife
rus atau oleh kelenjar - kelenjar air susu yang tidak dikoso
ngkan dengan sempurna atau karena kelainan pada putting
susu.
(b)Tanda dan gejala
a. Payudara bengkak, keras dan panas
b. Nyeri bila ditekan
c. Warnanya kemerahan
d. Suhu tubuh sampai 38 0 C
(c)Penanganan
a. Anjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya
b. Anjurkan ibu untuk melakukan post natal breast care
c. Lakukan pengompresan dengan air hangat sebelum
menyusui dan kompres dingin sesudah menyusui untuk
mengurangi rasa nyeri.
d. Gunakan BH yang menopang
e. Berikan paracetamol 500 mg untuk mengurangi rasa
nyeri dan menurunkan panas.
(3)Kelainan puting susu
(a) Pengertian
Sejenis kanker payudara yang pertama kali muncul sebag
ai luka terbuka pada putting susu yang berkeropeng dan
bersisik atau sebagi cairan yang keluar dari putting susu.
(b) Tanda dan gejala

31
Kulit pada putting susu dan areola (darah berwarna cokla
t di sekeliling putting susu) tampak merah dan meradang
serta membentuk keropeng dan borok, juga mengalami p
erdarahan. Luka terbuka pada putting susu ini tidak semb
uh – sembuh dan disertai gatal – gatal dan perih, biasany
a unilateral (hanya satu putting susu yang terkena).
(c) Penanganan
a. Ibu dianjurkan tetap menyusui bayinya mulai dari
putting yang tidak sakit serta menghindari tekanan
lokal pada putting dengan cara merubah – rubah
posisi menyusui. Untuk putting susu yang sakit
dianjurkan mengurangi frekuensi dan lamanya
menyusui.
b. Kelainan putting susu tersebut seharusnya sudah
dapat diketahui sejak hamil atau sebelumnya sehingga
dapat diperbaiki dengan meletakkan kedua jari
telunjuk atau ibu jari di daerah payudara, kemudian
dilakukan pengurutan menuju ke arah berlawanan.
Perlu diketahui bahwa tidak semua kelainan tersebut
dapat dikoreksi dengan cara tersebut. Untuk itu, ibu
menyusui dianjurkan untuk mengeluarkan ASI-nya
dengan manual (tangan) atau pompa kemudian
diberikan pada bayi dengan sendok / pipet / gelas.
B. Ketidaknyamanan Pada Masa Nifas
Table 2.2 ketidaknyamanan pada ibu post partum
KETIDAKNYAMANAN JURNAL ASUHAN
KEBIDANAN
Luka jahitan perineum (JURNAL 1) 1. makan makanan
Penyebab: Judul: pengaruh yang banyak
Adanya robekan pada saat pemberian povidone mengandung protein
proses persalinan di kala II iodine 10% terhadap hewani seperti telur,
kecepatan penyembuhan ikan, dan ayam. Selain
luka perineum pada ibu protein hewani ada

32
post partum di Bidan juga protein nabati
Praktek Mandiri Ani seperti tempe dan tahu.
Mahmudah Kabupaten 2.menjaga personal
Lamongan hyigine
Penggunaan: dilakukan 3. Ambulasi
setiap 2 kali sehari pada 4. Istirahat
saatmandi menggunakan
kasa sterilyan diberi
antiseptic kemudian
diolesi pada daerah luka
Patofisiologis: hasil
penelitian menunjukkan
bahwa ibu post partum
yang diberikan
providone iodine 10%
sebagian besar
mengalami
penyembuhan luka cepat
(90%), sedangkan ibu
post partum yang tidak
diberikan providone
iodine 10% sebagian
besar mengalami
penyembuhan luka
lambat (60%). Dimana
antiseptic providone
iodine merupakan ikatan
antara iodine dengan
polypinyl pyrolidone.
Kegunaan antiseptic
untuk semua kulit dan
mukosa, serta untuk
mencuci luka kotor,
untuk irigasi daerah-
daerah tubuh yang
terinfeksi dan mencegah
infeksi. Providone
iodine 10% dapt
mempercepat
penyembuhan luka
perineum dengan
menghambat
perkembangbiakan dari
bakteri atau jamur yang
bearada dekat pada luka
(Darmadi, 2013).

33
(Jurnal 2)
Judul: penerapan
pemberian madu untuk
mempercepat
penyembuhan luka
perineum pada ibu Post
Partu
Penggunaan:
pemberian madu
diterapkan 2 kali dalam
sehari dengan jarak
pemberian kurang lebih
12 jam atau pada jam
yang sama. Penerapan
dilakukan dengan cara
mengoleskan madu
sebanyak 5 ml pada
kassa steril, kemudian
kompres pada daerah
luka jahitan perineum
selama kurang lebih 2
jam terbukti efektif
dalam penyembuhan
luka perineum ibu post
partum.
Patofisiologis: dari hasil
penelitian didapatkan
bahwa sebanyak 60%
partisipan mengalami
penyembuhan luka
perineum sembuh dalam
waktu dalam kategori
cepat karena luka
perineum sembuh dalam
waktu kurang dari 6
hari. Pemberian madu
untuk mempercepat
penyembuhan luka
perineum pada ibu post
partum sejalan dengan
teori menurut Lusby
(2015) yang menyatakan
madu juga dapat
meningkatkan waktu
kontraksi pada luka.
Madu efektif sebagai

34
terapi topical karena
kandungan nutrisi yang
terdapat didalam madu
dan hal ini sudah
diketahui secara luas.
Madu sangat efektif
digunakan sebagai terapi
topical pada luka
melalui peningkatan
jaringan granulasi dan
kolagen serta periode
epitelisasi secara
signifikan.
(Jurnal 3):
Judul: Efektifitas air
rebusan simplisia daun
binahong (Anredera
Cordifolia (tenore)
steen) untuk
penyembuhan luka
perineum pada ibu nifas
Di Klinik Murniati
Kecamatan Kota
Kisaran Barat
Penggunaan: beberapa
lembar daun ini
dikunyah hingga halus
atau dimasak dengan
segelas air dan diminum
beserta ampasnya atau
lebih mudah di jus atau
diblender.

Patofisiologi:
berdasarkan hasil
penelitian yang telah
dilakukan dapat
disimpulkan bahwa air
rebusan daun binahong
efektif untuk
menyembuhkan luka
perineum. Daun
binahong digunakan
untuk pengobatan
berbagai jenis penyakit
seperti typus, maag,

35
radang usus dan
ambeien serta untuk
menyembuhkan luka
dalam dan luar pasca
operasi. Daun binahong
dapat pula dimanfaatkan
untuk mengatasi
pembengkakan dan
pembekuan darah,
memulihkan kondisi
lemah setelah sakit,
rematik, luka memar
terpukul, asam urat dan
mencegah stroke.

Nyeri Pada Luka Jahitan (Jurnal 1)


Perineum Judul: pengaruh
Penyebab: Karena adanya relaksasi genggam jari
robekan pada saat proses p terhadap nyeri luka
ersalinan kala II perineum pada ibu post
partum
Penggunaan: relaksasi
genggam jari ini dapat
dilakukan kapan saja,
ketika ibu post partum
tidak beraktifitas atau
sedang beristirahat maka
relaksasi jari ini dapat
dilakukan.
Patofisiologi:
berdasarkan hasil
penelitian yang telah
dilakukan dapat
disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh
relaksasi genggam jari
terhadap skala nyeri
luka perineum pada ibu
post partum. Teknik
relaksasi genggam jari
ini nantinya akan dapat
menghangatkan titik-
titik keluar dan
masuknya energy pada
meridian (jalan energy
dalam tubuh) yang

36
terletak pada jari-jari
tangan, sehingga
nantinya mampu
memberikan sebuah
efek rangsangan secara
spontan pada saat
dilakukan genggaman,
kemudian rangsangan
tersebut nantinya akan
mengalir menuju ke
otak, kemudian
dilanjutkan ke saraf
pada organ tubuh yang
mengalami gangguan,
sehingga diharapkan
sumbatan dijalur energy
menjadi lancar dan rasa
sakit berkurang
(Indrawati, 2017)
(Jurnal 2): Efektifitas
Kompres Hangat Dan
Kompres Dingin
Terhadap Intensitas
Nyeri Luka Perineum
Pada Ibu Post Partum Di
BPM Siti Julaeha
Pekanbaru.
Penggunaan: Teknik
kompres hangat dan
kompres dingin
dilakukan selama 20
menit setelah 6 jam post
partum .
Patofisiologi:
berdasarkan hasil
penelitian dapat
disimpulkan bahwa
terapi kompres dingin
lebih efektif dalam
mengatasi nyeri luka
perineum pada ibu post
partum dibandingkan
dengan terapi kompres
hangat. Terapi kompres
dingin dapat dijadikan
sebagai terapi

37
alternative untuk
mengatasi nyeri luka
perineum pada ibu post
partum. Penggunaan
kompres hangat dan
kompres dingin
merupakan salah satu
bentuk pemberian
stimulasi kutaneus
dengan pemanfaatan
suhu. Kompres hangat
dan kompres dingin ini
bekerja dengan
memblok transmisi
stimulus nyeri sehingga
impuls nyeri yang
mencapai otak lebih
sedikit (Potter, 2012).
Kompres dingin
merupakan metode yang
dapat diterapkan untuk
membantu kenyamanan
pada ibu nifas untuk
mengurangi rasa nyeri.
Manfaat kompres dingin
diantaranya adalah
mengurangi aliran darah
ke daerah luka sehingga
dapat mengurangi resiko
perdarahan dan oedema,
kompres dingin
menimbulkan efek
analgetik dengan
memperlambat
kecepatan hantaran saraf
sehingga impuls nyeri
yang mencapai otak
akan lebih sedikit
(Rosdahl, 2014).
(Jurnal 3) : Aromaterap
i Lavender dapat Menur
unkan Intensitas Nyeri P
erineum Pada Ibu Post P
artum
Penggunaan : Bahan ya
ng digunakan adalah uap

38
minyak lavender dengan
konsentrasi 100%, diberi
kan 4-5 tetes dilarutkan
dalam 200 ml air, diberi
kan secara inhalasi mela
lui vaporizer atau alat lis
trik. Sebelum inhalasi, c
awan tungku aromaterap
i yang telah diberikan ai
r ditunggu sampai hanga
t baru diteteskan essens
aromaterapi. Jarak antar
a tungku dengan respon
den kurang 30 cm. Setel
ah tercium wangi aromat
erapi, pasien diminta rel
aks dan menghirup wan
gi aromaterapi selama 1
0 menit. Responden dik
ondisikan dalam ruanga
n dengan ukuran antara
10-16 m2 dan tidak ban
yak ventilasi
udara
Patofisiologi : Dari hasi
l penelitian ini dapat disi
mpulkan bahwa pemberi
an aromaterapi lavender
berpengaruh terhadap pe
nurunan intensitas nyeri
luka perineum. Menurut
Dochterman,aromaterapi
adalah pemberian minya
k esensial melalui metod
e massase, salep topikal,
inhalasi, mandi kompres
(panas, dingin) untuk m
engurangi nyeri dan dap
at menimbulkan efek rel
aksasi dan terapi pengob
atan (Dochterman, 200
4). Kristanti menjelaska
n bahwa molekul dan pa
rtikel lavender saat dihir
up akan masuk melalui
hidung, kemudian diteri

39
ma oleh reseptor saraf se
bagai signal yang baik d
an kemudian diinterpret
asikan sebagai bau yang
menyenangkan, dan akhi
rnya sensori bau tersebut
masuk serta memengaru
hi sistem limbic sebagai
pusat emosi seseorang, s
ehingga saraf dan pemb
uluh darah perasaan aka
n semakin relaks dan ak
hirnya rasa nyeri berkur
ang (Kristanti, 2012). Di
jelaskan juga oleh Prati
wi bahwa penurunan ny
eri dengan aromaterapi l
avender mengacu pada k
onsep gate control yang
terletak pada fisiologi m
ekanisme penghantaran i
mpuls nyeri yang terjadi
saat sistem pertahanan d
ibuka, dan sebaliknya
penghantaran impuls ny
eri dapat dihambat saat s
istem pertahanan ditutu
p. Aromaterapi lavender
merupakan salah satu up
aya untuk menutup siste
m pertahanan tersebut. S
elain itu, aromaterapi la
vender memengaruhi kel
ancaran sirkulasi darah,
sehingga suplai nutrisi k
e jaringan luka tercukupi
dan proses penyembuha
n akan lebih cepat (Prati
wi, 2012).
Pengeluaran ASI sedikit (Jurnal 1): 1.Berikan ASI terus-m
Penyebab: terlalu lama m Judul: potensi minuman enerus
enunda untuk memulai me daun kelor terhadap peni 2.Istirahat yang cukup
nyusui, efek samping dari ngkatan produksi ASI pa 3.Hindari cemas atau st
obat-obatan tertentu, misal da ibu Post Partum ress
nya obat pilek atau KB hor Penggunaan: daun kelo 4.Konsumsi makanan
monal. r dapat di konsumsi sela yang sehat

40
ma masa nifas dengan c 5.Cukupi kebutuhan ca
ara direbus atau dijadika iran dalam tubuh
n tepung. 6.Mengkonsumsi vita
Patofisiologi: dari hasil min D.
penelitian dapat disimpu
lkan bahwa terdapat per
bedaan produksi ASI ya
ng dilihat dari peningkat
an berat badan bayi, frek
uensi BAK dan BAB ba
yi, dan frekuensi menyu
su bayi pada kelompok i
ntervensi yang lebih sig
nifikan dibandingkan de
ngan keompok control.
Pemberian tepung daun
kelor dapat meningkatka
n produksi ASI induk ko
nsentrasi yang diberika
n, karena kandungan da
un kelor yang berupa se
nyawa fitosterol bersifat
laktagogum dan dapat m
eningkatkan produksi A
SI (Mutiara, 2011). Kan
dungan saponin dan al
kaloid yang terdapat p
ada daun kelor memliki
fungsi yang langsung
bekerja pada semua oto
t polos. Ketika otot po
los berkontraksi, maka
akan terjadi pengeluara
n ASI serta peningkata
n jumlah dan diameter
alveoli rata-rata seba
nding dengan peningk
atan ASI yang dihasilka
n (Gunanegara, 2010)
(Jurnal 2):
Judul: Efektifitas Pijat
Oksitosin terhadap prod
uksi ASI pada ibu post p
artum Secio Caesaria (S
C) di Ruang Kalimaya B

41
awah RSUD dr, Slamet
Garut.
Penggunaan: pemberia
n asuhan pijat oksitosin
dapat dilakukan oleh pet
ugas kesehatan atau sua
mi atau keluarga yang di
nginkan oleh ibu, pijat d
apat dilakukan 2 kali dal
am sehari pada pagi dan
sore hari.

Patofisiologi:
Dari hasil penelitian dap
at di simpulkan bahwa p
engeluaran ASI dengan
diberikan pijat oksitosin
terdapat pengaruh yang
sangat signifikan terhad
ap produksi ASI ibu Pos
t Partum Sectio Caesaria
(SC).Secara teori menur
ut Rahayu (2016), pi
jat ASI merupakan sal
ah satu solusi untuk
mengatasi ketidaklancar
an produksi ASI. Salah s
atu upaya untuk memper
ancar produksi ASI ya
itu dengan cara memb
erikan pijat oksitosin p
ada ibu post partum tin
dakan tersebut dilakuk
an oleh
tenaga kesehatan, kelua
rga, ataupun oleh
suami akan memberikan
kenyamanan pada ibu, s
ehingga akan memberi
kenyamanan
pada bayi yang disusu
i. Pijat oksitosin
sangat tepat jika i
mplementasi keperawata
n atau kebidanan untuk i

42
bu post partum yang bel
um ada pengeluaran A
SI dilakukan pijat oksit
osin (Rahayu, 2016).
Putting susu lecet (Jurnal 1):
Penyebab: Teknik menyus Hubungan Teknik Meny
ui yang salah usui Yang Benar Denga
n Kejadian Putting Susu
Lecet Di Desa Paku Ke
c.Galang Tahun 2021.
Penggunaan :
Teknik menyusui yang b
enar dimana seluruh putt
ing susu ibu berada dite
ngah-tengah mulut bayi.
Saat bayi menghisap, gu
si bayi harus menyentuh
seluruh putting dan lidah
bayi berada di atas gusi
bawah bayi. Kemudian
pastikan bayi tidak hany
a menghisap ujung putti
ng susu, tetapi posisi ba
yi juga harus tetap deng
an ibu.
Patofisiologi :
Dari hasil penelitian ini
dapat disimpulkan bahw
a teknik menyusui yang
benar memiliki hubunga
n dengan putting susu le
cet. Salah satu upaya unt
uk mencegah putting sus
u lecet adalah dengan m
emperhatikan posisi atau
teknik menyusui yang b
enar, jika putting susu m
engalami kelecetan mak
a ibu bisa mengoleskan
air susunya saat setelah
menyusu, karena ASI ya
ng diproduksi oleh tubu
h ibu mengandung anti-
bakteri, sehingga bisa di
gunakan untuk mengoba
ti putting susu lecet dan

43
dapat mengurangi rasa s
akitnya (Reni, 2014).

Nyeri perut akibat kontr (Jurnal 1) : Pengaruh In


aksi uterus. isiasi Menyusu Dini Pad
Penyebab : a Kontraksi Uterus Ibu
Bersalin Di BPS Kecam
atan Bluto
Penggunaan : Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) da
pat dilakukan segera set
elah bayi lahir, IMD dila
kukan selama satu jam s
etelah bayi lahir.
Patofisiologi : Dari hasi
l penelitian dapat disimp
ulkan bahwa ada hubung
an antra Inisiasi Menyus
u Dini (IMD) dengan ko
ntraksi uterus ibu bersali
n. Inisiasi menyusu dini
(IMD) adalah bayi mulai
menyusu sendiri segera
setelah lahir, dengan hen
takan kepala bayi ke dad
a ibu, sentuhan tangan b
ayi di putting susu dan s
ekitarnya, emutan dan jil
atan bayi pada putting ib
u merangsang pengeluar
an hormon oksitosin, di
mana hormon oksitosin
membantu rahim berkon
traksi sehingga memban
tu mempercepat pelepas
an dan pengeluaran ari-
ari (placenta) dan mengu
rangi perdarahan, hormo
n oxitosin juga merangs
ang produksi hormon lai
n yang membuat ibu me
njadi lebih rileks, lebih
mencintai bayinya, meni
ngkatkan ambang nyeri,
dan perasaan sangat bah
agia, dan jika bayi diberi

44
kesempatan menyusu da
lam satu jam pertama de
ngan dibiarkan kontak k
ulit ke kulit ibu (setidak
nya selama satu jam) ma
ka 22% nyawa bayi di b
awah 28 hari dapat disel
amatkan (dr Hj. Utami R
oesli, SpA. 2008 : 2). M
eningkatkan jalinan kasi
h sayang ibu-
bayi, merangsang produ
ksi oksitosin pada ibu, m
embantu kontraksi uteru
s sehingga perdarahan p
asca persalinan lebih ren
dah, merangsang pengel
uaran kolostrum, pentin
g untuk kelekatan hubun
gan ibu dan bayi, Ibu leb
ih tenang dan lebih tidak
merasa nyeri pada saat p
lasenta lahir dan prosedu
r pasca persalinan lainny
a, merangsang produksi
prolaktin dalam tubuh,
meningkatkan produksi
ASI, membantu ibu men
gatasi stress,mengatasi s
tress adalah fungsi oksit
osin, mendorong ibu unt
uk tidur dan relaksasi set
elah bayi selesai menyus
u, menunda ovulasi.
(Jurnal 2) : Pengaruh M
asase Endorphin Terhad
ap Tingkat Kecemasan
Dan Involusio Uteri Ibu
Post Partum.
Penggunaan : Masase e
ndorphin, dengan mengu
sap lembut bagian lenga
n dilanjutkan bagian pun
ggung yang dilakukan se
lama 30 menit diwaktu p
agi selama 5 hari, pijata

45
n dimulai pada hari ke 3
post partum sampai hari
ke 7 postpartum.
Patofisiologi : Dari hasi
l penelitian ini didapatka
n hasil bahwa terdapat a
danya pengaruh pemberi
an Masase Endorphin ter
hadap tingkat kecemasa
n dan involusio uteri ibu
nifas. Masase merupaka
n salah satu cara untuk ri
leksasi pada ibu, karena
sentuhan memiliki keaja
iban tersendiri yang san
gat berguna untuk meng
hilangkan rasa lelah pad
a tubuh, memperbaiki si
rkulasi darah, merangsa
ng tubuh untuk mengelu
arkan racun, serta menin
gkatkan kesehatan pikira
n. Teknik masase memb
antu ibu merasa lebih se
gar, rileks, dan nyaman.
Hal itu terjadi karena ma
sase merangsang tubuh
melepaskan senyawa en
dorphin yang merupaka
n pereda sakit alami. Sa
lah satu masase yang da
pat diberikan kepada ibu
adalah endorphin. Endor
phin dapat menciptakan
perasaan nyaman dan en
ak sehingga mengurangi
kecemasan yang ibu rasa
kan. Endorfin Massage
merupakan sebuah terap
i sentuhan serta pijatan r
ingan. Hal ini disebabka
n karena pijatan merang
sang tubuh untuk melep
askan senyawa endorfin
yang dapat menormalka
n denyut jantung dan tek

46
anan darah, mengurangi
rasa sakit, mengendalika
n perasaan stres dan me
nciptakan perasaan nya
man serta meningkatkan
kondisi rileks dalam tub
uh ibu dengan memicu p
erasaan nyaman melalui
permukaan kulit (Guyto
n dan Hill, 2016).

C. Tinjauan Teori Medis Menyusui

1. Pengertian Menyusui
Menyusui merupakan suatu proses ilmiah, namun sering ibu-ibu tidak
berhasil atau menghentikan menyusui lebih dini dari semestinya
(Hutagaol, 2014). Ibu menyusui adalah ibu yang memberikan air susu
kepada bayi dari buah dada (Kamus Besar Bahasa Indonesia). ASI adalah
cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu melalui proses
menyusui. ASI diproduksi dalam kelenjar-kelenjar susu tersebut,
kemudian ASI masuk ke dalam saluran penampungan ASI dekat putting
melalui saluran-saluran air susu (ductus), dan akan disimpan sementara
dalam penampungan sampai tiba saatnya bayi mengisapnya melalui
putting payudara (Hutagaol, 2014).
Hisapan bayi memicu pelepasan ASI dari alveolus mamae melalui
duktus ke sinus lactiferous. Hisapan merangsang produksi oksitosin oleh
kelenjar hypofisis posterior. Oksitosin memasuki darah dan menyebabkan
kontraksi sel-sel khusus (sel-sel myoepithel) yang mengelilingi alveolus
mamae dan duktus lactiferous. Kontraksi sel-sel khusus ini mendorong
ASI keluar dari alveoli melalui duktus lactiferous menuju sinus lactiferous,
tempat ASI akan disimpan. Pada saat bayi menghisap, ASI di dalam sinus
tertekan keluar ke mulut bayi. Gerakan ASI dari sinus ini dinamakan
letdown reflect atau “pelepasan”. Pada akhirnya, letdown dapat keluar
tanpa rangsangan hisapan.
2. Teknik Menyusui

47
Teknik menyusui yang tidak benar dapat mengakibatkan putting
susu menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi
produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu (Mutiara, 2012).
Teknik menyusui yang benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi
dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar.
a. Persiapan menyusui
Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan
kehamilan. Pada kehamilan, payudara semakin padat karena retensi air,
lemak serta berkembanganya kelenjar-kelenjar payudara yang
dirasakan tegang dan sakit. Bersamaan dengan membesarnya
kehamilan, perkembangan dan persiapan untuk memberikan ASI
makin tampak. Payudara makin besar, putting susu makin menonjol,
pembuluh darah makin tampak, dan aerola mamae makin menghitam
(Mutiara, 2012).
Persiapan memperlancar pengeluaran ASI dilaksanakan dengan jalan:
1) Membersihkan putting susu dengan air atau minyak, sehingga
epitel yang lepas tidak menumpuk.
2) Putting susu ditarik-tarik setiap mandi, sehingga menonjol untuk
memudahkan isapan bayi.
3) Bila puting susu belum menonjol dapat memakai pompa susu atau
dengan jalan operasi (Mutiara, 2012).
Tidak ada perawatan khusus untuk putting atau payudara sebelum
menyusui. Putting sudah dirancang untuk menyusui. Dalam banyak
kasus, mereka akan menjalankan fungsinya dengan sukses tanpa
persiapan.
Seorang ibu mungkin akan mengalami kesulitan ketika belajar
menyusui bayinya pertama kali. Anda bisa membantunya dengan
menunjukkan padanya posisi yang benar untuk menyusui. Posisi
yang baik membantu bayi minum lebih baik dan mencegah putting
susu jadi kempis atau pecah (Mutiara, 2012).
b. Teknik Dasar Menyusui

48
Adapun teknik dasar pemberian ASI sebagai berikut:
Sebelum menyusui, keluarkan ASI sedikit, oleskan pada putting dan
areola (kalang) di sekitarnya sebagai desinfektan dan untuk menjaga
kelembaban putting.
1) Letakkan bayi menghadap payudara ibu. Pegang belakang bahu
bayi dengan satu lengan. Kepala bayi terletak di lengkung siku
ibu. Tahan bokong bayi dengan telapak tangan. Usahakan perut
bayi menempel pada badan ibu dengan kepala bayi menghadap
payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi).
2) Untuk memasukkan payudara ke mulut bayi, pegang payudara
dengan ibu jari atas. Jari yang lain menopang di
bawahnya.Jangan menekan putting susu atau areola-nya saja
(Mutiara, 2012).
3) Beri bayi rangsangan membuka mulut (rooting reflek) dengan
cara menyentuh pipi atau sisi mulut bayi dengan putting. Setelah
bayi membuka mulut, segera dekatkan putting ke mulut bayi.
Jangan menjejalkan putting ke mulutnya. Biarkan bayi
mengambil inisiatif.
4) Pastikan bayi tidak hanya mengisap puting, tetapi seluruh areola
masuk ke dalam mulutnya. Jika bayi hanya mengisap bagian
puting, kelenjar-kelenjar susu tidak akan mengalami tekanan
sehingga ASI tidak keluar maksimal. Selain itu, jika bagian
putting saja yang di hisap bisa menyebabkan putting nyeri dan
lecet.
5) Gunakan jari untuk menekan payudara dan menjauhkan hidung
bayi agar pernapasannya tidak terganggu.
6) Jika bayi berhenti menyusu, tetapi masih bertahan di payudara,
jangan menariknya dengan kuat karena dapat menimbulkan luka.
Pertamatama, hentikan isapan dengan menekan payudara atau
meletakkan jari anda pada ujung mulut bayi.
7) Selama menyusui, tataplah bayi penuh kasih sayang.

49
8) Jangan khawatir jika bayi belum terampil mengisap dengan baik
maupun bayi masih belajar. Dibutuhkan ketenangan, kesabaran,
dan latihan agar proses menyusui menjadi lancar.
c. Posisi dan perlekatan menyusui
Menurut Hutagaol dkk (2014) mengatakan bahwa satu hal yang
penting diingat, sebaiknya ibu mencuci tangan dulu hingga bersih
sebelum mulai menyusui. Berikut ini, beberapa cara menyusui:
1) Posisi sambil duduk
a) Ambil posisi duduk yang nyaman. Pangku bayi dengan
repository.unimus.ac.id 10 menempelkan perutnya pada perut
ibu. Lalu, sanggah kepalanya tepat pada siku lengan bagian
atas. Sementara, bagian lengan dan telapak tangan ibu
menahan punggung dan bokongnya.
b) Agar lebih merangsang antusias bayi untuk menyusu, pijat
bagian sekitar aerola (daerah sekitar puting) ibu hingga
mengeluarkan sedikit ASI. Oleskan ASI yang keluar itu pada
putting ibu hingga jadi agak basah. Biasanya, bayi akan
langsung mengisap ketika mulut menyentuh tetesan ASI
disekitar putting.
c) Tempelkan mulut bayi pada putting ibu.
d) Saat bayi mulai mengisap tataplah matanya dan sentuhlah ia
sambil mengajaknya bicara. Hal ini merangsang panca indra
dan organorgan tubuhnya.
e) Biarkan bayi ibu mengisap sepuas-puasnya. Jangan berganti
dulu kesisi payudara yang sedang di isap benar-benar terasa
kosong.
2) Posisi Sambil Berbaring
Menyusui dengan posisi berbaring, pada dasarnya hampir
sama dengan sambil duduk. Para ibu yang melahirkan dengan
metode caesar, akan lebih nyaman bila mengambil posisi
berbaring miring saat pertama kali menyusui. Untuk aktivitas

50
menyusui di rumahpun, posisi berbaring dapat dijadikan
alternatif bagi ibu.
a) Ibu berbaring miring menghadap bayi yang posisi tidurnya
juga dimiringkan menghadap ibu. Sejajarkan dan tempelkan
mulutnya dengan putting ibu. Lekatkan tubuhnya pada tubuh
ibu. Kemudian, tahan bagian punggung dan bokongnya
dengan tangan ibu. Ketika bayi mulai mengisap, lakukan
komunikasi dan sentuhan-sentuhan lembut padanya.
b) Seiring bertambah usia bayi dan perkembangan gerakan-
gerakan tubuhnya, biasanya bayi akan mengeksplorasi
variasi-variasi menyusui yang dirasakan nyaman bagi
dirinya.
3) Posisi sambil berdiri
Penjelasan tentang posisi menyusui sambil duduk, dapat
diterapkan untuk posisi berdiri. Namun, bagi para pemula
menyusui dengan posisi berdiri harus dilakukan ekstra hati-hati.
Jika tidak, akan membahayakan bagi bayi. Misalnya, bayi lepas
dari pengkuan. Menyusui sambil berdiri juga mensyaratkan
energi ibu yang cukup besar untuk mengendongnya cukup lama.
Seiring pengalaman melalui rutinitas menyusui, kelak ibu
pun mampu mengkombinasikan posisi-posisi menyusui.
Nantipun, ibu mampu menyusui sambil tiduran diselingi sambil
duduk dan sambil berdiri. Dapat juga dikombinasikan dengan
melakukan aktivitas ringan lain, seperti mengangkat telepon,
menutup pintu, menyapu lantai, dan sebagainya.
Harus diingat, menyusui sambil beraktivitas lain secara
tidak langsung merupakan wahana rangsangan bagi bayi
mengenal lingkungannya. Sebab, ketika ibu menyusui sambil
mengangkat telpon, bayipun belajar tentang adanya objek
(benda) yang dapat digenggam. Benda itu dapat berbunyi.
Pemahaman yang diperoleh bayi dari apa yang dilihat, didengar,

51
dan dirasa itulah yang akan turut menentukan perkembangan
lebih jauh potensi kecerdasannya. Terdapat berbagai macam
posisi menyusui. Cara menyusui yang tergolong biasa dilakukan
adalah dengan duduk, berdiri atau berbaring (Sulistyawati,
2009).
Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu
seperti ibu pasca operasi caesar.Bayi diletakkan disamping
kepala ibu dengan posisi kaki diatas. Menyusui bayi kembar
dilakukan dengan cara seperti memegang bola bila disusui
bersamaan, dipayudara kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar
(penuh), bayi ditengkurapkan diatas dada ibu, tangan ibu sedikit
menahan kepala bayi, dengan posisi ini bayi tidak tersedak
(Sulistyawati, 2009).
Perlekatan menyusu (Latch on) adalah menempelnya
mulut bayi di payudara ibu. Untuk itu diperlukan posisi yang
memperhatikan letak tubuh bayi secara keseluruhan terhadap
tubuh ibu. Hal ini akan sangat membantu bayi menelan ASI
dengan mudah dan jumlah yang cukup, dan pada akhirnya akan
meningkatkan produksi ASI sesuai kebutuhan bayi. Perlekatan
yang benar juga menghindari luka pada putting, karena pada
perlekatan yang benar, puting tidak akan bergesekan dengan
langit-langit bayi yang keras, melainkan jatuh ditengah rongga
tenggorokan bayi, sehingga tidak akan tergesek dan tidak akan
luka. Oleh karena itu perlekatan menyusu dapat dikatakan adalah
jantungnya proses menyusui.
d. Langkah-langkah menyusui yang benar
1) Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan
pada putting dan di sekitar kalang payudara. Cara ini
mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga
kelembaban putting susu.
2) Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara.

52
a) Ibu duduk atau barbaring dengan santai, bila duduk lebih
baik menggunakan kursi yang rendah (agar kaki ibu tidak
menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran
kursi.
b) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan,
kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak
menengadah, dan bokong bayi ditahan dengan telapak).
c) Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu, dan yang
satu didepan.
d) Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi
menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala
bayi)
e) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
f) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang (Icemi, 2013)
3) Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain
menopang di bawah, jangan menekan puting susu atau kalang
payudara saja.
4) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflex)
dengan cara:
a) Menyentuh pipi dengan putting susu atau,
b) Menyentuh sisi mulut bayi.
5) Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi
didekatkan ke payudara ibu dan putting serta kalang payudara
dimasukkan ke mulut bayi:
a) Usahakan sebagian besar kalang payudara dapat masuk ke
mulut bayi, sehingga putting susu berada di bawah langit-
lagit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat
penampungan ASI yang terletak di bawah kalang payudara.
Posisi yang salah, yaitu apabila bayi hanya mengisap pada
putting susu saja, akan mengakibatkan masukan ASI yang
tidak adekuat dan putting susu lecet.

53
b) Setelah bayi mulai menghisap payudara tak perlu dipegang
atau disangga lagi.
e. Cara pengamatan teknik menyusui yang benar
Langkah-langkah menyusui yang benar adalah:
1) Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan
pada putting susu dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai
manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban putting
susu.
2) Bayi diletakkan menghadap perut ibu atau payudara.
3) Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari yang lain
menopang di bawah. Jangan menekan putting susu saja atau
areolanya saja.
4) Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut dengan cara
menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut
bayi.
5) Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi
didekatkan ke payudara ibu dengan putting serta areola
dimasukkan ke mulut bayi.
6) Usahakan sebagian besar areola dapat masuk ke dalam mulut
bayi, sehingga putting susu berada di bawah langit-langit dan
lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan
ASI yang terletak dibawah areola.
7) Setelah bayi mulai menghisap, payudara tidak perlu disanggah
lagi.
Menurut Mutiara (2012) menyusui dengan teknik yang tidak
benar dapat mengakibatkan putting susu menjadi lecet, ASI tidak
keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya
atau bayi enggan menyusu. Apabila bayi telah menyusui dengan
benar maka akan memperlihatkan tanda-tanda :
1) Bayi tampak tenang
2) Badan bayi menempel pada perut ibu

54
3) Mulut bayi terbuka lebar
4) Dagubayimenempelpadapayudaraibu
5) Sebagian areola masuk kedalam mulut bayi, areola bawah lebih
banyak yang masuk
6) Bayi Nampak menghisap kuat dengan irama perlahan
7) Putting susu tidak terasa nyeri
8) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
9) Kepala bayi agak menengadah
10) Melepas isapan bayi
11) Setelah menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong,
sebaiknya diganti dengan payudara yang satunya.

Cara melepas isapan bayi (Dewi, 2015):


1) Jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut
mulut atau
2) Dagu bayi ditekan ke bawah.
3) Setelah selesai menyusui, ASI keluarkan sedikit kemudian
dioleskan pada puting susu dan disekitar kalang payudara;
biarkan kering dengan sendirinya
4) Menyendawakan bayi dengan cara :
a) Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu,
kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan
b) Dengan cara menelungkupkan bayi diatas pangkuan ibu,
lalu usap-usap punggung bayi sampai bayi bersendawa
(Dewi, 2015).
f. Lama dan Frekuensi Menyusui
Bayi memiliki jadwal menyusu yang harus diketahui oleh ibu,
biasanya bila bayi merasa lapar ia akan menangis minta disusui. Bayi
sebaiknya diberi selang waktu dua jam dari minumnya yang terakhir.
Jika bayi menangis terus menerus berilah dot dan sebotol air hangat.

55
Selanjutnya gendong dan usap-usaplah punggungnya hingga tertidur
pulas (Dewi, 2015).
Sebaiknya dalam menyusui bayi tidak dijadwal, sehingga
tindakan menyusui bayi dilakukan disetiap saat bayi membutuhkan,
karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus
menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain
(kencing, kepanasan/kedinginan atau sekedar ingin didekap) atau ibu
sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat
menyosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam
lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada awalnya, bayi
tidak memiliki pola yang teratur menyusui dan akan mempunyai pola
tertentu setelah 1-2 minggu kemudian (Gunanegara, 2018).
Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik, karena
isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI
selanjutnya. Dengan menyusui tanpa jadwal, sesuai kebutuhan bayi
akan mencegah timbulnya masalah menyusui. Ibu yang bekerja
dianjurkan agar lebih sering menyusui pada malam hari. Bila sering
disusukan pada malam hari akan memicu produksi ASI
(Puspitaningsih, 2017).
Menjaga keseimbangan besarnya kedua peyudara maka
sebaiknya setiap kali menyusui harus dengan kedua payudara. Pesan
kan kepada ibu agar berusaha menyusui sampai payudara terasa
kosong. Agar produksi ASI menjadi lebih baik.Setiap kali menyusui,
dimulai dengan payudara yang terakhir disusukan. Selama masa
menyusui sebaiknya ibu menggunakan kutang (BH) yang dapat
menyangga payudara, tetapi tidak terlalu ketat (Puspitaningsih,
2017).
g. Masalah dalam Menyusui pada ibu
1) Masalah masa antenatal (Rini, 2017)
Putting susu yang tidak menonjol sebenarnya tidak selalu
menjadi masalah. Secara umum, ibu tetap masih dapat menyusui

56
bayinya dan upaya selama antenatal umumnya kurang
berfaedah, seperti memanipulasi putting dengan perasat
Hoffman, menarik-narik putting, atau penggunaan breastshield
dan breastshell. Yang paling efisien untuk memperbaiki keadaan
ini adalah isapan langsung bayi yang kuat. Dalam hal ini,
sebaiknya ibu tidak melakukan apa-apa, tunggu saja sampai bayi
lahir. Segera setelah bayi lahir, ibu dapat melakukan:
a) Skin to skin contact dan biarkan bayi menghisap sedini
mungkin.
b) Biarkan bayi “mencari”putting susu, kemudian
menghisapnya.
c) Apabila putting benar-benar tidak muncul, dapat “ditarik”
dengan pompa putting susu (nipple puller) atau yang paling
sederhana modifikasi spuit injeksi 10 ml.
d) Jika tetap mengalami kesulitan, usahakan agar bayi tetap
disusui dengan sedikit penekanan pada areola mamae
dengan jari hingga terbentuk “dot” ketika memasukkan
putting susu ke dalam mulut bayi.
e) Bila terlalu penuh, ASI dapat diperas terlebih dahulu dan
diberikan dengan sendok atau cangkir, atau teteskan
langsung ke mulut bayi.
2) Pada masa setelah persalinan dini
a) Putting susu lecet Pada keadaan ini, seorang ibu sering
menghentikan proses menyusui karena sakit. Dalam hal ini,
yang perlu dilakukan oleh ibu adalah mengecek bagaimana
perlekatan ibu dan bayi, serta mengecek apakah terdapat
infeksi candida (di mulut bayi)
b) Payudara bengkak Sebelumnya, kita perlu membedakan
antara payudara penuh karena berisi ASI dengan payudara
bengkak. Pada payudara penuh, gejala yang dirasakan
pasien adalah rasa berat pada payudara, panas, dan keras,

57
sedangkan pada payudara bengkak akan terlihat payudara
odem, Pasien merasakan sakit, putting susu kencang, kulit
mengkilat walau tidak merah, ASI tidak akan keluar bila
diperiksa atau diisap, dan badan demam setelah 24 jam.
c) Abses Payudara (mastitis) Mastitis adalah peradangan pada
payudara. Ada 2 jenis mastitis, yaitu non-infective mastitis
(hanya karena pembendungan ASI/milk statis dan infective
mastitis (telah terinfeksi bakteri). Gejala yang ditemukan
adalah payudara menjadi merah, bengkak, kadang disertai
rasa nyeri dan panas, serta suhu meningkat.

3) Pada masa setelah persalinan lanjut


a) Sindrom ASI kurang
Ibu dan bayi dapat saling membantu agar produksi ASI
meningkat dan bayi dapat terus memberikan isapan
efektifnya. Pada keadaan tertentu, ketika produksi ASI
memang sangat tidak memadai, perlu upaya yang lebih,
misalnya relaksasi dan bila perlu dapat dilakukan pemberian
ASI suplementer.
Ibu yang bekerja Sering kali alasan pekerjaan membuat
seorang ibu merasa kesulitan untuk memberikan ASI secara
eksklusif. Banyak di antaranya disebabkan karena
ketidaktahuan dan kurangnya minat untuk meyusui
bayinya.
b) Pengeluaran ASI
Keluarkan ASI sebanyak mungkin dan tamping di dalam
cangkir atau gelas yang bersih. Meskipun langkah ini
kelihatannya sederhana, namun tidak ada salahnya jika
bidan/perawat memberikan bimbingan teknik memerah ASI
yang tepat.
h. Faktor-faktor yang mempengaruhi Ibu menyusui

58
Sikap dan keputusan ibu dalam memberikan ASI dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu pengalaman menyusui sebelumnya,
apakah ibu menyusui pertama kali atau tidak, apakah menyusui
sebelumnya pernah mengalami kegagalan atau tidak (kemampuan
dalam menyusui), adat istiadat atau pandangan budaya dan
kepercayaan dalam menyusui di tempat tinggal ibu, kebiasaan ibu
serta keluarga dalam menyusui, dukungan keluarga dan lingkungan
pada ibu untuk tetap menyusui, faktor pengetahuan, dan informasi
yang diterima ibu dan keluarga tentang manfaat ASI untuk bayi, ibu
dan keluarga, sikap dan penerimaan terhadap kelahiran, dukungan
dari petugas kesehatan tempat ibu melahirkan, motivasi untuk
memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya, faktor ibu bekerja
(pekerjaan ibu), usia ibu (Rini, 2017)
Faktor yang sangat berpengaruh terhadap pemberian ASI
adalah dukungan sosial keluarga dan motivasi menyusui. Rohani,
dkk (2013) menyatakan bahwa karakteristik ibu (pendidikan, ibu
bekerja, penggunaan kontrasepsi sesudah melahirkan, status
pernikahan), dan pendapatan keluarga berpengaruh terhadap
pemberian ASI, dan ibu dengan penyakit HIV juga merupakan faktor
yang mempengaruhi pemberian.

D. Luka Perineum
1. Perineum
Perineum merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit, yang
membentang antara komisura posterior dan anus. Panjangnya rata-rata 4 cm
(Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017). Menurut Icemi & Wahyu, (2013)
perineum adalah otot, kulit, dan jaringan yang ada diantara kelamin dan
anus.
2. Bentuk luka perineum
1) Episiotomi

59
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang
menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara,
jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan
kulit sebelah depan perineum. Episiotomi dilakukan bila terjadi
perenganggan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan terjadi
robekan perineum, umpama pada primipara, persalinan sungsang,
persalinan dengan cunam, ekstrasi vakum dan anak besar (Yekti
Satriyandari, 2017).
2) Ruptur
Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan di mana
kepala janin terlalu cepat lahir; persalinan tidak dipimpin sebagaimana
mestinya; sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut;
dan pada persalinan dengan distorsia bahu (Sugi Purwanti, 2015).
Bentuk ruptur biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit
dilakukan penjahitan. Berdasarkan tingkat keparahannya, menurut
Susiloningtyas (2018) trauma perineum dibagi menjadi derajat satu
hingga empat. Trauma derajat satu ditandai adanya luka pada lapisan
kulit dan lapisan mukosa saluran vagina dengan atau tanpa mengenai
kuit perineum. Perdarahannya biasanya sedikit. Trauma derajat dua
luka sudah mencapai otot perinei transversalis, tetapi tidak mengenai
otot sfingter ani. Trauma derajat tiga robekan mengenai perineum
sampai dengan otot sfingter ani. Pada trauma derajat empat telah
mencapai otot sfingter ani dan mukosa rektum sehingga perdarahannya
pun lebih banyak. (Sugi Purwanti, 2015).
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka perineum
a. Gizi Makanan harus mengandung gizi seimbang yaitu cukup kalori,
protein, cairan, sayuran dan buah-buahan (Handayani, 2014). Menurut
Handayani (2014), ibu nifas dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan
akan gizi sebagai berikut:
1) Mengkonsumsi makanan tambahan, kurang lebih 500 kalori tiap hari

60
2) Makan dengan diet gizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral
3) Minum sedikitnya 3 liter setiap hari
4) Mengkonsumsi tablet besi selama 40 hari post partum
5) Mengkonsumsi vitamin A 200.000 intra unit
b. Mobilisasi dini Mobilisasi dini dilakukan oleh semua ibu post partum,
baik ibu yang mengalami persalinan normal maupun persalinan dengan
tindakan. Adapun manfaat dari mobilisasi dini antara lain dapat
mempercepat proses pengeluaran lochea dan membantu proses
penyembuhan luka (Harahap, 2016).
c. Sosial ekonomi Pengaruh dari kondisi sosial ekonomi ibu dengan lama
penyembuhan perineum adalah keadaan fisik dan mental ibu dalam
melakukan aktifitas sehari-hari pasca persalinan. Jika ibu memiliki
tingkat sosial ekonomi yang rendah, bisa jadi penyembuhan luka
perineum berlangsung lama karena timbulnya rasa malas dalam
merawat diri (Harahap, 2016).
d. Pengetahuan
Menurut Yulizawati (2019) pengetahuan merupakan hasil “tahu”
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang. Suatu perbuatan yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perbuatan yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Menurut Yulizawati(2019) pengetahuan
merupakan hasil dari tahu untuk terbentuknya tindakan seseorang yang
mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Pengetahuan
yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu:
a) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat atau mengingat
kembali (recall) suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya atau
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.

61
b) Memahami (Comprehension) Suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan
materi tersebut secara benar.
c) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
rill (sebenarnya).
d) Analisis (Analysis) Kemampuan untuk menjabarkan materi atau
obyek ke dalam komponen‐komponen, tetapi masih ada kaitannya
satu sama lainnya.
e) Sintesis (Synthesis) Sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi‐formulasi yang ada.
f) Evaluasi (Evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan suatu justifikasi terhadap suatu materi atau objek.
Untuk mengukur tingkatan tahu diukur dengan cara menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman sendiri
maupun pengalaman yang didapat dari orang lain. Menurut hasil penelitian
milik Fathony (2017) makin tinggi kesadaran untuk berperan dan memberi
dampak positif terhadap kesehatan seseorang. Pengetahuan yang adekuat
tentang perawatan luka perineum dapat menimbulkan tindakan pada ibu
postpartum yaitu berupa pelaksanaan perawatan perineum yang baik dan
benar setelah persalinan. Perawatan perineum yang baik dan benar
menyebabkan penyembuhan luka akan lebih cepat atau normal. Faktor-
faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain :
a) Umur Usia dapat mempengaruhi pengetahuan, orang yang berusia
dewasa mungkin lebih sulit dilakukan modifikasi presepsi dan tingkah
lakunya dibandingkan dengan orang yang berusia belasan tahun.
b) Pendidikan mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan menentukan
mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan
yang mereka peroleh. Pada umumnya semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuannya. Pendidikan

62
yang lebih tinggi akan memberikan pengetahuan lebih besar sehingga
menghasilkan kebiasaan mempertahankan kesehatan lebih baik.
c) Informasi/ Media Massa Informasi adalah suatu teknik untuk
mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi,
mengumumkan, menganalisis dan menyebarkan informasi dengan
tujuan tertentu. Informasi mempengaruhi pengetahuan seseorang jika
sering mendapatkan informasi tentang suatu pembelajaran maka akan
menambah pengetahuan dan wawasannya, sedangkan seseorang yang
tidak sering menerima informasi tidak akan menambah pengetahuan
dan wawasannya ( Rahayu, 2016).
d) Pengalaman Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman orang lain
maupun diri sendiri sehingga pengalaman yang sudah diperoleh dapat
meningkatkan pengetahuan seseorang. Pengalaman seseorang tentang
suatu permasalahan akan membuat orang tersebut mengetahui
bagaimana cara menyelesaikan permasalahan dari pengalaman
sebelumnya yang telah dialami sehingga pengalaman yang didapat bisa
dijadikan sebagai pengetahuan apabila medapatkan masalah yang sama
( Rahayu, 2016).
e. Personal hygiene
1) Perawatan vulva Pada tiap klien masa postpartum dilakukan
perawatan vulva dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi
di daerah vulva, perineum maupun didalam uterus. Perawatan
vulva dilakukan dilakukan pada pagi dan sore hari sebelum mandi,
sesudah buang air kemih atau buang air besar. Cara perawatan
vulva adalah cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
perawatan luka, setelah BAK cebok ke arah depan dan setelah
BAB cebok ke arah belakang.
2) Mandi Ibu postpartum pasti melepas pembalut saat akan mandi, hal
tersebut mungkinkan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang
tertampung pada pembalut. Mandi dilakukan 2 kali sehari. Oleh

63
sebab itu, perlu dilakukan penggantian pembalut dan pembersihan
perineum (Fathony, 2017).
3) Setelah BAK (buang air kecil) Pada saat buang air kecil
kemungkinan besar bisa terjadi kontaminasi udara pada rektum
akibatnya bakteri dapat tumbuh pada perineum. Untuk itu
diperlukan pembersihan perineum (Fathony, 2017).
4) Setelah BAB (buang air besar) Pada saat buang air besar diperlukan
perawatan sisa-sisa kotoran disekitar anus untuk mencegah
timbulnya kontaminasi bakteri dari anus ke perinium yang letaknya
bersebelahan, maka diperlukan proses pembersihan anus dan
perineum secara keseluruhan (Fathony, 2017).

64
3. Perawatan luka perineum
a. Definisi perawatan luka perineum
Perawatan luka perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk
menyehatkan daerah antara paha dibatasi oleh vulva dan anus pada ibu
yang dalam masa masa postpartum.
b. Tujuan perawatan luka perineum Perawatan khusus perineal bagi
wanita setelah melahirkan untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan,
mencegah infeksi, dan meningkatkan penyembuhan (Fathony, 2017)
c. Kriteria penilaian penyembuhan luka perineum Menurut Handayani
(2014), penyembuhan luka perineum dikatakan membaik bila telah
terbentuknya jaringan baru yang menutupi luka perineum dalam
jangka waktu 6 hari postpartum. Kriteria penilaian penyembuhan
dikatakan cepat apabila luka sembuh dalam 6 hari dan lambat bila luka
sembuh lebih dari 6 hari.
Sedangkan Penyembuhan luka perineum adalah mulai
membaiknya luka perineum dengan terbentuknya jaringan baru yang
menutupi luka perineum dalam jangka waktu 6-7 hari postpartum.
Kriteria penilaian luka adalah:
a. Baik, jika luka kering, perineum menutup dan tidak ada tanda
infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa),
b. Sedang, jika luka basah, perineum menutup, tidak ada tanda-tanda
infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri,fungsioleosa)
c. Buruk, jika luka basah, perineum menutup/membuka dan ada tanda-
tanda infeksi merah,bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa).
Sedangkan menurut alur perubahan pascapartum Handayani
(2014), pada hari pertama perineum mengalami edema, bersih, utuh,
tepi episiotomi menutup dengan baik. Pada hari kedua edema
berkurang, utuh dan menyembuh. Edema akan mengilang pada hari
ketiga (Handayani, 2014). Pada 1 minggu setelah kepulangan luka
episiotomi bebas dari edema, area indurasi, kemerahan, dan eksudat;
tepi-tepi jaringan menyatu.

65
d. Cara merawat luka perineum
1) Persiapan yang diperlukan Air hangat, sabun, waslap, handuk kering
dan bersih, pembalut ganti yang secukupnya, dan celana dalam
yang bersih (Indrawti, 2018).
2) Cara perawatan luka perineum Menurut Indrawti (2018) merawat
luka perineum adalah sebagai berikut :
a) Cuci tangan dengan air mengalir. Berguna untuk mengurangi
risiko infeksi dengan menghilangkan mikroorganisme.
b) Lepas pembalut yang digunakan dari depan ke belakang.
Pembalut hendaknya diganti setiap 4-6 jam setiap sehari atau
setiap berkemih, defekasi dan mandi. Bila pembalut yang
dipakai ibu bukan pembalut habis pakai, pembalut dapat dipakai
dengan dicuci dan dijemur dibawah sinar matahari.
c) Cebok dari arah depan ke belakang.
d) Mencuci daerah genital dengan air bersih atau matang dan sabun
setiap kali habis BAK atau BAB.
e) Waslap dibasahi dan buat busa sabun lalu gosokkan perlahan
waslap yang sudah ada busa sabun tersebut ke seluruh lokasi
luka jahitan. Jangan takut dengan rasa nyeri, bila tidak
dibersihkan dengan benar maka darah kotor akan menempel
pada luka jahitan dan menjadi tempat kuman berkembang biak.
f) Bilas dengan air hangat dan ulangi sekali lagi sampai yakin
bahwa luka benar – benar bersih. Bila perlu lihat dengan cermin
kecil.
g) Keringkan dengan handuk kering atau tissue toilet dari depan ke
belakang dengan cara ditepuk
h) Kenakan pembalut baru yang bersih dan nyaman dan celana
dalam yang bersih dari bahan katun. Pasang pemalut perineum
baru dari depan ke belakang, jangan menyentuh bagian
permukaan dalam pembalut

66
i) Cuci tangan dengan air mengalir. Berguna untuk mengurangi
risiko infeksi dengan menghilangkan mikroorganisme.
e. Dampak perawatan perineum yang tidak benar Menurut Handayani,
(2014) perawatan perineum yang tidak tepat dapat mengakibatkan hal
berikut ini:
1. Infeksi Kondisi perineum yang terkena lochea dan lembab akan
sangat menunjang perkembangan bakteri yang dapat menyebabkan
timbulnya infeksi pada perineum.
2. Komplikasi Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat
pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat
berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih maupun
infeksi pada jalan lahir.
3. Kematian ibu post partum Penanganan komplikasi yang lambat
dapat menyebabkan terjadinya kematian pada ibu post partum
mengingat ibu post partum masih lemah.

E. Konsep Dasar Manajemen Kebidanan


1. Pengertian Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh
bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis,
mulai dari pengkajian, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. (Mufdlilah, 2016:74)
Manajemen kebidanan merupakan suatu metode atau bentuk
pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam memberi asuhan kebidanan.
Langkah-langkah dalam manajemen kebidanan menggambarkan alur pola
berpikir dan bertindak bidan dalam pengambilan keputusan klinis untuk
mengatasi masalah. (Salmah, 2016 :17)
2. Pendokumentasian asuhan kebidanan
Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian yang
dapat mengomunikasikan kepada orang lain mengenai asuhan yang telah
dilakukan dan yang akan dilakukan pada seorang klien, yang didalamnya

67
teriset proses berpikir yang sistematis seorang bidan dalam menghadapi
seorang klien sesuai langkah-langkah dalam proses manajemen
kebidanan.
Menurut Helen Varney, alur pikir bidan saat menghadapi klien
meliputi 7 langkah. Untuk mengetahui apa yang telah dilakukan oleh
seorang bidan melalui proses berpikir sistematis, didokumentasikan dalam
bentuk SOAP, yaitu:
S : Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien
melalui anamnesis sebagai langkah I Varney.
O : Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,
hasil laboratoriun dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data
fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkan I Varney.
A : Assesment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi
data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi:
Diagnosis/masalah, Antisipasi diagnosis/masalah potensial, Perlunya
tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/kolaborasi atau
rujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4 Varney.
P : Planning
Menggambarkan pendokumentasian dan tindakan (I) dan evaluasi
perencanaan berdasarkan assessment sebagai langkah 5, 6, dan 7
Varney. (Salmah, 2016 : 172)
Berdasarkan alasan penggunaan SOAP dalam pendokumentasian.
a. Pembuatan grafik metode SOAP merupakan perkembangan
informasi yang sistematis yang mengorganisasi penemuan dan
konklusi anda menjadi suatu rencana asuhan.
b. Metode ini merupakan intisari dari proses penatalaksanaan
kebidanan untuk tujuan mengadakan pendokumentasian asuhan.

68
c. SOAP merupakan urutan yang dapat membantu bidan dalam
mengorganisasi pikiran dan memberi asuhan yang menyeluruh.
(Salmah, 2016:172)

69
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS FISIOLOGIS


PADA NY.L DENGAN P1A0H1 POST PARTUM NORMAL HARI KEDUA DI
PUSKESMAS AMPENAN

PENGKAJIAN

Tanggal: 02 Maret 2024 Jam: 18:00 Wita

IDENTITAS PASIEN

Nama Istri Ny “L” Nama Suami Tn “M”


Umur 28 Tahun Umur 29 Tahun
Agama Islam Agama Islam
Pendidikan D3 Pendidikan S1
Pekerjaan Swasta Pekerjaan Swasta
Suku Bangsa Sasak Suku Bangsa Sasak
Alamat Kampung Bugis Alamat Kampung Bugis

A. DATA SUBYEKTIF
1. Keluhan Utama : Ibu mengatakan masih terasa nyeri pada jahitan
luka jalan lahir.
2. Riwayat perkawinan :
a. Menikah 1 kali, pernikahan ke-1, umur saat menikah 27 tahun, lama
pernikahan ± 1 tahun.
3. Riwayat Menstruasi
a. Menarche usia 12 tahun, siklus haid teratur, lama 6-7 hari, konsistensi
pengeluaran darah encer, bau tidak ada, flour albus tidak, disminore
kadang-kadang, banyaknya 2-3 kali ganti pembalut.
b. HPHT : 26-05-2023
c. HPL : 07-03-2024
d. Usia Kehamilan : 39-40 minggu

70
4. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas

Persalinan Nifas
Ha
mil Komplikasi
ke- Tgl Jenis J BB
UK Penolong Perd Laktasi
Lahir Persalinan K Lahir
Ibu Bayi komplikasi

9
1 Ini
bln

5. Riwayat Kontrasepsi

No Jenis Mulai memakai Berhenti/ganti cara


Kontrasepsi
Tgl Oleh Tempat Keluhan Tgl oleh tempat alasan

6. Rencana Kontrasepsi : -
7. Riwayat Kesehatan
a. Penyakit sistemik, menurun,menular yang pernah/sedang diderita
(jantung,asma,TBC,ginjal,DM,malaria,HIV/AIDS) : Tidak Ada
b. Penyakit yang pernah/sedang di derita keluarga : Tidak Ada
c. Riwayat Operasi : Tidak Ada
d. Riwayat Kembar, cacat : Tidak Ada
8. Riwayat PersalinanTerakhir
a. Keadaan Ibu
1) Masa Kehamilan : 39-40 minggu
2) Tempat Persalinan : PKM Ampenan , Penolong : Bidan
3) Jenis Persalinan (spontan/tindakan, atas indikasi) : Spontan
4) Komplikasi (partus lama,KPD,dll) : Tidak Ada

71
5) Proses Persalinan

Kala
Pengeluaran Kejadian/ Tindakan
Persalina Lama Ket
Pervaginam Indikasi Oleh
n

I 8 jam Lendir Tidak ada bidan


campur darah

II 25 Bayi Tidak ada bidan


menit

III 18 Plasenta Tidak ada bidan


menit

IV 2 jam Tidak ada Tidak ada Bidan

b. Keadaan Bayi
1) Tanggal Lahir/jam :01 Maret 2024 / 19.08 wita
2) Antropometri :BB: 2800 gram, PB: 50 cm, JK:
Laki Laki, Hidup
3) Keadaan secara umum : Baik
4) Rawat gabung/tidak : Ya
9. Kebutuhan Fisik
a. Nutrisi

Sebelum Nifas Sesudah Nifas


Makan/minum 3x sehari / 8-9 gelas
3-4 x sehari/10 gelas perhari
terakhir sehari
Porsi 1 piring 1 piring
Nasi ,ikan, Nasi,
Jenis sayur,tempe,tahu, ikan,sayuran,tempe,tahu,telur,buah-
buah-buahan buahan,ayam,daging
Pantangan Tidak ada Tidak ada
Masalah Tidak ada Tidak ada

b. Eliminasi

72
BAB BAK
Konsistensi Lunak Cair
Warna Kekuningan Jernih kekuningan
Kesulitan Tidak ada Tidak ada

c. Istirahat/tidur ( dalam satu hari terakhir)


1) Siang : 1-2 jam
2) Malam : 5-6 jam
d. Personal hygiene
1) Mandi :2 x sehari
2) Keramas :2 x seminggu
3) Sikat gigi :2 x sehari
4) Ganti pakaian : 2 kali sehari
5) Ganti celana dalam : 3 x sehari

e. Hubungan seksual : belum dilakukan


f. Kebiasaan yang merugikan : suami di rumah merokok.
g. Pola menyusui : ibu tetap menyusui bayinya setiap 2 jam sekali

73
3) Keadaan psikososial spiritual
a. Penerimaan ibu terhadap kelahiran bayi : ibu merasa bahagia dengan
kehadiran bayinya
b. Tanggapan ibu dan keluarga terhadap kelahiran bayi: keluarga ,merasa
bahagia karena ibu dan bayi sehat
c. Tanggapan ibu terhadap masa nifas: ibu dalam keadaan baik dan sehat
d. Ketaatan ibu beribadah: ibu belum bisa dikarenakan masih dalam masa
nifas
e. Coping/Pemecahan masalah dari ibu:Dengan cara berdiskusi dengan
suami dan keluarga
f. Tingkat pengetahuan ibu :
-Hal yang sudah diketahui oleh ibu yaitu pentingnya pemeriksaan
kehamilan di Fasilitas Kesehatan, tanda bahaya pada ibu nifas.
-Hal yang belum diketahui oleh ibu yaitu posisi menyusui yang benar,
makanan yang mempercepat penyembuhan luka jalan lahir.
-Hal yang ingin diketahui oleh ibu yaitu cara mengatasi nyeri luka
perineum dan perawatan pada luka jalan lahir.

B. DATA OBYEKTIF
1. PemeriksaanUmum
a. KeadaanUmum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Tanda-tanda vital
Tekanan darah :110/80mmHg Suhu :36,6oC
Respirasi :20x/menit Nadi :85x/menit
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
(Rambut hitam,bersih,tidak ada edema/cloasma pada muka, sclera
bersih tidak kuning, konjungtiva tidak pucat, hidung bersih, mulut
bersih, lembab, gigi tidak ada karies,,lidah bersih, gusi merah muda,
telinga simetris ,bersih tidak ada pengeluaran cairan).

74
b. Leher
(Tidak ada pembesaran pada kelenjar tyroid, tidak ada pembesaran
kelenjar getah bening, tidak ada bendungan vena jugularis)
c. Dada/payudara
(Bentuk simetris,Areola hiperpegmentasi, Putting Susu
menonjol ,pengeluaran ASI, Massa/Benjolan tidak ada, tidak ada lecet
pada puting susu )
d. Abdomen
(Luka Bekas Operasi tidak ada, Kandung Kemih kosong, Kontraksi
uterus baik ,TFU 3 jari atas sympisis)
e. Genetalia Eksterna
(kebersihan vagina bersih, tidak ada edema dan varises, perinieum ada
jahitan derajat dua (mukosa, otot perineum, dan kulit perineum)
pengeluaran lochea berwarna kuning tidak mengandung darah(serosa)
f. Anus (hemoroid) : Tidak Ada
g. Ekstremitas
(tidak ada edema, tidak kelainan, tidak ada varices, warna kuku merah
muda, reflesk patella positif)
3. Pemeriksaan Penunjang
HB : 12,3 gr %
4. Terapi Yang di dapat: memberikan ibu pendidikan kesehatan mengenai
cara mengatasi nyeri jahitan luka perineum
C. ANALISA DATA
1. Diagnosa Kebidanan : P1A0H1 Post Partum Normal Hari kedua
2. Masalah : Nyeri pada luka jahitan perineum.
3. Kebutuhan : KIE tentang cara mengatasi nyeri luka perineum
D. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan semua dalam batas normal, dengan
hasil pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah: 110/80 mmHg, nadi
85x/m, respirasi 20x/m, dan suhunya 36,6°C.
Hasil : Ibu sudah mengerti dengan keadaannya.

75
2. Menjelaskan kepada ibu tentang cara mengatasi nyeri luka jahitan
perineum yaitu dengan teknik memberikan kompres dingin pada bagian
tubuh luar yang terasa nyeri. Kompres dingin ini dilakukan selama 20
menit . Bisa dilakukan berulang sampai nyeri sudah tidak terasa lagi.
Hasil : Ibu sangat memahami penjelasan yang disampaikan oleh bidan dan
berjanji akan melaksanakannya dirumah.
3. Menjelaskan kepada ibu tentang cara mempercepat penyembuhan luka
jahitan perineum dari segi makanan yang mengandung protein seperti
sering mengkonsumsi putih telur, selain putih telur disebutkan lagi dalam
beberapa penelitian mengkonsumsi ikan, tempe, tahu, dan kacang-
kacangan dapat mempercepat proses penyembuhan luka jahitan perineum.
Hasil : Ibu mengerti penjelasan yang disampaikan oleh bidan dan berjanji
akan mengikuti anjuran bidan.
4. Menjelaskan kepada ibu cara perawatan luka perineum yaitu dengan
memberikan bethadine menggunakan kasa steril pada luka jahitan ibu.
Penggunaannya ini dapat dilakukan setiap 2 kali sehari pada saat mandi.
Tujuan dilakukan perawatan luka ini yaitu agar luka perineum ibu cepat
kering atau sembuh. Selain itu juga ibu lebih sering bergerak dan tetap
menjaga kebersihan jalan lahir ibu.
Hasil : ibu mengerti dengan penjelasan yang disampaikan oleh bidan dan
akan melakukan tindakan mengompres betadine keluka jalan lahirnya.
5. Memberikan konseling tentang personal hygiene pada ibu yakni pada saat
membersihkan alat kelamin harus dengan air bersih dan sabun serta dari
arah atas ke bawah(dari depan kebelakang). Ibu disarankan juga untuk
sering membersihkan setiap kali BAB/BAK agar dapat mengurangi
kejadian infeksi luka perineum,ibu dianjurkan untuk mengganti pembalut
mnimal dua kali sehari agar daerah genetalia tidak lembab dan terhindar
dari infeksi.
Hasil : ibu mengerti dengan penjelasan yang disampaikan oleh bidan.
6. Mengajarkan ibu untuk teknik menyusui yang tepat dan benar
a. Posisi menyusui yang benar

76
1) Cuci tangan bersih dengan sabun dan air mengalir
2) Posisikan ibu dengan posisi yang benar dan usahakan duduk dan
kaki tidak menggantung
3) Posisikan bayi dengan benar
a) Bayi dipegang dengan satu tangan, kepala bayi diletakkan de
kat dengan lengkungan siku ibu, bokong bayi ditahan dengan
telapak tangan ibu
b) Tubuh bayi usahakan menempel dengan tubuh ibu
c) Mulut bayi tepat berada di depan putting ibu
d) Lengan bayi yang berada dibawah merangkul tubuh ibu, tang
an yang di atas boleh dipegang oleh atau berada di dada ibu
e) Badan bayi berada di satu garis lurus
4) ASI dikeluarkan sedikit dan dioleskan di sekitar putting sebagai a
ntiseptik atau untuk mensetrilkan bagian putting ibu sebelum me
nyusui bayinya
5) Bibir bayi dirangsang dengan putting ibu dan akan pada saat me
mbuka lebar segera masukan putting ibu kedalam mulut bayi tapi
usahakan dimasukan sampai kebagian areolanya.
6) Cek apakah perlekatan sudah tepat
a) Dagu menempel ke payudara ibu
b) Mulut terbuka lebar
c) Sebagian besar areola terutama yang berada di bawah, masuk
an ke dalam mulut bayi
d) Bibir bawah bayi terlipat keluar
e) Pipi bayi tidak kempot seperti sedang menyedot
f) Tidak ada terdengar suara decapan, hanya boleh ada bunyi m
enelan
g) Ibu tidak merasa kesakitan
h) Bayi tenang

Hasil : Ibu mengerti dan bersedia melakukannya

77
7. Memberitahu ibu bahwa akan dilakukan kunjungan ulang ibu nifas atau
KF 4 diantara hari ke 16 masa nifas atau jika ibu mengalami tanda
bahaya masa nifas seperti keluar cairan berbau dari jalan lahir, payudara
bengkak disertai rasa sakit, bengkak di wajah, tangan dan kaki serta
kejang-kejang atau demam lebih dari dua hari maka ibu harus segera ke
fasilitas kesehatan terdekat.
Hasil ibu sudah mengerti penjelasan bidan serta mengetahui jadwal
kunjungan ulang dan bersedia di datangi untuk kunjungan ulang.

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama
pasien:Ny”L”

Tanggal/ Jam Catatan perkembangan (SOAP) Nama dan


Paraf

01/03/2024 S: ibu mengatakan sudah tidak ada keluhan dan Nia


luka jahitan sudah tidak terasa nyeri lagi
19.35 wita
O: K/U ibu baik, kesadaran composmentis, emosi
stabil.
TD:120/80 mmHg, N:80x/m, Rr:21x/m,
S:36,7°C
TFU: Tidak teraba lagi.
Lochea Alba (warna putih), luka jahitan bagus
sudah kering serta tidak berbau serta tidak ada
tanda tanda infeksi.
A:P1A0H1 Post Partum Normal hari ke 2
P:1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa
semua hasil pemeriksaan yang didapatkan
dalam batas normal tidak ditemukan adanya
masalah.
2. Memberikan ibu KIE sesuai kebutuhannya
yaitu tentang cara memerah ASI dan
mengevaluasi ibu untuk teknik menyusui yang
benar (menggunakan media leaflet, Leaflet

78
terlampir).
3. Memberitahu ibu untuk tetap memberikan
ASI saja(ASI eksklusif) kepada bayinya
sampai usia 6 bulan (menggunakan media
leaflet, Leaflet terlampir)
4. Mengingatkan ibu untuk tetap menjaga
kebersihan atau personal hygiene dan
mengingat tanda-tanda bahaya masa nifas atau
sering membaca buku KIA.
5. Memberitahu ibu bahwa akan dilakukan
kunjungan ulang yaitu diantara hari ke 29-42
pasca salin atau pada masa nifas.

BAB IV
PEMBAHASAN

79
Pembahasan dalam laporan ini dimaksudkan untuk membandingkan antara
teori yang ada dengan praktek dalam asuhan kebidanan yang diberikan pada Ny. L
umur 28 tahun post partum, sebagai berikut:

Anamnesa pada kasus Ny. L ibu nifas dilakukan dengan metode auto
anamnesa karena secara fisik maupun psikologis melakukan komunikasi dengan
baik. Saat melakukan asuhan kebidanan nifas pada Ny. L dicantumkan tanggal,
jam dan tempat seperti yang dituliskan dalam lembar tinjauan kasus.

a. Data Subjektif
Kunjungan Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya
plasenta sampai alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil normal masa
nifas berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari (Eka Puspita Sari, dkk.,
2014) kunjungan nifas yang ketiga yaitu hari kedelapan setelah persalinan,
asuhan yang diberikan adalah menanyakan kesulitan-kesulitan yang dialami
ibu selama masa nifas. Pada saat ini keadaan ibu sudah mulai membaik
uterus teraba 3 jari atas sympisis, terdapat nyeri pada luka jahitan perineum,
kebutuhan nutrisi ibu dan pemberian ASI harus tetap dilakukan. Data
subjektif yang ditemukan pada Ibu nifas hari kedelapan yaitu ibu
mengatakan keluhannya saat ini yaitu nyeri pada luka jahitan perineum.
Menurut (Kusumaningsih, 2014:2) luka pada perineum dapat
mengakibatkan perih bila buang air kecil, dengan demikian akan
mengakibatkan perasaan tidak nyaman bagi ibu yaitu nyeri, menghambat
mobilisasi, takut buang air kecil dan buang air besar, dan juga mengganggu
ikatan ibu dan bayi selama masa post partum. Nyeri adalah bersifat
subyektif, karena hanya pada orang tersebut yang bisa mengutarakan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang didalamnya. Nyeri merupakan kondisi berupa
perasaan yang tidak menyenangkan atau bersifat negative, dan setiap orang
berbeda dalam hal skala atau tingkatannya (Uliyah, dan Hidayat, 2015:115)
b. Data Obyektif

80
Pemeriksaan yang dilakukan pada Ny. L didapatkan hasil keadaan
umum ibu baik, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 85 x/m, pernafasan 20
x/m, suhu 36,6 °C, kelopak mata ibu tidak pucat, konjungtiva merah
muda, sklera putih, pada mammae colostrum/ASI (+), puting susu
menonjol,tidak terdapat lecet pada putting susu ibu ,tidak ada merasakan
benjolan, tidak terasa nyeri pada putting susu, kebersihan baik, hasil
pemeriksaan ada luka jahitan , TFU 3 jari atas sympisis , lochea serosa
berwarna kekuningan.
Menurut Indriyani (2013) proses involusi uterus disertai dengan
penurunan tinggi fundus uteri pada saat bayi baru lahir yaitu setinggi
pusat, pada 2-3 hari postpartum tinggi fundus uteri 3 jari dibawah pusat,
pada postpartum 1 minggu tinggi fundus uteri pertengahan symphisis
pusat, pada 2 minggu dan 6 minggu sudah tidak teraba lagi.
Lochea Serosa Sesuai yang muncul pada hari kedelapan post partum s
ampai hari keempat belas. Warnanya kekuningan yang mengandung sediki
t darah dan lebih banyak serum,juga terdiri dari leukosit dan robekan laser
asi plasenta . (Budiman, 2017).
c. Analisa
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan dari data subjektif dan
objektif sehingga diperoleh analisa yaitu Ny. L umur 28 tahun P1A0H1
nifas normal hari kedelapan.
Varney & Jan M.K (2010) mengungkapkan bahwa Analisa data
dilakukan setelah melakukan anamnesa data subjektif dan anamnesa data
objektif. Analisis di dalamnya mencangkup diagnosis actual, diagnosis
masalah potensial serta seperlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan
segera untuk antisipasi masalah.

d. Penatalaksanaan

81
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 02 Maret
2024 pukul 19.00 WITA, penatalaksanaan yang diberikan kepada Ny. L
yaitu:
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan semua dalam batas normal, Hal
ini dimaksudkan agar ibu mengetahui tentang kondisinya karena hal
tersebut merupakan hak yang harus didapatkan oleh ibu dari tenaga
kesehatan sesuai dengan Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang
kesehatan dimana pasien memiliki hak atas informasi tentang data
kesehatan dirinya, hak memberikan persetujuan tindakan medis, hak
atas rahasia kedokteran dan hak atas pendapat kedua.

2. Menjelaskan kepada ibu tentang nyeri luka jahitan perineum.


Penatalaksanaan nyeri dapat di lakukan dengan 2 cara yaitu bisa
dengan cara farmakologis yaitu dengan obat-obatan dan
nonfarmakologis yang terdiri dari berbagai tindakan yaitu stimulasi
fisik maupun perilaku kognitif. Penanganan fisik meliputi stimulasi
kulit (massase), kompres, stimulasi kontralateral, pijat refleksi dan
imobilisasi, intervensi perilaku kognitif meliputi tindakan distraksi,
teknik relaksasi dan sentuhan terapeutik (Tamsuri, 2016). Menurut
Potter dan Patricia (2015) metode sederhana yang dapat di gunakan
untuk mengurangi nyeri yang secara alamiah yaitu dengan
memberikan kompres dingin pada luka, ini merupakan alternatif
pilihan yang alamiah dan sederhana yang dengan cepat mengurangi
rasa nyeri selain dengan memakai obat-obatan. Cara pemakaian
metode kompres dingin, yaitu memberikan rasa dingin pada klien
dengan menggunakan kantung es atau air es pada tubuh yang terasa
nyeri atau pada bagian tubuh yang membutuhkan.

3. Menjelaskan kepada ibu tentang perawatan luka jahitan perineum.


Menurut Notoatmodjo (2012) menyebutkan pengetahuan merupakan

82
domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan.
Pengetahuan yang adekuat tentang perawatan luka perineum pada ibu
postpartum dapat menimbulkan tindakan perawatan luka perineum
yang baik dan benar. Hal ini juga pernah diteliti oleh Dian Nurafifah
(2016) perawatan luka jahitan perineum dapat dilakukan dengan
pemberian Povidone Iodine 10% pada ibu post partum yang
mengalami luka jahitan perineum. Dimana antiseptic providone iodine
merupakan ikatan antara iodine dengan polypinyl pyrolidone.
Kegunaan antiseptic untuk semua kulit dan mukosa, serta untuk
mencuci luka kotor, untuk irigasi daerah-daerah tubuh yang terinfeksi
dan mencegah infeksi. Providone iodine 10% dapt mempercepat
penyembuhan luka perineum dengan menghambat perkembangbiakan
dari bakteri atau jamur yang bearada dekat pada luka (Darmadi, 2013).

4. Memberikan konseling tentang personal hygiene. Menurut Handayani


(2014) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pengetahuan gizi dan
personal hygiene berpengaruh terhadap penyembuhan luka perineum d
i Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Zainoel Abidin Banda Aceh. Fase pe
nyembuhan luka tergantung pada beberapa factor , antara lain pengetah
uan, personal hygiene, mobilisasi dini, gizi, status ekonomi, dan cara p
erawatan yang benar.

5. Memberitahu ibu tentang teknik menyusui yang benar. Menurut Handa


yani (2014), Teknik menyusui yang tidak benar dapat mengakibatkan p
utting susu menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempeng
aruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu. Salah satu
upaya untuk mencegah putting susu lecet adalah dengan
memperhatikan posisi atau teknik menyusui yang benar, jika putting
susu mengalami kelecetan maka ibu bisa mengoleskan air susunya saat
setelah menyusu, karena ASI yang diproduksi oleh tubuh ibu

83
mengandung anti-bakteri, sehingga bisa digunakan untuk mengobati
putting susu lecet dan dapat mengurangi rasa sakitnya (Reni, 2014).

6. Memberitahu ibu bahwa akan dilakukan kunjungan ulang ibu nifas


atau KF 4 pada hari ke 22 masa nifas.
Hasil ibu sudah mengetahui jadwal kunjungan ulang dan bersedia di
datangi untuk kunjungan ulang.

BAB V
PENUTUP

84
A. Kesimpulan
Setelah melakukan Asuhan kebidanan Komprehenssif dengan pendekatan
holistik pada kasus Nifas Dan menyusui Ny “L”, penyusun telah mampu
menerapkan manajemen SOAP, meliputi:
1. Mahasiswa telah mampu melakukan pengumpulan data subyektif pada Ny.
L dengan Nifas dan menyusui fisiologis
2. Mahasiswa telah mampu melakukan pengumpulan data obyektif pada Ny.
L dengan Nifas dan menyusui fisiologis
3. Mahasiswa telah mampu melakukan analisa data pada Ny. L dengan Nifas
dan menyusui fisiologis
4. Mahasiswa telah mampu melakukan pengumpulan pada Ny. L dengan
Nifas dan menyusui fisiologis

B. Saran
1. Bagi penulis
Diharapkan dengan mempelajari teori penulis dapat mengerti tentang
penanganan dan pencegahan kegawatdaruratan pada maternal dan neonatal
dalam kasus Masa Nifas serta dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dan
menurunkan angka kematian terkhususnya pada ibu dan bayi.
2. Bagi institusi Pendidikan
Diharapkan bisa menjadi bahan dokumentasi, bahan perbandingan dan
evaluasi dalam pelaksanaan program study selanjutnya dalam kasus Masa
Nifas dan menyusui.
3. Bagi mahasiswa kebidanan Poltekkes Mataram
Diharapkan semua mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam menerapkan asuhan kebidanan yang Profesional,
dengan baik dan benar, mahasiswa lebih memahami ilmu pengetahuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan yang up to date.
4. Bagi tempat praktik

85
Diharapkan bidan tetap melaksanakan setiap pelayanan kebidanan
dengan baik dan selalu berpegang pada standar asuhan kebidanan agar
tercipta ibu yang sehat untuk generasi yang sehat juga.

86
DAFTAR PUSTAKA

Alessandro Favilli, Valentina Tosto, Margherita Ceccobelli, Fabio Parazzini,


Massimo Franchi, V. B. & S. G. (2021) „Risk factors for non-adherent
retained placenta after vaginal delivery: a systematic review‟, BMC
Pregnancy and Childbirth, 21(268), pp. 2–13.

Budiman, D. M. (2017) „Perdarahan Post Partum Dini e.c Retensio Plasenta‟,


Jurnal Medula Unila, 7(3), pp. 6–10.

Dewi VNL. Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Salemba Medika; 2015.

Fathony, Z 2017,. Hubungan Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang Perawatan Lu


ka Perineum Dengan Kebersihan Luka Perineum Pada Masa Postpartum H
ari Ke-2 Di Ruang VK Bersalin Rumah Sakit Islam Banjarmasin, Jurnal Of
Midwiferi and Reproduction , Vol.1, hal.10-14

Gunanegara, RF,.,Suryawan, A., Sastrawinata, US, 2018., Efektifitas Ekstrak Dau


n Katuk Dalam Produksi ASI Untuk Keberhasilan Menyusui. JKM,2(9),10
5-17

Harahap, U. M. (2016) „Hubungan Usia Dengan Kejadian Retensio Plasenta Pada


Ibu Bersalin Di Rumah Sakit Daerah Kolonel Abundjani Tahun 2015-
2016‟, Jurnal Kesehatan dan Sains Terapan STIKes Merangin, 2(2), pp.
12–21.
Handayani, Y. (2014). Faktot-Faktor yang Mempengruhi Penyembuhan Luka
Perineum Pada Ibu Post Partum Di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr.Zainoel Abidin Banda Aceh . Skripsi . Diakses pada tanggal 12 Januari
2018. Dari http://simtakp.uui.ac.id//dockti/YULIA-HANDAYANI-
SKRIPSI.pdf.

Hutagaol HS, Darwin E, Yantri E. Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini (IMD) terhada
p Suhu dan Kehilangan Panas pada Bayi Baru Lahir. J Kesehat Andalas. 20
14;3(3):332-338. doi:10.25077/jka.v3i3.113

Indiarti MT, Khotimah Wahyudi. 2015. Buku Babon Kehamilan. Yogyakarta:


Indoliterasi.

Indrawti, U,2018, Pengaruh Kombinasi Teknik Relaksasi Genggam Jari dan


Kompres Dingin Terhadap Perubahan Persepsi Nyeri Pada Pasien Pasca
Operasi Fraktur di RSUD Jombang, Yogyakarta, h.3-4.

JNPK-KR. 2016. Asuhan Esensial Bagi Ibu Bersalin dan Bayi Baru Lahir Serta
Penatalaksanaan Komplikasi Segera Pasca Persalinan dan Nifas. Jakarta

87
Kemenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Depkes RI; 20
21.

Lissauer, T. &Fanaroff AA. Glance Neonatologi. 2nd ed. Erlangga; 2013.

Lowry. Buku Saku Pediatri Dan Neonatologi. EGC; 2014.

Mutiara, T, 2012. Uji Efek Pelancar ASI Tepung Daun Kelor (Moringa Oilefera)
Pada Tikus Putih Galur Wistar. Laporan Hasil Penelitian Disertasi Doktor.
Malang.

Mochtar, R & Sofian A. Sinopsis Obstetric Fisiologi Dan Patologi. EGC; 2012.

Oktarina, Mika. "Pelaksanaan Personal Hygiene pada ibu nifas di wilayah kerja
puskesmas Basuki Rahmat Kota Bengkulu." SEMINAR NASIONAL
KESEHATAN. 2017.

Potter, Patricia A. Buku ajar fundamental keperawatan. EGC. Jakarta: 2015.


Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 201
4.

Presiden Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Kebidanan No 4 Tahun 20


19. Kementrian Kesehat Republik Indones. 2019;(004078).

Puspitaningsih, Dwiharini. "Faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang


pemenuhan kebutuhan nutrisi pada ibu nifas." Hospital Majapahit
(JURNAL ILMIAH KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN
MAJAPAHIT MOJOKERTO) 9.2 (2017).

PWS KIA Puskesmas Pagesangan Tahun 2021

Rahayu, Yayu Puji, Sarkiah Sarkiah, and Nuning Dwi Utari. "Hubungan Motivasi
Ibu dan Dukungan Keluarga dengan Kunjungan Nifas Lengkap di Wilayah
Kerja Puskesmas Beruntung Raya Kota Banjarmasin." DINAMIKA
KESEHATAN: JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN 7.2 (2016):
266-278.

Rini, S., & Kumala, F. (2017). Panduan Asuhan Nifas dan Evidence Based
Practice. Deepublish.

Rohani, Saswita, R. & M. Asuhan Kebidananpada MasaPersalinan. Salemba Me


dika; 2013.

Rohmin, A., Octariani, B., & Jania, M. (2017). Faktor Risiko yang Mempengaruhi
Lama Penyembuhan Luka Perineum pada Ibu Post Partum (Risk Factor
Affecting the Period of Perineal Wound Healing in Postpartum Mothers).
Jurnal Kesehatan, 8(3), 449–454. https://doi.org/10.26630/jk.v8i3.660

88
Sulistyawati dan Nugraheny. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Salemba Me
dika; 2013.

Susiloningtyas I, Purwanti Y. KAJIAN PENGARUH MANAJEMEN AKTIF KA


LA III TERHADAP PENCEGAHAN PERDARAHAN POSTPARTUM. P
ublished online 2018.

Sugi Purwanti; Yuli Trisnawati (2015) „Determinan Faktor Penyebab Kejadian


Perdarahan Post Partum Karena Atonia Uteri‟, Jurnal Ilmiah Kebidanan,
6(1), pp. 97–107.

Tamsuri, Anas. Konsep dan penatalaksanaan nyeri. EGC. Jakarta: 2016

Wahida, Nurul J. 2017. Adaptasi Fisiologi Psikologi Persalinan. Diakses melalui


:http://www.academia.edu/32411861/
ADAPTASI_FISIOLOGI_PSIKOLOGI_PERSALINAN

Y.Ardhiyanti, S. S. (2016) „Faktor Ibu yang Berhubungan dengan Kejadian


Persalinan Lama di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru‟, Jurnal Kesehatan
Komunitas, 3(2), pp. 83–87.

Yekti Satriyandari, N. R. H. (2017) „Faktor-Faktor Yang Mempengaruhikejadian


Perdarahan Postpartum‟, Journal of Health Studies, 1(1), pp. 49–64.

Yulizawati, Lusiana El Sinta. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada


Persalinan.Sidoarjo: Indomedia Pustaka

89

Anda mungkin juga menyukai