Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN KASUS KELOMPOK

LAPORAN KASUS KEGAWATDARURATAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS NY. F DENGAN PREEKLAMPSIA


BERAT DI RSU KAB. TANGERANG
TAHUN 2021

DISUSUN OLEH KELOMPOK RS :

1. Angel Oktavin Loanida P3.73.24.2.19.041


2. Erika Oktaviyanti P3.73.24.2.19.056
3. Eva Saputri P3.73.24.2.19.057
4. Nada Choirunnisa P3.73.24.2.19.065
5. Nurita Permata Dewi P3.73.24.2.19.072
6. Rini Aulia P3.73.24.2.19.074

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA III
JURUSAN KEBIDANAN
PRODI D.III KEBIDANAN
TAHUN 2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Laporan Kasus Kelompok Kegawatdaruratan “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas
Ny.F Usia Kehamilan 35 Minggu dengan Preeklampsia Berat di RSU Kab Tangerang”

Laporan kasus ini telah diperbaiki oleh penulis sesuai dengan masukkan Pembimbing Lahan
Praktik dan Dosen Pembimbing Praktik untuk di setujui sebagai Laporan Tugas Kelompok
Praktik Klinik Kebidanan II.

Jakarta, 10 Oktober 2021

Mengetahui, Menyetujui,
Pembimbing Lahan Praktik Dosen Pembimbing Praktik Institusi

Ns.Tuti Wayuningsih,S.Kep Hj. Sri Mulyati, S.Pd, M.MKes


NIP: 196809051997022002 NIP: 196511111990012001

2
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmad dan
karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga laporan studi kasus dengan
judul “Asuhan Kebidanan Pada Ny.F Usia Kehamilan 35 Minggu dengan
Preeklampsia Berat di RSU Kab Tangerang” tanpa nikmat yang diberikan oleh-Nya
sekiranya penulis tidak akan mampu untuk menyelesaikan Laporan Studi Kasus ini.

Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada-Nya junjungan Nabi


Muhammad. Saw, semoga atas izin Allah SWT penulis dan teman-teman seperjuangan
semua mendapatkan syafaatnya nanti. Amin Ya Rabbal Alamin.

Dalam menyelesaikan laporan studi kasus ini, penulis banyak sekali


mendapatkan dukungan, masukan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik
secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis
ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Yupi Supartini, Skp., MSc selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes


Jakarta III
2. Erika Yulita Ichwan, SST, M.Keb selaku Ketua Jurusan Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Jakarta III
3. Hamidah, S.Pd, M.Kes, selaku Ketua Program Studi D III Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Jakarta III
4. Junengsih, SST, MKM, selaku dosen Pembimbing Institusi Praktik Klinik
Kebidanan II, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Jakarta III
yang telah memberikan waktu dalam mendampingi, memberikan
pengarahan, motivasi dan bimbingan dalam proses pemberian Asuhan
Kebidanan dari dalam penyusunan laporan ini.
5. Bu Hj. Tuti Wahyuningsih, S. Kep, M. Kep selaku CI tempat pengambilan
Studi Kasus di RSU Tanggerang.
6. Bu Hj. Sri Mulyani, S. Pd, M. Kes selaku kepala ruang pembimbing lahan
praktik di RSU Tanggerang yang telah mengizinkan, membimbing dan
membantu penulis dalam melaksanakan asuhan kebidanan kepada pasien.

3
7. Ny. F dan Tn. S beserta keluarga yang telah bersedia dan terbuka
membantu terlaksanannya studi kasus ini
8. Orang tua Kami tercinta, dan saudara – saudara kami yang telah
memberikan dukungan baik moril maupun materil, serta kasih sayang yang
tiada terkira dan doa yang tiada henti dalam setiap langkah penulis. Mereka
adalah alasan utama bagi pennulis untuk segera menyelesaikan tugas
praktik klinik kebidanan II.
9. Rekan-rekan mahasiswa kebidanan jurusan D III Kebidanan Poltekkes
kemenkes Jakarta III yang telah membantu dengan setia dalam
kebersamaan menggali ilmu.
10. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah
membantu dan memberikan bimbingan selama pelaksanaan praktik
lapangan serta dalam penyusunan laporan ini,semoga bimbingan dan
bantuan yang telah di berikan kepada kami dalam menyelesaikan laporan
ini mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Dalam menyusun laporan kelompok ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak menemui beberapa hambatan dan kesalahan, namun penulis
berharap kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak sehingga
penulis dapat menyelesaikanya dengan baik. Akhir kata penulis ucapkan terima
kasih.

Bekasi, 10 Oktober 2021

Kelompok

4
DAFTAR ISI

LAPORAN KASUS KELOMPOK ........................................................................................... 1


LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. 5
BAB I ......................................................................................................................................... 6
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 6
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 6
B. Tujuan ............................................................................................................................. 7
C. Waktu dan Tempat Pengambilan Kasus ......................................................................... 7
BAB II ....................................................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 8
BAB III .................................................................................................................................... 28
PERKEMBANGAN KASUS .................................................................................................. 28
A. Data Subjektif ............................................................................................................... 28
B. Data Objektif ................................................................................................................ 29
C. Analisa .......................................................................................................................... 30
D. Penatalaksanaan ............................................................................................................ 30
BAB IV .................................................................................................................................... 32
PEMBAHASAN KASUS........................................................................................................ 32
BAB V ..................................................................................................................................... 48
SIMPULAN DAN SARAN..................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 50

5
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asuhan kebidanan Berkelanjutan adalah pemeriksaan yang di lakukan secara lengkap


dengan adanya pemeriksaan laboratorium sederhana dan konseling. Asuhan kebidanan
komprehensif mencakup empat kegiatan pemeriksaan berkesinambungan di antaranya
asuhan kebidanan kehamilan (antenatal care), asuhan kebidanan persalinan (intranatal care),
asuhan kebidanan masa nifas (postnatal care) dan asuhan kebidanan bayi baru lahir
(neonatal care). Bidan mempunyai peran yang sangat penting dengan memberikan asuhan
kebidanan yang berfokus pada perempuan secara berkelanjutan (continuyity of care). Bidan
memberikan asuhan kebidanan komprehensif, mandiri dan bertanggung jawab, terhadap
asuhan yang berkesinambungan sepanjang siklus kehidupan perempuan. kehamilan
merupakan hal yang fisiologis, namun kehamilan yang normal dapat juga berubah menjadi
patologi. Menurut hasil penelitian dinyatakan setiap kehamilan pasti memiliki potensi dan
membawa resiko bagi ibu.Kematian dan kesakitan ibu masih merupakan masalah kesehatan
yang serius di negara berkembang.

Kematian ibu berdampak negatif terhadap kesejahteraan keluarga dan masyarakat.


Penyebab langsung kematian ibu adalah faktor-faktor yang behubungan dengan komplikasi
kehamilan, persalinan, dan nifas seperti perdarahan, preeklamsia, infeksi, persalinan macet
dan abortus. Penyebab tidak langsung kematian ibu adalah faktor-faktor yang memperberat
keadaan ibu hamil seperti 4 terlalu (Terlalu muda, terlalu tua,teralalu sering melahirkan dan
teralalu dekat jarak kelahiran). Upaya yang dilakukan Kemenkes 2019 dengan pelayanan
ANC terpadu, dalam pelayanan Komprehensif/berkelanjutan(yaitu dimulai dari hamil,
bersalin, BBL, Nifas dan KB), diberikan pada semua ibu hamil. dengan frekuensi
pemeriksaan ibu hamil minimal 4x, persalian ditolong oleh tenaga kesehatan dan di fasilitas
kesehatan, melakukan kunjungan Nifas (KN 1- KN 3) pengawasan intensif 2 jam BBL,
melakukan kunjungan neonatus (KN 1- KN 3), dan KB pasca salin.

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai


dengan proteinuria. (Saifuddin, 2008) Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul
pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria
tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,
sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih.
(Rustam Muctar, Tahun 1998). Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang

6
ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria pada
umur kehamilan 20 minggu atau lebih. (Nugroho 2010).

Penyebab PreEklampsia belum diketahui sampai sekarang secara pasti, bukan hanya
satu faktor melainkan beberapa faktor dan besarnya kemungkinan PreEklampsia akan
menimbulkan komplikasi yang dapat berakhir dengan kematian. Akan tetapi untuk
mendeteksi preeklampsia sedini mungkin dengan melalui antenatal secara teratur mulai
trimester I sampai dengan trimester III dalam upaya mencegah PreEklampsia menjadi lebih
berat (Manuaba,Tahun 2007). Solusi untuk mengatasi masalah ini yaitu dalam kehamilan
dianjurkan untuk mentaati pemeriksaan antenatal yang teratur dan jika perlu dikonsultasikan
kepada ahli, dianjurkan cukup istirahat, menjauhi emosi dan tidak boleh bekerja terlalu
berat, penambahan berat badan yang agresif harus dicegah, dianjurkan untuk diet tinggi
protein, rendah hidrat arang, rendah lemak, dan rendah garam. Pada ibu nifas dengan
PreEklampsia Berat sebaiknya dianjurkan untuk banyak istirahat cukup, makan tinggi
protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin, rendah lemak, dan diet garam, pantau
pemeriksaan urine, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi (Wiknjosastro, Tahun
2006).

B. Tujuan

a. Mendeskripsikan dan menganalisa asuhan postnatal pada Ny. F dengan Preeklamsi


Berat.
b. Melakukan pendokumentasian SOAP pada Ibu nifas.

C. Waktu dan Tempat Pengambilan Kasus

a. Waktu : 14.05 WIB


b. Tempat : Ruang OK RSU Kab Tangerang

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Sectio sesaria


2.1 Pengertian Sectio Caesarea
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus dengan melalui dinding depan perut. Sectio caesarea
juga dapat didefinisikan sebagai suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari
dalam rahim (Mochtar, 2012).
Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, yaitu janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan persyaratan,
bahwa rahim dalam keadaan utuh serta bobot janin diatas 500 gram (Kosasih,
2015).

2.2 Macam Sectio Caesarea


Beberapa macam sectio caesarea menurut (Manuaba, Tahun 2012)
a.Sectio Caesarea Klasik menurut Sanger
Seksio sesarea klasik menurut Sanger lebih mudah dimulai dari insisi segmen
bawah rahim, dengan indikasi :
1) Seksio sesarea yang diikuti dengan sterilisasi.
2) Terdapat pembuluh darah besar sehingga diperkirakan akan terjadi
robekan segmen bawah rahim dan pendarahan
3) Pada letak lintang
4) Kepala bayi telah masuk pintu atas panggul
5) Grande multipara yang diikuti dengan histeroktomi.
6) Teknik seksio sesarea klasik menurut Sanger:

8
a) Setelah rahim tampak, batas dengan dinding abdomen ditutup dengan kain
suci-hama, sehingga perdarahan dan air ketuban tidak masuk ke dalam kavum
abdominalis.
b) Insisi membujur pada dinding uterus dengan pisau dan di perlebar dengan
gunting, sehingga luka insisi teratur.
c) Selaput ketuban dipecahkan, air ketuban dihisap perlahan lahan, robekan
selaput ketuban diperlebar sehingga tangan dapat dimasukkan.
d) Setelah bayi lahir, tali pusat diklem lalu dipotong, dan bayi diserahkan
kepada perawat agar perawat merawat tali pusat, membersihkan lender pada
mulut, hidung dan saluran napas bayi; kemudian bayi dirawat sebgaimana
mestinya.
e) Plasenta dilahirkan secara manual
f) Kavum uteri dieksplorasi untuk mencari sisa plasenta atau selaput ketuban
yang ada.
g) Untuk menghindari perdarahan, otot Rahim disuntik dengan sintosinon,
pitom atau oksitosin.
h) Dapat diikuti dengan pemberian oksitosin, sintosinon atau piton secara
intravena.
i) Kavum abdominalais dievalusi untuk melihat keadaan tuba fallopi dan
ovariumserta sumber sumber perdarahan yang mungkin masih ada.
j) Sisa darah dapat dibersihkan dengan kain kasa steril (suci hama) atau dicuci
dengan cairan NaCl (0,9%) fisiologis.
k) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis, kemudian luka pada kulit ditutup
kasa suci-hama.
b. Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda menurut Kehrer.
Seksio Sesarea, yang merupakan persalinan dengan morhibiditas dan
mortalitas rendah, adalah persalinan yang paling konservatif.
c. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal.
Operasi tipe ini tidak banyak dikerjakan lagi karena perkembangan
antibiotika, dan untuk menghindari kemungkinan infeksi yang dapat
ditimbulkannya. Tujuan dari seksio sesarea ekstraperitoneal adalah

6
menghindari kontaminasi kavum uteri oleh infeksi yang terdapat di luar
uterus.
Teknik operasi seksio sesarea ekstraperitoneal :
1) Vesika urinaria diisi cairan secukupnya
2) Dilakukan insisi membujur pada dinding abdomen, sampai
3) Vesika urinaria yang telah diisi penuh (secukupnya) akan mendorong
peritoneum ke atas.
4) Untuk mencapai dinding Rahim, vesika urinaria disisihkan

2.3 Indikasi dilakukannya seksio sesarea pada klien karena keadaan sebagai
berikut:
a. Faktor Ibu
1) Distosia
Distosia merupakan suatu keadaan persalinan yang lama karena adanya
kesulitan dalam persalinan yang disebabkan oleh beberapa faktor dalam
persalinan baik faktor dari ibu sendiri maupun faktor dari bayi dalam
proses persalinan seperti: kelainan tenaga (His), kelelahan mengedan,
kelainan jalan lahir, kelainan letak dan bentuk janin, kelainan besar bobot
janin serta psikologis ibu.
2) Usia Ibu lebih dari 35 tahun
Usia reproduksi yang ideal bagi seorang ibu adalah antara 20-35 tahun,
(Deitra Leobard Lowdermik, 2013). Usia dibawah 20 tahun dan diatas 35
tahun akan meningkatkan sisiko kehamilan dan persalinan. Dari segi
psikologis, pada wanita usia kurang dari 20 tahun perkembangan
kejiwaannya masih belum matang unuk menjadi seorang ibu. Dari segi
fisik, pada usia muda orhan-organ reproduksi seoang wannita belum
sempurna sehingga dapat berakibat terjadinya komplikasi obsteri.
Kehamilan diatas 35 tahun memiliki resiko tiga kali lebih besar untuk
terjadinya dengan tindakan seksio sesaria dibandingkan dengan usia
dibawah 35 tahun. Usia lebih dari 35 tahun termasuk kedalam golongan
usia berisiko tinggi dalam kehamilan dan persalinan. Pada usia ini,

7
berbagai masalah sering menyertai kehamilannya, seperti plasenta previa
totalis preekamsia berat, kelelahan mengedan, dan sebagainya.
Aghamohammadi & Nooritajer (2011). Di iran dalam penelitiannya
menemukan, bahwa terdapat hubungan antara usia ibu diatas 35 tahun dan
persalinan seksiosesarea, serta gestasional, seperti preekamsia dan
malpresentasi.
3) Preeklampsia berat atau PEB
Preeklampsia berat atau PEB adalah hipertensi yang terjadi pada ibu hamil
yang biasanya terjadi pada trimester akhir. Preeklampsia merupakan suatu
sindrom yang dijumpai pada ibu dengan kehamilan diatas 20 minggu yang
ditandai dengan hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa edema
(bengkak), (Triwahyuni tahun 2015).
PEB dan eklamsia sangat rawan untuk dilakukan persalinan
pervaginam karena ibu dan bayinya berisiko tinggi terjadinya injuri. Pada
umumnya, ibu hamil yang menderita PEB ataupun eklamsia acapkali
berakhir dengan persalinan seksio sesarea (Kosasih, 2015).
Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Teori yang
dapat diterima menerangkan sebagai berikut :
a. Sering terjadi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan
molahidatidosa.
b. Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
c. Sebab dapat terjadi perbaikan keadaan ibu dengan kematian janin
dalam uterus.
d. Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan
berikutnya.
e. Sebab timbul hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma
(Novitasari, 2015).
Ada beberapa hal tanda dan gejala post sectio caesarea pusing, mual, muntah
nyeri di sekitar luka operasiadanya luka bekas operasi peristaltik usus menurun
(Triwahyuni,2015).

8
Tabel 2.1 Manifestasi klinis PEB

Gangguan Tanda dan gejala Kriteria untuk diagnosis


Hipertensi
Preeklamsia PIH, Tanda PIH berat, Hipertensi
berat plus 1.Klonus 1. Sistolik >160 mm Hg
2. Penurunan fungsi 2. Diastolik >110
ginjal mm Hg 3.Dua hasil
(peningkatan BUN, pemeriksaan dengan
penurunan haluaran urin, jeda > 6 jam
kreatinin serum >1,2 mg/dl,
penurunan bersihan Proteinuria:
kreatinin) 1. Awitan baru, atau
3. Sakit kepala 2. 3+4 dip
4.Gangguan 3. >5 g dalam urine 24
visual jam
5.Ketidaknyamanan epigastrik
mungkin memiliki awitan
eklamsia,
edema paru dan sindrom hellp
(Farley, 2013)
Menurut Skor Poedji Rochjati atau yang biasanya disingkat dengan KSPR
biasanya digunakan untuk menentukan tingkat resiko pada ibu hamil. KSPR
dibuat oleh Poedji Rochjati dan pertama kali diguakan pada tahu 1992-1993.
KSPR telah disusun dengan format yang sederhana agar mempermudah kerja
tenaga kesehatan untuk melakukan skrining terhadap ibu hamil dan
mengelompokan ibu kedalam kategori sesuai ketetapan sehingga dapat
menentukan intervensi yang tepat terhadap ibu hamil. Salah satu masalah / faktor
resiko pada skor Poedji Rochjati yaitu terlalu muda hamil I ≤16 Tahun, terlalu tua
hamil I ≥35 Tahun, terlalu lambat hamil I kawin ≥4 Tahun, terlalu lama hamil lagi
≥10 Tahun, terlalu cepat hamil lagi ≤ 2 Tahun, terlalu banyak anak, 4 atau lebih,
terlalu tua umur ≥ 35 Tahun, tekanan darah tinggi, Preeklampsia/kejang-kejang.
4) CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion)
Adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar
kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara
alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang
membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh
janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam
proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

9
5) Gagal proses persalinan
Gagal induksi persalinan merupakan indikasi dilakukannya seksio sesarea
untuk segera menyelamatkan ibu dan bayinya.
6) Seksio ulang
Seksio ulang merupakan indikasi dilakukannya seksio sesarea. Hal ini
disebabka Rahim ibu mengalami luka perut akibat insisi pada saat operasi
seksio sesarea sebelumnya sehingga mengakibatkan ibu megalami robekan
rahim saat persalinan pervaginam akibat adanya his.
7) Plasenta previa
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya tidak normal
8) Solutio plasenta
Solutio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta sebelum
janin lahir.
9) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
10) Ruptura uteri
11) Takut persalinan pervaginam
12) Pengalaman buruk melahirkan pervaginam
13) Adanya keinginan untuk melahirkan pada hari yang telah ditentukan
14) Disfungsi uterus
15) Herpes genital aktif
b. Alasan Janin
1) Terjadinya gawat janin (Distres)
Terjadinya gawat janin antara lai disebabkan oleh syok anemia berat,
preeklamsia berat, aklamsia dan kelainan konginetal berat. Apabila ibu
menderita tkanan darah tinggi atau kejang pada Rahim yang dapat
mengakibatkan gangguan pada plasenta (ari-ari) dan tali pusat sehingga
aliran oksigen kepada bayi menjadi berkurang. Kondisi ini bisa
menyebabkan janin mengalami kerusakan otak bahkan tidak jarang
meninggal didalam rahim.

10
2) Letak janin
Kelainan dengan letak sungsang, lintang, dan presentasi ganda atau
mejemuk merupakan faktor penyulit dalam persalinan.
3) Kehamilan ganda
Kehamilan ganda (kembar) adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih
dalam satu rahim dengan satu atau dua plasenta. Kehamilan kembar dapat
berisiko tinggi, baik terhadap ibu maupun bayinya. Sering kali berakhir
dimeja opeasi dengan tindakan seksio sesarea terutama bila ibu
mengansung tiga janin atau lebih. Hal ini akan menjamin bayi-bayi
tersebut dilahirkan dalam kondisi sebaik mungkin dangan trauma
minimum.
4) Adanya bobot badan bayi yang ukurannya lebih dari normal
Bobot bayi lahir normal antara 2.500-4000 gram (M. Sholeh Kosim,
2008). Bobot bayi diatas 4000 gram atau lebih dinamakan bayi besar (giant
baby). Hal ini dapat mengakibatkan bayi sulit keluar dari jalan lahir ibu.
Bayi dengan bobot terlalu besar memiliki risiko 4 kali lebih besar untuk
terjadinya resiko kehamilan. (Kosasih, 2015)

2.3.1 Tanda gejala atau keluhan pada pasien dengan post SC


Proses pembedahan section caesarea akan menimbulkan bekas luka yang
tentunya menyebabkan pasien mengalami nyeri. Nyeri tersebut karena insisi
bedah yang dilakukan untuk mengeluarkan bayi, selain itu kebanyakan pasien
dengan post sectio caesarea akan mengalami hambatan dalam bergerak. Gangguan
fungsi pernapasan juga dapat terjadi akibat dari efek anestesi atau saat pasien
merasa nyeri yang sangat hebat. Pasien juga akan mengalami suhu tubuh yang
tinggi jika terjadi infeksi pada luka post sectio caesarea. Untuk menghindari
terjadinya hal tersebut dibutuhkan perawatan dan observasi pada pasien dengan
sectio caesarea (Liu, 2008

11
2.3.2 Perawatan Pasca Operasi
Ibu yang mengalami komplikasi obstetric atau medis memerlukan
observasi ketat setelah sectio caesarea. Bangsal persalinan merupakan tempat
untuk pemulihan dan perawatan. Fasilitas perawatan intensif atau ketergantungan
tinggi harus siap berada di Rumah Sakit yang sama. Perawatan tersebut meliputi ;
a. Kaji tanda-tanda vital dengan interval teratur (15 menit). Pastikan kondisinya
stabil.
b. Lihat tinggi fundus, adanya perdarahan dari luka dan jumlah lokia. Hal ini
khususnya penting jika persalinan berlangsung lama, jika uterus telah
mengembang oleh polihidramnion atau kehamilan multiple dan jika terdapat
ancaman defek koagulasi. Contohnya setelah perdarahan antepartum dan toksemi
pre-eklamsi.
c. Pertahankan keseimbangan cairan.
d. Pastikan analgesik yang adekuat. Penggunaan analgesia epidural secara kotinu
sangat berguna.
e. Anjurkan fisioterapi dan ambulasi dini jika ada kontraindikasi.
f. Ingat trombo-profilaksi dini dan perhatian terhadap hidrasi yang mencukupi
untuk ibu dan resiko rendah dengan kehamilan tanpa komplikasi dan tidak ada
factor resiko. Hindari Dextran 70, Heprin subkutan atau metode mekanik
diperlukan jika resiko di yakini sedang. Jika resiko trombo-embolisme tinggi,
heparindan stoking kaki harus selama 5 hari setelah pembedahan. Untuk riwayat
trombo-embolisme yang lalu pada kehamilan atau masa nifas, trombo-profilaksi
harus di lanjutkan untuk 6 minggu pasca melahirkan.
g. Sebelum pemulangan harus di berikan kesempatan yang sesuai dengan keadaan
dan jawab pertanyaan-pertanyaan klien.
h. Jadwalkan kesempatan untuk melakukan pengkajian ulang pasca melahirkan
guna memastikan penyembuhan total, mendiskusikan kehamilan berikutnya dan
memastikan tindak lanjut medisnya (Liu, 2008).

12
2.3.3 Penatalaksanaan
1) Kaji ulang prinsip pasca bedah
2) Jika masih terdapat perdarahan lakukan masase uterus
3) Berikan perawatan luka post op operasi secara intensif (Sarwono, 2009:
537)
b. Medis
1) Obat pencegah kembung Digunakan untuk mencegah perut kembung dan
memperlancar saluran pencernaan, alinamin F, prostikmin, perimperan.
2) Antibiotik dan antiinflamasi
3) Amfisin 2 gr IV setiap 6 jam
4) Metronidazol 500 ml IV setiap 24 jam (Triwahyuni, 2015)
Pengobatan untuk sebagian besar wanita yang mengalami preeklamsi, setelah
terapi medis intensif selama 24 sampai 48 jam biasanya terminal kehamilan
diindikasikan. Bahkan apabila janin akan lebih baik apabila janin diluar uterus.
(Sharoon J. Reeder, 2011)
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter

13
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
2.4 Konsep Hambatan Mobilitas Fisik
2.4.1 Menurut buku Asuhan Keperawatan Maternitas (Mitayani, 2012) meliputi
yaitu:
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Suatu proses
kolaborasi melibatkan perawat, ibu, dan tim kesehatan lainnya. Pengkajian
dilakukan melaui wawancara dan pemeriksaan fisik. Dalam pengkajian
dibutuhkan kecermatan dan ketelitian agar data yang terkumpul lebih akurat,
sehingga dapat dikelompokkan dan dianalisis untuk mengetahui masalah dan
kebutuhan ibu terhadap perawatan. Pengkajian yang dilakukan terhadap ibu post
SC antara lain sebagai berikut:
1. Identitas umum ibu
2. Data riwayat kesehatan
a) Keluhan Utama : biasanya klien dengan preeklamsia mengeluh
demam, sakit kepala
b) Riwayat kesehatan dahulu:
1) Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum hamil.
2) Kemungkinan ibu mempunyai riwayat preeklamsia pada kehamilan
terdahulu.
3) Biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas.
4) Ibu mungkin pernah menderita penyakit ginjal kronis.
c) Riwayat kesehatan sekarang
1) Ibu merasa sakit kepala di darah frontal.
2) Terasa sakit di ulu hati/nyeri epigastrium.
3) Gangguan virus: penglihatan kabur, skotoma, dan diplopia.
4) Mual dan muntah, tidak ada nafsu makan.
5) Gangguan serebral lainnya: terhuyung-huyung, reflex tinggi, dan
tidak tenang.
6) Edema pada ekstermitas.

14
7) Tengkuk terasa berat.
8) Kenaikan berat badan mencapai 1 kg seminggu.
9) Peningkatan tensi
d) Riwayat Kehamilan
Riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat
kehamilan dengan eklamsia sebelumnya.
e) Riwayat KB
Perlu ditanyakan pada ibu apakah pernah / tidak megikuti KB jika ibu
pernah ikut KB maka yang ditanyakan adalah jenis kontrasepsi
(Sunarsih, V. N. tahun 2012), efek samping, Menurut Sunarsih, V. N.
Tahun 2012, pemakaian kontrasepsi hormonal meningkatkan
tromboemboli dan gangguan pembuluh darah otak.
f) Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan mempunyai riwayat preeklamsia dan eklamsia dalam
keluarga.
g) Riwayat perkawinan
Biasanya terjadi pada wanita yang menikah di bawah usia 20 tahun atau
di atas 35 tahun.
h) Riwayat Lingkungan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah wujud keberdayaan
masyarakat yang sadar, mau dan mampu mempraktekkan PHBS. Dalam
PHBS, ada 5 program prioritas yaitu KIA, gizi, kesehatan lingkungan,
gaya hidup, dana sehat/asuransi kesehatan/JPKM. Dengan demikian,
upaya untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan dalam
menciptakan suatu kondisi bagi kesehatan perorangan, keluarga,
kelompok dan masyarakat secara berkesinambungan. Salah satunya
pada lingkungan yaitu lingkungan ada jamban, ada air bersih, ada
tempat sampah, ada SPAL (saluran pengaliran air limbah), Ventilasi,
lantai yang bersih.
i) Psiko sosial spiritual

15
Menurut Sunarsih tahun 2011, Proses adaptasi psikologi sudah terjadi
selama kehamilan, menjelang proses kelahiran maupun setelah
persalinan. Pada periode tersebut, kecemasan seorang wanita dapat
bertambah. Pengalaman yang unik dialami oleh ibu setelah persalinan.
Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya
perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
3. Kebutuhan Dasar Khusus
a. Pola nutrisi
jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan,
Diet makanan, makanan tinggi protein tinggi karbohidrat, cukup
vitamin, dan rendah lemak. Kurangi garam apabila berat badan
bertanbah atau edema. Makanan berorientasi pada empat sehat lima
sempurna. Untuk meningkatkan jumlah portein dengan tambahan sau
butir telur setiap hari.
b. Pola istirahat
Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti bekerja dan
disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring ke
arah punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta tidak
mengalami gangguan.
4. Pemeriksaan fisik biologis
a. Keadaan umum : lemah.
b. Kepala : sakit kepala, wajah edema.
c. Mata : konjungtivasedikit anemis, edema pada retina.
d. Dada/ Payudara : ada massa abnormal, nyeri tekan pada payudara.
e. Pencernaan abdomen: nyeri daerah epigastrium, anoreksia, mual
f. Ekstremitas : edema pada kaki dan tangan juga pada jari-jari.
g. System persarafan : hiper refleksia, klonus pada kaki.
h. Genitourinaria : oliguria, peroteinuria.
i. Pemeriksaan janin : bunyi jantung janin tidak teratur, gerakan janin
melemah.

5. Pemeriksaan penunjang

16
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah.
1) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%)
2) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).
3) Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/ mm3).
4) Urinalisis: Ditemukan protein dalam urine.
Pemeriksaan fungsi hati: Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/ dl).
LDH (laktat dehidrogenase) meningkat, Asparat aminomtransferase
(AST) . 60 ul, Serum glutamat pirufat transaminase (SGPT)
meningkat (N= 15-45 u/ ml), Serum glutamat oxaloacetic
transaminase (SGOT) meningkat (N= ,31 u/l), Total protein serum
menurun (N= 6,7- 8,7 g/dl). Tes kimia darah: Asam urat meningkat
(N= 2,4 – 2,7 mg/dl).
b. Radiologi
Ultrasonografi : Ditemukannya retardasi pertumbuhan janin intrauterus.
Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan
ketuban sedikit. Kardiotografi : Doketahui denyut jantung bayi lemah.
c. Data social ekonomi
Preeklamsia berat lebih banyak terjadi pada wanita dan ekonomi
golongan rendah, karena mereka kurang mengkonsumsi makanan yang
mengandung protein dan juga kurang melakukan perawatan antenatal
yang teratur.
d. Data psikologis
Biasanya ibu post sc dengan indikasi preeklamsia berat merasa khawatir
dengan luka yang berada diperutnya sehingga tidak mau bergerak, ibu
merasa khawatir akan keadaan dirinya.

17
2.4.2 Diagnosa Hambatan mobilitas fisik
Setelah data terkumpul dan kemudian dianalisis, sehingga diagnosis yang
mungkin ditemukan pada ibu post sc dengan indikasi preeklamsia berat adalah
hambatan mobilitas fisik.
a. Domain 4: Altivitas/ Istirahat
Produksi, konsentrasi, penggunaan atau keseimbangan sumber energi
b. Kelas 2. Aktivitas/ Olahraga
Menggerakkan bagian-bagian tubuh (mobilitas), melakukan pekerjaan, atau
melakukan aktivitas dengan sering (tetapi tidak selalu) sesuai kekuatan.
c. Definisi
Definisi: Keterbatasan pada pergerakkan fisik tubuh atau satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri dan terarah (Moorhead, 2016).
d. Batasan Karakteristik
1) Dipsnea setelah beraktivitas
Salah satu cara untuk mengukur derajat sesak nafas adalah dengan
menggunakan skala Medical Research Council (MRC) yang
dikembangkan oleh Fletcher pada tahun 1956. Skala ini terdiri atas lima
poin. Skala ini berdasarkan atas suatu pandangan tentang tindakan yang
dapat menimbulkan sesak nafas, seperti berjalan. Skala MRC. telah
terbukti mampu mengklasifikasi keparahan sesak nafas (Alamsyah, 2014).
Skala Sesak British Medical Research Council (MRC):
a) Skala 0: Tidak ada sesak kecuali dengan aktifitas berat
b) Skala 1: Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1
tingkat
c) Skala 2: Berjalan lebih lambat karena merasakan sesak
d) Skala 3: Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit
e) Skala 4: Sesak bila mandi atau berpakaian
2) Gangguan sikap berjalan
Gangguan berjalan adalah kelainan dan masalah yang dapat memengaruhi
cara berjalan seseorang. Gangguan berjalan dapat timbul dalam berbagai

18
bentuk, misalnya gangguan yang memengaruhi cara berjalan,
keseimbangan, dan lain-lain (Mochtar, 2012).
3) Gerakan lambat
4) Gerakan spastik
Spastik adalah kerja otot agonis dan antagonis tidak sinergis. otot
antagonisnya bekerja berlebihan sehingga kerja otot menjadi berlebihan.
Otot mengalami kekakuan dan secara permanen akan menjadi kontraktur.
Jika kedua tungkai mengalami spastisitas, pada saat seseorang berjalan,
kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus. (Saharso, 2006)
5) Gerakan tidak terkoordinasi
Koordinasi Gerak Adalah hubungan timbal balik antara pusat susunan
gerakan dengan alat gerak dalam mengatur dan mengendalikan impuls
tenaga dan kerja otot serta proses-proses motorik yang terjadi untuk
pelaksanaan gerakan. Dalam sistem koordinasi diperlukan tiga komponen
agar fungsi koordinasi dapat berlangsung, yaitu : (1) reseptor, reseptor
adalah bagian tubuh yang berfungsi sebagai penerima rangsangan. Bagian
yang berfungsi sebagai penerima 9 rangsangan tersebut adalah indra, (2)
konduktor, konduktor adalah bagian tubuh yang berfungsi sebagai
penghantar rangsangan. (Andriyani, 2017)
6) Instabilitas postur
lnstabilitas postural / jatuh adalah ketidakmampuan untuk
mempertahankan pusatkekuatan anti gravitasi pada dasar penyanggah
tubuh (misalnya, kaki saat berdiri), atau memberirespon secara cepat pada
setiap perpindahan posisi atan keadaan statis. (Noorhidayah, 2016)
7) Kesulitan membolak-balikan posisi
8) Keterbatasan rentang gerak
Rentang pergerakan atau Range Of Motion (ROM) sendi adalah
pergerakan maksimal yang mungkin dilakukan oleh sendi. Rentang
pergerakan sendi bervariasi dari individu ke individu lain dan ditentukan
oleh jenis kelamin, usia, ada atau tidaknya penyakit, dan jumlah aktivitas
fisik yang normalnya mengakibatkan efek negatif (Mudrikhah, 2012).

19
9) Ketidaknyamanan
Ketidaknyamanan merupakann suatu perasaan yang kurang ataupun yang
tidak menyenangkan bagi kondisi fisik ataupun mental (Moorhead S. ,
2013)
10) Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakkan
(misalnya meningkatkan perhatian pada aktifitas orang lain,
mengendalikan perilaku, focus pada aktivitas sebelum sakit) (Pratiwi,
2012).
11) Penurunan kemampuan melakukan ketrampilan motoric halus
Motorik halus adalah kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan
fisik yang melibatkan otot kecil dan koordinasi mata-tangan. (Muna, 2016)
12) Penurunan kemampuan melakukan ketrampilan motoric kasar
Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar,
sebagaian besar atau seluruh anggota tubuh, yang dipengaruhi oleh usia,
berat badan dan perkembangan anak secara fisik. Contoh kemampuan
motorik kasar adalah menendang, duduk, berdiri, berjalan berlari, dan naik
turun naik tangga. (Bambang Sujiono, 2008)
13) Penurunan waktu reaksi
Waktu reaksi adalah interval waktu antara stimulus yang diterima dan
pemberian respons di bawah kondisi bahwa subjek telah diinstruksikan
untuk merespons secepat mungkin. Waktu reaksi ini digunakan untuk
mengevaluasi kecepatan pemprosesan sistem saraf pusat dan koordinasi
antara sistem sensorik dan motorik. Berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi waktu reaksi pada manusia adalah usia, jenis kelamin,
tangan kiri atau kanan, kelelahan, puasa, dan aktivitas fisik. Waktu reaksi
menjadi lebih panjang (lambat) pada saat kelelahan gangguan saraf,
ketegangan mental, sakit, kedukaan dan dalam keadaan bimbang
(menimbang-nimbang untuk menentukan pikiran). Sebaliknya waktu
reaksi menjadi pendek (cepat) misalnya karena kenaikan intensitas
rangsangan dan latihan. (Triawanti, 2015)
14) Tremor akibat bergerak

20
Tremor ialah serentetan gerakan involunter, ritmis, berbentuk getaran,
pada satu atau lebih bagian tubuh. Gerakan ini timbul akibat
berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian atau irregular
dengan frekuensi dan amplitudo tetap dalam periode waktu yang
lama.Tremor merupakan gangguan gerakan yang paling sering ditemukan.
(Tumewah, 2015).
e. Faktor yang berhubungan
1) Agens farmaseutikal
2) Ansietas
3) Depresi
4) Disuse
5) Fisik tidak bugar
6) Nyeri
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang mincul
akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan
dalam hal kerusakan sedemikian rupa (international association for the
study of pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan
hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi
(Moorhead S. , 2013).
7) Gangguan disfungsi kognitif
8) Gangguan metabolisme
9) Gangguan musculoskeletal
10) Gangguan neuromuscular
11) Gangguan sensori perseptual
12) Gaya hidup kurang gerak
13) Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
14) Intoleran aktivitas
15) Kaku sendi
16) Keengganan memulai pergerakkan

21
e. Interfensi

Perencanaan merupakan tugas lanjut setelah mengumpulkan data yang


bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ibu sesuai dengan pengkajian yang telah
dilakukan.
Pada tahap ini ditetapkan tujuan dan alternative tindakan yang akan dilakukan pada
tahap implementasi dalam upaya memecahkan masalah atau mengurangi masalah ibu.
Berikut ini akan diuraikan rencana tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan
diagnosis yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu:

Tabel 2.2 Intervensi pasien post sc dengan masalah hambatan mobilitas fisik

(Outcomes Classification) (Interventions Classification)

Tujuan: 1. Terapi latihan: ambulasi


Setelah dilakukan tindakkan a) Bantu pasien untuk duduk disisi
3x24 jam diharapkan hambatan tempat tidur untuk memfasilitasi
mobilitas fisik dapat teratasi penyesuaian sikap tubuh
Kriteria hasil: b) Bantu pasien untuk perpindahan,
1. Ambulasi (skala 1-5) sesuai kebutuhan
a) Menopang berat badan 2. Terapi latihan:
b) Berjalan dengan pelan mobilitas (pergerakkan)
c) Berjalan dengan kecepatan sendi
sedang a) Tentukan batasan pergerakkan sendi
2. Pergerakkan (skala 1-5) dan efeknya terhadap fungsi sendi
a) Keseimbangan
b) Koordinasi b) Jelaskan pada pasien atau keluarga
c) Cara berjalan manfaat dan tujuan melakukan latihan
d) Berjalan sendi
e) Bergerak dengan mudah
c) Monitor lokasi dan kecenderungan
3. Pergerakkan sendi (skala 1-5)
adanya nyeri dan ketidaknyamanan
a) Panggul kanan
selama aktivitas/ pergerakkan
b) Panggul kiri
4. Toleransi terhadap aktivitas d) Inisiasi pengaturan control nyeri
(skala 1-
sebelum memulai latihan sendi

e) Bantu pasien mendapatkan posisi


tubuh yang optimal untuk
pergerakkan sendi pasif maupun aktif
22
f) Bantu untuk melakukan ppergerakkan
sendi

23
yang ritmis dan teratur sesuai kadar
a) Saturasi oksigen
nyeri yang bisa ditoleransi, ketahanan
ketika beraktivitas
dan pergerakkan sendi
b) Frekuensi nadi
ketika beraktivitas 3. Manajement nyeri

c) Frekuensi pernapasan a) Lakukan pengkajian nyeri

ketika beraktivitas komprehensif yang meliputi lokasi,

d) Kemudahan bernapas karakteristik, durasi/onset, frekuensi,

ketika beraktivitas kualitas, intensitas atau beratnya nyeri

e) Tekanan darah sistolik dan faktor pencetus

ketika beraktivitas b) Pastikan perawatan analgesic bagi

f) Tekanan darah diastolik pasien dilakukan dengan pemantauan

ketika beraktivitas yang ketat

g) Jarak berjalan c) Gunakan strategi komunkasi

h) Kekuatan tubuh bagian terapeutik untuk mengetahui


bawah pengalaman nyeri dan sampaikan
5. Tingkat nyeri (skala 1-5) penerimaan pasien terhadap nyeri
a) Nyeri yang dilaporkan d) Gali pengetahuan dan kepercayaan
b) Panjangnya episode nyeri
pasien mengenai nyeri
c) Ekspresi nyeri wajah
e) Ajarkan prinsip-prinsip manajement
d) Frekuensii nafas nyeri
e) Tekanan darah f) Gunakan tindakkan pengontrol nyeri
f) berkeringat sebelum nyeri bertambah berat
g) Dukung istirahat/ tidur yang adekuat
untuk membantu penurunan nyeri
h) Libatkan keluarga dalam
modalitas penurunan nyeri, jika
memungkinkan
4. Pengaturan posisi
a) Dorong pasien untuk terlibat
dalam perubahan posisi
b) Posisikan pasien untu mengurangi
dyspnea
(semi fowler)

yang spesifik (Nursalam, 2001 dalam Retno Triwahyuni, 2015). Pelaksanaan


tindakan yang harus diikuti oleh pencatatan lengkap dan akurat terhadap suatu
24
kejadian dalam proses keperawatan. Dokumentasi tindakan ini berguna untuk
komunikasi antar tim kesehatan sehingga memungkinkan

25
pemberian tindakan yang berkesinambungan (Retno Triwahyuni, 2015).
f. Implementasi :
1. Terapi latihan: ambulasi
a) Membantu pasien untuk duduk disisi tempat tidur untuk memfasilitasi
sikap tubuh
b) Membantu pasien untuk perpindahan, sesuai kebutuhan
2. Terapi latihan: mobilitas (pergerakkan) sendi
a) Menentukan batasan pergerakkan sendi dan efeknya terhadap fungsi
sendi
b) Menjelaskan pada pasien atau keluarga manfaat dan tujuan melakukan
latihan sendi
c) Memonitor lokasi dan kecenderungan adanya nyeri dan
ketidaknyamanan selama aktivitas/ pergerakkan
d) Menginisiasi pengaturan control nyeri sebelum memulai latihan sendi
e) Membantu pasien mendapatkan posisi tubuh yang optimal untuk
pergerakkan sendi pasif maupun aktif
f) Membantu untuk melakukan ppergerakkan sendi yang ritmis dan teratur
sesuai kadar nyeri yang bisa ditoleransi, ketahanan dan pergerakkan
sendi
3. Manajement nyeri
a) Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, durasi/onset, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus
b) Memastikan perawatan analgesic bagi pasien dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
c) Menggunakan strategi komunkasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri
d) Menggali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri
e) Mengajarkan prinsip-prinsip manajement nyeri
f) Menggunakan tindakkan pengontrol nyeri sebelum nyeri bertambah berat

26
g) Mendukung istirahat/ tidur yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri
h) Melibatkan keluarga dalam modalitas penurunan nyeri, jika
memungkinkan
4. Pengaturan posisi
a) Dorong pasien untuk terlibat dalam perubahan posisi
b) Posisikan pasien untu mengurangi dyspnea (semi fowler)
j. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan akhir dari suatu proses, dengan menilai hasil yang
diharapkan terhadap perubahan diri ibu dan menilai sejauh mana masalah ibu dapat teratasi.
Di samping itu, juga memberikan umpan balik atau pengkajian ulang, seandainya tujuan yang
ditetapkan belum tercapai, maka dalam hal proses ini dapat dimodifikasi. Evaluasi yang tepat
untuk klien preeklamsia dengan hambatan mobilitas fisik yaitu klien mampu melakukan
aktivitasnya secara mandiri (Purwaningsih, Wahyu, 2010).

27
BAB III
PERKEMBANGAN KASUS

No. CM : 284035
Hari/Tanggal : Selasa, 5 Oktober 2021
Waktu : 14.05 WIB
Tempat : Ruang OK

A. Data Subjektif
1. Identitas Klien
Istri Suami
Nama : Ny. F Tn. S
Usia : 30 Tahun 32 Tahun
Suku : Sunda Sunda
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Karyawan Swasta
Alamat : Kp. Babakan Kp. Babakan

2. Keluhan Utama
Ibu merasa lemas dan mengeluh terasa nyeri bekas luka operasi.

3. Riwayat Persalinan
Dilakukan section caesarea, masuk ruang operasi pukul 10.15 WIB, keluar ruang operasi pukul
12.05 WIB, bayi lahir pukul 11.00 WIB, langsung menangis, bergerak aktif, jenis kelamin
perempuan, BB : 2205 gram, PB : 46 cm, plasenta lahir pukul 11.08 WIB lengkap, berat plasenta
500 gram.

4. Nutrisi dan Hidrasi


Ibu sudah makan bubur yang disediakan oleh RS ¼ porsi secara perlahan, sudah minum sedikit-
sedikit.

5. Eliminasi

28
BAK 150 cc, belum BAB

6. Aktifitas / mobilisasi
Sudah miring kanan/kiri sesekali.

7. Istirahat
Telah istirahat setelah operasi, tetapi belum tidur

B. Data Objektif

1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Tanda-Tanda Vital
1) Tekanan darah : 150/101 mmHg
2) Nadi : 71 x/menit
3) Pernapasan : 23 x/menit
4) Suhu : 35,9 C

2. Pemeriksaan Fisik
a. Mata

Konjungtiva merah muda, sclera putih.

b. Payudara

Putting kanan dan kiri bersih, menonjol dan kolostrum sudah keluar.

c. Abdomen

Jahitan tampak bersih tidak terdapat pengeluaran cairan, jahitan utuh, tidak ada yang terlepas,
TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik, teraba keras, globuler, kandug kemih kosong.

d. Genetalia

Pengeluaran lokhea rubra kurang lebih 25 cc.

29
e. Ekstremitas

Tidak ada oedema dan kuku tidak pucat pada kedua tangan. Terdapat oedema pada kedua kaki,
tidak ada varises, kuku dan jari-jari kemerahan.

C. Analisa
P2A0 Post partum section caesarea 2 jam dengan preeclampsia berat.

D. Penatalaksanaan
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga,bahwa keadaan umum ibu baik tetapi
tekanan darah ibu masih sedikit tinggi. (Ibu mengetahui dan mengerti)

2. Memberitahu ibu untuk beristirahat agar tekanan darah ibu kembali normal dan tidak pusing. (Ibu
mengerti dan akan beristirahat)

3. Memberitahukan bahwa nyeri luka operasi yang dirasakan ibu adalah normal akibat sudah mulai
menghilangnya obat bius. (Ibu mengerti)

4. Melakukan kolaborasi dengan dokter Sp.OG,


advice:
a. Pemberian theraphy
1) Cairan Infus RL 20 tpm
2) Metronidazole 2x1 (IV)
3) Cefotaxime 2x1 gr (IV)
4) Ketropen 2x1 (suppossutoria)

b.Cek hemoglobin
c. Observasi Tekanan darah, Nadi, Respirasi, Suhu

5. Memberikan asuhan sesuai advice dokter:


a. Memberikan theraphy

30
1) Cairan infus RL terpasang
2) Metronidazole 2x1 (IV). Sudah diberikan
3) Cefotaxime 2x1 gr (IV).Sudah diberikan
4) Ketropen 2x1 (suppossutoria). Sudah diberikan
b. Observasi tekanan darah, nadi, suhu, respirasi.Monitor,SpO terpasang

6. Menganjurkan ibu mobilisasi dini yaitu miring kanan, miring kiri perlahan. (Ibu mencoba sedikit
sedikit miring kanan dan miring kiri)

7. Menganjurkan ibu untuk beristirahat dan tidur. (Ibu mengerti)

8. Mengajarkan ibu untuk tetap menjaga kebersihan diri dengan mengganti pembalut minimal 2 kali
sehari atau jika sudah penuh, membersihkan diri dengan dielap, menggosok gigi, dan mengganti
pakaian jika sudah basah dengan keringat. (Ibu selalu membersihkan diri setiap pagi)

31
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Pada pembahasan kasus ini, penulis akan mencoba menyajikan pembahasan

yang membandingkan teori dengan Asuhan yang diterapkan pada klien Ny. F usia 30

tahun sejak kontak pertama pada tanggal 05 Oktober 2021 yaitu dimulai dari masa

kehamilan 35 minggu, persalinan, bayi baru lahir, post partum dan neonatus, dapat

dibahas sebagai berikut :

A. Pembahasan Proses Asuhan Kebidanan

1. Asuhan Kehamilan

Berdasarkan hasil pengkajian awal pada tanggal 05 Oktober 2021

ditemukan Ny. F usia 30 tahun G1 P0 A0 usia kehamilan 35 minggu (TM

III) kehamilan fisiologis. HPHT Ny.F 02 februari 2021 adalah tanggal 23

Juli dengan tafsiran persalinan pada tanggal 05 Oktober 2021. Hasil

pemeriksaan

: TD 150/101 mmHg, nadi 71 x/menit, pernapasan 23 x/menit, suhu 35,9

°C. Berat badan sebelum hamil 55 kg dan berat badan setelah hamil 65 kg.

Pemeriksaan palpasi leopold TFU 28 cm, 3 jari di bawah px dengan

tafsiran berat janin 2480 gram. Kepala janin belum memasuki pintu atas

panggul. Denyut jantung janin 138 x/menit, Hb 12,6 gr %. Hasil

pemeriksaan dan keadaan janin dalam batas normal.

Memasuki kehamilan trimester III Ny.F mengeluh nyeri pada

pinggang dan kaki bengkak. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh

Varney tahun 2007, yaitu nyeri pinggang ketika bangun tidur merupakan

32
hal yang normal pada ibu hamil, karena perut yang semakin membesar

sehingga titik berat badan pindah kedepan dan meyebabkan spasme pada

otot. Dan menganjurkan ibu untuk meninggikan bagian kaki saat tidur dan

menghentikan kebiasan duduk dengn menggantung kaki untuk mengatasi

kaki bengkak.

Penulis sependapat dengan pernyataan diatas, karena Ny. F memiliki

keluhan tersebut saat memasuki kehamilan trimester III saja.Keluhan

tersebut dapat teratasi dengan diberikannya konseling mengenai cara

mengatasi nyeri pinggang saat bangun dari tidur di kehamilan tua yaitu

bangun dari tempat tidur dengan posisi miring terlebih dahulu, lalu tangan

sebagai tumpuan untuk memngangkat tubuh Varney (2007).

Menurut Agudelo tahun 2007, secara medis rahim sebenarnya sudah

siap untuk hamil kembali tiga bulan setelah melahirkan, tetapi berdasarkan

catatan statistik penelitian bahwa jarak kehamilan yang aman anak satu

dengan yang lainnya adalah 27 sampai 32 bulan atau sekitar 2,6 tahun.

Teori tersebut didukung dengan hasil penelitian The Demographic

and Health Survey, menyebutkan bahwa anak-anak dilahirkan 3-5 tahun

33
setelah kelahiran kakaknya, memiliki kemungkinan hidup sehat 2,5 kali

lebih tinggi dari pada yang berjarak kelahiran kurang dari 2 tahun.

Kehamilan dengan jarak yang terlalu dekat dan jauh juga dapat

menimbulkan resiko antara lain perdarahan.

Hal ini sesuai dengan teori Manuaba (2010) dengan usia kehamilan

35-36 minggu TFU berada 3 jari di bawah px dan pengukuran tafsiran

berat janin sudah sesuai dengan rumus menurut Jhonson dengan

mengurangkan 11 untuk janin yang sudah masuk pintu atas panggul.

Keluhan Ny.F saat ini adalah kaki bengkak di sertai kenaikan

tekanan darah dan dalam pemeriksaan protein urin di temukan bahwa

protein urin +1. Hal ini sesuai dengan teori (Cunningham,2005).

34
Preeklampsia Ringan, Preeklampsia di katakan ringan bila :Tekanan darah

sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah diastolic 90-110 mmHg,

Proteinuria ≥ 300mg/24 jam jumlah urin atau dipstick ≥+1, Edema local

pada tungkai tidak di masukkan dalam kriteria diagnosis kecuali edema

anasarka. Tidak disertai gangguan fungsi organ.

Faktor resiko preeklamsia menurut (American Family

Physician,2004), Primigravida, Usia< 20 tahun atau usia >35 tahun, Ras

kulit hitam, Riwayat preeklamsia pada keluarga, Status gizi, Pekerjaan,

Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya, Kondisi medis khusus : diabetes

gestational, diabetes tipe 1, obesitas, hipertensi kronis, penyakit ginjal,

trombofilia, dan Stress. Dan penulis setuju bahwa ibu mengalami

preeklampsia ringan dengan faktor resiko dari ibu, yaitu usia ibu lebih dari

35 tahun dan ini merupakan kehamilan primitua sekunder pada ibu di

sertai kenaikan berat badan yang lebih dari batas normal.

Ibu mengeluh bengkak pada kaki dan tangan di sertai tekanan darah

tinggi. Penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria, dan edema

yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam

triwulan ke tiga pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya

pada mola hidatidosa adalah pre eklamsia. (Rukiyah, 2010). Penyebab pre

eklamsia saat ini tak bisa diketahui dengan pasti, walaupun penelitian yang

dilakukan terhadap penyakit ini sudah sedemikian maju. Semuanya baru

didasarkan pada teori yang dihubungkan dengan kejadian. Itulah sebab pre

eklamsia disebut juga “disease of theory” (Rukiyah, 2010).

Menurut penulis kaki dan tangan bengkak yang di sertai dengan


35
hipertensi dan pada pemeriksaan protein urin di temukan protein urin +1

,saat kehamilan trimester III yang dialami Ny.F bersifat patologis karena

kaki dan tangan bengkak yang disertai hipertensi dan terdapat hasil protein

urin +1 tersebut merupakan tanda dan gejala pre eklamsia atau keracunan

kehamilan..

Menurut Winkjasastro Hanif (2006), Pengobatan hanya dapat

dilakukan secara simtomatis karena etiologi pre eklamsia dan faktor –

faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkannya belum diketahui,

tujuan penanganan ialah :

1. Mencegah terjadinya pre eklamsia berat dan eklamsia.

2. Melahirkan janin hidup.

3. Melahirkan janin dengan trauma sekecil – kecilnya.

36
Menurut Cuningham (2005), Tujuan dasar penatalaksanaan untuk

setiap kehamilan dengan penyulit preeklamsia adalah :

1. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan

janinya.

2. Lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang.

3. Pemulihan sempurna kesehatan ibu.

Pada kasus preeklasmia tertentu, terutama pada wanita menjelang atau

sudah aterm, tiga tujuan tersebut dapat terpenuhi oleh induksi

persalinan. Dengan demikian, informasi terpenting yang perlu dimiliki

oleh ahli obstetri agar penanganan kehamilan berhasil dan terutama

kehamilan dengan penyulit hipertensi, adalah kepastian usia janin .

2. Asuhan Persalinan

Memasuki proses persiapan oprasi Sectio Secaria pada Ny.F , telah

di rencanakan oleh dokter setelah di ketahui , usia kehamilan Ny.F yaitu

35 minggu 4 hari dengan PEB.

Di Usia kehamilannya 35 minggu 4 hari , klien di haruskan untuk

menjalani operasi SC demi mengurangi kemungkinan terjadinya penyulit

lain dalam persalinan jika di lakukan pervaginam. Keputusan di lakukan

oprasi SC dengan usia kehamilan 35 minggu 4 hari , karena menurut

dokter usia ini sudah cukup aman , keadaan janin juga baik dan taksiran

berat badan janin saat ini sudah mencapai 2205 gram , bagian terendah

janin yaitu kepala.

37
Sesuai dengan teori (Cunningham, 2006) setelah usia kehamilan

mencapai 35 minggu, keputusan untuk memilih tehnik terminasi

kehamilan harus di buat. Pilihan yang harus di buat adalah untuk memilih

mengakhiri kehamilan melalui persalinan normal atau melalui operasi

section secaria. Perkara utama yang harus di perhatikan dalam memilih

metode persalinan adalah agar dapat mencapai tujuan untuk menghadirkan

persalinan yang aman buat ibu dan janin.

Pada tanggal 05 Oktober 2021 pukul 10.15 WIB, Ny.F masuk ruang

operasi RSUD untuk menjalani persiapan operasi. Penulis melakukan

pemeriksaan pada klien dan di dapatkan kadaan umum baik, kesadaran

compos mentis , T/D 150/101 mmHg, nadi 71 x/menit, pernapasan 23

x/menit, suhu 35,9 °C. Pemeriksaan palpasi leopold TFU 30 cm, 2 jari di

bawah px dengan tafsiran berat janin 2205 gram. Kepala janin sudah

memasuki pintu atas panggul. Denyut jantung in 158 x/menit. Setelah di

lakukan pemeriksaan penulis melakukan persiapan pre sc yaitu

menyiapkan infuse set , kateter set, pakaian oprasi. Memberikan support

mental pada ibu dan menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup. Sesuai

dengan teori (Saifuddin, 2010) yang menyatakan sebelum di lakukan

tindakan seksio secaria , mengkaji ulang indikasi dan memastikan bahwa

partus pervaginam tidak mungkin, memeriksa kembali denyut jantung

janin , melakukan tindakan pencegahan infeksi, mengkaji ulang prinsip

dasar

38
perawatan operatif, dapat di gunakan anastesi (local,spinal,atau anastsi

umum), dan memasang infuse.

3. Bayi Baru Lahir

Kehamilan Ny. F berusia 35 minggu 4 hari, hal ini sesuai dengan

teori bayi baru lahir adalah bayi yang lahir, dengan berat badan 2205

gram. Neonatus ialah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan

harus menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstra

uterin (Muslihatun, 2011). Menurut penulis tidak terjadi kesenjangan

antara teori dan praktik karena saat bersalin usia kehamilan Ny.F aterm

dan berat badan bayi Ny. F dibawah 3000 gram.

Sesuai dengan teori ( Wiknjosastro,2007). Komplikasi pada janin

yang dapat terjadi pada ibu hamil dengan preeclampsia berat , yaitu :

Pertumbuhan janin terhambat, BBLR, Prematuritas, Dismaturitas, dan

Kematian janin intra uterin. Menurut penulis terdapat kesenjangan antara

teori dan praktek karena bayi lahir dengan Aterm, tidak ada pertumbuhan

janin yang terhambat dan berat badan normal atau sesuai dengan usia

kehamilan.

Kemudian dilakukannya pemotongan tali pusat dengan cara Ikat

tali pusat 1cm dari perut bayi (pusat). Gunakan benang atau klem plastik

DTT/ steril. Kunci ikatan tali pusat dengan simpul mati atau kuncikan

penjepit plastik tali pusat. Kemudian selimuti bayi dengan menggunakan

kain yang bersih dan kering (Sumarah, dkk, 2009).

Penulis sependapat dengan teori diatas perawatan tali pusat sangat

penting dilakukan agar mencegah terjadinya infeksi pada potongan tali

39
pusat yang tersisa pada bayi. Apabila perawatan tali pusat dapat dilakukan

dengan prinsip bersih dan kering, maka tali pusat akan cepat mengering

dan terlepas dengan sendirinya.Setelah dilakukan perawatan tali pusat

kemudian bayi diberikan kepada ibu untuk dilakukan IMD.

Setelah 1 jam dilakukan IMD, dilakukan pemeriksaan fisik pada

bayi Ny.F dengan hasil yaitu BB : 2205 gram, PB : 46 cm, LK : 30 cm,

caput (-), cephal (-), miksi (-), defekasi (-), cacat (-), reflek normal.

Menurut Depkes tahun 2005, bayi baru lahir normal memiliki ciri berat

badan 2500-4000 gram, panjang badan 48-52 cm, lingkar dada 30-38 cm

dan lingkar kepala 33-35 cm. Penulis berpendapat, hasil dari pemeriksaan

fisik bayi Ny.F dalam batas normal dan sesuai dengan teori. Pemeriksaan

fisik awal pada bayi baru lahir dilakukan sesegera mungkin dengan tujuan

untuk menentukan apakah terdapat kelainan atau tidak pada bayi serta

memudahkan untuk menentukan tindakan lebih lajut.

40
Setelah pemeriksaan fisik, bayi Ny.F diberikan injeksi vitamin K

0,5 cc secara Intra Muscular (IM) pada paha kiri anterolateral. Setelah satu

jam kemudian bayi Ny. F diberikan imunisasi hepatitis B secara IM pada

paha kanan anterolateral dan antibiotik berupa salep mata. Asuhan ini di

berikan sesuai dengan teori JNPK (2008), bahwa 1 jam setelah bayi lahir

dilakukan penimbangan dan pemantauan antropometri serta pemberian

tetes mata tetrasiklin dan vitamin K1 1 mg IM di paha kiri anterolateral.

Setelah 1 jam pemberian vitamin K1, diberikan imunisasi hepatitis B pada

paha kanan anterolateral.

Penulis berpendapat, karena kondisi bayi yang telah stabil penulis

dan bidan segera memberikan asuhan BBL sebagai upaya untuk mencegah

defisiensi vitamin K, memberikan kekebalan tubuh pada bayi terhadap

penyakit hepatitis dan mencegah terjadinya infeksi pada mata bayi..

4. Nifas

Pada masa nifas Ny.F prosesnya berlangsung dengan normal dan

tanpa kendala walaupun Ny.F menjalani persalinan dengan SC. Hal ini

sesuai dengan kebijakan program nasional bahwa kunjungan masa nifas

dilakukan saat 6-8 jam post partum, 6 hari post partum, 2 minggu post

partum dan 6 minggu post partum (Suherni, dkk, 2009).

41
Penulis berpendapat kunjungan nifas tersebut sangat penting

dilakukan, karena dengan adanya kunjungan nifas tersebut dapat

mendeteksi adanya penyulit saat masa nifas. Ketidaksamaan jadwal

kunjungan nifas pada 6 minggu dikarenakan ketidak sediaannya waktu di

nifas 6 minggu.

Hal ini sesuai dengan teori menurut Suherni dkk (2009), tujuan pada

asuhan kunjungan 6-8 jam post partum diantaranya yaitu mencegah

perdarahan masa nifas, mendeteksi dan merawat penyebab perdarahan,

memberi konseling pada ibu atau keluarga cara mencegah terjadinya

perdarahan, mobilisasi dini, pemberian ASI awal, memberi supervise pada

ibu untuk melakukan hubungan awal antara ibu dengan bayi, menjaga bayi

agar tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.

Menurut penulis pada saat kunjungan dilakukan observasi KU,

kesadaran, status emosi, TTV, ASI, kontraksi uterus, dan perdarahan post

partum semua dalam batas yang normal.

42
Hal ini sesuai dengan teori menurut Suherni dkk (2009), tujuan pada

asuhan kunjungan hari keenam diantaranya memastikan involusi uterus

berjalan dengan normal, evaluasi adanya tanda-tanda bahaya nifas,

memastikan ibu menyusui dengan benar dan tidak ada tanda-tanda

penyulit, memastikan ibu cukup makan, minum dan istirahat, memberi ibu

konseling dalam pengasuhan bayi.

Asuhan selama masa nifas meliputi pemberian KIE tentang nutrisi

nifas, mobilisisasi dini, tanda bahaya nifas, cara perawatan luka bekas

oprasi. Menurut Prawiroharjo tahun 2008 bahwa faktor yang

mempengaruhi involusi uterus antara lain, mobilisasi dini, serta gizi yang

baik.

Penulis berpendapat terjadi kesenjangan antara teori dan praktek ini

dapat dikarenakan ibu kelelahan karena merawat bayi dan balita, dan

melakukan aktivitas memasak dan mencuci dirumah, dan ibu kurang

istirahat pada siang hari dan keluhan tersebut dapat teratasi dengan

diberikannya konseling mengenai nutrisi dan istirahat yang cukup.

43
Hal ini sesuai dengan teori menurut Suherni, dkk (2009), tujuan pada

asuhan kunjungan 2 minggu diantaranya memastikan involusi uterus

berjalan dengan normal, evaluasi adanya tanda-tanda bahaya nifas,

memastikan ibu menyusui dengan benar dan tidak ada tanda-tanda

penyulit, memastikan ibu cukup makan, minum dan istirahat, memberi ibu

konseling dalam pengasuhan bayi. Hasil pemeriksaan pada ibu dalam batas

normal.

5. Kunjungan Neonatus

Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus dilakukan 4 kali

kunjungan, yaitu pada 6 jam, 6 hari, dan 2 minggu dan 4 minggu . Hal ini

sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Muslihatun (2010) yaitu

kunjungan neonatus dilakukan sebanyak 3 kali yaitu KN-1 dilakukan 6-8

jam, KN-2 dilakukan 3-7 hari, KN-3 dilakukan 8-28 hari.

44
Menurut penulis kunjungan pada neonatus penting dilakukan karena

perioede nenonatus yaitu bulan pertama kehidupan. Bayi banyak

mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat signifikan.

Begitu banyak perubahan yang terjadi dalam tubuh bayi dari

ketergantungan pada saat didalam rahim menjadi tidak tergantung pada ibu

saat bayi sudah melewati proses persalinan. Serta sebagai deteksi dini

apabila terdapat penyulit pada neonatus.

Menurut teori kelainan kulit yang ditandai dengan kemerahan,

disertai dengan gelembung kecil berair yang timbul akibat keringat

45
berlebihan disertai sumbatan saluran kelenjar keringat yaitu di dahi, leher,

bagian yang tertutup pakaian (dada, punggung), tempat yang mengalami

tekanan atau gesekan pakaian dan juga kepala disebut miliaria/biang

keringat (Sudoyo, 2009).

46
B. Keterbatasan Pelaksanaan Asuhan

1. Keterbatasan pada klien

Kurangnya pengetahuan klien mengenai dampak kehamilan

resiko tinggi usia >35 tahun dan jarak >10 tahun antara

anak pertama dan kedua, dan di karenakan suami yang

bekerja selama 10 jam per hari yang menyebabkan ibu

harus menunggu suami pulang kerja baru memutuskan

segala sesuatu yang penting.

2. Keterbatasan pada penulis

Pelaksanaan asuhan kebidanan komprehensif yang bersamaan

dengan kegiatan PKL II dan Ujian Pk 3 terkadang

menyebabkan kesulitan bagi penulis untuk mengatur

waktu. Waktu yang tersedia untuk pelaksanaan asuhan

terkadang sangat terbatas, sehingga menyebabkan kurang

maksimalnya asuhan yang diberikan.

47
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan


melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding Rahim dengan syarat
Rahim dalam keadaan utuh serta berat janin 500 gram (Sarwono,2009).

Setelah penulis melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny.F dengan post


op sectio caesarea dengan indikasi letak preeklamsia berat terhitung dari
tanggal 05 Oktober 2021 di ruang OK RSU Tangerang. dengan ini penulis
dapat menyimpulkan dari beebrapa metode yang telah dilaksanakan
seperti:

1) Pengkajian

Setelah melakukan pengkajian dalam asuhan kebidanan penulis


menemukan kesenjangan antara teori dan praktik dilapangan. Kesenjangan
tersebut terdapat pada tanda-tanda vital, sistem kardiovaskuler klien yang
tidak mengalami gangguan post sectio caesarea , sistem pencernaan klien
yang tidak mengalami konstipasi atau gangguan akibat anastesi, sistem
perkemihan klien tidak terganggu akibat proses pembedahan. Dari hasil
pengkajian yang dilakukan pada Ny.F data yang ditemukan hanya ada tiga
diagnosis kebidanan pada Ny. F yaitu:

a. Nyeri berhubungan dengan post operasi

b. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan

c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas

d. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi


tentang penanganan post sc

Sedangkan kasus yang ditemukan pada kasus Ny.F adalah sebagai berikut :

a. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang


penanganan post sc

3) Perencanaan

Pada saat perencanaan tidak terlalu mengalami kesulitan karena perencanaan


disesuaikan dengan diagnosa yang telah dirumuskan sebelumnya, keluarga
klien sangat kooperatif dalam tahap perencanaan. Berdasarkan prioritas
masalah yang ada pada Ny,F adalah nyeri berhubungan dengan post operasi,
karena jika nyeri tidak diatasi maka akan mengganggu kebutuhan dasar

48
pasien. Perencanaan yang ditetapkan penulis ditujukan untuk meningkatkan
kenyamanan seperti ajarkan manajemen nyeri, mencegah infeksi seperti
melakukan perawatan luka dengan teknik aseptic dan antiseptic dan
memenuhi kebutuhan kesehtan klien seperti membantu aktivitas sehari-hari.

4) Implementasi Pada tahap ini penulis tidak mendapatkan kesulitan, penulis


dapat melaksanakan semua rencana asuhan kebidanan yang dibuat sesuai
dengankondisi dan kebutuhan klien pada saat itu.

5) Evaluasi

Pada tahap evaluasi setelah dilakukan tindakan pada Ny. F , penulis


menemukan tiga masalah dan semua masalah dapat teratasi sesuai dengan
tujuan yang di tetapkan.

Saran

1. Bagi Penulis

Laporan Kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa


dalam menerapkan Ambulasi dini pada pasien post op sectio caesarea sehingga
pasien dapat mengalami pemulihan secara dini.

2. Bagi Institusi

Pendidikan laporan kasus ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai salah


satu informasi/ bacaan serta acuan dibagian akademik tentang pentingnya
menerapkan Ambulasi dini pada pasien post op sectio caesarea

3. Bagi Rumah Sakit

Laporan kasus ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk diterapkan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien post op sectio caesarea.

49
DAFTAR PUSTAKA

https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/viewFile/1281/1334

Ambarwati, R.E., & Wulandari, Diah. (2009). Asuhan kebidanan : nifas.


Jogjakarta : Mitra Cendikia Press.
Anggraini, Yetti. (2010). Asuhan kebidanan masa nifas. Cetakan Pertama.
Yogyakarta : Pustaka Rihanna.
Arsinah, Putri., Sulistiyorini, Dewi., Muflihah, S.I., & Sari,N.D. (2010). Asuhan
kebidanan : masa persalinan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Barin, Mubid. (2012). Pengaruh mobilisasi dini terhadap proses penyembuhan
luka dan lama hari rawat pada pasien post pembedahan sectio caesarea.

50

Anda mungkin juga menyukai