UNIVERSITAS HASANUDDIN
CEREBRAL PALSY
Oleh
Reinaldo Mukti
C014182027
Residen Pembimbing
Supervisor Pembimbing
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
1
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing I Pembimbing II
Supervisor
2
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................. 2
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3
CEREBRAL PALSY .......................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4
EPIDEMIOLOGI .......................................................................................................... 14
ETIOLOGI .................................................................................................................... 14
PATOGENESIS ............................................................................................................ 14
MANIFESTASI KLINIS .............................................................................................. 14
DIAGNOSIS ................................................................................................................. 20
A. Anamnesis ......................................................................................................... 19
B. Pemeriksaan Fisik ............................................................................................. 21
C. Pemeriksaan Penunjang .................................................................................... 24
DIAGNOSIS BANDING.............................................................................................. 28
PENATALAKSANAAN .............................................................................................. 29
PROGNOSIS ................................................................................................................ 35
KESIMPULAN ................................................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 38
3
CEREBRAL PALSY
PENDAHULUAN
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada
suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, di dalam susunan saraf pusat,
bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak
yang belum selesai pertumbuhannya.Walaupun lesi serebral bersifat statis dan
tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah
akibat maturasi serebral1,2,3.
4
EPIDEMIOLOGI
Semua ras yang terpengaruh oleh gangguan ini. Status sosial ekonomi
lebih rendah dan seks pria dapat meningkatkan faktor risiko cerebral palsy2.
ETIOLOGI
Cerebral palsy dapat terjadi akibat kelainan struktural yang mendasari otak; pada
awal kehamilan, cedera perinatal, atau setelah melahirkan karena insufisiensi
vaskuler, toxin atau infeksi, atau risiko prematuritas. Ini mungkin termasuk
kelahiran prematur, kehamilan ganda, pembatasan pertumbuhan intrauterin, jenis
kelamin laki-laki, skor Apgar rendah, infeksi intrauterin, kelainan tiroid ibu,
14
stroke prenatal,asfiksia lahir, paparan metil merkuri ibu, dan defisiensi yodium
ibu2,7.
Meskipun kelahiran prematur adalah faktor risiko cerebral palsy yang ditegakkan,
studi terbaru menunjukkan bahwa kehamilan postterm pada 42 minggu atau
lambat telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kondisi ini2.
Faktor-faktor risiko ibu dan prenatal secara statistik berhubungan dengan cerebral
palsy2,8:
15
h) Riwayat melahirkan anak dengan defisit motorik, keterbelakangan mental,
atau defisit sensorik
a) Polihidramnion
j) Kehamilan multiple
16
a) Prematuritas
b) Korioamnionitis
d) Lahir asfiksia
Dalam 10% atau kurang dari kasus cerebral palsy, kelahiran asfiksia dapat
ditentukan sebagai penyebab definitif. Bahkan ketika asfiksia lahir dianggap
berhubungan jelas dengan cerebral palsy, faktor kehamilan tidak normal
(misalnya, retardasi pertumbuhan intrauterin, kelainan bawaan otak) mungkin
telah berkontribusi terhadap gawat janin perinatal. Kasus cerebral palsy
disebabkan oleh asfiksia lahir harus mendokumentasikan bukti nyata asidosis,
ensefalopati neonatal sedang sampai parah, quadriplegia spastik, jenis dyskinetic
atau campuran dari cerebral palsy, dan pengucualian etiologi lainnya. Selain itu,
kejadian intrapartum harus disarankan oleh peristiwa sentinel, perubahan tingkat
jantung janin, skor Apgar kurang dari 4 pada 5 menit, kerusakan organ sistem
yang terkait dengan hipoksia jaringan, dan kelainan pencitraan awal2.
17
Table 1. Skor APGAR
e) Sirkulasi janin persisten atau hipertensi paru persisten pada bayi baru lahir
f) Kern ikterus
1) Spastik hemiplegia
Dari semua kasus cerebral palsy, 70-90% adalah bawaan dan 10-30% diperoleh
(misalnya pembuluh darah, inflamasi, trauma). Pada lesi unilateral otak, wilayah
pembuluh darah yang paling sering terkena adalah arteri serebral tengah; sisi kiri
terlibat dua kali lebih sering dibanding kanan. Kelainan otak struktural lainnya
18
termasuk atrofi hemibrain dan porencephaly posthemorrhagic. Pada bayi
prematur,ini mungkin akibat dari leukomalacia periventricular asimetris.
2) Spastik diplegia
Pada bayi prematur, kejang diplegia mungkin hasil dari perdarahan parenkim-
intraventricular atau leukomalacia periventricular. Pada bayi panjang, tidak ada
factor risiko mungkin dapat diidentifikasi, atau etiologi mungkin multifaktorial.
3) Spastik quadriplegia
4) Dyskinetic (ekstrapiramidal)
19
Gambar 2. Cerebral palsy tipe Spastic
PATOGENESIS
Perkembangan otak manusia dan waktu puncak terjadinya meliputi berikut11 :
a) Primer neurulation - Minggu 3-4 kehamilan
b) Perkembangan Prosencephalic - Bulan 2-3 kehamilan
c) Neuronal proliferasi - Bulan 3-4 kehamilan
d) Neuronal migrasi - Bulan 3-5 kehamilan
e) Organisasi - Bulan 5 dari kehamilan sampai bertahun-tahun pascakelahiran
f) Mielinasi - Lahir sampai bertahun-tahun pasca kelahiran
g) Penelitian kohort telah menunjukkan peningkatan risiko pada anak yang lahir
sedikit prematur (37-38 minggu) atau postterm (42 minggu) dibandingkan dengan
anak yang lahir pada 40 minggu.
A. Cedera otak atau perkembangan otak yang abnormal
Mengingat kompleksitas perkembangan otak prenatal dan bayi, cedera atau
perkembangan abnormal dapat terjadi setiap saat, sehingga presentasi klinis
cerebral palsy bervariasi (apakah karena kelainan genetik, etiologi toxin atau
infeksi, atauinsufisiensi vaskular). Misalnya, cedera otak sebelum 20 minggu
kehamilan dapat mengakibatkan defisit migrasi neuronal; cedera antara minggu 26
dan 34 dapat mengakibatkan leukomalacia periventricular (foci nekrosis
20
coagulative pada white matter berdekatan dengan ventrikel lateral); cedera antara
minggu ke-34 dan ke-40 dapat mengakibatkan cedera otak fokal atau multifokal2.
C. Periventricular leukomalacia
Ketika lesi lebih besar menjangkau daerah saraf descenden dari korteks motor
untuk melibatkan centrum semiovale dan korona radiata, baik ekstremitas bawah
danatas mungkin terlibat. Leukomalacia periventricular umumnya simetris dan
dianggapkarena cedera iskemik white matter pada bayi prematur. Cedera
asimetris untuk whitematter periventricular dapat menghasilkan satu sisi tubuh
yang lebih terpengaruh dari yang lain. Hasilnya meniru hemiplegia spastik tetapi
lebih baik dicirikan sebagai kejang diplegia asimetris. Matriks germinal kapiler di
daerah periventricular sangat rentan terhadap cedera hipoksia-iskemik karena
lokasi mereka di sebuah zonaperbatasan vaskular antara zona akhir arteri striate
21
dan thalamic. Selain itu, karenamereka adalah otak kapiler, mereka memiliki
kebutuhan tinggi untuk metabolism oksidatif 2.
D. Perdarahan periventricular -perdarahan intraventricular
Banyak pihak berwenang telah menentukan tingkatan beratnya perdarahan
periventricular, perdarahan intraventricular menggunakan sistem klasifikasi
awalnya dijelaskan oleh Papile dkk pada 1978 sebagai berikut2:
a) Grade I - Perdarahan subependymal dan/atau matriks germinal
b) Grade II - perdarahan Subependymal dengan ekstensi ke dalam ventrikel
lateraltanpa pembesaran ventrikel
c) Grade III - perdarahan Subependymal dengan ekstensi ke dalam ventrikellateral
dengan pembesaran ventrikel
d) Grade IV - Sebuah perdarahan matriks germinal yang membedah dan meluas
keparenkim otak yang berdekatan, terlepas dari ada atau tidak adanya
perdarahanintraventricular, juga disebut sebagai perdarahan intraparenchymal saat
ditemui di tempat lain di parenkim tersebut. Perdarahan meluas ke white matter
periventricular berkaitan dengan perdarahan germinal ipsilateral
perdarahan/intraventricular matriks yang disebut infark vena
periventricularhemoragik.
22
Klasifkasi klinis
Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis
neurologis. Spastic diplegia untuk pertama kali dideskripsikan oleh dr.Little
(1860), merupakan salah satu bentuk penyakit yang dikenal selanjutnya sebagai
cerebral palsy. Hingga saat ini, cerebral palsy diklasifikasikan berdasarkan
kerusakan gerakan yang terjadi dan dibagi dalam empat kategori, yaitu1:
1) CP Spastik
Merupakan bentukan CP yang terbanyak (70-80%), otot mengalami kekakuan dan
secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami
spastisitas, pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan
lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakterisitik berupa ritme berjalan yang
dikenal dengan gait gunting (scissor gait)
Anak dengan spastic hemiplegia dapat disetai tremor hemiparesis, dimana
seseorang tidak dapat mengendalikan gerakan pada tungkai pada satu sisi tubuh.
Jika tremor memberat, akan terjadi gangguan gerakan berat.
a. Monoplegi bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan
b. Diplegia keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat daripada
kedua lengan
c. Triplegia bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai
kedua lengan dan kaki
d. Quadriplegia keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama
e. Hemiplegia Mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan terkena lebih berat.
2) CP Atetoid / diskinetik
Bentuk CP ini mempunyai karakteristik gerakan menulis yang tidak terkontrol dan
perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan atau tungkai dan
pada sebagian besar kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan anak tampak selalu
menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama
periode peningkatan stress dan hilang pada saat tidur. Penderita juga mengalami
masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria). CP atetoid terjadi pada 10-20%
penderita CP.
3) CP Ataksid
23
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam. Penderita yang
terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk, berjalan tidak stabil dengan
gaya berjalan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan posisi yang
saling berjauhan, kesulitan dalam melakukan gerkan cepat dan tepat, misalnya
menulis atau mengancingkan baju. Mereka juga sering mengalami tremor, dimulai
dengan gerakan volunter misalnya mengambil buku, menyebabkan gerakan
seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru akan digunakan dan tampak
memburuk sama dengan saat pendertia akan menuju obyek yang dikehendaki.
Bentuk ataksid ini mengenai 5-10% penderita CP.
4) CP Campuran
Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari satu bentuk CP
yang akan dijabarkan di atas. Bentuk campuran yang sering dijumpai adalah
spastic dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga mungkin dijumpai.
24
Cerebral palsy juga dapat diklasifikan berdasarkan estimasi derajat beratnya
penyakit dan kemampuan penderita untuk melakukan aktivitas normal (Tabel 1.)
Tabel 2. Klasifikasi CP berdasarkan Derajat Penyakit 2
Klasifikasi Perkembangan motorik Gejala Penyakit penyerta
Minimal Normal, hanya1) Kelainan tonus Gangguan
terganggu secara sementara komunikasi
kualitatif 2) Refleks primitif Gangguan belajar
menetap terlalu lama spesifik
3) Kelainan postur ringan
4) Gangguan gerak
motorik kasar dan
halus, misalnya
clumpsy
Ringan Berjalan umur 241) Perkembangan refleks
bulan primitif abnormal
2) Respon postular
terganggu
3) Gangguan motorik
seperti tremor
4) Gangguan koordinasi
Sedang Berjalan umur 3 tahun1) Berbagai kelainan Retardasi mental
kadang memerlukan neurologis Gangguan belajar
bracing. Tidak perlu2) Refleks primitif dan komunikasi
alat khusus menetap Kejang
3) Respon postural
terlambat
Berat Tidak bisa berjalan1) gejala neurologis
atau berjalan dengan dominan
alat bantu, kadang2) refleks primitif
butuh operasi menetap
3) respon postural tidak
muncul
Manifestasi Klinik
Gejala CP tampak sebagai spektrum yang menggambarkan variasi beratnya
penyakit. Seseorang dengan CP dapat menampakkan gejala kesulitan dalam hal
25
motorik halus, misalnya menulis atau menggunakan gunting, masalah
keseimbangan dalam berjalan atau mengenai gerakan involunter, misalnya tidak
dapat mengontrol gerakan menulis. Gejala dapat berbeda pada setiap penderita,
dan dapat berubah pada seorang penderita. Penderita CP derajat berat akan
mengakibatkan tidak dapat berjalan atau membutuhkan perawatan yang ekstensif
dan jangka panjang, sedangkan CP derajat ringan mungkin hanya sedikit
canggung dalam gerakan dan membutuhkan bantuan yang tidak khusus. CP bukan
penyakit menular atau bersifat herediter.
Gambaran awal pada penderita cerebral palsy biasanya tampak pada usia <3
tahun, dan orang tua sering mencurigai ketika kemampuan perkembangan motorik
tidak normal. Bayi dengan cerebral palsy sering mengalami kelambatan
perkembangan, misalnya tengkurap, duduk, merangkak, tersenyum atau berjalan1.
1) Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek
Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang
meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama
derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan
kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi
siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga
posisi ibu jari melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi
pada sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki berputar ke
26
dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya.
Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan
spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan yaitu monoplegia/
monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak
lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/ hemiparesis adalah kelumpuhan lengan
dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/ diparesis adalah kelumpuhan keempat
anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis
adalah kelimpuhan keempat anggota gerak, lengan lebih atau sama hebatnya
dibandingkan dengan tungkai.
2) Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak flaksid (lemas) dan
berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower
motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari
rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya
seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya
berubah menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif,
tetapi yang khas ialah refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan
biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.
3) Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi
dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid,
tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap
dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan
ataksia, kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau
ikterus kern pada masa neonatus.
4) Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid
dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan
tamapak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua
pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum.
5) Gangguan pendengaran
27
Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen
terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada
golongan koreo-atetosis
6) Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang
terjadi dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-
otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak
berliur
7) Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi pada
keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.
Diagnosis
Anamnesis
Anak dengan cerebral palsy dapat hadir setelah gagal memenuhi tahap
perkembangan yang diharapkan atau gagal untuk menekan refleks primitif wajib.
Tahun 2003, American Academy of Neurology (AAN) menyarankan
parameterpraktek skrining untuk potensi serebral palsi berikut terkait defisit pada
penilaian awal2:
1) Mental retardasi
2) Ophthalmologic dan gangguan pendengaran
3) Gangguan Bicara dan bahasa
4) Disfungsi Oromotor
Diagnosis dimulai dengan riwayat keterlambatan perkembangan motorik kasar
pada tahun pertama kehidupan. Cerebral palsy sering bermanifestasi sebagai
hipotonia awal untuk 6 bulan pertama sampai 1 tahun kehidupan, diikuti dengan
spastik. [1] [2] Otot yang abnormal adalah gejala yang paling sering diamati.
Anak mungkin hadir sebagai baik hipotonik atau, lebih umum, hipertonik dengan
resistensi baik menurun atau meningkat menjadi gerakan pasif, masing-masing.
Anak-anak dengan cerebral palsy mungkin memiliki periode awal hipotonia
28
diikuti oleh hypertonia. Semakin lama periode hipotonia sebelum hypertonia,
semakin besar kemungkinan bahwa hypertonia akan lebih parah2.
Tangan preferensi tertentu sebelum usia 1 tahun adalah bendera merah
untuk kemungkinan hemiplegia. Merangkak asimetris atau kegagalan merangkak
juga mungkin menyarankan cerebral palsy. Gangguan pertumbuhan sering dicatat
padaanak dengan cerebral palsy, terutama gagal tumbuh. Riwayat medis umum
harus mencakup kajian sistem untuk mengevaluasi untuk komplikasi beberapa
yang dapat terjadi dengan cerebral palsy2.
1) Riwayat Prenatal
Riwayat prenatal harus memasukkan informasi tentang kehamilan ibu, seperti
paparan pralahir untuk obat-obatan terlarang, racun, atau infeksi, diabetes ibu;
penyakit ibu akut, trauma, paparan radiasi, perawatan pra-natal dan gerakan janin.
Riwayat awal aborsi spontan sering, kekerabatan orangtua, dan riwayatkeluarga
penyakit neurologis (misalnya, penyakit neurodegenerative keturunan) juga
penting.
2) Riwayat Perinatal
Riwayat perinatal harus mencakup usia kehamilan anak (yaitu,
derajatprematuritas) saat lahir, presentasi anak dan jenis persalinan, berat lahir,
skor Apgar,dan komplikasi pada periode neonatal (misalnya, waktu intubasi,
adanya perdarahanintrakranial, kesulitan makan, apnea, bradikardia, infeksi, dan
hiperbilirubinemia).
3) Riwayat Perkembangan
Riwayat perkembangan anak harus meninjaunya dari segi motorik kasar,motorik
halus, bahasa, dan sosial dari lahir sampai saat evaluasi.
Perhatian motorik kasar dengan cerebral palsy termasuk kontrol kepala
padausia 2 bulan, berguling pada usia 4 bulan, duduk di usia 6 bulan, dan berjalan
padausia 1 tahun. Bayi dengan cerebral palsy mungkin signifikan tertunda motorik
kasar atau menunjukkan preferensi tangan dini pada usia kurang dari 1,5 tahun,
menunjukkan kelemahan relatif dari satu sisi.
Hadirnya regresi dijelaskan akan lebih sugestif dari penyakit keturunan
neurodegenerative dari cerebral palsy.
29
Keterampilan sosial saat ini, prestasi akademis dan partisipasi dalam
programintervensi awal (jika <3 tahun) atau dukungan sekolah (jika> 3 tahun)
harus ditinjau ulang, termasuk bantuan sumber daya ruang; fisik, pekerjaan, dan
terapi bicara danbahasa, dan adaptif fisik pendidikan. Pengujian kognitif dan
pendidikan standar dan rencana pendidikan individualsaat ini dapat digunakan
untuk menentukan apakah terapi wicara, terapi okupasi, danterapi fisik berada di
tempat atau apakah arahan untuk ini diperlukan2.
Pemeriksaan Fisik
Indikator fisik cerebral palsy termasuk kontraktur sendi sekunder untuk otot
spastik, hipotonik untuk tonus otot spastik, keterlambatan pertumbuhan, dan
reflex primitif persisten1,2. Presentasi awal cerebral palsy termasuk hipotonia
awal, diikuti dengan kekejangan. Umumnya, kelenturan tidak terwujud sampai
setidaknya 6 bulan sampai1 tahun kehidupan. Evaluasi neurologis meliputi
pengamatan dekat dan pemeriksaan neurologis formal.
Sebelum pemeriksaan fisik formal, observasi dapat mengungkapkan leher
abnormal atau tonus otot trunkal (menurun atau meningkat, tergantung pada usia
dan jenis cerebral palsy);postur asimetris, kekuatan, atau gaya atau cara
berjalan; atau koordinasi abnormal. Pasien dengan cerebral palsy dapat
menunjukkan refleks meningkat,menunjukkan adanya lesi upper motor neuron.
Kondisi ini juga dapat hadir sebagai persistensi refleks primitif, seperti Moro
(refleks kejut) dan refleks leher asimetristonik (yaitu, postur dengan leher berubah
dalam arah yang sama ketika satu lengan diperpanjang dan yang lain tertekuk).
Tonik leher simetris, genggaman palmar,labirin tonik, dan refleks
penempatan kaki juga dicatat. Refleks Moro dan labirin tonik seharusnya hilang
pada saat bayi sudah berusia 4-6 bulan, refleks pegangpalmaris pada 5-6 bulan,
refleks tonik leher asimetris dan simetris pada 6-7 bulan,dan penempatan refleks
kaki sebelum 12 bulan. Cerebral palsy juga termasuk keterbelakangan atau tidak
adanya refleks postural atau protektif (memperpanjanglengan ketika duduk)2.
Pola kiprah keseluruhan harus diamati dan masing-masing bersama
diekstremitas bawah dan ekstremitas atas harus dinilai, sebagai berikut2:
30
a) Panggul - fleksi berlebihan, adduksi, dan anteversion femoralis membentuk
polamotorik dominan. Scissoring kaki adalah umum pada cerebral palsy spastik.
b) Lutut - Fleksi dan ekstensi dengan valgus atau varus terjadi.
c) Foot - Equinus
atau berjalan dengan jari kaki dan varus atau valgus dari
d) Hindfoot
adalah umum di cerebral palsy. Kelainan gaya berjalan mungkin termasuk
posisiberjongkok dengan fleksor pinggul ketat dan paha belakang, paha depan
lemah,dan / atau dorsofleksi berlebihan.
31
b) Lengan lebih terpengaruh daripada kaki
c) Refleks tendon dalam biasanya normal sedikit meningkat
d) Beberapa spastik
e) Oromotor disfungsi
f) Gait
g) Ketidakstabilan badan
h) Risiko ketulian pada mereka yang terkena dampak kernicterus
Pasien-pasien dengan cerebral palsy dyskinetic mungkin penurunan
tonuskepala dan trunkal dan cacat pada kontrol postural dan disfungsi motorik
sepertiathetosis (yaitu, gerakan lambat, menggeliat, tak terkendali, terutama di
ekstremitasdistal), chorea (yaitu, gerakan tiba-tiba, tidak teratur) atau
choreoathetosis (yaitu,kombinasi athetosis dan gerakan choreiform), dan distonia
(yaitu, gerakan lambat,berirama terkadang dengan tonus otot meningkat dan
postur abnormal, misalnya, diekstremitas dan rahang atas).
32
f) Defisit medan penglihatan (misalnya, hemianopsie homonymous) dan strabismus
g) Kejang
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis cerebral palsy umumnya dibuat berdasarkan gambaran klinis,
namun,beberapa penulis mengemukakan bahwa diagnosis harus ditunda sampai
33
anak usia 2 tahun atau lebih. Karena otak terus berkembang setelah lahir, kelainan
tonus motor atau gerakan di beberapa minggu pertama atau bulan setelah
kelahiran secarabertahap dapat membaik selama tahun pertama kehidupan (atau
bahkan nanti). Collaborative Perinatal Project menemukan bahwa hampir 50%
orang yang didiagnosis dengan cerebral palsy dan 66% anak didiagnosis dengan
diplegia spastik, ditemukan secara sugestif cerebral palsy pada usia 7 tahun. Yang
lain tidak mensugestikan tanda-tanda nyata motorik dari gangguan ini hingga usia
1-2 tahun2.
Kondisi lain yang harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi pasien
dengancerebral palsy yang dicurigai termasuk penyakit metabolik dan genetik,
paraplegiaskejang herediter, sindrom Rett, dan kelainan sumsum tulang belakang2.
Pada Tahun 2003, American Academy of Neurology (AAN) mengemukakan
praktek parameter pada cerebral palsy menyarankan pemeriksaan laboratorium
jika12:
1) Riwayat klinis atau temuan dari neuroimaging tidak menunjukkan kelainan
struktural tertentu,
2) Fitur tambahan dan atipikal yang hadir dalam riwayat atau pemeriksaan klinis,
atau
3) Suatu kelainan otak yang terdeteksi pada anak dengan cerebral palsy. Selain itu,
tes diagnostik untuk gangguan koagulasi dianjurkan jika infark serebral terlihat,
namun data yang tersedia tidak cukup untuk membimbing apastudi tepat harus
dipesan2.
Jika tersangka diagnosis gangguan herediter atau neurodegenerative,
penyaringan untuk kelainan metabolik atau genetik yang mendasari harus
dilakukan. Namun, penelitian tertentu tidak direkomendasikan oleh parameter
praktek AAN, sebagai studi tersebut harus berpedoman pada gambaran klinis2.
Parameter praktek AAN tidak merekomendasikan sebuah
electroencephalogram(EEG) kecuali kecurigaan untuk epilepsi atau sindrom
epilepsi hadir, tapi itumerekomendasikan neuroimaging "untuk menetapkan
bahwa kelainan otak ada padaanak dengan cerebral palsy, yang mungkin, pada
gilirannya, menyarankan etiologidan prognosis". Perhatikan bahwa studi
34
pencitraan otak normal tidak berarti bahwaanak tidak memiliki cerebral palsy,
karena diagnosis selalu hanya berdasarkan temuan pemeriksaan fisik2.
35
iskemik. Sebagai contoh, ultrasonografi kranial neonatal memberikan informasi
tentang system ventrikel, ganglia basal, dan corpus callosum, serta informasi
diagnostik pada perdarahan intraventricular dan hipoksia-iskemik cedera pada
materi putihperiventricular. Leukomalacia periventricular awalnya muncul
sebagai daerah echodense yang mengkonversi ke area echolucent ketika pasien
adalah sekitar usia 2 minggu. Leukomalacia periventricular sangat terkait dengan
cerebral palsy.
Pada bayi, computed tomography (CT) scanning otak membantu
untuk mengidentifikasi cacat bawaan, perdarahan intrakranial, dan
leukomalaciaperiventricular lebih jelas daripada USG.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) otak adalah yang paling berguna setelah
2-3 minggu kehidupan dan adalah studi neuroimaging diagnostik pilihan untuk
anak-anak yang lebih tua, karena modalitas ini mendefinisikan struktur kortikal
dan whitematter dan kelainan lebih jelas daripada metode lainnya. MRI juga
memungkinkanuntuk penentuan mielinasi yang tepat untuk usia tertentu. Pada
anak dengan kakiyang spastik dan memburuknya fungsi usus dan kandung kemih,
sebuah MRI tulangbelakang dapat membantu mengidentifikasi kerusakan tulang
belakang2.
Meskipun peran yang tepat untuk MRI dalam diagnosis dan pemeriksaan anak-
anak dengan cerebral palsy atau kelumpuhan otak diduga belum
sepenuhnyadijelaskan, literatur menunjukkan bahwa MRI harus dipertimbangkan
dalam semuakasus, dalam sebuah penelitian, 89% anak dengan cerebral palsy
ditemukan memilikiMRI abnormal. Selain itu, MRI mungkin memiliki peran
dalam memprediksi hasilperkembangan saraf pada bayi prematur. Ultrasonografi,
CT scan, dan MRI kepaladapat membantu untuk mendiagnosis dan pemantauan
temuan hidrosefalus13,14.
Pasien yang hadir secara klinis dengan cerebral palsy mungkin memiliki
hasilyang normal dari studi pencitraan otak. Hasil normal dari studi neuroimaging
tidak mengecualikan diagnosis klinis gangguan ini. Namun, dalam kasus ini,
etiologimetabolik dan genetik lain yang mendasari harus dipertimbangkan dan
dikeluarkan sebelum mendiagnosis anak dengan cerebral palsy2.
36
3) Electroencephalography
Electroencephalography (EEG) berguna dalam mengevaluasi cedera
parahhipoksia-iskemik. Studi ini penting dalam diagnosis gangguan kejang;
temuanawalnya menunjukkan penekanan ditandai amplitudo dan perlambatan,
diikuti denganpola terputus penindasan tegangan, dengan semburan tegangan
tinggi gelombangtajam dan lambat 24-48 jam. Namun, EEG tidak diindikasikan
jika kejang tidak dicurigai bersama dengan cerebral palsy2.
4) EMG dan Studi konduksi saraf
Elektromiografi (EMG) dan studi konduksi saraf sangat membantu
ketikagangguan otot atau saraf dicurigai (misalnya, neuropati motor atau sensorik
hereditersebagai dasar untuk deformitas kaki equinus dan berjalan jari kaki)2.
Diagnosis banding
1) Neuromuskuler :
a. Spinal muscle artrophy
b. Distrofia muskuler
Kelainan otot herediter yang progresif, timbul sebelum usia 5 tahun, biasanya
pada anak laki-laki. Kelemahan otot tampak di proksimal.
2) Degeneratif :
a. Friedriech's ataxia
b. Penyakit Chorea Huntington masa anak
Gangguan gerakan yang disebabkan karena disfungsi basal ganglia. Gerakan
menyentak, cepat, ireguler, tidak dapat diprediksikan dapat terjadi pada satu
bagian tubuh yang kemudian dapat mengenai bagian tubuh yang lain, dapat
disertai dengan kesulitan untuk makan gangguan gait, clumsiness.
3) Metabolik :
a. Penyakit Wilson
4) Kelainan Tulang & Sendi :
a. Arthero gryphosis multiplex kongenital
5) Penyakit gangguan gerak involunter :
a. Sindrom Tourette
37
b. Chorea Sydenham
c. Spasmus nutans
6) Penyakit metabolik
7) Tumor atau AVM medulla spinalis
8) Spinal dystrophia [16]
2.1.1. Penatalaksanaan
Pengelolaan pasien dengan cerebral palsy harus individual berdasarkan presentasi
klinis anak dan memerlukan pendekatan multidisiplin. Rehabilitasi adalah
"intervensi strategi komprehensif yang dirancang untuk memfasilitasi adaptasi
danpartisipasi dalam peningkatan jumlah dan berbagai pengaturan dalam
masyarakat danbudaya”2.
a) Gangguan motoric
b) Retardasi mental
c) Kejang
d) Gangguan pendengaran
e) Gangguan rasa raba
f) Gangguan bahasa dan bicara
g) Makan/gizi
h) Gangguan mengontrol miksi (ngompol)
i) Gangguan konsentrasi
j) Gangguan emosi
k) Gangguan belajar
38
Penatalaksanaan CP meliputi:
39
kelenturan pada ekstremitas bawah (gastrocnemius, khususnya). Terapi ini dapa
tmemungkinkan untuk meningkatkan rentang gerak, deformitas dikurangi, respon
ditingkatkan untuk terapi okupasi dan fisik, dan keterlambatan dalam kebutuhan
untuk manajemen operasi kelenturan. Casting, dengan atau tanpa toksin
botulinumtipe A, bisa menjadi pilihan tambahan untuk anak-anak dengan cacat
equinus,meskipun bukti itu masih agak bertentangan2,12.
Dosis badan yang dibentuk total toksin botulinum dibatasi sampai 12
U/kg,maksimal 400 U per kunjungan. (Banyak praktek, bagaimanapun, telah ama
nmenggunakan 20 U/kg, maksimal 600 U). Setiap otot kecil menerima 1-2 U/kg,
danotot-otot besar, 4-6 U/kg. Interval antara dosis harus minimal 4 bulan
untuk membantu mencegah pembentukan antibodi, yang bisa membuat prosedur
botulinumtoksin selanjutnya kurang efektif. Perhatikan bahwa otot-otot besar
mungkin tidak merespon hal ini membatasi dosis, atau cukup sering, pasien perlu
beberapa ototdilakukan pada setiap kunjungan2.
2) Fenol intramuskular neurolysis
Secara historis, neurolysis intramuskular fenol telah dianggap pilihan lain
pengobatan. Agen ini dapat digunakan untuk beberapa otot-otot besar atau ketika
otot beberapa diperlakukan, tapi terapi fenol lebih sulit untuk mengelola dari agen
lain. Karena fenol diberikan menggunakan perangsang saraf, pengobatan ini lebih
menyakitkan, dan anestesi sering digunakan ketika terapi ini dilakukan. Selain
itu,fenol bisa, dalam saraf tertentu, menyebabkan dysesthesias sensorik
menyenangkan,oleh karena itu, penggunaannya sering terbatas hanya pada saraf
dengan persarafan motor, seperti muskulo kutaneus (untuk mengurangi fleksi
lengan) dan obturatorius(untuk mengurangi adduksi panggul). Pengobatan Fenol
ini juga digunakan untuk titik hamstring blok motor (untuk fleksi lutut)2.
3) Antiparkinson, antikonvulsan, antidopaminergic, dan agen antidepresan
Meskipun obat antiparkinson (misalnya, obat-obatan antikolinergik dan
dopaminergik) dan agen antispasticity (misalnya, baclofen) telah terutama
digunakan dalam pengelolaan distonia, antikonvulsan, obat antidopaminergic, dan
antidepresan juga telah dicoba2.
40
Antikonvulsan (termasuk benzodiazepin seperti diazepam, asam valproat,
danbarbiturat) telah berguna dalam pengelolaan mioklonus. Chorea dan
athetosisseringkali sulit untuk dikelola, meskipun benzodiazepin, neuroleptik, dan
obatantiparkinson (misalnya levodopa) telah dicoba. Benzodiazepin dan baclofen
biasanya digunakan untuk mengelola kelenturan.
41
operasi. Kebanyakan ahli bedah sedang melakukan laminectomies kecil hanya 1-2
tingkat.
c. Stereotactic basal ganglia
Meskipun data terbatas pada populasi ini, operasi ganglia basal stereotactic dapat
meningkatkan kekakuan, choreoathetosis, dan tremor
d. Bedah ortopedi intervensi
Scoliosis dan dislokasi pinggul adalah kondisi yang paling umum
yangmembutuhkan pembedahan. Tendon memperpanjang atau transfer dapat
mengurangiketidakseimbangan otot spastik dan pasukan deformasi, dan osteotomi
dapatmenyetel kembali anggota tubuh, termasuk leher femur, tibia, dan calcaneus
e. Penggunaan gabungan perangkat kontinu infus dan analgesik oral telah terbukti
lebih efektif daripada obat oral saja dalam mengurangi intensitas nyeri pada
anak dengan cerebral palsy yang menjalani prosedur ortopedi ekstremitas bawah.
Komplikasi
Komplikasi cerebral palsy dapat mempengaruhi beberapa sistem.
Misalnya,komplikasi kulit meliputi ulkus dekubitus dan luka; komplikasi ortopedi
mungkin termasuk kontraktur, dislokasi pinggul, dan/atau scoliosis2.
Mempertahankan berat badan mendekati berat badan ide penting bagi
pasienberkursi roda atau mereka yang memiliki disfungsi berjalan. Konsultasi gizi
harusdilakukan sejak dini dan secara berkala untuk memastikan pertumbuhan
yang tepat.Orang tua dan para profesional medis harus tetap mengatasi kesulitan
gizi potensialpada anak dengan cerebral palsy. Pasien-pasien ini sangat berisiko
terkena osteoporosis karena bantalan berat menurun, sehingga berikut asupan
kalsium mereka adalah penting2.
Komplikasi gastrointestinal dan gizi meliputi:
a) Gagal tumbuh karena kesulitan makan dan menelan sekunder untuk
kontroloromotor yang buruk; pasien mungkin memerlukan tabung gastrostomy
(G-tabung) atau tabung jejunostomy (J-tabung) untuk menambah gizi.
b) Gastroesophageal reflux dan terkait pneumonia aspirasi
c) Sembelit
42
d) Gigi karies.
Masalah gigi juga termasuk disgenesis enamel, maloklusi, dan hiperplasia
gingiva. Maloklusi dua kali lebih umum seperti dalam populasi normal.Insiden
peningkatan masalah gigi sering sekunder untuk penggunaan obat,khususnya obat
diberikan pada bayi prematur dan agen antiepilepsi.
Komplikasi pernapasan meliputi:
a) Meningkatnya risiko pneumonia aspirasi karena disfungsi oromotor
b) Penyakit paru kronis/displasia bronkopulmonalis
c) Bronchiolitis/asma
Komplikasi neurologis meliputi:
a) Epilepsi.
b) Gangguan pendengaran (terutama pada pasien yang mengalami ensefalopati
bilirubin akut [kernikterus], juga terlihat pada pasien yang lahir prematur atauyang
terkena obat ototoxic)
c) Penglihatan
Kelainan medan penglihatan karena cedera kortikal
d) Strabismus
Epilepsi terjadi pada 15-60% anak dengan cerebral palsy dan lebih
seringterjadi pada pasien dengan quadriplegia spastik atau retardasi mental. Bila
dibandingkan dengan kontrol, anak dengan cerebral palsy memiliki insiden
yanglebih tinggi dengan onset epilepsi dalam tahun pertama kehidupan dan lebih
mungkinuntuk memiliki riwayat kejang neonatal, status epileptikus, polytherapy,
danpengobatan dengan lini kedua antikonvulsan. Faktor yang terkait dengan masa
bebaskejang minimal 1 tahun termasuk kecerdasan normal, jenis kejang tunggal,
monoterapi, dan kejang diplegia. Ketajaman visual berkurang pada bayi
prematurkarena retinopati prematuritas dengan hypervascularization dan mungkin
ablasiretina.
Komplikasi kognitif/psikologis/perilaku meliputi berikut ini:
a) Keterbelakangan mental (30-50%), paling sering dikaitkan dengan
quadriplegiakejang
b) Defisit perhatian/gangguan hiperaktivitas
43
c) Disabilitas belajar
d) Dampak pada kinerja akademik dan harga diri
e) Peningkatan prevalensi depresi
f) Kesulitan integrasi sensorik
g) Peningkatan prevalensi gangguan perkembangan progresif atau autisme yang
berhubungan dengan diagnosis bersamaan cerebral palsy
Prognosis
Dengan layanan terapi yang tepat, pasien mungkin dapat sepenuhnya berperan
serta secara akademis dan sosial. Morbiditas dan mortalitas cerebral palsy
berhubungan dengan tingkat keparahan kondisi ini dan seiring komplikasi medis,
seperti kesulitan pernapasan dan pencernaan. Pada pasien dengan quadriplegia,
kemungkinan epilepsi, kelainan ekstrapiramidal, dan gangguan kognitif parah
lebih besar dari pada mereka dengan diplegia atau hemiplegia.
Gangguan kognitif terjadi lebih sering pada orang dengan otak dari pada
populasi umum. Tingkat keseluruhan keterbelakangan mental pada orang yang
terkena dampak dianggap 30-50%. Beberapa bentuk ketidakmampuan belajar
(termasuk keterbelakangan mental) telah diperkirakan terjadi pada mungkin 75%
pasien. Namun, standar pengujian kognitif terutama mengevaluasi kemampuan
verbal dan dapat mengakibatkan meremehkan kemampuan kognitif pada beberapa
individu.
Dalam beberapa penelitian, 25% pasien dengan cerebral palsy tidak
dapatberjalan. Namun, banyak pasien dengan gangguan ini (terutama mereka yang
diplegiaspastik dan jenis hemiplegia spastik) dapat mandiri atau dengan peralatan
bantu.Dengan demikian, sekitar 25% anak dengan cerebral palsy memiliki
keterlibatanringan dengan keterbatasan fungsional minimal atau tidak ada dalam
berjalan,perawatan diri, dan kegiatan lainnya. Sekitar setengah yang cukup
terganggu sampai-sampai kemerdekaan penuh tidak mungkin tetapi fungsi
memuaskan. Hanya 25%begitu sangat cacat bahwa mereka memerlukan
perawatan yang luas dan tak bisa berjalan.
44
Pada pasien dengan quadriplegia spastik, prognosis yang kurang
menguntungkan berkorelasi dengan penundaan lagi dalam penyelesaian nada
ekstensor. Kadang-kadang, hipertonisitas dan kelenturan dapat memperbaiki
ataumenyelesaikan dari waktu ke waktu pada pasien dengan cerebral palsy.
Kelenturan pada pasien dengan quadriplegia spastik dapat lebih tahan bahkan
dengan layanandan ortopedi dan intervensi rehabilitatif.
Pasien dengan bentuk parah cerebral palsy dapat memiliki jangka hidup yang
berkurang secara signifikan, meskipun hal ini terus membaik dengan
meningkatnya pelayanan kesehatan dan tabung gastrostomy. Pasien dengan
bentuk ringan dari gangguan ini memiliki harapan hidup dekat dengan masyarakat
umum, meskipun masih agak berkurang. Pasien dengan tipe tetraplegi prognosa
ad vitam dan fungsionam : ad malam, sedangkan Tipe hemiparesis atau diparesis
ringan quo ad vitamnya ad bonam. Bila ada retardasi mental, epilepsi, gangguan
lihat / dengar : prognosis kurang baik15.
45
KESIMPULAN
46
Daftar Pustaka
[4] I. Adnyana, "Cerebral Palsy ditinjau dari Aspek Neurologi," in Cermin Dunia
Kedokteran, 1995, pp. 37-40.
[7] K. Lie, E. Groholt and A. Eksild, "Association of Cerebral Palsy with APgar
Score in Low and normal birthweight infants : population based cohort
study," BMJ, vol. 341, 2010.
[9] T. O'Shea, K. Klinepter and R. Dillard, "Prenatal Evens and the Risk of
Cerebral Palsy in Very Low Birth Weight Inants," American Journal of
Epidemiology , vol. 147, pp. 362-369, 1998.
[10] A. Ozturk, F. Demicri and S. Yildiz, "Antenatal and Delivery Risk Factors
and Prefvalence of cerebral palsy in Duzce (Turkey)," Brain Development ,
vol. 29, pp. 39-42, 2007.
47
[11] D. Moster, A. Wilcox, S. Vollset, T. Markestad and Lie RT, "Cerebral Palsy
Among Term and Postterm Births," JAMA, vol. 304, no. 9, pp. 976-982,
2010.
[16] D. Saharso , "Palsi Serebral dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Divisi
Neuropediatri Bag./SMF Ilmu Kesehatan ANak FK Unair / RSU Dr.
Soetomo Surabaya," FK UNAIR, Surabaya, 2006.
48