Anda di halaman 1dari 21

PEMBELAJARAN 1

A. PARKINSON

1. Kompetensi Akhir Yang Diharapkan


1) Mampu bertanggung jawab atas pencapaian hasil kerja kelompok dan melakukan
supervisi dan evaluasi terhadap penyelesaian pekerjaan yang ditugaskan kepada
pekerja yang berada di bawah tanggung jawabnya;
2) Mampu melakukan proses evaluasi diri terhadap kelompok kerja yang berada
dibawah tanggung jawabnya, dan mampu mengelola pembelajaran secara
mandiri;
3) Mampu menyusun evaluasi, menganalisis hasil kerja yang ditugaskan kepadanya,
4) Mampu mengevaluasi dan mengelola hasil evaluasi secara bertanggung jawab,
5) Memanfaatkan IPTEKS untuk memecahkan berbagai masalah dalam
mengimplementasikan konsep dan teori terkini dalam ilmu farmasi,
6) Menguasai prinsip keilmuan farmasi dan terapannya pada industri maupun klinis

2. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu Menganalisis dan membuat rancangan serta
mendeskripsikan gangguan sistem saraf pusat terutama yang berkaitan dengan
Parkinson.

3. Materi

3.1 Definisi
Penyakit Parkinson (paralysis agitans) atau sindrom Parkinson (Parkinsonismus)
merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat
penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke
globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency).
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan
erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari
neuron dopaminergik pas substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya
inklusi intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies.
Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus
ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor
nukelus dari saraf kranial, sistem saraf otonom.

3.2. Insidensi
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan
wanita seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya
muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun.
Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia
dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun sampai 3,5 % pada
usia 85- 89 tahun.
Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di
Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada
sekitar 200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan
rentang usia-sesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di
Sumatera dan Jawa- 18 hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri
maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2)
dengan alasan yang belum diketahui
3.3 Etiologi
Etiologi Parkinson primer belum diketahui, masih belum diketahui. Terdapat
beberapa dugaan, di antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum
diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat
toksik yang belum diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra.
Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki
(involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang
tidak disadarinya. Mekanis-me bagaimana kerusakan itu belum jelas benar. Beberapa hal
yang diduga bisa menyebabkan parkinson adalah sebagai berikut.
1.Usia : Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai
200 dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi
mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra,
pada penyakit parkinson.
2.Geografi : Di Libya 31 dari 100.000 orang, di Buinos aires 657 per 100.000
orang. Faktor resiko yang mempengaruhi perbedaan angka secara geografis ini
termasuk adanya perbedaaan genetik, kekebalan terhadap penyakit dan paparan
terhadap faktor lingkungan.
3.Periode : Fluktuasi jumlah penderita penyakit parkinson tiap periode
mungkin berhubungan dengan hasil pemaparan lingkungan yang episodik,
misalnya proses infeksi, industrialisasi ataupn gaya hidup. Data dari Mayo Klinik di
Minessota, tidak terjadi perubahan besar pada angka morbiditas antara tahun 1935
sampai tahun 1990. Hal ini mungkin karena faktor lingkungan secara relatif kurang
berpengaruh terhadap timbulnya penyakit parkinson.
4.Genetik : Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada
penyakit parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang kromosom
4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan
autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin
(PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria.
Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningakatkan faktor
resiko menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun
dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan
oleh keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus
genetika di USA sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita
yang diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol
pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan pada
keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun.
5.Faktor Lingkungan
a.Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menmbulkan
kerusakan mitokondria.
b.Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c.Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi
penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan
menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia
astroides.
d.Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu
mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya,kopi
merupakan neuroprotektif.
e.Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski
peranannya masih belum jelas benar
f.Stress dan depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik.
Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stres
dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress
oksidatif.

3.4 Patofisiologi
Dua hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi neuronal ada
penyakit Parkinson ialah: hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin.
1.Hipotesis radikal bebas
Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak neuron
nigrotriatal, karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi
lainnya. Walaupun ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari
stress oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
2.Hipotesis neurotoksin
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berpera pada proses
neurodegenerasi pada Parkinson.
Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam menyusun
rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan bagian yang
diperankan oleh serebelum ialah mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan
balik mengenai pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah
mengumpulkan program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan
melakukan pembetulan kesalahan yang terjadi seaktu program gerakan
diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal adalah
gerakan involunter.
Dasar patologinya mencakup lesi di ganglia basalis (kaudatus, putamen,
palidum, nukleus subtalamus) dan batang otak (substansia nigra, nukleus rubra, lokus
seruleus).
Secara sederhana , penyakit atau kelainan sistem motorik dapat dibagi sebagai
berikut :
1.Piramidal ; kelumpuhan disertai reflek tendon yang meningkat dan reflek
superfisial yang abnormal
2.Ekstrapiramidal : didomonasi oleh adanya gerakan-gerakan involunter
3.Serebelar : ataksia alaupun sensasi propioseptif normal sering
disertai nistagmu
4.Neuromuskuler : kelumpuhan sering disertai atrofi otot dan reflek tendon yang
menurun.
Patofisiologi depresi pada penyakit Parkinson sampai saat ini belum diketahui
pasti. Namun teoritis diduga hal ini berhubungan dengan defisiensi serotonin,
dopamin dan noradrenalin.
Pada penyakit Parkinson terjadi degenerasi sel-sel neuronyang meliputi berbagai
inti subkortikal termasuk di antaranya substansia nigra, area ventral tegmental, nukleus
basalis, hipotalamus, pedunkulus pontin, nukleus raphe dorsal, locus cereleus, nucleus
central pontine dan ganglia otonomik. Beratnya kerusakan struktur ini bervariasi. Pada
otopsi didapatkan kehilangan sel substansia nigra dan lokus cereleus bervariasi
antara 50% - 85%, sedangkan pada nukleus raphe dorsal berkisar antara 0% - 45%,
dan pada nukleus ganglia basalis antara 32 % - 87 %. Inti-inti subkortikal ini
merupakan sumber utama neurotransmiter. Terlibatnya struktur ini mengakibatkan
berkurangnya dopamin di nukleus kaudatus (berkurang sampai 75%), putamen
(berkurang sampai 90%), hipotalamus (berkurang sampai 90%). Norepinefrin
berkurang 43% di lokus sereleus,
52% di substansia nigra, 68% di hipotalamus posterior. Serotonin berkurang 40% di
nukleus kaudatus dan hipokampus, 40% di lobus frontalis dan 30% di lobus
temporalis, serta 50% di ganglia basalis. Selain itu juga terjadi pengurangan
nuropeptid spesifik seperti met-enkephalin, leu-enkephalin, substansi P dan bombesin.
Perubahan neurotransmiter dan neuropeptid menyebabkan perubahan
neurofisiologik yang berhubungan dengan perubahan suasana perasaan. Sistem
transmiter yang terlibat ini menengahi proses reward, mekanisme motivasi, dan
respons terhadap stres. Sistem dopamin berperan dalam proses reward dan
reinforcement. Febiger mengemukakan hipotesis bahwa abnormalitas sistem
neurotransmiter pada penyakit Parkinson akan mengurangi keefektifan mekanisme
reward dan menyebabkan anhedonia, kehilangan motivasi dan apatis. Sedang Taylor
menekankan pentingnya peranan sistem dopamin forebrain dalam fungsi-fungsi
tingkah laku terhadap pengharapan dan antisipasi. Sistem ini berperan dalam
motivasi dan dorongan untuk berbuat, sehingga disfungsi ini akan mengakibatkan
ketergantungan yang berlebihan terhadap lingkungan dengan berkurangnya keinginan
melakukan aktivitas, menurunnya perasaan kemampuan untuk mengontrol diri.
Berkurangnya perasaan kemampuan untuk mengontrol diri sendiri dapat
bermanifestasi sebagai perasaan tidak berguna dan kehilangan harga diri
Ketergantungan terhadap lingkungan dan ketidakmampuan melakukan aktivitas
akan menimbulkan perasaan tidak berdaya dan putus asa. Sistem serotonergik berperan
dalam regulasi suasana perasaan, regulasi bangun tidur, aktivitas agresi dan seksual.
Disfungsi sistem ini akan menyebabkan gangguan pola tidur,
kehilangan nafsu makan, berkurangnya libido, dan menurunnya kemampuan
konsentrasi. Penggabungan disfungsi semua unsur yang tersebut di atas merupakan
gambaran dari sindrom klasik depresi.

3.5 Klasifikasi
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi harus
diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang etiologi, prognosis
dan penatalaksanaannya.
1.Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum
jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.
2.Parkinsonismus sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis,
sifilis meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin,
reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral petekial pasca
trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid
dan kalsifikasi.
3.Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran
penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit Wilson (degenerasi
hepato- lentikularis), hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-drager, degenerasi
striatonigral, atropi palidal (parkinsonismus juvenilis).
3.6 Gejala Klinis

Meskipun gejala yang disampaikan di bawah ini bukan hanya milik penderita
parkinson, umumnya penderita parkinson mengalami hal itu.
1. Gejala Motorik
a.Tremor/bergetr

Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan dianggap sebagai
suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri khas dari penyakit parkinson
adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang beristirahat. Namun, jika orang itu
diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting
tremor, yang hilang juga sewaktu tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis,
kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung (pil
rolling). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi- supinasi pada kaki fleksi-
ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah
terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi
terangsang (resting/ alternating tremor).
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada
kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung uang).
Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-
goyang jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari, tremor
tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin
berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.
b.Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang tremor
tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada
pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga
gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan maupun di kaki,
kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak
halus lagi seperti break-dance.
Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan postur yang
membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya
menjadi cepat tetapi pendek-pendek.
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh
gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya
fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon).
c.Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda
akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam
pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin
mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran
masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu.
Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi
kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.
Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif,
misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil
suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia
mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang
berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya
gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.
d.Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah,
sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu- ragu untuk mulai
melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat

berpikir dan depresi. 13Bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta


mimic muka. Disamping itu, kulit muka seperti berminyak dan ludah suka keluar dari
mulut karena berkurangnya gerak menelan ludah.
e.Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini
merupakan gejala dini.
f..Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a
petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke
depan, punggung melengkung bila berjalan.
g.Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring,
sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume
suara halus ( suara bisikan ) yang lambat.
h.Dimensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan deficit
kognitif.
i.Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen ( tergantung kepada orang lain ), mudah takut,
sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat
(bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu
yang cukup.
j.Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal
hidungnya (tanda Myerson positif)
2.Gejala non motorik
a.Disfungsi otonom
-Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
-Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
-Pengeluaran urin yang banyak
-Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat
seksual, perilaku, orgasme.
b.Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c.Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d.Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e.Gangguan sensasi,
- kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna,
- penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension orthostatic,
suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai
jawaban atas perubahan posisi badan
- berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia atau anosmia),

3.7 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada setiap kunjungan penderita :
1.Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk
mendeteksi hipotensi ortostatik.
2.Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan diekstensikan,
menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor dan rigiditas yang san gat,
berarti belum berespon terhadap medikasi.
3.Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh menulis
kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran konsentris dengan tangan
kanan dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan untuk perbandingan waktu follow
up berikutnya.

3.8 Pemeriksaan penunjang


-EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)
-CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua eks
vakuo).
3.9 Tata laksana penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara
holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit
ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul.
Pengobatan penyakit parkinson bersifat individual dan simtomatik, obat-obatan yang
biasa diberikan adalah untuk pengobatan penyakit atau menggantikan atau meniru dopamin yang
akan memperbaiki tremor, rigiditas, dan slowness.
Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan untuk memperlambat dan
menghambat perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat dilakukan dengan pemberian
obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan, terapi suara/berbicara dan pasien diharapkan tetap
melakukan kegiatan sehari-hari.

1. Terapi Obat-obatan

Beberapa obat yang diberikan pada penderita penyakit parkinson:


a.Antikolinergik
Benzotropine ( Cogentin), trihexyphenidyl ( Artane). Berguna untuk
mengendalikan gejala dari penyakit parkinson. Untuk mengaluskan pergerakan.
b.Carbidopa/levodopa
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak
levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada
neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopa
dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron
dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan efek
samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan
L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor,
membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron
dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita
penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal.
Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya &
mengurangi efek sampingnya.
Sejak diperkenalkan akhir tahun 1960an, levodopa dianggap merupakan obat yang
paling banyak dipakai sampai saat ini. Levodopa dianggap merupakan tulang punggung
pengobatan penyakit parkinson. Berkat levodopa, seorang penderita parkinson dapat
kembali beraktivitas secara normal.
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai
memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu,
sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa
efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya.Levodopa melintasi
sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf pusat dan mengalami perubahan
ensimatik menjadi dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa:
1) Neusea, muntah, distress abdominal
2) Hipotensi postural
3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia
lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada system
konduksi jantung. Ini bias diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol.
4) Diskinesia.
Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau muka.
Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapi levodopa.
Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena
penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku, sulit.
Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum
darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi
levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu
gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon
penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang.
Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan
ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang memiliki
mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau MAO-B
inhibitor. Jika kombinasi obat-obatan tersebut juga tidak membantu disini
dipertimbangkan pengobatan operasi. Operasi bukan merupakan pengobatan standar
untuk penyakit parkinson juga bukan sebagai terapi pengganti terhadap obat-obatan
yang diminum.
c.COMT inhibitors
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Untuk mengontrol fluktuasi motor
pada pasien yang menggunakan obat levodopa. Tolcapone adalah penghambat enzim
COMT, memperpanjang efek L-Dopa. Tapi karena efek samping yang berlebihan
seperti liver toksik, maka jarang digunakan. Jenis yang sama, entacapone, tidak
menimbulkan penurunan fungsi liver.
d.Agonis dopamin
Agonis dopamin seperti bromokriptin (Parlodel), pergolid (Permax), pramipexol
(Mirapex), ropinirol, kabergolin, apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk
mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin,
akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif
yang selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson.
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan
yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin
dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat
mengurangi fluktuasi gejala motorik.
e.MAO-B inhibitors
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna
pada penyakit Parkinson karena neuotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan
mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya sindrom
Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa
waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari penyakit parkinson. Yaitu untuk
mengaluskan pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi
monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang
dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-amphetamin
and L-methamphetamin. Efek sampingnya adalah insomnia. Kombinasi dengan L-
dopa dapat meningkatkan angka kematian, yang sampai saat ini tidak bisa
diterangkan secara jelas. Efek lain dari kombinasi ini adalah stomatitis.
f.Amantadine (Symmetrel)
Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran
g.Inhibitor dopa dekarboksilasi dan levodopa
Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar otak, maka
levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase. Untuk
maksud ini dapat digunakan karbidopa atau benserazide ( madopar ). Dopamin
dan karbidopa tidak dapat menembus sawar-otak-darah. Dengan demikian lebih
banyak levodopa yang dapat menembus sawar-otak-darah, untuk kemudian
dikonversi menjadi dopamine di otak. Efek sampingnya umunya hampir sama
dengan efek samping yang ditimbulkan oleh levodopa.

2. Deep Brain Stimulation (DBS)


Pada tahun 1987, diperkenalkan pengobatan dengan cara memasukkan
elektroda yang memancarkan impuls listrik frekuensi tinggi terus-menerus ke dalam
otak. Terapi ini disebut deep brain stimulation (DBS). DBS adalah tindakan minimal
invasif yang dioperasikan melalui panduan komputer dengan tingkat kerusakan
minimal untuk mencangkokkan alat medis yang disebut neurostimulator untuk
menghasilkan stimulasi elektrik pada wilayah target di dalam otak yang terlibat dalam
pengendalian gerakan.
Terapi ini memberikan stimulasi elektrik rendah pada thalamus. Stimulasi ini
digerakkan oleh alat medis implant yang menekan tremor. Terapi ini memberikan
kemungkinan penekanan pada semua gejala dan efek samping, dokter menargetkan
wilayah subthalamic nucleus (STN) dan globus pallidus (GP) sebagai wilayah
stimulasi elektris. Pilihan wilayah target tergantung pada penilaian klinis.
DBS kini menawarkan harapan baru bagi hidup yang lebih baik dengan
kemajuan pembedahan terkini kepada para pasien dengan penyakit parkinson. DBS
direkomendasikan bagi pasien dengan penyakit parkinson tahap lanjut (stadium 3 atau
4) yang masih memberikan respon terhadap levodopa.
Pengendalian parkinson dengan terapi DBS menunjukkan keberhasilan 90%.
Berdasarkan penelitian, sebanyak 8 atau 9 dari 10 orang yang menggunakan terapi
DBS mencapai peningkatan kemampuan untuk melakukan akltivitas normal sehari-
hari.

Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan harus benar-benar


diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita mengalami kesulitan
untuk menelan sehingga bisa terjadi kekurangan gizi (malnutrisi) pada penderita.
Makanan berserat akan membantu mengurangi ganguan pencernaan yang disebabkan
kurangnya aktivitas, cairan dan beberapa obat.

3. Terapi Fisik
Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari terapi fisik.
Pasien akan termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan di rumah, dengan diberikan
petunjuk atau latihan contoh diklinik terapi fisik. Program terapi fisik pada penyakit
Parkinson merupakan program jangka panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan
perkembangan atau perburukan penyakit, misalnya perubahan pada rigiditas, tremor
dan hambatan lainnya.
Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun tari dapat
bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas, fleksibilitas, keseimbangan,
dan range of motion. Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti membawa tas, memakai
dasi, mengunyah keras, dan memindahkan makanan di dalam mulut.
4. Terapi Suara
Perawatan yang paling besar untuk kekacauan suara yang diakibatkan oleh
penyakit Parkinson adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment ( LSVT ). LSVT
fokus untuk meningkatkan volume suara. Suatu studi menemukan bahwa alat
elektronik yang menyediakan umpan balik indera pendengar atau frequency auditory
feedback (FAF) untuk meningkatkan kejernihan suara.

5. Terapi gen
Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah dilakukan hingga tahap terapi gen
yang melibatkan penggunaan virus yang tidak berbahaya yang dikirim ke bagian otak
yang disebut subthalamic nucleus (STN). Gen yang digunakan memerintahkan untuk
mempoduksi sebuah enzim yang disebut glutamic acid decarboxylase (GAD) yang
mempercepat produksi neurotransmitter (GABA). GABA bertindak sebagai
penghambat langsung sel yang terlalu aktif di STN.
Terapi lain yang sedang dikembangkan adalah GDNF. Infus GDNF (glial-
derived neurotrophic factor) pada ganglia basal dengan menggunakan implant
kathether melalui operasi. Dengan berbagai reaksi biokimia, GDNF akan merangsang
pembentukan L-dopa.

6. Pencangkokan syaraf
Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau sel stem
yang berubah menjadi sel memproduksi dopamine telah mulai dilakukan. Percobaan
pertama yang dilakukan adalah randomized double-blind sham-placebo dengan
pencangkokan dopaminergik yang gagal menunjukkan peningkatan mutu hidup untuk
pasien di bawah umur.

7. Operasi
Operasi untuk penderita Parkinson jarang dilakukan sejak ditemukannya
levodopa. Operasi dilakukan pada pasien dengan Parkinson yang sudah parah di mana
terapi dengan obat tidak mencukupi. Operasi dilakukan thalatotomi dan stimulasi
thalamik.

8. Terapi neuroprotektif
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang
diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen
neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,
bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering
digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline),
dopamine agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10.

9. Nutrisi
Beberapa nutrient telah diuji dalam studi klinik klinik untuk kemudian
digunakan secara luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai contoh, L- Tyrosin
yang merupakan suatu perkusor L-dopa mennjukkan efektifitas sekitar 70 % dalam
mengurangi gejala penyakit ini. Zat besi (Fe), suatu kofaktor penting dalam
biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala pada penelitian terhadap 110 pasien.
THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan koenzim dan perkusor
koenzim dalam biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas yang lebih rendah
dibanding L-Tyrosin dan zat besi. Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara teori
dapat mengurangi kerusakan sel yang terjadi pada pasien Parkinson. Kedua vitamin
tersebut diperlukan dalam aktifitas enzim superoxide dismutase dan katalase untuk
menetralkan anion superoxide yang dapat merusak sel.
Belum lama ini, Koenzim Q10 juga telah digunakan dengan cara kerja yang
mirip dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat sintesis baru yang memiliki
struktur dan fungsi mirip dengan koenzim Q10.

10. Qigong
Terdapat dua penelitian mengenai qigong pada penyakit bParkinson. Dalam
percobaan di Bonn, studi terhadap 56 pasien didapatkan peningkatan gejala motorik
dan non-motorik di antara pasien yang melakukan latihan qigong terstruktur 1 kalin
seminggu selama 8 minggu. Penulis berspekulasi bahwa gambaran aliran energy yang
membantu peningkatan dalam movement pasien.
Namun demikian studi kedua menunjukkan qigong tak efektif pada penyakit
Parkinson. Dalam studi tersebut, peneliti menggunakan randomized cross-over trial
untuk membandingkan latihan aerobic dengan qigong pada penyakit Parkinson tahap
lanjut.dua kelompok pasien PD dinilai, kemudian melakukan 20 sesi baik latihan
aeronik maupun qigong, dinilai lagi, kemudian setelah selang 2 bulan, ditukar dengan
20 sesi lainnya, kemudian dinilai lagi. Penulis mendapatkan peningkatan kemampuan
motorikdan fungsi kardiorespirator setelah mengikuti latihan aerobic, tetapi tak
mendapatkan manfaat setelah mengikuti qigong. Penulis juga menyimpulkan latihan
aerobik tak memiliki manfaat terhadap kualitas hidup pasien.

11. Botox
Baru-baru ini, injeksi Botox sedang diteliti sebagai salah satu pengobatan non-
FDA di masa mendatang.

3.10 Prognosis
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan
perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka
penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan
kematian.
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien
berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat

bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah.4


PD sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan
waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien PD pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang
tidak menderita PD. Pada tahap akhir, PD dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak,
pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian.
Progresifitas gejala pada PD dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun demikian
pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan
lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakn
pasien PD dapat hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis.

4. Ringkasan
Mata kuliah ini membahas tentang materi Parkinson yang dimulai dari definisi,
etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, tatalaksana atau terapi baik
farmakologi maupun non farmakologi dan prognosis

5. Tugas
Mahasiswa membuat skema dan menjelaskan secara sistematis patofisiologi dan
manifestasi klinis dari penyakit Parkinson.

Anda mungkin juga menyukai