Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

Glaukoma

Oleh:
Muhammad Mufti Al Anshori
Yulida Kusumaningtyas
Azkia Fachrina Hanifa
Sriworo Noermalia Dewi

Pembimbing:
dr. Kartini Hidayati, Sp.M

Kepaniteraan Klinik SMF Mata


Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga penulis
dapat menyelesaikan referat laporan kasus ini yang berjudul “Glaukoma” guna
melengkapi tugas kepaniteraan klinik Mata di RS Muhammadiyah Lamongan.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kapada para dokter spesialis
Mata terutama dr. Kartini Hidayati, Sp.M, yang telah membimbing dan
mengajarkan kami dalam ilmu –ilmu kesehatan mata guna memahami mata
beserta kelainan -kelainannya. Penulis menyadari bahwa ada kekurangan baik dari
segi isi maupun susunan dari referat ini. Oleh karena itu, kami memohon maaf
sebesar-besarnya dan membuka bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik
kepada penulis sehingga penulis dapat memperbaiki referat ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga dari referat mata ini dapat
bermanfaat bagi rekan-rekan serta pembaca sehingga dapat memberikan inspirasi
dan pengetahuan terhadap pembaca.

Lamongan, Juli 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan adanya


pencekungan dari diskus optikus dan penyempitan lapang pandang, yang biasanya
disertai dengan peningkatan tekanan intraokular (TIO). Tekanan bola mata yang
normal dinyatakan dengan tekanan air raksa yaitu antara 15-20 mmHg. Tekanan
bola mata yang tinggi juga akan mengakibatkan kerusakan saraf penglihat yang
terletak di dalam bola mata. Pada keadaan tekanan bola mata tidak normal atau
tinggi maka akan terjadi gangguan lapang pandangan. Kerusakan saraf penglihatan
akan mengakibatkan kebutaan (Yoga, 2016).
Glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan di dunia dengan estimasi
sekitar 8% dari 39 juta orang buta di dunia. Menurut World Health Organization
(WHO), diperkirakan jumlah kasus kebutaan akibat glaukoma adalah 4,5 juta,
atau sekitar 12% dari seluruh kebutaan. Pada tahun 2008 dilakukan penelitian oleh
Departemen Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yaitu Jakarta Urban
Eye Health Study. Penelitian tersebut dilakukan karena belum ada data terbaru
mengenai penyebab dan prevalensi kebutaan di Indonesia. Penelitian tersebut
bertujuan salah satunya adalah untuk memprediksi prevalensi katarak, glaukoma,
retinopati diabetikum, Age Related Macular Degenaration, katarak kongenital
yang merupakan penyebab kebutaan utama di Indonesia. Hasil dari penelitian
tersebut untuk penyakit glaukoma yaitu prevalensi glaukoma primer sudut
tertutup sebesar 1,89%, glaukoma primer sudut terbuka 0,48%, dan glaukoma
sekunder 0,16% (Kemenkes RI, 2015).
Berdasarkan etiologinya glaukoma terdiri dari glaukoma primer, sekunder,
dan glaukoma kongenital.Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak diketahui
penyebabnya. Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan oleh
kelainan penyakit baik berasal dari mata maupun dari kelainan diluar mata.
Sedangkan glaukoma kongenital adalah glaukoma yang dibawa sejak lahir (Sari,
2016). Glaukoma sekunder yang terjadi akibat katarak senilis adalah salah satu
bentuk glaukoma sekunder yang dibangkitkan lensa.Terjadinya keadaan ini karena
suatu perubahan degenerasi dari pada lensa yang menyebabkan berkurangnya
transparansi substansi lensa. Katarak senilis ada jenis katarak yang paling banyak
ditemukan (±90%) dibandingkan dengan katarakkatarak lain. Secara klinik
dikenal empat stadium katarak senilis, yaitu Insipien, Imatur, Matur, dan
Hipermatur. Glaukoma sekunder yang terjadi akibat katarak senilis ini terjadi
bersama-sama dengan kelainan lensa pada empat stadium tersebut (Thayeb et al,
2013).
.
BAB II
LAPORAN KASUS

2. 1 Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. P
Umur : 84 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama/suku : Islam/Jawa
Alamat : Lamongan
2.2 Keluhan Utama
Mata kiri terasa buram dan cekot-cekot
2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata RSML dengan keluhan mata kirinya terasa
buram dan cekot-cekot. Keluhan sejak 3 bulan yang lalu dan semakin parah 1
minggu terakhir. Awalnya pandangannya hanya kabur namun kemudian pasien
merasa sakit pada matanya seperti cekot-cekot. Cekot-cekot yang dirasakan hilang
timbul. Keluhan disertai sakit kepala, mual dan muntah (+) sejak 1 bulan terakhir.

Pasien memiliki riwayat DM dan HT terkontrol sejak 2011.


Mengkonsumsi obat; Captopril, namun 3 bulan terakhir sudah lepas obat. Pasein
juga memiliki riwayat TB kelenjar tahun 1990-an dan Tumor jinak kepala bukan
Februari 2019 lalu, riwayat alergi (-). Riwayat keluarga tidak ada yang sakit
seperti ini, DM (-), HT(-), Alergi obat (-).

2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat memakai kacamata (-)
 DM (+)
 HT (+) terkontrol sejak 2011. Mengkonsumsi obat; Captopril, namun
3 bulan terakhir sudah lepas obat
 Riwayat TB kelenjar tahun 1990-an
 Riwayat tumor jinak kepala, februari 2019
 Alergi (-)
2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan yang
sama seperti pasien, DM (-), HT (-), Alergi (-)
2.6 Riwayat Sosial
-
2.7 Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 456
BB/TB :-
2.8 Vital Sign
Tekanan Darah : - mmHg
Nadi : -/menit
RR : 20x/menit
Suhu :-C
2.9 Status Oftalmologis
Oculi Dextra Oculi Sinistra
Kedudukan bola Orthophoria Orthophoria
mata
Gerak bola mata Dapat bergerak ke Dapat bergerak ke segala
segala arah arah
Palpebra Benjolan (-), udem (-), Benjolan (-), udem (-),
Hiperemis (-), Nyeri Hiperemis (-), Nyeri tekan
tekan (-) (-)
Konjungtiva Injeksi konjungtiva (-), Injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliaris (-), injeksi siliaris (-), jaringan
jaringan fibrovaskular fibrovaskular (-)
(-)
Kornea Keruh, infiltrat (-), Jernih, infiltrat (-),
sikatriks (-) sikatriks (-)

COA Dangkal, hipopion(-), Kedalaman dbn,


hifema (-) hipopion(-), hifema (-)
Iris Warna sde, sinekia (-) Warna coklat, sinekia (-)

Pupil Bulat sde, anisokor, Bulat, isokor, diameter 3


midmidriasis mm,
RC (-) RC (+)
Lensa Keruh Sedikit keruh

Vitreus humor (tidak dapat dilihat) (tidak dapat dilihat)

Visus dan 3/60 ph ttp LP (-)


refraksi
Tonometri 16,5 mmHg 59,1 mmHg
schiotz

2.4 Clue And Cue


- OS pandangan kabur dan cekot-cekot
- Mual Mutah (+)
- Sakit kepala (+)
- VOS LP (-)
- R. HT (+) dan DM (+) sejak 2011
2.5 Problem list
- Glaukoma

2.6 Initial Diagnosis


- Glaukoma sekunder OS
2.7 Planning Diagnosis
- Mengukur tekanan bola mata
- Oftalmoskop
- Luas lapang pandang
- Gonioskopi
2.8 Planning Therapy
- Timolol 0,5%
- Asam mefenamat 500mg
- Polydex
- Glauseta 250mg
2.8 Planning Monitoring
- TTV
- Keluhan pasien dan keluhan lain
- Pemeriksaan oftalmologi (visus, lapang pandang, segmen anterior dan
posterior, TIO OD OS)
- Efek samping obat
2.9 Planning Education
- Menjelaskan mengenai diagnosis pasien
- Menjelaskan terapi yang akan diberikan serta kemungkinan untuk operasi
- Menjelaskan prognosis dan komplikasi penyakit
- Menjelaskan mengenai visual hygine kepada pasien dan keluarga

Pasien Glaukoma Tambahan

Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. M
Umur : 60 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama/suku : Islam/Jawa
Alamat : Lamongan

Keluhan Utama : Mata Buram dan Cekot Cekot


Pemeriksaan Fisik :
VOD : LP +3
VOS : 3/15,6 ph : 3/8,8
TOD : 50,6 mmHg
TOS : 27,2 mmHg
SAODS : lensa agak keruh
FDODS : Fundus Reflex +
SA :
Pupil Midriasis

Kornea Suram

COA dangkal

Hiperemis +

Bola Mata Menonjol

Lensa Keruh
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Humor Aqueous


2.1.1 Komposisi Humor Aquos
Humor aqueous adalah cairan jernih yang mengisi COA dan COP
pada mata. Volume humor aqueous sekitar 250 mikroliter dengan kecepatan
pembentukan yang bervariasi setiap orang yaitu sekitar 2,5 mikroliter/menit.
Tekanan osmotik humor aqueous sedikit lebih tinggi dari plasma.
Komposisi humor aqueous hampir sama dengan plasma namun memiliki
konsentrasi askorbat, piruvat, laktat yang lebih tinggi dari plasma dan
konsentrasi protein, glukosa, dan urea yang lebih rendah dari plasma
(Vaughan dan Asbury, 2018).
Komponen Humor
Plasma
mmol/KgH2O Aqueous
Na 146 163
Cl 109 134
HCO3 28 20
Askorbat 0,04 1,06
Glukosa 6 3
Tabel 3.1 Perbandingan Komposisi Humor Aqueous dan Plasma
2.1.2 Pembentukan dan Aliran Humor Aqueous
Aqueous humor diproduksi oleh korpus siliaris. Ultrafiltrat plasma
yang dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi
sawar dan prosesus sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke bilik
depan, aqueous humor mengalir melalui pupil ke bilik mata depan lalu ke
anyaman trabekular di sudut bilik mata depan (BMD). Selama itu, terjadi
pertukaran diferensial komponen-komponen aqueous dengan darah di iris.
Peradangan atau trauma intraokular menyebabkan peningkatan protein.
Hal ini disebut plasmoid aqueous sang sangat mirip dengan serum darah
(Vaughan dan Asbury, 2018).
2.1.3 Aliran Keluar Aquos
Humor aquos merupakan media refrakta jadi harus jernih. Sistem
pengeluaran humor aquos terbagi menjadi 2 jalur, yaitu sebagian besar
melalui sistem vena dan sebagian kecil melalui otot ciliaris (Vaughan dan
Asbury, 2018).

Gambar 3.1 Aliran Humor Aqueous (Kanski, 2016)


Pada sistem vena, humor aquos diproduksi oleh prosesus ciliaris
masuk melewati kamera okuli posterior menuju kamera okuli anterior
melalui pupil. Setelah melewati kamera okuli anterior cairan humor aquos
menuju trabekula meshwork ke angulus iridokornealis dan menuju kanalis
Schlemm yang akhirnya masuk ke sistem vena. Aliran humor aquos akan
melewati jaringan trabekulum sekitar 90 %. Sedangkan sebagian kecil
humor aquos keluar dari mata melalui otot siliaris menuju ruang
suprakoroid untuk selanjutnya keluar melalui sklera atau saraf maupun
pembuluh darah. Jalur ini disebut juga jalur uveosklera (10-15%) (Vaughan
dan Asbury, 2018).
Anyaman trabekular terdiri atas berkas-berkas jaringan kolagen dan
elastik yang dibungkus oleh sel-sel trabekular, membentuk suatu saringan
dengan ukuran pori-pori yang semakin mengecil sewaktu mendekati kanal
Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam anyaman
trabekular membesar ukuran pori-pori si anyaman tersebut sehingga
kecepatan drainase aqueous humor juga meningkat. Aliran aqueous humor
ke dalam kanal Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran
transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferen dari kanal Schlemm
(sekitar 30 saluran pengumpul 12 vena aqueous) menyalurkan cairan ke
dalam sistem vena. Sejumlah kecil aqueous humor keluar dari mata antara
berkas otot siliaris ke ruang suprakoroid dan ke dalam sistem vena korpus
siliar, koroid, dan sklera (aliran uveoskleral) (Vaughan dan Asbury, 2018).
Tahanan utama aliran keluar aqueous humor dari bilik mata depan
adalah jaringan jukstakanalikular yang berbatasan dengan lapisan endotel
kanal Schlemm, dan bukan sistem vena. Namun, tekanan di jaringan vena
episklera menentukan nilai minimum tekanan intraokular yang dapat dicapai
oleh terapi medis (Vaughan dan Asbury, 2018).
2.2 Glaukoma

Glukoma merupakan neuropati optik yang ditandai dengan degenerasi


progresif sel-sel retina. Sel syaraf yang berada di dalam retina dan axon pada
syaraf optikus mengalami degenarasi sehingga menghasilkan bentukan cupping
pada diskus optikus dan hilangnya pengelihatan.
Glaukoma terjadi pada 70 juta orang di seluruh dunia dan 10% dari jumlah
tersebut mengalami kebutaan. Hal ini menjadikan glaukoma sebagai penyebab
terbanyak terjadinya kebutaan irreversibel di dunia.
Glaukoma dibagi menjadi 2 yaitu glukoma primer dan glukoma sekunder.
Glaukoma primer terdiri dari glukoma sudut tertutup dan glukoma sudut terbuka
sedangkan glukoma sekunder didapatkan dari trauma, obat-obatan tertentu,
inflamasi, tumor, dan lain-lain.
2.2.1 Glaukoma Primer
1. Glaukoma primer sudut tertutup
Glaukoma primer sudut tertutup terjadi pada 26% populasi penderita
glukoma dan 50% kebutaan yang disebabkan oleh glukoma didunia berasal dari
glaukoma primer sudut tertutup.
Glaukoma primer sudut tertutup tergolong pada penyakit sudut tertutup
yang terdiri dari suspek sudut tertutup, sudut tertutup primer dan glaukoma primer
sudut tertutup itu sendiri. Suspek sudut tertutup terdiagnosis melalui adanya
kontak iridotrabekular pada gonioskopi, yaitu pada sudut ≥180⁰. Sudut tertutup
primer didiagnosis melalui adanya kontak iridotrabekular ≥180⁰ disertai kenaikan
tekanan intra okuli. Sudut tertutup primer dapat berubah menjadi glaukoma primer
sudut tertutup apabila terdapat tanda-tanda sudut tertutup primer yang disertai
dengan glaucomatous optic neuropathy (kelainan pada diskus optikus atau lapisan
serabutretina atau kelainan lapang pandang).
Glaukoma primer sudut tertutup dapat terjadi secara akut, subakut dan
kronik. Glaukoma primer sudut tertutup akut terjadi bila terdaat oklusi sudut bilik
mata depan oleh karena iris bombans. Hal ini menghambat aliran keluar humor
aqueous dan meningkatkan tekanan intraokuli yang cepat sehingga gejala yang
muncul pada penderita akan mengeluhkan nyeri hebat, kemerahan dan
pengelihatan yang kabur. Glaukoma primer sudut tertutup subakut ditandai
dengan peningkatan tekanan intraokuli yang singkat dan rekuren. Sudut bilik mata
depan dapat kembali melebar dengan spontan namun kerusakan yang terjadi
teteap terakumulasi sehingga glaukoma jenis ini dapat berkembang menjadi
glaukoma primer sudut tertutup akut. Gejala yang muncul berupa serangan nyeri,
mata kemerahan dan kekaburan pengelihatan yang berulang dan membaik dengan
sendirinya. Glaukoma primer sudut tertutup kronik mungkin tidak pernah
mengalami peningkatan tekanan intraokuli secara akut namun megalami sinekia
anterior yang semakin lama semakin meluas disertai dengan peningkatan tekanan
intraokuli secara bertahap.
a. Patofisiologi
Terdapat beberapa mekanisme terjadinya glaukoma primer sudut tertutup.
Sumbatan pada trabekular meshwork oleh bagian perifer iris dapat menjadi akibat
dari hubungan abnormal antaraukuran dan posisi beberapa struktur segmen
anterior atau terdapat perbedaan tekanan antara bilik mata depan dan bilik mata
belakang pada mata.
 Blokade pupil dan gerakan lensa anterior
Etiologi umum sudut tertutup primer adalah blokade pupil, yaitu adanya
hambatan aliran aquwous humor yang menyebabkan peningkatan
berbedaan tekanan antara bilik mata depan dan bilik mata belakang
sehingga menghasilkan iris yang cembung dan memungkinkan adanya
kontak dengan trabekular meshwork yang dapat mempersempit sudut
iridotrabekular dan menyumbat drainase. Bilik mata depan yang dangkal
merupakan faktor predisposisi blokade pupil oleh karena penyempitan
sudut antara pupil dan kapsul anterior lensa. Ketebalan iris juga dapat
menjadi salah satu faktor terjadinya perbedaan tekanan antara bilik mata
depan dan belakang.
Lensa memiliki peran yang penting dalam mekanisme terjadinya sudut
tertutup primer. Posisi lensa yang cenderung lebih anterior menyebabkan
peningkatan derajat kelengkungan iris. Gerakan lensa ke arah depan, yang
terjadi pada seiring dengan pertambahan usia, dapat mempersempit bilik
mata depan dan dapat menyebabakan peyempitan sudut iridotrabekular.
Peningkatan volume koroid juga dapat menambah tekanan pada vitreous
dan menekan lensa kedepan sehingga dapat menggeser lensa lebih ke
anterior sehingga dapat mempersempit sudut iridotrabekular. Zonula yang
kendor juga dapat menggeset lensa lebih ke anterior dan dapat
menyebabkan sudut tertutup primer.
 Angle crowding
Angle crowding merupakan fenomena sudut tertutup yang terjadi akibat
iris plateau, yang banyak terjadi pada wanita usia 30-50 tahun. Iris plateau
muncul sebagai tampilan iris yang datar atau sedikit cembung mulai dari
pupil hingga tepi iris. Kondisi ini dapat disertai dengan kedalaman bilik
mata depan yang normal. Pada gonioskopi, bagian perifer iris membentuk
lipatan curam ke arah posterior sebelum masuk badan siliar. Lipatan curam
ini dapat menutup sudut iridotrabekular saat pupil dilatasi. Iridektomi
paten (plateau iris syndrome) dapat memperlebar bagian perifer sinekia
anterior dan bila disertai dengan peningkatan tekanan intra okular maka
dapat berkembang menjadi glaukoma primer sudut tertutup.
b. Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya glaukoma primer sudut tertutup terdiri dari
pertambahan usia, jenis kelamin perempuan, bilik mata depan yang dangkal,
hiperopia (hipermetropia), diameter kornea yang kecil, kelengkungan kornea yang
curam, ruang limbus yang dangkal serta lensa yang tebal dan lensa yang memiliki
posisi lebih ke anterior.
 Usia
Pertambahan usia menunjukkan penurunan jumlah volume dan kedalaman
bilik mata depan. Perubahan ini meningkatkan kemungkinan terjadinya
penyempitan sudut iridotrabekular. Peningkatan ketebalan lensa seiring
bertambahnya usia juga meningkatkan kemungkinan pendangkalan nilik
mata depan.
 Gender
Beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan memiliki bilik mata depan
yang lebih dangkal serta memiliki axial length yang lebih pendek bila
dibandingakn dengan laki-laki. Perempuan juga memiliki sudut
iridotrabekular yang sempit juka dibandingkan dengan laki-laki.
 Genetik
Terdapat studi yang menunjukkan bahwa >50% penderita sudut tertutup
primer memiliki keluarga yang mengalami hal yang sama namun
penyebab hal ini masih dalam penelitian yang lebih lanjut
c. Diagnosis
 Gonioskopi
Gonioskopi digunakan untuk menilai sudut bilik mata depan dan struktur
disekitarnya.
 Estimasi klinis
Teknik Van Herick’s dapat digunakan untuk mengetahui kedalaman ruang
limbus. Teknik ini dilakukan dengan cara pengatur cahaya slit lamp pada
sudut 60⁰ dari aksis sentral untuk menghasilkan kolom cahaya tipis yang
mengarah ke bagian temporal limbus. Pemeriksa akan membandingkan
ketebalan kornea dengan kedalaman bilik anterior, yang tervisualisasi
melalui celah hitam antara reflek cahaya pada kornea dan iris. Pengunaan
gonioskopi dapat dilakukan pada grade 1 ke bawah.
Grade Kedalaman limbus relatif terhadap ketebalan kornea
4 ≥ ketebalan kornea
3 ¼ - ½ ketebalan kornea
2 ¼ ketebalan kornea
1 < ¼ ketebalan kornea
Narrow Slit

 Optical Coherence Tomography (OCT)


OCT segmen anterior menggunakan pantulan cahaya yang dapat
menunjukkan gambar segmen anterior dengan resolusi tinggi.
Keterbatasan pada OCT pada glaukoma primer sudut tertutup yaitu OCT
tidak dapat memberikan informasi struktur posterior iris. Selain itu, tidak
dapat membedakan iris plateau, adanya kista badan siliar, tumor atau efusi
siliar yang dapat menyebabkan sudut tertutup. Keuntungan OCT adalah
memberikan rasa yang lebih nyaman pada pasien uka dibandingkan
dengan Ultrasond Biomicroscopy (UBM).
 Ultrasond Biomicroscopy (UBM)
UBM menunjukkan posisi badan siliar dan prosesnya, serta struktur akar
iris anterior dan posterior. UBM dapat menunjukkan zonula lensa namun
tidak dapat menunjukkan retrolentikular secara detail. Pemeriksaan UBM
cukup sulit dan bergantung pada kemampuan pemeriksa. UBM dapat
memberikan rasa tidak nyaman pada pasien.
2. Glaukoma primer sudut terbuka
Glaukoma sudut terbuka banyak dialami oleh warga Eropa, Afrika dan Asia.
Pada tahun 2015, 2,7 juta orang mengalami glaukoma primer sudut terbuka dan
diperkirakan, jumlah ini akan terus meningkat hingga 65,5 juta orang pada tahun
2020. Kebutaan oleh karena glaukoma primer sudut terbuka dialami oleh 4,5 juta
orang pada tahun 2010 dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 5,9 juta
orang pada tahun 2020.
Glaukoma sudut terbuka merupakan neuropati optik multifaktor yang kronis,
progresif dan irreversibel yang ditandai dengan sudut bilik mata depan terbuka,
perubahan papil syaraf optik, luas lapang pandang perifer yang menurun dan
diikuti dengan kebutaan yang merupakan faktor resiko dari peningkatan tekanan
instraokular. Kondisi ini biasanya terjadi secara bilateral namun terkadang
asimetris antara mata kanan dan kiri.
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan glaukoma yang ditandai dengan
sumbatan sebagian yang terjadi pada trabekular meshwork dengan sudut kornea
dan iris yang masih terbuka. Sumbatan ini dapat meningkatkan tekanan intraokuli
secara perlahan yang dapat menghasilkan kerusakan pada syaraf optik.
a. Faktor Resiko
 Usia tua
 Riwayat glaukoma pada keluarga
 Penigkatan tekanan intraokuli
 Miopia
 Peningkatan C/D ratio
 Tekanan perfusi okuli yang rendah
 Tekanan darah yang rendah
 DM tipe 2
 Kontrasepsi oral
b. Patofisiologi
Peningkatan tekanan intraokuli pada gaukoma primer sudut terbuka
disebabkan oleh disfungsi aliran aqueous melalu trabekular meshwork. Hal ini
dapat terjadi oleh adanya zat asing (mukopolisakarida pada trabekular meshwork),
penurunan jumlah sel endotel trabekular meshwork, penurunan berat jenis pori
trabekular, vacuola dan ukuran endotel dinding bagian dalam dari kalan Schlemm,
hilangnya aktifitas fagositosis atau disfungsi jalur feedback neurologis yang
berhubungan dengan drainase humor aqueous.
Mekanisme lain yang mungkin dapat menyebabkan sumbatan aliran aqueous
adalah adanya kerusakan oksidatif pada trabekular meshwork, metabolisme
kortikosteroid yang abnormal, disfungsi adrenergik atau proses imunologi.
Terdapat beberapa kondisi yang berhubungan dengan kondisi genetik yaitu berupa
kematian sel abnormal pada axon mata. Hal ini mengasilkan pelepasan agen
sitotoksik seperti glutamat, kalsium, nitiric oxide dan radikal bebas, serta
apoptosis sel-sel sekitar.
c. Diagnosis
 Anamnesis (riwayat penyakit mata, riwayat penyakit keluarga, riwayat
penyakit sistemik, riwayat visus, tekanan intraokuli dan lapang pandang,
pengobatan mata saat ini dan riwayat pembedahan mata)
 Pemeriksaan Fungsi Pengelihatan
 Pemeriksaan fisik (tajam penglihatan, pemeriksaan pupil, pemeriksaan
segmen anterior, pengukuran tekanan intraokular, gonioskopi.
Pemeriksaan segmen posterior
 Gonioskopi untuk menilai sudut iridotrabekular
3. Glaukoma Tekanan Normal
Glaukoma tekanan normal dapat terjadi pada pasien yang memiliki kelainan
glaukomatosa pada syaraf optikus dan lapang pandang namun masih memiliki
tekanan intraokuli yang normal, yaitu <21mmHg. Patofisiologi dari glaukoma
jenis ini kemungkinan berhubungan dengan kepekaan tekanan intraokular
abnormal oleh karena kelainan vaskular atau syaraf optik. Glaukoma tekanan
normal diketahui memiliki kelainan pada gen optineurin kromosom 10. Hal ini
yang kemudian mungkin berhubungan dengan riwayat keluarga. Perdarahan
diskus sering ditemui pada glaukoma tekanan normal.
4. Hipertensi Okuli
Hipertensi okuli merupakan suatu kondisi meningkatnya tekanan intraokuli
>21 mmHg tanpa disertai dengan kelainan syaraf optik atau lapang pandang.
Hipertensi okuli berbeda dengan glaukoma namun hipertensi okuli dapat
dikatakan sebagai suspek glaukoma. Sekitar 1-2% penderita hipertensi okuli dapat
berkembang menjadi glaukoma. Hipertensi okuli banyak terjadi pada glaukoma
primer sudut terbuka. Hal ini terjadi karena hipertensi okuli disebabkan oleh
adanya penyumbatan pada trabekula meshwork sehingga aliran aquoeus terhambat
atau menurun. Hipertensi okuli tidak menimbulkan gejala sehingga banyak
penderita hipertensi okuli tidak menyadari bila memiliki tekanan intraokuli yang
lebih tinggi dari normal. Faktor resiko hipertensi okuli yaitu bertambahnya usia,
riwayat glaukoma pada keluarga, miopia, riwayat diabetes melitus dan penyakit
kardiovaskular.
7. Glaukoma Absolut
Merupakan stadium akhir glaucoma (sempit/terbuka) dimana sudah terjadi
kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada
glaucoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan
eksavasasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dengan rasa sakit. Sering mata
dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga
menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan
rasa akit sekali akibat timbulnya glaucoma hemorargik.
Pengobatan glaucoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada
badan siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alkohol retrobulbar atau
melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan
memberi rasa sakit.
6. Tatalaksana Glaukoma
Prinsip tatalaksana glaukoma adalah mengontrol tekanan intraokular serta
memonitoring perubahan sudut dan syaraf optik. Penuruan tekanan intraokular
yang diharapkan yaitu 20-50%. Masih dibutuhkan pengawasan dan evaluasi lebih
lanjut karena terdapat kemungkinan adanya kerusakan yang berlanjut seperti
perubahan nervus optikus dan lapang pandang meskipun target penurunan tekanan
intraokular telah dicapai.
 Medikamentosa
Prostaglandin analog merupakan terapi lini pertama pada glaukoma.
Prostaglandin analog bekerja dengan penurunka resistensi aliran aquoeus
sehingga meningkatkan aliran aquoeus melalui jalur oveosklera. Konsumsi
prostaglandin analog pada malam hari dapat menurunkan resiko terjadinya
efek samping sistemik namun masih dapat memberikan efek samping
lokal seperti hiperemi pada konjungtiva, hilangnya lemak pada mata,
hiperpigmentasi pada bulu mata, iris dan kulit periokular.
Obat topikal selain prostaglandin analog memiliki efektifitas penurunn
tekanan intraokuli yang lebih rendah dari prostaglandin analog namun
terdapat beberapa pilihan terapi lini kedua yang dapat diberikan bila
didapatkan hipersesnsitivitas terhadap prostaglandin analog. Carbonic
anhydrase inhibitor efektif sepanjang hari, sama halnya dengan
prostaglandin analog namun β-adrenergik blocker dan α-adrenergik agonis
lebih efektif pada siang hari dan menurun pada malam hari. β-adrenergik
blocker dan α-adrenergik agonis memiliki efek samping sistemik yang
signifikan dan kontraindikasi pada penderita glaukoma dengan gangguan
pada paru dan jantung seperti PPOK, asma dan bradikardi. Upaya yang
dapat dilakukan untuk menurunkan absorbsi sistemik terapi topikal yaitu
dengan menuntup saluran air mata atu menutuk pelopak mata selama 2
menit selama pemberian terapi.
Golongan Nama Dosis Mekanisme Efek Efek
Obat Kerja Samping Samping
Lokal Sistemik
Prostaglandin Latanaprost, 1/hari Meningkatkan Hiperemi Minimal,
analog travaprost, pada aliran humor konjungt nyeri
(prostamide) tafluprost, malam aqueous iva, kepala
unoprostone, hari melalui hiperpig
bamatoprost uveoskleral mentasi
bulu
mata dan
iris,
uveitis,
oedema
makula
β-adrenergik Timolol, 1/ hari Menurunkan Iritasi Kontraind
bloker levobunolol, pada produksi mata dan ikasi pada
carteolol, pagi humor aquoeus mata pasien
metipranolol, hari kering asma,
betaxolol PPOK dan
bradikardi
α-adrenergik Brimonidine, 2-3/ Menurunkan Iritasi efek
agonis aproclonidine hari produksi mata, sistem
humor aqueous mata syaraf
dan kering, pusat dan
meningkatkan reaksi respirator
aliran aliran alergi y arrest
humor aqueous pada
anak-anak
, perhatian
khusus
pada
penderita
insufisien
si otak
dan
jantung,
hipertensi
postural,
gagal
hinjal dan
hati
Carbonic Dorzolamide, 2-3/ Penurunan Iritasi Minimal
anhydrase brinzolamide, hari produksi mata, pada
inhibitor acetazolamide humor aqueous mata sediaan
(oral) kering, topikal.
sensasi Oral :
terbakar parastesia,
(topikal) nausea,
diare,
penurunan
nafsu
makan,
batu ginjal
Agonis Pilocarpine, 4/hari Meningkatkan Iritasi Spasme
kolinergik carbacol aliran humor mata, siliar yang
aqueous memicu dapat
miopia menyebab
dan kan nyeri
menurun kepala
kan visus
oleh
karena
spasme
siliar
 Laser Peripheral Iridotomy (LPI)
LPI mengurangi blokade pupil dengan menurunkan perbedaan tekanan
pada anterior dan posterior iris. Penurunan perbedaan tekanan
menghasilkan sudut tetap terbuka, mengurangi kecembungan iris dan
menggeser badan siliar ke posisi lebih posteror.
 Argon Laser Peripheral Iridoplasty (ALPI)
ALPI bertujuan untuk menjauhkan iris dari trabekular meshwork sehingga
sudut tetap terbuka.
 Ekstraksi Lensa
 Goniosynechialysis (GSL) dengan/tanpa ekstraksi lensa
GSL merupakan teknik pembedahan dengan menguoas bagian perifer
sinekia posterior dari trabekula meshwork dan memperbarui akses aqueous
menuju trabekular meshwork.
 Trabeculectomy
Trabekulektomi merupakan teknik pembedahan yang paling umum
digunakan untuk menurunkan tekanan intraokuli. Pembedahan ini terdiri
dari eksisi sedikit dari bagian trabekula meshwork dan jaringan
korneosklera sehingga terbentuk jalur drainase dari aquoeus dari bilikmata
belakang ke bilik mata depan. Pemberian agen penghambat terbentuknya
jaringan parut sering diberikan untuk menurunkan resiko terjadinya respon
fibroproliferatif yang merupakan salah satu kegagalan pembedahan.
2.2.2 Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder merupakan peningkatan tekanan intraocular yang


terjadi sebagai sesuatu manefestasi dari penyakit mata lain. Penyakit ini sulit
diklasifikasikan, dan terapinya adalah pengontrolan tekanan intraocular baik
dengan cara medis maupun bedah, serta mengatasi penyakit yang mendasari.
Berikut beberapa penyebab terjadinya glaucoma sekunder :

1. Glaukoma akibat lensa


a. Dislokasi lensa
Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau
secara spontan. Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan pada
apertura pupil yang menyebabkan iris bombans dan penutupan sudut.
Dislokasi posterior ke dalam vitreus juga berkaitan dengan glaucoma
meskipun mekanismenya belum jelas. Hal ini memungkinkan
disebabkan oleh kerusakan sudut pada waktu dislokasi traumatic.
Pada dislokasi anterior, terapinya adalah ekstraksi lensa segera setelah
tekanan intraocular terkonmtrol secara medis. Pada dislokasi posterior
lensa dibiarkan dan glaucoma diobati sebagai glaucoma sudut terbuka
primer.
b. Intumesensi lensa
Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami
perubahan – perubahan katarak sehingga ukurannya membesar secara
bermakna. Lensa ini kemudian dapat melebihi batas bilik mata depan,
menimbulkan sumbatan pupil dan desakan sudut serta menyebabkan
glaucoma sudut tertutup. Terapi berupa ekstraksi lensa, segera setelah
tekanan intraocular terkontrol secara medis.
c. Glaucoma fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul
lensa anterior, dan memungkinkan protein – protein lensa yang
mencair masuk ke dalam bilik mata depan. Terjadi reaksi peradangan
di bilik mata depan. Terjadi reaksi peradangan di bilik mata depan,
anyaman trabekula menjadi edema dan tersumbat oleh protein –
protein lensa, dan menibulkan peningkatan tekanan intraocular akut.
Terapi definitive, berupa ekstraksi lensa, segera setelah TIO terkontrol
dan steroid topical untuk kurangi peradangan intraocular.
2. Glaucoma akibat kelainan traktus uvealis
a. Uveitis
TIO pada uveitis dapat menurun maupun meningkat. TIO menurun
dikarenakan corpus siliar yang kurang baik, dapat pula terjadi
peningkatan tekanan Karena anyaman trabekula dapat tersumbat oleh
sel radang dari bilik depan, disertai edema sekunder atau dapat terjadi
peradangan pada sel trabekula (trabekulitis). Selain itu, peningkatan
TIO bisa didapat dari penggunaan steroid topical. Uveitis kronik atau
rekuren dapat menyebabkan gangguan fungsi trabekula yang permanen,
sinekia anterior perifer dan kadang kadang neovaskularisasi sudut
dapat meningkatkan kemungkinan glaucoma sekunder. Seklusio
pupilae akibat sinekia posterior 360 menimbulkan iris bombans dan
galukoma sudut tertutup akut.
Terapi utama ditujukan untuk control uveitis disertai pemberian terapi
glaucoma sesuai keperluan. Miotik dihindarkan dikarenakan dapat
meningkatkan resiko terjadinya senekia posterior. Latanoprost
dihentikan karena dapat menimbulkan eksasebasi dan reaktivitas
uveitis. Terapi jangka panjang, diantaranya tindakan bedah
dikarenakan kerusakan anyaman yang ireversibel.
Penutupan sudut akut akibat seklusi pupil dapat dipulihkan dengan
midriasis intensif, tetapi sering memerlukan iridotomi perifer dengan
leser atau iridektomi bedah. Setiap uveitis yang memiliki
kecendrungan pembentukan sinekia posterior harus diterapu dengan
midriatik selama uveitisnya sktif untuk mengurangi resiko seklusi
pupil.
b. Tumor
Melanoma traktus uvealis dapat menimbulkan glaukoma akibat
pergeseran corpus ciliare ke anterior yang menyebabkan
penutupan-sudut sekunder, meluas ke sudut bilik mata depan,
memblok sudut filtrasi dengan dispersi pigmen, dan neovaskularisasi
sudut. Biasanya diperlukan enukleasi
c. Pembengkakakn corpus ciliare
Rotasi corpus ciliare ke depary menyebabkan pergeseran diafragma
irislensa ke anterior dan glaukoma sudut tertutup sekunder; rotasi ini
juga dapat terjadi akibat bedah vitreoretina atau krioterapi retina, pada
uveitis posterior, dan pada terapi topiramate.
3. Glaucoma pigmentasi
Sindrom dispersi pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal pigmen
di COA, terutama di trabekular meshwork dan juga di posterior kornea
(krrukenberg’s spindle). Disertai defek transiluminasi iris. Pada USG
memperlihatkan bahwa telah terjadi perlekukan iris ke posterior sehingga
berdempetan dengan processus ciliaris atau zonula, hal ini menunjukkan
telah terjadi pengelupasan graanul pigmen iris akibat friksi sehingga
mengakibatkan defek transiluminasi. Penderita paling sering adalah pada
penderita miopia usia 25-40 tahun yang COA nya dalam dengan sudut
bilik mata depan lebar.
Kelainan pigmentasi dapat disertai glaukoma atau tidak tetapi
penderitanya harus dianggap tersangka glaukoma, karena 10% dari mereka
akan mengalami glaukoma dalam 5 tahun dan 15% dalam 15 taun. Gen
untuk dispersi pigmen terdapat pada kromosom 7.
Terapi yang dibutuhkan adalah terapi miotik maupun iridotomi
perifer menggunakan laser, namun efek jangka panjangnya belum
diketahui dengan jelas. Pada sindrom dispersi pgmen atau glaukoma
pigmentasi khas ditandai dengan peningkatan TIO terutama setelah
berolahraga atau dilatasi pupil. Glaukoma pigmentasi ini berkembang
dengan cepat. Karena glaukoma pigmentasi ini muncul pada usia muda
maka tindakan bedah drainase perlu dilakukan disertai terapi antimetabolit,
biasanya dilakukan trabekuloplasti dengan laser.
4. Glaucoma pseudoeksfoliasi
Pada sindrom eksfoliasi terlihat endapan-endapan bahan berserat
warna putih di permukaan anterior lensa (berbeda dengan eksfoliasi kapsul
lensa sejati akibat terpajan radiasi inframerah, yakni, "katarak
glassblouter”), di processus ciliares, zonula, permukaan posterior iris,
melayang bebas di bilik mata depan, dan di anyaman trabekular (bersama
dengan peningkatan pigmentasi). Secara histologis, endapan-endapan
tersebut juga dapat dideteksi di konjtrngtiva yang mengisyaratkan bahwa
kelainan sebenarnya terjadi lebih luas. Penyakit ini biasanya dijumpai pada
orang berusia lebih dari 65 tahun dan secara khusus, dilaporkan sering
terjadi pada bangsa Skandinavia walaupun tidak menutup kemungkinan
adanya bias. Risiko kumulatif berkembangnya glaukoma adalah 5% dalam
5 tahun dan 15% dalam 10 tahun. Terapinya sama dengan terapi glaukoma
sudut terbuka. Insidens timbulnya komplikasi saat bedah katarak lebih
tinggi pada mata dengan sindrom pseudoeksfoliasi.
5. Glaucoma akibat trauma
Cedera pada kontusio dapat mengakibatkan terjadinya hifema dan
dapat menyumbat trabekular meshwork yang juga sedang mengalami
edema akibat cedera. Dapat ditangani dengan obat namun Bila terjadi
perdarahan lanjut maka perlu dilakukan tindakan bedah. Cedera dapat
menyebabkan bilik mata depan menjadi dalam daripada mata yang tidak
terkena cedera dan pada gonoskopi terdapat resesi sudut. Laserasi pada
kontusio sering disertai dengan hilangnya bilik mata depan, apabila tidak
segera dibentuk kembali maka dapat terjadi inkarserasi iris ke dalam luka
atau terbentuknya sinekia anterior perifer yang menyebabkan penutupan
sudut ireversibel.
6. Glaucoma setelah tindakan bedah ocular
Pada glaukoma sumbatan siliaris (glaukoma maligna), dapat diakibatkan
karena tindakan bedah yang menjadikan TIO meningkat bermakna dan
sudut sempit atau tertutup. Setelah pembedahan TIO meningkat hebat
lensa terdoron ke depan akibat penimbunan aqueous di dalam dan
dibelakang corpus vitreus.. visus turun tapi penglihatan dekat membaik,
nyeri dan radang. Terapi farmmasi yang dilakukan adalah memberi
sikoplegik, midriatik, penekan aqueous humor, dan obat hiperosmotik
yang digunakan untuk menciutan korpus vitreum dan membiarkan lensa
ke belakang. Tindakan bedah yang mungkin dilakukan schlerotomi
posterior, vitrektomi, dan ekstraksi lensa. Pada sinekia anterior diakibatkan
karena bilik mata depan mendatar dan perlu tindakan bedah segera.
7. Glaucoma neovaskular
Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik mata depan paling
sering disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti yang terjadi pada
retinopati diabetik stadium lanjut dan oklusi vena setralis retina iskemik.
Glaukoma timbul akibat sumbatan sudut oleh membran fibrovaskular,
tetapi kontraksi membran selanjutnya mengakibatkan penutupan sudut.
Hal ini sulit diatasi dan terapi tidak memuaskan, perlu dilakuka tindakan
siklodestruktif untuk mengontrol TIO. Rangsangan neovaskularisai dan
TIO perlu ditangani.
8. Glaucoma akibat peningkatan tekanan vena episklera
Misalnya pada sindrome sturge weber yang juga terdapat anomali
perkembangan sudut dan fistula karotis kavernosa, yang juga dapat
menyebabkan neovaskularisasi sudut akibat iskemia mata yang luas.
Terapi medis dapat menurunkan TIO di bawah tekanan vena episklera
yang meningkat abnormal, dan tindakan bedah pun juga memiliki
komplikasi yang tinggi.
9. Glaucoma akibat steroid
Kortikosteroid intraokular, periokular, dan topikal dapt menimbulkan
sejenis glaukoma yang mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer,
terutama pada individu dengan riwayat ini pada keluarganya, dan semakin
memperparah pada pasien dengan glaukoma sudut terbuka primer.. apabila
steroid memang diperlukan maka harus diimbangi dengan terapi glaukoma
untuk menurunkan TIO, dan harus menjalankan pemeriksaan TIO dan
ofatalmoskop rutin, terutama yang di keluarganya ada riwayat glaukoma.

2.2.3 Glaukom Kongenital

Glaukoma kongenital merupakan glaucoma yang diakibatkan


oleh faktor genetik. Terdiri dari 1) glaucoma kongenital primer,
kelainan yang terbatas pada COA saja, 2) anomali perkembangan
segmen anterior (sindrom axenfeld reiger, dan anomali peters, terjadi
kelainan perkembangan pada iris dan kornea) 3) kelainan lain
( aniridia, sindrom sturge weber, sindrom lowe, dan rubela kongenital,
dimana kelainan terjadi pada perkembangan sudut disertai kelainan
okular dan ekstraokular lain.
1. Glaukoma Kongenital Primer (PCG)
Glaukoma kongenital primer terjadi akibat terganggunya
perkembangan struktur sudut kamera anterior dimana gangguannya
terjadi akibat mutase gen CYP1B1. Trias gejala yang terjadi adalah
ephiphora, blepharospasm, photopobia. Iris mengalami hipoplasia dan
berinsersi ke permukaan trabekula di depan taji sklera yang kurang
berkembang, sehingga jalinan trabekula terhalang dan timbul
gambaran suatu membran (Membran Barkan) menutupi sudut. Terapi
pilihan adalah Goniotomi. Prognosis penglihatan menjadi lebih buruk.
2. Anomali Perkembangan Segmen Anterior
Kelompok penyakit yang jarang ini, mencerminkan suatu
spektrum gangguan perkembangan segmen anterior, yang mengenai
sudut, iris, kornea dan kadang-kadang lensa. Biasanya terdapat sedikit
hipoplasia stroma anterior iris, disertai adanya jembatan-jembatan
filamen yang menghubungkan stroma iris dengan kornea. Apabila
jembatan filamen terbentuk di perifer dan berhubungan dengan garis
Schwalbe yang mencolok dan tergeser secara aksial (embriotokson
posterior), penyakit yang timbul dikenal sebagai sindrom Axenfeld. Hal
ini mirip dengan trabekulodisgenesis pada glaukoma kongenital primer.
Apabila perlekatan iridokorneanya lebih luas yang disertai oleh disrupsi
iris, dengan polikoria serta anomali tulang dan gigi, timbul apa yang
disebut Sindrom Rieger (suatu contoh disgenesis iridotrabekulo).
Apabila perlekatannya adalah antara iris sentral dan permukaan
posterior sentral kornea, penyakit yang timbul disebut anomali Peter.
Penyakit-penyakit ini biasanya diwariskan secara dominan, walaupun
dilaporkan ada kasuskasus sporadik. Angka keberhasilan goniotomi
jauh lebih rendah pada kasus-kasus ini, dan mungkin dianjurkan
trabekulektomi. Banyak pasien memerlukan terapi glaukoma medis
jangka panjang, dan prognosis pasien untuk mempertahankan fungsi
penglihatan yang baik meragukan.
3. Aniridia
Aniridia disebabkan oleh kelainan pada gen PAX6 pada
kromosom 11. Gambaran khasnya adalah iris tidak berkembang
(vestigial). Dapat ditemukan deformitas mata yang lain, misalnya
katarak kongenital, distrofi kornea, dan hipoplasia fovea. Penglihatan
biasanya buruk. Timbul sebelum masa remaja. Dapat ditemukan
sporadis dan biasanya berhubungan dengan tumor Wilms Apabila terapi
medis tidak efektif, goniotomi atau trabekulektomi kadang - kadang
dapat menormalkan tekanan intraokular. Sering diperlukan tindakan
operasi filtrasi, tetapi prognosis penglihatan jangka panjang buruk.
BAB 4
PEMBAHASAN

Pasien datang ke poli mata RSML dengan keluhan mata kirinya terasa
buram dan cekot-cekot. Keluhan sejak 3 bulan yang lalu dan semakin parah 1
minggu terakhir. Awalnya pandangannya hanya kabur namun kemudian pasien
merasa sakit pada matanya seperti cekot-cekot. Cekot-cekot yang dirasakan hilang
timbul. Keluhan disertai sakit kepala, mual dan muntah (+) sejak 1 bulan terakhir.

Pasien memiliki riwayat DM dan HT terkontrol sejak 2011.


Mengkonsumsi obat; Captopril, namun 3 bulan terakhir sudah lepas obat. Pasein
juga memiliki riwayat TB kelenjar tahun 1990-an dan Tumor jinak kepala bukan
Februari 2019 lalu, riwayat alergi (-). Riwayat keluarga tidak ada yang sakit
seperti ini, DM (-), HT(-), Alergi obat (-).

Pemeriksaan visus OD 3/60 ph ttp OS LP (-) TOD 16,5 mmHg TOS


59,1 mmHg. Pasien ini kemungkinan mengalami glaukoma sekunder et causa
katarak pada kedua mata, karena terjadi progresifitas mata yang memburuk hingga
pasien masih dapat melihat cahaya tetapi mengalami penurunan penglihatan pada
kedua mata.

Pada pasien ini diberikan terapi antagonis beta adrenergik (timolol) yang
berfungsi untuk mengurangi produksi humor aqueous dan juga diuretik
acetazolamide untuk menunrunkan TIO pada mata kanan dan kiri sambil tetap
diobservasi dan dikonsultasikan dengan dokter spesialis mata. Pasien juga
diberikan Asam Mefenamat yang berfungsi untuk meredakan nyeri pada mata.
Polydex untuk antiinflmasi dan antibiotik.
Tindakan pembedahan disarankan pada mata yang mengalami serangan
setelah TIO stabil, hal ini karena pada suatu saat mata ini akan mengalami
serangan kembali. Karena efek peningkatan TIO dapat mengakibatkan penurunan
penglihatan pada glaucoma dengan mekanisme utamanya adalah atrofi sel
ganglion difus yang dapat menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti
bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Setelahnya diskus
optikus menjadi atrofi, disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus
siliaris juga menjadi atrofi. Disisi lain neuron-neuron yang mengalami kerusakan
ini oleh karena peningkatan TIO akan menimbulkan tekanan pada segala arah
pada bola mata yang menghasilkan tegangan, selanjutnya menyebabkan regangan
yang pada akhirnya terjadi kerusakan pada neuron.
Hal yang perlu dimonitor pada pasien ini adalah perbaikan keluhan
pasien, visus, lapang pandang, segmen anterior, tekanan bola mata dan segmen
posterior pasien, serta adanya keluhan lain atau efek samping dari pengobatan.
BAB V
KESIMPULAN

Glaukoma adalah suatu neuropati optik didapat yang ditandai oleh


pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapang pandang; biasanya
disertai peningkatan tekanan intraocular.
Glaukoma diklasifikasikan menjadi glaukoma primer, glaukoma
sekunder, glaukoma kongenital. Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan
intraokular pada glaukoma dibagi dua yaitu: gangguan aliran aqueous humor
akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan (glaukoma sudut terbuka)
atau gangguan akses aqueous humor ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup).
Pemeriksaan yang dilakukan yaitu pemeriksaan segmen anterior (slit
lamp) dan pengukuran tekanan intaokuler, oftalmoskopi menilai diskus optikus,
serta penilaian lapang pandang.
Prinsip penatalaksanaan glaukoma yaitu menurunkan TIO dengan cara
supresi pembentukan humor aqueous, fasilitasi aliran keluar humor aqueous,
menurunkan volume vitreus. Dapat juga dilakukan tindakan bedah seperti
trabekuloktomi atau iridotomi.
DAFTAR PUSTAKA

Foris Lisa A dan Tripathy Koushik, 2019, Open Angle Glaucoma, Stat Pearls
Publishing
Preferred Practice Pattern, 2015, Primary Open-Angle Glaucoma, American
Academy of Ophtalmology
Sari, E.D.Y dan Aditya, M. 2016. Glaukoma Akut dengan Katarak Imatur Okuli
Dextra et Sinistra. J Medulla Unila: Vol 4(3).
Thayeb, D.A et al. 2013. Profil Glukoma Sekunder Akibat Katarak Senilis Pre
Operasi di RSUP. Prof. DR. R. D. Kandou Manado Periode Januari
2011-Desember 2011. Jurnal e-Biomedik: Vol 1(1).
Vaughan dan Asbury. 2018. General Ophthalmology 19E Chapter 11 Glaucoma
518-554. Amerika Serikat: McGraw-Hill Education.
Wright, et al, 2016, Primary angle-closure glaucoma an update, acta
ophthalmica, vol 94, pp. 217-225

Anda mungkin juga menyukai