ASMA BRONKIAL
Disusun Oleh:
Pembimbing:
dr. Hj.Sukartini, Sp.A
ASMA BRONKIAL
Sebagai salah satu syarat untukmengikuti ujian stase Ilmu Kesehatan Anak
Menyetujui,
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena hanya
berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tutorial dengan judul “Asma Bronkial”. Dalam kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada
berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan hingga
terselesaikannya tutorial kasus ini, diantaranya:
1. dr. Hj. Sukartini Sp.A, selaku dosen Pembimbing yang dengan sabar
memberikan arahan, motivasi, saran dan solusi yang sangat berharga dalam
penyusunan laporan kasus ini dan juga yang selalu bersedia meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, saran, dan solusi selama penulis menjalani
dokter muda di lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak.
2. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar
Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan
kepada kami.
3. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK
UNMUL dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca untuk perbaikan kepenulisan di masa mendatang.
Terakhir, semoga tutorial kasus yang sederhana ini dapat membawa berkah dan
memberikan manfaat bagi seluruh pihak serta turut berperan demi kemajuan ilmu
pengetahuan.
Samarinda, 24 Desember 2019
Penulis
1
DAFTAR ISI
1
5.2 Saran ................................................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan tutorial ini adalah:
1. Menambah ilmu pengetahuan mengenai kasus asma bronkial.
2. Mengkaji ketepatan penegakkan diagnosis dan tatalaksana asma bronkial.
1
BAB 2
KASUS
Identitas
Nama : An. S
Usia : 5 tahun 8bulan
Jenis Kelamin : perempuan
Berat Badan : 17 Kg
Tinggi Badan : 110 cm
Anak ke : Pertama dari dua bersaudara
Agama : Islam
Alamat : Jl. Padat karya samarinda
1
Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 6 desember 2019 pukul 13.30 WITA, di
ruang melati RSUD AW. Sjahranie Samarinda. Alloanamnesis oleh ibu kandung
pasien.
Keluhan Utama
Sesak napas sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami sesak napas sejak 1 bulan sebelum SMRS, tapi sesak
yang paling berat dirasakan 1 hari SMRS. Orang tua pasien mengaku anaknya
sesak apabila habis beraktivitas berat seperti berolahraga, orang tua pasien juga
mengatakan ada sesak saat malam hari. Selain sesak, pasien juga mengeluhkan
batuk pilek dan juga demam. Batuk pilek sudah dirasakan sejak 3 hari SMRS,
demam baru dirasakan sejak 1 hari SMRS. Saat sesak orang tua membawa
anaknya ke puskesmas dan di puskesmas sudah diberi nebulizer sebanyak 3 kali
tapi tidak membaik dan akhirnya di rujuk ke RSUD AW. Sjahranie samarinda.
Pada saat di IGD RSUD AW. Sjahranie di berikan nebulizer sebanyak 2 kali dan
akhirnya sesak mulai menurun. Kemudian di pindahkan keruangan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit asma sejak usia 1,5 tahun dan tidak
memiliki kontroler.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat asma hanya pada kakek buyut pasien.
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Berat badan lahir : 3100 gram
Panjang badan lahir : 50 cm
Berat badan sekarang : 17 kg
Tinggi badan sekarang : 110cm
Gigi keluar : ibu lupa
Tersenyum : ibu lupa
Miring : ibu lupa
Tengkurap : ibu lupa
2
Duduk : ibu lupa
Merangkak : ibu lupa
Berdiri : ibu lupa
Berjalan : ibu lupa
Berbicara :-
Pemeriksaan Prenatal
Periksa di : Bidan
Penyakit kehamilan :-
Riwayat Kelahiran
Lahir di : Klinik Bidan
Ditolong oleh : Bidan
Usia dalam kandungan : aterm
Jenis partus : Spontan pevaginam
Riwayat kelahiran :Pasien lahir di RSUD AWS
Samarinda, ditolong oleh dokter kandungan. Ibu pasien mengandung
pada saat usia 32 tahun.
Pemeliharaan Postnatal
Periksa di : Puskesmas, Posyandu
Keadaan anak : Sehat
Keluarga Berencana
Keluarga Berencana :Tidak
Memakai sistem :-
Sikap dan kepercayaan :-
Jadwal Imunisasi
Usia saat imunisasi
Imunisasi
I II III IV Booster I Booster II
BCG V //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
Polio V V V V V V
Campak V //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
DPT V V V //////////// V V
Hepatitis B V V V ////////// V V
3
Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 06 desember 2019 pukul 13.30 WITA.
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 17 kg
Panjang Badan : 110 cm
Tanda Vital : Nadi 108x/menit, regular, kuat angkat
Pernafasan 28 x/menit
Temperatur axilla 36o C
TD : 110/70
Status Gizi : BB/U : 25th percentile (gizi baik)
TB/U : 25th percentile (normal)
BB/TB : 10th percentile (gizi normal)
Kepala/leher
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-
), pupil isokor diameter 3mm/3mm, reflex
cahaya (+/+).
Hidung : Sekret hidung (-), pernafasan cuping
hidung (-)
Mulut : Mukosa bibir tampak basah, sianosis (-),
perdarahan (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax
Paru Inspeksi : Tampak simetris, pergerakan simetris,
retraksi ICS (-)
Palpasi : fremitus raba D=S
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing
(+/+)
4
Jantung Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop
(-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Soefl (+), nyeri tekan (-), organomegali (-),
turgor kembali cepat
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas
Ekstremitas superior : Akral hangat, pucat (-/-), edema (-/-)
Ekstremitas inferior : Akral hangat, pucat (-/-), edema (-/-)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap
Immuno-Serologi
Pemeriksaan 4 Desember 2019 Nilai Normal
CRP 24.0 mg/l <6.0
Diagnosis Kerja
Asma bronkial derajat sedang
5
Penatalaksanaan
Co. dr. Sp.A :
IVFD D5 ½ NS 1300mL/24 jam
Inj Cefotaxime 3x250 mg
Inj Dexamethasone 3x3mg
CTM 3x1,2mg
Salbutamol 3x1,2mg
NAC 3x150mg
Cetirizine 1x ½ cth
Combivent /4-6j
Lembar Follow Up
Tanggal Pemeriksaan Terapi
4 Desember 2019 S: P:
Sesak napas berkurang, IVFD D5 ½ NS 1350
batuk pilek (+), demam (-) mL/24 jam
O: Cefotaxime 2x 750
KU sedang, GCS E4V5M6 mg
RR :28x/menit, N : 86 Citirizin 3x 2,5mg
x/menit, T:36,2 C, TD CTM 1,75 +
110/70 Salbutamol 1,7 mg +
Thoraks: Rh (-/-), Wh NAC 120 mg > pulv
(+/+) 3x 1
A: Fulmicort 0,5 cc +
Asma bronchial Ventolin 1,7cc + Nacl
Dyspneu 0,9% 0,5cc >
Nebulizer
6
KU : sedang, GCS
E4V5M6, kesadaran :
Komposmentis
N: 112x/menit, RR:
26x/menit, T : 36 C, TD
110/70
Rh (-/-), Wh (+/+)
A:
Asma bronchial
6 Desember 2019 S: CTM 1,75
Sesak napas (-),batuk salbutamol 1,7 mg +
pilek (+), demam (-) NAC 120 mg +
O: Dexametasone 1,7mg
KU : sedang, GCS > pulv 3x1
E4V5M6, kesadaran : Fulmicort 0,5 cc +
Komposmentis Ventolin 1,7cc + Nacl
N: 108x/menit, RR: 0,9% 0,5cc >
28x/menit, T : 36,1oC, TD Nebulizer
105/70
Rh (-/-), Wh (+/+)
A:
Asma bronchial
7
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1Asma Bronkial
3.1.1.Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas dimana banyak sel
berperan terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil dan sel
epitel (Slamet Hariadiet al., 2010). Asma merupakan sebuah penyakit kronik
saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi
yang berhubungan dengan dengan peningkatan kepekaan saluran napas
sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak napas
(breathlessness), dada rasa tertekan (chest tightness), dispnea, dan batuk
(cough) terutama pada malam atau dini hari. (PDPI, 2006; GINA, 2006).
Menurut National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI, 2007), pada individu
yang rentan, gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang akan
menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang
bervariasi derajatnya.
3.1.2. Patofisiologi
Asma merupakan obstruksi jalan napas yang reversibel. Obstruksi tersebut
dapat disebabkan oleh faktor berikut, seperti penyempitan jalan napas;
pembengkakan membran pada bronkus; pengisian bronkus dengan mucus kental.
Beberapa penderita mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan
mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel mast dalam paru yang
menyebabkan pelepasan sel-sel mast, seperti histamin dan prostaglandin.
Pelepasan ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme,
pembengkakan membran mukosa, pembentukan mukus berlebihan (Smeltzer &
Bare, 2006).
Penderita asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas
dirangsang oleh beberapa faktor, seperti udara dingin, emosi, olahraga, merokok,
polusi dan infeksi sehingga jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.
Peningkatan asetilkolin ini secara langsung bisa menimbulkan bronkokonstriksi.
Penderita dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis
(Smeltzer & Bare, 2006).
8
3.1.3. Faktor Risiko Asma
Beberapa faktor risiko timbulnya asma bronkial telah diketahui secara pasti,
antara lain: jenis kelamin, usia, riwayat atopi, lingkungan, ras, asap rokok, polusi
udara, dan infeksi respiratorik. Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam
dua kelompok besar, faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya atau
berkembangnya asma dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya
eksaserbasi atau serangan asma yang disebut trigger faktor atau faktor pencetus
(GINA,2006).
a. Jenis kelamin
Prevalensi asma pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5-2
kali lipat anak perempuan. Namun, di benua Amerika dilaporkan bahwa
belakangan ini tidak ada perbedaan prevalensi asma antara anak laki-laki
dan perempuan. Sekarang rasio ini berubah menjadi sebanding antara
laki-laki dan perempuan pada usia 30 tahun (IDAI, 2013).
b. Usia
Umumnya asma persisten terjadi pada usia muda yaknipada beberapa
tahun usia pertama kehidupan. Dari Melbourne dilaporkan bahwa 25%
anak dengan asma persisten mendapat serangan mengi mulai dari usia<6
bulan dan 75% mendapat serangan mengi pertama pada usia <3 tahun.
Hanya 5% anak dengan asma persisten terbebas dari gejala asma pada
usia 28-35 tahun, 60% diantaranya masih menunjukkan gejala sama
dengan saat masa kanak-kanak dan sisanya mendapat serangan yang
lebih ringan daripada masa kanak (IDAI, 2013).
c. Riwayat atopi
Adanya atopi berhubungan dengan meningkatnya risiko asma persisten
dan beratnya asma. Menurut laporan dari Inggris, pada anak usia 16
tahun dengan riwayat asma/mengi, akan terjadi serangan mengi dua kali
lipat lebih banyak jika anak pernah mengalami hay fever, rhinitis alergi,
atau eksema. Beberapa laporan menunjukkan bahwa sensitisasi alergi
terhadap alergen inhalan, susu, telur, atau kacang pada tahun pertama
kehidupan merupakan prediktor utama timbulnya asma (IDAI,2013).
d. Lingkungan
9
Adanya alergen di lingkungan hidup anak meningkatkan risiko penyakit
asma. Alergen yang paling sering mencetuskan penyakit asma antara
lain adalah serpihan kulit, binatang piaraan, tungau debu rumah, jamur,
dan kecoa (IDAI, 2013).
e. Ras
Menurut laporan dari Amerika Serikat, didapatkan bahwa prevalensi
asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi
daripada kulit putih. Selain prevalens, kematian anak akibat asma pada
ras kulit hitam juga lebih tinggi yaitu 3,34 per 1000 berbanding 0,65 per
1000 pada anak kulit putih (IDAI, 2013).
f. Asap rokok
Prevalens asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada
yang tidak terpajan asap rokok. Risiko terhadap asap rokok sudah
dimulai sejak dalam kandungan, umumnya berlangsung terus menerus
setelah anak dilahirkan, dan menyebabkan meningkatnya risiko.Pada
anak yang terpajan asap rokok, kejadian eksaserbasi lebih tinggi dan
umumnya faal parunya lebih buruk daripada yang tidak terpajan (IDAI,
2013).
g. Outdoor air pollution
Beberapa partikel halus di udara seperti debu jalan raya, nitrat dioksida,
karbon monoksida diduga berperan dalam kejadian asma, tetapi belum
didapatkan bukti yang disepakati. Secara teoritis diduga bahwa adanya
pajanan terhadap endotoksin sebagai komponen bakteri dalam jumlah
banyak dan waktu yang dini mengakibatkan sistem imun anak
terangsang melalui jejak T helper 1, saat ini teori tersebut dikenal
sebagai hygiene hypothesis (IDAI, 2013).
h. Infeksi respiratorik
Beberapa penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan terbalik
antara atopi dengan infeksi respiratorik. Namun, hal ini tidak berlaku
pada infeksi yang disebabkan oleh respiratory syncytial virus (RSV) di
usia dini yang mengakibatkan infeksi saluran pernapasan bawah. Infeksi
RSV merupakan faktor risiko yang bermakna untuk terjadinya mengi di
10
usia 6 tahun. Infeksi virus berulang yang tidak menyebabkan infeksi
respiratorik bawah dapat memberikan anak proteksi terhadap asma
(IDAI, 2013).
11
4. Berdasarkan derajat beratnya serangan
Asma merupakan penyakit kronik yang dapat mengalami episode
gejala akut yang memberat dengan progresif yang disebut serangan asma.
Asma serangan ringan-sedang
Asma serangan berat
Serangan asma dengan ancaman henti napas
5. Berdasarkan derajat kendali
Tujuan utama tatalaksana asma adalah terkendalinya penyakit. Asma
terkendali adalah asma yang tidak bergejala, dengan atau tanpa obat
pengendali dan kualitas hidup pasien baik.
Asma terkendali penuh (well controlled)
- Tanpa obat pengendali : pada asma intermiten
- Dengan obat pengendali : pada asma persisten
ringan/sedang/berat
Asma terkendali sebagian (partly controlled)
Asma tidak terkendali (uncontrolled)
Tabel 2. Derajat asma berdasarkan derajat kendali
12
Kejadian utama pada serangan asma adalah obstruksi jalan napas secara luas
yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos bronkus, edema mukosa
karena sumbatan mukus. Tanda serangan asma yang dapat kita ketahui adalah
napas cepat, merasa cemas dan ketakutan, tak sanggup bicara lebih dari 1-2 kata
setiap kali tarik napas, dada dan leher tampak mencekung bila tarik napas, bersin-
bersin, hidung mampat atau hidung ngocor, gatal-gatal tenggorokan, susah tidur,
turunnya toleransi tubuh terhadap aktivitas (Iwan Hadibroto, 2010)
Tiga gejala yang sering muncul pada asma adalah sesak napas, napas bunyi/
wheezing, batuk-batuk terutama malam hari. Tingkat keparahan serangan asma
tergantung pada tingkat obstruksi saluran napas, kadar saturasi oksigen,
pembawaan pola napas, perubahan status mental, dan bagaimana tanggapan
penderita terhadap status pernapasannya (Smeltzer & Bare, 2006).
3.1.6. Diagnosis
Penegakan diagnosis asma pada anak mengikuti alur klasik diagnosis medis
yaitu melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis memegang peranan sangat penting mengingat diagnosis asma pada
anak sebagian besar ditegakkan secara kinis (Rahajoe, Kartasasmita, Supriyatno,
& Setyanto, 2016).
Anamnesis
Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan manifestasi klinis yang
diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejalarespi ratori asma berupa
kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan, dan produksi
sputum. Chronic recurrent cough (batuk kronik berulang, BKB) dapat menjadi
petunjuk awal untuk membantu diagnosis Asma. Gejala dengan karakteristik yang
khas diperlukan untuk menegakkan diagnosis asma. Karakteristik yang mengarah
ke asma adalah (PP IDAI, 2016) :
- Gejala timbul secara episodik atau berulang.
- Timbul bila ada faktor pencetus.
o Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu
dingin, udara kering, makanan minuman dingin, penyedap rasa,
pengawet makanan, pewarna makanan.
13
o Alergen: debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk sari.
o Infeksi respiratori akut karena virus, selesma, common cold,
rinofaringitis
o Aktivitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa!
berlebihan.
- Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya.
- Variabilitas,yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan
dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari (nokturnal).
- Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan
pemberian obat pereda asma.
Pemeriksaan fisik
Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisis pasien biasanya
tidak ditemukan kelainan. Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak,
dapat terdengar wheezing, baik yang terdengar langsung (audible wheeze) atau
yang terdengar dengan stetoskop. Selain itu,perlu dicari gejala alergilain pada
pasien seperti dermatitis atopi atau rhinitis alergi, dan dapat pula dijumpai tanda
alergi seperti allergic shiners atau geographictongue (PP IDAI, 2016).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini untuk menunjukkan variabilitas gangguan aliran napas
akibat obstruksi, hiper reaktivitas, dan inflamasi saluran respiratori, atau adanya
atopi pada pasien.
Uji fungsi paru dengan spirometri sekaligus uji reversibilitas dan untuk
menilai variabilitas. Pada fasilitas terbatas dapat dilakukan pemeriksaan
dengan peak flowmeter.
Uji cukit kulit (skin prick test), eosinophil total darah, pemeriksaan IgE
spesifik.
Uji inflamasi saluran respiratori : FeNO (fractional exhaled nitric oxide),
eosinophil sputum.
Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin, atau larutan salin
hipertonik.
14
Tabel 3. Kriteria diagnosis asma
15
Alur diagnosis
16
3.1.7 Penatalaksanaan
17
nebulisasi ketiga. Pasien diobservasi, jika tetap baik pasien dapat dipulangkan.
Walaupun mungkin tidak diperlukan, tetapi untuk persiapan keadaan darurat,
sejak di UGD pasien yang di observasi sebaiknya langsung dipasangkan jalur
parenteral.
Pasien dibekali dengan obat agonis β2 (hirupan atau oral) yang diberikan setiap 4-
6 jam. Inhalasi bronkodilator diberikan dalam bentuk MDI dengan spacer atau
nebulisasi yang sama keefektifannya. Penambahan ipratropium bromide selain
agonis β2 dapat diberikan apabila pasien dapat diedukasi untuk menggunakan
kombinasi terebut pada serangan yang lebih berat. Pada serangan asma ringan
sedang diberikan steroid sistemik (oral) berupa prednisone atau prednisolon
dengan dosis 1-2mg/kgBB/hari selama 3-5 hari, tanpa tapering off, maksimal
pemberian 1 kali dalam 1 bulan. Pemberian steroid ini harus dilakukan dengan
cermat untuk mencegah pengulangan lebih dari 1 kali per bulan dan pada saat
penulisan resep tambahkan keterangan ‘do not iter’. Pasien kemudian di anjurkan
untuk kontrol ke klinik rawat jalan dalam waktu 3-5 hari untuk di reevaluasi
tatalaksananya. Selain itu jika sebelum serangan pasien sudah mendapat obat
pengendali, obat pengendali dilanjutkan.
18
3.1.7.2 Terapi medikamentosa
A. Steroid inhalasi
19
Steroid inhalasi umumnya diberikan dua kali dalam sehari, kecuali
ciclesonide yang diberikan sekali sehari. Ciclesonide merupakan preparat steroid
inhalasi yang baru, efek sistemik minimal dan deposisi obat di orofaring lebih
sedikit disbanding preparat steroid inhalasi yang lain. Efikasi dan keamanannya
disbanding preparat yang lain masih memerlukan penelitian lebih lanjut
20
Penelitian penggunaan kombinasi steroid-agonis β2 kerja panjang pada anak
balita masih terbatas.
C. Antileukotrien
21
pada anak usia diatas 5 tahun. Kombinasi steroid inhalasi dan teofilin lepas lambat
akan memperbaiki kendali asma dan dapat menurunkan dosis steroid inhalasi pada
anak dengan asma persisten. Preparat teofilin lepas lambat lebih dianjurkan untuk
pengendalian asma karena kemampuan absorbs dan bioavibilitas yang lebih baik.
Eliminasi teofilin lepas lambat bervariasi antar individu sehingga pada
penggunaan jangka lama kadar teofilin dalam plasma perlu dimonitor. Efek
samping teofilin lepas lambat bisa berupa mual, muntah, anoreksia, sakit kepala,
palpitasi, takikardia, aritmia, nyeri perut, dan diare. Efek samping teofilin lepas
lambat terutama timbul pada pemberian dosis tinggi, diatas 10mg/kgBB/hari.
E. Anti-imunoglobulin E (Anti-IgE)
22
BAB 4
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, Pasien An.S usia 5 tahun 8
bulan datang bersama orang tuanya ke IGD RSUD AWS Samarinda pada tanggal
3 desember 2019 pukul 17.00 WITA dan masuk keruangan melati pada tanggal 3
desember 2019 pukul 21.30 WITA dengan keluhan utama sesak napas. Diagnosis
masuk dan diagnosis kerja pasien ini adalah Asma Bronkiale Ex Akut, ISPA.
Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan hasil dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium.
TEORI KASUS
ANAMNESIS
Batuk pilek
Keluhan wheezing dan atau batuk
Sesak napas
berulang merupakan manifestasi klinis yang
Wheezing
diterima luas sebagai titik awal diagnosis
Sesak timbul setelah
asma. Gejala respi ratori asma berupa
berolahraga
kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas,
Biasa timbul malam hari
rasa dada tertekan, dan produksi sputum.
Kakek buyut memiliki
Chronic recurrent cough (batuk kronik
riwayat asma
berulang, BKB). Karakteristik yang
mengarah ke asma adalah :
- Gejala timbul secara episodik atau
berulang.
- Timbul bila ada faktor pencetus.
o Iritan: asap rokok, asap
bakaran sampah, asap obat
nyamuk, suhu dingin, udara
kering, makanan minuman
dingin, penyedap rasa,
pengawet makanan, pewarna
23
makanan.
o Alergen: debu, tungau debu
rumah, rontokan hewan,
serbuk sari.
o Infeksi respiratori akut karena
virus, selesma, common cold,
rinofaringitis
o Aktivitas fisis: berlarian,
berteriak, menangis, atau
tertawa! berlebihan.
- Adanya riwayat alergi pada pasien
atau keluarganya.
- Variabilitas,yaitu intensitas gejala
bervariasi dari waktu ke waktu,
bahkan dalam 24 jam. Biasanya
gejala lebih berat pada malam hari
(nokturnal).
- Reversibilitas, yaitu gejala dapat
membaik secara spontan atau dengan
pemberian obat pereda asma.
PEMERIKSAAN FISIK
Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada o Kesadaran : compos mentis
pemeriksaan fisis pasien biasanya tidak o TTV :
ditemukan kelainan. Dalam keadaan - N : 108x/menit
sedang bergejala batuk atau sesak, dapat - RR : 28x/menit
terdengar wheezing, baik yang terdengar - T :36oC
langsung (audible wheeze) atau yang - TD 110/70
terdengar dengan stetoskop. Selain o Wheezing (+/+)
itu,perlu dicari gejala alergilain pada
pasien seperti dermatitis atopi atau
rhinitis alergi, dan dapat pula dijumpai
24
tanda alergi seperti allergic shiners atau
geographictongue
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan ini untuk menunjukkan o Laboratorium:
variabilitas gangguan aliran napas akibat Leu : 27,380 /uL
obstruksi, hiper reaktivitas, dan inflamasi Hb : 12,8 g/dL
saluran respiratori, atau adanya atopi pada Ht : 39,4%
pasien. Plt : 403.000 g/dL
Uji fungsi paru dengan spirometri CRP : 24.0 mg/l
sekaligus uji reversibilitas dan untuk
menilai variabilitas. Pada fasilitas
terbatas dapat dilakukan pemeriksaan
dengan peak flowmeter.
Uji cukit kulit (skin prick test),
eosinophil total darah, pemeriksaan
IgE spesifik.
Uji inflamasi saluran respiratori :
FeNO (fractional exhaled nitric
oxide), eosinophil sputum.
Uji provokasi bronkus dengan
exercise, metakolin, atau larutan salin
hipertonik.
PENATALAKSANAAN
Pada pasien yang memenuhi kriteria gejala Co. dr. Sp.A :
klinis untuk serangan asma ringan sedang, IVFD D5 ½ NS
sbagai tindakan awal pasien diberikan agonis 1300mL/24 jam
β2 kerja pendek lewat nebulisasi atau MDI Inj Cefotaxime 3x250 mg
dengan spacer, yang dapat diulang hingga 2 Inj Dexamethasone
25
kali dalam 1 jam, dengan pertimbangan 3x3mg
untuk menambahkan ipratropium bromide CTM 3x1,2mg
pada nebulisasi ketiga. Pasien diobservasi, Salbutamol 3x1,2mg
jika tetap baik pasien dapat dipulangkan. NAC 3x150mg
Walaupun mungkin tidak diperlukan, tetapi Cetirizine 1x ½ cth
untuk persiapan keadaan darurat, sejak di Combivent /4-6j
UGD pasien yang di observasi sebaiknya
langsung dipasangkan jalur parenteral.
Pasien dibekali dengan obat agonis β2
(hirupan atau oral) yang diberikan setiap 4-6
jam. Inhalasi bronkodilator diberikan dalam
bentuk MDI dengan spacer atau nebulisasi
yang sama keefektifannya. Penambahan
ipratropium bromide selain agonis β2 dapat
diberikan apabila pasien dapat diedukasi
untuk menggunakan kombinasi terebut pada
serangan yang lebih berat. Pada serangan
asma ringan sedang diberikan steroid
sistemik (oral) berupa prednisone atau
prednisolon dengan dosis 1-2mg/kgBB/hari
selama 3-5 hari, tanpa tapering off, maksimal
pemberian 1 kali dalam 1 bulan. Pemberian
steroid ini harus dilakukan dengan cermat
untuk mencegah pengulangan lebih dari 1
kali per bulan dan pada saat penulisan resep
tambahkan keterangan ‘do not iter’. Pasien
kemudian di anjurkan untuk kontrol ke klinik
rawat jalan dalam waktu 3-5 hari untuk di
reevaluasi tatalaksananya. Selain itu jika
sebelum serangan pasien sudah mendapat
obat pengendali, obat pengendali dilanjutkan.
26
27
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Telah dilakukan pemeriksaan pada An. S, perempuan, usia 5 tahun 8
bulann yang didiagnosis dengan Asma bronkial serangan derajat sedang,dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang didapatkan penegakkan
diagnosis dan penatalaksanaan yang telah dilakukan sebagian besar sesuai dengan
literatur yang mendukung pada kasus tersebut.
28
DAFTAR PUSTAKA
29
GINA (Global Initiative for Asthma); Pocket Guide for Asthma Management
and Prevension In Children .www. Ginaasthma.org. 2006.
Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. (2006). Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama.
Haryuna, T. S. (2004). Anestesi Umum pada Penatalaksanaan Papiloma Laring
Secara Bedah Mikrolaring. Medan: Universitas Sumatera Utara.
IDAI. (2009). Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
IDAI.(2013).Buku Ajar Respirologi Anak.Jakarta:Badan Penerbit IDAI.
Larson, D. A., & Derkay, C. S. (2010). Epidemiology of Recurrent Respiratory
Papilomatosis. Journal Compilation APMIS, 118.
Lee, K. J. (2003). Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery 8th Edition.
New York: MC Graw Hill.
Mangunegoro, H. W., A. Sutoyo, D. K., Yunus, F. P., & Suryanto, E. (2004).
Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Martina, D., Kurniawan, A., & Pitoyo, C. W. (2014). Pulmonary Papillomatosis :
A Rare Case of Recurrent Respiratory Papilomatosis Presenting with
Multiple Nodular and Cavity Lesions. Acta Med Indonesia-J Intern Med.
Notoatmojo,Soekidjo.2012.”Metodologi penelitian kesehatan.Jakarta:Rineka
Cipta.
Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka
Cipta.
Nursalam. (2005). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta :
Sagung Seto.
Nursalam. (2009). Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik,
Jakarta: Salemba Medika.
Rahajoe, N., Kartasasmita, C. B., Supriyatno, B., Setyanto, D. B. (2016).
Pedoman Nasional Asma Anak Edisi Ke-2. Jakarta: UKK Respirologi PP
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
30
Saswita, E., Asyari, A., Novialdi, & Fachzi, F. (2018). Diagnosis dan
Penatalaksanaan Papiloma Laring Berulang pada Dewasa. Medan:
Universitas Andalas.
Silverman, D. A., & Pitman, M. J. (2004). Current Diagnosis and Management
Trends for Recurrent Respiratory Papillomatosis. Loppincot William &
Wilkin.
Sundaru H, Sukamto. (2006) Asma Bronkial , Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakulas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Supriyatno, B., & Amalia, L. (2004). Papiloma Laring pada Anak. Cermin Dunia
Kedokteran, 144 : 8-11.
Sutanto. (2007). Analisis Data Kesehatan. Jakarta : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Torente, M. C., Rodrigo, J. P., Haigentz, M., Dikkers, F. G., & Rinaldo, A.
(2011). Human Papillomavirus Infections in Laryngeal Cancer. Head and
Neck – DOI.
Wibisono jusuf, dkk (2010) bukuajar ilmu penyakit paru. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
31