Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

CROUP dan BRONKOPNEUMONIA

Pembimbing
dr. Monique Noorvitry, Sp.A

Oleh:
Raysella Khaulla Miandi
201810401011089

SMF ILMUKESEHATAN ANAK


RSU HAJI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

CROUP dan

BRONKOPNEUMONIA

Laporan Kasus dengan judul“CROUP dan BRONKOPNEUMONIA” telah

diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi

kepaniteraan Dokter Muda di bagian Ilmu Kesehatan Anak

Surabaya, Juni 2019

Pembimbing

dr. Monique Noorvitry, Sp.A

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrabil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus

dengan judul Croup dan Bronkopneumonia selama bertugas di SMF Ilmu

Kesehatan Anak.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Monique Noorvitry, Sp.A

selaku dokter pembimbing yang telah meluangkan waktunya sehingga penulis

dapat menyelesaikan tugas ini.Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini

masih jauh dari kesempurnaan. Dalam kesempatan ini penulis mengharapkan

kritik dan saran yang dapat membangun demi kesempurnaan laporan kasus ini.

Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi rekan dokter muda khususnya

dan masyarakat pada umumnya.

Akhir kata, penulis berharap semogadapat memberikan manfaat pada

pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, Juni 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................iii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................v
BAB I Pendahuluan ....................................................................................................1
BAB II Tinjauan Kasus dan Pembahasan ..............................................................3
2.1. Identitas Penderita.........................................................................................3
2.2. Perjalanan Penyakit.......................................................................................3
2.2.1 Anamnesis...........................................................................................3
2.2.2 Pemeriksaan Fisik................................................................................5
2.2.3 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................10
2.3. Resume........................................................................................................11
2.4. Daftar Masalah............................................................................................11
2.5. Diagnosis.....................................................................................................12
2.6. Diagnosis Banding......................................................................................12
2.7. Pembahasan.................................................................................................12
2.8. Planning......................................................................................................19
2.9. Follow up....................................................................................................19
2.10. Prognosis.....................................................................................................20
2.11. Edukasi....................................................Error! Bookmark not defined.21
BAB 3 KESIMPULAN..............................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................24

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Kurva WHO IMT/Usia.....................................................................7

Gambar 2. 2 Kurva WHO Berat Badan/Usia.........................................................8

Gambar 2. 3 Kurva WHO Tinggi Badan/Usia.......................................................9

Gambar 2. 4 Kurva WHO Berat Badan/Tinggi Badan........................................10

5
BAB I
PENDAHULUAN

Croup atau dikenal juga sebagai laringotrakeobronkitis merupakan adalah

inflamasi pada laring yang meliputi glotis dan subglotis, dengan manifestasi klinis

berupa sesak nafas, suara serak, batuk menggonggong, stridor inspirator yang

kadang disertai dengan distres pernafasan. Mengingat bahwa stridor timbul akibat

adanya obstruksi parsial saluran respiratori, maka hal ini berpotensi menimbulkan

kegawatdaruratan di bidang respiratori, bahkan pasien dapat mengalami gagal

napas. Croup disebabkan oleh virus, yang paling sering adalah virus

parainfluenza, namun juga dapat disebabkan oleh virus influenza tipe A atau B,

respiratory syncytial virus dan rhinoviruses. Croup biasanya terjadi pada anak

umur 6 – 36 bulan, ada yang melaporkan hingga 6 tahun, dengan puncak kejadian

pada tahun kedua kehidupan. Rasio lelaki banding perempuan sekitar 3:2.

Bronkopenumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi

pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumonia lebih sering

dijumpai pada anak kecil dan bayi, biasanya sering disebabkan oleh bakteri

streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza yang sering ditemukan pada

dua pertiga dari hasil isolasi. Berdasarkan data WHO, kejadian infeksi pneumonia

di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10-20% pertahun. Anak dengan daya

tahan atau imunitas terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang atau

bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna.

Selain faktor imunitas, factor iatrogen juga memicu timbulnya penyakit ini,

misalnya trauma pada paru, anastesia,pengobatan dengan antibiotika yang tidak

sempurna.

1
Insiden penyakit ini pada negara berkembang termasuk indonesia hampir

30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan risiko kematian yang tinggi,

sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit

pada anak di bawah umur 2 tahun. Insiden pneumonia pada anak ≤5 tahun di

negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang

10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian

pertahun pada anak balita di negara berkembang. Bronkopneumonia merupakan

masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai kemajuan dalam

bidang antibiotik. Hal ini disebakan oleh munculnya organisme nosokomial yang

resisten terhadap antibiotik. Adanya organisme-organisme baru dan penyakit

seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas

spectrum dan derajat kemungkinan terjadinya bronkopneumonia.

Karena tingginya angka kejadian bronkopneumonia yang terjadi di

Indonesia dan beresiko kematian yang tinggi serta croup merupakan salahsatu

penyakit kegawatdaruratan maka penulis mengambil judul croup dan

bronkopneumonia sebagai laporan kasus.

2
BAB II

TINJAUAN KASUS dan PEMBAHASAN

2.1 Identitas Penderita


Nama : An. ANP

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 10 bulan 8 hari

BB/TB : 9 kg/69 cm

Nama Ayah / Umur : Tn. P /22 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Nama Ibu / Umur : Ny. M /21 tahun

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Rungkut Lor 5 Blok I No.14, Surabaya

MRS : 18 juni 2019, 15.00 WIB

Tanggal Pemeriksaan : 19 juni 2019, 08.00 WIB

2.2 Perjalanan Penyakit

2.2.1 Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas

Riwayat Penyakit Sekarang :

An. ANP datang ke IGD RSU Haji Surabaya diantar ibunya dengan

keluhan sesak. Sesak sejak 1 hari SMRS. Sesak napas yang

dirasakan terus menerus dan semakin berat saat malam hari ketika

demamnya semakin tinggi. Sesak tidak dikuti bunyi nggik – ngik,

3
kulit tidak berubah menjadi kebiruan dan sesak tidak dipengaruhi

perubahan posisi dan baru pertama kali mengalami sesak. An.ANP

tidak bisa tidur dan rewel. Sebelumnya an. ANP mengalami demam

sejak 2 hari SMRS terus menerus mulai pagi sampai malam hari

seperti sumer – sumer, tidak menggigil. Kejang dan penurunan

kesadaran selama demam disangkal. Belum diberikan obat penurun

panas. Tidak ada mimisan, gusi berdarah, muntah berdarah, nyeri

telan tidak ada. Batuk berdahak sejak 2 hari SMRS hilang timbul

memberat pada malam hari. Dahak tidak bisa keluar. An. ANP juga

mengalami suara grok – grok saat tidur dan suara serak. Pilek sejak 2

hari SMRS. keluar ingus bening, tidak bersin > 5 x, hilang timbul.

Sebelumnya pasien dibawa ibunya ke klinik pukul 07.00, lalu di

rujuk ke IGD RSU Haji Surabaya 18 juni 2019. An.ANP tidak

mendapatkan pengobatan apa – apa sebelum dirujuk ke rumah sakit.

Riwayat muntah 1 x berisi dahak. Riwayat BAK 4 jam sebelum

MRS berwarna kuning, darah (-). Nafsu makan pasien sedikit

menurun sejak sakit. Sebelum sakit pasien BAB rutin 1-2x sehari

warna kuning, darah (-), lendir (-) namun pasien belum BAB sejak

MRS. Pasien ganti popok sekitar 4-5 kali sehari.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Keluhan yang sama seperti saat ini (-)
 Batuk lama (-)
 Alergi (-)
 Sesak napas (-)
 Kejang (-)

4
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Saat ini tidak ada keluarga yang sakit seperti ini
 Tidak ada keluarga yang batuk lama atau riwayat pengobatan

selama 6 bulan
 Alergi (-)
 Asma (-)
 Kejang (-)
Riwayat Antenatal
Selama hamil rutin kontrol ke bidan, tidak pernah sakit, dan tidak pernah

mengonsumsi obat-obatan selama hamil kecuali vitamin A dari bidan.


Riwayat Persalinan
Laki-laki/spontan bawah/36 minggu/BB lahir 3300 gr/PB 47 cm/langsung

menangis/ ditolong bidan


Riwayat Imunisasi
Imunisasi BCG; Hepatitis B I,II,III; DPT I,II,III; Polio I,II,III,IV; dan

Campak
Riwayat Tumbuh Kembang
Motorik kasar dalam batas normal
Motorik halus dalam batas normal
Bahasa dalam batas normal
Personal sosial dalam batas normal
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

Riwayat Gizi
ASI eksklusif 6 bulan dan usia 7 – 10 bulan MPASI. Nafsu makan baik.

Makan 2 – 3 kali sehari.


Riwayat Sosial:

 Pasien merupakan anak pertama


 Pasien tinggal dengan kedua orang tuanya
 Ayah pasien merokok
 Rumah dengan ventilasi dan kebersihan yang cukup
2.2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Sakit berat


Kesadaran : Compos Mentis; GCS :4-5-6
Vital Sign :

5
 Nadi : 150 x/min
 RR : 50 x/min
 Suhu Aksila : 37,2oC
 BB/TB : 9 kg/69 cm
Kepala dan Leher
• A/I/C/D : -/-/-/+ , Stridor (+) inspirasi
• Normochepalli : Lingkar kepala 42 cm
• Rambut : hitam, lurus, tipis, tidak mudah dicabut.
• Mata : refleks cahaya (+/+), pupil bulat isokor (+/
+),konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cowong
(-/-)
• Hidung : sekret (-), pernafasan cuping hidung (+)
• Mulut : Mukosa bibir kemerahan, lidah kotor (-), gusi
berdarah (-), faring hiperemi (+). tonsil hiperemi (-/-), tonsil
T1/T1
• Telinga : cairan keluar dari telinga (-)
• Leher : Pembesaran kelenjar getah bening: -/-, deviasi
trakea (-)
Thorax :
 Pulmo:
I: Bentuk simetris, gerak dinding dada simetris, retraksi dinding
dada +/+
P: Ekspansi dinding dada simetris
P: Sonor di semua lapang paru
A: rh basah kasar +/-, wh -/-, bronkial +/+, inspirasi memanjang
 Cor :
I: Ictus cordis tidak tampak
P: Ictus tidak kuat angkat, thrill (-)
P: Batas jantung dalam batas normal
A: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
I : Flat, simetris, distended (-), darm countur (-), darm steifung (-),

6
vena-vena prominent (-)
P : Supel, nyeri tekan (-), turgor normal
P : Timpani di seluruh lapang abdomen, meteorismus (-)

A : Bising usus normal

Ekstremitas :
Akral Hangat + + Oedem - -
+ + - -
CRT < 2 detik
Genitalia :
Laki-laki, fimosis (-)
Pemeriksaan Neurologi
- GCS : 456
- Meningeal Sign: kaku kuduk (-), brudzinsky I/II (-/-),kernig sign (-)
- Nervus cranialis: dbn
4 /4
- Motorik:
4 /4
- Sensorik: dbn
+2 /+2 +2 /+2
- Reflek fisiologis : BPR/TPR ; KPR/APR
+2 /+2 +2 /+2
- Reflek patologis: Babinsky -/-, Chaddock -/-
Status Gizi
• Usia : 10 bulan 3 hari
• Berat badan : 9 kg
• Tinggi badan : 69 cm
9 kg 9 kg
• IMT = 2
= 2
=18,7 m2
(0,69m) 0,48 m

Gambar 2. 1 Kurva BMI for Age Boys WHO Child Growth Standarts untuk pasien An. AKS
Interpretasi BMI menurut umur

- Sangat Kurus : <-3SD


- Kurus : -3 SD sampai dengan <-2 SD
- Normal : -2 SD sampai dengan 2 SD
- Gemuk : > 2 SD

Gambar 2. 2 Kurva Weight for Age Boys WHO Child Growth Standarts untuk pasien An. AKS
Interpretasi Berat Badan menurut Umur:
- Gizi Buruk : <-3SD

8
- Gizi Kurang : -3 SD sampai dengan <- 2 SD
- Gizi Baik : -2 SD sampai dengan 2 SD
- Gizi Lebih : >2 SD

Gambar 2. 3 Kurva Length for Age Boys WHO Child Growth Standarts untuk pasien An.
AKS

Interpretasi Panjang Badan menurut Umur:


- Sangat Pendek : <-3 SD
- Pendek : -3 SD sampai dengan <-2 SD
- Normal : -2 SD sampai dengan 2 SD
- Tinggi : > 2 SD

9
Gambar 2. 4 Kurva Weight for Length Boys WHO Child Growth Standarts untuk pasien An. AKS

Interpretasi Berat Badan menurut Panjang Badan:

- Sangat Kurus : <-3 SD


- Kurus : -3 SD sampai dengan <-2 SD
- Normal : -2 SD sampai dengan 2 SD
- Gemuk : > 2 SD

2.2.4 Pemeriksaan Penunjang


18/06/2019
 Darah Lengkap
• Hb : 10,5 g/dL
• Leukosit : 15.700 /mm3
• Hematokrit : 34,4 %
• Trombosit : 418.000 /mm3

10
 Kimia klinik
• GDA Stik : 150 mg/dl
 K/Na/Cl
• Kalium : 4,8 mmol/L
• Natrium : 144 mmol/L
• Chlorida : 110 mmol/L

 Diff count
• Eosinofil : 0,1%
• Basofil : 0,3%
• Neutrofil : 59 %
• Limfosit : 28,7 %
• Monosit : 11,9 %
 Immunoserologi
• CRP kuantitatif : 39,2 (duplo) mg/dl
 Blood Gas
• Pco2 : 43,7 mmHg
• Po2 : 198,1 mmHg
• Ph : 7,217

 Foto Thorax
Kesimpulan : bronchopneumonia
2.3 Resume
 An.ANP, laki-laki usia 10 bulan 8 hari, BB 9 kg
 Sesak napas 1 hari SMRS terus menerus, rewel, nafsu makan menurun,
Muntah 1x berisi dahak, suara serak, suara grok grok, demam 1 hari
SMRS, batuk 2 hari SMRS disertai dahak namun tidak bisa keluar,
pilek 2 hari SMRS keluar ingus berwarna bening.
 RPD : batuk (-), alergi (-), sesak (-), kejang (-)
 RPK : keluarga yang batuk lama atau riwayat pengobatan selama 6
bulan (-), Alergi (-), Asma (-), Kejang (-)
 RPSos: ayah an. ANP perokok (+)
 Pemeriksaan fisik :
o Keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran compos mentis
o K/L : dispneu (+), Stridor (+) inspirasi
 Mata : refleks cahaya (+/+), pupil bulat isokor (+/+)
 Hidung : napas cuping hidung (+)
 Mulut : Faring hiperemi

o Thorax :
 Cor dbn

11
 Pulmo : Retraksi dinding dada +/+, rh basah kasar +/-,
bronkial +/+, inspirasi memanjang
o Abdomen dbn
o Ekstremitas dbn
o Status neurologis dbn
o Status gizi baik
 Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium :
DL : leukositosis
K/Na/Cl dbn
GDA dbn
CRP meningkat
BGA dbn
Foto thorax : bronkopneumonia

2.4 Daftar Masalah


 Dispneu
 Demam, Batuk, Pilek
 Suara parau
 Stridor inspirasi
 Ronki basah kasar
 Leukositosis
 CRP meningkat
 Foto thorax : bronkopneumonia

2.5 Diagnosis
Croup + Bronkopneumonia

2.6 Diagnosis Banding


Bronkiolitis

2.7 Pembahasan
Croup
Secara teori gejala awal yang muncul pada croup biasanya di awali

dengan suara serak, batuk menggonggong (barking cough) atau suara

tiupan (brassy) dan stridor inspirasi, coryza, demam yang tidak begitu

tinggi selama 12-17 jam, hidung berair, nyeri menelan, dan batuk ringan

dapat disertai malaise. Pada kasus tertentu, demam dapat mencapai 40ᵒC.

Bila terjadi obstruksi stridor menjadi makin berat, tetapi dalam kondisi

12
yang sudah payah stridor melemah. Dalam waktu 12-48 jam sudah terjadi

gejala obstruksi saluran napas atas. Pada beberapa kasus hanya didapati

suara serak dan batuk menggonggong, tanpa obstruksi napas. Keadaan ini

akan membaik dalam waktu 3 sampai 7 hari. Pada kasus lain terjadi
dengan
obstruksi napas yang makin berat, ditandai takipneu, takikardia,

sianosis dan pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan toraks dapat

ditemukan retraksi supraklavikular, suprasternal, interkostal, epigastrial.

Bila anak mengalami hipoksia, anak tampak gelisah, tetapi jika

hipoksia bertambah berat anak tampak diam, lemas, kesadaran menurun.

Pada kondisi yang berat dapat menjadi gagal napas. Pada kasus yang berat

proses penyembuhan terjadi setelah 7-14 hari. Anak akan sering menangis,

rewel, dan akan merasa nyaman jika duduk di tempat tidur atau

digendong.

Tabel perbandingan antara Viral croup dan Spasmodic croup


Karakteristik Viral Croup Spasmodic Croup
Usia 6 bulan – 6 tahun 6 bulan – 6 tahun
Gejala prodromal Ada Tidak jelas
Stridor Ada Ada
Batuk Sepanjang waktu Terutama malam hari
Demam Ada (tinggi) Bisa ada, tidak tinggi
Lama sakit 2-7 hari 2-4 jam
Riwayat keluarga Tidak ada Ada

13
Predisposisi asma Tidak ada Ada

Pemeriksaan penunjang radiologi berupa penyempitan dari subglotis

(seperti menara / steeple sign) pada foto anterior-posterior (AP) leher.

Pemeriksaan laboratorium tidak dapat membantu penegakkan diagnosis.

Leukositosis jarang ditemukan dan dapat mengarah pada epiglottitis atau trakeitis

bacterial. Berbagai pemeriksaan cepat (polymerase chain reaction atau antigen)

dapat digunakan untuk mendeteksi virus parainfluenza dan virus RSV, serta

beberapa virus lainnya penyebab croup walaupun kurang umum, seperti influenza

dan adenovirus. Penegakkkan diagnosis croup adalah dengan melihat manifestasi

klinis.

Terapi dapat diberikan deksametason oral ataupun intramuskular pada

anak dengan croup ringan, sedang ataupun berat akan meringankan gejala, dan

kebutuhan rawat di rumah sakit, serta memperpendek masa perawatan.

Deksametason fosfat ( 0,6 – 1 mg/kg) dapat diberikan 1 kali secara intramuskular

atau oral. Anak harus tetap berasa dalam keadaan tenang untuk meminimalisasi

inspirasi paksa. Metode menenangkan yang efektif pada anak dengan croup

adalah dengan cara mendudukkannya di pangkuan orangtua si anak. Pemberian

uap dingin dengan menggunakan masker oksigen dapat membantu mencegah

kekeringan secret di sekeliling laring.

Pada pasien gejala yang muncul terdapat suara serak, stridor inspirasi,

pernapasan cuping hidung, demam, batuk berdahak, hidung berair. Namun pada

pasien tidak temukan nyeri menelan. Pasien hanya mengalami pernapasan cuping

hidung dan ditemukan retraksi dinding dada. Hal ini sesuai dengan teori croup.

14
Pemeriksaan penunjang foto leher belum dilakukan untuk melihat terdapat steeple

sign dan untuk mendiagnosis banding gejala stridor pada anak seperti epiglottitis.

Pemberian terapi deksametason belum diberikan pada pasien ini.

Bronkopneumonia

Secara teori gejala klinis bronkopneumonia yaitu biasanya didahului

infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari, demam, mengigil,

dispneu, kadang disertai muntah dan diare, batuk biasanya tidak pada permulaan

penyakit, mungkin terdapat batuk, beberapa hari yang mula-mula kering

kemudian menjadi produktif. Pada auskultasi ditemukan khas ronkhi basah halus

nyaring, suara pernapasan menurun, suara bronkial. Adanya retraksi epigastrik,

interkostal, suprasternal, Adanya pernapasan yang cepat, pernapasan cuping

hidung dan merintih (grunting). Semua jenis pneumonia memiliki ronki keringa

yang terlokalisir dan penurunan suara respiratori. Adanya efusi pleura dapat

menyebabkan bunyi pekak pada pemeriksaan perkusi. Pada pemeriksaan darah

tepi ditemukan adanya leukositosis dengan predominan PMN pada pneumonia

bacterial. Pemeriksaan secara akut dapat penegakkan diagnosis pneumonia virus

adalah pemeriksaan biakan atau pemeriksaan antigen viral secara cepat pada

sediaan secret respiratori atas. Pada pemeriksaan rontgen thorax dari frontal atau

lateral pneumonia bacterial ditemukan adanya konsolidasi lobaris atau pneumonia

berbentuk bundar dengan disertai adanya efusi pleura pada 10 – 30 % kasus.

Sedangkan pneumonia virus adalah infilitrat bronkopneumonia yang berbentuk

seperti garis yang tumpang tindih (streaky) dan menyebar (difus). Pneumonia

atipikal terdapat gambaran peningkatan intertisial atau bronkopneumonia.

15
Pemeriksaan rontgen dengan posisi decubitus atau pemeriksaan USG dapat

memperkirakan ukuran efusi pleura dan apakah dapat digerakkan.

Pasien mengeluhkan diawal dengan demam, batuk, pilek dan dispneu. Hal

ini sesuai dengan teori. Tetapi pasien tidak mengalami muntah dan diare. Pasien

juga ditemukan ronki basah kasar pada lapang paru dextra, terdengar suara

bronkial dan terdapat retraksi dinding dada serta pernapasan cuping hidung.

Sedangkan secara teori saat auskultasi terdengar khas ronki basah halus nyaring.

Perkusi pada pasien ini terdengar sonor sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat

efusi pleura. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya leukositosis dan

CRP meningkat. Pada pemeriksaan foto thorax bronkopneumonia. Secara teori

pemeriksaan radiologis ditemukan infilitrat atau bronkopneumonia.

Bronkiolitis

Secara teori, Bronkiolitis paling sering terjadi pada usia 2–24 bulan,

puncaknya pada usia 2–8 bulan. Gejala awal bronkiolitis berupa gejala infeksi

respiratori atas akibat virus, seperti pilek ringan, batuk, dan demam. Satu hingga

dua hari kemudian timbul batuk yang disertai dengan sesak napas. Selanjutnya

dapat ditemukan wheezing, sianosis, merintih (grunting), napas berbunyi, muntah

setelah batuk, rewel, dan penurunan napsu makan. Pemeriksaan fisis pada anak

yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah adanya takipnea, takikardi, dan

peningkatan suhu di atas 38,5 °C. Selain itu, dapat juga ditemukan konjungtivitis

ringan dan faringitis. Obstruksi saluran respiratori bawah akibat respons inflamasi

akut akan menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-

usaha pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan

menimbulkan napas cuping hidung, retraksi intercostal, udara yang terperangkap

16
(air trapping) disertai adanya hiperekspansi paru. Selain itu, dapat juga ditemukan

ronki kasar selama siklus napas dari pemeriksaan auskultasi paru. Selama fase

mengi, perkusi dada umumnya hipersonor. Sianosis dapat terjadi, dan bila gejala

menghebat, dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia <6 minggu.

Pemeriksaan laboratorium rutin tidak memberikan hasil spesifik dan tidak

diperlukan untuk menegakkan diagnosis bronkiolitis. Pemeriksaan darah rutin

kurang bermakna karena jumlah leukosit biasanya normal, demikian pula dengan

elektrolit. Analisis gas darah (AGD) diperlukan untuk anak dengan sakit berat,

khususnya yang membutuhkan ventilator mekanik.

Pada foto rontgen toraks didapatkan gambaran hiperekspansi paru, termasuk

peningkatan radiolunsen paru dan pendataran atau penekanan diafragma. Untuk

menemukan RSV dilakukan kultur virus, rapid antigen detection tests (direct

immunofluoresence assay dan enzyme-linked immunosorbent assays, ELISA)

atau polymerase chain reaction (PCR), dan pengukuran titer antibodi pada fase

akut dan konvalesens.

An. AKN mengalami gejala demam, batuk, pilek dan sesak napas. Hal ini

sesuai dengan teori gejala awal bronkiolitis berupa gejala infeksi respiratori atas.

An. AKN juga rewel dan mengalami penurunan nafsu makan. Pada pemeriksaan

fisik ditemukan inspirasi memanjang daripada ekspirasi dan wheezing tidak ada.

Bila pada bronkiolitis ditemukan ekspirasi memanjang hingga wheezing. An.

AKN ditemukan pernapasan cuping hidung dan retraksi dinding dada. Bronkiolitis

ditemukan pernapasan cuping hidung dan retraksi dinding dada. Pada auskultasi

juga ditemukan rhonki basah kasar. Hal ini sama dengan teori bronkiolitis. Pada

17
pemeriksaan penunjang foto thoraks tampak hiperekspansi sedangkan pada pasien

tampak gambaran bronkopneumonia.

2.8 Planning

Terapi yang diberikan pada pasien yaitu:

 Infus D5 1/4 NS 900cc/24 jam

Untuk kebutuhan cairan, sesuai dengan berat badan yaitu 9 Kg,

sehingga pasien diberikan cairan D5 1/4 NS melalui infus dengan 14 tetes

per menit. D5 1/4 NS terdiri dari 100 cc D5% dengan 25 cc NaCl, dimana

kandungan dekstrosa 50 g (200 kkal), Na 38,5 mEq/L, Cl 38,5 mEq/L, Ca

200 mg/dL, dan total Osm 353. Sebagai pengganti kebutuhan kalori yang

tidak bisa didapatkan oleh pasien bronkopneumonia secara oral dan anak

dengan berat badan kurang dari 10 kg lebih baik mendapat rumatan yang

mengandung 1/4 NS (38,5 mEq/L) karena kebutuhan air yang tinggi per

kilogram.

 O2 nasal sebagai terapi suportif.

Secara teori, oksigen diberikan untuk mengatasi hipoksemia,

menurunkan usaha untuk bernapas, dan mengurangi kerja miokardium.

Oksigen penting diberikan kepada anak yang menunjukkan gejala adanya

tarikan dinding dada( retraksi) bagian bawah yang dalam, SpO2 <90%;

frekuensi napas 60 x/menit atau lebih. Pemberian Oksigen melalui nasal

pronge yaitu 1- 2 L/menit atau 0,5 L/menit. Hal ini sesuai dengan kondisi

gejala klinis pasien yang mengalami retraksi dinding dada sehingga

diberikan oksigen nasal.

 Inj. Ampicillin 4 x 250 mg

18
Secara teori injeksi ampicillin diberikan dengan dosis 100 - 200

mg/kgBB/hari setiap 8 jam. Sehingga pada pasien ini diperoleh rentang

dosis 900- 1800 mg/hari. Jadi pemberian dosis injeksi ampicillin pada

pasien ini sesuai dengan teori karena masih dalam rentang dosis terapi.

Terapi dapat diberikan 3 kali pemberian setiap 8 jam supaya mencegah

terjadinya komplikasi seperti plebitis dan lain – lain.

 Inj. Gentamicin 2 x 20 mg

Secara teori injeksi gentamicin diberikan dengan dosis 1-2,5

mg/kgBB setiap 12 jam. Sehingga pada pasien ini diperoleh rentang dosis

9- 22,5 mg/hari. Jadi pemberian dosis injeksi gentamicin pada pasien ini

sesuai dengan teori karena masih dalam rentang dosis terapi dan diberikan

2 kali pemberian setiap 12 jam.

Pemberian 2 macam antibiotic ampicillin dan gentamicin didasari

pada etiologi dari bronkopneumoni, di mana ampisilin digunakan untuk

mengatasi bakteri gram positif sedangkan gentamisin digunakan untuk

mengatasi bakteri gram negatif.

 Inj Paracetamol 3x 100 mg prn

Secara teori injeksi paracetamol diberikan dengan dosis 10-

15mg/kgBB/kali terbagi dalam 3 dosis. Sehingga pada pasien ini diperoleh

rentang dosis 90-135mg/kali. Jadi pemberian dosis injeksi paracetamol

pada pasien ini sesuai dengan teori karena masih dalam rentang dosis

terapi. Paracetamol berfungsi sebagai antipiretik.

 Nebul combivent 1 cc + 2 cc PZ  tiap 8 jam

19
Combivent berisi salbutamol suphate dan ipratropium bromide. Terapi

nebulisasi bertujuan untuk mengurangi sesak akibat penyempitan jalan

nafas atau bronkospasme akibat hipersekresi mukus. Salbutamol

merupakan suatu obat agonis beta-2 adrenegik yang selektif terutama pada

otot bronkus. Salbutamol menghambat pelepasan mediator dari pulmonary

mast cell. Sedangkan ipratropium merupakan bronkodilator. Namun terapi

nebulisasi bukan menjadi gold standar pengobatan dari bronkopneumoni.

Gold standar pengobatan bronkopneumoni adalah penggunaan 2

antibiotik.

2.9 Follow up pasien


Tanggal Kondisi pasien Pembahasan
20 juni 2019 Pada anamnesis pasien Pemberian oksigen dihentikan

sesak (-), panas (-), suara karena dari anamnesis tidak

serak (-), batuk berdahak (+) terdapat keluhan sesak dan

tidak bisa keluar dahaknya, kondisi pasien sudah

pilek (+), belum BAB, BAK menunjukkan perbaikan.

dbn

Pada pemeriksaan fisik : Terapi yang diberikan :

Keadaan umum tampak Infus D5 ¼ NS 900 cc/24 jam

sakit sedang Inj. Ampicillin 4 x 250 mg

Kesadaran compos mentis Inj. Gentamicin 2 x 20 mg

Nadi : 120 x/mnt Nebul combivent 1 cc + 2cc PZ

Suhu : Taxilla 36 oC tiap 8 jam

RR : 36 x/mnt Inj.Paracetamol 3 x 100 mg prn

K/L : a/i/c/d : -/-/-/-, stridor

20
inspirasi –

Hidung : pch -, sekret -

Mulut : faring hiperemi +

Thorax :

Pulmo :

I : retraksi dinding dada -/-

P: Ekspansi dinding dada


simetris
P: Sonor di semua lapang
paru
A : rhonki basah kasar +/- ,

whe -/-, inspirasi

memanjang - , bronkial -/-

Abdomen

I : Flat, simetris, distended


(-), darm countur (-), darm
steifung (-), vena-vena
prominent (-)
P : Supel, nyeri tekan (-),

turgor normal
P : Timpani di seluruh

lapang abdomen,

meteorismus (-)
A : Bising usus normal
Ekstremitas
AKHM +/+
CRT < 2 dtk
Status neurologis dbn
21 juni 2019 Pada anamnesis pasien Terapi tetap :

sesak (-), panas (-), suara Infus D5 ¼ NS 900 cc/24 jam

21
serak (-), batuk berdahak (+) Inj. Ampicillin 4 x 250 mg

tidak bisa keluar dahaknya, Inj. Gentamicin 2 x 20 mg

pilek (+), BAB 1 x, BAK Nebul combivent 1 cc + 2cc PZ

dbn tiap 8 jam

Pada pemeriksaan fisik : Check lab ulang

Keadaan umum tampak Antipiretik sudah tidak diberikan,

sakit sedang karena pasien sudah tidak

Kesadaran compos mentis demam, namun antibiotik masih

Nadi : 120 x /mnt dilanjutkan.

Suhu : Taxilla 36,2 oC

RR : 30 x/mnt

K/L : a/i/c/d : -/-/-/-, stridor

inspirasi

Hidung : pch -, sekret -

Mulut : faring hiperemi -

Thorax :

Pulmo :

I : retraksi dinding dada -/-

P: Ekspansi dinding dada


simetris
P: Sonor di semua lapang
paru
A : rhonki basah kasar +/- ,

whe -/-, inspirasi

memanjang - , bronkial -/-

22
Abdomen

I : Flat, simetris, distended


(-), darm countur (-), darm
steifung (-), vena-vena
prominent (-)
P : Supel, nyeri tekan (-),

turgor normal
P : Timpani di seluruh

lapang abdomen,

meteorismus (-)
A : Bising usus normal
Ekstremitas
AKHM +/+

CRT < 2 dtk

Status neurologis dbn


22 juni 2019 Pada anamnesis pasien ACC KRS

sesak (-), panas (-), suara Antibiotik intravena dihentikan.

serak (-), batuk berdahak (+) Diberikan antibiotik oral yaitu

tidak bisa keluar dahaknya, cefixim 2 x 40 mg dan Ambroxol

pilek (+), belum BAB, BAK 3 x ½ cth sebagai mukolitik.

dbn Penggunaan ambroxol tidak

Pada pemeriksaan fisik : dianjurkan pada kasus

Kesadaran compos mentis bronkopneumoni pada bayi

Keadaan umum tampak karena bayi belum mempunyai

sakit sedang reflek batuk yang baik sehingga

Nadi : 120 x/mnt bila tetap diberikan mucus akan

Suhu : Taxilla 36 oC mengalir ke alveoli dan

RR : memperberat derajat penyakit.

23
K/L : a/i/c/d : -/-/-/-, stridor

inspirasi

Hidung : pch -, sekret -

Mulut : faring hiperemi -

Thorax :

Pulmo :

I : retraksi dinding dada -/-

P : dbn

P: dbn

A : rhonki basah kasar +/- ,

whe -/-, inspirasi

memanjang - , bronkial -/-

Cor dbn

Abdomen dbn

Ekstremitas : dbn

Pemeriksaan laboratorium:

Darah lengkap

Hb : 11,2
g/dL
Leukosit :
10.940 /mm3
Hematokrit : 35,8 %
Trombosit :
260.000 /mm3
Imuno serologi :
CRP 2,5 mg/dL

24
2.10 Prognosis

Pada kasus ini prognosis dubia ad bonam dikarenakan penanganan yang

cepat setelah timbulnya keluhan seperti sesak, batuk, pilek, demam pada pasien,

pasien segera mendapatkan terapi oksigen, antibiotik, antipiretik dan pemberian

ASI yang adekuat sejak lahir. Pada kasus ini ibu pasien memiliki pengetahuan

yang cukup, terlihat dari bagaimana ibu os yang mengaku selalu melakukan

kontrol rutin ke bidan setempat selama kehamilan, mengenai cara pemberian

nutrisi ASI, dan penanganan penyakit dari pasien. Namun ayah dari pasien ini

memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah bisa menjadi salah satu factor

penyulit kesembuhan pasien.

2.11 Edukasi

1. Memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga pasien mengenai

penyakit yang diderita pasien yaitu bronkopneumonia dan croup.

2. Memberikan penjelasan tentang terapi yang akan diberikan.

3. Memberikan edukasi mengenai asupan kalori dan cairan yang adekuat

4. Memberikan edukasi pada orang tua pasien untuk menjaga kesehatan

anaknya agar daya tahan tubuh baik

25
5. Edukasikan tentang komplikasi yang mungkin terjadi serta

prognosisnya. 

26
BAB 3
KESIMPULAN

Pada kasus di atas, kecurigaan pertama penulis pasien mengalami croup,

karena pada pasien ini terdapat gejala yang muncul antara lain suara parau, stridor

inspirasi dengan diawali sebelumnya pasien mengalami demam, pilek dan batuk.

Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi dinding dada dan napas cuping hidung.

Untuk pemeriksaan foto rontgen leher belum dilakukan. Croup biasanya tampak

gambaran steeple sign. Sebaiknya untuk menunjang diagnosis croup pasien ini

dilakukan pemeriksaan foto rontgen anteroposterior leher.

Kecurigaan kedua, pasien mengalami bronkopneumonia karena dari

anamnesis didapatkan infeksi saluran napas atas. Tetapi bronkiolitis juga diawali

dengan infeksi saluran napas atas. Berdasarkan usia bronkopneumonia terjadi

pada semua umur sedangkan bronkiolitis terjadi kurang dari 2 tahun. Kemudian

dari pemeriksaan fisik didapatkan pernapasan cuping hidung, retraksi dinding

dada, rhonki basah kasar, suara bronkial, inspirasi memanjang. Bronkiolitis

terdapat suara mengi yang khas dan ekspirasi memanjang sampai wheezing.

Sedangkan pasien tidak terdapat mengi, ekspirasi memanjang sampai wheezing.

Pemeriksaan foto thoraks ditemukan bronkopneumonia. Hal ini sudah mendukung

diagnosis dari bronkopneumonia. Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam

karena terapi yang diberikan sudah tepat dan ayah pasien perokok.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI, 2008, Croup (Laringotrakeobronkitis akut), Buku Ajar Respirologi


Anak. Edisi Pertama. Badan Penerbit IDAI, pp 320-328.
2. Hardiono D.P, 2004, Standar Pelayanan Medis Anak Edisi I. Ikatan Dokter
Anak Indonesia.
3. WHO, DEPKES dan IDAI, 2009,Croup, Buku saku Pelayanan Kesehatan
Anak di Rumah Sakit.. pp 104-105
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Buku saku pedoman
pelayanan kesehatan rumah sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; hal
193-219
5. Junawanto, I., Goutama, I.L., Sylvani, 2016, Diagnosis dan Penanganan
Terkini Bronkiolitis pada Anak, CDK-241, vol. 43(6).
6. Samuel A., 2014, Bronkopneumonia on pediatric patient, J Agromed Unila,
Vol. 1(2).
7. Bakhtiar, 2016, Manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis dan
tatalaksana croup pada anak, jurnal kedokteran syiah kuala, Vol. 16(3).
8. Alexander, D.K.N., Anggraeni J.W., 2017, Tatalaksana Terkini
Bronkopneumonia pada Anak di Rumah Sakit Abdul Moeloek, Med ula
Unila, Vol. 7 ( 2).
9. Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., Behrman, R.E., 2014, Nelson
Ilmu Kesehatan Anak esensial Edisi keenam, Croup, Elsevier, pp. 521.
10. Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., Behrman, R.E., 2014, Nelson
Ilmu Kesehatan Anak esensial Edisi keenam, Croup, Elsevier, pp. 521.
11. Marcdantccce, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., Behrman, R.E., 2014,
Nelson Ilmu Kesehatan Anak esensial Edisi keenam, Bronkiolitis, Elsevier,
pp. 521.
12. Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., Behrman, R.E., 2014, Nelson
Ilmu Kesehatan Anak esensial Edisi keenam, Bronkopneumonia, Elsevier, pp.
521.

28

Anda mungkin juga menyukai