PNEUMONIA
Pembimbing :
dr. Rofiman Sp.P
Disusun Oleh :
dr. Wafie Qonita Azis
PNEUMONIA
Disusun Oleh :
dr. Wafie Qonita Azis
Sukabumi,
Dokter Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat-
Nya sehingga laporan kasus yang berjudul “PNEUMONIA dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian pembelajaran
dokter internship di Rumah Sakit Bhayangkara Setukpa Lemdikpol Kota Sukabumi. Kami
ucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada dr. Rofiman Sp.P, atas saran dan
bimbingannya dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini masih memiliki
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis
dan pembatasan waktu. Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran yang
membangun guna menyempurnakan laporan kasus ini. Akhir kata, penulis berharap agar
laporan kasus ini memberi manfaat kepada semua orang.
Sukabumi,
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................iii
DAFTAR ISI......................................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................1
BAB II IDENTIFIKASI KASUS......................................................................................................3
2.1. Identitas Pasien...........................................................................................................................3
2.3 Pemeriksaan Fisik...................................................................................................................4
2.4 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................................6
2.5 Resume....................................................................................................................................8
2.6 Follow Up.............................................................................................................................10
BAB III..............................................................................................................................................14
Tuberkulosis Paru............................................................................................................................14
3.1 Definisi..................................................................................................................................14
3.2 Etiologi..................................................................................................................................14
3.3 Patogenesis............................................................................................................................15
3.4 Manifestasi Klinis.................................................................................................................17
3.5 Diagnosis...............................................................................................................................17
3.6 Diagnosis Banding................................................................................................................18
3.7 Pemerikasaan Penunjang.......................................................................................................19
3.8 Komplikasi............................................................................................................................20
3.9 Penatalaksanaan....................................................................................................................20
3.10 Pencegahan............................................................................................................................24
3.11 Prognosis...............................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................25
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dijumpai dan
mempunyai dampak yang signifikan di seluruh dunia, terutama pada populasi usia lanjut. Di
Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian tertinggi nomor 6 akibat penyakit
infeksi saluran napas akut (ISPA). Pneumonia merupakan peradangan yang terjadi di
parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan
disertai konsolidasi jaringan paru. Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan
imunitas yang jelas namun pada pasien dewasa terdapat satu atau lebih penyakit dasar yang
mengganggu sistem imun
Infeksi saluran nafas bawah masih menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan.
World Health Organization (WHO) melaporkan infeksi saluran nafas bawah sebagai infeksi
penyebab kematian paling sering di dunia dengan hampir 3,5 juta kematian per tahun.
Pneumonia dan influenza didapatkan sebagai penyebab kematian sekitar 50.000 estimasi
kematian pada tahun 2010.1,2 Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai
parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan
alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Pneumonia berdasarkan tempat didapatkannya dibagi dalam dua kelompok utama yakni,
pneumonia komunitas (community aqquired pneumonia, CAP) yang didapat di masyarakat
dan pneumonia nosokomial (hospital aqquired pneumonia, HAP).3,4 Pneumonia komunitas
(PK) atau community-acquired pneumonia (CAP) masih menjadi suatu masalah kesehatan
utama tidak hanya di negara yang sedang berkembang, tetapi juga di seluruh dunia. PK
merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia dan merupakan penyebab kematian
terbesar ke-6 di Amerika Serikat. Di Indonesia, Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 2001 mencatat kematian akibat pneumonia dan infeksi saluran nafas sebanyak 34 per
100.000 penduduk pada pria dan 28 per 100.000 penduduk pada wanita. Sementara itu,
menurut Riskesdas 2013, pneumonia menduduki urutan ke-9 dari 10 penyebab kematian
utama di Indonesia, yaitu sebesar 2,1%.5,6,7 Pneumonia tentunya perlu mendapat perhatian
dan penanganan yang tepat, mengingat penyakit ini masih menjadi permasalahan kesehatan
utama di Indonesia. Untuk itu, diagnosis yang tepat, pemberian terapi antibiotika yang
1
efektif, perawatan yang baik, serta usaha preventif yang bermakna terhadap penyakit ini
perlu dilakukan agar berkurangnya morbiditas dan mortalitas pada pneumonia.
2
BAB II
IDENTIFIKASI KASUS
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Sesak Nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Setukpa dengan keluhan sesak nafas sejak
3 hari SMRS. Sesak dirasakan terus menerus hingga menganggu aktivitas/pekerjaan
pasien. Tidak mereda dengan istirahat.
Keluhan pasien juga disertai batuk. Keluhan lain demam sejak 3 hari SMRS,
demam naik turun terutama malam hari. Pasien juga mengeluhkan mual tetapi tidak
disertai dengan muntah.
3
Tidak ada keluhan yang serupa di keluarga maupun tetangga.
. Pasien memiliki riwayat darah tinggi. Tidak ada riwayat alergi terhadap makanan
ataupun obat. Pasien tidak merokok.
Riwayat Keluarga
Pasien mengatakan dikeluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.
Kepala
Bentuk : Normosefal
Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-)
Rambut : Hitam halus, tipis, tidak mudah rontok
4
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera icteric -/-, pupil bulat isokor, reflex cahaya
+/+, air mata (+)
Telinga : Simetris, bentuk normal, sekret (-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-), hiperemis (-/-), epistaksis (-/-),
Mulut : Mukosa oral kering, perioral sianosis (-),
Tonsil : Pembesaran (-/-) hiperemis (-/-) detritus (-/-)
Faring : Hiperemis(-)
Leher
KGB : Tidak teraba pembesaran KGB
Kelenjar Tiroid : Pembesaran Tiroid (-)
Trachea : Tidak terdapat deviasi
Thoraks
Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan simetris
Palpasi : Vokal fremitus sama di kedua lapang paru
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : + + - - + -
vesikuler + + wheezing - - ronkhi + -
+ + - - + -
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tampak
Palpasi : Ictus cordis terletak di ICS V midclavicular line
Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea Parasternalis Dextra
Batas Kanan : ICS IV Linea Parasternalis Dextra
Batas Kiri : ICS IV Linea Midclavicula Sinistra
Batas bawah : ICS V Linea Midvlavicula Sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2 murni regular, murmur (-) gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, lembut,
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lembut, liver dan lien tidak terdapat pembesaran, turgor normal, nyeri
5
tekan (-)
Perkusi : Timpani, pekak samping (-), pekak pindah (-), ruang traube kosong.
Ekstremitas
Bentuk normal, deformitas (-), Luka (-)
Sianosis perifer (-), petechiea (-) clubbing finger (-) Palmar erythema (-), Spoon Nail (-)
Muscle Strengh ektremitas atas dan bawah 5/5
Akral hangat
CRT < 2 detik
HITUNG JENIS
Eosinofil 0 % 2-4
Basofil 0 % 0-1
Neutrofil Batang 0 % 3-6
Neutrofil Segmen 79 % 50-70
Limfosit 15 % 25-40
Monosit 6 % 2-8
IMUNOLOGI
Rapid Antigen Negatif - Negatif
6
Pemeriksaan Foto Rontgen
Foto Rontgen Thorax 12 Januari 2022
Thorax
Trachea ditengah
-Cor tidak membesar
-Diafragma kanan dan kiri suram
- Sinuses perselubungan
Pulmo..hilli kasar
Corakan paru ramai..
Tampak bercak infiltrat pada kedua paru
Kesan..
- Tb paru aktif duplex dengan effusi pleura bilateral terutama kiri
- Tidak tampak cardiomegali
7
2.5 Resume
Anamnesis
Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Setukpa dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari
SMRS. Sesak dirasakan terus menerus hingga menganggu aktivitas/pekerjaan pasien.
Demam sejak 3 minggu SMRS, demam naik turun terutama malam hari.
Thoraks
Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan simetris
Palpasi : Vokal fremitus sama di kedua lapang paru
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : + + - - + -
vesikuler + + wheezing - - ronkhi + -
+ + - - + -
Pemeriksaan Penunjang
Lab
Rontgen Thorax
Kesan:
8
TB Paru masih aktif duplex dengan effusi pleura kiri
Tidak tampak kardiomegali
Diagnosis
Community Acquired Pneumonia
Diagnosis Banding
Tuberkulosis paru
Pengobatan
Tatalaksana IGD
RL 500 cc/24jam
Codein 3x1
9
2.6 Follow Up
13/07/2022
Tanggal S O A P
13/07/2022
Pasien mengeluhkan Kesadaran : CM Pneumonia RL 500cc/24
masih sesak nafas, TD: 140/90 jam
batuk, sudah tidak HR: 98 x/menit Omeprazole
mual, demam sudah Suhu: 36.5 C inj 2x40
tidak ada. Mual masih RR: 24 x/menit Ondancentron
ada. SPO2: 97% 1x4mg
Ceftriaxone
Kepala: Normocephal,
2x1 gr
Conjungtiva Anemis
Codein tab 3 x
(-/-) Sklera ikterik (-/-) 1
Thorak: Methylprednis
Pulmo : sonor pada olon 2x1
lapang paru inferior Amlodipin
sinistra, VBS (+/+) Rh 1x5mg
(+/+) Wh (-/-)
Cor : S1 S2 Reguler,
murmur (-), Gallop (-)
Abdomen: Supel,
Bising Usus (+),
Ekstremitas:
Akral hangat (+)
Edema (-) CRT <2’’
detik
10
Follow Up
13/07/2022
Tanggal S O A P
13/07/2022 Pasien mengatakan Kesadaran : CM RL 500cc/24
sesak nafas berkurang, TD: 140/90 Pneumonia jam
batuk jarang. HR: 98 x/menit Omeprazole
Suhu: 36,4 C inj 2x40
RR: 20 x/menit Ondancentro
n 1x4mg
SPO2: 97%
Ceftriaxone
Kepala: Normocephal,
2x1 gr
Conjungtiva Anemis Codein tab 3
(-/-) Sklera ikterik (-/-) x1
Thorak: Methylpredn
Pulmo : sonor pada isolon 2x1
lapang paru inferior Amlodipin
sinistra, VBS (+/+) Rh 1x5mg
(+/+) Wh (-/-)
Cor : S1 S2 Reguler,
murmur (-), Gallop (-)
Abdomen: Supel,
Bising Usus (+), Nyeri
tekan (-), Ekstremitas:
Akral hangat (+)
Edema (-) CRT <2’’
detik
11
Follow Up
14/07/2022
Tanggal S O A P
14/07/2022 Pasien mengatakan Kesadaran : CM RL 500cc/24
sesak sudah tidak ada, TD: 140/80 Pneumonia jam
Batuk berkurang HR: 89 x/menit Omeprazole
inj 2x40
Suhu: 36.0 C
Ondancentro
RR: 22 x/menit n 1x4mg
SPO2: 97% Ceftriaxone
Kepala: Normocephal, 2x1 gr
Conjungtiva Anemis Codein tab 3
(-/-) Sklera ikterik (-/-) x1
Thorak: Methylpredn
Pulmo : VBS (+/+) Rh isolon 2x1
(+/+) Wh (-/-) Amlodipin
Cor : S1 S2 Reguler, 1x5mg
murmur (-), Gallop (-) Braxidin 2x1
Abdomen: Supel, Sucralfat
Bising Usus (+), Nyeri 3x15cc
tekan (-),
Ekstremitas:
Akral hangat (+)
Edema (-) CRT <2’’
detik
12
Follow Up
15/07/2022
Tanggal S O A P
15/07/2022 Batuk sudah berkurang Kesadaran : CM RL 500cc/24
TD: 140/90 Pneumonia jam
HR: 98 x/menit Cefixime
2x100mg
Suhu: 36,4 C Codein tab 3
RR: 20 x/menit x1
SPO2: 97% Methylpredn
Kepala: isolon
Normocephal, 2x4mg
Conjungtiva Amlodipin
Anemis 1x5mg
(-/-) Sklera ikterik Omeprazole
(-/-) Thorak: 2x1
Pulmo : sonor pada Sucralfat
lapang paru inferior 3x15cc
sinistra, VBS (+/+) Braxidin 2x1
Rh (+/+) Wh (-/-)
Cor : S1 S2 Pasien
Reguler, murmur diizinkan
(-), Gallop (-) pulang
Abdomen: Supel,
Bising Usus (+),
Nyeri tekan (-),
13
BAB III
Tinjaun Pustaka
Pneumoonia
3.1 Definisi
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan parenkim paru
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.8
Pnemunonia dibedakan menjadi dua yaitu pneumonia kominiti dan pneumonia
nosokomial. Pneumonia komunitas adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar
rumah sakit, sedangkan pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi lebih dari
48 jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit.2
3.2 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus,
jamur, dan protozoa. Pneumoni komunitas yang diderita oleh masyarakat luar negeri
banyak disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia rumah sakit banyak disebabkan
gram negatif. Dari laporan beberapa kota di Indonesia ditemukan dari pemeriksaan dahak
penderita komunitas adalah bakteri gram negatif.2
Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan
14
nosokomial:
a. Yang didapat di masyarakat: Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma
pneumonia, Hemophilus influenza, Legionella pneumophila, chlamydia pneumonia,
anaerob oral, adenovirus, influenza tipe A dan B.10
b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative (E. coli, Klebsiella
pneumonia), Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, anaerob oral.
3.3 Patogenesis
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan (imunitas)
pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu
sama lain.3 Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.
Adanyanya bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan
tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang
biak dan berakibat timbulnya sakit.11
Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan: 1) Inokulasi langsung;
2) Penyebaran melalui darah; 3) Inhalasi bahan aerosol, dan 4) Kolonosiasi di permukaan
mukosa.2 Dari keempat cara tersebut, cara yang terbanyak adalah dengan kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteria dengan ikuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat mencapai
brokonsul terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi
kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke
saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan
infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring
terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran,
peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung
konsentrasi bakteri yang sanagt tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil
sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi
pneumonia.2,3
15
Gambar 1. Patogenesis pneumonia oleh bakteri pneumococcus 11
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis
eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel PNM
mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui
psedopodosis sistoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian terjadi proses
fagositosis. pada waktu terjadi perlawanan antara host dan bakteri maka akan nampak
empat zona (Gambar 1) pada daerah pasitik parasitik terset yaitu : 1) Zona luar (edama):
alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema; 2) Zona permulaan konsolidasi (red
hepatization): terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah; 3) Zona
konsolidasi yang luas (grey hepatization): daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif
dengan jumlah PMN yang banyak; 4) Zona resolusi E: daerah tempat terjadi resolusi
dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag.2
16
3.4 Manifestasi Klinis
Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik
non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak
darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka
berbaring pada yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik
didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu,
kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan
konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction
rub.3
3.5 Diagnosis
Diagnosis pneumonia kominiti didasarkan kepada riwayat penyakit yang
lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti
pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau
infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini:
a. Batuk-batuk bertambah
b. Perubahan karakteristik dahak/purulen
c. Suhu tubuh > 38C (aksila) /riwayat demam
d. Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas
bronkial dan ronki
e. Leukosit > 10.000 atau < 4500 12,13
Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komunitas dapat dilakukan
dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia
Patient Outcome Research Team (PORT).2
18
akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki
penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru)
dan pada usia lanjut, bronchitis bisa bersifat serius.8
5. Asma bronkhiale, adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan
saluran pernapasan, sehingga pasien yang mengalami keluhan sesak
napas/kesulitan bernapas. Tingkat keparahan asma ditentukan dengan
mengukur kemampuan paru dalam menyimpan oksigen. Makin sedikit
oksigen yang tersimpan berarti semakin buruk kondisi asma.8
19
3.8 Komplikasi
Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko
tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi seperti bakteremia (sepsis),
abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas.15 Bakteremia dapat terjadi pada
pasien jika bakteri yang menginfeksi paru masuk ke dalam aliran darah dan
menyebarkan infeksi ke organ lain, yang berpotensi menyebabkan kegagalan
organ. Pada 10% pneumonia pneumokokkus dengan bakteremia dijumpai
terdapat komplikasi ektrapulmoner berupa meningitis, arthritis, endokarditis,
perikarditis, peritonitis, dan empiema.3,15 Pneumonia juga dapat menyebabkan
akumulasi cairan pada rongga pleura atau biasa disebut dengan efusi pleura.
Efusi pleura pada pneumonia umumnya bersifat eksudatif. Pada klinis sekitar
5% kasus efusi pleura yang disebabkan oleh P. pneumoniae dengan jumlah
cairan yang sedikit dan sifatnya sesaat (efusi parapneumonik). Efusi
pleura eksudatif yang mengandung mikroorganisme dalam jumlah banyak
beserta dengan nanah disebut empiema. Jika sudah terjadi empiema maka cairan
perlu di drainage menggunakan chest tube atau dengan pembedahan.15
3.9 Penatalaksanaan
21
Bila diperkirakan pseudomonas
- β lactam antipseudomonas (piperasilin-tazobactam, cefepime, imipenem
atau merpenem) + ciprofloxasin atau levofloxacin (750 mg)
atau
- β lactam antipseudomonas + aminoglikosid dan azitromisin
atau
- β lactam antipseudomonas + aminoglikosid dan floroquinolon
antipneumococal (untuk pasien alergi penisilin ganti β lactam dengan
asteronam.
22
2.9.2 Kegagalan Terapi
Kepekaan kuman terhadap antibiotika tertentu tidak dapat menjamin efektivitas
klinis. Faktor berikut dapat menjadi penyebab kegagalan terapi:
a. Dosis kurang
Dosis suatu antibiotika seringkali bergantung dari tempat infeksi, walaupun
kuman penyebanya sama. Sebagai contoh dosis penisilin G yang diperlukan
untuk mengobati meningitis oleh Pneumococcus jauh lebih tinggi daripada
dosis yang diperlukan untuk pengobatan infeksi saluran napas bawah yang
disebabkan oleh kuman yang sama.19
b. Masa terapi yang kurang
Konsep lama yang menyatakan bahwa untuk setiap jenis infeksi perlu
diberikan antimikroba tertentu selama jangka waktu tertentu kini telah
ditinggalkan. Pada umunya para ahli cenderung melakukan individualisasi
masa terapi, yang sesuai dengan tercapai respon klinik yang memuaskan.
Namun untuk penyakit tertentu seperti tuberkulosis paru tetap dipertahankan
masa terapi yang cukup walaupun perbaikan klinis cepat terlihat.19
c. Kesalahan dalam menetapkan etiologi
Demam tidak selalu disebabkan oleh kuman, virus, jamur, parasit, reaksi
obat, dan lain-lain dapat meningkatkan suhu badan. Pemberian antibiotika
yang lazim diberikan dalam keadaan ini tidak bermanfaat.19
d. Pilihan antibotika yang kurang tepat
Suatu daftar antibiotika yang dinyatakan efektif dalam uji sensitivitas tidak
dengan sendirinya menyatakan bahwa setiap antibiotika akan memberikan
aktivitas klinik yang sama. Disini dokter harus dapat mengenali dan memilih
antibiotika yang secara klinis merupakan obat terpilih untuk suatu kuman
tertentu. Sebagai contoh obat terpilih untuk infeksi S. faecalis adalah
ampisilin, walaupun secara in vitro kuman tersebut juga dinyatakan sensitif
terhadap sefamandol atau gentamisin.19
e. Faktor pasien
Keadaan umum yang buruk dan gangguan mekanisme pertahanan tubuh
(selular dan humoral) merupakan faktor penting yang menyebabkan
gagalnya terapi antibotika.
23
3.10 Pencegahan
Di luar negeri di anjurkan pemberian vaksin influenza dan pneumokokus
pada orang dengan resiko tinggi. Vaksinasi sampai saat ini masih perlu
dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian vaksin tersebut
diutamakan untuk golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik,
diabetes, penyakit jantung koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang
direkomendasikan setelah > 2 tahun. Efek samping vaksinasi yang terjadi antara
lain reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi yaitu hipersensitivitas tipe 3. Di
samping itu vaksin juga perlu di berikan untuk penghuni rumah jompo atau rumah
penampungan penyakit kronik, dan usia diatas 65 tahun. Selain vaksin, pola hidup
sehat juga termasuk tidak merokok juga sangat direkomendasikan.20,21
3.11 Prognosis
Kejadian PK di Amerika Serikat adalah 3,4-4 juta kasus per tahun, dan 20%
diantaranya perlu dirawat di RS. Secara umum, angka kematian pneumonia oleh
pneumokokkus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat pada lanjut usia dengan
kondisi yang buruk. Pneumonia dengan influenza di Amerika Serikat merupakan
penyebab kematian terbesar ke-6 dengan kejadian sebesar 59%. Sebagian besar
pada lanjut usia, yaitu sebesar 89%. Mortalitas pasien PK yang dirawat di ICU
adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan faktor modifikasi
yang ada pada pasien.3
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Wunderink RG, Watever GW. 2014. Community-acquired pneumonia. N Engl J
Med.2014;370:543-51.
2. PDPI. 2003. Pneumonia komuniti-pedoman diagnosis dan penatalaksaan di
Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
3. Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Universitas Indonesia.
4. Allen JN. 2004. Eusinophilic Lung Disease, dalam James CD, dkk (editor).
Baum's Textbook of Pulmonary Diseases. Philadephia: Lippincott W & W.
5. Sajinadiyasa GK, Rai IB, Sriyeni LG. 2011. Perbandingan antara Pemberian
Antibiotika Monoterapi dengan Dualterapi terhadap Outcome pada Pasien
Community Acquired Pneumonia (CAP) di Rumah Sakit Sanglah Denpasar. J
Peny Dalam;12:13-20.
6. Niederman MS, Mandel LA, Anzueto A, Bass JB, Broughton WA, Campbell
GD, Dean N, File T, Fine MJ, Gross PA et al. VICTOR L. YU, M.D.
Guidelines for the Management of Adults with Community-acquired Pneumonia
– Diagnosis, Assessment of Severity, Antimicrobial Therapy, and Prevention.
Am J Respir Crit Care Med 2001; 163: 1730-1754.
7. Summary Executive. Pola Penyakit Penyebab Kematian di Indonesia. Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). 2001: 2.
8. Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit FK
UI
9. Dunn, L. Pneumonia : Classification, Diagnosis and Nursing Management.
Royal Collage of Nursing Standard Great Britain. 2007. 19(42). hal :50-54.
10. Wilson LM. Penyakit pernapasan restriktif dalam Price SA, Wilson LM. 2012.
Patofisiologi: konsep klinis prosses-proses penyakit E/6 Vol.2. Jakarta:EGC.
Hal:796-815
11. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, et al. Infectious Diseases Society of
America/American Thoracic Society consensus guidelines on the
management of community-acquired pneumonia in adults. Clin Infect Dis 2007;
44: Suppl. 2, S27–S72. Tersedia di :
www.thoracic.org/sections/publications/statements/ pages/mtpi/idsaats-cap.html
[Diakses 3 Maret 2017].
12. Luttfiya MN, Henley E, Chang L. Diagnosis and treatment of community
acquired pneumonia. American Family Physician. 2010;73(3):442-50.
13. Task Force on CAP. Philippine Clinical Practice Guidelines on the Diagnosis,
25
Empiric Management, and Prevention of Community-acquired Pneumonia (CAP) in
Immunocompetent Adults. 2010
14. Wexner Medical Center.Community-Aqquired Pneumonia: Pneumonia Severy Index.
Akses oline pada tanggal 3 Maret 2017 di https://internalmedicine.osu.edu
/pulmonary/cap/10675.cfm.
15. Djojodibroto, R.D. Respirologi : Respiratory Medicine. 2013. Jakarta : ECG.
16. Jeremy, P.T. At Glance Sistem Repiratory Edisi II. 2007. Jakarta : Erlangga
Medical Series.
17. Alberta Clinical Practice. Guidelines for the diagnosis and management community
aquuired pneumonia. Akses online pada tanggal 3 Maret 2017 di
http://www.albertadoctors.org/bcm/ama/amawebsite.nsf/alldocsearch/87256D
B000705C3F87256E0500553605/$File/pneumoniapediatrics.pdf
18. Nuryasni. Pola Kepekaan Bakteri Gram Negatif pada Penderita Infeksi Saluran
Pernapasan Bawah terhadap Amoksisilin di Laboraturium Mikrobiologi Klinik
Departemen Mikrobiologi FK UI tahun 2001-2005. 2009. Program Sarjana Pendidikan
Dokter Umum. Universitas Indonesia : Jakarta.
19. National Health Services. Pneumonia : Pneumonia Complication. 2014. Akses online
pada tanggal 3 Maret 2017 di
www.nhs.uk/Conditions/Pneumonia/Pages/Complication.aspx
20. Center of Disease Control and Prevention. Pneumonia: Pneumococcal disease.
2015. Diunduh dari:
http://www.cdc.gov/pneumococcal/clinicians/clinical-features.html. Diunduh paa 3
Maret 2017.
21. World Health Organization. Global action plan for prevention and control of
pneumonia. 2009.
26