Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

ASTHMA BRONKHIAL

Disusun Sebagai Bagian dari Persyaratan Menyelesaikan

Program Internship Dokter Indonesia Provinsi Jawa Tengah

Disusun Oleh:

dr. Riska Handiani Anwari

DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH

DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLORA

RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH CEPU

PERIODE AGUSTUS 2022


BERITA ACARA PRESENTASI LAPORAN KASUS

Pada hari ini tanggal 16 September 2022, telah dipresentasikan Laporan Kasus
oleh:

Nama peserta : dr. Riska Handiani Anwari

Judul/topik : Asthma Bronkhial

DPJP : dr. Ema Sp.PD

Nama pendamping : dr. Ike Indrayani

Nama pembimbing : dr.Arif Djuliar Hadi

Nama wahana : Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Cepu

No Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

1 1.

2 2.

3 3.

4 4.

5 5.

6 6.

7 7.

8 8.

9 9.

ii
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pembimbing Utama Pendamping

(dr. Ema , Sp.PD) (dr. Ike Indrayani )

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “Asthma Bronkhial”.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas program
internsip dokter Indonesia. Di samping itu, laporan kasus ini ditujukan untuk
menambah pengetahuan tentang Asthma Bronkhial
.Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan
tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya
masukan, kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan
terimakasih yang sebesar–besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan
tambahan informasi yang bermanfaat bagi kita semua.

Cepu , 16 September 2022

dr. Riska Handiani Anwari

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv


DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 6
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 6
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................. 7
2.1 Identitas Pasien ............................................................................................ 7
2.2 Anamnesis ................................................................................................... 7
2.3 Pemeriksaan Fisik ....................................................................................... 8
2.4 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 11
2.5 Tatalaksana ................................................................................................ 13
2.6 Prognosis ................................................................................................... 13
2.7 Timeline (Follow Up Pasien) .................................................................... 13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 15
3.1 Asthma Bronkhial ..................................................................................... 15
3.1.1 Definisi ............................................................................................ 15
3.1.2 Epidemiologi ................................................................................... 15
3.1.3 Faktor Risiko ................................................................................... 16
3.1.4 Patofisiologi .................................................................................... 17
3.1.5 Gambaran Klinis ............................................................................. 18
3.1.6 Diagnosis ......................................................................................... 19
3.1.7 Tatalaksana...................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 33

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Asma adalah suatu penyakit heterogen yang biasanya ditandai dengan
adanya inflamasi kronik pada saluran pernapasan. Inflamasi kronik pada
saluran pernapasan tersebut akan menyebabkan hiperaktivitas bronkus
sehingga menyebabkan munculnya gejala episodik berulang berupa mengi,
batuk, sesak napas, dan rasa berat di dada terutama pada malam dan dini hari.
Menurut World Health Organization, terdapat sekitar 262 juta orang
diseluruh dunia yang menderita asma pada tahun 2022 dengan jumlah
kematian yaitu sebanyak 455.000.7 Di Indonesia sendiri, pada tahun 2013,
asma menduduki peringkat pertama dari kategori prevalensi penyakit kronik
tidak menular dengan prevalensi sebanyak 4,5%.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya penyempitan saluran
napas yaitu kontraksi otot polos saluran napas, edema pada saluran napas,
penebalan dinding saluran napas, dan hipersekresi mukus. Kontraksi otot
polos saluran napas yang merupakan respon terhadap berbagai mediator
bronkokonstiktor dan neurotransmiter adalah mekanisme dominan terhadap
penyempitan saluran napas dan prosesnya dapat dikembalikan dengan
bronkodilator.

6
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. S
Usia : 56 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kedungtuban
Agama : Islam
Status : Menikah
No. RM : 186500
MRS : 25-8-2022

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak Napas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 4 hari sebelum masuk
RS.Sesak dirasakan memberat mulai hari ini disertai batuk(+).Sesak
dirasakan terus menerus dan memberat ketika pagi hari Demam,mual dan
muntah disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat keluhan serupa : (+)
Riwayat Hipertensi : (-)
Riwayat DM : (-)
Riwayat Tb paru : (-)
Riwayat Stroke : (-)
Riwayat Asma : (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat penyakit serupa : (-)
Riwayat Tb : (-)
Riwayat Hipertensi : (+) ibu pasien

7
Riwayat DM : (-)
Riwayat alergi : (+) cuaca dingin dan debu
Riwayat Pengobatan :
Tidak ada
Riwayat Alergi
Tidak ada
Riwayat Pribadi dan Sosial :
Pasien merupakan seorang petani ,pasien tidak pernah merokok dan konsumsi
alkohol

2.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
1. Keadaan umum : Tampak sesak
2. GCS : E4V5M6
3. Kesadaran : Compos mentis
4. Tanda Vital
- Tekanan Darah : 140/90 mmHg
- Nadi : 130 x/menit
- Frekuensi Nafas : 28 x/menit
- Suhu : 36.5 oC
- SpO2 : 91%
- RR : 28 X/menit
- Akral : Hangat

Status Lokalis :
1. Kepala :
Normocephal
2. Mata :
Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
3. Telinga :
Normotia, liang telinga lapang, serumen (-), sekret (-)

8
4. Hidung :
Simetris, tidak ada deviasi, sekret (-)
5. Mulut :
Bibir dan mukosa lembab, warna normal
6. Tenggorok :
Tidak terdapat peradangan, Tonsil T1-T1, uvula di tengah
7. Leher :
Tidak teraba pembesaran KGB, trakea di tengah
8. Thorax
Inspeksi :
1) Pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis
2) Ictus cordis tidak terlihat di ICS V linea midclavicula sinistra
Palpasi:
1) Ekspansi dada simetris
2) Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi:
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

Batas jantung
- Batas atas : ICS II linea parastenal sinistra
- Batas kanan : Linea parasternal dextra
- Batas kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi:
1) Cor: S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
2) Pulmo :
- Suara napas:

vesikuler Vesikuler
vesikuler vesikuler
vesikuler vesikuler

9
- Rhonki

- -
+ +
+ +

- Wheezing

+ +
+ +
+ +

9. Abdomen :
Inspeksi:
1) Perut tampak datar
2) Tidak ada jejas
Auskultasi:
1) Bising usus (+) normal
Perkusi :

Timpani Timpani Timpani


Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani

Palpasi :
1) Soepel
2) Nyeri tekan (-)

10. Ekstremitas :
Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah
• Akral dingin : -/- • Akral dingin : -/-
• Deformitas : -/- • Deformitas : -/-
• Edema : -/- • Edema : -/-
• Sianosis : -/- • Sianosis : -/-
• CRT : < 2 detik • CRT : < 2 detik

10
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab TGL 25 Agustus 2022

Nama Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hematologi
Hemoglobin (HB) 14,8 g/dl 14-16
Leukosit 21,1 10^3 /µL 4-10
Eritrosit 5,49 x 10^6/ µL 3,5-4,5
Trombosit 324 10^3 /µL 150-450
Hematokrit 47,9 % 40-43
HITUNG JENIS
Basofil 0,7 % 0-1
Eosinofil 3,0 % 1-3
Neutrofil 85,4 % 55-80
Limfosit 6,0 % 20-35
Monosit 4,9 % 0-7
MCV 87,2 % 81-99
MCH 27,0 % 28-33
MCHC 30,9 % 32-36
RDW 45,7 % 35-36
FUNGSI GINJAL
Ureum 15 mg/dl 15-39
Creatinin 0,4 mg/dl 0,6-1,1
GLUKOSA DARAH
Glukosa Sewaktu 132 mg/dL <180

11
Pemeriksaan Radiologi IGD (25 Agustus 2022)

Cor: Besar dan bentuk kesan normal


Pulmo :
- Tak tampak infiltrate, pulmonary vascularity tampak baik
- Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam
- Hemidiagrafma kanan kiri normal
- Tulang-tulang yang tervisualisasi tampak baik
- Soft tissue yang tervisualisasi tampak baik
Catatan/Rekomendasi :
Saat ini cor dan pulmo tak tampak kelainan

12
Pemeriksaan EKG (25 Agustus 2022)

2.4 Diagnosis
Asthma Bronkhial

2.5 Tatalaksana
Di IGD
- Inf Nacl 0,9 % 20 tpm
- Nebu Ventolin +Flexotid 1:1
- Inj omz 1x1
- Amlodipin 1x 5 mg

2.6 Prognosis
- Ad vitam : Dubia
- Ad sanationam : Dubia ad malam
- Ad fungsionam : Dubia ad Malam

2.7 Timeline (Follow Up Pasien)


Tgl Subjective Objective Assesment Planing
25/09/2022 Sesak • KU: Compos Asthma • Inf Nacl 0,9%
mentis • Nebu Ventolin dan
• GCS: E4V5M6 flexotide 1:1
• TD:140/90 • Inj omz 1x1
• Nadi: • Amlodipine 5mg
130x/menit
• SpO2: 91%
• RR: 28 x/menit
• Akral: Hangat

13
26/09/2022 Sesak • KU: Compos Asthma • 02 nasal canul 2-4
berkurang mentis lpm
• GCS: E4V5M6 • Nebul respivet 3x1
• TD:120/94 • Nebul Budesma 3x1
• Nadi: • Inf. Futrolit 1000cc
130x/menit • Inj levofloxacin
• SpO2: 91 % 1x750
• RR: 21 x/menit • Inj
• Akral: Hangat Methylprednisolon
• Suhu 36,9 • Po: theosal 1 tab 3x1
• Citirizin ½ tab
• Mucolitic 3x30

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Asthma Bronkhial


3.1.1 Definisi
Asma berasal dari bahasa Yunani yaitu “Asthma” yang berarti “sukar
bernapas”.1 Menurut Global Initiative for Asthma (2022), asma adalah
suatu penyakit heterogen yang biasanya ditandai dengan adanya
inflamasi kronik pada saluran pernapasan.2 Inflamasi kronik pada
saluran pernapasan tersebut akan menyebabkan hiperaktivitas bronkus
sehingga menyebabkan munculnya gejala episodik berulang berupa
mengi, batuk, sesak napas, dan rasa berat di dada terutama pada malam
dan dini hari.3 Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat
tenang tanpa gejala serta tidak mengganggu aktifitas akan tetapi dapat
eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat
menimbulkan kematian.4

3.1.2 Epidemiologi
Asma masih menjadi masalah kesehatan hampir di seluruh negara di
dunia. Asma dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa
dengan derajat penyakit dari ringan sampai berat, bahkan pada beberapa
kasus dapat menyebabkan kematian.5 Berdasarkan Global Asthma
Report (2018), asma merupakan penyakit kronis yang diperkirakan
mempengaruhi sebanyak 339 juta orang di seluruh dunia. Asma berada
pada peringkat ke-16 dunia sebagai penyebab utama seseorang hidup
dengan disabilitas dan berada pada peringkat ke-28 sebagai penyebab
utama beban penyakit yang diukur dengan Disability Adjusted Life Years
(DALY).6

Menurut World Health Organization, terdapat sekitar 262 juta orang


diseluruh dunia yang menderita asma pada tahun 2022 dengan jumlah

15
kematian yaitu sebanyak 455.000.7 Di Indonesia sendiri, pada tahun
2013, asma menduduki peringkat pertama dari kategori prevalensi
penyakit kronik tidak menular dengan prevalensi sebanyak 4,5% dari
seluruh penduduk Indonesia yang apabila diproyeksikan dengan jumlah
penduduk Indonesia pada tahun 2013 yang berjumlah lebih dari 248 juta
jiwa, maka jumlah pasien asma di Indonesia yaitu lebih dari 11 juta
jiwa.8

3.1.3 Faktor Risiko


Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu
dan faktor lingkungan.9
a. Faktor Pejamu
• Prediposisi
• Genetik
• Atopi
• Hiperesponsif jalan napas
• Jenis kelamin
• Ras/etnik.9

b. Faktor Lingkungan
Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan dipertimbangkan adalah
penyebab utama asma, dengan pengertian faktor lingkungan tersebut
pada awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan
kondisi asma tetap aktif dengan mencetuskan serangan asma atau
menyebabkan menetapnya gejala.9

Faktor Lingkungan: Faktor Lingkungan:


Mempengaruhi berkembangnya Mencetuskan eksaserbasi dan
asma pada individu dengan atau menyebabkan gejala-gejala
predisposisi asma asma menetap
• Alergen di dalam rumah: • Alergen di dalam dan di luar
mite domestik, alergen binatang, ruangan.
allergen kecoa, jamur • Polusi udara di dalam dan
• Alergen di luar ruangan: tepung diluar ruangan

16
sari bunga, jamur. • Infeksi pernapasan
• Bahan di lingkungan kerja • Perubahan cuaca
• Asap rokok: perokok pasif dan • Sulfur dioksida
perokok aktif. • Makanan, aditif, obat-obatan
• Polusi udara: polusi udara di • Asap rokok
dalam ruangan dan diluar • Iritanan (Parfum, household
ruangan. spray).
• Infeksi saluran pernapasan:
hipoestesi higiens.
• Infeksi parasit
• Status sosioal ekonomi
• Diet dan Obat-obatan
• Obesitas

3.1.4 Patofisiologi
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang dikarakteristikan
dengan proses yang sangat kompleks dan melibatkan beberapa
komponen yaitu hiperresponsif dari bronkial, inflamasi, dan remodeling
saluran pernafasan.10
a. Penyempitan Saluran Napas
Penyempitan saluran napas merupakan hal yang mendasari
timbulnya gejala dan perubahan fisiologis pada asma. Ada beberapa
faktor yang menyebabkan timbulnya penyempitan saluran napas
yaitu kontraksi otot polos saluran napas, edema pada saluran napas,
penebalan dinding saluran napas, dan hipersekresi mukus. Kontraksi
otot polos saluran napas yang merupakan respon terhadap berbagai
mediator bronkokonstiktor dan neurotransmiter adalah mekanisme
dominan terhadap penyempitan saluran napas dan prosesnya dapat
dikembalikan dengan bronkodilator. Edema pada saluran napas
disebabkan kerena adanya proses inflamasi. Hal ini penting pada
eksaserbasi akut. Penebalan saluran napas disebabkan karena
perubahan struktural atau disebut juga ”remodelling”.10 Proses
inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan
yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan
(healing process) yang menghasilkan perbaikan (repair) dan

17
pergantian sel-sel yang mati atau rusak dengan sel-sel yang baru.
Proses penyembuhan tersebut melibatkan perbaikan jaringan yang
rusak dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian jaringan
yang rusak dengan jaringan penyambung yang menghasilkan
jaringan parut. Pada asma kedua proses tersebut berkontribusi dalam
proses penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan
menghasilkan perubahan struktur yang komplek yang dikenal
dengan airway remodelling.11 Inflamasi kronis yang terjadi pada
bronkus menyebabkan kerusakan jaringan yang menyebabkan proses
perbaikan (repair) yang terjadi berulang-ulang. Proses remodelling
ini yang menyebabkan terjadinya asma. Namun, pada onset awal
terjadinya proses ini kadang-kadang sebelum disebakan oleh
inflamasi eosinofilik, dikatakan proses remodelling ini dapat
menyebabkan asma secara simultan. Proses dari remodelling ini
dikarakteristikan oleh peningkatan deposisi protein ekstraselular
matrik di dalam dan sekitar otot halus bronkial, dan peningkatan
daripada ukuran sel atau hipertropi dan peningkatan jumlah sel atau
hiperplasia.12
b. Hiperreaktivitas saluran napas
Penyempitan saluran respiratorik secara berlebihan merupakan
patofisiologis yang secara klinis paling relevan pada penyakit asma.
Mekanisme yang bertanggungjawab terhadap reaktivitas yang
berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum diketahui dengan pasti
tetapi mungkin berhubungan dengan perubahan otot polos saluran
napas (hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder yang
menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding
saluran respiratorik terutama daerah peribronkial dapat memperberat
penyempitan saluran respiratorik selama kontraksi otot polos.13,14

3.1.5 Gambaran Klinis


Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan
sesak napas. Pada awal serangan, gejala sering tidak jelas seperti rasa

18
berat di dada dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin.
Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada
perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret yang
mukoid maupun purulen. Terdapat sebagian kecil pasien asma yang
gejalanya hanya berupa batuk tanpa disertai mengi atau yang dikenal
dengan istilah cough variant asthma. Gejala-geajala yang muncul pada
pasien asma bervariasi menurut waktu dimana gejala tersebut timbul
musiman atau perenial, beratnya, intensitas, dan juga variasi diurnal.
Timbulnya gejala juga sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus
seperti paparan terhadap alergen, udara dingin, infeksi saluran nafas,
obat-obatan, atau aktivitas fisik. Faktor sosial juga mempengaruhi
munculnya serangan pada pasien asma, seperti karakteristik rumah,
merokok atau tidak, karakteristik tempat bekerja atau sekolah, tingkat
pendidikan penderita, atau pekerjaan.12

3.1.6 Diagnosis
Diagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.12
a. Riwayat penyakit
• Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, sesak,
mengi, atau rasa berat di dada. Tetapi terkadang pasien hanya
mengeluh batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malah
hari atau sewaktu kegiatan jasmani.
• Adanya penyakit alergi yang lain pada pasien maupun pada
keluarga pasien seperti rhinitis alergi, atau dermatitis atopik serta
riwayat keluarga asma dapat membantu diagnosis asma.
• Gejala asma sering timbul pada malam hari tetapi dapat pula
muncul sembarang waktu. Adakalanya gejala lebih sering muncul
pada musim tertentu.
• Keluhan yang dialami pasien biasanya terjadi atau memberat
apabila terpapar faktor-faktor pencetus asma seperti pajanan
alergen, polusi udara, pajanan iritan, kegiatan jasmani, obat-

19
obatan (aspirin, beta blocker, anti-inflamasi non-steroid),
pengawet makanan, ekspresi emosional yang berlebih dan
lainnya.
• Asma dapat dibedakan dengan penyakit paru yang lain yaitu pada
asma serangan dapat hilang dengan atau tanpa obat.12

b. Pemeriksaan Fisik
Penemuan tanda pada pemeriksaan fisik pada pasien asma
tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Ekspirasi
memanjang, mengi, hiperinflasi dada, pernapasan cepat sampai
sianosis dapat dijumpai pada pasien asma.12

c. Pemeriksaan Penunjang
• Spirometri
Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan
diagnosis asma adalah melihat respons pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan
sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer)
golongan adrenergik beta. Peningkatan VEP1 sebanyak ≥ 12%
atau (≥ 200mL) menunjukkan diagnosis asma. Tetapi respons
yang kurang dari 12% atau 200mL tidak berarti bukan asma. Hal
tersebut dapat dijumpai pada pasien yang sudah normal atau
mendekati normal. Demikian pula respons terhadap bronkodilator
tidak dijumpai pada obstruksi saluran napas yang berat, oleh
karena obat tunggal bronkodilator tidak cukup kuat memberikan
efek yang diharapkan. Untuk melihat reversibilitas pada hal yang
disebutkan di atas diperlukan kombinasi obat golongan
adrenergik beta, teofilin, dan bahkan kortikosteroid untuk jangka
waktu pengobatan 2-3 minggu. Reversibilitas dapat terjadi tanpa
pengobatan yang dilakukan pad saat yang berbeda-bbeda
mislanya beberapa hari atau beberapa bulan kemudian.
Pemeriksaan sperometri selain penting untuk menegakkan

20
diagnosis asma juga penting untuk menilai beratnya obstruksi dan
efek pengobatan.
• Tes Provokasi Bronkus
Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya
hipereaktivitas bronkus dilakukan uji provokasi bronkus.
Terdapat beberapa cara untuk melakukan uji provokasi bronkus
seperti uji provokasi dengan histamin, metakolin, kegiatan
jasmani, udara dingin, larutan garam hipertonik, dan bahkan
dengan aqua destilata. Penurunan VEP1 sebesar 20% atau lebih
dianggap bermakna. Uji dengan kegiatan jasmani dilakukan
dengan meminta pasien berlari cepat selama 6 menit sehingga
mencapai denyut jantung 80-90% dari maksimum. Dianggap
bermakna bila menunjukkan penurunan APE (Arus Puncak
Ekspirasi) paling sedikit 10%.
• Pemeriksaan Eosinofil Total
Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada psien
asma dan hal ini dapat membantu dalam membedakan asma dari
bronkitis kronik. Pemeriksaan ini juga dapat dipakai sebagai
patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid
yang dibutuhkan pasien asma.
• Uji Kulit
Tujuan uji kulit adalah untuk menunjukkan adanya antibodi IgE
spesifik dalam tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis karena
uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma
demikian pula sebaliknya.
• Pemeriksaan Kadar IgE Total dan IgE Spesifik Dalam Sputum
Kegunaan pemeriksaan IgE total hanya untuk menyokong adanya
atopi sedangkan pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna
dilakukan bila uji kulit tidak dapat dilakukan atau hasilnya kurang
dapat dipercaya.

21
• Foto Rontgen Dada
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain
obstruksi saluran napas dan adanya kecurigaan terhadap proses
patologis di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks,
pneumomediastinum, atelektasis, dan lain lain.
• Analisis Gas Darah
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase
awal serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35
mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru
mendekati normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya pada asma
yang sangat berat terjadinya hiperkapnia (PaCO2 ≥ 45 mmHg),
hipoksemia, dan asidosis respiratorik.12

3.1.7 Tatalaksana
a. Tujuan Tatalaksana asma
• Mencapai dan mempertahankan kontrol gejala-gejala asma
• Mencegah kematian akibat asma
• Mencegah eksaserbasi asma
• Menjaga fungsi paru senormal mungkin
• Menghindari adverse reactions obat asma.2

b. Kategori Obat Asma


Pilihan farmakologis untuk pengobatan asma jangka panjang terbagi
dalam tiga kategori utama yaitu:
• Obat Pengontrol (Controller)
Obat ini mengandung ICS dan digunakan untuk mengurangi
peradangan saluran napas, mengontrol gejala, dan mengurangi
risiko akibat asma di masa depan seperti eksaserbasi serta
penurunan fungsi paru. Pada pasien dengan asma ringan, obat
pengontrol (controller) yang dapat diberikan yaitu ICS-formoterol
dosis rendah sesusai dengan kebutuhan, diminum saat gejala
muncul dan sebelum berolahraga. Dosis dan regimen obat

22
pengontrol (controller) harus dioptimalkan untuk meminimalkan
risiko efek samping obat.
• Obat Pelega (Reliever)
Obat Pelega (Reliever) yaitu obat-obat yang dapat merelaksasi
bronkokonstriksi dan gejala-gejala akut yang menyertainya. Obat
ini terdiri atas as needed ICS-formoterol dosis rendah atau as-
needed SABA.
• Terapi Tambahan untuk Pasien dengan Asma Berat
Pemberian terapi tambahan dapat dipertimbangkan ketika pasien
memiliki gejala persisten dan/atau eksaserbasi meskipun sudah
diberikan pengobatan yang optimal berupa obat pengontrol dosis
tinggi (biasanya ICS dosis tinggi-LABA).2

c. Initial Terapi pada Asma (Initial Controller Treatment)


Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, ICS harus diberikan sesegera
mungkin setelah diagnosis asma dibuat, hal ini dikarenakan:
• Inisiasi dini ICS dosis rendah pada pasien asma dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan fungsi paru yang lebih besar
dibandingkan apabila pemberian ICS baru diberikan setelah
gejala sudah muncul lebih dari 2-4 tahun.
• Pasien asma eksaserbasi yang tidak diberikan ICS akan memiliki
prnurunan fungsi paru jangka panjang yang lebih parah
dibandingkan dengan pasien yang diberikan ICS.
• Pada pasien asma akibat kerja, menghindari pajanan dan
pemberian pengobatan pengontrol dapat meningkatkan
kemungkinan resolusi gejala serta meningkatkan fungsi paru.
• Memulai pengobatan dengan SABA saja dapat mendorong pasien
untuk menganggapnya sebagai pengobatan asma utama mereka
dan meningkatkan risiko kepatuhan yang buruk ketika ICS harian
kemudian diresepkan.2

23
Pilihan Initial Terapi yang Direkomendasikan untuk Orang Dewasa
dan Remaja 2
Gejala yang Initial Treatment Initial Treatment
Muncul Utama (Track 1) Alternatif (Track 2)
Gejala asma yang ICS dosis rendah ICS dosis rendah
jarang, misalnya sesuai kebutuhan setiap pemakaian
kurang dari dua kali SABA, dalam
sebulan dan tidak kombinasi atau
ada faktor risiko inhaler terpisah
eksaserbasi,
termasuk tidak ada
eksaserbasi dalam
12 bulan terakhir
Gejala asma atau ICS-formoterol dosis ICS dosis rendah
dibutuhkan pereda rendah sesuai dengan SABA sesuai
dua kali sebulan kebutuhan kebutuhan. Sebelum
atau lebih memilih opsi ini,
pertimbangkan
kemungkinan
kepatuhan ICS
harian
Gejala asma yang ICS-formoterol dosis ICS-LABA dosis
mengganggu rendah maintenance rendah dengan
hampir setiap hari dan Obat Pelega SABA sesuai
(misalnya 4-5 (Reliever). kebutuhan
hari/minggu) atau
terbangun karena
asma seminggu
sekali atau lebih
terutama jika ada
faktor risiko
Presentasi asma ICS-formoterol dosis ICS-LABA dosis
awal adalah dengan sedang terapi sedang atau tinggi
asma yang sangat maintenance dan dengan SABA sesuai
tidak terkontrol atau Pelega (Reliever). kebutuhan.
dengan eksaserbasi Kortikosteroid oral Kortikosteroid oral
akut jangka pendek juga jangka pendek juga
mungkin diperlukan. mungkin diperlukan.

24
Sebelum Memulai Initial Controller Treatment:
• Catat bukti untuk diagnosis asma
• Catat tingkat kontrol gejala dan faktor risiko pasien termasuk
fungsi paru
• Perhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan pengobatan
yang tersedia termasuk kemungkinan kepatuhan harian terutama
jika relievernya adalah SABA.
• Pastikan pasien dapat menggunakan inhaler dengan benar
• Jadwalkan janji untuk kunjungan tindak lanjut.2

Setelah Memulai Initial Controller Treatment:


• Tinjau respons pasien setelah 2-3 bulan atau lebih awal
tergantung pada urgensi klinis
• Tentukan rekomendai perawatan berkelanjutan
• Periksa kepatuhan dan Teknik inhaler sesring mungkin
• Perawatan step down setelah kontrol yang baik dipertahankan
selama 3 bulan.2

25
d. Langkah Pengobatan Asma pada Orang Dewasa dan Remaja
Rekomendasi pengobatan amsa untuk orang dewasa dan remaja telah
diperbarui oleh GINA pada tahun 2021 menjadi sebagai berikut:

Alur pengobatan asma untuk orang dewasa dan remaja yang sudah
diperbarui oleh GINA pada tahun 2021 terdiri atas 2 Track yang
masing masing track terdiri atas step 1-5 dan memiliki controller dan
Obat Pelega (Reliever) yang berbeda yaitu:
Track 1 → Obat Pelega (Reliever) berupa ICS-formoterol dosis rendah
sesuai kebutuhan
Track 2 → Obat Pelega (Reliever) berupa SABA sesuai kebutuhan.2

Step 1
• Terapi pilihan utama untuk dewasa dan remaja pada step 1 →
ICS-formoterol dosis rendah sesuai kebutuhan (Track 1)
• Step 1 direkomendasikan untuk:
- Pengobatan awal asma untuk pasien yang gejalanya kurang
dari 2 kali sebulan dan tidak ada faktor risiko eksaserbasi
- Perawatan bertahap untuk pasien yang asmanya terkontrol
dengan baik pada ICS atau LTRA regular

26
• Dosis budesonide-formoterol sesuai kebutuhan pada asma ringan
adalah inhalasi tunggal 200/6 mcg (dosis yang diberikan 160/4,5),
diminum ketika diperlukan untuk meredakan gejala. Dosis
maksimum yang direkomendasikan dari formoterol budesonide
sesuai kebutuhan dalam satu hari sesuai dengan total 72 mcg
formoterol (54 mcg dosis yang diberikan).
• Formulasi ICS-formoterol selain budesonide-formoterol belum
dipelajari untuk penggunaan yang diperlukan saja, tetapi
beclomethasone-formoterol mungkin juga cocok. Kedua obat ini
telah ditetapkan dengan baik untuk digunakan sesuai kebutuhan
dalam terapi pemeliharaan dan pereda dalam GINA.
• Pilihan pengobatan alternatif step 1 → ICS dosis rendah
ditambahkan setiap pemakaian SABA (Track 2).
• GINA tidak lagi merekomendasikan pengobatan asma
menggunakan SABA saja pada orang dewasa atau remaja. Hal ini
dikarenakan penggunaan SABA yang berlebihan (>3
canister/tahun) berhubungan dengan peningkatan risiko
eksaserbasi dan kematian.2

Step 2
• Terapi pilihan utama untuk orang dewasa dan remaja pada step 2
→ ICS-formoterol sesuai kebutuhan (Track 1)
• Dibandingkan dengan hanya menggunakan SABA sesuai
kebutuhan, penggunaan ICS-formoterol sesuai kebutuhan lebih
mengurangi eksaserbasi sebesar 60-64%.
• Dibandingkan dengan pemakaian ICS dosis rendah setiap hari,
pemakaian budesonide-formoterol sesuai kebutuhan dapat
mengurangi eksaserbasi dengan tingkat yang sama atau bahkan
lebih baik.
• Budesonide-formoterol dapat mengurangi risiko eksaserbasi yang
berat dibandingkan dengan SABA tunggal.

27
• Efek samping budesonide-formoterol jika dibandingkan hanya
dengan SABA atau ICS adalah sama terlepas dari apakah
eosinofil darah atau FeNO rendah atau tinggi.
• Dosis budesonide-formoterol sesuai kebutuhan pada asma ringan
adalah inhalasi tunggal 200/6 mcg diminum ketika diperlukan
untuk meredakan gejala.
• Pilihan pengobatan alternatif pada step 2 → ICS dosis rendah
setiap hari ditampah SABA sesuai kebutuhan (Track 2).
• Pilihan pengobatan lainnya pada step 2 → ICS dosis rendah setiap
pemakaian SABA atau LTRA harian.2

Step 3
• Terapi pilihan utama untuk orang dewasa dan remaja pada step 3
→ ICS-formoterol dosis rendah maintenance dan reliever (Track
1).
• ICS-formoterol dosis rendah, baik budesonide-formoterol atau
beclometasone-formoterol, digunakan sebagai pengobatan
pemeliharaan dan untuk menghilangkan gejala.
• Untuk pasien yang diresepkan ICS-formoterol maintenance dan
reliever, dosis maksimum formoterol yang direkomendasikan
dalam satu hari yaitu 48mcg formoterol pada BDP formoterol dan
72mcg formoterol pada budesonide-formoterol.
• ICS-formoterol tidak boleh digunakan sebagai reliever untuk
pasien yang menggunakan perawatan pemeliharaan ICS-LABA
yang berbeda, karena bukti klinis untuk keamanan dan efikasinya
masih kurang.
• Pilihan pengobatan alternatif pada step 3 → ICS-LABA
maintenance dengan SABA sesuai kebutuhan (Track 2).
• Untuk pasien yang menerima ICS maintenance dengan SABA
sesuai kebutuhan, menambahkan LABA dalam kombinasi inhaler
memberikan perbaikan tambahan pada gejala dan fungsi paru-
paru dengan penurunan risiko eksaserbasi.

28
• Sebelum meresepkan regimen dengan pereda SABA,
pertimbangkan apakah pasien cenderung patuh dengan terapi
pengontrol yang mengandung ICS, karena jika tidak, mereka akan
berisiko lebih tinggi mengalami eksaserbasi.
• Pilihan pengobatan lainnya → ICS dosis sedang atau ICS dosis
rendah + LTRA. Untuk pasien dewasa dengan rhinits yang alergi
dengan debu rumah, pertimbangkan penambahan
sublingual immunotheraphy (SLIT) dengan syarat FEV1 >70%.2

Step 4
• Terapi pilihan utama untuk orang dewasa dan remaja pada step 4
→ ICS-formoterol dosis sedang maintenance dan reliever (Track
1).
• Untuk pasien dewasa dan remaja, kombinasi ICS-formoterol
sebagai pengobatan pemeliharaan dan pereda lebih efektif dalam
mengurangi eksaserbasi daripada dosis pemeliharaan ICS-LABA
yang sama atau dosis yang lebih tinggi.
• Pilihan pengobatan alternatif pada step 4 → ICS-LABA dosis
sedang atau tinggi dengan SABA sesuai kebutuhan (Track 2).
• Pilihan pengontrol lain pada step 4 → Menambahkan LAMA
untuk pasien > 18 tahun (inhalasi tiotropium > 6 tahun).2

Step 5: Rujuk untuk penilaian ahli, penotip dan terapi tambahan


• Pasien yang tidak memberikan respon yang adekuat dengan
pengobatan step 4.
• Terapi tambahan :
- LAMA pada pasien > 18 tahun dengan inhaler terpisah atau
kombinasi (triple).
- Anti-IgE (sc omalizumab, > 6 tahun) untuk asma alergi yang
berat.
- Anti-IL5 (sc mepolizumab untuk pasien > 6 tahun atau IV
reslizumab untuk pasien > 18 tahun) atau Anti-IL5R (sc

29
benralizumab untuk pasien > 12 tahun) atau anti-IL4R (sc
dupilumab untuk pasien > 12 tahun) untuk asma eosinophilic
berat.
- Penambahan azitromisin 3 kali dalam seminggu mengurangi
eksaserbasi tetapi dapat meningkatkan resistensi antibiotik.
• Belum ada evidence terapi tambahan pada step 5
• Opsi lain → beberapa pasien terlihat menguntungkan dengan
menggunakan dosis rendah OCS tetapi dapat memberikan efek
sistemik jangka panjang yang serius.2

e. Dosis Pemberian ICS pada Orang Dewasa dan Remaja.2

f. Peninjauan Respon dan Penyesuaian Pengobatan


• Frekuensi kunjungan kontrol pasien asma
- Frekuensi kunjungan tergantung dengan tingkat kontrol awal
pasien, respon pasien terhadap pengobatan, dan tingkat
keterlibatan pasien dalam manajemen diri.
- Idealnya, pasien harus diperiksa 1-3 bulan setelah memulai
pengobatan dan setiap 3-12 bulan setelahnya.
- Setelah eksaserbasi, kunjungan dilakukan dalam waktu 1
minggu.

• Peningkatan pengobatan asma (Stepping up asthma treatment)


Kondisi pasien asma dapat bervariasi dan periode pengobatannya
disesuaikan oleh dokter dan atau berdasarkan kebutuhan pasien.

30
- Day-to-day adjustment
Untuk pasien yang diresepkan reliever inhaler berupa
kombinasi budesodine-formoterol atau beclomethasone-
formoterol. Pasien menyesuaikan jumlah dosis ICS-
formoterol sesuai kebutuhan dari hari ke hari sesuai dengan
gejalanya. Strategi ini mengurangi risiko terjadinya
peningkatan eksaserbasi yang membutuhkan kortikosteroid
oral dalam 3-4 minggu ke depan.
- Short-term step up
Peningkatan dosis ICS maintenance jangka pendek selama 1-
2 minggu mungkin diperlukan, misalnya selama infeksi virus
atau paparan alergen musiman.
- Sustained step up
Peningkatan pengobatan mungkin direkomendasikan jika
gejala dipastikan disebabkan oleh asma, Teknik inhaler serta
kepatuhan memuaskan, dan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi seperti merokok telah ditangani. Jika tidak ada
respon setelah 2-3 bulan, pengobatan harus dikurangi ke
tingkat sebelumnya dan pengobatan alternatif atau rujukan
perlu dipertimbangkan.2

• Stepping down asthma treatment


Setelah kontrol asma yang baik telah dicapai dan dipertahankan
selama 2-3 bulan serta fungsi paru telah mencapai puncaknya,
pengobatan seringkali dapat berhasil dikurangi. Prinsip umum
Stepping down asthma treatment:
- Pilih waktu yang tepat (tidak ada infeksi saluran pernapasan,
pasien tidak bepergian, dan tidak hamil)
- Nilai faktor risiko
- Libatkan pasien dalam proses, dokumentasikan status asma
pasien (kontrol gejala, fungsi paru dan faktor risiko),
sediakan instruksi yang jelas, rencana asma tertulis, dan

31
pastikan pasien memiliki obat yang cukup untuk melanjutkan
dosis sebelumnya bila dibutuhkan.
- Turunkan dosis ICS 25-50% dalam 2-3 bulan.
- Jika asma terkontrol dengan baik pada penggunaan ICS dosis
rendah atau terapi antagonis reseptor leukotriene, ICS-
formoterol dosis rendah sesuai kebutuhan adalah pilihan
penurunan terapi.
- Tidak boleh menghentikan ICS secara lengkap
- Jadwalkan follow up.2

g. Tatalaksana Non-Farmakologi
• Aktivitas Fisik
• Menghindari pekerjaan eksposur
• Menghindari obat-obatan yang dapat memperburuk asma
• Diet sehat → diet tinggi buah dan sayur
• Menghindari paparan alergen baik dalam ruangan maupun di luar
ruangan
• Menurunkan berat badan
• Mengatasi stress emosional
• Berhenti merokok dan menghindari asap rokok.2

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. 2014. Infodatin Pusat Data dan Informasi


Kementerian Kesehatan RI Hari Asma Sedunia. Jakarta Selatan: Kementerian
Kesehatan RI.
2. Global Initiative for Asthma. 2022. Global Strategy for Asthma Management
and Prevention. Tersedia di www.ginasthma.orm. Diakses pada 10 September
2022.
3. Hashmi MF, Tariq M, Cataletto ME. 2022. Asthma. Tersedia di
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430901. Diakses pada 10
September 2022.
4. Menteri Kesehatan RI. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman
Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
5. Kementerian Kesehatan RI. 2019. Infodatin Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI Penderita Asma di Indonesia. Jakarta Selatan:
Kementerian Kesehatan RI.
6. Global Asthma Report. 2018. The Global Asthma Report 2018. New
Zealand: Global Asthma Network.
7. World Health Organization. 2022. Asthma. Tersedia di
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/asthma. Diakses pada 10
September 2022.
8. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Asma Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
10.Miglino N, Roth M, Tamm M, Borger P. 2011. House dust mite extract
downregulates C/EBPa in asthmatic bronchial smooth muscle cells. Eur
Respir J. 38(1): 50–8.
11.Mangunegoro H, Widjaja A, Sutoyo DK, Yunus F, Pradjnaparamita,
Suryanto E, et al. 2004. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, Jakarta

33
12.Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2014. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi VI. Jakarta: Interna Publishing.
13.Bara I, Ozier A, Tunon de Lara, Marthan R, Berger P. 2010. Pathophysiology
of bronchial smooth muscle remodelling in asthma. Eur Respir J 2010. 36(5):
1174– 84.
14.Jameson JL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Loscalzo J. 2015.
Harrison's Principles of Internal Medicine Edisi 19. New York NY: McGraw
Hill Education.

34

Anda mungkin juga menyukai