Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus

PNEUMONIA CAP

Disusun Oleh:

Mahardhika
Nialasta

Pembimbing:
dr. Fransisca Murlia Butar-Butar
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Pneumonia
CAP”.
Selama penyelesaian laporan kasus ini, penulis mendapatkan bantuan,
bimbingan, dan arahan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada dr. Fransisca Murlia Butar-Butar yang telah
meluangkan banyak waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis
dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada keluarga, sahabat, dan rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dan doa
dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini.
Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembaca sekalian demi kesempurnaan laporan kasus ini. Harapan penulis semoga
laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan umumnya
dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah SWT selalu memberikan Rahmat
dan Hidayah-Nya bagi kita semua.

Medan, 08 Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................3
BAB II LAPORAN KASUS.........................................................................................4
2.1 Identitas Pasien................................................................................................4
2.2 Anamnesis.......................................................................................................4
2.3 Pemeriksaan Fisik............................................................................................5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................................13
3.1 Definisi..........................................................................................................13
3.2 Etiologi..........................................................................................................13
3.3 Epidemiologi.................................................................................................14
3.4 Patofisiologi...................................................................................................14
3.5 Klasfikasi.......................................................................................................16
3.6 Manifestasi Klinis..........................................................................................17
3.7 Diagnosis.......................................................................................................17
3.8 Diagnosis Banding........................................................................................21
3.9 Tatalaksana....................................................................................................21
3.10 Prognosis dan Komplikasi.............................................................................23
BAB IVANALISIS KASUS.......................................................................................25
BAB V KESIMPULAN..............................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan infeksi akut pada jaringan parenkim paru atau alveoli
yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, pajanan bahan kimia atau kerusakan fisik
dari paru maupun pengaruh tidak langsung dari penyakit lain. 1 Pneumonia merupakan
masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya tinggi, tidak hanya di negara
berkembang, tetapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan negara-
negara Eropa lainnya.2
Community-acquired pneumonia (CAP) adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan infeksi akut paru-paru yang berkembang di luar rumah sakit pada
pasien yang belum lama dirawat di rumah sakit. 3
Community-acquired pneumonia
(CAP) adalah peradangan akut parenkim paru yang didapat di masyarakat. 2 Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa CAP banyak disebabkan bakteri Gram positif dan
dapat pula bakteri atipik.4 Pneumonia komunitas merupakan penyakit yang sering
terjadi, bersifat serius serta berhubungan dengan angka kesakitan dan kematian.
Pneumonia komunitas merupakan penyebab kematian utama di antara penyakit
infeksi.2
Kriteria pneumonia komunitas yang didasarkan pada gejala, sistem penilaian
skor klinis, dan indikator inflamasi umum (hitung leukosit, prokalsitonin, dan kultur
darah) seringkali memiliki keterbatasan untuk pemberian terapi yang optimal. 2 Faktor
resiko CAP merupakan hal yang penting dan perlu diperhatikan dengan saksama.
Faktor resiko ini akan mengarahkan pada peluang infeksi dan komplikasi yang akan
dimiliki seseorang.5
Prevalensi kejadian pneumonia di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 4,5%.
Pada usia lanjut prevalensi pneumonia menjadi lebih tinggi yakni 15,5%. Sampai saat
ini pneumonia masih merupakan 10 penyakit utama yang membutuhkan rawat inap di
rumah sakit.1 Pasien yang dirawat dengan pneumonia komunitas terbanyak pada
pasien lanjut usia. Angka mortalitas pasien pneumonia komunitas yang lanjut usia
berkisar antara 10% dan 25% terutama pada pasien yang memiliki komorbid.6

3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. HY
Umur : 63 tahun 7 bulan 30 hari
Alamat : Medan
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Status : Menikah
Nomor rekam medik : 1-28-7-47
Tanggal masuk : 08-10-2021

2.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama : Sesak

Keluhan Tambahan : Demam, batuk

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dibawa keluarga ke IGD RSPHdengan keluhan sesak napas sejak 5
bulan dan memberat 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak saat aktivitas sedang.
Tidak ada mengi. Batuk sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk terkadang
berdahak, dengan dahak berwarna hijau. Demam sejak 9 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pasien merasa mudah lelah saat beraktivitas. Nafsu makan menurun

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien memiliki riwayat TB paru 5 tahun yang lalu, meminum OAT 6 bulan tuntas.

Riwayat Pengobatan :
Meropenem, gentamisin, ceftriaxone, curcuma, paracetamol, erdomex, lapifed

4
5

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat Sosial
Pasien sehari-hari bekerja sebagai petani. Pasien aktif merokok dan pasien dapat
menghabiskan rokok 1 bungkus per hari

2.3 Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital
 Keadaan umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis (GCS: E4M6V5)
 Tekanan darah : 117/75 mmHg
 Frekuensi nadi : 86 kali/menit
 Frekuensi nafas : 29 kali/menit
 Suhu : 36,7
 SpO2 : 97% (dengan oksigen)

PEMERIKSAAN FISIK PARU

 Inspeksi :
- Statis : Simetris
- Dinamis : Simetris
 Palpasi
- Fremitus taktil normal
 Perkusi
- Dextra : Sonor
- Sinistra : Sonor
 Auskultasi
- Atas : Dextra et sinistra : Vesikuler (+/+), ronkhi (-), wheezing (-)
- Tengah : Dextra et sinistra : Vesikuler (+/+), ronkhi (-), wheezing (-)
- Bawah : Dextra et sinistra : Vesikuler (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (-)
6

Status Generalisata
 Kulit : Ikterus (-), sianosis (-)
 Kepala : Rambut hitam keputihan
 Wajah : Simetris, edema (-)
 Mata : Konjungtiva palpebra inferior tidak pucat, sklera tidak ikterik
 Telinga : Sekret (-)
 Hidung : Nafas cuping hicung (-), sekret (-)
 Mulut : Leukoplakia (-), sianosis (-)
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
 Paru : Simetris, Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Ronkhi (+/+) 1/3 bawah
paru bilateral

 Jantung : BJ I > BJ II, bising tidak ada


 Abdomen : Soepel, peristaltik kesan normal
 Genitalia : Tidak diperiksa
 Anus : Tidak diperiksa
 Ekstremitas : Edema dan pucat pada keempat ekstremitas (-)

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium Darah
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 08 Oktober 2021
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium darah

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGI
DARAH RUTIN
Hemoglobin 10,5 14,0-17,0 g/dL
Hematokrit 32 45-55 %
Eritrosit 3,9 4,7-6,1 106/mm3
Leukosit 9,6 4,5-10,5 103/mm3
Trombosit 298 150-450 103/mm3
7

MCV 82 80-100 fL
MCH 27 27-31 pg
MCHC 33 32-36 %
RDW 14,6 11,5-14,5 %
MPV 8,6 7,2-11,1 fL
PDW 8,7 fL
Hitung Jenis :
Eosinofil 27 0-6 %
Basofil 1 0-2 %
Neutrofil Batang 0 2-6 %
Neutrofil Segmen 33 50-70 %
Limfosit 34 20-40 %
Monosit 5 2-8 %
KIMIA KLINIK
HATI & EMPEDU
AST/SGOT 21 <35 U/L
ALT/SGPT 21 <45 U/L
Albumin 3,40 3,5-5,2 g/dL
ELEKTROLIT
Kalsium (Ca) 8,6 8,6-10,3 mg/dL
DIABETES
Gluksa Darah Sewaktu 112 < 200 mg/dL
GINJAL-HIPERTENSI
Ureum 25 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,80 0,67-1,17 mg/dL
ELEKTROLIT – Serum
Natrium (Na) 145 132-146 Mmol/L
Klorida (Cl) 108 98-106 Mmol/L
8

b. Foto Thorax ( 8 Oktober 2021)

Foto Thorax AP

Pulmo : Tampak bekas TB diapeks


paru kanan dan kiri.
Tampak infiltrat di paru kanan dan
kiri.
Cor : Kesan Normal

Kesimpulan:
Pneumonia
Bekas TB

2.5 DIAGNOSIS KERJA


1. Pneumonia CAP
2. Bekas TB
2.6 TATALAKSANA
1. Oksigen 1-2 lpm nasal kanul (KP)
2. IVFD NACL 0,9 % 20 tpm
3. Injeksi cefoperazone sulbactam 1 gr per 12 jam
4. Paracetamol 3 x 500 mg PO
5. Curcuma 3x C1 PO
6. Fluimucyl sirup 3x C1 PO
9

2.7 PLANNING
a. Pantau KU, TTV dan saturasi
b. Darah rutin 3 hari post antibiotik
c. Foto thorax 5 hari post antibiotik
d. Kultur sputum

2.8 Follow Up Harian


Tabel 2. Follow Up Pasien Harian

Tanggal/Hari
Catatan Instruksi
rawatan
S/ Sesak napas, batuk dan nasal Th/
kanul 3L/menit - IVFD NACL 0,9 % 20 tpm
O/ - O2 3 L/menit
Kes: Kompos mentis - Cefoperazon 1 gr/12 jam IV
TD: 120/79 mmHg - Paracetamol 500
HR: 82 x/menit mg/8jam PO
RR: 22 x/menit - Curcuma 1 tab/8 jam PO
T: 36oC - Flumucyl sirup 1C/8jam PO
9/10/2021 SpO2 : 97 % dengan nasal kanul 3 - Pulmicort 1 rsp/12 jam
Hari rawatan lpm Nebul
ke-1 Pf Paru : - Sucralfat sirup 1C/8 jam PO
I : Simetris statis dan dinamis P/
P :SF kanan = SF kiri - Evaluasi KU dan saturasi
P : Sonor/sonor - Cek darah rutin post 3 hari
A : Ves (+/+), Rh (+/+) Wz (-/-) antibiotik
A/ - Cek rontgen thoraks post 5
- Pneumonia CAP hari antibiotik
- Bekas TB - Kultur sputum mo gram
10

S/ Sesak napas, batuk dan nasal Th/


kanul 3L/menit - IVFD NACL 0,9 % 20 tpm
O/ - O2 3 L/menit
Kes: Kompos mentis - Cefoperazon 1 gr/12 jam IV
TD: 115/65 mmHg - Paracetamol 500
HR: 52x/menit mg/8jam PO
RR: 20 x/menit - Curcuma 1 tab/8 jam PO
T: 36,7oC - Flumucyl sirup 1C/8jam PO
10/10/2021 SpO2 : 99 % dengan nasal kanul 2 - Pulmicort 1 rsp/12 jam
Hari rawatan lpm Nebul
ke-2 Pf Paru : - Sucralfat sirup 1C/8 jam PO
I : Simetris statis dan dinamis P/
P :SF kanan = SF kiri - Evaluasi KU dan TTV
P : Sonor/sonor - Cek darah rutin post 3 hari
A : Ves (+/+), Rh (-/-) Wz (-/-) antibiotik
A/ - Cek rontgen thoraks post 5
- Pneumonia CAP hari antibiotik
- Bekas TB - Kultur sputum mo gram
S/ Sesak napas, batuk dan nasal Th/
kanul 4L/menit - IVFD NACL 0,9 % 20 tpm
O/ - O2 4 L/menit
Kes: Kompos mentis - Cefoperazon 1 gr/12 jam IV
TD: 11/75 mmHg - Paracetamol 500
11/10/2021
HR: 86x/menit mg/8jam PO
Hari rawatan
RR: 20 x/menit - Curcuma 1 tab/8 jam PO
ke-3
T: 36,6oC - Flumucyl sirup 1C/8jam PO
SpO2 : 97 % dengan nasal kanul 4 - Pulmicort 1 rsp/12 jam
lpm Nebul
Pf Paru : - Sucralfat sirup 1C/8 jam PO
11

I : Simetris statis dan dinamis P/


P :SF kanan = SF kiri - Evaluasi KU dan TTV
P : Sonor/sonor - Cek darah rutin post 3 hari
A : Ves (+/+), Rh (-/-) Wz (-/-) antibiotik
A/ - Cek rontgen thoraks post 5
- Pneumonia CAP hari antibiotik
- Bekas TB - Cek darah lengkap, elektolit
dan faktor koagulan
- Kultur sputum mo gram
- Rontgen thoraks
S/ Sesak napas dan batuk Th/
O/ - IVFD NACL 0,9 % 20 tpm
Kes: Kompos mentis - Cefoperazon 1 gr/12 jam IV
TD: 115/80 mmHg - Paracetamol 500
HR: 82x/menit mg/8jam PO
RR: 20 x/menit - Curcuma 1 tab/8 jam PO
T: 36,5oC - Flumucyl sirup 1C/8jam PO
SpO2 : 97 % - Pulmicort 1 rsp/12 jam
Pf Paru : Nebul
12/10/2021
I : Simetris statis dan dinamis - Sucralfat sirup 1C/8 jam PO
Hari rawatan
P :SF kanan = SF kiri P/
ke-4
P : Sonor/sonor - Evaluasi KU dan TTV
A : Ves (+/+), Rh (-/-) Wz (-/-) - Cek darah rutin post 3 hari
A/ antibiotik, elektrolit dan
- Pneumonia CAP faktor koagulasi
- Bekas TB - Rontgen thoraks post 5 hari
antibiotik
- Kultur sputum mo gram
- Foto thoraks
12

Th/
S/ Batuk dan sesak napas (-)
- IVFD NACL 0,9 % 20 tpm
O/
- Cefoperazon 1 gr/12 jam IV
Kes: Kompos mentis
- Paracetamol 500
TD: 109/53 mmHg
mg/8jam PO
HR: 62x/menit
- Curcuma 1 tab/8 jam PO
RR: 22 x/menit
- Flumucyl sirup 1C/8jam PO
T: 36,oC
- Pulmicort 1 rsp/12 jam
13/10/2021 SpO2 : 97 %
Nebul
Hari rawatan Pf Paru :
ke-5 - Sucralfat sirup 1C/8 jam PO
I : Simetris statis dan dinamis
P/
P :SF kanan = SF kiri
- Evaluasi KU dan saturasi
P : Sonor/sonor
- Cek darah rutin dan faktor
A : Ves (+/+), Rh (-/-) Wz (-/-)
koagulasi
A/
- Rontgen thoraks susul hasil
- Pneumonia CAP
- Kultur sputum mo
- Bekas TB
gram susul hasil
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Pneumonia merupakan suatu peradangan parenchym paru-paru, mulai dari
bagian alveoli sampai bronhus, bronchiolus, yang dapat menular, dan ditandai dengan
adanya konsolidasi, sehingga mengganggu pertukaran oksigen dan carbon dioksida di
paru-paru.7 Pneumonia dikenal dalam 2 bentuk berdasarkan sumber infeksi yaitu:
community-acquired pneumonia (CAP) dan hospital-acquired pneumonia (HAP).
Community-acquired pneumonia (CAP) ditimbulkan oleh berbagai etiologi seperti
bakteri, virus, mikoplasma, jamur dan bahan kimia atau benda asing yang ada
dilingkungan masyarakat sehingga mudah menyerang anak-anak.8
Community-acquired Pneumonia (CAP) adalah pneumonia pada masyarakat,
yang terjadi melalui inhalasi atau aspirasi mikroba patogen ke paru-paru (lobus paru).
Penyebabnya 85% disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, Haemophylus
influenzae, dan Moraxella catarrhalis. 7

3.2 Etiologi
Etiologi CAP ialah kuman-kuman yang biasa didapatkan pada masyarakat
luas, seperti kokus gram positif (terutama Pneumococus dan Staphylcocus), basil
gram negatif (terutama Haemophillus influenzae), bakteri anaerob, berbagai virus
(misalnya virus inluenza) dan kuman-kuman lain, baik sebagai etiologi tunggal
ataupun kombinasi.9 Biasanya CAP dimulai dengan serangan ISPA akut yang
kemudian berlangsung berkepanjangan sampai akhirnya menjadi pneumonia.9

13
14

Tabel 3. Bakteri penyebab Community-acquired pneumonia (CAP) berdasarkan


tempat rawatan10

Hospitalized Patient
Rawat Jalan
Non-ICU ICU
Streptococus pneumoniae Streptococus pneumoniae Streptococus pneumoniae
Mycopplasma pneumonia Mycopplasma pneumonia Staphylococus aureus
Haemophilus influenza Chlamydia pneumonia Legionella spp.
Chlamydia pneumonia Haemophilus influenza Basil gram negatif
Respiratory viruses Legionella spp. Haemophilus influenza
Respiratory viruses

3.3 Epidemiologi
Pneumonia di Amerika merupakan penyebab kematian ke-4 pada usia lanjut,
dengan angka kematian 169,7 per 100.000 penduduk. Pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor sembilan di Brunei, nomor tujuh di Malaysia, nomor tiga
di Singapura, nomor enam di Thailand, dan nomor tiga di Vietnam. Data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa prevalens pneumonia di
Indonesia adalah 0,63%. Lima provinsi di Indonesia yang mempunyai insidens dan
prevalens pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur,
Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan.2 Bakteri penyebab
CAP yang sering ditemukan adalah Streptococcus pneumonia, dimana bakteri ini
banyak ditemukan pada kasus di negara berkembang.8

3.4 Patofisiologi

Pneumonia terjadi akibat proliferasi mikroba patogen pada tingkat alveolus


dan respons pejamu terhadap patogen tersebut. Mikroorganisme mendapatkan akses
ke saluran pernapasan bagian bawah dalam beberapa cara. Yang paling umum adalah
dengan aspirasi dari orofaring. Aspirasi sering terjadi selama tidur (terutama pada
orang tua) dan pada pasien dengan penurunan tingkat kesadaran. Pneumonia jarang
15

terjadi melalui penyebaran hematogen (misalnya, dari endokarditis trikuspid) atau


dengan perluasan yang berdekatan dari rongga pleura atau mediastinum yang
terinfeksi. 11
Faktor mekanis sangat adalah pertahanan penjamu. Rambut hidung dan
turbinasi nares berfungsi menangkap partikel yang lebih besar yang dihirup sebelum
mencapai saluran pernapasan bagian bawah. Stuktur percabangan trakeobronkial akan
menangkap mikroba pada lapisan saluran napas, di mana pembersihan mukosiliar dan
faktor antibakteri lokal membersihkan atau membunuh patogen. Refleks muntah dan
batuk merupakan sistem pertahanan penting saat terjadi aspirasi. Selain itu, flora
normal yang menempel pada sel-sel mukosa orofaring, yang komponennya sangat
konstan, mencegah ikatan bakteri patogen dan dengan demikian menurunkan risiko
pneumonia.11
Ketika barriers tidak bekerja secara optimal atau ketika mikroorganisme
cukup kecil untuk dihirup ke tingkat alveolar, maka makrofag di alveoli akan secara
efektif dalam membersihkan dan membunuh patogen. Makrofag dibantu oleh protein
yang diproduksi oleh sel epitel alveolus (misalnya, protein surfaktan A dan D) dan
yang memiliki sifat aktivitas antibakteri atau antivirus. Setelah ditelan oleh makrofag,
patogen akan dieliminasi dan tidak lagi infeksius. Ketika makrofag di alveoli tidak
mampu menelan atau membunuh mikroorganisme lagi karena kapasitasna terlampaui,
maka terjadi pneumonia klinis. Dalam situasi itu, makrofag dialveoli memulai respon
inflamasi untuk meningkatkan pertahanan saluran pernapasan bagian bawah. Respon
inflamasi penjamu memicu sindrom klinis pneumonia. Pelepasan mediator inflamasi,
seperti IL-1 dan faktor nekrosis tumor, menyebabkan demam. Kemokin, seperti IL-8
dan faktor perangsang koloni granulosit, merangsang pelepasan neutrofil dan daya
tariknya ke paru, menghasilkan leukositosis perifer dan meningkatkan sekresi purulen.
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh makrofag dan neutrofil membuat kebocoran
kapiler alveolar yang terlihat pada sindrom gangguan pernapasan akut, meskipun
pada pneumonia kebocoran ini terlokalisir. Bahkan eritrosit dapat melintasi membran
kapiler-alveolar, dengan konsekuensi hemoptisis. Kebocoran kapiler menghasilkan
infiltrat radiografi dan ronki yang terdeteksi pada auskultasi, dan hipoksemia akibat
16

pengisian alveoli. Selain itu, beberapa bakteri patogen tampaknya mengganggu


vasokonstriksi hipoksemia yang biasanya terjadi pada alveoli berisi cairan, dan
gangguan ini dapat menyebabkan hipoksemia berat. Peningkatan dorongan
pernapasan pada sindrom respons inflamasi sistemik menyebabkan alkalosis
respiratorik. Penurunan kepatuhan karena kebocoran kapiler, hipoksemia,
peningkatan dorongan pernapasan, peningkatan sekresi, dan kadang-kadang
bronkospasme terkait infeksi semuanya menyebabkan dispnea. Jika cukup parah,
perubahan mekanika paru akibat penurunan volume dan komplians paru serta pirau
darah intrapulmonal dapat menyebabkan gagal napas dan kematian.11
Kehadiran mikrobiota alveoli normal meningkatkan kemungkinan jalur
alternatif untuk pengembangan pneumonia. Mikrobiota ini mirip dengan mikrobiota
orofaringeal; keduanya didominasi gram positif berbeda dengan lingkungan gram
negatif dari mikrobiota gastrointestinal normal. Invasi patogen ke saluran pernapasan
bawah menyebabkan pneumonia, perubahan dalam pertahanan penjamu
memungkinkan pertumbuhan patogen yang lebih dari satu komponen flora bakteri
normal. Fakta bahwa banyak patogen CAP merupakan komponen mikrobiota alveoli
normal mendukung model patogenesis alternatif ini. 11

3.5 Klasfikasi
Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemilogi serta letak anatomi.12
a. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi
1. Pneumonia Komunitas (PK) adalah pneumonia infeksius pada seseorang yang
tidak menjalani rawat inap di rumah sakit.
2. Pneumonia Nosokomial (PN) adalah pneumonia yang diperoleh selama
perawatan di rumah sakit atau sesudahnya karena penyakit lain atau prosedur.
3. Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari lambung,
baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada paru bukan
merupakan infeksi tetapi dapat menjadi infeksi karena bahan teraspirasi
mungkin mengandung bakteri aerobic atau penyebab lain dari pneumonia.
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia yang
terjadi pada penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah.
17

b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi


1. Pneumonia lobaris Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu bagian
besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal
sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.
2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) Bronkopneumonia terjadi pada
ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk
membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya.
3. Pneumonia interstisial Proses implamasi yang terjadi di dalam dinding
alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.

3.6 Manifestasi Klinis


Gambaran pneumonia klasik atau khas ditandai dengan onset akut gejala
saluran pernapasan bagian bawah bersamaan dengan temuan radiografi yang
konsisten. Demam, batuk, inflamasi pada pleura, dispnea, dan peningkatan produksi
dahak adalah gejala umum pneumonia. Pada banyak pasien ditemukan gejala
pneumonia yang atipikal dan ditandai terutama oleh gejala non-pernapasan seperti
malaise, mialgia, kebingungan, dan diare. Gambaran klinis seperti ini sering ditemui
pada orang tua dan frekuensinya kini semakin meningkat yang menyebabkan
keterlambatan terapi dan peningkatan mortalitas. Pemeriksaan fisik didapatkan
retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat bernapas, takipneu, kenaikan
atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan
konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernapasan bronkial, pleural
friction rub.13,14

3.7 Diagnosis
Konfirmasi diagnosis dan penilaian kemungkinan etiologi diperlukan.
Meskipun tidak ada data yang menunjukkan bahwa pengobatan yang diarahkan pada
patogen spesifik lebih unggul daripada pengobatan empiris, diagnosis etiologi
memungkinkan penyempitan rejimen empiris, identifikasi organisme dengan
implikasi keamanan publik (misalnya, Mycobacterium tuberculosis, virus influenza),
dan pemantauan kerentanan antibiotik. 13
18

• Pemeriksaan radiologis
Foto thorax sering diperlukan untuk membedakan CAP dari kondisi
lain.Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan
pemeriksaan penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis
pneumonia. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsoludasi
dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran
kavitas. 13,14
• Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumna menandai adanya infeski bakteri, leukosit normal/rendah
dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikroplasma atau pada infeksi ang berat
sehingga tidak terjadi respon leukosit, orang tua atau lemah. Peningkatan jumlah
leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul, Leukosit polimorfonuklear dengan
banyak bentuk. Meskipun dapat pula ditemukan leukopenia, leukopenia
menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram
Negatif atau Streptococus aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan
kekebalan. Hitung jenis menunjukkan shift to the left, dan LED meningkat.13,14
• Pemeriksaan bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk
mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen
polisakarida pneumokokkus. Kultur kuman merupakan pemeriksaan untma pra
terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya13,14
• Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan parsial
karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis
respiratorik.13,14
19

Skor CURB-65 adalah penilaian terhadap setiap faktor risiko yang diukur.
Setiap nilai faktor risiko dinilai satu. CURB-65 dikembangkan untuk memprediksi
risiko kematian 30 hari. Faktor-faktor risiko tersebut adalah: 15

1. Confussion, didefinisikan sebagai disorientasi pada orang, waktu dan


tempat
2. Urea> 7 mmol/L atau BUN (Blood Urea Nitrogen) > 19 mg/dL
3. Respiratory Rate ≥ 30 / menit
4. Blood Pressure : Sistolik < 90 mmHg atas Diastolik ≤ 60 mmHg
5. Age≥ 65 Tahun

Tabel 4. Angka kematian pneumonia komunitas dalam 30 hari berdasarkan CURB-

6515

Skor CURB-65 Angka kematian (30 hari)


0 0,7%
1 3,2%
2 3%
3 17%
4 41,5%
5 57%

Skor PSI adalah skor dengan 20 variabel yang mengklasifikasikan pasien ke


dalam lima kategori risiko. Tujuan dari sistem skoring ini adalah untuk
mengidentifikasi pasien dengan risiko kematian dan rencana perawatan pasien untuk
rawat jalan atau rawat inap.16
20

Tabel 5. Penilaian beratnya pneumonia menggunakan skor PSI16

Karakteristik Pasien Nilai


Umur Pasien
 Laki-laki Umur (tahun)
 Perempuan Umur (tahun) – 10
 Penghuni panti werda +10
Penyakit Komorbid
 Keganasan +30
 Penyakit hati +20
 Penyakit jantung kongestif +10
 Penyakit serebrovaskular +10
 Penyakit ginjal +10
Pemeriksaan fisik
 Gangguan kesadaran +20
 Frekuansi napas >30x/menit +20
 Tekanan darah sistolik <90 mmHg +20
 Suhu tubuh <35°C atau >s 40°C +15
 Frekunesi nadi >125 x/menit +10
Hasil laboratorium
 pH < 7,35 +30
 BUN > 10.7 mmol/L atau BUN > 29 mg/dL +20
 Natrium < 130 mEq/L +20
 Glukosa > 13.9 mmol/L atau Glukosa > 250 mg/dL +10
 Hematokrit < 30 % +10
 Tekanan O2 darah arteri < 60 mmHg +10
 Efusi Pleura +10
21

Skor PSI diklasifikasikan ke dalam kelompok I, II, III, IV, dan V. Pasien
dikelompokkan menjadi dua tingkat risiko: risiko rendah (kelompok I-III) dan risiko
tinggi (kelompok IV- V).16

Tabel 6. Derajat risiko dan rekomendasi perawatan menurut PSI15,16


Kelas Risiko Total Skor Risiko Mortalitas Perawatan
I Usia < 50 tahun, tidak Risiko rendah 0,1% Rawat Jalan
ada komorbiditas,
temuan fisik dan
laboratorium
II <70 Risiko rendah 0,6% Rawat Jalan
Rawat Inap
III 71-90 Risiko rendah 0,9%
singkat
IV 91-130 Risiko tinggi 9,3% Rawat Inap
V >130 Risiko tinggi 27,0% Rawat Ina

3.8 Diagnosis Banding

1. Diagnosis banding pneumoniayaitu : 14


2. Tuberculosis paru (tb)
3. Atelektasis
4. Chronic obstructive pulmonary disease (copd)
5. Bronkhitis
6. Asma bronkhiale

3.9 Tatalaksana

Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan


antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian antibitotik
bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman penyebab infeksi, akan
tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan antibiotik empiris dan terapi suportif
perlu diberikan untuk menjaga kondisi pasien.11
22

Tindakan suportif meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa


(SaO2 > 92%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas
hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas
positif kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin
diperlukan pada gagal napas. Bila demam atau nyeri pleuritik dapat diberikan
antipiretik analgesik serta dapat diberika mukolitik atau ekspektoran untuk
mengurangi dahak.14

Tabel 7. Pemberian terapi empiris pada pasien pneumonia berdasarkan status


perawatan11

Terapi Pasien Rawat Jalan

 Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa riwayat pemakaian antibiotic 3 bulan
- Makrolid (claritromisin (500 mg PO 2 kali sehari) atau azitromisin 500
mg sekali, kemudian 250 mg setiap hari) ATAU
- Doxysiklin (100 mg PO 2 kali sehari)
 Pasien dengan komorbid pemakaian antiobiotik 3 bulan sebelumnya
- Fluorokuinolon respirasi (Moxiflosasin 400 mg PO setiap hari, gemifloksasin
320 mg PO setiap hari, Levofloksasin 750 mg setiap hari) ATAU
- β laktam (lebih baik: amoksisilin dosis tinggi 1 g 3 kali sehari atau
amoksisilin / clavulanat 2 g 2 kali sehari ; alternatif: ceftriaxone 1-2 g IV
setiap hari, cefpodoxime 200 mg PO 2 kali sehari, atau cefuroxime 500mg PO
2 kali sehari) ditambah makrolid
 Pada daerah dengan angka infeksi tinggi dan dengan resisitensi tinggi makrolid
terhadap S.pneumoniae , dipertimbangkan antibiotik sesuai poin 2
Rawat Inap tidak di ICU

 Fluorokuinolon respirasi (moxifloxacin 400 mg PO atau IV setiap hari atau


levofloxacin 750 mg PO atau IV setiap hari) ATAU
 β laktam (ceftriaxone 1-2 g IV setiap hari, ampicillin 1-2 g IV setiap 4-6 jam,
cefotaxime 1-2 g IV setiap 8 jam, ertapenem 1 g IV setiap hari) ditambah makrolid
Rawat Inap di ICU

Tidak ada faktor risiko pseudomonas


 β laktam (sefotaksim, seftriakson, atau ampisilin sulbaktam) ditambah makrolid
baru atau fluorokuinolon respirasi intravena (IV)
23

Bila ada faktor risiko pseudomonas:


 Antipneumokokal, antipseudomonas β laktam (piperacilin/tazobaktam 4,5 g IV
setiap 6 jam, sefepime 1-2 g IV setiap 12 jam, imipenem 500 mg IV setiap 6 jam
atau meropenem1 g IV setiap 8 jam) ditambah levofloksasin 750 mg setiap hari
ATAU
 β laktam seperti tersebut di atas di tambah aminoglikosida (amikasin 15 mg/kg
setiap hari atau tobramisin 1,7 mg/kg setiap hari) ditambah azitromisin ATAU
 β laktam seperti tersebut di atas ditambah aminoglikosida dan
antipneumokokal fluorokuinolon (untuk pasien yang alergi penisilin, β laktam
diganti dengan aztreonam) Bila curiga dengan infeksi MRSA Tambahkan
vankomisin atau linezolid

3.10 Prognosis dan Komplikasi

Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan


komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko tinggi,
mungkin mengalami beberapa komplikasi seperti bakteremia (sepsis), abses paru,
efusi pleura, dan kesulitan bernapas.Efusi parapneumonik sering menjadi komplikasi
pneumonia. Sebagian besar dari kasus ini merupakan eksudat inflamasi yang steril
dan tidak memerlukan perubahan tatalaksana. Namun, ketika mikroorganisme
melewati rongga pleura, akumulasi cairan yang berlebihan dapat terjadi, yang
kadangkadang berkembang menjadi empiema. Dalam kasus ini, drainase harus segera
dilakukan untuk mempercepat pemulihan klinis dan mencegah keterbatasan
fungsional residual paru.10,11,14
Abses paru dapat terjadi pada pneumonia. Hal ini terjadi akibat aspirasi
anaerob oral atau nekrosis jaringan paru. Drainase perkutaneus umumnya tidak
direkomendasikan karena dapat menyebarkan infeksi pada rongga pleura yang masih
steril. Intervensi bedah mungkin diperlukan pada komplikas abses paru yaitu berupa
lobektomi atau pneumonektomi dan biasanya dilakukan untuk abses yang sangat
besar.19 Komplikasi kardiovaskular sering terjadi pada pasien yang dirawat di rumah
sakit dengan pneumonia. Kejadian ini termasuk infark miokard dan aritmia,
khususnya fibrilasi atrium, dan berhubungan dengan peningkatan mortalitas. 10,11,14
24

Prognosis CAP tergantung pada usia pasien, penyakit penyerta, dan tempat
pengobatan (rawat inap atau rawat jalan). Pasien muda tanpa penyakit penyerta dapat
sembuh dengan baik dan biasanya sembuh total setelah ~2 minggu. Pasien yang
lebih tua dan mereka yang memiliki kondisi komorbid dapat membutuhkan waktu
beberapa minggu lebih lama untuk pulih sepenuhnya. Tingkat kematian keseluruhan
untuk kelompok rawat jalan adalah <5%. Untuk pasien yang membutuhkan rawat
inap, angka kematian keseluruhan berkisar antara 2 sampai 40%, tergantung pada
kategori pasien dan proses perawatan, terutama pemberian antibiotik yang tepat
sesegera mungkin.11
BAB IV
ANALISIS KASUS

Telah diperiksa pasien laki-laki dengan inisial Tn. HY usia 63 tahun


dengankeluhan sesak napas. Keluhan dirasakan sejak 5 bulan dan memberat 10 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dirasakan terus menerus dan dirasakan saat
pasien melakukan aktivitas sedang. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca, debu dan
tidak diikuti suara mengi. Pasien mengeluhkan batuk sejak 7 hari sebelum masuk
rumah sakit. Batuk terkadang berdahak, dengan dahak berwarna hijau. Pasien juga
mengeluh demam sejak 9 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasa mudah
lelah saat beraktivitas. Sebelumnya pasien pernah di rawat di RS lain diberikan
gentamisin dan meropenem sehingga batuk berkurang.
Manifestasi klinis pada pasien yang terdiagnosis pnumonia yaitu adanya
sesak napas,demam, batuk dengan atau tanpa dahak. Pada banyak pasien ditemukan
gejala pneumonia yang atipikal dan ditandai terutama oleh gejala non-pernapasan
seperti malaise, mialgia, kebingungan, dan diare. 13,14
Pasien mengeluh cepat lelah
saat melakukan aktivitas, keluhan merupakan salah satu gejala non-pernapasan.
Adanya gejala sesak nafas pada pasien pneumonia dapat terjadi karena
penumpukan sekret atau dahak pada saluran pernapasan sehingga udara yang masuk
dan keluar pada paru-paru mengalami hambatan.17
Pasien mengeluh mudah lelah saat melakukan aktivitas. Gejala lemas/
kelelahan juga merupakan tanda dari Pneumonia, hal ini disebabkan karena adanya
sesak yang dialami pasien sehingga kapasitas paru-paru untuk bekerja lebih dari batas
normal dan kebutuhan energi yang juga terkuras akibat usaha dalam bernapas.18
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien, saat inspeksi didapatkan
dinding dada kiri dan kanan simteris dalam keadaan statis dan dinamis. Pada saat
palpasi,stem fremitus kanan sama dengn stem fremitus kiri. Pada perkusi didapatkan
hasil sonor pada thoraks kana dan kiri. Pada auskultasi didapatkan suara vesikuler dan

25
suara ronkhi di kedua basal. Ronkhi terjadi akibat lendir di dalam jalur udara,
mendesis karena inflamasi di dalam jalur udara yang lebih besar.18
Dari anamensis dan pemeriksaan fisik pasien dicurigai menderta pneumonia
CAP (community-acquired pneumonia). Community-acquired pneumoni merupakan
infeksi akut parenkim paru yang disebabkan oleh patogen yang diperoleh di luar
rumah sakit, yaitu, di masyarakat.19 Penegakan diagnosis pneumonia CAP dibuat
berdasarkan manifestasi klinis pasien berupa sesak napas,demam, batuk dengan atau
tanpa dahak. Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan adanya ronkhi.
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pasien meliputi pemeriksaan
darah dan foto thoraks AP. Pada pemeriksaan darah pasien ditemukan hemoglobin
rendah (10,5 g/dL), hematokrit rendah (32%) dan eritrosit rendah (3,9 x 106/mm3).
Pada pasien juga ditemukan hipoalbuminemia (3,40 g/dL).
Untuk memperkuat kecurigaan pneumonia berdasarkan keluhan pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik maka harus dikonfirmasi dengan dilakukan
pemeriksaan foto thoraks AP. Pada hasil pemeriksaan tampak adanya bekas TB di
kedua apeks paru dan infiltrat billateral. Trachea tampak berada ditengah dan sinus
costophrenicus tajam. Jantung kesan normal. Terdapat gambaran bekas TB pada foto
thorax dikarena pasien memiliki riwayat TB paru 5 tahun yang lalu dan pasien tuntas
minum obat selama 6 bulan.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan maka pasien dapat didiagnosa pneumonia CAP (community-acquired
pneumonia).
Pasien diberikan terapi oksigen sebanyak 2 liter permenit yang bertujuan
untuk mengurangi sesak napas pada pasien. Pasien diberikan terapi cairan NACL 0,9%
20 tetes pemenit secara intravena. Pasien juga diberikan antibiotik cefoperazone
sulbactam 1 g per 12 jam IV, paracetamol 500 mg per 8 jam PO, curcuma 1 sendok
per 8 jam PO dan fluimucyl 1 sendok per 8 jam PO.

26
BAB V
KESIMPULAN

Pneumonia adalah suatu peradangan parenkim paru distal dari bronkiolus


terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia
dibedakan menjadi dua berdasarkan tempat didapatkannya kuman, yaitu pneumonia
komuniti dan pneumonia nosokomial. Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan protozoa.

Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap,


pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan menggunakan
foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama (gold standard)
untuk menegakkan diagnosis pneumonia.

Pneumonia CAP menyumbang 3-5 kasus per 1000 orang setiap tahun,
khususnya pada lansia dengan peningkatan angka kejadian 10 kali lipat. Pneumonia
CAP merupakan masalah penting yang berhubungan dengan morbiditas, mortalitas,
dan biaya yang signifikan. Maka perlu dilakukan terapi yang tepat dan cepat untuk
mengurangi angka mortalitas pada pasien pneumonia.

27
DAFTAR PUSTAKA
1. Tambun SH, Puspitasari I, Laksanawati IS. Evaluasi Luaran Klinis Terapi
Antibiotik pada Pasien Community Acquired Pneumonia Anak Rawat Inap. J
Manaj DAN PELAYANAN Farm (Journal Manag Pharm Pract. 2019;9(3):213.

2. Irawan R, Reviono, Harsini. Korelasi Kadar Copeptin dan Skor PSI dengan
Waktu Terapi Sulih Antibiotik Intravena ke Oral dan Lama Rawat Pneumonia
Komunitas. J Respirasi Indones. 2019;39(1):44–53.

3. Shoar S, Musher DM. Etiology of community-acquired pneumonia in adults: a


systematic review. Pneumonia. 2020;12(1).

4. Sari IP, Nuryastuti T, Asdie RH, Pratama A, Estriningsih E. Perbandingan Pola


Terapi Antibiotik pada Community- Acquired Pneumonia (CAP) di Rumah
Ssakit Tipe A dan B. J Manaj dan Pelayanan Farm. 2017;7(4):168–74.

5. Wijaya AM, Herawati F, Yulia R. Kajian Literatur: Efektivitas Antibiotik


Golongan Beta-Laktam pada Pasien Lansia dengan Pneumonia Komunitas. J
Sains Farm Klin. 2021;8(2):80.

6. Sutanegara AAPPD, Artana IGNB, Andrika P. Pola kuman penyebab


community-acquired pneumonia (CAP) dan kepekaannya terhadap antibiotika
di RSUP SANGLAH DENPASAR. J Med Udayana. 2019;41(2).

7. Warganegara E. Pneumonia Nosokomial: Hospital-Acquired, Ventilator-


Associated, dan Health Care-Associated. J Kedokt Unila. 2017;1(3):612–8.

8. Wintari PN, Purniti PS. Hubungan status gizi terhadap angka kejadian
community-acquired pneumonia ( CAP ) pada balita di RSUP Sanglah
Denpasar. Intisari Sains Medis. 2018;9(3):10–3.

9. Danusantoso H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: EGC; 2016.

10. Loscalzo J. Harrison’s Pulmonary and Critical Care Medicine 3rd Edition.
United States: Mc Graw Hill Education; 2017.

11. Jameson JL, Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Loscalzo J.
Harrison’s Principles Of Internal Medicine 20th Edition. United States: Mc
Graw Hill Education; 2018.

12. Hariadi S, Winariana, Wibisono m. J. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru.


Surabaya: Departemen Ilmu penyakit Paru FK Unair RSUD Dr. Soetomo

28
Surabaya; 2010.

13. Jameson JL, Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Loscalzo J.
Harrison’s Manual Of Medicine 20th Edition. United States: Mc Graw Hill
Education; 2020.

14. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, K MS, Setiyohadi B, Syam AF. Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing; 2014.

15. Wiersinga WJ, Nvmm PMJB, Nvalt WGB. Management of community-


acquired pneumonia in adults: 2016 guideline update from the Dutch Working
Party on Antibiotic Policy (SWAB) and Dutch Association of Chest Physicians
(NVALT) W. Neth J Med. 2018;76(1):4–13.

16. Satici C, Demirkol MA, Sargin Altunok E, Gursoy B, Alkan M, Kamat S, et al.
Performance of pneumonia severity index and CURB-65 in predicting 30-day
mortality in patients with COVID-19. Int J Infect Dis. 2020;98:84–9.

17. Quinton LJ, Walkey AJ, Mizgerd JP. Integrative physiology of pneumonia.
Physiol Rev. 2018;98(3):1417–64.

18. Mani CS. Acute Pneumonia and Its Complications. Princ Pract Pediatr Infect
Dis. 2018;2:238–49.

19. Leung AKC, Wong AHC, Hon KL. Community-Acquired Pneumonia in


Children. 2018;(403):136–44.

29

Anda mungkin juga menyukai