Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

Pembimbing :

dr. Suginem Mudjiantoro, Sp.Rad(K) Onk.Rad

Oleh:
Indri Hasanah Rizki Lingga

2016730049

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
PERIODE 21 FEBRUARI – MARET 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayat, serta
kesehatan yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul “ ” sesuai pada waktu yang telah ditentukan.

Laporan ini penulis buat sebagai dasar kewajiban dari suatu proses kegiatan yang
penulis lakukan yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk praktik kehidupan sehari-hari.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Suginem Mudjiantoro, Sp.Rad(K)


Onk.Rad, selaku pembimbing yang telah membantu dalam kelancaran pembuatan laporan
ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada
umumnya.

Penulis harapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk menambah kesempurnaan
laporan penulis. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Jakarta, Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
BAB II.......................................................................................................................................2
KASUS PASIEN.......................................................................................................................2
IDENTITAS PASIEN............................................................................................................2
ANAMNESIS.........................................................................................................................2
PEMERIKSAAN FISIK.........................................................................................................3
STATUS GENERALIS..........................................................................................................4
PEMERIKSAAN PENUNJANG...........................................................................................5
BAB III......................................................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................8
2.1. ANATOMI.................................................................................................................8
2.2. TUBERCULOSIS PARU........................................................................................11
2.2.1 Definisi......................................................................................................................11
2.2.2 Epidemiologi.............................................................................................................11
2.2.3 Etiologi dan Patogenesis............................................................................................12
2.2.4 Klasifikasi..................................................................................................................14
2.2.5 Manifestasi Klinis......................................................................................................17
2.2.6 Pemeriksaan Fisik......................................................................................................18
2.2.7 Pemeriksaan Peninjang..............................................................................................19
2.2.8 Penatalaksanaan.........................................................................................................21
2.2.9 Komplikasi dan Prognosis.........................................................................................26
BAB IV................................................................................................................................27
ANALISA KASUS..............................................................................................................27
ANAMNESIS......................................................................................................................27
PEMERIKSAAN FISIK....................................................................................................27
PEMERIKSAAN PENUNJANG......................................................................................28
RESUME.............................................................................................................................29
BAB V..................................................................................................................................30
KESIMPULAN...................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................31
BAB I

PENDAHULUAN

Pemeriksaan Radiologi menupakan salah satu pemeriksaan dibidang medis yang


sangat penting untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit dan sebagai terapi. Penyakit yang
diderita oleh pasien sangat bervariasi, gambaran radiologi yang diberikan sesuai dengan
anatomi organ yang dimaksud.

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular disebabkan oleh infeksi


Mycobacterium tuberculosis Complex, Mycobacterium Bovis dan Mycobacterium Africanum.
Sebagian besar menyerang paru, dapat juga mengenai organ lain. TB sampai dengan saat ini
masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya
pengendalian dengan strategi DOTS.

TB tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian,
baik di negara berkembang maupun di negara maju. Di Indonesia maupun di berbagai
belahan dunia, TB merupakan penyakit menular yang kejadiannya paling tinggi dijumpai di
Cina sebanyak 2 juta orang, urutan kedua dijumpai di India yang mencapai 1,5 juta orang,
dan Indonesia menduduki urutan ketiga degan penderita 583.000 orang.

TB dapat menyerang semua usia (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin maupun
kaya) dan di mana saja. Dengan penambahan kasus sekitar seperempat juta kasus baru TB
tiap tahunnya. Gejala yang sering dikeluhkan dari penderita TB paru dapat berupa gejala
sistemik seperti penurunan berat badan, demam, anoreksia, malaise dan gejala respiratorik
berupa batuk lebih dari 2 minggu, sesak nafas, batuk dada, bahkan nyeri dada.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2 sampai 3
bulan) dan fase lanjutan (4 atau 7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan
obat utama dan tambahan. Pengobatan TB paru disesuaikan dengan klasifikasinya karena ada
perbedaan dalam waktu pengobatan dan jenis obat yang akan diberikan.

1
BAB II

KASUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 31 tahun (13 April 1989)
Alamat : Jalan Bojong Indah III, RT 06/RW 06 Pondok Kelapa, Duren
Sawit. Jakarta Timur
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Status : Menikah
Pekerjaan : Karyawan swasta
No. foto : 12.xxx
Tanggal Pemeriksaan : 4 Desember 2020

ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Batuk tidak berdahak sejak 1 bulan sebelum datang ke Rumah Sakit disertai
sesak dan memberat sejak 1 minggu sebelum datang ke Rumah Sakit dan penurunan
berat badan.

Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang :

Pasien laki-laki usia 31 tahun datang ke Poli Paru RS Islam Jakarta Pondok
Kopi untuk evaluasi TB paru pasca OAT 2 bulan. Datang dengan keluhan batuk, tidak
nafsu makan dan tidak bisa tidur. Keluhan batuk awalnya dirasakan sejak bulan
Agustus dan disertai demam (+), keringat malam (+), sesak (+), nyeri dada (+), nafsu
makan menurun (+), sejak sakit, riwayat penurunan berat badan (+) tidak diketahui
berapa banyak. BAK dan BAB, baik.
Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah mengalami gejala seperti ini. Pasien mengatakan


mempunyai riwayat pneumothorax 2 bulan lalu, tetapi sudah dilakukan WSD.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang pernah atau sedang mengalami keluhan serupa.

Riwayat Alergi:

Pasien menyangkal memiliki riwayat alergi pada debu, makanan, udara,


maupun obat-obatan.

Riwayat Pengobatan:

Pasien sudah berobat ke Poli Paru Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi
dan diberikan OAT kategori I.

Riwayat Psikososial :

Pasien adalah seorang karyawan swasta di perusahaan swasta. Pasien tidak


minum alkohol dan berhenti merokok sekitar 2 bulan yang lalu. Pasien tinggal di
lingkungan yang baik, tetapi di rumah pasien memiliki ventilasi udara yang kurang
baik.

PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan umum : Tampak sakit sedang.

• Kesadaran : Composmentis.

• Tanda vital : Tekanan darah : 121/74 mmHg.

Nadi : 130 x/menit.

Respirasi : 28 x/menit.

Suhu : 36 oC.
STATUS GENERALIS
 Kepala : Normocephal.
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
 Hidung : Simetris, septum deviasi (-), hiperemis (-/-), sekret (-/-).
 Mulut : Sianosis (-/-), faring hiperemis (-/-), tonsil T1-T1.
 Telinga : Normotia, sekret (-/-), perdarahan (-/-), serumen (-/-).
 Leher : pembesaran KGB (-).
 Thoraks :
 Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus cordis teraba di IC V.
Perkusi : Batas jantung kanan IC IV linea parasternalis dextra,
batas jantung kiri IC V linea midclavicula sinistra.
Auskultasi : BJ I & II regular, murmur (-), gallop (-).
 Paru : Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris.
Palpasi : Vocal fremitus dikedua lapang paru.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-).
 Abdomen : Inspeksi : Datar (+), distensi (-), massa (-), ascites (-).
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Palpasi : Nyeri Tekan epigastrium (+) di daerah hypochondrium
kanan, murphy sign (+), tidak teraba massa.
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen.

 Ekstremitas :

Pemeriksaan Extremitas Superior Extremitas Inferior


Peteki (-)/(-) (-)/(-)
Capillary refill time <2 detik/<2 detik <2 detik /<2 detik
Udem (-)/(-) (-) /(-)
Akral Hangat/ Hangat Hangat/ Hangat
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (4/11/2020)

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Complete Hematology

Hemoglobin (L) 13,3 mg/dL 13,5 - 17,5

RDW-CV 14,6 % 12,2 – 14,8

MCV (L) 77 fL 82 – 98

MCH (L) 25 pg 27 – 33

MCHC 33 g/dL 31 – 37

Erythrocyte 5,3 10^6/uL 4,5 – 5,8

Hematocrit 41 % 40 – 50

Leucocytes (H) 17,0 10^3/uL 5.0 – 10.0

Thrombocytes (H) 998 10^3/uL 150 – 400

ESR (H) 74,00 mm 0.00 – 10,49

Diff Count

Basophil 0,2 % 0,0 – 1,49

Eosinophil (L) 0,9 % 1,5 – 4,49

Neutrophil (H) 80,2 % 49,5 – 70,49

Lymphocyte (L) 10,2 % 19,5 – 40,49

Monocyte (H) 8,7 % 1,5 – 8,49

Immature Granulocyte (H) 0,17 10^3/uL 0 – 0,06

NRBC % 0,0 % 0,0 – 0,01


NLR (H) 5,18 <3,13 -

Diabetes

Glucose ad Random 102,9 70,0 – 200,0

Renal Function

Ureum 18,10 16,65 – 48,54

Creatinine 0,75 0,75 – 1,24

Kimia Darah Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan

Amilase 25 U/L 13 - 51

Lipase 16 U/L 13 - 60

Pemeriksaan Tambahan

TB PCR (GenExpert) MTB detected low, Rifampicin resistance not detected

BTA Positif

Pemeriksaan Radiologi (22/10/2020)


Pemeriksaan Radiologi (4/12/2020)

Tampak :

 Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan foto rontgen thorax PA.


 Dibandingkan foto tanggal 22-10-2020, tampak perselubungan inhomogen kedua puncak
paru dan parahilus kanan belum tampak banyak perubahan yang bermakna

Kesan : TB paru aktif, belum tampak ada perbaikan pasca OAT 2 bulan.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI 1

Thoracic wall dibentuk oleh thoracic cage

• 12 pasang ribs, breast bone (sternum), costal cartilages , dan 12 pasang


thoracic vertebrae

• Sebagai tempat perlekatan otot

Pemasokan darah arterial untuk dinding thorax berasal dari:

• Thoracic aorta  melalui posterior intercostal artery dan subcostal artery.

• Subclavian artery  melalui internal thoracic dan superior intercostal artery.

• Axillary artery  melalui superior dan lateral thoracic artery.

• Setiap intercolis space disuplai oleh 3 arteri:

• 2 large posterior intercostal a.

• Small pair of anterior intercostal a.


Pleura adalah membran serosa dengan jaringan pembuluh darah dan limfatik.

• Pleura viseralis menutupi paru dan sifatnya tidak sensitive. Pleura ini berlanjut sampai
ke hilus dan mediastinum bersama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding
toraks dan diafragma.

• Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti oleh tiga lapis
muskulus-muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang.
Keterangan:

1. Trakea

2. Os klavikula

3. Kosta IV posterior

4. Bronkus utama kanan

5. Bayangan payudara kanan

6. Udara dalam lambung

7. Hemidiagfragma kiri

8. Ventrikel kiri

9. Aorta decendens

10. Arteri pulmonalis kiri


11. Lobus superior kiri

12. Atrium kiri

13. Ventrikel kanan

14. Arteri pulmonalis kanan , vena pulmonalis kanan

15. Corpus vertebra

16. Sudut kostofrenikus posterior

2.2. TUBERCULOSIS PARU

2.2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit granulomatosa kronik menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan
Asam (BTA). Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M.
tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Kelompok bakteri
Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan
gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than
Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan
pengobatan TB. Penyakit TB ini melibatkan paru namun dapat mengenai organ
atau jaringan manapun di tubuh. 2

2.2.2 Epidemiologi
Berdasarkan Global Tuberculosis Report WHO 2018, pada tahun 2017 6,4
juta kasus TB baru di seluruh dunia secara resmi diberitahukan kepada otoritas
nasional dan kemudian dilaporkan kepada WHO. Jumlah ini telah meningkat
sejak 2013, setelah 4 tahun (2009-2012) di mana 5,7-5,8 juta kasus baru
dilaporkan setiap tahun, terutama karena meningkatnya pelaporan kasus yang
terdeteksi oleh sektor swasta di India dan Indonesia. 6,4 juta kasus yang
dilaporkan mewakili 64% dari perkiraan 10 juta kasus baru yang terjadi pada
tahun 2017. TB tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan
dan kematian, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Di Indonesia
maupun di berbagai belahan dunia, TB merupakan penyakit menular yang
kejadiannya paling tinggi dijumpai di Cina sebanyak 2 juta orang, urutan kedua
dijumpai di India yang mencapai 1,5 juta orang, dan Indonesia menduduki urutan
ketiga degan penderita 583.000 orang.3
Sepuluh negara menyumbang 80% dari 3,6 juta kesenjangan global, tiga
teratas adalah India (26%), Indonesia (11%) dan Nigeria (9%). Berdasarkan data
tersebut tentunya permasalahan penyakit tuberkulosis mengalami peningkatan di
Indonesia.3

Menurut Profil Kesehatan Indonesia, pada tahun 2017 ditemukan jumlah


seluruh kasus TB 360.770 sedangkan pada tahun 2016 ditemukan 298.128 kasus,
hal ini menunjukan adanya peningkatan kejadian penyakit TB di Indonesia. Dari
360.770 jumlah seluruh kasus terdiri dari 209.650 laki-laki dan 151.120
perempuan dan rentang usia 25-34 menjadi rentang usia dengan kejadian TB
tertinggi sekitar 17,32% dari jumlah seluruh kasus TB di Indonesia. Kohort tahun
2016 mencatat jumlah seluruh kasus TB 360.565 dan hanya 279.703 yang
dinyatakan berhasil menjalani pengobatan, dengan demikian presentase
keberhasilan pengobatan 77,57% yang masih menunjukkan angka keberhasilan
pengobatan dibawah target minimal yaitu 85%. 4,5

2.2.3 Etiologi dan Patogenesis


Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian
besar (80%) menyerang paru-paru. Mycobacterium merupakan bakteri basil gram
positif berbentuk batang yang tahan asam.2

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman tuberkulosis dibatukkan atau


dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel
infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana
lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila
partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas
atau jaringan paru. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian
baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh
makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan
sekretnya.6

Kuman yang bersarang di jaringan paru akan terbentuk suatu sarang


pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini
mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah
satu nasib sebagai berikut :2

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)


2. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
3. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
4. Menyebar dengan cara :
 Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus,
biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat
atelektasis.
 Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus
 Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini
sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil.
Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila
tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti TB milier dan meningitis tuberkulosa.

Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer. Kuman yang


dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai
infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (TB post-primer = TB pasca primer
= TB Sekunder). TB sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi,
alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal. Tuberkulosis post-
primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari
lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu
sarang pneumonik kecil. Tergantung dari jumlah kuman, virulensi, dan imunitas
pasien, sarang dini ini akan: 2,6

1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat.


2. Sarang tadi mula-mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi
lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.
Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk
jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti
sklerotik).
 Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru.
Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang
disebutkan diatas
 Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi
mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
 Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open
healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri,
akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang
terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate
shaped).

2.2.4 Klasifikasi 7

a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)

TB paru dibagi dalam :

1. Tuberkulosis Paru BTA (+)


 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif.
2. Tuberkulosis Paru BTA (-)
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik
dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons
dengan pemberian antibiotik spektrum luas
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis positif
 Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa.

b. Berdasarkan Tipe Penderita

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada


beberapa tipe penderita yaitu :

 Kasus baru

Penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

 Kasus kambuh (relaps)

Penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan


tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif. Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga
dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan : Infeksi
sekunder, Infeksi jamur, dan TB paru kambuh.

 Kasus pindahan (Transfer In)

Penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan


kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan/pindah.

 Kasus lalai berobat

Penderita yang sudah berobat minimal 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih,
kemudian datang kembali berobat.

 Kasus gagal

Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau penderita dengan
hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir
bulan ke- 2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan.
 Kasus kronik

Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.

 Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif dan
gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran
radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan
OAT yang adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran
radiologik meragukan lesi TB aktif, namun setelah mendapat pengobatan OAT
selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran radiologik.

c. Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat 7


 Mono resistan (TB MR)
Resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja.
 Poli resistan (TB PR):
Resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H)
dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
 Multi drug resistan (TB MDR):
Resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
 Extensive drug resistan (TB XDR):
TB MDR yang sekaligus juga resistan terhadap salah satu OAT golongan
Fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan
(Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin).
 Resistan Rifampisin (TB RR):
Resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain
yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip
(konvensional).
D. Berdasarkan Gambaran Radiologis 9
 TB Paru Primer
Unilateral, infiltrat, ground glass opacity, konsolidasi, limfadenopasti hilus dan
mediastinum, efusi pleura
 Tb Paru Post Priner
- Aktif: Infiltrat, kavitas, efusi pleura
- Tidak aktif: Fibrosis, kalsifikasi, penebalan pleura
- TB paru fokal: Infiltrat, ground glass opacity, konsolidasi serta kavitas

2.2.5 Manifestasi Klinis


 Gejala sistemik
a. Demam, biasanya subfebris menyerupai demam influenza tetapi kadang-
kadang demam dapat mencapai 40-41◦C. serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Sehingga pasien
merasa idak terbebas dari serangan demam. Keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya taha tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman TB yang
masuk.
b. Malaise
Penyakit Tb bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia, tidak nafsu makan, sakit kepala, meriang, myeri otot,
keringat malam, dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan tejadi
hilang timbul secara tidak teratur.
c. Berat badan turun
Biasanya pasien tidak merasakan berat badannya turun. Pada pasien anak-
anak berat badannya sulit naik terutama dalam 2-3 bulan terakhir atau status
gizi kurang.
d. Rasa lelah
Keluhan ini juga ada pada kebanyakan pasien hamper tidak dirasakannya.

 Gejala respiratorik
a. Batuk / batuk berdarah
Gejala ini sering ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian
setelah timbul peradangan berubah menjadi produktif (menghasilkan dahak).
Keadaan lebih lanjut dapat berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah kecil yang pecah. Kebanyakan batuk berdarah pada Tb terjadi karena
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
b. Sesak nafas
Pada penyakit Tb paru yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan adanya
sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit Tb paru yang sudah
lanjut, dimana infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
c. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua
pleura sewaktu pasien menarik/menghela nafas.
d. Sering terserang flu
Gejala batuk-batuk lama kadang disertai pilek sering terjadi kaena daya tahan
tubuh pasien yang rendah sehingga mudah terserang infeksi virus seperti
influenza.

Trias TB:
• Batuk lebih dari 2 minggu
• Penurunan berat badan yang signifikan
• Keringat pada malam hari

2.2.6 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan perkembangan penyakit umumnya tidak
(atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di
daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) ,
serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan
antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah,
tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari


banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan.

Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,


tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak.
2.2.7 Pemeriksaan Peninjang

a. Pemeriksaan Bakteriologi
1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak selain berfungsi untuk menegakkan diagnosis, juga untuk
menentukan potensi penularan dan menilai keberhasilan pengobatan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-
Pagi (SP):
 S (Sewaktu) :dahak ditampung di faskes.
 P (Pagi) :dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun tidur. Dapat
dilakukan dirumah pasien atau di bangsal rawat inap bilamana pasien
menjalani rawat inap.8

2) Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB

Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan metode Xpert MTB/RIF. TCM


merupakan sarana untuk penegakan diagnosis, namun tidak dapat
dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan.

3) Pemeriksaan Biakan

Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat (Lowenstein-Jensen)


dan media cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube) untuk identifikasi
Mycobacterium tuberkulosis (M.Tb).

Pemeriksaan tersebut diatas dilakukan disarana laboratorium yang terpantau


mutunya.

Dalam menjamin hasil pemeriksaan laboratorium, diperlukan contoh uji dahak


yang berkualitas. Pada faskes yang tidak memiliki akses langsung terhadap
pemeriksaan TCM, biakan, dan uji kepekaan, diperlukan sistem transportasi
contoh uji. Hal ini bertujuan untuk menjangkau pasien yang membutuhkan
akses terhadap pemeriksaan tersebut serta mengurangi risiko penularan jika
pasien bepergian langsung ke laboratorium.8
b. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
1) Pemeriksaan foto toraks 10,11

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam--macam bentuk (multiform).

a) Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :


 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah
 Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
b) Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :
 Fibrotik
 Kalsifikasi
 Schwarte atau penebalan pleura
c) Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan
pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus
BTA negatif) :
1. Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang
terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan
prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
2. Lesi luas

Bila proses lebih luas dari lesi minimal.


Pemeriksaan khusus. Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti
tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan
kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini
ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi
kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
2) Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TB ekstraparu.8
3) Pemeriksaan darah
4) Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik
untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat
digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat
pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan
tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.
5) Uji tuberculin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di
Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai
alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan
mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan
dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji
tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.
6) Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.
Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji
Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura
terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.

c. Pemeriksaan uji kepekaan obat

Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi M.Tb
terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang
telah lulus uji pemantapan mutu/Quality Assurance (QA), dan mendapatkan
sertifikat nasional maupun internasional.8

2.2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi
prinsip:5,6

 Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat


mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi
 Diberikan dalam dosis yang tepat
 Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO
(Pengawas Minum Obat) sampai selesai pengobatan
 Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam
tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.5

Tahap Awal :

Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam
tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan.
Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.7

Tahap Lanjutan :

Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk membunuh


sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman presister
sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah kekambuhan.7

Jenis , sifat dan dosis OAT yang akan dijelaskan pada bab ini adalah yang
tergolong pada lini pertama. Secara ringkas OAT lini pertama dijelaskan pada
tabel berikut:7
Pengelompokan OAT

Dosis yang
direkomendasikan (mg/kg)
Jenis OAT Sifat
Harian 3xseminggu

Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)

Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)

Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)

Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18)

Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)

Sumber:Kmenkes RI.2014

Catatan : Isoniazid dosis harian maksimum 300mg dan dosis 3x seminggu


maksimum 900 mg, Rifampisin dosis harian maksimum 600 mg dan dosis
3xseminggu maksimum 600 mg, Streptomisin dosis 3xseminggu maksimum 1000
mg 7
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberkulosis di Indonesia:

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR)

Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau

2(HRZE)S /(HRZE)/ 5(HR)E

Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di


Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin,
Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifiloksasin dan Para
aminosalisilat, serta OAT lini-1, yaitu Pirazinamid and Etambutol.7

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2, disediakan dalam bentuk paket


berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan
berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.7
Paket kombipak merupakan paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien
yang terbukti mengalami efek samping pada pengobatan dengan OAT KDT
sebelumnya.7

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,


dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu pasien dalam satu
masa pengobatan. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:7

 Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin


efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
 Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
 Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya.

A. Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru seperti pasien TB paru
terkonfirmasi bakteriologis, pasien TB paru terdiagnosis klinis, pasien TB ekstra
paru.7

Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3

Tahap Lanjutan 3 kali seminggu RH (150/150)


Tahap Intensif tiap hari RHZE (150/75/400/275)
Berat Badan

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT


38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
Sumber: Kmenkes RI.2016
Dosis Panduan OAT Kombipak Kategori 1 : 2RHZE/4H3R3

Dosis per hari / kali


Jumlah
Tahap Lama
hari/kali
Pengobatan Pengobatan
menelan obat
Tablet Kaplet Tablet Tablet
H R Z E
300 mg 450 mg 500 mg 250 mg
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48
Sumber: Kmenkes RI.2016

B. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:

 Pasien kambuh
 Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya
 Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up).

Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HEZE)/5(HR)3E3

Tahap
Lanjutan 3
Tahap Intensif tiap hari kali
RHZE (150/75/400/275)+ S seminggu
Berat RH (150/150) +
Badan E(400)
Selam
a
Selama 56 hari selama 20 minggu
28
hari
2 tab 4KDT
30- 2 tab 2 tab 2KDT
+ 500 mg
37 kg 4KDT + 2 tab Etambutol
Streptomisin inj.
3 tab 4KDT
38- 3 tab 3 tab 2KDT
+ 750 mg
54 kg 4KDT + 3 tab Etambutol
Streptomisin inj.
4 tab 4KDT
55- 4 tab 4 tab 2KDT
+ 1000 mg
70 kg 4KDT + 4 tab Etambutol
Streptomisin inj.
5 tab 4KDT
≥71 5 tab 5 tab 2KDT
+ 1000mg
kg 4KDT + 5 tab Etambutol
Streptomisin inj.
Sumber: Kmenkes RI. 2016

2.2.9 Komplikasi dan Prognosis 7


a. Komplikasi Tuberkulosis Paru
Bila tidak ditangani dengan benar TB paru akan menimbulkan komplikasi
yang dibagi menjadi:

- Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, dan laryngitis


- Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas (SOPT : Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberculosis), kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, kor pulmonal, sindrom
gagal nafas, yang sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB
- Komplikasi sistemik : meningitis TB, tamponade jantung, kerusakan ginjal dan
hepar.
b. Prognosis TB Paru
Penderita TB paru BTA + yang tidak diobati akan mengalami kematian
sebesar 50%, bila diobati secara massal angka kematiannya sebesar 12% dan
jika diobati secara individual masih memberikan angka kematian sebesar
7,5%.
BAB IV
ANALISA KASUS

ANAMNESIS

Pada Kasus Pada Teori

 Keluhan batuk, tidak nafsu Trias TB:


makan dan tidak bisa tidur. • Batuk lebih dari 2
Keluhan batuk awalnya minggu
dirasakan sejak bulan • Penurunan berat badan
Agustus dan disertai demam yang signifikan
(+), keringat malam (+), • Keringat pada malam
Manifestasi sesak (+), nyeri dada (+), hari
klinis nafsu makan menurun (+) Gejala tambahan:
sejak sakit, riwayat • Malaise
penurunan berat badan (+) • Demam
tidak diketahui berapa • Batuk berdarah
banyak. BAK dan BAB, • Nafsu makan menurun
baik.
 Riwayat Penyakit Dahulu :
mempunyai riwayat
pneumothorax 2 bulan lalu.

PEMERIKSAAN FISIK

Kasus Teori
Keadaan umum : Tampak sakit sedang. • Awal penyakit tidak dijumpai
Kesadaran : Composmentis. : kelainan
Tanda vital : • Ronki basah : didaerah kelainan
 Tekanan darah: 121/74 mmHg. terutama apeks paru
 Nadi : 130 x/menit.
 Respirasi : 28 x/menit.
 Suhu : 36 oC.
Pemeriksaan Thorax: dalam batas normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada Kasus Teori

Laboratorium  Pada pemeriksaan hematologi  Laju endap darah: meningkat


lengkap tedapat peningkatan pada  TB PCR: MTB detected
hasil ESR (laju endap darah),  BTA: (+) atau (-)
leucocytes dan thrombocytes.
 Pada pemeriksaan hitung jenis
leukosit didapatkan peningkatan
pada hasil neutrophil, monocyte,
immature granulocytes dab NLR
(neutrophil leukosit rasio). Hasil
pemeriksaan menunjukan terjadi
infeksi akut pada pasien.
 Fungsi ginjal dan fungsi hati
masih dalam batas normal
 TB PCR: MTB detected low
 BTA: (+)
Pada Kasus Teori
Gambaran • Pemeriksaan radiologi dilakukan TB paru aktif:
Radiologi dengan foto rontgen thorax PA.
• Infiltrat
• Dibanding foto tanggal 22-10-
2020, tampak perselubungan • Kavitas
inhomogen kedua puncak paru
dan parahilus kanan belum • Efusi pleura
tampak banyak perubahan yang
bermakna Tidak aktif:
Kesan : TB paru aktif, belum tampak
ada perbaikan pasca OAT 2 bulan. • Fibrosis

• Kalsifikasi

• Penebalan pleura

RESUME
Tn. N Pasien laki-laki usia 31 tahun datang ke Poli Paru RS Islam Jakarta Pondok
Kopi untuk evaluasi TB Paru pasca OAT 2 bulan. Datang dengan keluhan batuk, tidak
nafsu makan dan tidak bisa tidur. Keluhan batuk awalnya dirasakan sejak bulan Agustus
dan disertai demam (+), keringat malam (+), sesak (+), nyeri dada (+), nafsu makan
menurun (+) sejak sakit, riwayat penurunan berat badan (+) tidak diketahui berapa
banyak. BAK dan BAB, baik. Pada riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan
mempunyai riwayat pneumothorax 2 bulan lalu.
Pada pemeriksaan laboratorium hematologi lengkap tedapat peningkatan pada hasil
ESR (laju endap darah), leukosit, trombosit. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit
didapatkan peningkatan pada hasil neutrophil, monocyte, immature granulocyte dan NLR
(neutrophil leukosit rasio). Fungsi ginjal dan fungsi hati masih dalam batas normal.
Pada pemeriksaan radiologi, Dibanding foto tanggal 22-10-2020, tampak
perselubungan inhomogen kedua puncak paru dan parahilus kanan belum tampak banyak
perubahan yang bermakna.
Kesan : TB paru aktif, belum tampak ada perbaikan pasca OAT 2 bulan.
BAB V
KESIMPULAN

Tn. N Pasien laki-laki usia 31 tahun datang ke Poli Paru RS Islam Jakarta Pondok
Kopi untuk evaluasi TB Paru pasca OAT 2 bulan. Datang dengan keluhan batuk, tidak
nafsu makan dan tidak bisa tidur. Keluhan batuk awalnya dirasakan sejak bulan Agustus
dan disertai demam (+), keringat malam (+), sesak (+), nyeri dada (+), nafsu makan
menurun (+) sejak sakit, riwayat penurunan berat badan (+) tidak diketahui berapa
banyak. BAK dan BAB, baik. Pada riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan
mempunyai riwayat pneumothorax 2 bulan lalu.
Pada pemeriksaan laboratorium hematologi lengkap tedapat peningkatan pada hasil
ESR (laju endap darah), leukosit, trombosit. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit
didapatkan peningkatan pada hasil neutrophil, monocyte, immature granulocyte dan NLR
(neutrophil leukosit rasio). Fungsi ginjal dan fungsi hati masih dalam batas normal.
Pada pemeriksaan radiologi, Dibanding foto tanggal 22-10-2020, tampak
perselubungan inhomogen kedua puncak paru dan parahilus kanan belum tampak banyak
perubahan yang bermakna.
Kesan : TB paru aktif, belum tampak ada perbaikan pasca OAT 2 bulan.

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium serta


pemeriksaan penunjang lainnya, pasien didiagnosis sebagai TB paru aktif
Rencana tatalaksana:
2 HRZE 4 HR
• Isoniazide (H)
• Rifampisin (R)
• Pyrazinamide (Z)
• Ethambutol (E)
DAFTAR PUSTAKA

1. R. Putz. Atlas Of Human Anatomy Sobotta.13 th Ed. Urban & Fischer. Munich. 2001
2. Kumar V.,Abbas Abdul K.,Aster jon C. Robbins Basic Pathology. 9th Ed. Elsevier.
Singapore. 2015
3. WHO. Global Tuberculosis Report 2019. World Health Organization. Geneva. 2018
4. Pusdatin. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016. Kemenkes RI.
Jakarta. 2017
5. Pusdatin. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2017. Kemenkes RI.
Jakarta. 2018
6. Amin Z, Bahar S. 2006. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV.
Jakarta
: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 998-1005, 1045-9.
7. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 2014
8. Kemenkes RI. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.67 Tahun 2016
Tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. 2016
9. Sutton, David. Text Book Of Radiology and Imaging. 7th Ed. Elsevier. 2003
10. Theresa C. Thoracic Radiology. 2nd Ed. Elsevier. 2010
11. Planner, Andrew. A-Z of Chest Radiology. Cambridge University. 2007

Anda mungkin juga menyukai