Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TENTANG KESEHATAN (TBC)

ILMU KESEHATAN

Disusun oleh :
Ian Kiswanto ( 1601620080 )

Dosen : Dr. Wahyuningtyas Puspitorini, S.Pd, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN (FIK)
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis sampaikan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan nikmat
dan karunia berupa kesehatan jasmani maupun rohani serta kesempatan kepada penulis
menyusun dan menyelesaikan MAKALAH ILMU KESEHATAN yang berjudul “PENYAKIT TBC” ini
tanpa ada suatu halangan apapun.
Dengan terselesaikannya Makalah ini, kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah
ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan
kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan pendidikan.

Jakarta,13 November 2020

Penulis,

2
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1

A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................... 2

A. ....................................................................................................... 2
B. ....................................................................................................... 5
C. .......................................................................................................
D. .......................................................................................................
E. .......................................................................................................
F. .......................................................................................................
G. .......................................................................................................
H. ....................................................................................................... 14

BAB III PENUTUP................................................................................................. 17

A. Kesimpulan..................................................................................... 17
B. Saran.............................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….............................. 18

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteriMikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat
sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi
organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia.
Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi
angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan
terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga
setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC
terbesar di dunia.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan bahwa Tuberkulosis (TBC)
merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab
kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000
penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kira-
kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa
140.000 penduduk tiap tahun. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus
meningkat.
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul
satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu
orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Kenyataan mengenai penyakit TBC di Indonesia begitu
mengkhawatirkan, sehingga kita harus waspada sejak dini & mendapatkan informasi lengkap
tentang penyakit TBC .

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :


1.      Apa penyakit TBC itu?
2.      Bagaimana Etiologi penyakit TBC?
3.      Bagaimana cara Penularan TBC?
4.      Apa gejala-gejala seseorang menderita TBC?
5.      Bagaimana cara penanggulangan/pencegahan TBC?
6.      Bagaimana cara pengobatan kepada penderita TBC?

4
C.     Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisannya adalah sebagai berikut :


1.      Untuk mengetahui penyakit TBC
2.      Untuk mengetahui Etiologi penyakit TBC
3.      Untuk mengetahui cara Penularan TBC
4.      Untuk mengetahui gejala-gejala TBC
5.      Untuk mengetahui cara penanggulangan/pencegahan TBC
6.      Untuk mengetahui cara pengobatan kepada pendderita TBC

5
BAB II
PEMBAHASAN

A.    DEFINISI
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuatsehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru
dibandingkan bagian lain tubuh manusia. Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis
pada dekade terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC
merupakan masalah kesehatan,baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian
penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta
orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di
antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan bahwa Tuberkulosis (TBC)
merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab
kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000
penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kira-
kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa
140.000 penduduk tiap tahun.
Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap
menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru
TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di
Indonesia. Kenyataan mengenai penyakit TBC di Indonesia begitu mengkhawatirkan, sehingga
kita harus waspada sejak dini & mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC.
Definisi TBC menurut beberapa tokoh, TBC paru merupakan penyakit infeksi yang
menyerang parenkin paru-paru dan disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis (Somantri,2009). Sementara itu, Junaidi (2010) menyebutkan tuberkulosis (TB)
sebagai suatu infeksi akibat Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ,
terutama paru-paru dengan gejala yang sangat bervariasi. Irman Somantri,Asuhan Keperawatan
pada klien dengan Gangguan pasa sistem Pernapasan (Jakarta: Salemba Medika,
2009). Iskandar Junaidi, Penyakit Paru dan Saluran Napas (Jakarta: Buana Ilmu Populer,2010).

1.      PENYAKIT TBC
Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan
oleh MT. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi dapat menyerang semua organ atau
jaringan tubuh, misalnya pada lymph node, pleura dan area osteoartikular. Biasanya pada
bagian tengah granuloma tuberkel mengalami nekrosis perkijuan (Depkes RI, 2002).

6
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh oleh kuman
TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2007).
Tuberkulosis yang menyerang organ selain paru (kelenjar limfe, kulit, otak, tulang, usus,
ginjal) disebut tuberkulosis ekstra paru. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang,
berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
Kuman tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini
dapat dormant atau tertidur lama dalam beberapa tahun.
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan,miskin, atau
kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus
baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan,
Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. Survei prevalensi TBC yang
dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC
di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan
TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002
mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan
merupakan kasus baru.

2.      PENYEBAB PENYAKIT TBC


Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium
tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga
sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada
tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil
Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP). Bakteri
Mikobakterium tuberkulosa.
KUMAN TBC
Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium
tuberculosis) yang sebagian kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lain. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC
cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama
selama beberapa tahun

7
Mycobacterium tuberculosis

3.      TERJADINYA TBC

Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Percikan
dahak yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosilierbronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi
dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke
kelenjar limfe disekitar hilus paru dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara
terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif
menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang
masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitasseluler). Pada umumnya reaksi daya
tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian ada
beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang
daya tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa
bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC.

Tuberkulosis Pasca Primer


Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi
buruk. Cirikhas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura.

4.      CARA PENULARAN TBC


Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-
anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk
dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembangbiak menjadi banyak (terutama pada

8
orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh
darah atau kelenjar getah bening.
Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh
seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain,
meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-
paru. Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera
akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian
reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di
sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan
bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya
terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan fotorontgen. Gejala batuk TBC menular melalui
udara dari satu orang ke orang lainnya. Bakteri penyebab TBC ini menyebar ke udara saat
penderita TBC batuk, bersin atau pun berbicara. Lalu, orang yang menghirup bakteri tersebut
pun dapat terinfeksi bakteri penyebab TBC tersebut. Hal tersebutlah yang menjadi satu-satunya
cara penyebaran dan penularan dari bakteri TBC, sedangkan banyak orang mengira berbagai hal
lainnya juga dapat menjadi penyebab tertularnya penyakit TBC, padahal berbagai hal tersebut
sebenarnya tidak berpengaruh dalam hal penularan gejala batuk TBC.
Hal apa saja yang sering dianggap sebagai cara penularan dari TBC, namun padahal
tidak? Ini dia:
·         Berjabat tangan dengan penderita TBC.
·         Berbagi makanan atau minuman dengan orang yang menderita TBC.
·         Berciuman.
·         Menyentuh bagian toilet atau wastafel.
.         Memakai sikat gigi bersama.

5.      FAKTOR ORANG TERKENA TBC DAYA TAHAN TUBUH YANG KURANG


Kemampuan untuk melawan infeksi adalah kemampuan pertahanan tubuh untuk
mengatasi organisme yang menyerang. Kemampuan tersebut tergantung pada usia yang
terinfeksi. Namun kekebalan tubuh tidak mampu bekerja baik pada setiap usia. Sistem
kekebalan tubuh lemah pada saat kelahiran dan perlahan-lahan menjadi semakin baik
menjelang usia 10 tahun. Hingga usia pubertas seorang anak kurang mampu mencegah
penyebaran melalui darah, sekalipun lambat laun kemampuan tersebut akan meningkat sejalan
dengan usia.
Tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif Pekerjaan kesehatan yang
merawat Pasien TB. Pasien-pasien dengan dahak yang positif pada hapusan langsung (TB
tampak di bawah mikroskop) jauh lebih menular, karena mereka memproduksi lebih banyak
TB dibandingkan dengan mereka yang hanya positif positif pada pembiakan. Makin dekat
seseorang berada dengan pasien, makin banyak dosis TB yang mungkin akan dihirupnya.

Gizi Buruk
Terdapat bukti sangat jelas bahwa kelaparan atau gizi buruk mengurangi daya tahan
terhadap penyakit ini. Faktor ini sangat penting pada masyarakat miskin, baik pada orang
dewasa maupun pada anak. Kompleks kemiskinan seluruhnya ini lebih memudahkan TB

9
berkembang menjadi penyakit. Namun anak dengan status gizi yang baik tampaknya mampu
mencegah penyebaran penyakit tersebut di dalam paru itu sendiri.

Orang Berusia Lanjut atau Bayi Pengidap Infeksi HIV/AIDS


Pengaruh infeksi HIV/AIDS mengakibatkan kerusakan luas system daya tahan tubuh,
sehingga jika terjadi infeksi seperti tuberculosis maka yang bersangkutan akan menjadi sakit
parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka
jumlah penderita TBC akan meningkat, dengan demikian penularan TBC di masyarakat akan
meningkat pula.

B.     GEJALA TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus
baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Ciri ciri penyakit tbc, gejala awal orang yang terkena infeksi penyakit TBC bisa dikenali dari
tanda-tanda kondisi pada fisik penderitanya, yaitu salah satunya penderita akan mengalami
demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung lama, deman tsb biasanya dialami pada
malam hari disertai dengan keluarnya keringat. Kadang-kadang derita demam disertai dengan
influenza yang bersifat timbul sementara kemudian hilang lagi. Berikut ini adalah gejala ciri
penyakit TBC paru-paru yang bisa kita kenali sejak dini :
1. Ketika penderita batuk atau berdahak biasanya disertai keluarnya darah.
2. Penderita mengalami sesak napas dan nyeri pada bagian dada.
3. Penderita mengalami deman (meriang panas dingin) lebih dari sebulan
4. Penderita berkeringan pada waktu malam hari tanpa penyebab yang jelas.
5. Badan penderita lemah dan lesu
6. Penderita mengalami penurunan berat badan dikarenakan hilangnya nafsu makan
7. Urin penderita berubah warna menjadi kemerahan atau keruh. Ciri gejala ini muncul pada
kondisi selanjutnya

1.             GEJALA SISTEMIK/UTAMA
a.       Demam tidak  terlalu  tinggi  yang  berlangsung  lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam.
b.       Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
c.       Penurunan nafsu makan dan berat badan.
d.       Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
e.       Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

2.             GEJALA KHUSUS

10
a.       Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan  kelenjar
getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas
melemah yang disertai sesak.
b.       Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit diatasnya, pada
muara ini akan keluar  cairan nanah.
d.       Pada anak – anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,  
adanya penurunan kesadaran dan kejang - kejang.

C.     DIAGNOSIS TBC
Tindakan yang harus segera diambil untuk menangani TBC diantaranya:
1. Anamnesa yaitu melakukan pemeriksaan TBC terhadap seluruh anggota keluarga yang
terkena TBC maupun yang berisiko.
2.      Melakukan cek-up fisik secara menyeluruh.
3.      Segera mengambil  sampel darah, sputum (dahak), serta cairan dari otak untuk
melakukan tes lab.
4.      Langkah berikutnya yaitu melakukan pemeriksaan patologis dan anatomis.
5.      Melakukan foto dada atau sering disebut dengan ronsen.
6.      Melakukan uji tuberculin dari cairan tubuh.

1.        DIAGNOSIS PADA DEWASA


Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa. Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat
ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif. Bila
hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen
dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka
penderita diidagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil rontgen tidak mendukung
TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan.
Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya
biakan. Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya
kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala
klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS : Kalau hasil SPS positif, didiagnosis
sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan
foto rontgen dada, untukmendukung diagnosis TB.
a. Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB  BTA negatif rontgen
positif.
b. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.UPK yang tidak
memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk difotorontgen dada.

11
2.        DIAGNOSIS MELALUI TEST KULIT
Test kulit TBC dilakukan dilengan. Dalam waktu dua atau tigahari,pada lengan anda
apakah ada reaksi. Bila reaksinya “positif”, ini berartianda mungkin sudah terinfeksi TBC.
Kadang kala, bila seseorangsudah terinfeksi kuman HIV dan TBC, bisa saja terjadi
reaksi“negatif”dalam tes kulit TBC. Hal ini disebabkan sistim kekebalan tubuhandatidak
berfungsi benar. Petugas Kesehatan akan menyampaikanpada seseorang tersebut tentang
risiko terinfeksi TBC ataupenyakit TBC.dan mungkin perlu tes medis atau perawatan.

D.    TBC PADA ANAK


Penyakit TB ini mudah sekali menyerang pada anak-anak kecil yangbelum diimunisasi
dengan vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin), karena kurangnya gizi dan karena lingkungan
yang kurang sehat. Tidak cukup untuk sekedar memahami cara bagaimana anak-anak terinfeksi
tuberkulosis atau bagaimana penyakit tersebut dapat menyebar. Kemungkinan adanya
tuberkulosis pada anak yang kurusatau bila ditemukan:
a. Berat badan tidak naik atau turun selama lebih dari 14 minggu (adanya grafik
kenaikan berat badan akan sangat berguna).
b.       Kehilangan gairah dan mungkin juga berat badan selama 2 sampai 3 bulan.
c.       Salah satu dari (1) atau (2) yang dijelaskan di atas disertai dengan menggigil atau
batuk yang sesekali dapat menyerupai batuk rejan.
d.       Demam atau meriang selama lebih dari satu minggu tanpa penyebab yang jelas.
e.       Salah satu diantara (1), (2), (3) serta tanda adanya cairan – pekak,  pada
salah satu sisi dada.
f.        Perut membuncit, terutama bila teraba benjolan dan yang tetap  bertahan
setelah pemberian obat cacing.
g.       Diare kronis dengan buang air besar tinja keputihan yang tidak sembuh setelah diberi
obat cacing atau obat untuk giardiasis (dengan metronidazole).
h.       Jalan ti mpang, punggung kaku sukar membungkuk.
i.        Tulang belakang membungkuk, ti dak atau kaku saat berjalan.
j.        Pembengkakan lutut atau pergelangan kaki, tangan, siku atau bahkan iga atau tulang
atau sendi yang manapun yang tidak disebabkan cedera.
k.       Pembengkakan kelenjar getah bening yang keras atau lembut, tidak nyeri, terkadang
dengan beberapa kelenjar getah bening kecil didekatnya dan terkadang melekat tak
teratur

E.     RIWAYAT TBC


Tiap tahun selalu terdapat peningkatan jumlah penderita TBC yang tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya. TBC membunuh lebih banyak kaum muda dan wanita
dibandingkan penyakit menular lainnya. Terdapat sekitar 2 sampai 3 juta orang meninggal akibat
TBC setiap tahun. Sesungguhnya setiap kematian akibat TBC itu bisa dihindari. Setiap detik, ada
1 orang yang meninggal akibat tertular TBC. Setiap 4 detik, ada yang sakit akibat tertular TBC.
Setiap tahun. 1 % dari seluruh populasi di seluruh dunia terjangkit oleh penyakit TBC. Sepertiga

12
dari jumlah penduduk di dunia ini sudah tertular oleh kuman TBC (walaupun) belum terjangkit
oleh penyakitnya.
Penderita TBC yang tidak berobat dapat menularkan penyakit kepada sekitar 10/15 orang
dalam jangka waktu 1 tahun. Seperti halnya flu, kuman TBC menyebar di udara pada saat seseorang
yang menderita TBC batuk dan bersin, meludah atau berbicara. Kuman TBC biasanya
menyerang paru-paru.

F.   PENCEGAHAN TBC
Adapan tujuan dari pencegahan TBC, yaitu;
1.      Menyembuhkan penderita.
2.      Mencegah kematian.
3.      Mencegah kekambuhan.
4.      Menurunkan tingkat penularan.

Saat batuk seharusnya menutupi mulutnya, dan apabila batuk lebih dari 3 minggu, merasa
sakit di dada dan kesukaran bernafas segera dibawa kepuskesmas atau ke rumah sakit.
a.       Saat batuk memalingkan muka agar ti dak mengenai orang lain.
b.      Membuang ludah di tempat yang tertutup, dan apabila ludahnya bercampur darah
segera dibawa kepuskesmas atau ke rumah sakit.
c.       Mencuci peralatan makan dan minum sampai bersih setelah digunakan oleh penderita.
d.       Bayi yang baru lahir dan anak-anak kecil harus diimunisasi dengan vaksin BCG. Karena
vaksin tersebut akan memberikan perlindungan yang amat bagus.
e.       Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita TB paru BTA positif.
f.        Mars chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi
tertentu, misalnya karyawan rumah sakit atau puskemas atau balai pengobatan,
penghuni rumah tahanan dan siswi-siswi pesantren.
g.       Vaksinasi BCG, reaksi positif terjadi jika setelah mendapat vaksinasi BCG langsung
terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan.
h.       Kemoprokfilasis, yaitu dengan menggunakan INH 5 mg/kg BB selama 6-12 bulan dengan
tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
i.        Komunikas, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada masyarakat
di tingkat puskesmas maupun rumah sakit oleh petugas pemerintah atau petugas LSM.

Tips Terbaik Mencegah Penularan TBC


Ingat bahwa di Indonesia, penyakit TBC masih merupakan penyakit epidemiologi, sehingga
jumlah penderita TBC masih sangat banyak dan berpotensi untuk terus menularkan bakteri
TBC. Agar kita dapat tehindar dari penyakit TBC, maka kita dapat melakukan hal-hal berikut:
1. Imunisasi BCG; imunisasi BCG biasanya didapat ketika bayi. Jika Anda memiliki bayi, maka
berikanlah imunisasi dasar lengkap agar si bayi juga mendapatkan imunisasi BCG.
2. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera mendapatkan
pengobatan sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan menjadi
sumber penularan bakteri TBC.

13
3. Bagi penderita tidak meludah sembarangan. Pada dasarnya penularan bakteri TBC berasal
dari dahak penderita TBC. Walaupun dahak dari penderita TBC sudah mengering, tetap
berpotensi menyebarkan bakteri TBC melalui udara.
4. Tidak melakukan kontak udara dengan penderita. Bagi Anda yang masih sehat, sebaiknya
membatasi interaksi dengan orang yang menderita TBC atau Anda dapat menggunakan
alat pelindung diri (masker) ketika Anda harus kontak dengan mereka.
5.      Minum obat pencegah dan hidup secara sehat.
6.      Rumah harus memiliki ventilasi udara yang baik, sehingga sinar matahari pagi dapat
masuk ke dalam rumah.
7. Menutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak
di sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain
yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran
8. Tips berikutnya adalah dengan melakukan sinar ultraviolet untuk membasmi bakteri. Sinar
ini bertujuan untuk membasmi bakteri penyebab penyakit TBC tersebut.
9. Tips terakhir untuk mencegah penyakit TBC adalah dengan pemberian obat isoniazid.
Obat ini sangat efektif memberikan dampak terhadap pencegahan TBC. Walaupun hasil uji
lab menunjukkan hasil tes tuberkulin positif, akan tetapi hasil photo ronsen Anda tidak
akan menunjukkan adanya penyakit TBC.

G.    PEMBERANTASAN TBC
1.        TUJUAN PEMBERANTASAN
Pemberantasan penyakit TBC didasarkan untuk memutusmata rantai virulenci
penularan penyakit TBC supaya tidak terjadi prevalenci penyakit TB yang lebih besar.

2.        PEMBERANTASAN PENYAKIT TBC
a.       Pengobatan pada penderita hingga sembuh
b.       Perlakuan pada rumah penderita untuk lebih memperhatikan factor kesehatan
lingkungan dengan menambah ventilator sebagai pengganti udara, genteng kaca
supaya sinar matahari dapat masuk, dan faktor higiene lingkungan yang lain yang
lebih baik.
c.       Sterilisasi Rumah pasca Penderita.

H.    PENGOBATAN TBC
1.      JENIS OBAT
a.       Isoniasid
b.       Rifampicin
c.       Pirasinamid
d.       Streptomicin

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu obat primer dan
sekunder. Obat primer untuk TBC adalah isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,
dan Pirazinamid. Sebagian besar penderita TBC sembuh dengan obat-obat ini. Selain itu ada
juga obat sekunder untuk TBC yaitu Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,

14
Kapreomisin dan Kanamisin. Penggunaan obat-obat primer dan sekunder tergantung dari
tingkat keparahan TBC yang diderita.
Biasanya penderita TBC dapat sembuh total selama kurang lebih enam bulan dengan
mengonsumsi obat-obatan primer setiap hari. Butuh biaya besar untuk mengonsumsi obat-
obatan ini setiap hari selama enam bulan ? betul. Namun pemerintah Indonesia sudah
menyediakan obat-obatan ini di tiap-tiap Puskesmas dalam kemasan yang eksklusif dan gratis.
Penggunaan obat untuk penderita TBC lebih baik diberi/ disarankan oleh dokter, karena
pengobatan TBC tidak seperti pengobatan penyakit yang lain. TBC membutuhkan perhatian dan
pengawasan khusus, karena jika tidah patuh dalam pengobatan akan menyebabkan resistensi
dan kegagalan dalam pengobatan.
Berikut ini adalah prinsip pengobatan yang perlu diterapkan terhadap penderita TBC:
1. Obat TBC diberikan beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-
8 bulan, agar semua kuman (termasuk kuman persisten) dapat terbunuh.
2. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu
pengobatan), kuman TBC akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten).
3. Perlu dilakukan dengan pengawasan langsung oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
4.           Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Pada tahun 1997 WHO telah membuat klasifikasi regimen pengobatan pada berbagai
keadaan penyakit TBC (Suswati,  2007).

Tabel 1.Jenis dan Dosis OAT

Jenis Obat Sifat Dosis yang


Direkomendasikan (mg/kg)
Harian 3x Seminggu
Isoniazid Bakterisid 5 (4-5) 10 (8-12)
(H)
Rifampicin (R) Bakterisid 25 (20-30) 15 (12-18)
Pyrazinamide Bakterisid 15 (15-20) 10 (8-12)
(Z)
Streptomycin Bakterisid 10 (8-12) 35 (30-40)
(S)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (12-18) 30 (20-35)

15
Tabel 2. Dosis Untuk Paduan OAT Kategori II

Berat Tahap intensif tiap hari


RHZE Tahap Lanjutan 3 kali
Badan (150/75/400/275)+S seminggu 
RH(150/150)+E(400)
Selama 56 hari Selama 28 Selam 20 minggu
hari
30 – 37 2 tab 4KDT 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT
Kg +500 mg streptomisin +2 tab Etambutol
inj.
38 – 54 3 tab 4KDT 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT
Kg +750 mg Streptomisin +Etambutol
Inj.
55 – 70 4 tab 4KDT 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT
Kg +1000mg +4 tab Etambutol
streptomisin Inj.
271 Kg 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT tab 2KDT +5 tab Etambutol
+1000 mg
Streptomisin inj.

Tabel 3. Dosis Untuk Paduan OAT Kategori III

Lama Tablet Kaplet Tablet Streptomi Jumlah


Pengobat Isonias Rifampi Pirazina Etambulot sin Inj hari/k
Tahap an id sin mid ali
Pengobat (Bulan) @300 @450 @500 menel
an mgr mgr mgr an
obat
Tabl Tabl
et et
@25 @40
0 0
mgr mgr
Tahap 2 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
intensif 1 1 1 3 3 - - 28
(dosis
harian)
Thap 4 2 1 - 1 2 - 60
lanjutan
(dosis 3%

16
seminggu
)

Penderita yang menghentikan pengobatannya <2 minggu pengobatan OAT dapat


dilanjutkan sesuai jadwal.  Jika penderita menghentikan pengobatannya ≥ 2 minggu :
a.      Berobat ≥ 4 bulan, BTA negatif dan klinis, radiologis negatif OAT STOP
b.      Berobat ≥ 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
c. Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
sama.
d.      Berobat < 4 bulan, berhenti berobat > 1 bulan, BTA negatif, akan tetapi klinis dan
radiologis positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama.
e.      Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2 – 4 minggu pengobatan dilanjutkan
kembali sesuai jadwal
Penderita TBC dapat dikatakan hidupnya bergantung pada obat, jika proses pengobatan
berhasil, maka kemungkinan dalam memperpanjang masa hidup juga berhasil. Secara garis
besar, kesuksesan dalam pengobatan TBC adalah Ketepatan jenis obat, Ketepatan dosis dan
Ketepatan waktu pengobatan (baik waktu minum dalam satu hari maupun lama jangka waktu
meminum obat).Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak
zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang
kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP-4). Sejak
tahun 1969 penanggulangan dilakukan secara nasional melalui Puskesmas. Obat anti
tuberkulosis (OAT) yang digunakan adalah paduan standar INH, PAS dan Streptomisin selama
satu sampai dua tahun.
Para Amino Acid (PAS) kemudian diganti dengan Pirazinamid. Sejak 1977 mulai digunakan
paduan OAT jangka pendek yang terdiri dari INH, Rifampisin dan Etambutol selama 6
bulan (Suswati,  2007).Berbagai variasi regimen telah diperkenalkan selama ini. Pada dasarnya
semuanya mengandung dua fase, yaitu fase awal intensif dan fase lanjutan. Fase awal intensif
biasanya diberikan sedikitnya 3 atau 4 obat, sedangkan fase lanjutan dapat diberikan 2 obat
saja baik setiap hari maupun intermitten.
Selain obat rekomendasi dari dokter, ada juga obat tradisional yang bisa digunakan yang
sudah sejak dahulu digunakan yaitu :
1. Sambiloto (Andrographis paniculata) : Daun kering digiling ditambah madu
secukupnya kemudian dibuat pil dengan diameter 0,5 cm. Satu hari dua kali minum,
setiap kali minum 15 - 30 pil.
2. Tembelekan : Lantana camara : bunga kering 6 - 10 gram ditambah tiga gelas air lalu
direbus hingga setengahnya. Gunakan untuk tiga kali minum setiap harinya.

PRINSIP OBAT
Obat TB iberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat selama 6-8 bulan,supaya semua kuman dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan
dosis tahap lanjutan ditelan dalam dosis tunggal,sebaiknya pada saat perut kosong.
Apabila paduan obat yangdigunakan tidak adekuat, kuman TB akan berkembangmenjadi kuman
kebal. Pengobatan TB diberikan dalan 2 Tahap yaitu:

17
a.      Tahap intensif
Pada tahap intensif penderita mendapat obat (minumobat) setiap hari selama 2 - 3 bulan.
b.      Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat (minumobat) tiga kali seminggu selama 4 –
5 bulan.

2.      EFEK SAMPING OBAT
Beberapa efek samping yang mungkin muncul akibat mengkonsumsi obatTB bervariasi mulai dari ringan
hingga berat. Efek samping ringan dapat berupa berubahnya warna urine menjadi kemerahan yang diakibatkan
oleh rifampisin. Efek samping lainnya dapat berupa nyeri sendi, tidak ada nafsu makan, mual,
kesemutan dan rasa terbakar di hati, gatal dan kemerahan dikulit gangguan keseimbangan
hingga kekuningan (ikterus). Jika pasien merasakan hal-hal tersebut, pasien harus
segera berkonsultasi dengan dokter untuk memperoleh penanganan lebih lanjut, fase lanjutan. Dalam
beberapa kasus pengobatan bisa berlangsung hingga delapan bulan.

I.       KASUS TBC
Untuk menegakkan diagnosa TBC Paru adalah dengan memeriksa dahak seseorang yang di
duga mengidap TBC. Pemeriksan dahak di lakukan secara SPS (Sewaktu saat kontak pertama,
Pagi hari ke 2 dan Sewaktu juga saat hari ke2) dibawah pemeriksaan mikroskopis. Hasil
pemeriksaan mikroskopis ini sangat dijaga kualitas dengan melakukan cros cek/ uji silang lagi
juga menjaga hasil pemeriksaan sedian dahak BTA.

Metode Penemuan Kasus TBC paru


Dengan cara passive promotive case finding artinya penjaringan tersangka penderita yang
dating berkunjung ke unit pelayanan kesehatan dengan meningkatkan penyuluhan TBC
kepada masyarakat. Bila ditemukan penderita tuberculosis paru dengan sputum dahat BTA
+,maka semua orang yang kontak serumah dengan penderita harus diperiksa. Apabila ada
gejala-gejala suspek (Kecurigaan) TBC maka harus diperiksa dahaknya.
Pengobatan Penderita TBC adalah dengan kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah
cukup dan dosis yang tepat selama 6 – 8 bulan. Pengobatan penderita TBC terdiri atas 3 fase,
yaitu:
1.      Fase Intensif yaiut Obat diminum setiap hari selama 2 bulan
2.      Fase Lanjutan yaitu Obat diminum seminggu 3 kali.
3.      Paduan OAT (OBat Anti Tuberkulosa) FDC.
Saat ini di Provinsi Kalimantan Selatan sudah menggunakan OAT FDC. Kemasan Obat FDC
(Fixed Dose Combination) 1 tablet obat mengandung 150 mg Rifamfisin, 75 mg INH, 400 mg
Pyrazinamid dan 275 mg Ethambutol, (Dikutip dari : Buku Saku Petugas Program TBC. Depkes RI
Diagram diagnosa TBC.

18
BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan

Faktor yang mempengaruhi terjadinya kasu TBC pada NYS adalah lingkungan yang lembab,
kurangnya ventilasi dan sinar matahari, Kemudian perilaku adalah tidak ada tempat
khusus untuk dahak dan kalau batuk tidak menutup mulut. Penyakit campak disebabkan oleh
virus morbilli. Tanda khasnya berupa Koplik spot di selaput lendir pipi, dan rash kulit yang
muncul pada hari ke 14 setelah terpapar virus campak. Imunisasi campak efektif untuk
memberi kekebalan terhadap penyakit campak sampai seumur hidup.
Penyakit campak yang disebabkan oleh virus yang ganas ini dapat dicegah jika seseorang
mendapatkan imunisasi campak. Jumlah pemberian imunisasi campak diberikan sebanyak 2
kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai
jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak
umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi
campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mump Rubella). Imunisasi
campak terdiri dari dosis 0,5 ml yang disuntikkan secara Subkutan, lebih baik pada lengan atas.
Pada setiap penyuntikan harus menggunakan jarum dan syringe yang steril.

B.       Saran

      Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis adalah


Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi TBC adalah penyakit yang dapat
disembuhkan, untuk mencapai hal tersebut penderita dituntut untuk minum obat secara benar
sesuai yang dianjurkan oleh dokter serta teratur untuk memeriksakan diri ke klinik/puskesmas.

19
DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2002. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: PenerbitBuku
Kedokteran EGC.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis. Cetakan ke 8. Jakarta. 2002. p 1-37.

David Arnot, dkk (2009). Pustaka kesehatan Populer Pengobatan Praktis: perawatan Alternatif
dan tradisional, volume 7. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. hlm. 180

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Nasional


Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1994. Pengawasan Kualitas Kesehatan


Lingkungan dan Pemukiman, Dirjen P2M & PLP. Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Protokol Surveilans HIV diantara pasien TB di


Indonesia. Jakarta : Depkes RI, UGM, Asia Link, KNCV.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis. Edisi 2:cetakan II, Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2001. Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis. Jakarta.

Fatimah Siti. 2008. Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah Yang Berhubungan Dengan

Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) Tahun 2008 (Tesis). Program Pascasarjana

FKM Undip Semarang.

Goesasi Rachmat, 2011. Rehabilitasi Medik Pada Penyakit Tb di Bandung. Jakarta:  Rineka Cipta.

Herlina, L. 2007. Tuberkulosis dan faktor risiko kejadian Multidrug ResistantTuberculosis (MDR


TB/Resistensi Ganda). Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan
Epidemiologi Komunitas Universitas Padjadjaran.

20
Keman, Soedjajadi, 2005, Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman, Journal
Kesehatan Lingkungan , Vol. 2, No. 1, Juli 2005

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Penanggulangan TB.Jakarta

Leavell & Clark. 1965. Preventive Medicine for The omDoctor in his Comunity: An

Epidemiologic approach Third Edit. New York: Prentice-Hall Englewood Cliffs, NJ.

Nadia ait-Khaled and Donaldo Enarson. 2003. Tuberculosis, A Manual for medical students. by
WHO.

Noor. 2008. Dasar epidemiologi. Jakarta : Rineka cipta.

Notoatmodjo, S, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar. Pedoman Nasional


Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2, cetakan pertama.

Suswati, E. 2007. Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru di Kabupaten Jember. Laboratorium


Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Jember. Biomedis Vol.1 No.1. hal: 11-16

Sitepu, M.Y. 2009. Karakteristik Penderita TB Paru Relapse yang Berobat di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan Tahun 2000-2007. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara. Medan. Soemirat, Juli, 2010, Epidemiologi Lingkungan, Yogyakarta : Gajah
Mada

TBCTA. 2006.International Standards for Tuberculosis Care : Diagnosis, Treatment, Public


Health. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA).

Barbara, C.L. 1996. Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses keperawatan)

Bandung

Doengoes, M. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC
http://macampenyakit.com/cara-terbaik-mencegah-penularan-tbc/#sthash.NknwRRxX.dpuf

21

Anda mungkin juga menyukai