Anda di halaman 1dari 28

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

THALASSEMIA

Disusun oleh
Herman Yusuf Asmardani
1910027013

Pembimbing
dr. M.Buchori ,M.Sc, Sp. A

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada


Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Samarinda
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

TUTORIAL KLINIK

THALASSEMIA

Sebagai salah satu tugas stase Ilmu Kesehatan Anak

Oleh :

Herman Yusuf Asmardani

NIM. 1910027013

Pembimbing

dr. M. Buchori, M.Sc, Sp.A.

LAB / SMF ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie
2019

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tutorial tentang “Thalassemia”.
Tutorialini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu
Kesehatan Anak Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Ahmad Wisnu Wardhana, M.Sc, Sp.A, selaku Kepala Laboratorium Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr.M. Buchori, M.Sc, Sp. A, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan saran selama penulis menjalani co-assistance di Laboratorium
Ilmu Kesehatan Anak, terutama di divisi Hematologi dan Onkologi .
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK
Universitas Mulawarman.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial klinik ini.
Akhir kata, semoga tutorial klinik ini berguna bagi penyusun sendiri dan para
pembaca.

Samarinda,24 Desember2019

Penyusun

3
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 5


1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 5
1.2.Tujuan Penulisan ........................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6
3.1 Definisi .......................................................................................................... 6
3.2 Patofisiologi Hemopoiesis dan Hemoglobin................................................. 6
3.3 Patofisiologi Thalassemia ............................................................................. 9
3.4 Klasifikasi ................................................................................................... 12
3.5 Diagnosis ..................................................................................................... 18
3.6 Tatalaksana.................................................................................................. 20
3.7Komplikasi ................................................................................................... 23
3.8Pencegahan ................................................................................................... 25
3.9Prognosis ...................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yaitu anemia hemolitik
herediter yang diturunkan secara autosomal resesif dengan disebabkan oleh defek
genetik pada pembentukan rantai globin. Penyakit ini baru muncul pada seseorang
apabila ia memiliki dua gen talasemia yang berasal dari kedua orang tuanya yaitu
satu dari ayah dan satu dari ibu. Berdasarkan data terakhir dari Badan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan 250 juta penduduk dunia (4,5%)
membawa genetik Thalassemia. Dari 250 juta, 80-90 juta di antaranya membawa
genetik Thalassemia Beta.1
Sementara itu di Indonesia Jumlah penderita Thalassemia hingga tahun
2009 naik menjadi 8,3 persen dari 3.653 penderita yang tercatat pada tahun 2006.
Hampir 90% para penderita penyakit genetik sintesis Hemoglobin (Hb) ini berasal
dari kalangan masyarakat miskin. Saat ini, penyakit thalassemia merupakan
penyakit genetika yang cukup banyak di Indonesia. Frekuensi thalassemia terus
meningkat per tahun. Walupun begitu, masyarakat tidak menaruh perhatian
yang cukup besar terhadap penyakit yang sudah menjadi salah satu penyakit
genetika terbanyak ini. Hal ini disebabkan karena gejala awal dari penyakit sangat
umum. Padahal gejala akhir yang ditimbulkan akan sangat fatal jika tidak
ditangani secara akurat, cepat, dan tepat.1
Maka sebaiknya kita harus mewaspadai dengan cara mengetahui dengan
benar informasi tentang penyakit ini, sehingga penyakit ini dapat diidentifikasi
dan penanganannya pun dapat dilakukan secara dini dengan cara yang tepat.

1.2.Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya tutorial ini adalah untuk menambah wawasan bagi dokter
muda mengenai definisi, epidemiologi, etiologi dan kliasifikasi, diagnosis,
penatalaksanaan“Thalassemia”, serta sebagai salah satu syarat mengikuti ujian
stase Ilmu Kesehatan Anak.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Thalassemia berasal dari bahasa Yunani “thalassa” yang berarti laut, di
mana pertama kali ditemukan di Laut Tengah dan pada akhirnya meluas di
wilayah mediterania, Africa, Asia Tengah, Indian, Burma, Asia Selatan termasuk
China, Malaya Peninsula dan Indonesia. Thalassemia adalah suatu kelainan
genetik darah dimana produksi hemoglobin yang normal tertekan karena defek
sintesis satu atau lebih rantai globin.2
Thalassemia merupakan kelainan sepanjang hidup yang diklasifikasikan
sebagai thalassemia alpha dan beta tergantung dari rantai globin yang mengalami
kerusakan pada sintesis hemoglobin. Thalassemia beta mayor terjadi karena
defisiensi sintesis rantai ß dan thalassemia mayor terjadi apabila kedua orang tua
merupakan pembawa sifat thalassemia, dimana dari kedua orang tua tersebut
diperkirakan akan lahir 25% lahir normal, 50% pembawa sifat thalassemia dan
25% penderita thalassemia beta mayor. Sedangkan thalassemia minor muncul
apabila salah seorang dari orang tua pembawa sifat thalassemia.2

3.2 Patofisiologi Hemopoiesis dan Hemoglobin


Proses pembentukkan sel darah yaitu hemopoiesis. Proses pembentukkan
darah pertamakali terjadi pada fase prenatal yaitu di yolk sac (kantung kuning
telur) pada janin usia 0-2 bulan,kemudian fase selanjutnya pada hepar dan lien
pada janin usia 2-7 bulan, dan pada fase lanjut disumsum tulang mulai janin usia
5-9 bulan. Pada post natal, pembentukan utama terjadi di sumsumtulang.2
Pada bayi dan anak, hematopoiesis yang aktif terutama pada sumsum tulang
termasuk bagian distal tulang panjang, hal ini berbeda dengan dewasa dimana
regulasi hematopoiesis terbatas pada vertebra, costae, stermun, pelvis, scapula,
dan jarang berlokasi pada humerus dan femur. Pada keadaan patologis (sumsum
tulang tidak berfungsi atau adanya kebutuhan yang meningkat), pembentukan
dapat terjadi di nodus limfatikus, lien, timus, hepar. Pembentukan darah di luar
sumsum tulang ini disebut hemopoiesis ekstra meduler. Proses pembentukkan

6
darah dimulai dari sel induk pluripoten yang berdiferensiasi menjadisel induk
limfoid dan sel progenitor myeloid campuran yang kemudian berdiferensiasi lagi.3

a. Hemoglobin
Merupakan kompleks protein yang terdiri dari heme yang mengandung besi
dan globin dengan interaksi diantara heme dan globin menyebabkan hemoglobin
(Hb) merupakan perangkat yang ireversibel untuk mengangkut oksigen. Sesuai
dengan rangkaian hematopoiesis yang dimulai dari yolk sac, limpa, hati dan
sumsum tulang diikuti juga dengan variasi sintesis hemoglobin. Sejak masa
embrio, janin, anak dan dewasa sel darah merah mempunyai 6 hemoglobin antara
lain:5
Hemoglobin embrional : Gower-1, Gower-2, Portland
Hemoglobin fetal : Hb-F
Hemoglobin dewasa : Hb-Adan Hb-A2

1. Hemoglobin embrional
Selama masa gestasi 2 minggu pertama, eritroblas priomitif dalam yolk sac
membentuk rantai globin-epsilon () dan zeta (Z) yang akan membentuk
hemoglobin primitive Gower-1 (Z22). Selanjutnya mulai sintesis rantai α
mengganti rantai zeta; rantai γ mengganti rantai  di yolk sac, yang akan
membentuk Hb-Portland (Z2γ2) dan Gower-2 (α22).4
Hemoglobin yang ditemukan terutama pada masa gestasi 4-8 minggu adalah
Hb-Gower-1 dan Gower-2 yaitu kira-kira 75% dan merupakan hemoglobin yang
disintesis di yolk sac, tetapi akan menghilang pada masa gestasi 3 bulan.5

2. Hemoglobin fetal
Migrasi pluripoten stem cell dari yolk sac ke hati, diikuti dengan sintesis
hemoglobin fetal dan awal sintesis rantai β. Setelah masa gestasi 8 minggu Hb-F
paling dominan dan setelah janin berusai 6 bulan merupakan 90% dari
keseluruhan hemoglobin, kemudian berkurang bertahap dan pada saat lahir
ditemukan kira-kira 70% Hb-F. Sintesis Hb-F menurun secara cepat setelah bayi
lahir dan setelah usia 6-12 bulan hanya sedikit ditemukan.6

7
3. Hemoglobin dewasa
Pada masa embrio telah dapat dideteksi HbA (α2β2) karena telah terjadi
perubahan sintesis rantai γ menjadi β dan selanjutnya globin β meningkat
pada,masa gestasi 6 bulan ditemukan 5-10% HbA, pada waktu lahir mencapai
30% dan pada usia 6-12 bulan sudah memperlihatkan gambaran hemoglobin
dewasa.5
Hemoglobin dewasa minor (HbA2) ditemukan kira-kira 1% pada saat lahir
dan pada usia 12 bulan mencapai 2-3,4%, dengan rasio normal antara HbA dan
HbA2 adalah 30:1.Perubahan hemoglobin janin ke dewasa merupakan proses
biologi berupa diferensiasi sel induk eritroid, sel stem pluripoten, gen dan reseptor
yang mempengaruhi eritroid dan dikontrol oleh faktor humoral.5
Hemoglobin (Hb) tersusun atas heme yang merupakan cincin porfirin
dalam ikatan dengan Fe dan globulin yang merupakan protein pendukung. Satu
molekul hemoglobin mengandung 4 sub-unit. Masing-masing sub-unit tersusun
atas satu molekul globin dan satu molekul heme.5
Globulin terdiri atas 2 pasang rantai polipeptida, yaitu sepasang rantai α
dan sepasang rantai non alpha (β,γ,δ). Kombinasi rantai polipeptida tersebut akan
menentukan jenis hemoglobin. Hb A (2α2β) merupakan lebih dari 96 % Hb total,
Hb F (2α2γ) kurang dari 2% dan Hb A2 (2α2δ) kurang dari 3%. Pada janin
trisemester III kehamilan hampir 100% Hb adalah Hb F. Setelah lahir, sintesis
globin γ makin menurun digantikan oleh globin δ.5

Gambar 3.1 Struktur hemoglobin

Struktur kimia hemoglobin memungkinkan molekul hemoglobin memiliki


kemampuan untuk mengikat oksigen secara reversible. Zat besi dalam molekul

8
heme secara langsung berfungsi sebagai pengikat oksigen. Hemoglobin memiliki
struktur kuartener empat rantai polipeptida, masing-masing dengan satu tempat
pengikatan oksigen. Sehingga satu molekul hemoglobin dapat mengikat 4 molekul
oksigen. Hemoglobin yang merupakan suatu protein, disintesis berdasarkan
informasi genetik. Masing-masing polipeptida penyusun Hb berbeda dalam urutan
asam aminonya. Dengan demikian ada beberapa lokus gen terpisah dalam
kromosom yang mengatur sintesis rantai polipeptida dari hemoglobin.3

3.3 Patofisiologi Thalassemia

Gambar 3.2 Patofisiologi Thalassemia

Thalassemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik hemoglobin


yang ditandai dengan kurangnya atau tidak adanya sintesis satu rantai globin atau
lebih, sehingga terjadi ketidakseimbangan jumlah rantai globin yang terbentuk.
Secara genetik, gangguan pembentukan protein globin dapat disebabkan karena
kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang ditempati lokus gen
globin. Sebagian besar kelainan hemoglobin dan jenis thalassemia merupakan
hasil kelainan mutasi pada gamet yang terjadi pada replikasi DNA. Pada replikasi
DNA dapat terjadi pergantian urutan asam basa dalam DNA, dan perubahan kode
genetik akan diteruskan pada penurunan genetik berikutnya. Mutasi ini dapat

9
memperpendek rantai asam amino maupun memperpanjangnya. Kelainan mutasi
dapat pula terjadi pada keselahan berpasangan kromosom pada proses meiosis
yang mengakibatkan perubahan susunan material genetik. Bila terjadi crossing
over pada kesalahan berpasangan itu, sebagai hasil akhir peristiwa tadi akan
terjadi apa yang disebut duplikasi, delesi, translokasi dan iversi. Kerusakan pada
salah satu kromosom homolog menimbulkan terjadinya keadaan heterozigot,
sedangkan kerusakan pada kedua kromosom homolog menimbulkan keadaan
homozigot.3
Pada thalassemia homozigot sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis
sama sekali. Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha,
khususnya kekurangan sintesis rantai β akan menyebabkan kurangnya
pembentukan Hb. Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta,
yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen
cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2
gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang
tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari
penyakit ini.3
Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya
biosintesis dari unit  globin pada Hb A. Pada thalassemia β heterozigot, sintesis
β globin kurang lebih separuh dari nilai normalnya. Pada thalassemia β
homozigot, sintesis β globin dapat mencapai nol. Karena adanya defisiensi yang
berat pada rantai β, sintesis Hb A total menurun dengan sangat jelas atau bahkan
tidak ada, sehingga pasien dengan thalassemia β homozigot mengalami anemia
berat. Sebagai respon kompensasi, maka sintesis rantai γ menjadi teraktifasi
sehingga hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun
sintesis rantai γ ini tidak efektif dan secara kuantitas tidak mencukupi.8
Pada thalassemia β homozigot, sintesis rantai α tidak mengalami
perubahan. Ketidak-seimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini mengakibatkan
kelebihan adanya rantai α bebas di dalam sel darah merah yang berinti dan
retikulosit. Rantai α bebas ini mudah teroksidasi. Mereka dapat beragregasi
menjadi suatu inklusi protein (haeinz bodys), menyebabkan kerusakan membran
pada sel darah merah dan destruksi dari sel darah merah imatur dalam sumsum

10
tulang sehingga jumlah sel darah merah matur yang diproduksi menjadi
berkurang. Sel darah merah yang beredar kecil, terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi α
globin, dan mengandung komplemen hemoglobin yang menurun. Hal yang telah
disebutkan diatas adalah gambaran dari Anemia Cooley: hipokromik, mikrosisitk
dan poikilositik.8
Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa,
hepar, dan sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit
ini. Sel darah merah yang mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai
umur yang lebih panjang. Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan
oksigen carrying capacity dari setiap eritrosit dan tendensi dari sel darah merah
matur (yang jumlahnya sedikit) mengalami hemolisa secara prematur.8
Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsum-
sumsum tulang dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak.
Namun mekanisme kompensasi ini tidak efektif karena adanya kematian yang
prematur dari eritroblas. Hasilnya adalah suatu ekspansi sumsum tulang yang
masif yang memproduksi sel darah merah baru.8
Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian
kortikal dari tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-
umur yang kritis pada pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumber-
sumber biokimia yang vital dari tempat-tempat yang membutuhkannya dan
menempatkan suatu stress yang sangat besar pada jantung. Secara klinis terlihat
sebagai kegalan dari pertumbuhan dan perkembangan, kegagalan jantung high
output, kerentanan terhadap infeksi, deformitas dari tulang, fraktur patologis, dan
kematian di usia muda tanpa adanya terapi transfusi.8
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat
diperbaiki, dan terjadi peningkatan jumlah hormon hepsidin, sehingga penyerapan
besi akan berkurang dan makrofag akan mempertahankan kadar besi. Pada pasien
dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi menurun akibat
meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita
thalassemia-β berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme
tersebut dan mencegah terjadinya produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus
berlangsung meskipun penderita dalam keadaan iron overload.2

11
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain
bernama ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag
menuju plasma dan menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin
diregulasi oleh jumlah penyimpanan besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga
menjelaskan mengapa penderita dengan thalassemia-β yang memiliki jumlah besi
yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda sesuai dengan apakah mereka
mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai contoh, penderita
thalassemia-β intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki
jumlah ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang
mendapatkan transfusi darah secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah
besi yang sama.2
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat
dengan protein pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti
pada thalassemia berat, transferrin tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di
plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki material untuk memproduksi
hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ, seperti
jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada
organ-organ tersebut (organ damage).3

3.4 Klasifikasi
Thalassemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen
akibat pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan
ketidakseimbangan produksi rantai globin.Sebagaimana telah disebutkan, secara
garis besar terdapat dua tipe utama thalassemia yaitu α thalassemia dan β
thalassemia. Selain itu juga terdapat tipe thalassemia lain seperti thalassemia
intermediate.3
Abnormalitas genetik Sindroma klinik

 Thalassemia α
- Penghapusan 4 gen- hydrops fetalis - Kematian in utero
- Penghapusan 3 gen- penyakit Hb H - Anemia hemolitik
- Penghapusan 2 gen - Sediaan darah mikrositik hipokrom
(trait thalassemia α°)

12
- Penghapusan 1 gen tetapi biasanya tanpa anemia
(trait thalassemia α+)
 Thalassemia β - Anemia berat perlu transfusi darah
- Homozigot – thalassemia mayor - Sediaan darah mikrositik hipokrom
- Heterzigot- trait thalassemia tetapi biasanya dengan atau tanpa
anemia

 Thalassemia intermediate - Anemia hipokrom mikrositik,


- Sindroma klinik yang disebabkan hepato- splenomegali, kelebihan
oleh sejenis lesi genetik beban besi.

Thalassemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-


dominan. Heterozigot biasanya tanpa gejala homozigot atau gabungan heterozigot
gejalanya lebih berat dari thalassemia  atau .3

1. Thalassemia-α

Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α banyak


ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia.
Delesi gen globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat
gen globin-α pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda
telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini.8
Tabel 1.1 Thalassemia-α
Genotip Jumlah gen α Presentasi Hemoglobin Elektroforesis
Klinis Saat Lahir > 6 bulan
αα/αα 4 Normal N N
-α/αα 3 Silent carrier
0-3 % Hb Barts N
--/αα atau 2 Trait thal-α2-10% Hb N
–α/-α Barts
--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb Hb H
Bart
--/-- 0 Hydrops fetalis >75% Hb Bart -
Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Bart’s = γ4, HbH = β4

13
a. Silent carrier thalassemia-α8
- Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya ditemukan
secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-Amerika. Seperti
telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen α yang terletak pada kromosom 16.
- Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang,
menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis,
hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam
beberapa pemeriksaan.
- Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan
elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa
juga dicari akan adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga (misalnya
orangtua) untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah
satu orangtua yang menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa
penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis
thalassemia.

b. Trait thalassemia-α8
- Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah
yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu
kromosom 16 atau satu gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan ini
sering ditemukan di Asia Tenggara, subbenua India, dan Timur Tengah.
- Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat
ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak
terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.

14
Gambar 3.3 Thalassemia alpha menurut hukum Mendel

c. Penyakit Hb H8
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan
thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali,
ikterus, dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi
yang diwarnai dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah
yang diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di
dalam eritrosit, sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini
dinamakan sebagai Heinz bodies.

d. Thalassemia-α mayor8
- Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen
globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali.
- Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak
satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang
menderita, dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi
itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb
embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2), yang berfungsi sebagai pengangkut
oksigen.

15
- Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir
hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan
gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan
manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan
transfusi.
2. Thalassemia-β
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari
thalassemia-β; antara lain :

a. Trait thalassemia-β+ heterozigot (Thalassemia minor)9


- Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis
Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F, atau
keduanya.
- Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia
defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi
selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-
β mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50%
individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada
sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal
dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia
tipe δβ.

Gambar 3.4 Thalassemia beta menurut Hukum Mendel

16
b. Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)9
- Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan
kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini
untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang
disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5
tahun pertama kehidupan.
- Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima
transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik
disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis
dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah
dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.

Gambar 3.5 Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)
- Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat
kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan
hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian
besarnya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan
hipersplenisme sekunder.
- Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak
terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan
oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia
dan gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium
sering merupakan kejadian terminal.

17
- Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang
tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat,
banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel
target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah
splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan
rantai α, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi
< 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi
kapasitas pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran biokimiawi yang
nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.

3.5 Diagnosis
Anamnesis:
- Pucat yang lama (kronis)
- Terlihat kuning
- Mudah infeksi
- Perut membesar akibat hepatosplenomegali
- Pertumbuhan terhambat/ pubertas terhambat
- Riwayat tranfusi berulang (jika sudah pernah tranfusi sebelumnya)
- Riwayat keluarga yang menderita thalassemia

Pemeriksaan fisik:

- Anemia/pucat
- Ikterus
- Facies cooley
- Hepatosplenomegali
- Gizi kurang/ buruk
- Perawakan pendek
- Hiperpigmentasi kulit
- Pubertas terlambat

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis
thalassemia ialah:

18
1. Pemeriksaan Darah3
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita
thalassemia adalah:

a. Darah rutin: kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan


jumlah eritrosit, peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan
dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari
jumlah trombosit.
b. Hitung retikulosit: hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.
c. Gambaran darah tepi: anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat
mikrositik hipokrom. Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan
retikulosit, poikilositosis, tear drops sel dan target sel.
d. Serum Iron & Total Iron Binding Capacity: kedua pemeriksaan ini
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi karena
defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan
TIBC akan meningkat.
e. Tes Fungsi Hepar: kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4
mg%. bila angka tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya
kemungkinan hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum
SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan
hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam
faktor pembekuan darah.
2. Elektroforesis Hb3
Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis
hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia
saja, namun juga pada orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini
untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar HbA2. Petunjuk adanya thalassemia α
adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada thalassemia β kadar Hb F
bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak
melebihi 1%.

19
3. Pemeriksaan sumsum tulang3
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat
aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan
normal biasanya nilai perbandingannya 10:3.

4. Pemeriksaan rontgen6
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak
mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi
berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala.
Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari
korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang
terngkorak memberikan gambaran yang khas, disebut dengan “hair on end” yaitu
menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.

5. EKG dan Echocardiography6


EKG dan echocardiography untuk mengetahui dan memonitor keadaan
jantungnya. Kadang ditemukan jantung yang kardiomegali akibat
anemianya.untuk mengetahui dan memonitor keadaan jantungnya. Kadang
ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya.
6. HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.6
7. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin untuk
memonitor efek terapi deferoxamine (DFO) dan shelating agent.10

3.6 Tatalaksana
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan
lanjut setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak
diberikan kecuali memang dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera
dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada penderita tersebut telah tercapai.
Diperlukan konseling pada semua penderita dengan kelainan genetik, khususnya
mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk terkena penyakit
thalassemia berat.3
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen
transfusi darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup.
Transfusi darah harus dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala

20
dan setelah periode pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat
mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi.3
1. Transfusi Darah5
- Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada
level 9-9.5 gr/dL sepanjang waktu.
- Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka
dibutuhkan suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi.
Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi
hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis.
- Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC
dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan
regimen yang adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.
- Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum
transfusi untuk mencegah demam dan reaksi alergi.

Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi


bahan infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor
biasanya lebih mudah untuk terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa
diberikan transfusi. Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi
terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut
sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama
hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh
organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris pada penderita
dengan iron overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan
Deferoksamin (DFO). Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi
dengan Gentamisin dan Trimetoprim-Sulfametoksazol.5

2. Terapi Khelasi (Pengikat Besi)5


- Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi
dapat menunda onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien,
bahkan dapat mencegah kelainan jantung tersebut.
- Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan
kompleks hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute

21
pemberiannya sangat penting untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk
mencapai keseimbangan besi negatif (lebih banyak diekskresi dibanding
yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka rute
pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau
subkutan).
- Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-
12 jam saat pasien tidur selama 5 hari/minggu.
3. Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)5
TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang
saat ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya
hepatomegali, fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum
transplantasi dilakukan. Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga
karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita yang tidak memiliki
ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah
transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi
khelasi untuk menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk
memulai pengobatan tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka
panjang pasca transplantasi , termasuk fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka
panjang terapi standar diketahui lebih tinggi daripada biaya transplantasi.
Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus dipertimbangkan.

4. Terapi Bedah
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada
pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi
nontoksik (yaitu, fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel
darah merah dan distribusi besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan
sebelum memutuskan melakukan splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai
penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi
tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan.5
Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif,
menyebabkan penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan
demikian meningkatkan kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak
akumulasi besi.5

22
Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari
200-250 mL / kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL
karena dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%. Risiko yang
terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang dilakukan
dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan sampai anak
berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu
diberikan untuk setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis
rendah Aspirin® setiap hari juga bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih
dari 600.000 / μL pasca splenektomi.5

5. Transplantasi sumsum tulang


Transplantasi sumsum tulang untuk thalassemia pertama kali dilakukan
tahun 1982. Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-satunya terapi
definitive untuk thalassemia. Jarang dilakukan karena mahal dan sulit.5

6. Diet thalassemia11
Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut:
o Vitamin C  100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi.
o Asam Folat  2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
o Vitamin E  200-400 IU setiap hari.
Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi
juga dihindari. Kopi dan teh diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan
zat besi di usus.

3.7Komplikasi
a. Komplikasi pada Jantung

Kelainan jantung khususnya gagal jantung kiri berkontribusi lebih dari


setengah terhadap kematian pada penderita thalassemia.Penyakit jantung pada
penderita thalassemia mungkin bermanifestasi sebagai kardiomiopati
hemosiderrhosis, gagal jantung, hipertensi pulmonal, arrithmia, disfungsi
sistolik/diastolik, effusi pericardial, miokarditis atau perikarditis. Penumpukan
besi merupakan faktor utama yang berkontribusi terjadinya kelainan pada jantung,
adapun faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain genetik,faktor imunologi,

23
infeksi dan anemia kronik. Pada pasien yang mendapatkan transfusi darah tetapi
tidak mendapatkan terapi kelasi besi penyakit jantung simtomatik dilaporkan 10
tahun setelah pemberian transfusi pertama kali.2

b. Komplikasi endokrin

Insiden yang tinggi pada disfungsi endokrin telah dilaporkan pada anak,
remaja, dan dewasa muda yang menderita thalassemia mayor.Umumnya
komplikasi yang terjadi yaitu hypogonadotropik hipogonadisme dilaporkan di atas
75% pasien. Pituari anterior adalah bagian yang sangat sensitif terhadap kelebihan
besi yang akan menggangu sekresi hormonal antara lain disfungsi gonad.
Perkembangan seksual mengalami keterlambatan dilaporkan 50% anak laki-laki
dan perempuan mengalami hal tersebut, biasanya pada anak perempuan akan
mengalami amenorrhea.2
Selama masa kanak-kanak pertumbuhan bisa dipengaruhi oleh kondisi
anemia dan masalah endokrin. Masalah tersebut mengurangi pertumbuhan yang
harusnya cepat dan progresif menjadi terhambat dan pada akhirnya biasanya anak
dengan thalassemia akan mengalami postur yang pendek. Faktor-faktor lain yang
berkontribusi antara lain yaitu infeksi, nutrisi kurang, malabsorbsi vitamin D,
defisiensi kalsium, defisiensi zinc dan tembaga, rendahnya level insulin seperti
growth faktor- 1(IGF-1) dan IGF-binding protein-3(IGFBP-3).2
Komplikasi endokrin yang lainnya adalah intoleransi glukosa yang
disebabkan penumpukan besi pada pancreas sehingga mengakibatkan diabetes.
Disfungsi thyroid dilaporkan terjadi pada pasien thalassemia di mana hypothyroid
merupakan kasus yang sering ditemui, biasanya terjadi peningkatan kadar TSH.
Hypothyroid pada tahap awal bisa bersifat reversibel dengan kelasi besi secara
intensif. Selain Hypotyroid kasus lainnya dari kelainan endokrin yang ditemukan
yaitu hypoparathyroid. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
penurunan kadar serum kalsium, phosphate dan hormon parathyroid di mana
kelainan ini biasanya ditemukan pada dekade kedua kehidupan.2

c. Komplikasi metabolik

Kelainan metabolik yang sering ditemukan pada penderita thalassemia yaitu


rendahnya masa tulang yang disebabkan oleh hilangnya pubertas spontan,

24
malnutrisi, disfungsi multiendokrin dan defisiensi dari vitamin D, kalsium dan
zinc.Masa tulang bisa diukur dengan melihat Bone Mineral Density (BMD)
dengan menggunakan dual x-ray pada tiga tempat yaitu tulang belakang, femur
dan lengan. Rendahnya BMD sebagai manifestasi osteoporosis apabila T score <-
2,5 dan osteopeni apabila T score-1 sampai-2.3

d. Komplikasi Hepar

Setelah dua tahun dari pemberian transfusi yang pertama kali pembentukan
kolagen dan fibrosis terjadi sebagai dampak dari adanya penimbunan besi yang
berlebih. Penyakit hati yang lain yang sering muncul yaitu hepatomegali,
penurunan konsentrasi albumin, peningkatan aktivitas aspartat dan alanin
transaminase. Adapun dampak lain yang berkaitan dengan penyakit hati adalah
timbulnya Hepatitis B dan Hepatitis C akibat pemberian transfusi.5

e. Komplikasi Neurologi

Komplikasi neurologis pada penderita thalassemia beta mayor dikaitkan dengan


beberapa faktor antara lain adanya hipoksia kronis, ekspansi sumsum tulang,
kelebihan zat besi dan adanya dampak neurotoksik dari pemberian
desferrioxamine. Temuan abnormal dalam fungsi pendengaran, timbulnya potensi
somatosensori terutama disebabkan oleh neurotoksisitas desferioxamin dan
adanya kelainan dalam konduksi saraf.7

3.8Pencegahan
Ada 2 pendekatan untuk menghindari thalassemia:2
1. Karena karier thalassemia β bias diketahui dengan mudah, skrinning
populasi dan koseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot
menikah, 1 dari 4 anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan
heterozigot.
2. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa
diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis
prenatal dan terminasi kehamilan pada fetus dengan thalassemia β berat.

25
Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan
skrinning premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan
program konseling verbal maupun tertulis mengenai skrinning.
Alternatif lain bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap setiap wanita hamil
berdasar ras, melalui ukuran eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat pada thalassemia-
β). Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis rantai
α.5

3.9Prognosis
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia.
Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat
bervariasi dari ringan bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa,
tergantung pula pada terapi dan komplikasi yang terjadi. Bayi dengan thalassemia
α mayor kebanyakn lahir mati atau lahir hidup dan meninggal dalam beberapa
jam. Anak dengan thalassemia dengan transfuse darah biasanya hanya bertahan
sampai usia 20 tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi.10

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Kelainan
Hemoglobin: Sindrom Thalasemia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2.
Edisi ke-15. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. Hal 1708-1712.
2. Yaish Hassan M. Thalasemia. April 30, 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/958850-overview.
3. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Sel darah merah:
Eritropoisis. Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak. Cetakan ketiga. Ikatan
Dokter Indonesia. Jakarta : 2010. Hal 1-6, 16-23.
4. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Hemoglobin Abnormal:
Thalasemia. Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak.. Cetakan ketiga. Ikatan
Dokter Indonesia. Jakarta : 2010. Hal 64-84.
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hematologi. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas
Kedokteran Universita Indonesia: Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
6. U.S Department of Health & Human Services. Thalasemias. Available at:
http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Thalasemia/Thalasemia_Causes.
html.
7. Bleibel, SA. Thalasemia Alpha. August 26, 2009. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/206397-overview
8. Takeshita, K. Thalasemia Beta. September 27, 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/206490-overview
9. Yaish Hassan M. Thalasemia: Differential diagnoses & Workup. April 30,
2010. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/958850-diagnosis
10. Hay WW, Levin MJ. Hematologic Disorders. Current Diagnosis and
Treatment in Pediatrics. 18th Edition. New York : Lange Medical Books/
McGraw Hill Publishing Division ; 2007. Hal 841-845.
11. Haut, A., Wintrobe MM. The hemoglobinopathies and thalasemias. Forfar and
Arneil’s Textbook of Paediatrics. Edisi 7. Chruchill Livingstone. 2010. Hal
1621-1632

27
28

Anda mungkin juga menyukai