Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2017


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TINEA UNGUIUM

DisusunOleh:

Nadziefah Ghina Faiqah, S.Ked 10542050113

Maulidinah Umar, S.Ked 10542029611

Pembimbing:

Dr. dr. Hj. Sitti Musafirah, Sp. KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama / NIM : Nadziefah Ghina Faiqah, S.Ked./ 10542050113

: Maulidinah Umar, S.Ked / 10542029611

Judul Refarat : Tinea Unguium

Telah menyelesaikan tugas refarat dalam rangka kepaniteraan klinik pada

bagian Ilmu Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Makassar, Desember 2017

Pembimbing

Dr. dr. Hj. Sitti Musafirah, Sp. KK

2
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi ALLAH, atas rahmat dan karunia-Nya jualah,

akhirnya referat yang berjudul “Tinea Unguium” ini dapat diselesaikan dengan

baik. Referat ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian

kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya penulis sampaikan kepada

Dr. dr. Hj. Sitti Musafirah, Sp. KK selaku pembimbing dalam referat ini yang

telah memberikan bimbingan dan banyak kemudahan dalam penyusunan referat

ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki banyak kekurangan,

untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan penulis demi

kebaikan di masa yang akan datang. Harapan penulis semoga referat ini bisa

membawa manfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Makassar, Desember 2017

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................................ 1

Halaman Pengesahan .............................................................................................. 2

Kata Pengantar ....................................................................................................... 3

Daftar Isi ................................................................................................................. 4

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 7

A. DEFINISI ................................................................................................... 7

B. ETIOLOGI ................................................................................................. 7

C. EPIDEMIOLOGI ....................................................................................... 7

D. PATOGENESIS .......................................................................................... 9

E. GAMBARAN KLINIS ............................................................................... 12

F. DIAGNOSIS BANDING ............................................................................ 15

G. DIAGNOSIS ............................................................................................... 17

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG ................................................................ 17

I. PENATALAKSANAAN ............................................................................ 19

J. PROGNOSIS .............................................................................................. 23

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 24

A. KESIMPULAN ......................................................................................... 24

B. PANDANGAN ISLAM ............................................................................ 25

Daftar Pustaka ........................................................................................................ 26

4
BAB I

PENDAHULUAN

Kelainan kulit akibat jamur atau dermatomikosis umumnya digolongkan

menjadi 2 kelompok, yakni mikosis superficial dan mikosis subkutan. Mikosis

superficial adalah infeksi jamur yang mengenai jaringan mati pada kulit, kuku,

dan rambut.1,2,3

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat

tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang

disebabkan golongan jamur dermatofit. Salah satu contohnya yaitu tinea

unguium.1,2,5

Onikomikosis adalah infeksi pada kuku yang disebabkan oleh jamur

dermatofita (Tinea Unguium), jamur non-dermatofita atau yeast.3,4,5

Tinea unguium (dermatophytic onychomycosis) adalah infeksi jamur

dermatofita pada kuku.1,2,4,5,6,7

Prevalensi tinea unguium di asia tenggara di ketahui sangat rendah jika

dibandingkan dengan negara-negara barat, persentase kasus di negara tropis 3,8%,

sedangkan di negara subtropics maupun negara dengan iklim yang ekstrim yakni

18%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 2011 data menegnai kasus tinea

ungium di Indonesia masih sangat sedikit, terutama pada kelompok beresiko

seperti peternak babi. Hasil ini bisa dikarenakan pengumpulan data angka

kejadian di negara tropis khususnya Indonesia tidak maksimal. 4

5
Pada tahun 2016 indisiden onikomiskosis pada populasi umum di amerika

serikat sekitar 2-8% dan meningkat menjadi 14-28% pada usia diatas 60 tahun. Di

kana prevalensinya 6,5%. Infeksi jamur lebih sering terjadi pada kuku kaki

dibandingkan kuku tangan. Sebanyak 30% pasien infeksi jamur pada kulit, juga

mengalami infeksi jamur pada kuku. 7

Dermatofita dibagi menjadi 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton

dan Epidermophyton. Golongan jamur ini mempunyai kemampuan mencerna

keratin. Patogen lain golongan non-dermatofita yang menyebabkan tinea unguium

adalah S. Dinidiatum, dan kadang-kadang Candida spp.1,5

Tinea Unguium dapat mengakibatkan rasa nyeri, tidak nyaman, dan

terutama tampilan kurang baik. Kejadiannya meningkat seiring bertambahnya

usia, dikaitkan dengan menurunnya sirkulasi perifer, diabetes, trauma berulang

pada kuku, pajanan lebih lama terhadap jamur, imunitas yang menurun, serta

menurunnya kemampuan merawat kuku.2,7

Tinea unguium mungkin tidak menyebabkan mortalitas, namun

menimbulkan gangguan klinis yang signifikan secara alami, mengurangi estetika,

bersifat kronis, dan sulit diobati, hal tersebut kemudian dapat mengganggu

kenyamanan dan menurunkan kualitas hidup penderita.4

Tinjauan pustaka ini akan membahas tinea unguium terutama, etiologi,

patogenesis, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan

tinea unguium. Dengan memahami karakteristik penyakit ini, diharapkan kita

dapat mendiagnosis dan menatalaksana pasien dengan tinea unguium dengan

tepat.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Tinea unguium (TU) atau dermatophy ticonychomycosis merupakan infeksi


1,2,3,4,5,6
jamur pada kuku jari tangan dan kaki disebabkan oleh jamur dermatofita.

Spesies dengan prevalensi tertinggi penyebab dermatofitosis adalah Trichophyton

rubrum dan Trichophyton mentagrophytes.2,4,8

Tinea unguium menular melalui kontak langsung dengan sumber (manusia

atau hewan terinfeksi), atau lingkungan yang mengandung spora jamur misalnya

tempat mandi umum. Faktor predisposisi antara lain kelembaban, trauma pada

kuku, dan penurunan sistem imun. Kebiasaan penggunaan kaos kaki dan sepatu

yang lama, dan penggunaan pemandian umum ikut meningkatkan risiko tertular

penyakit.2

B. Etiologi

Dermatofita merupakan penyebab terbanyak terjadinya onikomikosis. Yaitu

sekitar 80-90%. Semua jenis dermatofita dapat menyebabkan tinea unguium,

penyebab terbanyak adalah Trichophyton rubrum (71%) dan Trichophyton

mentagrophytes (20%). Penyebab lain diantaranya E. Floccosum, T, violaaceum,

T. Schoenleinii, T. Verrrucosum.5

C. Epidemiologi

Dermatomikosis banyak diderita di negara tropis. Angka kejadian di

Indonesia masih cukup tinggi. Berbagai penelitian pun menunjukkan prevalensi

7
onikomikosis sebanyak setengah dari abnormalitas kuku dan sepertiga dari

seluruh infeksi jamur kulit. Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap infeksi

dermatofita antara lain iklim tropis, higienitas yang buruk, adanya sumber

penularan, serta penyakit sistemik dan kronis yang meningkat.2

Insidens onikomikosis pada populasi umum di Amerika Serikat tahun 2016

sekitar 2-8% dan meningkat menjadi 14-28% pada usia di atas 60 tahun. Di

Kanada, prevalensinya diperkirakan 6,5%.3 Prevalensi di Inggris, Spanyol, dan

Finlandia berkisar 3 – 8 %.3 Infeksi jamur ini lebih sering terjadi pada kuku kaki

dibandingkan kuku tangan. Sebanyak 30% pasien infeksi jamur pada kulit, juga

mengalami infeksi jamur pada kuku. Prevalensi onikomikosis berkisar 2,6% pada

anak di bawah usia 18 tahun, mencapai 90% pada usia lanjut.7

Antara 3-8 dari 100 orang di UK tahun 2014 pernah mengalami tinea

unguium pada beberapa tahap dikehidupannya. Kebanyakan pada kuku kaki

daripada kuku tangan.10

Tinea unguium menyebabkan masalah bagi pasien, berupa fisik dan

psikologis. Permasalahan lain yang ada adalah pengobatan onikomikosis bersifat

menahun dan resisten pada pengobatan.2

8
D. Patogenesis

Sebelum memahami patogenesis terjadinya tinea unguium maka diperlukan

pemahaman mengenai fungsi dan anatomi kuku. Fungsi utama dari kuku adalah

untuk memberikan perlindungan ke ujung digiti, meningkatkan diskriminasi

sensorik, dan dalam beberapa individu, berfungsi sebagai aksesori kosmetik.

Gambar 1. Anatomi dan struktur kuku.6,9

9
Kuku merupakan struktur unit yang tiap komponennya bergabung dan

disebut sebagai unit kuku. Unit kuku terdiri dari lempeng kuku (nail plate) dan

empat struktur epitel: lipatan kuku proksimal (proximal nail fold), matriks, dasar

kuku (nail bed) dan hiponikium. (Gambar 1). Lempeng kuku berbentuk persegi

panjang, tembus pandang relatif tidak fleksibel, mengandung kalsium, fosfat, besi,

seng, mangan dan tembaga, juga sulfur dalam matriks kuku yang bertanggung

jawab untuk kualitas fisik kuku. Lempeng kuku muncul dari bawah lipatan kuku

proksimal dan berbatasan di kedua sisi dengan lipatan kuku lateralis. Di bagian

proksimal terdapat lingkaran putih yang disebut lunula. Permukaan dorsal unit

kuku tampak berwarna merah muda karena peningkatan pembuluh darah dari

dasar kuku (nail bed). Daerah antara permukaan dorsal dan ventral terdapat

kutikula (eponychium) yang melindungi matriks dari kerusakan.6,9

Pada tinea unguium invasi terjadi pada kuku yang sehat. Jamur dapat masuk

melalui tiga cara yaitu dari manusia ke manusia (antrofopilik), dari hewan ke

manusia (zoofilik) dan dari tanah ke manusia (geofilik). Onikomikosis merupakan

dermatomikosis superficial yang sebagian besar penyebabnya adalah golongan

dermatofita. Dermatofita berarti jamur yang keratinolitik dimana di dalam

hidupnya membutuhkan keratin atau menghasilkan keratinases (enzim yang

memecah keratin), yang memungkinkan untuk invasi jamur ke dalam jaringan

keratin. Jamur akan mengambil keratin disekitarnya untuk hidupnya. Kuku

tersusun dari keratin. Karena keratin diambil oleh jamur maka lambat laun kuku

menjadi rapuh dan akhirnya rusak. 11

10
Dermatofita Penghancuran Kuku
(jamur keratin kuku menjadi
keratolitik) rapuh

Menginvasi Menghasilkan Kuku rusak


jar. kuku keratinase

Bagan 1. Patomekanisme Tinea Unguium

Jamur jenis dermatofta langsung menyerang keratin yang normal. Beberapa

strain T. mentagrophystes mempunyai kemampuan enzim proteolitik in vivo, yang

bisa menghancurkan lempeng kuku. Faktor predisposisi yang mempengaruhi

infeksi oleh dermatofita ini adalah keadaan basah dan lembab, yang memudahkan

terjadinya kontaminasi, misalnya jalan dengan kaki telanjang, ditempat – tempat

permandian umum, sauna shower di asrama – asrama. Penyakit ini sering terjadi

pada orang deasa, lesi terutama pada kaki 80%, jari – jari tangan 20%.11

Jamur menyerang kuku melalui berbagai area sesuai dengan bagian kuku

yang pertama diinfeksinya. Invasi jamur ke kuku biasanya di mulai dari lipatan

kuku lateral atau ujung kuku, hal ini akan memberikan gambaran klinis berbeda

sesuai dengan klasifikasi berdasarkan bagian kuku yang terkena. Selanjutnya

dapat terjadi onikomikosis sekunder dimana infeksi terjadi setelah jaringan di

sekitar kuku sudah terinfeksi seperti pada psoriasis atau trauma pada kuku. tinea

11
unguium pada kuku jari kaki biasanya terjadi setelah tinea pedis, pada kuku jari

tangan dikaitkan dengan tinea manus, tinea corporis dan tinea kapitis.9

E. Gambaran Klinis

Kuku jari kaki lebih sering terinfeksi dibandingkan kuku jari tangan. Sekitar

80% tinea unguium terjadi pada kaki. Gambaran klinis tinea unguium berdasarkan

klasifikasinya, yaitu:

1. Bentuk Onikomikosis Distal Subungual (ODS)

Onikomikosis Distal Subungual (ODS) merupakan pola tinea unguium yang

paling sering terjadi. Infeksi dimulai dari stratum korneum daerah hiponokium

atau lipatan kuku, kemudian masuk ke subungual. Onikomikosis Distal

Subungual (ODS) sering dikaitkan dengan tinea pedis. Biasanya disebabkan

oleh T. rubrum.9

Bentuk ini mulai dari tepi distal atau distolateral kuku. Proses ini menjalar ke

proksimal dan dibawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh. Kalau proses

berjalan terus, maka permukaan kuku bagian distal akan hancur dan yang

terlihat hanya kuku rapuh yang menyerupai kapur. 1

Gambar 2. Onikomikosis Subungual Distal (OSD)9

12
2. Bentuk Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)

Jamur masuk melalui kutikula lipatan kuku posterior kemudian berpindah

sepanjang lipatan kuku proksimal menginvasi matrik kuku. Pada tipe ini,

paling sering disebabkan oleh T. rubrum. Tipe ini selalu dikaitkan dengan

keadaan immunocompromised. Banyak ditemukan pada pasien HIV.

Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP) dapat mengenai satu atau dua

kuku. 5,9

Bentuk ini mulai dari pangkal kuku bagian proksimal terutama menyerang

kuku dan membentuk gambaran klinis yang khas, yaitu terlihat kuku dibagian

distal masih utuh sedangkan bagian proksimal rusak. Biasanya penderita tinea

unguium mampenyai dermatofitosis ditempat lain yang sudah sembuh atau

yang belum. Kuku kaki lebih sering diserang daripada kuku tangan. Gambaran

klinis yang dapat ditemukan adalah bintik putih di bawah lipatan kuku

proksimal. 1,9

Gambar 3. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)9

13
3. Bentuk Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT) / Leukonikia Trikofita

Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan leukonikia atau keputihan

dipermukaan kuku yang dapat dikerok untuk dibuktikan adanya elemen

jamur.1 Pada tipe ini, jamur menginvasi permukaan dorsal kuku. Penyebab

terbanyak adalah T. mentagrophytes atau T. rubrum (pada anak-anak).

Penyebab yang jarang Acremonium, Fusarium, dan Aspergillus terreus.

Permukaan lempeng kuku yang terinvasi oleh jamur menunjukkan gambaran

putih, seperti tepung/ serbuk kapur (chalky white) dan kadang mudah retak. 9

Gambar 4. Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT)9

Gambar 5. Bentuk – bentuk Onikomikosis

14
F. Diagnosis Banding

Sangat penting untuk membedakan tinea unguium dengan berbagai

penyakit lain yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama, yaitu kuku

psoriasis, paronikia candida, ekzema dan dermatitis kontak, liken planus, serta

pakionikia kongenital.12

F.1. Psoriasis Kuku

Pada psoriasis, selain kuku pada umumnya kelainan juga ditemukan pada

bagian kulit lain. Meski demikian dapat terjadi kelainan psoriasis yang hanya

mengenai kuku. Psoriasis kuku memberikan gambaran mirip Onikomikosis

Subungual Distal (OSD). Pada kuku psoriasis sering ditemukan pitting nail dan

tanda onikolisis berupa “oil spot” dan “salmon patch” yaitu warna kuning-

kemerahan, translusen di bawah lempeng kuku dan sering meluas ke hiponikium.

Gambaran ini tidak ditemukan pada tinea unguium.12

Gambar 5. Psoriasis kuku

15
F.2. Paronikia Candida

Pada paronikia candida sering ditemukan pada orang – orang yang

pekerjaannya berhubungan dengan air. Lesi berupa kemerahan, pembengkakakn

yang tidak bernanah dan nyeri di area paronikia disertai retraksi kutikula kea rah

lipat kuku proksimal. Kelainan kuku berupa onikolisis, terdapat lekukan

transversal dan berwarna kecoklatan. Penyebab onikomikosis kandida umumnya

adalah C. albicans dengan kelainan kuku berupa distrofi total menyerupai

onikomikosis yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita.1

Gambar 6. Onikomikosis kandida

F.3. Dermatitis Kontak

Tampak lempengan kuku yang hancur karena terpapar dengan bahan kimia.

Gambar 7. Dermatitis Kontak

16
F.4. Pakionikia Kongenital

Adanya penebalan pada lempeng kuku. Tebal kuku jari tangan yang normal

adalah 0,5 mm dan kuku jari kaki 2x lebih tebal. Penebalan kuku terjadi karena

adanya hyperkeratosis dari dasar kuku atau karena perubahan matriks kuku.

Gambar 8. Pakionikia Kongenital

G. Diagnosis

Anamnesis dan gambaran klinis saja pada umumnya sulit untuk memastikan

diagnosis terutama pada tinea unguium yang merupakan kelainan sekunder pada

kelainan kuku yang telah ada sebelumnya. Gambaran klinis harus dikonfirmasi

dengan ditemukannya elemen jamur pada pemeriksaan mikroskopik langsung

dengan preparat KOH, pemeriksaan histopatologi dari clipping nail atau dengan

biakan jamur. Mengingat banyaknya diagnosis banding secara klinis, maka dapat

digunakan pendekatan diagnosis pada kuku yang distrofi.9,13

H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan adalah pemeriksaan

mikroskopik langsung yang diikuti biakan untuk identifikasi spesies penyebab.

17
1. Pemeriksaan mikroskopik langsung

Pemeriksan langsung dapat dilakukan dengan sediaan KOH 20-30% dalam

air atau dalam dimetil sulfoksida (DMSO) 36% untuk mempermudah lisis keratin.

Zat warna tambahan misalnya tinta parker blue-black, atau pewarnaan PAS akan

mempermudah visualisasi jamur. Penambahan zat warna chorazol black E atau

calcofluor white pada KOH bersifat spesifik untuk elemen jamur karena hanya

terikat pada khitin yang merupakan dinding jamur, tetapi tidak pada keratin atau

benang dan artefak lain. Namun untuk calcoflour white dibutuhkan mikroskop

fluoresen untuk memeriksannya.9,12,14

Selain memastikan hasil positif atau negatif, perlu dicari bentuk tipikal

atau atipikal elemen jamur, misalnya hifa dermatofita tidak berwarna (hialin), hifa

Scytalidium panjang dan berkelok-kelok serta jamur dematiaceae berwarna

hitam.12,14

Pada pemeriksaan mikroskopik terkadang sulit untuk mengidentifikasi

jenis jamur spesifik tetapi pada kebanyakan kasus yeast dapat dibedakan dengan

dermatofita secara morfologi. Pemeriksaan secara mikroskopik merupakan

pemeriksaan yang paling sederhana dan cepat.9

Gambar 6. Pemeriksaan KOH 20%


tampak hifa mengindikasikan suatu jamur

18
2. Pemeriksaan Biakan

Pemeriksaan dengan biakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan

langsung sediaan basah untuk menentukan spesies jamur. Pada biakan jamur

pemisahan jamur akan lebih baik jika menggunakan antibiotik untuk mencegah

kontaminasi bakteri. Penghancuran spesimen kuku harus dilakukan sebelum

inokulasi pada media. Sampel yang diambil dari kuku yang terinfeksi disuntikkan

ke media agar Sabouraud dengan atau tanpa cycloheximide. Biakan jamur

menggunakan media agar Sabouroud dengan chloramphenicol dan cycloheximide

memiliki sensitivitas 32%. Untuk melihat hasil biakan jamur ini dibutuhkan waktu

7-14 hari.14

3. Pemeriksaan Histopatologi

Bila secara klinis kecurigaan tinea unguium besar namun hasil sediaan

mikroskopik langsung maupun biakan negatif, pemeriksaan histopatologi dapat

membantu. Dapat dilakukan biopsi kuku atau cukup dengan nail clippings pada

Onikomikosis Subungual Distal (ODS). Periodic Acid Schiff (PAS) digunakan

untuk mencari elemen jamur pada kuku. Pemeriksaan ini dapat sekaligus

membantu memastikan bahwa jamur terdapat dalam lempeng kuku dan bukan

komensal atau kontaminan di luar lempeng kuku. Teknik ini merupakan teknik

yang paling dapat dipercaya untuk membangun diagnosis tinea unguium. 9,12,14

I. Penatalaksanaan

Seperti penatalaksanaan penyakit jamur superfisial lainnya, maka prinsip

penatalaksanaan tinea unguium menghilangkan faktor predisposisi yang

memudahkan terjadinya penyakit, serta terapi dengan obat anti jamur yang sesuai

19
dengan penyebab dan keadaan patologi kuku. Perlu ditelusuri pula sumber

penularan.

Pengobatan pada tinea unguium yaitu dengan pemberian obat anti jamur

baik secara topikal maupun sistemik. Pengobatan topikal yaitu dengan

menggunakan siklopiroks dan amprolfin. Sedangkan pengobatan sistemik

digunakan anti jamur golongan alilamin seperti terbinafin dan golongan azol

seperti flukonazol dan itrakonazoltinea unguium ada dua cara yaitu secara

sistemik dengan menggunakan obat.9,13

1. Obat topikal
Obat topikal berbentuk krim dan solusio, namun sulit untuk penetrasi ke

dalam kuku sehingga kurang efektif untuk pengobatan tinea unguium, namun

masih dapat digunakan untuk superfisial Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT).

Obat topikal dengan formulasi khusus dapat meningkatkan penetrasi obat ke

dalam kuku, yakni:

a. Amorolfin : merupakan derivat morfolin yang bersifat fungisidal. Bekerja

dengan cara menghambat biosintesis ergosterol jamur. Untuk infeksi

jamur pada tinea unguium digunakan amorolfin dalam bentuk cat kuku

konsentrasi 5% untuk kuku jari tangan, dioleskan satu atau dua kali setiap

minggu selama 6 bulan sedangkan untuk kuku kaki harus digunakan

selama 9-12 bulan.9,14

b. Siklopiroks merupakan anti jamur sintetik hydroxypiridone, bersifat

fungisidal, sporosidal dan anti jamur ini mempunyai penetrasi yang baik

pada kulit dan kuku. Untuk pengobatan tinea unguium digunakan

siklopiroks nail lacquer 8%. Setelah dioleskan pada kuku yang sakit,

20
larutan tersebut akan mengering dalam waktu 30-45 detik, zat aktif akan

segera dibebaskan dari pembawa berdifusi menembus lapisan lempeng

kuku hingga ke dasar kuku dalam beberapa jam sampai kedalaman 0,4 mm

dan hasil pengobatan akan dicapai setelah 24-48 kali pemakaian.

Diberikan 2 hari sekali selama bulan pertama, setiap 3 hari sekali pada

bulan kedua dan seminggu sekali pada bulan ketiga hingga bulan keenam

pengobatan. Dianjurkan pemakaian cat kuku siklosporik tidak melebihi

dari 6 bulan.9,14

Dibutuhkan ketekunan pasien karena umumnya masa pengobatan panjang.

Meskipun penggunaan obat topikal mempunyai keterbatasan, namun masih dapat

digunakan sebagai pengobatan tinea unguium karena tidak mempunyai risiko

sistemik, relatif lebih murah dan dapat digunakan sebagai kombinasi dengan oral

untuk memperpendek masa pengobatan, selain itu bentuk cat kuku juga mudah

digunakan.

2. Obat Sistemik
Terapi anti jamur sistemik, meski dikaitkan dengan tingginya angka

kejadian dan peningkatan keparahan efek samping, namun tetap diperlukan untuk

pengobatan infeksi tertentu, termasuk tinea manus, kapitis dan unguium. Obat

antijamur baru memberikan lebih banyak pilihan untuk terapi sistemik.9

21
Table 1. Obat yang dianjurkan pada tinea unguium.9
Flukonazol Griseofulvin Itrakonazol Terbinafin
Kuku tangan dan kuku kaki
150–200 1–2 g/hari 200 mg/hari × 12 minggu 250 mg/hari × 12
mg/minggu × 9 hingga kuku Atau minggu
bulan normal 200 mg × 1 minggu/bulan
selama 3–4 bulan
Dosis
Hanya kuku tangan
Dewasa
150–200 1–2 g/day 200 mg/hari × 6 minggu 250 mg/hari × 6
mg/minggu × 6 hingga kuku Atau minggu
bulan normal 200 mg × 1 bulan selama 2
bulan
6 mg/kg/ minggu 20 mg/kg/hari 5 mg/k/hari (<20 kg), 62.5 mg/hari (<20 kg)
× 12–16 minggu hingga kuku 100 mg/hari (20–40 kg), 200 125 mg/hari (20–40 kg)
(kuku tangan) or normal mg/hari (40–50 kg) or
Dosis
18–26 minggu Atau 250 mg/hari (>40 kg) ×
anak-
(kuku kaki) 200 mg (>50 kg) × 1 6 minggu (kuku tangan)
anak
minggu/bulan for 2 (kuku or 12 minggu (kuku
tangan) atau 3 (kuku kaki) kaki)
bulan

Obat sistemik yang dapat digunakan untuk pengobatan tinea unguium yaitu

derivat azol dan derivat alilamin. Derivat azol bersifat fungistatik tetapi

mempunyai spektrum anti jamur luas dan derivat alilamin bersifat fungisidal

namun efektif terutama terhadap dermatofita.9,13

3. Terapi Bedah
Pengangkatan kuku dengan tindakan bedah skalpel selain menyebabkan

nyeri juga dapat memberikan gejala sisa distrofi kuku. Tindakan bedah dapat

dipertimbangkan bila kelainan hanya 1-2 kuku, bila terdapat kontraindikasi

terhadap obat sistemik, dan pada keadaan patogen resisten terhadap obat.

22
Tindakan bedah tetap harus dikombinasi dengan obat anti jamur topikal atau

sistemik.13

J. Prognosis

Kondisi ini sulit diobati, dibutuhkan pengobatan dalam waktu yang panjang.

Tinea unguium tahap awal lebih mudah diobati pada orang muda, dan individu

sehat dibandingkan dengan individu yang sudah tua dengan kondisi kesehatan

yang buruk. Meskipun dengan obat – obat baru dan dosis optimal, 1 diantara 5

kasus onikomikosis ternyata tidak member respons baik. Penyebab kegagalan

diduga adalah diagnosis yang tidak akurat, slah identifikasi penyebab. Pada

beberapa kasus, karakteristik kuku tertentu, yakni pertumbuhan lambat serta

sangat tebal juga merupakan penyulit, selain factor predisposisi terutama keadaan

imunokopromais. Menghindari sumber penularan, misalnya sepatu lama atau kaos

kaki yang mengandung spora jamur, perlu diperhatikan untuk mencegah

kekambuhan. 11

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tinea unguium (dermatophytic onychomicosis) adalah infeksi jamur

dermatofita pada kuku. Prevalensi tinea meningkat sesuai dengan pertambahan

usia, lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada wanita. Patogen penyebab

terbanyak adalah T. rubrum dan T. mentagrophytes. Ada 3 jenis onikomikosis

yaitu Onikomikosis Subungual Distal (OSD), Onikomikosis Subungual Proksimal

(OSP), dan Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT). Jenis yang paling sering

adalah Onikomikosis Subungual Distal (OSD). Diagnosis berdasarkan gambaran

klinis yang harus dikonfirmasi dengan ditemukannya elemen jamur pada

pemeriksaan mikroskopik langsung dengan preparat KOH, pemeriksaan

histopatologi PAS (Periodic Acid Schiff Stain) atau dengan biakan jamur.

Penatalaksanaan pada tinea unguium terdiri dari penatalaksanaan umum dan

khusus. Penatalaksanaan umum yaitu memberikan informasi dan edukasi

mengenai tinea unguium kepada pasien. Penatalaksanaan khusus terdiri dari

pengobatan topikal dan sistemik. Penatalaksanaan dengan topikal yaitu dengan

menggunakan siklopirok dan amorolfin, sedangkan penatalaksanaan dengan

sistemik digunakan anti jamur golongan alilamin seperti terbinafin dan golongan

azol seperti flukonazol dan itakonazol. Pengobatan tahap awal lebih mudah

diobati pada orang muda dan individu sehat dibandingkan individu yang sudah tua

dengan kondisi kesehatan yang buruk. Menghindari sumber penularan, misalnya

24
sepatu lama atau kaos kaki yang mengandung spora jamur, perlu diperhatikan

untuk mencegah kekambuhan.

B. Pandangan Islam Tentang Kebersihan Diri

Sumber ajaran Islam adalah al-Quran dan as-sunnah. Dalam sumber ajaran

tersebut, diterangkan bukan hanya aspek peristilahan yang digunakan tetapi juga

ditemukan bagaimana sesungguhnya ajaran islam menyoroti kebersihan.

Dalam Hadits Rasulullah SAW juga banyak hadist-hadist yang

menyatakan pentingnya kebersihan diantaranya adalah sebagai berikut:

Artinya : “Agama Islam itu adalah (agama) yang bersih/suci, maka hendaklah

kamu menjaga kebersihan. Sesungguhnya tidak akan masuk surge kecuali orang –

orang yang bersih.” (HR. Baihaqi)

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Sandra Widaty. Dermatofitosis, dalam : Menaldi SLSW, Bramono K

Indriatmi W (editors). Ilmu Penyakit Kullit dan Kelamin. Ed.7. Jakarta:

Badan Penerbit FKUI, 2016. Hal: 103,109

2. Yuda Sujana, Kadek. Darmada, IGK. Made Mas Rusyati, Luh. Terapi

Denyut Itrakonazol Pada Kasus Tinea Unguium. Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana, Denpasar, Bali.

3. Suryadi, Tjekyan, R.M. Nilai Diagnostik Dermatophyte Strip Test pada

Pasien Tinea Ungium. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas

Kedokteran Universitas Sriwijaya. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan,

Volume 2, No. 1, Januari 2015: 20-24

4. Setianingsih, Ika. Candra Arianti, Dwi. Prevalensi, Agen Penyebab, dan

Analisis Faktor Risiko Infeksi Tinea unguium pada Peternak Babi di

Kecamatan Tanah Siang, Provinsi Kalimantan Tengah. Jurnal

Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang. Jurnal Buski. Vol. 5, No.

3, Juni 2015; p.155-161.

5. Verma S, Haffernan MP. Fungal disease. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz

SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology

in General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008; p.1817-18.

6. Moore Mk, Hay RJ. Mycology. In: Berth-jones J, editors. Rook’s Textbook

of Dermatology. 8th ed. Cambridge: Wiley-Balckwell: 2010; p.31.36.

26
7. Anugrah, Radityo. Diagnostik dan Tatalaksana Onikomikosis. Bamed Skin

Care, Jakarta, Indonesia, CDK-244/vol.43, No.9, 2016.

8. Tinea Unguium. Journal Ulster Medical Society. US National Library of

Medicine National Institutes of Health.

Dapat diakses : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2479713/

9. Wolff KL. Johnson RA. Disorder of The Nail Apparatus. In: Fitzpatrick’s

Color Atlas & Sinopsis Of Clinical Dermatology, 5th ed. New York: The

McGraw-Hill companies; 2007.

10. Knott, Laurence. Discuss Fungal Nail Infections (Tinea Unguium). 2015.

Dapat diakses : patient.info/health/fungal-nail-infections-tinea-unguium

11. Budi Putra, Imam. Onikomikosis. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin Fakultas Kedokteran – USU RSUP. H. Adam Malik, Medan,

2008.

12. Boni E. Elewski. Onychomycosis: Pathogenesis, Diagnosis, and

Management Clinical Microbiology Reviews, American Society for

Microbiology. Department of Dermatology, University Hospitals of

Cleveland, Case Western Reserve University, Cleveland, Ohio. July 1998,

p. 415–429 Vol. 11, No. 3

13. Antonella Tosti. Onychomycosis. eMedicine Journal.

http://emedicine.medscape.com/article/1105828.

14. Singal, Archana. Khanna, Deepshikka. Onychomycosis : Diagnosis and

management. Department of Dermatology and STD, University College of

27
Medical Sciences and GTB Hospital, University of Delhi, India. Yposium-

Nails Part I, Vol. 77. 2011

15. Al-Quran dan Hadist

28

Anda mungkin juga menyukai