Anda di halaman 1dari 130

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, JARAK, DAN

TENAGA KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN


PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS
RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT DKT
KOTA KEDIRI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Oleh :
FEBRI FITRIANA SUBEKTI
NIM. 10115049

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, JARAK, DAN
TENAGA KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN
PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS
RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT DKT
KOTA KEDIRI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Oleh :
FEBRI FITRIANA SUBEKTI
NIM. 10115049

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019

i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah - Nya sehingga saya dapat menyelesaikan

Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, JARAK, DAN

TENAGA KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT PADA

PASIEN TUBERKULOSIS RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT DKT KOTA

KEDIRI”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Program Studi S1 Farmasi Fakultas Farmasi Institut Ilmu Kesehatan Bhakti

Wiyata Kediri, dalam penyusunannya berbagai hambatan telah dihadapi. Berkat

bimbingan dan masukan dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan, untuk itu saya menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dra. Ec. Lianawati, MBA, selaku Ketua Yayasan Pendidikan Bhakti

Wiyata Kediri.

2. Prof. Dr. Muhamad Zainuddin., Apt, selaku Rektor Institut Ilmu

Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

3. Dewy Resty B, M.Farm., Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Institut

Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

4. Krisna Kharisma P., M.Sc., Apt, selaku Ketua Progam Studi S1 Farmasi

Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

5. Dyah Ayu Kusumaratni, M.Farm., Apt, selaku Dosen Pembimbing I yang

bersedia memberikan waktu, masukan, arahan serta semangat sehingga

skripsi ini bisa terselesaikan.

v
6. Yogi Bhakti Marhenta, M.Farm., Apt, selaku Dosen Pembimbing II yang

bersedia memberikan waktu, masukan dan arahan sehinggaskripsi ini bisa

terselesaikan.

7. Ardhi Broto Sumanto, M.Sc., Apt, selaku Dosen Penguji I dan Dra. Iffah

Setyowati, M.Kes., Apt, Dosen Penguji II yang bersedia memberi

masukan dan arahan sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.

8. Ayah saya terkasih, Ibu saya tercinta, Kakak dan Adik saya tersayang yang

dengan sepenuh hati memberikan dukungan moril maupun spiritual

sehingga penulian skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Teman - teman seperjuangan via, nurul, zunia dan semua pihak yang tidak

bisa saya sebutkan satu persatu yang turut membantu penulis selama ini.

Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah

memberikan kesempatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Saya menyadari bahwa

penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, tetapi penulis berharap semoga

skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membaca.

Kediri, 13 Agustus 2019

Penulis

vi
ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, JARAK, DAN


TENAGA KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN
PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS
RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT DKT
KOTA KEDIRI

Febri Fitriana Subekti , Dyah Ayu Kusumaratni 1 , Yogi Bhakti Marhenta 2


Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Sampai saat ini, tuberkulosis masih menjadi
penyakit infeksi menular yang paling berbahaya di dunia. Pengobatan
tuberkulosis paru dilakukan selama enam bulan, tetapi banyak pasien gagal untuk
menyelesaikan pengobatan salah satunya dikarenakan pemakaian obat dalam
jangka panjang. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan akan mengakibatkan
tingginya angka kegagalan pengobatan penderita tuberkulosis paru. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan tingkat pengetahuan, jarak, dan
tenaga kesehatan dengan kepatuhan penggunaan obat pada pasien tuberkulosis
paru. Penelitian ini bersifat analisa observasional dengan studi penelitian cross-
sectional, jumlah sampel sebanyak 33 responden dengan kriteria inklusi pasien
tuberkulosis paru yang berusia produktif ( > 15 tahun) serta pengambilan data
menggunakan kuesioner. Hasil analisa korelasi tingkat pengetahuan didapatkan
nilai p sig 0,005, jarak p sig 0,047 dan tenaga kesehatan p sig 0,001 dengan
menggunakan Pearson-Product Moment, sedangkan hasil analisa regresi linier
berganda tingkat penegetahuan, jarak, dan tenaga kesehatan dengan kepatuhan
didapatkan nilai p sig 0,009. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan, jarak dan tenaga kesehatan
dengan kepatuhan penggunaan obat pada pasien tuberkulosis di rumah sakit DKT
kota Kediri .

Kata Kunci : Tuberkulosis, tingkat pengetahuan, jarak, tenaga kesehatan

vii
ABSTRACT

RELATIONSHIP OF LEVEL OF KNOWLEDGE, DISTANCE,


AND HEALTH PERSONNEL WITH THE COMPLIANCE OF DRUG
USE IN PATIENTS TUBERCULOSIS PATHWAY IN
HOSPITAL DKT IN KEDIRI

Febri Fitriana Subekti , Dyah Ayu Kusumaratni 1 , Yogi Bhakti Marhenta 2


Tuberculosis is an infectious disease caused by Mycobacterium
tuberculosis. Until now, tuberculosis is still the most dangerous infectious disease
in the world. Compliance with the use of pulmonary tuberculosis drugs carried out
for six months, but many patients fail to complete the treatment one of which is
due to long-term use of the drug. Non-adherence to treatment will result in high
rates of treatment failure for patients with pulmonary tuberculosis. This study
aims to determine whether there is a relationship between the level of knowledge,
distance, and health workers with compliance with drug use in pulmonary
tuberculosis patients. This study was an observational analysis with a cross-
sectional study, with a total sample of 33 respondents with inclusion criteria for
productive pulmonary tuberculosis patients (> 15 years). Retrieval of data using a
questionnaire. The results of statistical analysis of the level of knowledge obtained
the value of p sig 0.005, the distance of p sig 0.047 and health workers p sig 0.001
using the Pearson-Product Moment correlation test, while the results of multiple
linear regression analysis the level of knowledge, distance, and health workers
with compliance obtained p value sig 0.009. From this study it can be concluded
that there is a significant relationship between the level of knowledge, distance
and health personnel with compliance with the use of drugs in tuberculosis
patients in DKT in Kediri.

Keywords: Tuberculosis, level of knowledge, distance, health workers

viii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ................................................................................................... i
Halaman Persetujuan.......................................................................................... ii
Halaman Pengesahan ......................................................................................... iii
Halaman Pernyataan Keaslian Tulisan............................................................... iv
Kata Pengantar ................................................................................................... v
Abstrak .............................................................................................................. vii
Abstract ............................................................................................................ viii
Daftar Isi ............................................................................................................. xi
Daftar Tabel .................................................................................................... xii
Daftar Gambar .................................................................................................. xiii
Daftar Lampiran ............................................................................................... xiv
Daftar Arti Lambang, Singkatan, dan Istilah ...................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1


A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 6
1. Bagi Peneliti ............................................................................... 6
2. Bagi Institusi .............................................................................. 6
3. Bagi Rumah Sakit ...................................................................... 6
4. Bagi Masyarkat .......................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 7


A. Landasan Teori ............................................................................... 7
1. Definisi Tuberkulosis ............................................................... 7
2. Etiologi ..................................................................................... 7
3. Patofisiologi .............................................................................. 8
4. Manifestasi Klinis ..................................................................... 9

ix
5. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien ...................................... 10
6. Diagnosis .................................................................................... 13
7. Penularan Tuberkulosis ............................................................ 15
8. Pencegahan Tuberkulosis .......................................................... 16
9. Pengobatan pasien Tuberkulosis ............................................... 17
10. Definisi Kepatuhan .................................................................... 26
11. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan ...................... 27
12. Tinjauan Rumah Sakit ............................................................... 31

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ..................................... 35


A. Kerangka Konsep ........................................................................... 35
B. Hipotesis.......................................................................................... 36

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 37


A. Desain Penelitian............................................................................. 37
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 37
1. Lokasi Penelitian ....................................................................... 37
2. Waktu Penelitian ...................................................................... 37
C. Populasi, Sampel, dan Tehnik Sampling......................................... 37
1. Populasi .................................................................................... 37
2. Sampel ....................................................................................... 38
3. Tehnik Sampling ....................................................................... 39
D. Variabel Penelitian ......................................................................... 40
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ........................................ 40
F. Instrumen Penelitian........................................................................ 41
G. Prosedur Pengumpulan Data .......................................................... 42
H. Pengolahan Data Dan Analisis Data .............................................. 43
1. Pengolahan Data ....................................................................... 43
2. Analisis Data ............................................................................ 47
I. Kerangka Kerja ............................................................................... 51

x
BAB V HASIL PENELITIAN ....................................................................... 52

BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................ 64

BAB VII PENUTUP........................................................................................... 78


A. Kesimpulan ..................................................................................... 78
B. Saran ............................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 80

LAMPIRAN ........................................................................................................ 85

xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel II.1 OAT (Obat Anti-Tuberkulosis) Lini Pertama .................................. 19
Tabel II.2 Kisaran Dosis OAT (Obat Anti-Tuberkulosis) Lini Pertama Bagi Pasien
Dewasa ............................................................................................. 19
Tabel II.3 Dosis Paduan OAT (Obat Anti-Tuberkulosis) KDT Kategori 1 ....... 21
Tabel II.4 Dosis Paduan OAT (Obat Anti-Tuberkulosis) KDT Kategori 1 ....... 21
Tabel II.5 Dosis Paduan OAT (Obat Anti-Tuberkulosis) KDT Kategori 2 ....... 22
Tabel II.6 Dosis Paduan OAT (Obat Anti-Tuberkulosis) KDT Kategori 2 ....... 23
Tabel II.7 Tabel Efek Samping Ringan OAT (Obat Anti-Tuberkulosis) .......... 25
Tabel II.8 Tabel Efek Samping Berat OAT (Obat Anti-Tuberkulosis) ............ 26
Tabel IV.1 Tabel Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................. 41
Tabel V.1 Tabel Nilai r Hitung Hasil Validasi Kuesioner .............................. 52
Tabel V.2 Tabel Nilai Cronnbach Alpha Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner ..... 54
Tabel V.3 Tabel Karakteristik Jenis Kelamin Responden ............................... 54
Tabel V.4 Tabel Karakteristik Umur Responden ............................................. 55
Tabel V.5 Tabel Karakteristik Pendidikan Terakhir Responden ..................... 57
Tabel V.6 Tabel Karakteristik Pekerjaan Responden ...................................... 58
Tabel V.7 Tabel Karakteristik Jarak Rumah Responden ................................. 59
Tabel V.8 Tabel Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov .................................. 60
Tabel V.9 Tabel Hasil Analisis Korelasi Pearson-Product Moment ............... 61
Tabel V.10 Tabel Hasil Analisis Korelasi Pearson-Product Moment ............. 61
Tabel V.11 Tabel Hasil Analisis Korelasi Pearson-Product Moment ............. 62
Tabel V.12 Tabel Hasil Uji Regresi Linier Berganda ...................................... 63
Tabel V.13 Tabel Hasil Uji Regresi Linier Berganda ...................................... 63

xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar III.1 Kerangka Konsep ....................................................................... 35
Gambar III.1 Skema Kerangka Kerja ................................................................ 51
Gambar IV.1 Diagram Karakteristik Jenis Kelamin Responden ..................... 55
Gambar IV.2 Diagram Karakteristik Umur Responden ................................... 56
Gambar IV.3 Diagram Karakteristik Pendidikan Terakhir Responden ........... 57
Gambar IV.4 Diagram Karakteristik Pekerjaan Responden ............................ 58
Gambar IV.5 Diagram Karakteristik Jarak Rumah Responden ....................... 59

xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Ijin Studi Pendahuluan ................................................................. 85
Lampiran 2 Ijin Validasi Kuesioner .................................................................. 86
Lampiran 3 Ijin Penelitian ................................................................................. 87
Lampiran 4 Uji Etik .......................................................................................... 88
Lampiran 5 Lembar Bimbingan ........................................................................ 89
Lampiran 6 Lembar Permohonan Menjadi Responden .................................... 90
Lampiran 7 Lembar Informed Consent ............................................................. 91
Lampiran 8 Kuesioner ....................................................................................... 92
Lampiran 9 Tabulasi Data Distribusi Frekuensi ............................................... 97
Lampiran 10 r Tabel ........................................................................................ 102
Lampiran 11 SPSS Uji Validasi dan Uji Reliabilitas ...................................... 104
Lampiran 12 SPSS Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov dan Uji Pearson
Product Moment ....................................................................... 112
Lampiran 13 Dokumentasi .............................................................................. 114

xiv
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH

BTA : Basil Tahan Asam


DOTS : Directly Observed Treatment, Short-course (Pengobatan Jangka
Pendek)
DKT : Detasemen Kesehatan Tentara
Fanyankes : Fasilitas Pelayanan Kesehatan
IGD : Instalasi Gawat Darurat
OAT : Obat Anti – Tuberkulosis
OAT-KDT : Obat Anti – Tuberkulosis – Kombinasi Dosis Tetap
ODHA : Orang Dengan HIV AIDS
Kuratif : Menyembuhkan
TB : Tuberkulosis
Sp.A : Spesealis Anak
Sp.D : Spesialis Dalam
Sp.P : Spesialis Paru
Sp.R : Spesialis Radiologi
SPS : Sewaktu – Pagi - Sewaktu
PMO : Pengawas Minum Obat
Persister : Menetap
Preventif : Mencegah
Promotif : Meningkatkan
PPBPAD : Panitia Penguji Badan Personel Angktan Darat
Rehabilitatif : Penyembuhan
Rumkit : Rumah Sakit
Up to date : Terbaru
Wheezing : Mengi

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. Sampai saat ini, tuberkulosis masih menjadi

penyakit infeksi menular yang paling berbahaya di dunia. World Health

Organization (WHO) melaporkan bahwa sebanyak 1,5 juta orang

meninggal karena tuberkulosis (1.1 juta HIV negatif dan 0.4 juta HIV

positif) dengan rincian 89.000 laki-laki, 480.000 wanita dan 140.000 anak-

anak. Pada tahun 2014, kasus tuberkulosis diperkirakan terjadi pada 9,6

juta orang dan 12% diantaranya adalah HIV-positif (Irianti, 2016).

Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2015 yang dirilis oleh

WHO, sebanyak 58% kasus tuberkulosis baru terjadi di Asia Tenggara dan

wilayah Western Pacific pada tahun 2014. India, Indonesia dan Tiongkok

menjadi negara dengan jumlah kasus tuberkulosis terbanyak di dunia,

masing-masing 23%, 10% dan 10% dari total kejadian di seluruh dunia.

Indonesia menempati peringkat kedua bersama Tiongkok. Satu juta

kasus baru pertahun diperkirakan terjadi di Indonesia (Irianti, 2016).

Penyakit tuberkulosis paru banyak menyerang kelompok usia produktif

(Kondoy, 2014) lebih dari 75 % menyerang usia 15 – 54 tahun

(Pameswari, 2016).

1
2

Secara umum, istilah kepatuhan (compliance atau adherence)

berasal dari kata “patuh” yang berarti taat, disiplin (Sugiono, 2017).

Kepatuhan berobat penderita tuberkulosis adalah melihat sejauh mana

perilaku penderita sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh

profesional kesehatan, sehingga dia benar-benar mematuhi segala

ketentuan yang diberikan dengan tujuan agar cepat sembuh dari penyakit

yang dideritanya (Sugiono, 2017). Pengendalian penyakit tuberkulosis di

Kota Kediri menggunakan strategi Directly Observed Treatment

Shortcourse (DOTS) yaitu pengobatan jangka pendek dengan pengawasan

langsung oleh pengawas minum obat (PMO) (Dinkes, 2016). Tuberkulosis

paru dapat disembuhkan dengan patuh terhadap pengobatan selama enam

bulan, tetapi banyak pasien gagal untuk menyelesaikannya karena obat

memiliki efek samping yang tidak menyenangkan dan aturan pakai obat

yang rumit. Selain itu, pasien merasa sudah sembuh setelah memulai

pengobatan sehingga pasien berhenti minum obat sebelum waktu yang

ditetapkan oleh petugas kesehatan (Kondoy, 2014). Kemungkinan

terjadinya ketidakpatuhan penderita tuberkulosis sangat besar, karena

pemakaian obat dalam jangka panjang, jumlah obat yang diminum

perhari, efek samping yang mungkin timbul dan kurangnya kesadaran

penderita akan penyakitnya (Zulham, 2016). Kepatuhan penderita

tuberkulosis paru untuk minum obat secara teratur merupakan tindakan

yang nyata dalam bentuk kegiatan yang dapat dipengaruhi oleh tiga faktor

yang pertama faktor predisposisi yaitu sikap, keyakinan, nilai-nilai,


3

persepsi individu dan kelompok, status sosial ekonomi, umur, tingkat

pendidikan dan tingkat pengetahuan, yang kedua faktor pemungkin

meliputi pelayanan kesehatan, biaya, jarak, ketersediaan transportasi,

waktu pelayanan, dan ketrampilan petugas, sedangkan faktor penguat

berasal dari tenaga kesehatan, kawan, keluarga, atau pimpinan (Sugiono,

2017).

Ketidakpatuhan terhadap pengobatan akan mengakibatkan tingginya

angka kegagalan pengobatan penderita tuberkulosis paru, sehingga akan

meningkatkan resiko kesakitan, kematian, dan menyebabkan semakin

banyak ditemukan penderita tuberkulosis paru dengan Basil Tahan Asam

(BTA) yang resisten dengan pengobatan standar (Pameswari, 2016).

Seseorang dikatakan tidak patuh dalam pengobatan apabila orang tersebut

melalaikan kewajiban berobatnya, sehingga dapat mengakibatkan

terhalangnya kesembuhan (Sugiono, 2017). Pengobatan yang tidak

teratur dapat menyebabkan kuman menjadi resisten terhadap OAT

(Obat Anti-Tuberkulosis), memerlukan pengobatan yang mahal dan

sangat lama dengan tingkat keberhasilan yang masih rendah.

Kegagalan pada pengobatan tuberkulosis dengan resistensi akan

menyebabkan rantai penularan kuman yang telah resistensi terus

meluas dan meningkatkan resiko terjadinya resistensi primer (Zulham,

2016).

Pada tahun 2016 di Kota Kediri data yang berhasil dikumpulkan

menunjukkan kasus baru tuberkulosis BTA (+) pada tahun 2016 sebanyak
4

138 orang. Jumlah keseluruhan kasus tuberkulosis 287 kasus, BTA (+)

yang diobati sejumlah 166 orang (sedangkan angka kesembuhan untuk

kasus tuberkulosis BTA+ yang ditemukan pada tahun 2016 adalah 131

orang (78,92%) (Dinkes, 2016).

Pemberantasan tuberkulosis dapat dilakukan dengan menggunakan

obat anti tuberkulosis secara rutin. Penelitian Bagiada & Primasari 2008,

menyebutkan penderita tuberkulosis yang drop out untuk berobat sebesar

36 penderita (12,9%). Tingkat kepatuhan penderita tuberkulosis paru

dalam program pengobatan tuberkulosis paru hanya sebesar 35 %,

sedangkan sisanya sebesar 65 % diketahui tidak patuh (Ariyani, 2016).

Penelitian Sugiono tahun 2017 mengatakan bahwa ada hubungan

antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat

pada penderita tuberkulosis paru, ada hubungan antara jarak atau

jangkauan (akses) ke fasilitas kesehatan dengan tingkat kepatuhan

mengkonsumsi obat pada penderita tuberkulosis paru, dan ada hubungan

antara tenaga kesehatan yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan

mengkonsumsi obat pada penderita tuberkulosis paru.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “Hubungan Tingkat Pengtahuan, Jarak, dan Tenaga

Kesehatan dengan Kepatuhan Penggunaan Obat pada Pasien Tuberkulosis

Rawat Jalan di Rumah Sakit DKT Kota Kediri”.


5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Adakah hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan

obat pada pasien Tuberkulosis Rawat Jalan di Rumah Sakit DKT Kota

Kediri ?

2. Adakah hubungan jarak dengan kepatuhan penggunaan obat pada

pasien Tuberkulosis Rawat Jalan di Rumah Sakit DKT Kota Kediri ?

3. Adakah hubungan tenaga kesehatan dengan kepatuhan penggunaan

obat pada pasien Tuberkulosis Rawat Jalan di Rumah Sakit DKT Kota

Kediri ?

4. Adakah hubungan tingkat pengetahuan, jarak dan tenaga kesehatan

dengan kepatuhan penggunaan obat pada pasien tuberkulosis rawat

jalan di rumah sakit DKT kota Kediri ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan obat

pada pasien Tuberkulosis Rawat Jalan di Rumah Sakit DKT Kota

Kediri.

2. Hubungan jarak dengan kepatuhan penggunaan obat pada pasien

Tuberkulosis Rawat Jalan di Rumah Sakit DKT Kota Kediri.

3. Hubungan tenaga kesehatan dengan kepatuhan penggunaan obat pada

pasien Tuberkulosis Rawat Jalan di Rumah Sakit DKT Kota Kediri.


6

4. Hubungan tingkat pengetahuan, jarak, dan tenaga kesehatan dengan

kepatuhan penggunaan obat pada pasien tuberculosisrawat jalan di

rumah sakit DKT kota Kediri.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi penulis yaitu

menambah ilmu pengetahuan serta memperoleh pengalaman penelitian

tentang hubungan antara tingkat pengetahuan, jarak, dan tenaga

kesehatan terhadap kepatuhan penggunaan obat.

2. Bagi Institusi

Penelitian ini dapat dijadikan acuan dan pembanding bagi

peneliti selanjutnya terutama yang berhubungan dengan kepatuhan

penggunaan obat pada pasien Tuberkulosis.

3. Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini dapat menjadi masukan atau saran bagi Rumah

Sakit DKT Kota Kediri untuk meningkatkan kepatuhan penggunaan

obat pada pasien Tuberkulosis.

4. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat menjadi masukan atau saran untuk

masyarakat luas maupun masyarakat Kota Kediri untuk meningkatkan

kepatuhan penggunaan obat agar pengobatan yang dijalani mencapai

keberhasilan terapi yang diinginkan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

infeksi kuman (basil) Mycobacterium tuberculosis, sebagian besar

basil tuberkulosis menyerang paru - paru, tetapi dapat juga

menyerang organ tubuh lain. Penyakit ini berbeda dengan penyakit

menular lainnya, karena penularannya yang cukup cepat dan masih

menjadi masalah global yang sulit untuk dipecahkan sehingga

penyakit ini muncul sebagai penyebab kematian ketiga terbesar

setelah penyakit kardiovaskular dan saluran pernapasan (Bakri,

2016).

2. Etiologi

Penyebab dari penyakit tuberkulosis adalah Mycobacterium

tuberculosis. Kuman tersebut memiliki ukuran 0,5 – 4 mikron x 0,3

– 0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok,

bergranular atau tidak memiliki selubung, tetapi memiliki lapisan

luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Bakteri

ini mempunyai sifat yang istimewa yaitu dapat bertahan terhadap

pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut

dengan basil tahan asam (BTA), dan tahan terhadap zat kimia dan

7
8

fisik. Kuman tuberkulosis juga tahan dalam keadaan kering dan

dingin, bersifat dorman dan aerob. Bakteri tuberkulosis ini mati

pada pemanasan 100o C selama 5 – 10 menit atau pada pemanasan

60oC selama 30 menit dan dengan alkohol 70 – 90 % selama 15 –

30 detik. Bakteri ini tahan selama 1 – 2 jam di udara terutama

ditempat yang lembab dan gelap atau bias berbulan – bulan, namun

tidak tahan terhadap sinar dan aliran udara (Widoyono, 2011).

3. Patofisiologi

Penyakit tuberkulosis paru dapat ditularkan dari seorang

penderita kepada orang sehat melalui percikan dahak (droplet)

yang mengandung bakteri Mycobacterium tuberculosis saat batuk

ataupun saat bersin, percikan droplet akan terhirup masuk dan

dapat mencapai ke alveolus. Masuknya kuman ini akan segera

diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik, makrofag alveolus

akan menfagosit kuman tuberkulosis yang akan menghancurkan

sebagian besar kuman tuberkulosis, apabila makrofag alveolus

tidak mampu menghancurkan kuman tuberkulosis maka kuman

tersebut akan bereplikasi didalam makrofag. Kuman tuberkulosis

didalam makrofag akan terus berkembang biak yang akan

membentuk koloni dimakrofag, kuman tuberkulosis membelah diri

setiap 25 – 32 jam didalam makrofag dan tumbuh selama 2 – 12

minggu sampai jumlahnya cukup untuk menginduksi respon imun

(Araminta et al, 2014).


9

4. Manifestasi Klinis

Tuberkulosis paru dibagi menjadi 2 gejala, yaitu gejala klinik

dan gejala umum.

a. Gejala klinik, meliputi :

1) Batuk merupakan gejala awal, biasanya batuk ringan yang

dianggap sebagai batuk biasa. Batuk ringan akan

menyebabkan terkumpulnya lendir sehingga batuk berubah

menjadi batuk produktif.

2) Dahak, pada awalnya dahak keluar dalam jumlah sedikit dan

bersifat mukoid, dan akan berubah menjadi mukopurulen

atau kuning kehijauan sampai purulent dan kemudian

berubah menjadi kental bila terjadi pengejuan dan

perlunakan.

3) Batuk darah, darah yang dikeluarkan oleh pasien berupa

bercak-bercak, gumpalan darah atau darah segar dengan

jumlah banyak. Batuk darah menjadi gambaran telah

terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah.

4) Nyeri dada pada tuberkulosis termasuk nyeri yang ringan.

Gejala Pleuritis luas dapat menyebabkan nyeri yang

bertambah berat pada bagian aksila dan ujung scapula.

5) Wheezing disebabkan oleh penyempitan lumen endobronkus

oleh sekret, jaringan granulasi dan ulserasi.


10

6) Sesak nafas merupakan gejala dari proses lanjutan

tuberkulosis akibat adanya obstruksi saluran pernafasan, yang

dapat mengakibatkan gangguan difusi dan hipertensi

pulmonal (Purnama, 2016).

b. Gejala umum, meliputi :

1) Demam adalah gejala awal yang sering terjadi, peningkatan

suhu tubuh terjadi pada siang atau sore hari. Suhu tubuh terus

meningkat akibat Mycobacterium tuberculosis berkembang

menjadi progresif.

2) Menggigil terjadi akibat peningkatan suhu tubuh yang tidak

disertai dengan pengeluaran panas.

3) Keringat malam umumnya timbul akibat proses lebih lanjut

dari penyakit.

4) Penurunan nafsu makan yang akan berakibat pada penurunan

berat badan terjadi pada proses penyakit yang progresif.

5) Badan lemah, gejala tersebut dirasakan pasien jika aktivitas

yang dikeluarkan tidak seimbang dengan jumlah energi yang

dibutuhkan dan keadaan sehari-hari yang kurang

menyenangkan (Purnama, 2016).

5. Klasifikasi penyakit dan tipe pasien

a. Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis

memerlukan suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal,

yaitu :
11

1) Lokasi atau organ tubuh yang sakit.

2) Riwayat pengobatan tuberkulosis sebelumnya, pasien baru

atau sudah pernah diobati.

3) Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat.

4) Status HIV pasien (Kemenkes RI, 2014).

b. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit :

1) Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang

jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput

paru) dan kelenjar pada hilus.

2) Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang

organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak,

selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,

persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,

dan lain - lain. Pasien dengan tuberkulosis paru dan

tuberkulosis ekstra paru diklasifikasikan sebagai tuberkulosis

paru (Kemenkes RI, 2011).

c. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya disebut

sebagai tipe pasien, yaitu :

1) Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan

OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan

(4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif.

2) Kasus yang sebelumnya diobati


12

a) Kasus kambuh (Relaps) adalah pasien tuberkulosis yang

sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan

telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau

kultur).

b) Kasus setelah putus berobat (Default) adalah pasien yang

telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan

BTA positif.

c) Kasus setelah gagal (Failure) adalah pasien yang hasil

pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi

positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

3) Kasus pindahan (Transfer In) adalah pasien yang

dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan

pengobatannya.

4) Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi

ketentuan diatas, seperti yang

a) Tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya,

b) Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya,

c) Kembali diobati dengan BTA negatif (Kemenkes RI,

2011).
13

6. Diagnosis

a. Diagnosis Tuberkulosis Paru

1) Semua suspek tuberkulosis diperiksa 3 spesimen dahak dalam

waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS), yaitu :

a) S (Sewaktu) yaitu dahak pasien yang diambil saat pasien

berkunjung pertama kali.

b) P (Pagi) yaitu pasien membawa pot dahak kerumah dan

pagi hari dihari ke – 2 setelah bangun tidur pasien

mengumpulkan dahaknya dirumah.

c) S (Sewaktu) yaitu dahak yang diambil saat pasien

berkunjung ke pelayanan kesehatan bersamaan dengan

penyerahan dahak pagi (Araminta et al, 2014).

2) Diagnosis tuberkulosis paru pada orang dewasa ditegakkan

dengan ditemukannya kuman tuberkulosis. Pada program

tuberkulosis nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan

dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan

lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat

digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai

dengan indikasinya (Kemenkes RI, 2011).

3) Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya

berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak

selalu memberikan gambaran yang khas pada tuberkulosis


14

paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis (Kemenkes RI,

2011).

b. Diagnosis Tuberkulosis Ekstra Paru

1) Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya

kaku kuduk pada meningitis tuberkulosis, nyeri dada pada

tuberkulosis pleura (pleuritis), pembesaran kelenjar limfe

superfisialis pada limfadenitis tuberkulosis dan deformitas

tulang belakang (gibbus) pada spondilitis tuberkulosis dan

lain-lainnya.

2) Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis,

bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari

jaringan tubuh yang terkena (Kemenkes RI, 2011).

c. Diagnosis tubekulosis pada Orang Dengan HIV AIDS (ODHA).

Pada ODHA, diagnosis tuberkulosis paru dan tuberkulosis

ekstra paru ditegakkan sebagai berikut :

1) Tuberkulosis paru BTA Positif, yaitu minimal satu hasil

pemeriksaan dahak positif.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif, yaitu hasil pemeriksaan

dahak negatif dan gambaran klinis & radiologis mendukung

Tuberkulosis atau BTA negatif dengan hasil kultur

Tuberkulosis positif.

3) Tuberkulosis Ekstra Paru pada ODHA ditegakkan dengan

pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologi yang


15

diambil dari jaringan tubuh yang terkena (Kemenkes RI,

2011).

7. Penularan Tuberkulosis

Tuberkulosis dapat ditularkan melalui :

a. Pasien tuberkulosis BTA positif melalui percik renik dahak

yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien

tuberkulosis dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak

mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja

terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam

contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi

melalui pemeriksaan mikroskopis langsung.

b. Pasien tuberkulosis dengan BTA negatif juga masih memiliki

kemungkinan menularkan penyakit tuberkulosis. Tingkat

penularan pasien tuberkulosis BTA positif adalah 65%, pasien

tuberkulosis BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26%

sedangkan pasien tuberkulosis dengan hasil kultur negatif dan

foto toraks positif adalah 17%.

c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang

mengandung percik renik dahak yang infeksius tersebut.

d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke

udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik

renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan

dahak (Kemenkes RI, 2014).


16

8. Pencegahan Tuberkulosis

Tuberkulosis paru dapat dicegah dengan usaha memberikan

penyuluhan kesehatan kepada masyarakat tentang tuberkulosis

paru, penyebab tuberkulosis paru, cara penularan, tanda dan gejala,

dan cara pencegahan tuberkulosis paru misalnya sering cuci

tangan, mengurangi kepadatan hunian, menjaga kebersihan rumah,

dan pengaturan ventilasi. Menjelaskan bahwa terdapat beberapa

cara dalam upaya pencegahan tuberkulosis, diantaranya :

a. Pencegahan primer melalui daya tahan tubuh yang baik, dapat

mencegah terjadinya penularan suatu penyakit. Dalam

meningkatkan imunitas dibutuhkan beberapa cara, yaitu :

1) Memperbaiki standar hidup.

2) Mengkonsumsi makanan yang mengandung 4 sehat 5

sempurna.

3) Istirahat yang cukup dan teratur.

4) Rutin dalam melakukan olahraga pada tempat-tempat dengan

udara segar.

5) Peningkatan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG.

b. Pencegahan sekunder, pencegahan terhadap infeksi tuberkulosis,

terdiri dari :

1) Uji tuberkulin secara mantoux.

2) Mengatur ventilasi dengan baik agar pertukaran udara tetapi

terjaga.
17

3) Mengurangi kepadatan penghuni rumah.

4) Melakukan foto rontgen untuk orang dengan hasil tes

tuberculin positif. Melakukan pemeriksaan dahak pada orang

dengan gejala klinis tuberkulosis.

c. Pencegahan Tersier

Pencegahan dengan mengobati penderita yang sakit

dengan Obat Anti - Tuberkulosis. Pengobatan tuberkulosis

bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan

mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Directly

Observed Treatment, Short-course (DOTS) (Purnama, 2016).

9. Pengobatan Pasien Tuberkulosis

Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan

pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup,

mencegah terjadinya kematian oleh karena tuberkulosis atau

dampak buruk selanjutnya, mencegah terjadinya kekambuhan

tuberkulosis, menurunkan penularan tuberkulosis, mencegah

terjadinya dan penularan tuberkulosis resisten obat (Kemenkes RI,

2014). Obat Anti – Tuberkulosis (OAT) adalah komponen

terpenting dalam pengobatan tuberkulosis. Pengobatan tuberkulosis

merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah

penyebaran lebih lanjut dari kuman tuberkulosis. Pengobatan yang

adekuat harus memenuhi prinsip sebagai berikut :


18

a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan Obat Anti-

Tuberkulosis (OAT) yang tepat mengandung minimal 4 macam

obat untuk mencegah terjadinya resistensi.

b. Diberikan dalam dosis yang tepat.

c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO

(Pengawas Menelan Obat) sampai selesai pengobatan.

d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi

dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah

kekambuhan (Kemenkes RI, 2014).

Pengobatan tuberkulosis harus selalu meliputi pengobatan

tahap awal dan tahap lanjutan dengan maksud sebagai berikut :

a. Tahap awal : Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan

pengobatan tahap ini dimaksudkan untuk secara efektif

menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan

meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang

mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan

pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru,

harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan

pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya

penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2

minggu.

b. Tahap lanjutan : Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap

yang penting untuk membunuh sisa – sisa kuman yang masih


19

ada dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga pasien

dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan (Kemenkes

RI, 2014).

Tabel II.1 OAT lini pertama

Jenis Sifat Efek Samping

Isoniazid Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik,


(H) gangguan fungsi hati, kejang

Rifampisin Bakterisidal Flu syndrome, gangguan


(R) gastrointestinal, urine berwarna
merah, gangguan fungsi hati,
trombositopeni, demam, skin rash,
sesak nafas, anemia hemolitik

Pirazinamid Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan


(Z) fungsi hati, gout arthritis

Streptomisin Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan


(S) keseimbangan dan pendengaran,
renjatan anafilaktik, anemia,
agranulositosis, trombositopeni

Etambutol Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna,


(E) neuritis perifer

Sumber : Kemenkes RI, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014.

Tabel II.2 Kisaran dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa
Dosis

OAT Harian 3 x / minggu

Kisaran Maksimum Kisaran Maksimum


dosis (mg/kg (mg) dosis (mg/kg /hari (mg)
BB) BB)
Isoniazid 5 ( 4-6 ) 300 10 ( 8-12 ) 900

Rifampisin 10 (8-12 ) 600 10 ( 8-12 ) 600

Pirazinamid 25 (20-30 ) - 35 ( 30-40 ) -

Streptomisin 15 (15-20 ) - 30 ( 25-35 ) -

Etambutol 15 (12-18 ) - 15 (12-18 ) 1000

Sumber : Kemenkes RI, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014.


20

Catatan : pemberian steptomosin untuk pasien yang berumur < 60

tahun atau pasien dengan berat badan < 50 kg mungkin tidak dapat

ditoleransi dosis > 500 mg/hari. Beberapa buku rujukan

menganjurkan penurunan dosis menjadi 10 mg/kg/BB/hari

(Kemenkes RI, 2014).

Paduan Obat Anti-Tuberkulosis (OAT) yang digunakan oleh

Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah :

a. Kategori 1 : 2(HRZE) / 4(HR)3

b. Kategori 2 : 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3

c. Kategori Anak : 2(HRZ) / 4(HR) atau 2HRZA(S) / 4-10HR

d. Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien tubekulosis

resisten obat di Indonesia terdiri dari Obat Anti-Tuberkulosis

(OAT) lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin,

Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS, serta OAT

lini-1 yaitu Pirazinamid dan Etambutol (Kemenkes RI, 2014).

Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam

bentuk paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT

KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.

Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini

dikemas dalam satu paket untuk satu pasien (Kemenkes RI,2014).

Paduan OAT KDT Lini Pertama dan peruntukannya :


21

a. Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3

Paduan Obat Anti-Tuberkulosis (OAT) ini diberikan untuk

pasien baru :

1) Pasien tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis.

2) Pasien tuberkulosis paru terdiagnosis klinis.

3) Pasien tuberkulosis ekstra paru.

Tabel II.3 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3


Tahap Intensif tiap Tahap lanjutan 3
hari selama 56 hari kali seminggu
Berat Badan RHZE selama 16 minggu
(150/75/400/275) RH (150/150)

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Sumber : Kemenkes RI, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014.

Tabel II.4 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3


Tahap Lama Dosis per hari / kali Jumlah

Pengobatan Pengobatan hari/kali


Tablet Kaplet Tablet Tablet
menelan
Isoniazid Rifampisisn Pirazinamid Etambutol
obat
@300 @450 mgr @ 500 mgr @250 mgr

mgr

Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

Sumber : Kemenkes RI, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014.


22

b. Kategori – 2 : 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)

Panduan Obat Anti-Tuberkulosi (OAT) ini diberikan untuk

pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya

(pengobatan ulang) :

1) Pasien kambuh.

2) Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan Obat Anti-

Tuberkulosis (OAT) kategori - 1 sebelumnya.

3) Pasien yang diobati kembali setalah putus berobat (lost to

follow-up).

Tabel II.5 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2 : 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3

Tahap Intensif tiap hari selama RHZE Tahap lanjutan 3 kali


(150/75/400/275) + S seminggu RH
(150/150) + E(400)
Berat Badan Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

30 – 37 kg 2 tab 4KDT + 500 mg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT + 2 tab


Streptomisin inj. Etambutol

38 – 54 kg 3 tab 4KDT + 750 mg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT + 3 tab


Streptomisin inj. Etambutol

55 – 70 kg 4 tab 4KDT + 1000 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT + 4 tab


mg Streptomisin inj. Etambutol

≥ 71 kg 5 tab 4KDT + 1000 mg 5 tablet 4KDT (> do 5 tablet 2KDT + 5 tab


Streptomisin inj. maks) Etambutol

Sumber : Kemenkes RI, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014.


23

Tabel II.6 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2 : 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3

Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Etambutol Streptomisin Jumlah


Pengobatan Pengobatan Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Injeksi hari/kali
@ 300 @ 450 @ 500 mgr Tablet Tablet menelan
mgr mgr @ @ obat
250 400
mgr mgr

Tahap 2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 g 56


Awal
(dosis 1 bulan 1 1 3 3 - - 28
harian)

Tahap 5 bulan 2 1 - 1 2 - 60
Lanjutan
(dosis 3x
seminggu)

Sumber : Kemenkes RI, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014.

Catatan :

1. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan tuberkulosis pada

keadaan khusus.

2. Cara melarutkan Streptomisin vial 1 gram yaitu dengan

menambahkan aquadest sebanyak 3,7 ml sengga menjadi 4 ml

(1ml = 250 mg).

3. Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan

harus disesuaikan apabila terjadi perubahan berat badan.

4. Penggunaan Obat Anti-Tuberkulosis (OAT) lini kedua misalnya

golongan aminoglikosida (kanamisin) dan golongan kuinolon

tidak dianjurkan diberikan pada pasien baru tanpa indikasi yang

jelas karena potensi obat tersebut jaug lebih renda daripada Obat

Anti-Tuberkulosis (OAT) lini pertama. Disamping itu dapat juga


24

meningkatkan resiko terjadinya resistensi pada Obat Anti-

Tuberkulosis (OAT) lini kedua.

5. OAT lini kedua disediakan di fasyankes yang telah ditunjuk

guna memberikam pelayanan pengobatan bagi pasien

tuberkulosis yang resisten obat (Kemenkes RI, 2014).

Sebagian besar pasien tuberkulosis dapat menyelesaikan

pengobatan tanpa mengalami efek samping Obat Anti-Tuberkulosi

(OAT) yang berarti. Namun, beberapa pasien dapat saja mengalami

efek samping obat yang merugikan atau berat. Guna mengetahui

terjadinya efek samping Obat Anti-Tuberkulosis (OAT), sangat

penting untuk memantau kondisi klinis pasien selama masa

pengobatan sehingga efek samping berat dapat segera diketahui dan

ditatalaksana secara cepat. Petugas kesehatan dapat memantau

terjadinya efek samping dengan cara mengajarkan kepada pasien

untuk mengenal keluhan dan gejala umum efek samping serta

menganjurkan mereka segera melaporkan kondisinya kepada

petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus selalu melakukan

pemeriksaan dan aktif menanyakan keluhan pasien pada saat

mereka datang ke fasyankes untuk mengambil obat. Secara umum,

seorang pasien yang mengalami efek samping ringan sebaiknya

tetep melanjutkan pengobatannya dan diberikan petunjuk cara

mengatasinya atau pengobatan tambahan untuk menghilangkan

keluhannya. Apabila pasien mengalami efek samping berat,


25

pengobatan harus dihentikan sementara dan pasien dirujuk kepada

dokter atau fasyankes rujukan guna penatalaksanaan lebih lanjut.

Pasien yang mengalami efek samping berat sebaiknya dirawat

dirumah sakit (Kemenkes RI, 2014).

Table II.7 Efek Samping Ringan OAT

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Tidak ada nafsu makan, H, R, Z OAT ditelan malam


mual, sakit perut sebelum tidur. Apabila
keluhan tetep ada OAT
ditelan dengan sedikit
makanan. Apabila keluhan
semakin hebat disertai
muntah, waspada efek
samping berat dan segera
rujuk ke dokter

Nyeri sendi Z Beri Aspirin, Paracetamol


atau obat anti radang non
steroid

Kesemutan s/d rasa H Beri vitamin B6


terbakar di telapak kaki (Piridoxin) 50 – 70 mg/
atau tangan hari

Warna kemerahan pada R Tidak membahayakan dan


air seni (urine) tidak perlu diberi obat
penawar tapi perlu
penjelasan kepada pasien

Flu sindrom (demam, R dosis intermiten Pemberian R dirubah dari


menggigil, lemas, sakit intermiten menjadi setiap
kepala, nyeri tulang). hari

Sumber : Kemenkes RI, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014.


26

Table II.8 Efek Samping Berat OAT

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Bercak kemerahan kulit H, R, Z, S Semua OAT dihentikan


(rash) dengan atau tanpa rasa dan segera rujuk kepada
gatal dokter

Gangguan pendengaran S S dihentikan


(tanpa ditemukan serumen )

Gangguan keseimbangan S S dihentikan

Ikterus tanpa penyebab lain H, R, Z Semua OAT dihentikan


sampai ikterus
menghilang

Bingung, mual, muntah Semua jenis Semua OAT dihentikan


(dicurigai terjadi gangguan OAT segera lakukan
fungsi hati apabila disertai pemetiksaan fungsi hati
ikterus)

Gangguan penglihatan E E dihentihan

Purpura, renjatan (syok), R R dihentikan


gagal ginjal akut

Penurunan produksi urine S S dihentikan

Sumber : Kemenkes RI, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014.

10. Definisi Kepatuhan

Secara umum, istilah kepatuhan (compliance) berasal dari

kata “patuh” yang berarti taat, disiplin (Sugiono, 2017). Terkait

dengan terapi obat, kepatuhan pasien didefinisikan sebagai derajat

kesesuaian antara riwayat dosis yang sebenarnya dengan regimen

dosis obat yang diresepkan. Oleh karena itu, pengukuran

kepatuhan pada dasarnya mempresentasikan perbandingan antara

dua rangkaian kejadian, yaitu bagaimana nyatanya obat diminum

dengan bagaimana obat seharusnya diminum sesuai resep

(Pameswari et al, 2016). Seseorang dikatakan tidak patuh dalam


27

pengobatan apabila orang tersebut melalaikan kewajiban

berobatnya, sehingga dapat mengakibatkan terhalangnya

kesembuhan. Kepatuhan berobat penderita tuberkulosis adalah

sejauh mana perilaku penderita sesuai dengan ketentuan yang

diberikan oleh profesional kesehatan, sehingga dia benar-benar

mematuhi segala ketentuan yang diberikan dengan tujuan agar

cepat sembuh dari penyakit yang dideritanya (Sugiono, 2017).

11. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Faktor - faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan ialah

sesuatu yang dapat meningkatkan ataupun menurunkan kepatuhan

penderita terhadap pengobatan. Ada beberapa faktor yang

mendukung sikap patuh penderita diantaranya pendidikan,

akomodasi, modifikasi faktor lingkungan dan sosial, perubahan

model terapi, interaksi professional, faktor sosial dan ekonomi,

faktor sistem kesehatan, faktor kondisi, faktor terapi dan faktor

pasien itu sendiri juga mempengaruhi kepatuhan, selain itu ada

beberapa alasan mengapa seseorang tidak patuh dalam

pengobatan diantaranya lupa untuk mengkonsumsi obat, biaya

yang mahal, kemiskinan, efek samping obat dan durasi

pengobatan yang lama (Fitri, 2014). Dapat dikatakan bahwa

kepatuhan penderita tuberkulosis paru untuk minum obat secara

teratur merupakan tindakan yang nyata dalam bentuk kegiatan

yang dapat dipengaruhi oleh tiga faktor meliputi faktor


28

predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Faktor

predisposisi yaitu sikap, keyakinan, nilai-nilai, persepsi individu

dan kelompok, status sosial ekonomi, umur, tingkat pendidikan

dan tingkat pengetahuan. Faktor pemungkin meliputi pelayanan

kesehatan, biaya, jarak, ketersediaan transportasi, waktu

pelayanan, dan ketrampilan petugas. Sedangkan faktor penguat

berasal dari tenaga kesehatan, kawan, keluarga, atau pimpinan

(Sugiono, 2017).

a. Pengetahuan

Pengetahuan terjadi melalui panca indera seseorang

(penginderaan) terhadap suatu obyek tertentu, yaitu melalui

indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata

dan telinga, oleh karena itu pengetahuan merupakan komponen

yang penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Faktor –

faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan, yaitu :

1) Pengalaman : pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman

sendiri maupun orang lain.

2) Tingkat pendidikan : pendidikan dapat membawa

pengetahuan seseorang.

3) Keyakinan : keyakinan diperoleh secara turun temurun,

keyakinan ini dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang

baik keyakinan yang bersifat positif maupun negatif.


29

4) Fasilitas : sumber informasi juga dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang misalnya media massa.

5) Penghasilan : penghasilan tidak berpengaruh langsung

terhadap pengetahuan seseorang, namun bila seseorang

yang berpenghasilan cukup besar dia akan mampu untuk

membeli fasilitas – fasilitas sumber informasi.

6) Sosial budaya : kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam

keluarga juga dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara

wawancara yang menyatakan tentang isi materi yang ingin

diukur dari subyek penelitian. (Hudan, 2013).

b. Jarak atau jauhnya rumah penderita terhadap fasilitas

kesehatan merupakan salah satu faktor pemungkin yang dapat

mempengaruhi kepatuhan penderita, lamanya waktu yang

ditempuh dalam perjalanan ke rumah sakit atau karena jarak

rumahnya jauh dapat mempengaruhi kepatuhan penderita,

perjalanan yang memakan waktu lama ini dapat menyebabkan

penderita malas untuk berobat. Pada penderita yang sudah tua

maupun penderita dengan kondisi fisik lemah, untuk

menempuh perjalanan yang jauh tentu harus didampingi oleh

keluarga atau teman, apabila keluarga atau teman tidak dapat

mendampingi karena suatu hal tentu penderita tidak dapat

melakukan perjalanan jauh sendirian (Sandra, 2010). Jarak


30

atau jauhnya rumah penderita terhadap fasilitas kesehatan juga

berhubungan dengan transportasi, semakin jauh jarak rumah

penderita dari fasilitas kesehatan dan sulitnya transportasi juga

mempengaruhi kepatuhan berobat penderita (Hudan, 2013).

c. Dukungan tenaga kesehatan merupakan faktor penguat yang

dapat mempengaruhi kepatuhan penderita dalam meminum

obat. Dukungan profesi kesehatan merupakan faktor lain yang

dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan penderita. Dukungan

mereka terutama berguna pada saat penderita menghadapi

kenyataan bahwa perilaku sehat itu merupakan hal yang

penting. Begitu juga mereka dapat mempengaruhi perilaku

penderita dengan cara menyampaikan antusias mereka

terhadap tindakan tertentu dari penderita, dan secara terus

menerus memberikan yang positif bagi penderita yang telah

mampu beradaptasi dengan program pengobatanya. Kualitas

interaksi antara professional kesehatan dan pasien merupakan

bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.

Tidak seorang dapat mematuhi intruksi jika salah paham

tentang intruksi yang diberikan padanya. Namun kadang-

kadang hal ini bisa juga disebabkan oleh kegagalan profesional

kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap,

penggunaan istilah medis dan memberikan banyak intruksi

yang harus ingat oleh pasien (Sugiono, 2017).


31

Peneliti dalam hal ini hanya akan meneliti kepatuhan

penggunaan Obat Anti - Tuberkulosis berdasarkan tingkat

pengetahuan, jarak atau jangkauan ke fasilitas kesehatan dan

tenaga kesehatan. Kepatuhan penderita tuberkulosis paru dapat

diukur dengan indikator yaitu penderita mengambil obat secara

rutin, dan dari data laboratoruim hasil BTA yang semakin

membaik.

12. Tinjauan Tentang Rumah Sakit

a. Definisi Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,

dan rawat darurat (Permenkes RI, 2016).

b. Tugas dan Fungsi

Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna dan mempunyai fungsi

sebagai berikut :

1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan

kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga

sesuai kebutuhan medis.


32

3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya

manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam

pemberian pelayanan kesehatan.

4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta

penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka

peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika

ilmu pengetahuan bidang kesehatan (Depkes RI, 2009).

c. Perencanaan Ketenagaan Program Pengendalian Tuberkulosis

Perencanaan ketenagaan dalam program pengendalian

tuberkulosis ditujukan untuk memastikan kebutuhan tenaga demi

terselenggaranya kegiatan program tuberkulosis di suatu unit

pelaksana. Dalam perencanaan ketenagaan ini berpedoman pada

standar kebutuhan minimal baik dalam jumlah dan jenis tenaga

yang diperlukan.

1. Standar Ketenagaan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

a. Rumah Sakit Umum Pemerintah

1) RS kelas A membutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih

terdiri dari 6 dokter (2 dokter umum, SpP, SpA, SpD, SpR)

, 3 perawat/petugas TB, dan 3 tenaga laboratorium.

2) RS kelas B membutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih

terdiri dari 6 dokter (2 dokter umum, SpP, SpA, SpD, SpR),

3 perawat/petugas TB, dan 3 tenaga laboratorium.


33

3) RS kelas C membutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih

terdiri dari 4 dokter (2 dokter umum, SpP/SpD, SpA), 2

perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium.

4) RS kelas D, RSP dan BBKPM/BKPM membutuhan

minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 2 dokter

(dokter umum dan atau Sp. P), 2 perawat/petugas TB, dan 1

tenaga laboratorium.

5) RS swasta: menyesuaikan (Kemenkes, 2014).

d. Profil Rumah Sakit DKT (Detasemen Kesehatan Tentara)

Tingkat IV Kota Kediri

Rumah sakit DKT (Detasemen Kesehatan Tentara)

terletak di Jln. Mayjen Sungkono No. 44 Semampir, Kec. Kota

Kediri Jawa Timur 64129. Fasilitas dan pelayanan di rumah

sakit DKT (Detasemen Kesehatan Tentara) meliputi :

1. Pelayanan medis yang terdiri dari pelayanan poli umum,

pelayanan poli gigi dasar, pelayanan spesialistik (penyakit

dalam, kesehatan anak, kebidanan dan kandungan, bedah,

mata, THT, gigi dan mulut, serta gizi, paru).

2. Fasilitas pelayanan medis yang terdiri dari

a) Pelayanan Gawat Darurat : Instalasi Gawat Darurat (IGD)

memberikan pelayanan kegawatdaruratan medic seperti

pasien yang luka ringan sampai sedang sedang akibat

kecelakaan lalu lintas, kecelakaan rumah tangga, IGD


34

dilengkapi dengan ruang triase, serta pelayanan penunjang

seperti pelayanan Radiologi 24 jam, Laboratorium 24 jam,

Ruang Operasi dan ambulans.

b) Pelayanan Rawat Jalan : Memberikan pelayanan rawat

jalan meliputi pelayanan preventif, kuratif, promotif dan

rehabilitatif.

c) Pelayanan Spesialistik di Instalasi Rawat Jalan.

d) Pelayanan Medical Check Up dan Pelayanan Uji

Kesehatan Badan Angkatan Darat dan Pegawai Negeri

Sipil yang dilaksanakan secara terpadu di PPBPAD

Pembantu Rumkit Tingkat IV Kediri.

e) Pelayanan Rawat Inap : Instalasi Rawat Inap menyediakan

fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan rawat

inap.
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Tuberkulosis

Tuberkulosis Tuberkulosis Ektra


Paru Paru

Terapi Farmakologi Obat Anti-Tuberkulosis:(Isoniazid (H), Rifampisin


(R), Pirazinamid (Z), Streptomisin (S), Etambutol (E))

Kepatuhan Pasien 1. Faktor predisposisi : tingkat pengetahuan


2. Faktor pemungkin : jarak
3. Faktor penguat : tenaga kesehatan
Keberhasilan Terapi

1. Faktor predisposisi : sikap, keyakinan, nilai-


nilai, persepsi individu dan kelompok, status
sosial ekonomi, umur, tingkat pendidikan.
2. Faktor pemungkin : pelayanan kesehatan,
biaya, ketersediaan transportasi, waktu
pelayanan, dan ketrampilan petugas
3. Faktor penguat : kawan, keluarga, atau
pimpinan

Gambar III.1 Kerangka Konsep

Keterangan :

Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti =

35
36

B. Hipotesis

Pada penelitian ini memiliki hipotesis bahwa

H1 : Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan

penggunaan obat pada pasien tuberkulosis rawat jalan di

rumah sakit DKT (Detasemen Kesehatan Tentara) tingkat IV

kota Kediri.

H1 : Ada hubungan jarak dengan kepatuhan penggunaan obat pada

pasien tuberkulosis rawat jalan di rumah sakit DKT

(Detasemen Kesehatan Tentara) tingkat IV kota Kediri.

H1 : Ada hubungan tenaga kesehatan dengan kepatuhan

penggunaan obat pada pasien tuberkulosis rawat jalan di

rumah sakit DKT (Detasemen Kesehatan Tentara) tingkat IV

kota Kediri.

H1 : Ada hubungan tingkat pengetahuan, jarak, dan tenaga

kesehatan dengan kepatuhan penggunaan obat pada pasien

tuberkulosis rawat jalan di rumah sakit DKT (Detasemen

Kesehatan Tentara) tingkat IV kota Kediri.


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat analisa observasional dengan studi penelitian

cross-sectional, yang mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko

dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data

sekaligus pada suatu saat, artinya setiap subjek penelitian hanya

diobsevasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter

atau variable subjek pada pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua

subjek penelitian diamati pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2018).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit DKT Kota Kediri.

2. Waktu

Penelitian ini dilakukan pada periode bulan Juni sampai dengan Juli

2019.

C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan sesuatu yang karakteristiknya

mungkin diselidiki atau diteliti (Surahman et al, 2016). Dalam

penelitian ini yang dijadikan sebagai populasi adalah pasien

37
38

tuberkulosis paru rawat jalan di Rumah Sakit DKT Kota Kediri yang

berjumlah 60 pasien.

2. Sampel

Menurut Surahman tahun 2016, sampel adalah bagian dari

populasi yang menjadi objek penelitian. Sampel suatu penelitian

harus dapat menggambarkan populasinya. Dengan kata lain

sampel harus memiliki karakteristik yang sama dengan karakeristik

populasinya. Dalam penelitian ini, sampel yang ditentukan harus

memiliki kriteria – kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria yang akan menyaring anggota

populasi menjadi sampel yang memenuhi kriteria secara teori yang

sesuai dan terkait dengan topik dan kondisi penelitian atau dengan

kata lain, kriteria inklusi merupakan ciri-ciri yang perlu dipenuhi

oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel

(Masturoh, 2018). Sampel yang digunakan pada penelitian ini

adalah pasien Tuberkulosis Paru rawat jalan di Rumah Sakit DKT

kota Kediri yang memenuhi kriteria inklusi adalah :

1) Pasien Tuberkulosis Paru

2) Pasien Tuberkulosis Paru dengan usia produktif > 15 tahun

3) Pasien yang bersedia menjadi responden


39

b. Kriteria ekslusi

Kriteria ekslusi adalah kriteria yang dapat digunakan

untuk mengeluarkan anggota sampel dari kriteria inklusi atau

dengan kata lain ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat

diambil sebagai sampel (Masturoh, 2018). Dalam penelitian ini

sampel yang memenuhi kriteria ekslusi adalah :

1) Pasien Tuberkulosis Ekstra Paru

2) Pasien Tuberkulosis Paru tidak mampu berkomunikasi dengan

baik dan tuli

3) Pasien Tuberkulosis Paru dengan komplikasi penyakit lain

4) Pasien Tuberkulosis Paru yang tidak bersedia untuk menjadi

responden

3. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel, teknik

sampling dilakukan agar sampel yang diambil dari populasinya

mewakili (representative), sehingga dapat diperoleh informasi

yang cukup untuk mengestimasi populasinya. Teknik sampling yang

digunakan dalam penelitian ini adalah non probability dengan

menggukan teknik sampling purposive sampling. Penarikan sampel

secara purposive merupakan cara penarikan sampel yang

dilakukan dengan memilih subjek berdasarkan pada karakteristik

tertentu yang dianggap mempunyai hubungan dengan karakteristik

populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Masturoh, 2018).


40

D. Variable Penelitian

Variabel merupakan segala sesuatu yang akan menjadi objek

pengamatan penelitian, dimana didalamnya terdapat faktor – faktor yang

berperan dalam peristiwa yang akan diteliti. Variabel juga dapat diartikan

sebagai sifat yang akan diukur atau diamati yang nilainya bervariasi

antara satu objek ke objek lainnya. Fungsi ditetapkannya variabel adalah

untuk mempersiapkan alat dan metode analisis atau pengolahan data dan

untuk pengujian hipotesis (Suharman et al, 2016).

1. Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi oleh

variabel independen, artinya variabel dependen berubah karena

disebabkan oleh perubahan pada variabel bebas (independen).

2. Variabel bebas (independen) adalah variabel yang dapat

mempengaruhi variabel lain, apabila variabel independen berubah

maka dapat menyebabkan variabel lain berubah (Masturoh, 2018).

Pada penelitian ini menggunakan variabel dependen (terikat)

adalah kepatuhan penggunaan obat dan variabel independen (bebas)

adalah faktor – faktor yang dapat mempengaruhi yaitu faktor

predisposisi : tingkat pengetahuan, faktor pemungkin : jarak, faktor

penguat : tenaga kesehatan.

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan

bertujuan untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-


41

variabel yang diamati. Definisi operasional ini juga bermanfaat untuk

mengarahkan pada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-

variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrument atau alat

ukur (Notoadmodjo, 2018).

Tabel IV.1 Definisi Operasional variabel penelitian

No Variabel Definisi operasional Alat ukur Skala


ukur

Independent

1. Faktor – faktor yang


dapat mempengaruhi
a. Tingkat Suatu pemahaman atau pengertian Kuisoner Interval
Pengetahuan responden terhadap penyakit
Tuberkulosis Paru.
b. Jarak atau akses Dekat atau jauhnya jarak dari tempat Kuisoner Interval
menuju rumah sakit tinggal pasien menuju rumah sakit.
c. Tenaga kesehatan Tindakan pelayanan yang dilakukan Kuisoner Interval
oleh petugas di rumah sakit dalam
mendukung upaya pengobatan
menurut persepsi penderita
tuberkulosis paru,

Dependent

2. Kepatuhan penggunaan Keteraturan seseorang dalam Kuisoner Interval


obat menjalankan terapi pengobatan yang
sesuai dengan anjuran dokter

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kerja

catatan rekam medis pasien dan lembar kuisoner pasien tuberkulosis paru

rawat jalan di Rumah Sakit DKT Kota Kediri.

Kuisioner merupakan daftar pertanyaan yang sudah tersusun

dengan baik, sudah matang, dimana responden tinggal memberikan

jawaban atau dengan memberikan tanda – tanda tertentu. Pentingnya


42

kuisioner sebagai alat pengumpul data adalah untuk memperoleh suatu

data yang sesuai dengan tujuan penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2018).

Skor jawaban yang diperoleh merupakan skala ordinal agar dapat

dianalisi dan diangkakan menggunakan skala likert, skala likert adalah

skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang sesuatu gejala atau

fenomena dalam penelitian. Terdapat dua bentuk pentanyaan maupun

pernyataan menggunakan skala likert, yaitu favorable (positif) dan

unfavorabele (negatif). Skor pertanyaan dengan pertanyaan favorable

(positif) maka rincian skornya sebagai berikut Sangat Setuju (SS) diberi

skor 4, Setuju (S) diberi skor 3, Tidak Setuju (TS) diberi skor 2, Sangat

Tidak Setuju (STS) diberi skor 1, untuk skor pertanyaan unfavorabele

negatif maka rincian skornya sebagai berikut Sangat Setuju (SS) diberi

skor 1, Setuju (S) diberi skor 2, Tidak Setuju (TS) diberi skor 3, Sangat

Tidak Setuju (STS) diberi skor 4 (Masturoh, 2018).

G. Prosedur Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dalam penelitian mencakup dua tahap

yang saling berkaitan, yaitu tahap persiapan dan pelaksanaan

penelitian.

1. Tahap Persiapan

a. Peneliti menyiapkan kuesioner.

b. Peneliti mengurus surat pengantar perizinan dari Institut Ilmu

Kesehatan Fakultas Farmasi.


43

c. Peneliti merekomendasikan surat pengatar tersebut ke Rumah

Sakit DKT (Detasemen Kesehatan Tentara) Tingkat IV Kota

Kediri, agar mendapat persetujuan untuk melekukan penelitian

disana.

d. Peneliti melakukan observasi di Rekam Medik dan di Instalasi

Farmasi Rumah Sakit DKT (Detasemen Kesehatan Tentara)

Tingkat IV Kota Kediri.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Peneliti mengadakan pendekatan dan memberi penjelasan

kepada calon responden mengenai tujuan penelitian disertai

dengan penyerahan lembar persetujuan dengan tujuan

ditandatangani oleh pasien sebagai bukti kesediaan pasien untuk

menjadi responden.

b. Peneliti membagikan lembar kuesioner kepada responden dan

melakukan wawancara singkat untuk mengetahui identitas

pasien.

c. Peneliti memeriksa kembali semua data yang telah dikumplkan

dari hasil penelitian untuk memastikan bahwa data tersebut

sudah lengkap.

H. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data adalah suatu cara atau proses dalam

memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan


44

menggunakan cara-cara atau rumus tertentu. Upaya mengubah data

yang telah dikumpulkan menjadi informasi yang dibutuhkan.

a. Editing

Editing merupakan kegiatan untuk melakukan pemeriksaan,

pengecekan atau koreksi isian kuesioner isian formulir apakah

jawaban kuesioner sudah :

a. Lengkap: semua jawaban responden pada kuesioner sudah terjawab

b. Keterbacaan tulisan: apakah tulisannya cukup terbaca jelas

c. Relevan : apakah ada kesesuaian antara pertanyaan dan jawaban

d. Konsistensi jawaban : apakah tidak ada hal-hal yang saling

bertentangan antara pertanyaan yang saling berhubungan.

Pengeditan dilakukan karena kemungkinan data masuk

(raw data) yang tidak memenuhi syarat atau tidak sesuai dengan

kebutuhan (Suharman et al, 2016). Apabila terdapat jawaban yang

belum lengkap, apabila memungkinkan dilakukan pengambilan data

ulang untuk melengkapi jawaban tersebut, tetapi apabila tidak

memungkinkan maka pertanyaan yang tidak lengkap tidak diolah

“data missing” (Notoatmodjo, 2018).

b. Coding

Coding adalah kegiatan merubah data berbentuk huruf pada

kuesioner menjadi bentuk angka atau bilangan dalam upaya

memudahkan pengolahan/analisis data di komputer (Suharman et al,

2016).
45

c. Processing

Setelah semua jawaban kuesioner terisi penuh dan benar

serta telah di koding, masukan atau entry data atau jawaban ke

dalam program software computer dengan program SPSS (Statistical

Package for Social Sciences (Suharman et al, 2016).

d. Cleaning data

Cleaning adalah pemeriksaan kembali data hasil entry data pada

komputer agar terhindar dari ketidak sesuaian antara data computer

dan koding kuesioner (Suharman et al, 2016). Sebelum membagikan

kuesioner kepada responden, kuesioner diuji validitas dan reliabilitas

terlebih dahulu agar kuesioner yang digunakan benar-benar sudah

memenuhi syarat yang digunakan sebagai alat pengukur data atau alat

pengumpul data. Kuesioner tersebut harus dilakukan uji coba “trial”

dilapangan. Responden yang digunakan untuk uji coba sebaiknya

yang memiliki ciri-ciri responden dari tempat dimana penelitian

tersebut dilakukan (Notoatmodjo, 2018).

1) Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu

benar-benar mengukur apa yang diukur, agar diperoleh nilai hasil

pengukuran mendekati normal, maka sebaiknya jumlah responden

untuk uji coba paling sedikit 20 orang (Notoatmodjo, 2018).

Kuesioner tersebut diberikan kepada sekelompok responden

sebagai sasaran uji coba. Kemudian kuesioner tersebut diberikan


46

skor atau nilai jawaban masing-masing sesuai dengan sistem

penilaian yang telah ditetapkan, selanjutnya menghitung kolerasi

antara skors masing - masing pertanyaan,dengan menggunakan

metode Corrected item total correlation yaitu mengkolerasikan

antara skor item dengan skor total item kemudian melalulan

koreksi terhadap nilai kolerasi. Standar validitas pada uji validitas

dapat dikatakan valid dapat diketahui dengan cara membandingkan

indeks kolerasi (r hitung ) dengan nilai kritis (r tabel ) pada taraf

signifikan 5 %, apabila nilai r hitung ≥ r tabel maka dapat dikatan valid,

jika r hitung < r tabel maka dapat dikatan tidak valid sehingga

kuesioner tersebut harus dibuang atau diperbaiki (Aldy, 2016).

Jumlah responden yang digunakan untuk uji kuesioner paling

sedikit 20 orang sehingga r tabel yang digunakan untuk validitas

0,444.

2) Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana

suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat dihandalkan

(Notoatmodjo, 2018). Pengujian reliabilitas digunakan untuk

mengetahui konsistensi alat ukur apakah dapat diandalkan dan

konsisten jika dilakukan pengukuran berulang dengan instrumen

tersebut (Masturoh, 2018). Kemudian kuesioner tersebut diberikan

skor atau nilai jawaban masing - masing sesuai dengan sistem

penilaian yang telah ditetapkan, selanjutnya menghitung kolerasi


47

antara skor masing-masing pertanyaan, menggunakan metode

Cronbach Alpha dengan batasan 0,6, dengan kriteria yaitu nilai <

0,6 artinya kurang baik (Setiawan, 2017), nilai koefisien reliabilitas

atau Cronbach Alpha yang baik adalah diatas 0,7 sebab sudah

dikatakan cukup andal dan nilai diatas 0,8 dikatakan andal (Hadisa,

2017).

2. Analisis Data

Analisis data adalah salah satu kegiatan yang sangat penting

dalam penelitian, karena dengan analisislah data dapat mempunyai

arti atau makna yang dapat berguna untuk memecahkan masalah

penelitian (Suharman et al, 2016).

a. Analisis univariate, bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk

analisis univariate tergantung dari jenis datanya, untuk data

numerik digunakan nilai mean atau rata- rata, median dan standar

deviasi. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan

distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel

(Notoatmodjo, 2018). Distribusi frekuensi merupakan

pengelompokan data kedalam kedalam beberapa kelompok (kelas)

dan kemudian dihitung banyaknya data yang masuk kedalam tiap

kelas (Supranto, 2008).

b. Analisis bevariate, analisis ini dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan atau berkorelasi, dilihat dari hasil uji


48

statistik ini akan dapat disimpulkan adanya hubungan 2 variabel

tersebut bermakna atau tidak bermakna (Notoatmodjo, 2018),

digunakan untuk melihat apakah ada hubungan antara variabel

dependen (terikat) dengan variabel independen (bebas) (Martoni,

2013).

Data dianalisi terlebih dahulu dengan uji normalitas

Kolmogorof-Smirnov, uji ini digunakan untuk menguji apakah dua

sampel independen berasal dari populasi yang sama atau dari

populasi – populasi yang memiliki distribusi yang sama. Uji ini

didasarkan dengan memperhatikan kesesuaian antara dua

distribusi frekuensi kumulatif yang disusun dari sampel

independen tersebut, dengan kata lain uji ini dilakukan dengan

menemukan perbedaan terbesar (nilai maksimum absolut) antara

dua fungsi dristribusi frekuensi kumulatif. Jika distribusi frekuensi

kumulatif dari dua sampel independen tersebut cenderung

berdekatan atau sama maka hipotesis nol (Ho) yang mengatakan

bahwa dua sampel independen diambil dari populasi – populasi

yang berdistribusi sama, tidak ditolak yang berarti bias diterima,

dan sebaliknya, jika nilai selisih maksimum ini lebih besar dari

pada nilai selisih yang diharapkan berarti bahwa kesenjangan

antara dua distribusi tersebut cukup besar sehingga hipotesis nol

(Ho) ditolak (Sugiyarto, 2015).


49

Analisi korelasi Pearson-Product Moment digunakan untuk

menguji hubungan antara dua variabel (Riwidikdo, 2008),

digunakan menguji signifikansi hubungan dua variabel dan untuk

mengetahui kuat lemah hubungan (Saputra, 2013), dengan skala

data interval atau rasio dan data berdistribusi normal (Riwidikdo,

2008). Analisis korelasi digunakan untuk mengukur keeratan

hubungan antara dua variable. Dari analisisnkorelasi yang

dilakukan didapatkan suatu nulai yang disebut sebagai koefisien

korelasi. Koefisien korelasi dapat bernilai positif atau negatif yang

berkisar antara –1 sampai dengan +1. Interpretasi terhadap

koefisien korelasi ditunjukksn pada tabel berikut :

Tabel IV. 2 Interpretasi Koefisien Korelasi

Besar Koefisien Korelasi (Positif Interpretasi Koefisien Korelasi


atau negatif)
0,00 Tidak Ada Korelasi

0,01 – 0,20 Korelasi Sangat Lemah

0,21 – 0, 40 Korelasi Lemah


0,41 – 0,70 Korelasi Sedang

0,71 – 0,99 Korelasi Tinggi

1,00 Korelasi Sempurna


Sumber : Jurnal Cindy Cahyaning Astuti 2017

c. Analisis Multivariate, analisis ini digunakan untuk mengetahui

hubungan lebih dari satu variabel independen dengan satu variabel

dependen (Notoatmodjo, 2018). Uji multivariate dalam penelitian

ini menggunakan uji regresi linier berganda, dimana regresi linier

berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh dua atau lebih


50

variabel independen terhadap satu variabel dependen. Model uji

ini untuk mengasumsikan adanya hubungan satu garis lurus atau

linier antara variabel dependen dengan variabel indepanden

(Nirmala, 2012), untuk mengetahui adanya hubungan secara

simultan antara satu atau lebih variabel independen dengan satu

variabel dependen dapat melihat dari nilai sig < 0,05 maka dapat

disimpilkan bahwa adanya hubungan yang dilihat secara simultan

atau menyeluruh antara satu atau lebih variabel independen

dengan satu variabel dependen (Dwi, 2015).


51

I. Kerangka Kerja

Buku regristasi pasien rawat jalan di Rumah Sakit DKT


(Detasemen Kesehatan Tentara) Tingkat IV Kediri

Mengumpulkan data melalui kuesioner dan wawancara


pasien Tuberkulosis paru di Instalasi Rawat jalan
Rumah Sakit DKT (Detasemen Kesehatan Tentara)
Tingkat IV Kediri

Menganalisis identitas pasien yang diperlukan untuk


penelitian

Data Rekam Medik pasien Tuberkulosis paru

Menganalisis dan mengolah data yang telah didapatkan


dari hasil kuesioner dan wawancara dengan program
Microsoft Excel dan SPSS dengan uji validitas dan uji
reliabilitas dan uji normalitas Kolmogorof-Smirnov dan
uji korelasi Pearson-Product Moment

Hasil dan pembahasan

Kesimpulan

Gambar IV.1 Skema Kerangka Kerja


BAB V

HASIL PENELITIAN

Pada penelitian yang telah dilakukan dengan memberikan kuesioner

kepada pasien tuberkulosis paru di Rumah Sakit DKT (Detasemen Kesehatan

Tentara) di dapatkan hasil sebagai berikut :

a. Uji Validasi Kuesioner

Dalam penelitian ini, uji validasi di uji dengan software computer

SPSS 20. Uji validasi kuesioner yang telah disebarkan kepada 20

responden dan terdapat 1 bitur pertanyaan yang dinyatakan tidak valid

yaitu pada kuesioner jarak nomor 5. Uji validasi kuesioner dapat dilihat

pada tabel V.1.

Tabel V.1 Nilai r hitung hasil validasi kuesioner


Tingkat Pengetahuan (r tabel = 0,444)
No. Butir r hitung r tabel Kesimpulan
1 0,812 0,444 Valid

2 0,865 0,444 Valid

3 0,818 0,444 Valid

4 0,798 0,444 Valid

5 0,892 0,444 Valid


6 0,599 0,444 Valid

Jarak (r tabel = 0,444)

No. Butir r hitung r tabel Kesimpulan


1 0,618 0,444 Valid
2 0,739 0,444 Valid

3 0,595 0,444 Valid

4 0,738 0,444 Valid


5 0,421 0,444 Tidak Valid

52
53

Petugas Kesehatan (r tabel = 0,444)

No. Butir r hitung r tabel Kesimpulan


1 0,618 0,444 Valid

2 0,778 0,444 Valid

3 0,665 0,444 Valid

4 0,851 0,444 Valid

5 0,729 0,444 Valid

6 0,576 0,444 Valid

7 0,494 0,444 Valid

Kepatuhan (r tabel = 0,444)

No. Butir r hitung r tabel Kesimpulan


1 0,563 0,444 Valid

2 0,643 0,444 Valid

3 0,612 0,444 Valid

4 0,557 0,444 Valid

5 0,668 0,444 Valid

6 0,595 0,444 Valid

b. Uji Reliabilitas Kuesioner

Dalam penelitian ini, uji reliabilitas di uji dengan software

computer SPSS 20. Uji reliabilitas kuesioner yang telah disebarkan kepada

20 responden dan diperoleh hasil bahwa semua pertanyaan dalam

kuesioner adalah reliabel, yang dapat dilihat dari nilai cronbach alpha

dengan batasan 0,6, dengan kriteria yaitu reliabilitas < 0,6 dikatakan

kurang reliabel, nilai reliabilitas yang reliabel adalah diatas 0,7 dan nilai

diatas 0,8 dikatakan sangat reliabil. Uji reliabilitas kuesioner dapat dilihat

pada tabel V.2.


54

Tabel V.2 Nilai Cronbach Alpha hasil uji reliabilitas kuesioner


Variabel Nilai Cronbach Alpha Keterangan
Tingkat Pengetahuan 0,881 Reliabel
Jarak 0,780 Reliabel
Tenaga Kesehatan 0,800 Reliabel
Kepatuhan 0,625 Reliabel

c. Karekteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian hubungan tingkat

pengetahuan, jarak, dan tenaga kesehatan dengan kepatuhan penggunaan

obat pada pasien tuberkulosis rawat jalan di rumah sakit DKT kota Kediri,

meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan dan pendidikan terakhir. Berikut

adalah distribusi frekuensi karakteristik responden penelitian yang didapat

dari 33 responden.

1. Jenis Kelamin

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin responden dapat

dilihat dari tabel berikut :

Tabel V.3 Jenis kelamin responden


Jenis kelamin Jumlah Responden Presentase
(n=33)
Perempuan 19 57,6%
Laki – laki 14 42,4%

Total 33 100%

Sumber : Data Bulan Juni – Juli 2019


55

Jenis Kelamin Responden

Perempuan
42,4% Laki - laki
57,6%

Gambar V.1 Diagram distribusi jenis kelamin responden

Berdasarkan tabel V.1 jenis kelamin responden menunjukkan

bahwa jenis kelamin perempuan presentase sebesar 57,6%, dan jenis

kelamin laki – laki presentase sebesar 42,4%. Jenis kelamin responden

yang terbesar yaitu perempuan presentase sebesar 57,6%

2. Umur

Karakteristik responden berdasarkan umur responden dapat dilihat dari

tabel berikut :

Tabel V.4 Umur Responden


Umur Jumlah Responden (n = 33) Presentase

15 – 24 4 12,1%

25 – 34 11 33,3%
35 – 44 5 15,2 %

45 – 54 9 27,3%

55 – 64 3 9,1%
65 – 74 1 3,0%

≥ 75 0 0%

Total 33 100%
Sumber : Data Bulan Juni – Juli 2019
56

Umur Responden

0% 15 - 24 tahun
9,1% 3% 12,1%
25 - 34 tahun
35 - 44 tahun
45 - 54 tahun
27,3%
33,3% 55 - 64 tahun
65 - 74 tahun
≥ 75 tahun
15,2%

Gambar V.2 Diagram distribusi umur responden

Berdasarkan tabel V.2 umur responden menunjukkan bahwa

umur 15 – 24 tahun presentase sebesar 12,1%, umur 25 – 34 tahun

presentase sebesar 33,3%, umur 35 – 44 tahun presentasi sebesar

15,2%, umur 45 – 54 tahun presentasi sebesar 27,3%, umur 55 – 64

tahun presentase sebesar 9,1%, dan umur 65 – 74 tahun presentase

sebesar 3,0%. Umur responden yang terbesar yaitu 25 – 34 tahun

presentase sebesar 33,3%.

3. Pendidikan

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan responden dapat

dilihat dari table berikut :


57

Tabel V.5 Pendidikan Terakhir responden


Pendidikan Jumlah Responden Presentase
(n=33)
SD 6 18,2%

SMP 4 12,1%

SMA 22 66,7%

Perguruan Tinggi 1 3,0%

Total 33 100%
Sumber : Data Bulan Juni – Juli 2019

Pendidikan Terakhir Responden

3% SD
SMP
18,2%
SMA

12,1% Perguruan Tinggi

66,7%

Gambar V.3 Diagram distribusi pendidikan responden

Berdasarkan tabel V.3 pendidikan terakhir responden

menunjukkan bahwa pendidikan responden yaitu SD presentase

sebesar 18,2%, SMP presentase sebesar 12,1%, SMA presentase

sebesar 66,7% dan Perguruan tinggi presentase sebesar 3,0%.

Pendidikan responden yang terbesar yaitu SMA presentase sebesar

66,7%.
58

4. Pekerjaan

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan responden dapat dilihat

dari tabel berikut :

Tabel V.6 Pekerjaan responden


Pekerjaan Jumlah Responden Presentase
(n=33)
PNS 2 6,1%
Swasta 10 30,3%
Wiraswasta 6 18,2%
Pensiunan 2 6,1%
Ibu Rumah Tangga 8 24,2%
Pelajar 2 6,1%
Lain – lain 3 9,1%
Total 33 100%
Sumber : Data Bulan Juni – Juli 2019

Pekerjaan Responden

PNS
9,1%
6,1% Swasta
6,1%
Pensiunan
30,3% Wiraswasta
24,2% IRT
Pelajar
6,1% Lain - lain
18,2%

Gambar V.4 Diagram distribusi pekerjaan responden

Berdasarkan tabel V.4 pekerjaan responden menunjukkan bahwa

pekerjaan responden sebagai PNS presentase sebesar 6,1%, swasta

presentase sebesar 30,3%, pensiunan presentase sebesar 6,15%,

wiraswasta presentase sebesar 18,2%, IRT (Ibu Rumah Tangga)


59

presentase sebesar 24,2%, pelajar presentase sebesar 6,1%, dan lain –

lain presentase sebesar 9,1%. Pekerjaan responden yang terbesar yaitu

swasta presentase sebesar 30,3%.

5. Jarak Rumah Menuju Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Karakteristik responden berdasarkan jarak rumah responden

menuju fasilitas pelayanan kesehatan responden dapat dilihat dari

tabel berikut :

Tabel V.7 Jarak rumah responden menuju fasilitas pelayanan kesehatan


Jenis kelamin Jumlah Responden Presentase
(n=33)
< 10 km 19 57,6%

> 10 km 14 42,4%

Total 33 100%

Sumber : Data Bulan Juni – Juli 2019

Jarak Rumah Responden Menuju Fasilitas


Pelayanan Kesehatan

< 10 KM
> 10 KM
42,4%
57,6%

Gambar V.5 Diagram distribusi jarak rumah responden menuju fasilitas pelayanan
kesehatan

Berdasarkan tabel V.5 jarak rumah responden menuju fasilitas

pelayanan kesehatan menunjukkan bahwa jarak rumah < 10 km

presentase sebesar 57,6%, dan jarak rumah > 10 km presentase


60

sebesar 42,4%. Jarak rumah responden yang terbesar dengan jarak <

10 Km yang terbesar presentase sebesar 57,6%

d. Hubungan tingkat pengetahuan, jarak dan tenaga kesehatan dengan

kepatuhan pasien.

Penelitian hubungan tingkat pengetahuan, jarak , dan tenaga

kesehatan dengan kepatuhan penggunaan obat pada pasien tuberkulosis

rawat jalan di rumah sakit DKT (Detasemen Kesehatan Tentara) tingkat

IV kota Kediri, menggunakan analisis bevariate meliputi uji normalitas

yaitu Kolmogorov-Smirnov dan analisis korelasi Pearson-Product

Moment.

1. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

Hasil normalitas Kolmogorov-Smirnov sebagai berikut :

Tabel V.8 Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov


Tingkat Jarak Tenaga Kepatuhan
Pengetahuan Kesehatan
N 33 33 33 33

Sig. 0,066 0,119 0,083 0,249

Berdasarkan tabel V.6 hasil uji normalitas menunjukkan hasil

terdistribusi normal yang dapat dilihat dari nilai sigifikansi.

Interpretasi hasil yaitu apabila nilai p (sig) > 0,05 artinya data normal

dan apabila nilai p (sig) < 0,05 artinya data tidak normal. Hasil uji

normalitas pada tingkat pengetahuan nilai sig. 0,066, hasil uji

normalitas pada jarak nilai sig. 0,119, hasil uji normalitas pada

petugas kesehatan sebesar 0,083, dan hasil uji normalitas pada

kepatuhan sebesar 0,249.


61

2. Analisis Kolerasi Pearson-Product Moment

a) Hasil Korelasi Pearson-Product Moment antara tingkat

pengetahuan dengan kepatuhan, sebagai berikut :

Tabel V.9 Hasil analisis Kolerasi Pearson-Product Moment


Tingkat Kepatuhan
Pengetahuan
Pearson 1 0,475**
Tingkat Pengetahuan Correlation
Sig. 0,005

N 33 33

Pearson 0,475** 1
Correlation
Kepatuhan Sig. 0,005

N 33 33

Berdasarkan hasil analisis kolerasi Pearson-Product Moment

antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan diperoleh nilai p (sig)

sebesar 0,005, yang dibandingkan dengan p < 0,05 sehingga nilai p

(sig) menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan

dengan kepatuhan, yang memiliki nilai koefisien korelasi (r) sebesar

0,475 yang artinya korelasi sedang.

b) Hasil Korelasi Pearson-Product Moment antara jarak dengan

kepatuhan, sebagai berikut :

Tabel V.10 Hasil analisis Kolerasi Pearson-Product Moment


Jarak Kepatuhan

Pearson Correlation 1 0,348**

Jarak Sig. 0,047

N 33 33

Pearson Correlation 0,348** 1


Kepatuhan
Sig. 0,047

N 33 33
62

Berdasarkan hasil analisis kolerasi Pearson-Product Moment

antara jarak dengan kepatuhan diperoleh nilai p (sig) sebesar 0,047,

yang dibandingkan dengan p < 0,05 sehingga nilai p (sig)

menunjukkan tidak adanya hubungan antara jarak dengan kepatuhan,

yang memiliki nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,348 yang artinya

korelasi lemah.

c) Hasil Korelasi Pearson-Product Moment antara petugas kesehatan

dengan kepatuhan, sebagai berikut :

Tabel V.11 Hasil analisis Kolerasi Pearson-Product Moment


Tenaga Kepatuhan
Kesehatan
Pearson 1 0,542**
Correlation
Tenaga Kesehatan Sig. 0,001

N 33 33

Pearson 0,542** 1
Correlation
Kepatuhan Sig. 0,001

N 33 33

Berdasarkan hasil analisis kolerasi Pearson-Product Moment

antara tenaga kesehatan dengan kepatuhan diperoleh nilai p (sig)

sebesar 0,001, yang dibandingkan dengan p < 0,05 sehingga nilai p

(sig) menunjukkan adanya hubungan antara tenaga kesehatan dengan

kepatuhan yang memiliki nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,542

yang artinya korelasi sedang.


63

3. Analisis Regresi Linier Berganda

a) Hasil Uji Regresi Linier Berganda

Tabel V.12 Hasil Uji Regresi Linier Berganda


R R Square Adjusted R Std. Error of the Estimate
Square
0,570 0,325 0,225 1,868

Tabel V.13 Hasil Uji Regresi Linier Berganda


Sum of squares df Mean square F Sig
Regression 48,650 3 16,217 4,646 0,009
Residual 101,229 29 3,491
Total 149,879 32

Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda antara tingkat

pengetahuan, jarak, dan tenaga kesehatan dengan kepatuhan

diperoleh nilai p (sig) sebesar 0,009, yang dibandingkan dengan p <

0,05 sehingga nilai p (sig) menunjukkan adanya hubungan tingkat

pengetahuan, jarak, dan tenaga kesehatan dengan kepatuhan, yang

memiliki nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,570 yang artinya

korelasi sedang.
BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian ini bersifat analisa observasional dengan rancangan

studi cross – sectional, yang mempelajari dinamika korelasi antara

factor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau

pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoadmodjo, 2018).

Responden dalam penelitian ini merupakan pasien tuberkulosis rawat

jalan di rumah sakit DKT kota Kediri yang bersedia mengisi

kuesioner, dari 60 responden yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak

33 responden. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan

instrumen berupa kuesioner yang sebelumnya dilakukan uji validasi

dan reliabilitas. Uji validasi kuesioner ini dilakukan di rumah sakit

PMC (Pelengkap Medical Center) Jombang, disebarkan kepada 20

responden pasien rawat jalan di rumah sakit PMC (Pelengkap Medical

Center) Jombang dengan derajat kepercayaan 95% memiliki nilai r

tabel sebesar 0,444. Pernyataan kuesioner tersebut meliputi tingkat

pengetahuan, jarak, tenaga kesehatan, dan kepatuhan. Pada pernyataan

kuesioner tingkat pengetahuan, tenaga kesehatan dan kepatuhan

dinyatakan valid karena memiliki r hitung ≥ r tabel = 0,444.

Sedangkan pada pernyataan kuesioner jarak terdapat 1 butir

pernyataan yang tidak valid yang memiliki r hitung ≤ r tabel = 0,444

64
65

dan dinyatakan tidak valid dan semua pernyataan kuesioner

dinyatakan reliabil karena memiliki nilai Cronbach Alpha > 0,6.

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur,

jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan jarak rumah

responden menuju pelayanan kesehatan. Berikut adalah distribusi

frekuensi karakteristik responden penelitian yang didapat dari 33

responden. Analisis yang digunakan pada karakteristik responden

dalam penelitian ini berupa analisis univariate. Dimana karakteristik

setiap variable penelitian yang menghasilkan distribusi frekuensi dan

presentase dari tiap variable (Notoadmodjo, 2018).

Hasil penelitian karakteristik responden berdasarkan jenis

kelamin responden dapat dilihat dari tabel V.1 yang menunjukan hasil

bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan

sebanyak 57,6% dan yang berjenis kelamin laki – laki sebanyak

42,4%. Karakteristik jenis kelamin responden yang terbesar adalah

jenis kelamin perempuan, yang kebanyakan bekerja menjadi buruh

pabrik rokok, hal ini dimungkinkan karena kondisi lingkungan tempat

kerja yang berdebu, kurang adanya pencahayaan dan lingkungan kerja

yang lembab sehingga beresiko terkena tuberkulosis paru. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pambudi

2013 yang menunjukkan bahwa kasus tuberkulosis paru berjenis

kelamin perempuan sebanyak 53,66% dan laki-laki sebanyak 46,53%.

Menurut Fitriani 2013 menyatakan bahwa dari catatan statistik meski


66

tidak selamanya konsisten, mayoritas penderita tuberkulosis adalah

wanita. Hal ini masih memerlukan penyelidikan dan penelitian lebih

lanjut, baik pada tingkat behavioural, tingkat kejiwaan, sistem

pertahanan tubuh, maupun tingkat molekuler. Salah satu penyebab

perbedaan frekuensi penyakit tuberkulosis paru antara laki-laki dan

perempuan adalah perbedaan kebiasaan hidup (Santy, 2018).

Penelitian tersebut bertolak belakang dengan beberapa penelitian

terdahulu yang menyebutkan bahwa laki – laki lebih rentan terkena

penyakit tuberkulosis paru, hal ini disebabkan karena beban kerja

mereka yang berat, istirahat yang kurang serta gaya hidup yang tidak

sehat diantaranya adalah merokok dan minum alkohol

(Erawatyningsih, 2009).

Hasil penelitian karakteristik responden berdasarkan umur

responden dapat dilihat dari tabel V.2 yang menunjukkan bahwa

presentase terbesar yaitu pada umur 25 – 34 sebesar 33,3%. Umur

merupakan faktor penentu yang sangat penting bila dihubungkan

dengan terjadinya distribusi penyakit. Umur sangatlah berkaitan

dengan keterpaparan risiko dan resistensi terhadap suatu penyakit.

Pada hakikatnya, semua penyakit dapat menyerang semua golongan

umur, tetapi golongan penyakit-penyakit tertentu lebih banyak

menyerang golongan umur tertentu (Hidayat, 2017). Peneliti

menemukan bahwa kasus terbanyak berada pada usia produktif. Usia

produktif merupakan usia yang aktif beraktivitas diluar lingkungan


67

rumah sehingga lebih beresiko mudah menularnya penyakit

tuberkulosis paru terutama di lingkungan yang padat. Infeksi

tuberkulosis paru aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan

umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai umur

dewasa. Usia produktif manusia cenderung mempunyai morbilitas

yang tinggi sehingga kemungkinan untuk terpapar kuman tuberkulosis

lebih besar, selain itu setelah pubertas tubuh lebih mampu mencegah

penyebaran penyakit melalui darah, tetapi kemampuan untuk

mencegah penyebaran penyakit di dalam paru – paru berkurang

(Zuliana, 2009). Di Indonesia diperkirakan 75% penderita

tuberkulosis paru adalah kelompok umur produktif yaitu 15-50 tahun

(Kemenkes RI, 2011).

Hasil penelitian karakteristik responden berdasarkan tingkat

pendidikan responden dapat dilihat dari tabel V.3 menunjukkan bahwa

pendidikan terakhir responden yaitu SD presentase sebesar 18,2%,

SMP presentase sebesar 12,1%, SMA presentase sebesar 66,7% dan

perguruan tinggi presentase sebesar 3,0%. Pendidikan responden yang

terbesar yaitu SMA presentase sebesar 66,7%. Pendidikan merupakan

suatu kegiatan, usaha manusia atau proses perubahan perilaku menuju

kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia. Dari tabel di

atas juga menunjukkan bahwa hampir 67% responden sudah lulus dari

pendidikan menengah atas atau SMA sehingga responden dinilai

sudah mampu menerima informasi tentang suatu penyakit, terutama


68

penyakit tuberkulosis paru, dimana penyakit tuberkulosis paru

membutuhkan pengetahuan yang baik untuk membantu keberhasilan

pengobatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka

semakin baik penerimaan informasi tentang pengobatan penyakitnya

sehingga akan semakin teratur pengobatannya. Hasil penelitian ini

didukung oleh penelitian dari Pambudi 2013 bahwa semakin tinggi

pendidikan akan mampu memberikan persepsi yang positif terhadap

pengobatan pada pasien tuberkulosis paru. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian yang didapatkan oleh peneliti, mayoritas rpendidikan

responden adalah SMA. Pada penelitian Erawatyningsih et al.,2009

menyatakan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan penderita

maka akan semakin tidak patuh untuk berobat karena rendahnya

pendidikan seseorang dapat mempengaruhi daya serap dalam

mendapatkan informasi sehingga dapat mempengaruhi juga tingkat

pemahaman tentang penyakit, pengobatan tuberkulosis paru, dan

bahaya yang ditimbulkan akibat jika tidak minum obat secara teratur.

Hasil penelitian karakteristik responden berdasarkan pekerjaan

responden dapat dilihat dari tabel V.4 yang menunjukkan bahwa

pekerjaan responden yang terbesar yaitu swasta 30,3%, dimana dalam

penelitian ini yang bekerja sebagai karyawan swasta didominasi

sebagai buruh pabrik rokok, dengan lingkungan kerja yang berdebu,

lembab, kurang pencahayaan yang memiliki kemungkinan besar

terjadinya tuberkulosis paru. Dapat diketahui bahwa orang yang


69

bekerja di lingkungan kerja yang tidak baik mempunyai resiko 0,472

kali terkena tuberkulosis paru dibandingkan dengan orang yang

bekerja di lingkungan kerja yang baik (Oktafiyana, 2016). Menurut

Achmadi, 2013 pengaruh lingkungan kerja yang kurang baik dapat

menjadi penyebab timbulnya penyakit infeksi termasuk penyakit

tuberkulosis paru. Lingkungan kerja yang buruk tidak pernah

mendapatkan pengawasan, misalnya uap dan gas-gas toksik yang

dapat berbahaya bagi pernafasan jika terhirup dan mencemarkan

udara, debu yang dapt menjadi polutan dan juga mencemarkan udara,

suhu lingkungan yang lembab dan kotor dapat menjadi tempat

berkembangnya bakteri Mycrobacterium tuberculosis, dan perilaku

masyarakat yang tidak sehat seperti tidak menjaga kebersihan diri dan

lain sebagainya.

Hasil penelitian karakteristik responden berdasarkan jarak

rumah responden menuju pelayanan kesehatan dapat dilihat dari tabel

V.5 yang menunjukkan bahwa jarak rumah < 10 km sebesar 57,6%

dan jarak rumah > 10 km sebesar 42,4%, dari karakteristik

berdasarkan jarak atau data demografi dapat diketahui bahwa

responden yang lebih banyak berjarak < 10 km yaitu responden yang

berasal dari kecamatan Kediri, sedangkan jarak > 10 km yaitu

responden yang berasal dari luar kota Kediri misalnya dari daerah

Nganjuk, hal ini menunjukan bahwa jarak tidak menjadi alasan untuk

tetap pergi berobat meskipun jarak rumah responden > 10 km menuju


70

pelayanan kesehatan, tetapi masih ada beberapa responden dalam

pengisian kuesioner mengatakan bahwa responden malas untuk

berobat dikarenakan jarak rumah yang jauh dengan pelayanan

kesehatan. Pada penelitian Sandra 2010 menunjukan bahwa

responden dengan jarak rumah yang dekat lebih banyak dengan

presentase sebesar 64,9% dari pada responden yang berjarak rumah

jauh dengan presentase sebesar 35,1% yang dapat mempengaruhi

kepatuhan dalam berobat.

Pada penelitian ini dilakukan uji normalitas menggunakan

metode kolmogorov – smirnov dimana dalam penelitian ini

menunjukkan hasil uji normalitas terdistribusi normal yang dapat

dilihat dari nilai sigifikansi, interpretasi hasil yaitu apabila nilai sig >

0,05 artinya data normal dan apabila nilai sig < 0,05 artinya data tidak

normal. Hasil uji normalitas pada tingkat pengetahuan nilai sig. 0,066,

hasil uji normalitas pada jarak nilai sig. 0,119, hasil uji normalitas

pada tenaga kesehatan sebesar 0,083, dan uji normalitas pada

kepatuhan sebesar 0,249. Setelah dilakukan uji normalitas kolmogorov

– smirnov selanjutnya dilakukan uji korelasi atau hubungan antara

tingkat pengetahuan, jarak, dan tenaga kesehatan dengan kepatuhan.

Hasil penelitian dari tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan

menggunakan uji korelasi Pearson-Product Moment diperoleh nilai r

(koefisien korelasi) sebesar 0,475 yang artinya memiliki korelasi

sedang, sedangkan nilai p (sig) sebesar 0,005 menunjukkan adanya


71

hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan dengan

korelasinya sedang. Tingkat pengetahuan dapat dipengaruhi oleh

tingkat pendidikan seseorang baik tentang penyebab penyakit

tuberkulosis, pengobatan, pencegahan dan kepatuhan dalam

menjalankan pengobatan tuberkulosis, apabila pemahaman dan

pengetahuan penderita kurang maka akan mempengaruhi kepatuhan

berobat penderita itu sendiri. Pendidikan rendah menyebabkan

pengetahuan menjadi rendah, sehingga memungkinkan penderita

putus berobat karena minimnya pengetahuan yang dimiliki dan kurang

pahamnya tentang pengobatan yang dijalani, masih terdapat responden

yang kurang tahu apa itu penyakit tuberkulosis, apa penyebab

penyakit tuberkulosis, lama pengobatan, pencegahan dan pentingnya

menjalani pengobatan secara teratur hingga tuntas. Pendidikan

responden yang terbesar adalah SMA dengan presentase sebesar

66,7% namun pengetahuan responden masih tergolong rendah, karena

dari beberapa responden terdapat responden yang belum mengetahui

penyebab dari penyakit tuberkulosis dan lama pengobatan yang harus

dijalani, kebanyakan responden menjalani pengobatan lebih dari 6

bulan, namun juga terdapat responden yang mengetahui tentang

penyakit tuberkulosis baik dari segi penyebab, lama pengobatan, dan

cara pencegahan. Faktor tingkat pengetahuan kemungkinan belum

menjadi faktor yang utama, ada faktor lain yang dapat mendukung

tingkat pengetahuan tersebut misalnya dari tingkat pendidikan, umur,


72

lingkungan dan keluarga. Hasil ini didukung oleh penelitian Ariyani

2016, yaitu bahwa tingkat pengetahuan dapat memberikan pengaruh

terhadap kepatuhan seseorang dalam pengobatan tuberkulosis paru,

dimana pemahaman yang kurang mengenai keseriusan dari penyakit

serta hasil yang didapat apabila tidak diobati menyebabkan rendahnya

kepatuhan seseorang. Oleh karena itu, pemahaman yang baik yang

baik terhadap informasi mengenai pengobatan penyakit tuberkulosis

paru sangat penting untuk dimiliki penderita hal ini juga disebabkan

karena faktor pendidikan seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan

semakin mudah untuk menerima informasi sehingga dengan semakin

banyak informasi yang diperolehnya maka semakin baik pula tingkat

pengetahuannya (Andreas, 2010), semakin baik tingkat pengetahuan

penderita tuberkulosis paru tentang penyakit yang dideritanya, maka

penderita akan lebih sadar dalam menjalankan pengobatan

tuberkulosis paru secara teratur (Puspitasari, 2017).

Hasil penelitian dari jarak terhadap kepatuhan menggunakan uji

korelasi Pearson-Product Moment diperoleh nilai r (koefisien

korelasi) sebesar 0,348 yang artinya memiliki korelasi lemah,

sedangkan nilai p (sig) sebesar 0,047 menunjukkan adanya hubungan

antara jarak terhadap kepatuhan denagn korelasi lemah. Jarak rumah

menuju pelayanan kesehatan atau rumah sakit dapat menjadi salah

satu faktor penyebab ketidakpatuhan penderita dalam pengobatan

yang dijalani, jarak yang jauh dari tempat pelayanan kesehatan


73

menyebabkan penderita malas untuk berobat, jarak yang jauh dapat

menambah biaya transportasi yang lebih besar pula, semakin jauh

jarak rumah dengan tempat pelayanan kesehatan maka penderita akan

semakin besar kemungkinan untuk tidak patuh untuk berobat. Dari ke

33 responden kebanyakan responden berasal dari beberapa daerah

kecamatan di Kediri, dan terdapat responden yang berasal dari luar

kabupaten Kediri, dari hal tersebut terdapat beberapa responden yang

tidak mempermasalahkan jarak rumah menuju fasilitas kesehatan, dan

tidak malas untuk pergi berobat, namun terdapat juga beberapa

responden dalam mengisi kuesioner jarak mengatakan malas untuk

pergi berobat dikarenakan jarak yang jauh dari rumah. Menurut

Sandra 2010, jarak rumah merupakan predikator terkuat terhadap

ketidakpatuhan. Jarak rumah tersebut dapat berperan secara sinergis

dengan faktor – faktor yang lain, misalnya penderita telah merasa

sembuh, hilangnya harapan untuk sembuh, adanya efek samping obat,

dan biaya transportasi yang tidak terjangkau . Hasil penelitian ini

sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugiono 2017, yang

menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jarak

dengan kepatuhan berobat pada pasien tuberkulosis paru.

Hasil penelitian dari tenaga kesehatan terhadap kepatuhan

menggunakan uji korelasi Pearson-Product Moment diperoleh nilai r

(koefisien korelasi) sebesar 0,542 yang artinya memiliki korelasi

sedang, sedangkan nilai p (sig) sebesar 0,001 menunjukkan adanya


74

hubungan antara petugas kesehatan dengan kepatuhan dengan korelasi

sedang. Tenaga kesehatan dapat mempengaruhi kepatuhan pengobatan

tuberkulosis paru yaitu dapat berupa dukungan, motivasi untuk

sembuh, bersikap ramah dalam melayani pasien, menerima dan

mendengarkan keluhan pasien. Tenaga kesehatan yang bersikap ramah

terhadap pasien akan membuat pasien merasa nyaman. Tenaga

kesehatan dapat memberikan perhatian khusus dan memberikan

informasi yang jelas sehingga dapat menimbulkan hubungan yang

baik dengan setiap pasien yang datang berobat. Dari 33 responden

terdapat beberapa responden yang mengatakan bahwa tenaga

kesehatan yang berada di rumah sakit DKT bersikap ramah terhadap

pasien, menerima keluhan pasien dan memberikan jalan keluar setiap

masalah pasien, sehingga pasien merasakan bahwa penyakit yang

sedang dideritanya akan sembuh, selain itu tenaga kesehatan juga

memberikan motivasi dan semangat terhadap pasien agar pasien tidak

berputus asa dalam menjalani pengobatan. Menurut penelitian

Pameswari 2016, berdasarkan hasil wawancara dengan responden,

diketahui bahwa petugas kesehatan yang dilakukan di RS Mayjen H.A

Thalib Kabupaten Kerinci, sangat membantu dalam memberikan

informasi tentang pentingnya mengkonsumsi obat tuberkulosis secara

teratur guna mencapai keberhasilan terapi. Tindakan atau peran

petugas di rumah sakit selama memberikan pelayanan kesehatan ke

pada penderita tuberkulosis paru sangatlah penting dalam memberikan


75

informasi tentang pentingnya meminum obat secara teratur dan tuntas,

menjelaskan mengenai aturan minum obat yang benar dan gejala efek

samping yang mungkin dialami pasien, kesediaan petugas

mendengarkan keluhan pasien dan memberikan solusinya, dan peran

petugas dalam memberikan penyuluhan kesehatan kepada keluarga

pasien. Tenaga kesehatan merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi kepatuhan berobat (Sugiono, 2017). Peranan tenaga

kesehatan dalam melayani pasien tuberkulosis paru diharapkan dapat

membangun hubungan yang baik dengan pasien. Unsur kinerja tenaga

kesehatan mempunyai pengaruh terhadap kualitas pelayanan

kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan terhadap pasien tuberkulosis

paru yang secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh

terhadap keteraturan berobat pasien yang pada akhirnya juga

menentukan hasil pengobatan (Lisu, 2012).

Hasil dari penelitian tingkat pengetahuan, jarak, dan tenaga

kesehatan dengan kepatuhan menggunakan uji regresi linier berganda

menunjukkan bahwa ada hubungan dari ketiga faktor independen

yaitu tingkat pengetahuan, jarak, dan tenaga kesehatan dengan

kepatuhan penggunaan obat yang ditunjukkan dari nilai sig 0,009 dan

nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,570 yang artinya memiliki

korelasi sedang. Tingkat pengetahuan merupakan salah satu faktor

yang dapat mempengaruhi kepatuhan dalam penggunaan obat, selain

tingkat pengetahuan terdapat beberapa faktor lain yang dapat


76

mempengaruhi tingkat pengetahuan antara lain tingkat pendidikan,

lingkungan dan keluarga. Tingkat pendidikan juga dapat

mempengaruhi tingkat pengetahuan penderita, apabila tingkat

pendidikan seseorang baik maka penderita akan lebih sadar dalam

menjalankan pengobatan secara teratur. Jarak rumah menuju

pelayanan kesehatan merupakan faktor yang dapat menyebabkan

ketidakpatuhan, jarak yang jauh dapat menyebabkan penderita malas

untuk pergi berobat, selain itu juga dapat menambah biaya transportasi

yang lebih besar dibandingkan dengan jarak rumah yang dekat dengan

pelayanan kesehatan atau rumah sakit, dalam penelitian ini jarak

rumah < 10 km lebih banyak dari pada jarak rumah > 10 km,

kebanyakan responden berasal dari beberapa daerah kecamatan di

Kediri dan terdapat pula responden yang berasal dari luar kabupaten

Kediri misalnya berasal dari Nganjuk, hal ini menunjukkan bahwa

jarak masih terdapat responden yang sadar akan menjalankan

pengobatan secara teratur. Dilihat dari tenaga kesehatan dapat

mempengaruhi kepatuhan dalam menjalankan pengobatan dimana

pelayanan tenaga kesehatan juga dapat mempengaruhi, apabila tenaga

kesehatan bersikap ramah dalam melayani penderita, mendengarkan

setiap keluhan penderita maka penderita akan merasakan kenyamanan

dan dapat menimbulkan hubungan yang baik antara penderita dengan

tenaga kesehatan. Selain itu informasi yang diberikan oleh tenaga

kesehatan juga dapat mempengaruhi kepatuhan penderita dalam


77

menjalankan pengobatan secara teratur, apabila informasi yang

diberikan oleh tenaga kesehatan kurang jelas atau kurang dipahami

maka penderita akan malas untuk meminum obat, dan bisa terjadi

putusnya pengobatan yang dikarenakan informasi yang kurang bisa

dipahami oleh penderita.


BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan,

Jarak, Dan Tenaga Kesehatan Dengan Kepatuhan Penggunaan Obat

Pada Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit DKT kota Kediri dapat

disimpulkan bahwa :

1. Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan

yang dapat dilihat dari nilai p (sig) 0,005 dan dilihat dari nilai

koefisien korelasi (r) sebesar 0,475 memiliki korelasi yang sedang.

2. Adanya hubungan antara jarak terhadap kepatuhan yang dapat dilihat

dari nilai p (sig) 0,047 dan dilihat dari nilai koefisien korelasi (r)

sebesar 0,348 memiliki korelasi yang lemah.

3. Adanya hubungan antara tenaga kesehatan terhadap kepatuhan yang

dapat dilihat dari nilai p (sig) 0,001 dan dilihat dari nilai koefisien

korelasi (r) sebesar 0,542 memiliki korelasi yang sedang.

4. Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan, jarak, dan tenaga

kesehatan terhadap kepatuhan yang dapat dilihat dari nilai p (sig)

0,009 dan dilihat dari nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,570

memiliki korelasi sedang.

78
79

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan,

Jarak, dan Tenaga Kesehatan Dengan Kepatuhan Penggunaan Obat

Pada Pasien Tuberkulosis Di Rumah Sakit DKT (Detasemen Kesehatan

Tentara) Tingakat IV Kota Kediri dapat disarankan hal – hal berikut :

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait faktor – faktor lain yang

dapat mempengaruhi kepatuhan.

2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait responden yang berbeda

yaitu responden di puskesmas ataupun di rumah sakit yang berbeda.

3. Perlu adanya penambahan pada pernyataan kuesioner tingkat

pengetahuan yang lebih mendalam seperti efek samping dari OAT

(Obat Anti Tuberkulosis)


80

DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U. Fahmi. 2013. Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.

Aldy, Rohcmat P. 2016. Analisis Statistik Ekonomi Dan Bisnis Dengan SPSS.
Ponorogo : Wade Grup.

Andreas, Ferry N. 2010. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Dengan


Perilaku Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru Pada Keluarga. Jurnal
STIKES RS. Baptis 3 (1).

Araminta, Abririanty P, et al. 2014. Naskah Lengkap Penyakit Dalam. Jakarta :


FKUI RSCM Press.

Ariyani, H. 2016. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Pada


Pengobatan Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Pekauman Kota
Banjarmasin Kalimantan Selatan. Jurnal Pharmascience 3 (2) : 23 – 28.

Bakri, Megawati, et al. 2016. Evaluasi Penggunaan Obat Antituberkulosis (OAT)


Pada Pasien Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Jumpandang Baru
Makassar. Skripsi. Program Studi S1 Farmasi Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.

Departemen Kesehatan RI. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44


Tahun 2009 Rumah Sakit. Jakarta.

Dinas Kesehatan Kota Kediri. 2016. Profil Kesehatan Kota Kediri Tahun 2016.
Kediri.

Dwi, Anggraeni. 2015. Pengaruh Good Corporate Governance Dan Earning


Power Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan
Peserta CGPI yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-
2013). Skripsi. Program Studi S1 Akutansi Universitas Pasudan
Bandung.
81

Fitri, Desy M. 2014. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dan Kepatuhan


Minum Obat Pada Penderita Tuberkulosis Di Wilayah Ciputan Tahun
2014. Skripsi. Program Studi S1 Keperawatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.

Fitriani, Eka. 2013. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Tuberkulosis Paru. Unnes Journal of Public Health 2 (1).

Erawatyningsih, Erni. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan


Berobat Pada Penderita Tuberkulosis Paru. Berita Kedokteran
Masyarakat, 25 (3).

Hadisa, Nurul et al. 2017. Uji Validitas Dan Reliabilitas B-IPQ Versi Indonesia
Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Rsud Soedarso Pontianak. Jurnal
Manajemen dan Pelayanan Farmasi 7 (4).

Hidayat, Rahmat. 2017. Skrining Dan Studi Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis


Paru Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kendari Tahun 2017.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat 2(6).

Hudan, Akhmad. 2013. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum


Obat Anti Tuberkulosis Pada Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas
Pamulang Kota Tanggerang Selatan Provinsi Banten Periode Januari
2012 – Januari 2013. Skripsi. Program Studi S1 Pendidikan Dokter
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Irianti, Rer.Nat.T. 2016. Mengenal Anti-Tuberkulosis. Yogyakarta.

Jufrizal, et al. 2016. Peran Keluarga sebagai Pengawas Minum Obat (PMO)
dengan Tingkat Keberhasilan Pengobatan Penderita Tuberkulosis Paru.
Jurnal Ilmu Keperawatan 4 (1).
82

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Nasional


Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.

. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat


Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.

Kondoy, Priska P.H et al. 2014. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kepatuhan Berobat Pasien Tuberkulosis di Lima Puskesmas di Kota
Manado. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik (JKKT) 11 (01).

Lisu, Amelda. 2012. Hubungan Antara Pekerjaan, Pmo, Pelayanan Kesehatan,


Dukungan Keluarga Dan Diskriminasi Dengan Perilaku Berobat Pasien
TB Paru. Jurnal Kesehatan Masyarakat.

Martoni, Wildra et al. 2017. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan


Pasien HIV/AIDS di Poliklinik Khusus Rawat Jalan Bagian Penyakit
Dalam RSUP dr. M. Djamil Padang Periode Desember 2011- Maret
2012. Jurnal Farmasi Andalas 1 (1).

Masturoh, Imas. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan. Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia. Jakarta.

Nirmala, Dyah. 2012. Statistik Deskriptif dan Regresi Linier Berganda dengan
SPSS. Semarang : Semarang University Press.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT.


Rineka Cipta.

Oktafiyana, Fina. 2016. Hubungan Lingkungan Kerja Penderita TB ParuTerhadap


Kejadian Penyakit TB Paru. Jurnal Keperawatan 12(1).

Pambudi, Unggul. 2013. Evaluasi Tingkat Kepatuhan Pasien Terhadap


enggunaan Obat Tuberkulosis Di Puskesmas Kartasura Sukoharjo Pada
83

Desember 2012. Skripsi. Program Studi S1 Farmasi Universitas


Muhammadiyah Surakarta.

Pameswari, Puspa et al. 2016. Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat pada Pasien
Tuberkulosis di Rumah Sakit Mayjen H.A. Thalib Kabupaten Kerici.
Jurnal Sains Farmasi dan Klinis 2 (2) : 116-121.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016. Standart Pelayanan


Kefarmasian Di Rumah Sakit. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.

Nomor 296/MENKES/PER/III/2008. Rekam Medis. Jakarta :


Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Purnama, Sang Gede. 2016. Penyakit Berbasis Lingkungan. Buku Ajar.

Puspitasari. 2017. Effects Of Education, Nutrition Status, Treatment Compliance,


Family Income, And Family Support, On The Cure Of Tuberculosis In
Mojokerto, East Java. Journal of Epidemiology and Public Health 2(2).

Riwidikdo, Handoko. 2008. Statistik Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia


Press.

Sandra, Elvin Kharisma. 2010. Hubungan Jarak Rumah, Tingkat Pendidikan Dan
Lama Pengobatan Dengan Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis
Paru Di RSUD DR. Moewardi. Skripsi. Program Studi S1 Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Santy, Dwi N. 2008. Risiko Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas


Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep. Higiene 4(2).

Saputra, Roni. 2013. Statistik Terapan Dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat.


Padang : Stikes Perintis Sumbar Press.
84

Setiawan, Adi. 2017. Analisis Data Statistik. Salatiga : Tisara Grafika.

Suadyani, Made P. 2013. Hubungan Persepsi dan Tingkat Pengetahuan Penderita


TB dengan Kepatuhan Pengobatan di Kecamatan Buleleng. Jurnal
Fakultas Olahraga dan Kesehatan 2(1).

Sugiono. 2017. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kepatuhan


Mengkonsumsi Obat Pada Penderita Tuberkulosis Paru. Wawasan
Kesehatan 3 (2).

Sugiyarto. 2015. Dasar – Dasar Statistik Farmasi. Yogyakarta : Nafsi Puplisher.

Suharman, et al. 2016. Metodologi Penelitian : Modul Bahan Ajar Cetak


Farmasi. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.

Supranto. 2008. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta : Erlangga.

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis. Edisi II. Jakarta : Erlangga.

Zulham, et al. 2016. Evaluasi Efektivitas Konseling Oleh Apoteker Terhadap


Peningkatan Pengetahuan dan Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Paru. JST
Kesehatan 6 (3).

Zuliana, Imelda. 2009. Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan


Kesehatan, Dan Faktor Pengawas Menelan Obat Terhadap Tingkat
Kepatuhan Penderita TB Paru Dalam Pengobatan Di Puskesmas Pekan
Labuhan Kota Medan Tahun 2019. Skripsi. Program Studi S1 Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
85

LAMPIRAN

Lampiran 1. Ijin Studi Pendahuluan


86

Lampiran 2. Ijin Validasi Kuesioner


87

Lampiran 3. Ijin Penelitian


88

Lampiran 4. Uji Etik


89

Lampiran 5. Lembar Bimbingan


90

Lampiran 6. Lembar Permohonan Menjadi Responden


PENELITIAN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, JARAK, DAN
PETUGAS KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN
OBAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS RAWAT JALAN
DI RUMAH SAKIT DKT KOTA KEDIRI
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA

Dengan hormat,

Saya bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Febri Fitriana Subekti

NIM : 10115049

Status : Mahasiswa S1 Farmasi Fakultas Farmasi Institut Ilmu Kesehatan


Bhakti Wiyata Kediri

Bermaksud melaksanakan penelitian tentang “ Hubungan Tingkat Pendidikan,


Jarak, dan Tenaga Kesehatan Dengan Kepatuhan Penggunaan Obat Pada Pasien
Tuberkulosis Rawat Jalan Di Rumah Sakit DKT Kota Kediri”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan, jarak, dan ytenaga
kesehatan dengan kepatuhan penggunaan obat pada pasien tuberculosis rawat
jalan di rumah sakit DKT Kota Kediri.

Dalam rangka tujuan tersebut peneliti mohon bantuan kesedian Bapak/Ibu


untuk menjadi responden. Penelitian ini melibatkan pasien tuberkulosis berjumlah
60 orang.
91

Lampiran 7. Lembar Informed Consent

PENELITIAN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, JARAK, DAN


PETUGAS KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN
OBAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS RAWAT JALAN
DI RUMAH SAKIT DKT KOTA KEDIRI
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN


(Informed Consent)
Setelah mendapat informasi yang jelas tentang tujuan dan manfaat dari penelitian
ini, maka saya :

Nama :
Umur :
Alamat :

Dengan ini menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden dalam


penelitian yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan, Jarak, Dan Tenaga
Kesehatan Dengan Kepatuhan Penggunaan Obat Pada Pasien Tuberkulosis Rawat
Jalan Di Rumah Sakit DKT Kota Kediri”, tanpa adanya paksaan dan ancaman dari
pihak manapun. Saya akan memberikan informasi dengan sebenar-benarnya dan
berpartipasi mengikuti kegiatan dalam penelitian ini dari awal hingga akhir
penelitian.
Demikian pernyataan ini saya sampaikan.

Kediri, 2019

Pelaksana Penelitian Responden

Saksi
92

Lampiran 8. Kuesioner

KUISIONER KEPATUHAN MINUM OBAT


I. Identitas Umum Responden
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Alamat :
5. Pekerjaan : a. Pegawai Negeri Sipil (PNS/TNI/POLRI)
b. Swasta
c. Pensiunan
d. Wiraswasta
e. Ibu Rumah Tangga
6. Pendidikan Terakhir : a. SD atau sederajat
b. SMP atau sederajat
c. SMA atau sederajat
d. Akademi atau Perguruan Tinggi

7. Lama Pengobatan :
8. Jarak Rumah ke RS :

II. Petunjuk pengisian : Berikan tanda centang (√) pada masing-masing


pernyataan yang menurut anda paling sesuai.
Keterangan jawaban : Skoring jawaban :
a. SS (Sangat Setuju) a. SS (Sangat Setuju) =4
b. S (Setuju) b. S (Setuju) =3
c. TS (Tidak Setuju) c. TS (Tidak Setuju) =2
d. STS (Sangat Tidak Setuju) d. STS (Sangat Tidak Setuju) = 1

A. Tingkat Pengetahuan Pasien

No Pertanyaan SS S TS STS Pedoman


1. Penyakit Tuberkulosis Tuberkulosis
disebabkan oleh infeksi adalah suatu
kuman Mycobakterium penyakit
tuberculosis menular yang
disebabkan oleh
kuman
Mycobakterium
tuberculosis
93

Kemenkes,
2014
2. Lama pengobatan terhadap Tuberkulosis
Tuberkulosis Paru adalah 6 paru dapat
bulan disembuhkan
dengan lama
pengobatan
selama 6 bulan
Priska,2014
3. Pengobatan yang saya Tujuan
jalani bermanfaat bagi pengobatan
hidup saya Kemenkes,
2014
4. Penularan penyakit Tuberkulosis
Tuberkulosis paru dapat paru dapat
melalui percikan dahak ditularkan
penderita yang dapat melalui
terhirup oleh orang lain percikan dahak
(droplet) yang
mengandung
bakteri pada
saat batuk
maupun bersin
(Araminta
,2014)
5. Tahapan pengobatan Pengobatan
Tuberkulosis paru ada dua Tuberkulosis
yaitu taham awal dan meliputi
lanjutan pengobatan
tahap awal dan
tahap lanjutan
(Kemenkes,
2014).
6. Pengobatan tahap awal Pengobatan
dilakukan selama 2 bulan tahap awal
dan tahap lanjutan diberikan
dilakukan selama 4 bulan selama 2 bulan
dan tahap
lanjutan
94

diberikan
selama 4 bulan
(Kemenkes,
2014).

B. Jarak atau Akses Menuju Rumah Sakit

No Pertanyaan SS S TS STS Pedoman


1. Jarak tempat tinggal saya ke Sandra,2010
rumah sakit menjadi
hambatan untuk berobat
2. Jarak yang saya tempuh dari Sandra,2010
tempat tinggal ke rumah sakit
jauh, sehingga saya malas
untuk pergi ke rumah sakit
3. Ketika saya pergi berpergian MMAS 8
atau meninggalkan rumah,
saya tetap membawa obat
4. Sulitnya transportasi Hudan,2013
menyebabkan saya tidak
berobat ke rumah sakit

C. Petugas Kesehatan

No Pertanyaan SS S TS STS Pedoman


1. Petugas kesehatan bersikap Widari,2016
ramah /bersahabat melayani
saya selama pemeriksaan
2. Petugas kesehatan Widari,2016
memberikan semangat /
motivasi kepada saya agar
cepat sembuh
3. Petugas kesehatan Widari,2016
memberikan penjelasan
tentang pentingnya menjalani
pengobatan secara teratur
95

hingga tuntas
4. Petugas kesehatan Widari,2016
mendengarkan setiap
keluhan saya dan membantu
mengatasi keluhan tersebut
5. Petugas kesehatan Widari,2016
memberikan penjelasan
mengenai aturan minum
obat meliputi jumlah butir
obat yang ditelan, cara, dan
jadwal minum obat
6. Petugas kesehatan Widari,2016
memberikan informasi
gejala efek samping yang
mungkin terjadi dan cara
mengatasinya
7. Petugas kesehatan Widari,2016
memberikan penyuluhan
kesehatan kepada keluarga
penderita

D. Kuesioner Kepatuhan

No Pertanyaan SS S TS STS Pedoman


1. Saya selalu mematuhi petunjuk Widari,
petugas kesehatan dalam menelan 2016
obat
2. Penyakit Tuberkulosis paru masih Widari,
dapat disembuhkan apabila 2016
dilakukan pengobatan yang
disiplin dan teratur
3. Walaupun tidak ada PMO, saya Widari,
akan tetap meminum obat 2016
4. Saya kadang – kadang lupa untuk MMAS 8
minum obat
5. Ketika kondisi saya merasa sehat, MMAS 8
96

saya berhenti meminum obat


6. Minum obat setiap hari MMAS 8
merupakan hal yang tidak
menyenangkan bagi sebagian
orang. Saya pernah merasa
terganggu dengan kewajiban saya
terhadap pengobatan tuberkulosis
yang harus saya jalani
97

Lampiran 9. Tabulasi Data Distribusi Frekuensi


1. Distribusi Frekuensi Umur

No Jenis Kelamin Kode


1 Perempuan 1
2 Perempuan 1
3 Perempuan 1
4 Laki - laki 2
5 Laki - laki 2
6 Laki - laki 2
7 Perempuan 1
8 Perempuan 1
9 Perempuan 1
10 Perempuan 1
11 Perempuan 1
12 Perempuan 1
13 Laki - laki 2
14 Perempuan 1
15 Laki - laki 2
16 Laki - laki 2
17 Perempuan 1
18 Perempuan 1
19 Laki - laki 2
20 Perempuan 1
21 Perempuan 1
22 Perempuan 1
23 Laki - laki 2
24 Perempuan 1
25 Laki - laki 2
26 Laki - laki 2
27 Laki - laki 2
28 Laki - laki 2
29 Laki - laki 2
30 Perempuan 1
31 Laki - laki 2
32 Perempuan 1
33 Perempuan 1
98

2. Distribusi Frekuensi Umur

No Umur Kode
1 35 – 44 3
2 45 – 54 4
3 15 – 24 1
4 15 – 24 1
5 25 – 34 2
6 65 – 74 6
7 15 – 24 1
8 25 – 34 2
9 25 - 34 2
10 25 – 34 2
11 45 -54 4
12 45 – 54 4
13 45 – 54 4
14 45 – 54 4
15 45-54 4
16 25 – 34 2
17 35 – 44 3
18 45 – 54 4
19 35 – 44 3
20 15 – 24 1
21 25 – 34 2
22 45 – 54 4
23 45 – 54 4
24 25 – 34 2
25 25 – 34 2
26 55 – 64 5
27 35 – 44 3
28 35 – 44 3
29 25 – 34 2
30 25 – 34 2
31 55 – 64 5
32 25 – 34 2
33 55 – 64 5
99

3. Distribusi Frekuensi Pekerjaan

No Pekerjaan Kode
1 IRT 5
2 IRT 5
3 Pelajar 6
4 Wiraswasta 4
5 Wiraswasta 4
6 Lain -lain 7
7 Pelajar 6
8 Swasta 2
9 IRT 5
10 IRT 5
11 Wiraswasta 4
12 IRT 5
13 Wiraswasta 4
14 IRT 5
15 PNS 1
16 Swasta 2
17 IRT 5
18 Swasta 2
19 Lain -lain 7
20 Swasta 2
21 Swasta 2
22 Wiraswasta 4
23 Swasta 2
24 Swasta 2
25 PNS 1
26 Pensiunan 3
27 Wiraswasta 4
28 Lain -lain 7
29 Swasta 2
30 IRT 2
31 Pensiunan 3
32 Swasta 2
33 IRT 5
100

4. Distribusi Frekuensi Pendidikan Terakhir

No Pendidikan Kode
1 SMA 3
2 SD 1
3 SMA 3
4 SMA 3
5 SD 1
6 SD 1
7 SMA 3
8 SMP 2
9 SMA 3
10 SMA 3
11 SMA 3
12 SMA 3
13 SMA 3
14 SMP 2
15 SMA 3
16 SMA 3
17 SMA 3
18 SD 1
19 SMA 3
20 SMA 3
21 SMA 3
22 SD 1
23 SMP 2
24 SMA 3
25 SMA 3
26 SMA 3
27 SMP 2
28 SMA 3
29 SMA 3
30 SMA 3
31 SMA 3
32 Perguruan tinggi 4
33 SD 1
101

5. Distribusi Frekuensi Jarak

No Jarak Kode
1 < 10 KM 1
2 < 10 KM 1
3 < 10 KM 1
4 < 10 KM 1
5 > 10 KM 2
6 < 10 KM 1
7 < 10 KM 1
8 < 10 KM 1
9 > 10 KM 2
10 < 10 KM 1
11 > 10 KM 2
12 < 10 KM 1
13 > 10 KM 2
14 > 10 KM 2
15 < 10 KM 1
16 > 10 KM 2
17 > 10 KM 2
18 > 10 KM 2
19 < 10 KM 1
20 > 10 KM 2
21 > 10 KM 2
22 > 10 KM 2
23 > 10 KM 2
24 < 10 KM 1
25 < 10 KM 1
26 < 10 KM 1
27 < 10 KM 1
28 < 10 KM 1
29 > 10 KM 2
30 < 10 KM 1
31 > 10 KM 2
32 < 10 KM 1
33 < 10 KM 1
102

Lampiran 10. Tabel r


TABEL r
103
104

Lampiran 11 SPSS Uji Validasi dan Uji Reliabilitas

1. Uji Validitas Tingkat Pengetahuan


Correlations
x1 x2 x3 x4 x5 x6 Vtotal
*
x1 Pearson Correlation .663
1 .811** .524* .663** *
.253 .812**

Sig. (2-tailed) .000 .018 .001 .001 .282 .000


N 20 20 20 20 20 20 20
*
x2 Pearson Correlation .724
.811** 1 .704** .504* *
.392 .865**

Sig. (2-tailed) .000 .001 .023 .000 .087 .000


N 20 20 20 20 20 20 20
*
x3 Pearson Correlation .655
.524* .704** 1 .655** *
.371 .818**

Sig. (2-tailed) .018 .001 .002 .002 .107 .000


N 20 20 20 20 20 20 20
*
x4 Pearson Correlation .762
.663** .504* .655** 1 *
.284 .798**

Sig. (2-tailed) .001 .023 .002 .000 .226 .000


N 20 20 20 20 20 20 20
** ** ** ** *
x5 Pearson Correlation .663 .724 .655 .762 1 .486 .892**
Sig. (2-tailed) .001 .000 .002 .000 .030 .000
N 20 20 20 20 20 20 20
*
x6 Pearson Correlation .253 .392 .371 .284 .486 1 .599**
Sig. (2-tailed) .282 .087 .107 .226 .030 .005
N 20 20 20 20 20 20 20
*
Vt Pearson Correlation .892
.812** .865** .818** .798** *
.599** 1
ota
l Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .005
N 20 20 20 20 20 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-
tailed).
105

Uji Reliabilitas Tingkat Peengetahuan

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.881 6
106

2. Uji Validitas Jarak


Terdapat satu kuesioner yang tidak valid, maka kuesioner tersebut di hapus dan di
uji kembali
Correlations
y1 y2 y3 y4 y5 ytotal
** **
y1 Pearson Correlation 1 .792 .227 .579 -.261 .618**
Sig. (2-tailed) .000 .335 .007 .266 .004
N 20 20 20 20 20 20
** **
y2 Pearson Correlation .792 1 .227 .579 -.024 .739**
Sig. (2-tailed) .000 .335 .007 .921 .000
N 20 20 20 20 20 20
*
y3 Pearson Correlation .227 .227 1 .486 .022 .595**
Sig. (2-tailed) .335 .335 .030 .928 .006
N 20 20 20 20 20 20
** ** *
y4 Pearson Correlation .579 .579 .486 1 -.051 .738**
Sig. (2-tailed) .007 .007 .030 .832 .000
N 20 20 20 20 20 20
y5 Pearson Correlation -.261 -.024 .022 -.051 1 .421
Sig. (2-tailed) .266 .921 .928 .832 .065
N 20 20 20 20 20 20
** ** ** **
ytota Pearson Correlation .618 .739 .595 .738 .421 1
l Sig. (2-tailed) .004 .000 .006 .000 .065
N 20 20 20 20 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2 tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Uji Reliabilitas jarak


Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.493 5
107

Uji Validitas Jarak


Setelah penghapusan satu kuesioner
Correlations
Y1 Y2 Y3 Y4 Ytotal
** **
Pearson Correlation 1 .792 .227 .579 .618**
Y1 Sig. (2-tailed) .000 .335 .007 .004
N 20 20 20 20 20
** **
Pearson Correlation .792 1 .227 .579 .739**
Y2 Sig. (2-tailed) .000 .335 .007 .000
N 20 20 20 20 20
*
Pearson Correlation .227 .227 1 .486 .595**
Y3 Sig. (2-tailed) .335 .335 .030 .006
N 20 20 20 20 20
** ** *
Pearson Correlation .579 .579 .486 1 .738**
Y4 Sig. (2-tailed) .007 .007 .030 .000
N 20 20 20 20 20
** ** ** **
Pearson Correlation .618 .739 .595 .738 1
Ytotal Sig. (2-tailed) .004 .000 .006 .000
N 20 20 20 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Uji Reliabilitas Jarak


Case Processing Summary
N %
Valid 20 100.0
a
Cases Excluded 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items

.780 4
108

3. Uji Validitas Petugas Kesehatan

Correlations
Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Xtotal
Z1 Pearson Correlation 1 .471* .105 .390 .319 .367 .284 .618**
Sig. (2-tailed) .036 .660 .089 .171 .112 .224 .004
N 20 20 20 20 20 20 20 20
* ** **
Z2 Pearson Correlation .471 1 .612 .698 .385 .408 .082 .778**
Sig. (2-tailed) .036 .004 .001 .094 .074 .731 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20
** **
Z3 Pearson Correlation .105 .612 1 .704 .314 .250 .101 .665**
Sig. (2-tailed) .660 .004 .001 .177 .288 .673 .001
N 20 20 20 20 20 20 20 20
Z4 Pearson Correlation .390 .698** .704** 1 .664** .201 .293 .851**
Sig. (2-tailed) .089 .001 .001 .001 .395 .210 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20
**
Z5 Pearson Correlation .319 .385 .314 .664 1 .419 .348 .729**
Sig. (2-tailed) .171 .094 .177 .001 .066 .133 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20
Z6 Pearson Correlation .367 .408 .250 .201 .419 1 .201 .576**
Sig. (2-tailed) .112 .074 .288 .395 .066 .395 .008
N 20 20 20 20 20 20 20 20
Z7 Pearson Correlation .284 .082 .101 .293 .348 .201 1 .494*
Sig. (2-tailed) .224 .731 .673 .210 .133 .395 .027
N 20 20 20 20 20 20 20 20
Ztotal Pearson Correlation .618*
*
.778** .665** .851** .729** .576** .494* 1

Sig. (2-tailed) .004 .000 .001 .000 .000 .008 .027


N 20 20 20 20 20 20 20 20
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
109

Uji Reliabilitas Petugas Kesehatan


Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.800 7
110

4. Uji Validitas Kepatuhan


Correlations

A1 A2 A3 A4 A5 A6 Atotal
** **
A1 Pearson Correlation 1 .429 .663 -.023 -.023 .152 .563

Sig. (2-tailed) .059 .001 .924 .924 .524 .010

N 20 20 20 20 20 20 20
* * **
A2 Pearson Correlation .429 1 .480 .252 .480 -.014 .643
Sig. (2-tailed) .059 .032 .285 .032 .954 .002
N 20 20 20 20 20 20 20
** * **
A3 Pearson Correlation .663 .480 1 .121 .121 .060 .612
Sig. (2-tailed) .001 .032 .612 .612 .803 .004
N 20 20 20 20 20 20 20
* *
A4 Pearson Correlation -.023 .252 .121 1 .560 .192 .557
Sig. (2-tailed) .924 .285 .612 .010 .418 .011
N 20 20 20 20 20 20 20
* * **
A5 Pearson Correlation -.023 .480 .121 .560 1 .324 .668
Sig. (2-tailed) .924 .032 .612 .010 .163 .001
N 20 20 20 20 20 20 20
**
A6 Pearson Correlation .152 -.014 .060 .192 .324 1 .595
Sig. (2-tailed) .524 .954 .803 .418 .163 .006
N 20 20 20 20 20 20 20
** ** ** * ** **
Atotal Pearson Correlation .563 .643 .612 .557 .668 .595 1

Sig. (2-tailed) .010 .002 .004 .011 .001 .006

N 20 20 20 20 20 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Uji Reliabilitas Kepatuhan

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
111

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.625 6
112

Lampiran 12. SPSS Uji Normalitas Kolmogorov – Smirnov


1. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov – Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Tingkat Jarak Petugas Kepatuhan


Pengetahuan Kesehatan

N 33 33 33 33
Normal Mean 19.18 12.61 23.00 18.39
a,b
Parameters Std. Deviation 2.391 1.456 2.716 2.164
Absolute .227 .207 .219 .178
Most Extreme
Positive .227 .207 .219 .178
Differences
Negative -.098 -.187 -.135 -.104
Kolmogorov-Smirnov Z 1.306 1.188 1.260 1.020
Asymp. Sig. (2-tailed) .066 .119 .083 .249

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

2. Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment


a. Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan
Correlations

Tingkat Pengetahuan Kepatuhan


**
Pearson Correlation 1 .475

Tingkat Pengetahuan Sig. (2-tailed) .005

N 33 33
**
Pearson Correlation .475 1

Kepatuhan Sig. (2-tailed) .005

N 33 33

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


113

b. Jarak dengan Kepatuhan


Correlations
Jarak Kepatuhan
*
Pearson Correlation 1 .348
Jarak Sig. (2-tailed) .047
N 33 33
*
Pearson Correlation .348 1
Kepatuhan Sig. (2-tailed) .047
N 33 33

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

c. Petugas Kesehatan dengan Kepatuhan


Correlations

Petugas Kesehatan Kepatuhan

**
Pearson Correlation 1 .542

Petugas Kesehatan Sig. (2-tailed) .001

N 33 33
**
Pearson Correlation .542 1

Kepatuhan Sig. (2-tailed) .001

N 33 33

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

3. Uji Regresi Linier Berganda


b
Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the


Estimate
a
1 .570 .325 .255 1.868

a. Predictors: (Constant), Petugas Kesehatan , Jarak , Tingkat Pengetahuan

b. Dependent Variable: Kepatuhan

a
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


b
Regression 48.650 3 16.217 4.646 .009

1 Residual 101.229 29 3.491


Total 149.879 32

a. Dependent Variable: Kepatuhan


b. Predictors: (Constant), Petugas Kesehatan , Jarak , Tingkat Pengetahuan
114

Lampiran 13. Dokumentasi

Pengambilan data uji valisaditas dan uji reliabilitas

Pengambilan data penelitian

Anda mungkin juga menyukai