Anda di halaman 1dari 49

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DAN KONTROL RUTIN

TERHADAP KESEMBUHAN PASIEN TB PARU DI UPTD PUSKESMAS


CANGKOL KOTA CIREBON

THE CORRELATION BETWEEN MEDICINE TAKING COMPLIANCE


AND ROUTINE CONTROL ON THE CURE OF PULMONARY TB
PATIENTS IN PUSKESMAS CANGKOL, CIREBON

PROPOSAL
Diajukan sebagai syarat untuk kelulusan blok Academic Writing pada
Program Studi Sarjana Kedokteran

Oleh
FIKRI MUHAMMAD ASGAR SETIADI
119170062

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2023
HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DAN KONTROL RUTIN
TERHADAP KESEMBUHAN PASIEN TB PARU DI UPTD PUSKESMAS
CANGKOL KOTA CIREBON

THE CORRELATION BETWEEN MEDICINE TAKING COMPLIANCE


AND ROUTINE CONTROL ON THE CURE OF PULMONARY TB
PATIENTS IN PUSKESMAS CANGKOL, CIREBON

PROPOSAL

Oleh
FIKRI MUHAMMAD ASGAR SETIADI
119170062

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkah dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas Proposal KTI ini.
Penulisan Proposal KTI ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
kelulusan blok Academic Writing di Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya
Gunung Jati Cirebon. Kami menyadari sangatlah sulit bagi kami untuk
menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak sejak penyusunan proposal ini. Bersama ini kami menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:
1. Rektor Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon, yang telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu di Universitas Swadaya
Gunung Jati Cirebon.
2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon,
Catur Setiya Sulistiyana, dr., M.Med.Ed. yang telah memberikan sarana
dan prasarana kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini
dengan baik dan lancar.
3. M. Duddy Satrianugraha Wahidin, S.Si., M.Si.Med. selaku dosen
pembimibing pertama yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
untuk membimbing saya dalam penulisan proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
4. dr. Shofa Nur Fauzah, M.KM. selaku dosen pembimbing kedua yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing saya dalam
penyusunan proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Orangtua tercinta dr. Asep Subur Setiadi dan Rr. Poppy Ratna Dewi
Puspitarini, SE. yang senantiasa memberikan dukungan moral maupun
material. Terima kasih atas semua doa, perhatian, dan kasih sayang yang
telah diberikan kepada saya.
6. Serta pihak lain yang tidak mungkin kami sebutkan satu-persatu atas
bantuannya secara langsung sehingga proposals Karya Tulis Ilmiah ini
dapat terselesaikan dengan baik.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga proposal karya tulis ilmiah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Cirebon, Februari 2023

Fikri Muhammad Asgar Setiadi


NPM. 119170062
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR SINGKATAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepatuhan adalah salah satu komponen penting dalam
pengobatan, terlebih lagi pada terapi jangka panjang pada penyakit
kronis. Kepatuhan menggunakan obat berperan sangat penting terhadap
keberhasilan terapi.1
Berdasarkan data Global Tuberculosis Report, kasus TB paru di
dunia mengalami peningkatan yang signifikan sejak tahun 2012-2015.
Pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB di dunia, pada
tahun 2013 sebanyak 9 juta, dan pada tahun 2014 sebanyak 9,6 juta
penduduk dunia terinfeksi bakteri TB. Pada tahun 2015, jumlah kasus
TB di dunia kembali mengalami peningkatan hingga 10,4 juta kasus, di
mana berdasarkan karakteristik jenis kelamin kasus TB terbanyak pada
pria yaitu sebesar 56%, kemudian diikuti dengan wanita sebesar 34%,
dan anak-anak sebesar 10%.2
Prevalensi TB di Indonesia mengalami peningkatan signifikan
dari 272 per 100.000 penduduk pada tahun 2013 menjadi 647 per
100.000 penduduk pada tahun 2014. Kasus tuberkulosis di Indonesia
mengalami peningkatan dari tahun 2012 – 2015, meskipun mengalami
penurunan pada tahun 2013. Kasus tuberkulosis tahun 2012 sebesar
202.301 kasus, tahun 2013 sebesar 196.310 kasus, tahun 2014 sebesar
324.539 kasus, sedangkan kasus tuberkulosis tahun 2015 sebesar
330.910 kasus. Berdasarkan data Kemenkes RI, menurut karakteristik
kelompok usia menunjukkan bahwa 83,3% kasus tuberkulosis di
Indonesia terjadi pada kelompok usia produktif (15 – 64 tahun).
Penderita tuberkulosis lebih dominan pada kaum laki-laki dibandingkan
perempuan. Hal ini terjadi karena laki-laki lebih mudah kontak dengan
faktor risiko TB serta kepeduliannya terhadap pemeliharaan kesehatan
lebih rendah.21
Dari 34 provinsi di Indonesia, tiga provinsi dengan jumlah kasus
tuberkulosis tertinggi yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
Kasus tuberkulosis di Jawa Tengah sebanyak 35.531 kasus dengan kasus
TB BTA positif sebanyak 18.806 kasus. Kabupaten/kota dengan jumlah
kasus TB tertinggi di Jawa Tengah pada tahun 2015 adalah Kabupaten
Semarang (2.827 kasus).21
Kepatuhan, didefinisikan sebagai sejauh mana kesesuaian pasien
dalam menggunakan regimen obat (interval dan dosis) seperti yang telah
ditentukan berdasarkan resep dokter. Berbagai faktor penyebab
ketidaktaatan ataupun faktor pendukung kepatuhan pasien dalam
mengonsumsi obat yang pernah diteliti sebelumnya antara lain kesamaan
suku atau bahasa antara dokter dengan pasien dapat meningkatkan
kepatuhan penggunaan obat, hubungan antara pasien dan dokter,
kurangnya kesadaran dan pengetahuan pasien tentang kesehatan,
kejadian akan efek samping juga menurunkan kepatuhan dalam
penggunaan obat. Selain itu, umur dan perbedaan jenis kelamin juga
berpengaruh pada kepatuhan, jenis terapi dan beberapa faktor demografi
serta persepsi juga berpengaruh pada kepatuhan, kolaborasi, dan
komunikasi antara penyedia layanan kesehatan dengan pasien yang
berpengaruh pada kepatuhan.1
Kepatuhan dalam mengonsumsi obat harian, adalah perilaku
menaati saran-saran atau prosedur yang diberikan oleh dokter tentang
penggunaan obat yang sebelumnya melalui proses konsultasi antara
pasien dengan dokter sebagai penyedia jasa kesehatan.3
Sangatlah penting bagi pasien Tuberkulosis (TB) paru untuk tidak
putus berobat yang apabila pasien menghentikan pengobatan, maka
bakteri penyebab TB paru akan berkembang biak kembali. Yang berarti,
pasien perlu untuk mengulangi pengobatan intensif selama 2 bulan.
Dukungan keluarga juga merupakan salah satu faktor penting terhadap
keberhasilan pengobatan pasien TB dalam mematuhi pengobatan. Selain
itu, merokok juga menjadi salah satu faktor risiko penting yang dapat
diubah (modifable) dan memiliki dampak yang signifikan terhadap
epidemiologi TB paru secara global. Kepatuhan pasien dalam hal ini
juga adalah hal yang sangat penting dalam perilaku hidup sehat.
Dukungan keluarga dalam bentuk dukungan dari anggota keluarga
merupakan faktor penting dalam kepatuhan terhadap program medis.
Dukungan keluarga mempunyai peran yang sangat penting bagi
kepatuhan pasien TB paru, oleh karena itu penting sekali bagi penderita
untuk menyelesaikan program terapi dengan baik. Dengan kata lain,
kepatuhan penderita sangat penting bagi kesembuhan pasien penyakit
TB. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan. Selama lebih dari satu dekade,
strategi DOTS merupakan elemen yang sangat penting untuk
pengendalian TB.4 Kepatuhan terhadap anjuran minum Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) adalah faktor penting yang berperan dalam proses
penyembuhan Tb Paru dengan strategi DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcourse).5 Kepatuhan merupakan hal yang sangat penting
dalam perilaku hidup sehat, mengingat TB paru merupakan penyakit
yang menular sehingga kepatuhan dalam pengobatan TB paru
merupakan hal yang penting untuk dianalisis. Hubungan yang saling
mendukung antara pelayanan kesehatan dan penderita, serta keyakinan
penderita terhadap pelayanan kesehatan yang signifikan merupakan
faktor-faktor yang penting bagi penderita untuk menyelesaikan
pengobatannya.6 Kepatuhan dalam minum OAT sangat berperan penting
dalam proses penyembuhan penyakit Tuberkulosis Paru. Sebab, hanya
dengan meminum obat secara teratur dan patuh maka penderita
Tuberkulosis Paru akan sembuh secara total. (6) Kepatuhan minum obat
adalah indikator keberhasilan yang sangat penting untuk kesembuhan
pasien TB selama 6-9 bulan di mana pasien harus minum obat non stop,
akan tetapi di Indonesia masih banyak kasus drop out dengan berbagai
alasan seperti efek samping obat, kurang dukungan keluarga, sosial
ekonomi dalam pengobatan pasien TB.7 Puskesmas memiliki peran
penting dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan pasien TB Paru baik
secara langsung maupun tidak langsung, sikap patuh merupakan suatu
perilaku penting yang harus dimiliki oleh setiap individu yang sedang
menjalankan suatu pengobatan, terutama dalam pengobatan penyakit
kronis. Dukungan dari keluarga, bagian penting dalam keberhasilan
pengobatan pasien tuberkulosis adalah adanya pendidikan dan
pengetahuan dari pihak Puskesmas. Dukungan dari seluruh anggota
keluarga sangat penting dalam proses penyembuhan dan pemulihan
penderita terhadap salah satu keluarga yang menderita TB Paru,
pendidikan dan pengetahuan yang diberikan akan membantu masyarakat
semakin sadar tentang penerimaan pasien TB Paru yang berada di
sekitarnya dan pasien TB Paru semakin sadar akan pentingya
pengobatan.8 Salah satu yang penting adalah peran Pengawas Menelan
Obat (PMO) dalam menjamin kepatuhan minum obat pada pasien
tuberkulosis, dukungan keluarga memegang peranan penting dalam
kehidupan pasien TB agar berjuang untuk sembuh, tetap berpikir maju,
dan berkembang dengan rasa optimisme yang dimilikinya dan
menjadikan hidupnya lebih bermakna.9
Berdasarkan hal tersebut, hubungan kepatuhan minum obat dan
kontrol rutin dengan kesembuhan pasien TB di Puskesmas Cangkol
Kota Cirebon menarik untuk diteliti.
1.2 Permasalahan Penelitian
Berdasarkan masalah di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian terkait dengan bagaimana hubungan kepatuhan
minum obat dan kontrol rutin dengan kesembuhan pasien TB?
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk meninjau
apakah terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat dan
kontrol rutin dengan tingkat kesembuhan pasien TB di Puskesmas
Cangkol Kota Cirebon.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui prevalensi kepatuhan minum obat pada pasien TB
di Puskesmas Cangkol Kota Cirebon.
b. Mengetahui prevalensi kerutinan kontrol pada pasien TB di
Puskesmas Cangkol Kota Cirebon.
c. Mengetahui prevalensi tingkat kesembuhan pada pasien TB di
Puskesmas Cangkol Kota Cirebon.
d. Menganalisis hubungan kepatuhan minum obat dan kontrol
rutin dengan tingkat kesembuhan pada pasien TB di
Puskesmas Cangkol Kota Cirebon.
1.3 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat untuk ilmu pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
pada pasien TB di Puskesmas Cangkol Kota Cirebon tentang
kepatuhan minum obat dan kontrol rutin dengan tingkat
kesembuhan penyakit TB.
1.4.2 Manfaat untuk pelayanan kesehatan
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi upaya untuk
meningkatkan promosi kesehatan terutama kepatuhan pasien TB
dalam mengonsumsi OAT serta melakukan kontrol rutin, dan
memperlambat progresivitas penyakit.
1.4.3 Manfaat untuk masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber
informasi bagi masyarakat dalam mengetahui pentingnya
kepatuhan minum obat dan kontrol rutin bagi pasien TB untuk
meningkatkan kesembuhan penyakit.
1.4.4 Manfaat bagi Responden
Responden menjadi paham akan pentingnya mengawasi
kepatuhan pasien TB terhadap konsumsi Obat Anti Tuberkulosis
(OAT), kontrol rutin atas penyakit TB yang sedang diderita pasien,
serta mematuhi protokol kesehatan demi mencegah penularan
penyakit TB terhadap orang-orang di sekitar pasien.
1.4.5 Manfaat untuk peneliti
Peneliti dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang
didapat selama masa penelitian berlangsung, serta menambah
pengetahuan dan pengalaman dalam membuat penelitian ilmiah.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Tabel 1. Orisinalitas Penelitian
Peneliti Judul Metode Hasil
I Putu Ayu Reza Gambaran Cross Hasil penelitian
Dhiyantari, Reqki Kepatuhan Sectional menunjukkan bahwa
First Trasia, Minum Obat persentase
Kadek Dewi pada Penderita kepemilikan PMO
Indriyani, Putu Tuberkulosis sebesar 94.44%.
Aryani (2020)10 Paru di Wilayah Semua subjek yang
Kerja memiliki PMO
Puskesmas menyatakan bahwa
Bebandem, PMO selalu
Karangasem mengingatkan
pasien untuk minum
obat, mengecek
dahak tepat waktu,
serta menegur
apabila tidak minum
obat.
Semua subjek baik
yang memiliki PMO
maupun yang tidak
memiliki PMO
menyatakan patuh
pada petunjuk
petugas kesehatan
atau PMO.
Selanjutnya didapat
bahwa 94.44%
responden patuh
minum obat dalam
fase intensif OAT.
Responden yang
sedang dalam masa
pengobatan OAT
fase lanjut, juga
menunjukkan
tingkat kepatuhan
minum obat yang
tinggi sebesar
86.67%. selain itu,
tingkat kepatuhan
terhadap jadwal
pemeriksaan dahak
dan pengambilan
obat didapatkan
hasil 100%.(3)
Yulisetyaningrum Hubungan Jarak Probability Hasil penelitian
, Noor Hidayah, Rumah dengan Sampling sebagian besar
Rusmi Yuliarti Kepatuhan rumah responden
(2020)7 Minum Obat berada pada jarak 0
pada Pasien – 10 km dan > 10 –
TBC di RSI 20 km sebanyak 23
Sunan Kudus. responden (40.4%).
Sebagian besar
responden patuh
minum obat
sebanyak 45
responden (78.9%).
Herdiman, Dian Gambaran Deskriptif Didapatkan
Rahman, Linlin Kepatuhan analitik prevalensi
Lindayani Minum Obat kepatuhan minum
(2020)11 pada Pasien TB Obat Anti
di Wilayah Tuberkulosis (OAT)
Puskesmas dengan hasil
Kecamatan responden dengan
Cimaung. tingkat kepatuhan
sebanyak 54%
patuh, 40% kurang
patuh, dan 6%
responden tidak
patuh.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian
sebelumnya adalah :
1. Herdiman, Dian Rahman, Linlin Lindayani (2020) dengan judul
Gambaran Kepatuhan Minum Obat pada Penderita Tuberkulosis
Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Bebandem, Karangasem.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah lokasi, waktu penelitian,
serta variabel penelitian.
2. Yulisetyaningrum, Noor Hidayah, Rusmi Yuliarti (2020) dengan
judul Hubungan Jarak Rumah dengan Kepatuhan Minum Obat pada
Pasien TBC di RSI Sunan Kudus. Perbedaan dengan penelitian ini
adalah lokasi waktu penelitian, dan variabel penelitian.
3. Herdiman, Dian Rahman, Linlin Lindayani (2020) dengan judul
Gambaran Kepatuhan Minum Obat pada Pasien TB di Wilayah
Puskesmas Kecamatan Cimaung. Perbedaan dengan penelitian ini
adalah lokasi, waktu penelitian, dan variabel penelitian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Tuberculosis (TB) Paru
2.1.1.1 Pengertian TB Paru
Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri
ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga sering
dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian besar
bakteri TB sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan
menyebabkan TB paru, namun bakteri ini juga memiliki
kemampuan menginfeksi organ tubuh lainnya (TB ekstra
paru) seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra
paru lainnya.12
2.1.1.2 Epidemiologi TB Paru
World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa
estimasi jumlah individu yang terdiagnosis TB pada tahun
2021 secara global adalah sebanyak 10,6 juta kasus atau naik
sekitar 600.000 kasus dari tahun 2020 yang diperkirakan
angka kejadian TB telah menembus 10,6 juta kasus dengan
persentase 6,4 juta (60,3%) orang telah terdiagnosis dan
dilaporkan menjalani pengobatan dan 4,2 juta (39,7%)
lainnya belum terdiagnosis dan menjalani pengobatan.13
TB dapat diderita oleh siapapun. Sesuai dengan data
pasien TB pada tahun 2021 diketahui bahwa terdapat 6 juta
kasus pasien adalah pria dewasa, 3,4 juta kasus adalah
wanita dewasa dan kasus TB lainnya adalah anak-anak
sebanyak 1,2 juta kasus.13
Kematian yang diakibatkan oleh TB secara
keseluruhan juga terbilang tinggi. Setidaknya 1,6 juta orang
meninggal diakibatkan karena TB yang di mana angka ini
juga mengalami kenaikan dibanding dengan tahun
sebelumnya yakni sekitar 1,3 juta orang meninggal karena
TB.13
Indonesia sendiri berada pada posisi kedua dengan
jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah India, diikuti
oleh Cina, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, dan
Republik Demoktratik Kongo. Pada tahun 2020, Indonesia
berada pada posisi ketiga dengan beban jumlah kasus
terbanyak, sehingga tahun 2021 jelas tidak lebih baik. Kasus
TBC di Indonesia diperkirakan sebanyak 969.000 kasus
TBC (satu orang setiap 33 detik). Angka ini naik 17% dari
tahun 2020, yaitu sebanyak 824.000 kasus. Insidensi kasus
TBC di Indonesia adalah 354 per 100.000 penduduk, yang
artinya setiap 100.000 orang di Indonesia terdapat 354 orang
di antaranya yang menderita TB.13
2.1.1.3 Klasifikasi TB Paru
Mycrobacterium tuberculosis memiliki beberapa
jenis spesies di antaranya adalah M. tuberculosis, M.
bovis, M. leprae, M. africanum, dll (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Gejala yang paling
utama pada pengidap TB adalah batuk selama 2 minggu
ataupun lebih, gejala batuk ini biasanya juga diikuti
dengan gejala lainnya seperti batuk berdarah dan
berdahak, mengalami sesak nafas, badan akan menjadi
lebih mudah lelah dan lemas, tiap malam hari badan akan
mudah berkeringat, serta penderita akan mengalami
penurunan nafsu makan.
TB paru akan menyerang paru-paru dan apabila
tidak mendapat pengobatan yang intensif, bakteri
Mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi bagian
organ tubuh lainnya. Seperti ginjal, tulang, sendi, kelenjar
getah bening, atau selaput otak. Kondisi ini dinamakan
dengan TB Ekstra paru.14
2.1.1.4 Faktor Risiko TB Paru
Faktor risiko terjadinya TB Paru pada suatu individu
adalah terantung dari :
- Konsentrasi atau jumlah bakteri yang terhirup
- Lama waktu sejak terinfeksi
- Usia seseorang yang terinfeksi
- Tingkat daya tahan tubuh seseorang, yang
apabila daya tahan tubuhnya rendah seperti pada
pasien HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk)
akan lebih rentan terjangkit TB Paru dan
perkembangannya akan jauh lebih aktif.
- Infeksi HIV juga menjadi salah satu faktor risiko
seseorang terinfeksi TB, karena 10% di antara
pasien HIV akan terinfeksi TB. Orang dengan
HIV berisiko 20 – 37 kali untuk terpapar TB
dibandingkan dengan orang sehat, yang
kemudian mengakibatkan penularan TB di
masyarakat akan meningkat.15
2.1.1.5 Patofisiologi TB Paru
Patofisiologi penyakit tuberkulosis dimulai dari
masuknya bakteri ke dalam alveoli lalu sistem imun dan
sistem kekebalan tubuh akan merespon dengan cara
melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menekan bakteri, dan
limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan bakteri dan
jaringan normal. Reaksi tersebut menimbulkan
penumpukan eksudat di dalam alveoli yang bisa
mengakibatkan bronchopneumonia. Selanjutnya terbentuk
granulomas yang diubah menjadi fibrosa, Bagian sentral
dari massa tersebut disebut ghon tuberculosis dan menjadi
nekrotik membentuk massa seperti keju dan membentuk
jaringan kolagen kemudian bakteri menjadi dorman.
Penularan tuberkulosis dipengaruhi oleh faktor umur, jenis
kelamin, kebiasan merokok, pekerjaan, status ekonomi,
dan lingkungan. Penderita tuberkulosis umumnya akan
mengalami gejala seperti batuk lebih dari dua minggu,
sesak nafas, mudah lelah, nafsu makan turun, dahak
bercampur darah, demam, dan berat badan menurun.16
2.1.1.6 Penegakan Diagnosis TB Paru
Diagnosis TB ditetapkan berdasarkan keluhan, hasil
anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium,
dan pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Keluhan dan hasil anamnesis meliputi :
Keluhan yang disampaikan pasien melalui wawancara
rinci berdasarkan keluhan pasien
2. Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala dan tanda
TB yang meliputi :
 Gejala utama TB paru adalah batuk berdahak
selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti
dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan
fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.17 Pada
pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan
gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak
harus selalu selama 2 minggu atau lebih.18
 Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada
penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis,
bronchitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB di Indonesia masih
tinggi, maka setiap orang yang datang ke
fasyankes dengan gejala tersebut di atas, dianggap
sebagai seorang terduga pasien TB, dan diperlukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
 Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan
pemeriksaan pada orang dengan faktor risiko,
seperti : kontak erat dengan pasien TB, tinggal di
daerah padat penduduk, wilayah kumuh, daerah
pengungsian, dan orang yang bekerja dengan
bahan kimia yang berisiko menimbulkan paparan
infeksi paru.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan bakteriologi
1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak selain berfungsi
untuk menegakkan diagnosis, juga untuk
menentukan potensi penularan dan menilai
keberhasilan pengobatan.19
Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 2
contoh uji dahak yang dikumpulkan berupa
dahak sewaktu-pagi (SP) :
a) S (Sewaktu) : Dahak ditampung di
fasyankes.(17)
b) P (Pagi) : Dahak ditampung pada pagi
segera setelah bangun tidur. Dapat
dilakukan di rumah pasien atau di bangsal
rawat bilamana pasien menjalani rawat
inap.20
2) Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB
Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan
metode xpert MTB/RIF.TCM merupakan
sarana untuk penegakan diagnosis.19
3) Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan dapat dilakukan
dengan media padat (Lowenstein-jensen) dan
media cair (Mycrobacteria Growth
IndicatorTube) untuk identifikasi
Mycrobacterium tuberkolosis (M.tb).19
Pemeriksaan di atas dilakukan di sarana
laboratorium yang terpantau mutunya. Dalam menjamin
hasil pemeriksaan laboratorium, diperlukan contoh uji
dahak yang berkualitas.19 Pada faskes yang tidak memiliki
akses langsung terhadap pemeriksaan TCM, biakan, dan
uji kepekaan, diperlukan sistem transportasi contoh uji.20
Hal ini, bertujuan untuk menjangkau pasien yang
membutuhkan akses terhadap pemeriksaan tersebut serta
mengurangi risiko penularan jika pasien bepergian
langsung ke laboratorium.19
4. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
a. Pemeriksaan foto thoraks
b. Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang
dicurigai TB ekstra paru
c. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Uji kepekaan obat bertujuan untuk
menentukan ada tidaknya resistensi
Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT. Uji
kepekaan obat ini harus dilakukan di laboratorium
yang telah lulus uji pemantapan mutu / Quality
Assurance (QA) dan mendapatkan sertifikat
nasional maupun internasional.19
d. Pemeriksaan serologis
Sampai saat ini belum direkomendasikan.
5. Alur diagnosis TB Paru pada orang dewasa
Alur diagnosis TB Paru pada orang dewasa dibagi
sesuai dengan fasilitas yang tersedia, antara lain:19
a. Faskes yang mempunyai akses pemeriksaan
dengan alat tes cepat molekuler.
b. Faskes yang hanya mempunyai pemeriksaan
mikroskopis dan tidak memiliki akses tes cepat
molekuler.19
Gambar 1. Alur diagnosis TB dan TB Resisten di Indonesia

6. Diagnosis TB Paru pada Anak


 Tanda dan gejala klinis
Gejala klinis berupa gejala sistemik/umum atau
sesuai organ terkait.19 Gejala klinis TB pada anak
tidak khas, karena gejala serupa juga dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.
Gejala tersebut antara lain:
o Batuk ≥ 2 minggu
o Demam ≥ 2 minggu
o BB turun atau tidak naik dalam 2 bulan
sebelumnya
o Lesu atau malaise ≥ 2 minggu

Gejala-gejala tersebut menetap walau sudah


diberikan terapi yang adekuat.19
Gambar 2. Alur diagnosis TB Paru pada anak

Keterangan :
*) Dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan sputum.
**) Kontak TB Paru dewasa dan kontak TB Paru anak terkonfirmasi
bakteriologis.
***) Evaluasi respon pengobatan, jika tidak merespon baik dengan pengobatan
adekuat, evaluasi ulang diagnosis TB dan adanya komorbiditas atau rujuk.
Tabel 2. Sistem Skoring TB Anak
Parameter 0 1 2 3 Skor
Tidak - Laporan BTA (+)
jelas keluarga,
BTA(-)/BTA
Kontak TB
tidak
jelas/tidak
tahu
Negatif - - Positif (≥10 mm
Uji tuberkulin atau ≥5 mm pada
(mantoux) immunokomprom
ais)
- BB/TB <90% Klinis gizi
Berat atau BB/U buruk atau
badan/Keadaa <80% BB/TB <70%
n Gizi atau BB/U
<60%
Demam yang - ≥ 2 minggu - -
tidak diketahui
penyebabnya
Batuk kronik - ≥ 3 minggu - -
Pembesaran - ≥ 1 cm, > 1, - -
kelenjar limfe, tidak nyeri
kolli, aksila,
inguinal
Pembengkakan - Ada - -
tulang/sendi pembengkakan
panggul, lutut,
falang
Normal Gambaran - -
atau sugestif TB
Foto toraks kelainan
tidak
jelas
2.1.1.7 Tatalaksana TB Paru
Dalam penatalaksanaannya, pengobatan TB
memiliki tujuan serta prinsip yang jelas, yaitu:
Tujuan pengobatan TB
1) Menyembuhkan pasien dan memperbaiki
produktivitas serta kualitas hidup pasien.
2) Mencegah terjadinya kematian dan dampak buruk
yang disebabkan karena TB .
3) Mencegah terjadinya kekambuhan TB.
4) Menurunkan risiko penularan TB.
5) Mencegah terjadinya resistensi pengobatan TB.
a. Prinsip pengobatan TB
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) merupakan
komponen terpenting dalam pengobatan TB.
Pengobatan TB merupakan salah satu upaya yang
paling efisien untuk mencegah terjadinya penyebaran
TB lebih lanjut di lingkungan pasien. Pada dasarnya,
pengobatan TB memiliki prinsip antara lain:
1) Pengobatan diberikan dalam bentuk perpaduan
OAT yang minimal mengandung 4 macam obat
untuk mencegah terjadinya resistensi
2) Memberikan dosis yang tepat
3) Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung
oleh Pengawas Minum Obat (PMO) sampai selesai
pengobatan.
4) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang
cukup, yang terbagi dalam 2 tahap yaitu tahap
awal serta lanjutan sebagai pengobatan adekuat
untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada
pasien.
b. Tahapan pengobatan TB
Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap
awal dan lanjutan dengan maksud sebagai berikut :
1) Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan
pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan
secara efektif menurunkan jumlah bakteri yang ada
pada tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh
dari sebagian kecil bakteri yang mungkin sudah
resisten sejak sebelum pasien mendapatkan
pengobatan. Pengobatan pada tahap awal pada
semua pasien baru, harus diberikan selama 2
bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara
teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan
sudah sangat menurun setelah pengobatan selama
2 minggu pertama.21
2) Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan untuk
membunuh sisa sisa kuman yang masih ada dalam
tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien
dapat sembuh dan mencegah terjadinya
kekambuhan.19
c. Jenis-jenis Obat Antri Tuberkulosis (OAT)
Tabel 3. OAT lini pertama
Jenis Sifat Efek Samping
Isoniazid (H) Baterisidial Neuropati perifer (Ganagguan
saraf tepi), Psikosis toksis,
Gangguan fungsi hati, Kejang.
Rifampisin (R) Bakterisidial Flu syndrome (gejala influenza
berat), gangguan gastrointestinal,
urine berwarna merah, gangguan
fungsi hati, trombositopeni,
demam, skin rash, sesak napas,
anemia hemolitik.
Pirazinamid (Z) Bakterisidial Gangguan gastrointestinal,
gangguan fungsi hati, gout
arthritis.
Streptomisin (S) Bakterisidial Nyeri di tempat suntikan,
gangguan keseimbangan dan
pendengaran, renjatan anafilaktik,
anemia, agranulositosis,
trombositopenia.
Etambutol (E) Bakteriostati Gangguan penglihatan, buta
k warna, neuritis perifer (gangguan
sarap tepi)

Tabel 4. Pengelompokkan OAT Lini Kedua


Grup Golongan Jenis Obat
Florokuinolon  Levofloksasin (Lfx)
A  Moksifloksasin (Mfx)
 Gatifloksasin (Gfx)*
OAT suntik lini  Kanamisin (Km)
kedua  Amikasin (Am)*
B
 Kapreomisin (Cm)
 Streptomisin (S)**
OAT oral lini  Etionamid (Eto)/Protionamid
kedua (Pto)*
C  Sikloserin (Cs)/Terizidon (Trd)*
 Clofazimin (Cfz)
 Linezolid (Lzd)
D1 OAT lini  Pirazinamid (Z)
pertama  Etambutol (E)
D  Isoniazid (H)
dosis tinggi
D2 OAT Baru
D3 OAT  Asam para
tambahan aminosalisilat
(PAS)
 Imipenem-
silastatin (lpm)*
 Meropenem
(Mpm)*
 Amoksilin
clavunat (Amx-
Clv)*
 Thioasetazon (T)*
Keterangan :
*Tidak disediakan oleh program
**Tidak termasuk obat suntik lini kedua, terapi dapat diberikan
pada kondisi tertentu dan tidak disediakan oleh program
d. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR) 3 atau
2(HRZE)/4HR
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E
3) Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau
2HRZE(S)/4-1 OHR.
4) Paduan OAT untuk pasien TB resistan obat terdiri
dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin,
Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin,
Moskifloksasin, PAS, Bedaquilin, Clofazimin,
Linezoid, Delamanid, dan obat TB lainnya serta
OAT lini-1 yaitu pirazinamid dan etambutol.19
e. Panduan OAT KDT Lini Pertama serta lanjutan
dan Peruntukannya
Pengobatan TB dengan panduan OAT lini
pertama yang digunakan di Indonesia dapat diberikan
dengan dosis harian maupun dosis intermitten
(diberikan 3 kali per minggu) mengacu pada dosis
terapi yang telah direkomendasikan.19
1) Kategori 1
Tabel 5. Dosis rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa
Dosis Rekomendasi
Harian 3 kali per minggu
Obat
Dosis Maksimum Dosis Maksimum
(mg/KgBB) (mg) (mg/KgBB) (mg)
Isoniazid (H) 5 (4 – 6) 300 10 (8 – 12) 900
Rifampisin (R) 10 (8 – 12) 600 10 (8 – 12) 600
Pirazinamid (Z) 25 (20 – 30) 35 (30 – 40)
Etambutol (E) 15 (15 – 20) 30 (25 – 35)
Stretomisin (S)* 15 (12 – 18) 15 (12 – 18)
Pada kategori – 1, paduan OAT ini diberikan untuk pasien
baru apabila :
a) Pasien TB terkonfirmasi bakteriologis
b) Pasien TB terdiagnosis klinis
c) Pasien TB ekstra paru
d) Dosis harian (2(HRZE)/4(HR))
a. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 (2(HRZE)/4(HR))
Tabel 6. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1
Tahap Intensif Setiap
Tahap lanjutan setiap hari
Hari
Berat Badan RH (150/75)
RHZE (150/75/400/275)
Selama 56 Hari Selama 16 Minggu
30 – 37 Kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet
38 – 54 Kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet
55 – 70 Kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet
≥ 71 Kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet
b. Dosis harian fase awal dan dosis intermitten fase lanjutan
(2(HRZE))/4(HR)3)
Tabel 7. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 (2(HRZE)/4(HR)3)
Tahap Intensif Setiap
Tahap lanjutan setiap hari
Hari
Berat Badan RH (150/75)
RHZE (150/75/400/275)
Selama 56 Hari Selama 16 Minggu
30 – 37 Kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT
38 – 54 Kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT
55 – 70 Kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT
≥ 71 Kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT
c. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1
Tabel 8. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1
Dosis Per har/kali
Tahap Tablet Jumlah
Lama Tablet Kaplet Tablet
Pengobata Etambuto hari/kali
Pengobatan Isoniasid Rifampisin Pirazinamid
n l @250 menelan
@300 mgr @450 mg @500 mg
mg obat
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48
2) Kategori 2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif
yang pernah diobati sebelumnya (pengobatan ulang) yang
memenuhi kriteria :20
a) Pasien Kambuh.
b) Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT
kategori 1 sebelumnya.
c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
follow-up).
d) Dosis harian (2(HRZE)S/(HRZE)/5(HRE))
Tabel 9. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2
(2(HRZE)S/5(HRE))
Berat Badan Tahap lanjutan
Tahap Intensif Setiap Hari setiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S RHE
(150/75/400/275)
Selama 56 Hari Selama 28 Hari Selama 16
Minggu
30 – 37 Kg 2 Tab 4 KDT + 500 2 Tab 2 Tablet
mg Streptomisin inj. 4 KDT
38 – 54 Kg 3 Tab 4 KDT + 750 3 Tab 3 Tablet
mg Streptomisin inj. 4 KDT
55 – 70 Kg 4 Tab 4 KDT + 1000 4 Tab 4 Tablet
mg Streptomisin inj. 4 KDT
≥ 71 Kg 5 Tab 4 KDT + 1000 5 Tab 5 Tablet
mg Streptomisin inj. 4 KDT (>dosis
maksimal)
Tabel 10. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2
(2(HRZE)S/5(HR03E3))
Tahap lanjutan 3
Tahap Intensif Setiap Hari kali seminggu
RHZE (150/75/400/275) + S RH
Berat Badan
(150/150)+E(400)
Selama 20
Selama 56 Hari Selama 28 Hari
Minggu
30 – 37 Kg 2 Tab 4 KDT 2 Tab 1 tab 2 KDT
+ 500 mg 4 KDT + 2 tab Etambutol
Streptomisin inj.
38 – 54 Kg 3 Tab 4 KDT 3 Tab 3 tab 2 KDT
+ 750 mg 4 KDT + 3 tab Etambutol
Streptomisin inj.
55 – 70 Kg 4 Tab 4 KDT 4 Tab 4 tab 2 KDT
+ 1000 mg 4 KDT + 4 tab Etambutol
Streptomisin inj.
≥ 71 Kg 1 Tab 4 KDT 5 Tab 5 tab 2 KDT
+ 1000 mg 4 KDT + 5 tab Etambutol
Streptomisin inj. (>do
Maks)
Tabel 11. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategorik 2 (2(HRZE)S/5(HR03E3))
Etambutol Jumlah
Tablet Hari/kal
Tahap Kaplet Tablet Tablet Table
Lama Isonaizi Streptomisin i
Pengobata Rifampisin Pirazinamid @250 t
Pengobatan d @300 Injeksi menelan
n @450 mg @500 mgr gr @400
mgr obat
mgr
Tahap awal 2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
(dosis
harian) 1 bulan 1 1 3 3 - - 28
Tahap
lanjutan
(dosis 3x
5 bulan 2 1 - 1 2 - 60
seminggu)

f. Pemantauan Kemajuan Pengobatan TB


Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan
pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan
ulang dahak secara mikroskopis.20
Pemantauan kemajuan pengobatan dilakukan
dengan pemeriksaan dua contoh uji dahak (sewaktu
dan pagi). Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua
pasien sebelum memulai pengobatan harus dicatat.
Pemeriksaan ulang dahak pasien TB yang
terkonfirmasi bakteriologis merupakan suatu cara
terpenting untuk menilai hasil kemajuan pengobatan.21
Setelah pengobatan tahap awal, tanpa
memperhatikan hasil pemeriksaan ulang dahak apakah
masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA
negatif, pasien harus memulai pengobatan tahap
lanjutan. Pemberian OAT sisipan sudah tidak
dilakukan.20
Semua pasien TB paru yang tidak konversi pada
akhir 2 bulan pengobatan tahap awal, tanpa pemberian
paduan sisipan, pengobatan dilanjutkan ke paduan
tahap lanjutan. Pemeriksaan dahak diulang pada akhir
bulan ke-3 pengobatan. Bila hasil tetap BTA positif,
pasien ditetapkan sebagai pasien terduga TB RO.
Semua pasien TB pengobatan ulang yang tidak
konversi akhir tahap awal ditetapkan juga sebagai
terduga TB-RO.20
Semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan
ulang dahak selanjutntya dilakukan pada akhir bulan
ke 5 pengobatan. Apabila hasilnya negatif, pegobatan
dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai
dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada
akhir pengobatan. Bilamana hasil pemeriksaan
mikroskopisnya positif pasien dianggap gagal
pengobatan dan dimasukkan kedalam kelompok
terduga TB-RO.20
Pemantauan kondisi klinis merupakan cara
menilai kemajuan hasil pengobatan pasien TB ekstra
paru (ISTC Standar 10). Sebagaimana pada pasien TB
BTA negatif, perbaikan kondisi klinis merupakan
indikator yang bermanfaat untuk menilai hasil
pengobatan, antara lain peningkatan berat badan
pasien, berkurangnya keluhan, dan lain-lain.20
2.1.2 Kepatuhan Minum Obat
2.1.2.1 Definisi kepatuhan minum obat
Kepatuhan dalam mengonsumsi obat harian
merupakan perilaku yang dilakukan untuk menaati saran
atau prosedur mengenai penggunaan obat yang
sebelumnya melalui proses konsultasi dengan penyedia
tenaga kesehatan yakni dokter.
Beberapa aspek yang digunakan untuk mengukur
kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat harian adalah
frekuensi, jumlah pil atau obat lain, kontinuitas,
metabolisme dalam tubuh, aspek biologis dalam darah,
serta perubahan fisiologis dalam tubuh. Sedangkan faktor-
faktor munculnya kepatuhan dalam mengonsumsi obat
harian di antaranya adalah (1) Persepsi dan perilaku
pasien; (2) Interaksi antara pasien dan dokter; serta (3)
Komunikasi medis antara kedua belah pihak. Kebijakan
dan praktik pengobatan di publik yang dibuat oleh pihak
berwenang dan berbagai intervensi yang dilakukan
diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam
mengonsumi obat harian.3
2.1.2.2 Faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat
Faktor yang diduga memiliki dampak nyata terhadap
tingkat kepatuhan pengobatan penderita TB meliputi
karakteristik individu, persepsi penderita, komunikasi
kesehatan, peran kader, serta dukungan sosial-ekonomi
dari masing-masing individu. Sementara itu, faktor
persepsi penderita mengenai TB direfleksikan oleh
indikator hambatan yang dirasakan dan efikasi diri yang
berpengaruh nyata terhadap kepatuhan pengobatan pasien.
Peran Pengawas Makan Obat (PMO) adalah penting
untuk melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal
menelan obat, mengingatkan pasien untuk pemeriksaan
ulang dahak sesuai dengan jadwal yang ditentukan,
memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat
secara teratur hingga selesai, menasihati pasien agar tetap
mau menelan obat secara teratur hingga selesai.(25) Untuk
itu, maka terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi
untuk menjadi PMO, antara lain:
- Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui
oleh petugas serta penderita serta memiliki
pribadi yang disegani dan dihormati oleh pasien.
- Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
- Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
- Bersedia menerima pelatihan dan/atau
mendapatkan penyuluhan bersama dengan
pasien.
Kemudian apabila seseorang tersebut sudah
memenuhi kriteria, maka tugas dari seorang PMO antara
lain:
- Mengawasi pasien TBC agar menelan obat
secara teratur hingga masa pengobatan selesai.
- Memberikan dorongan kepada pasien agar mau
melakukan kontrol rutin ke fasilitas pelayanan
kesehatan secara teratur.
- Mengingatkan pasien untuk memeriksakan
dahak secara berkala pada waktu yang telah
ditentukan.
- Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga
pasien apabila terdapat gejala-gejala yang sama
dengan pasien untuk segera diperiksakan di
fasilitas pelayanan primer terdekat.
Dari penjelasan di atas, maka sebaiknya PMO
berasal dari petugas kesehatan seperti dokter, perawat,
apoteker, atau tokoh masyarakat yang disegani oleh pasien
atau keluarga terdekat yang bersedia dan berkompeten
untuk melakukan pengawasan pasien mengonsumsi OAT
dan juga memiliki pemahaman mengenai penyakit yang
diderita oleh pasien.
2.1.3 Kepatuhan Kontrol terhadap Kesembuhan Pasien TB Paru
Kepatuhan adalah menuruti suatu perintah atau suatu
aturan.22 Kontrol didefinisikan sebagai pengawasan (terhadap
suatu kegiatan atau perilaku seseorang), pemeriksaan (terhadap
suatu penyakit yang sedang diderita oleh pasien yang dilakukan
secara berkala dalam kurun waktu tertentu), atau pengendalian.23
Dari dua definisi di atas, maka secara istilah kepatuhan
kontrol penyakit TB Paru adalah mematuhi, menaati, atau
menuruti suatu perintah atau aturan yang meliputi pemeriksaan
terhadap penyakit TB Paru yang sedang diderita oleh pasien yang
dilakukan secara rutin dalam kurun waktu tertentu.
2.1.4 Hubungan Kepatuhan Minum Obat dan Kontrol Rutin
terhadap kesembuhan pasien TB Paru
Kepatuhan pasien sangat diperlukan dalam menjalani
pengobatan jangka panjang, dan selain daripada itu kepatuhan
minum OAT pada pasien TB sangat penting untuk menurunkan
kemampuan dan membunuh M. tuberculosis sebagai agen
penyebab dari TB Paru. Kemudian, dukungan sosial salah satunya
dari keluarga terdekat pasien telah terbukti dapat menurunkan
mortalitas dan meningkatan harapan kesembuhan penderita TB.
2.2 Kerangka Teori
Faktor yang
mempengaruhi
kesembuhan pasien

Pengetahuan

Dukungan Keluarga

Pengawas Menelan Tingkat Kesembuhan


Obat Pasien

Motivasi

Kepatuhan Pasien

Keterangan

: yang diteliti

: yang tidak diteliti

Gambar 3. Skema Kerangka Teori

2.3 Kerangka Konsep


Kepatuhan Minum Obat

Kontrol Rutin

Kontrol Rutin

Variabel Bebas (Independent) Variabel Terikat (Dependent)

Gambar 4. Kerangka Konsep


2.4 Hipotesis
Terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat dan kontrol rutin
terhadap kesembuhan pasien TB Paru di Puskesmas Cangkol Kota
Cirebon.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah mencakup bidang Ilmu
Kedokteran Dasar dan Ilmu Kesehatan Masyarakat.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada waktu dan tempat sebagai
berikut :
Waktu : Maret – April 2023
Tempat : Puskesmas Cangkol Kota Cirebon
3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
menggunakan metode studi cross sectional, adalah suatu metode yang
mengamati variabel independen dan variabel dependen dalam waktu
bersamaan.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi Target
Populasi target penelitian ini adalah pasien TB Paru di
Puskesmas Cangkol Kota Cirebon.
3.4.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah pasien TB
Paru yang sedang dalam masa pengobatan dan sedang berobat ke
Puskesmas Cangkol Kota Cirebon pada bulan Maret hingga April
tahun 2023.
3.4.3 Sampel Penelitian
3.4.3.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini antara lain adalah :
a. Terdaftar sebagai pasien TB Paru di Puskesmas
Cangkol Kota Cirebon
b. Bersedia menjadi sampel penelitian dan menandatangi
informed consent.
c. Mengisi kuesioner dengan lengkap.
3.4.3.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
a. Usia;
b. Jenis kelamin;
c. Riwayat pengobatan TB Sebelumnya; dan
d. Kategori Obat Anti Tuberkulosis.
3.4.4 Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini
adalah dengan menggunakan teknik Consecutive Sampling.
Caranya adalah memasukkan semua subyek yang datang
berkunjung dan yang memenuhi kriteria pemilihan sampai dengan
jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.
3.4.5 Besar Sampel
Besar sampel pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan rumus Slovin. Rumus slovin dapat digunakan untuk
sampel yang representatif dan terdapat tingkat kepercayaan atau
ketepatan yang diinginkan. Rumus Slovin adalah sebagai berikut :
N
n= 2
1+ N ( e )
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
e = Tingkat kesalahan dalam penelitian (5% atau 0.05)
Diketahui bahwa jumlah penduduk dengan suspek TB di
Cangkol adalah sebesar 96 jiwa, yang apabila diaplikasikan ke
dalam rumus, maka didapatkan jumlah :
96
n=
1+ 96 ( 0.052 )
96
n=
1+ 96 ( 0,0025 )
96
n=
1+ ( 0,24 )
96
n=
1,24
n=77,4193548
Dari rumus di atas dinyatakan bahwa besar sampel yang
dibutuhkan untuk penelitian ini adalah sebanyak 77,4193548 yang
dibulatkan menjadi 78 responden.
3.5 Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kepatuhan minum
obat dan kontrol rutin yang dilakukan oleh pasien TB Paru.
3.5.2 Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah tingkat
kesembuhan pasien TB Paru.
3.6 Definisi Operasional
Tabel 12. Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Hasil Ukur
TB Paru Tuberkulosis Pemeriksaan Rekam Nominal 1. Positif :
adalah suatu dilakukan medis (Data Menderita TB
penyakit kronik oleh peneliti sekunder) Paru
menular yang yang 2. Negatif :
disebabkan oleh dikonfirmasi Tidak
bakteri oleh dokter menderita TB
Mycobacterium Puskesmas. Paru
tuberculosis.
Kepatuhan Kepatuhan Kuesioner Kuesioner Ordinal 1. Tidak patuh
Minum dalam dan Rekam apabila pasien
Obat mengonsumsi Medis hanya minum
obat harian pasien TB obat 1 kali.
adalah perilaku Paru di 2. Kepatuhan
menaati saran Puskesmas rendah
atau prosedur Cangkol apabila pasien
dari dokter Kota hanya minum
tentang Cirebon obat sampai
penggunaan tak bergejala
obat yang 3. Kepatuhan
sebelumnya sedang jika
didahului pasien hanya
dengan proses minum obat
konsultasi sampai habis
antara pasien 4. Kepatuhan
dengan dokter tinggi apabila
sebagai pasien selama
penyedia jasa pengobatan 6
kesehatan. bulan hanya
terlewat 1 – 2
pil obat
5. Sangat patuh
apabila pasien
selama
pengobatan 6
bulan tidak
terlewat sama
sekali.
Kontrol Frekuensi Wawancara Kuesioner Nominal 1. Rutin, jika
Rutin kunjungan dan Lembar dan rekam responden
pasien TB Paru Observasi. medis datang dan
selama 6 bulan pasien TB melakukan
terakhir untuk Paru pemeriksaan
melakukan Puskesmas ke Puskesmas
kontrol rutin Cangkol setiap bulan
yang didapat Kota atau minimal
dari data rekam Cirebon. 2 kali dalam 3
medis dan bulan.
pengakuan 2. Tidak rutin,
responden. jika
responden
tidak
berkunjung
lebih dari 3
bulan ataupun
tidak
berkunjung ke
Puskesmas
untuk
melakukan
pemeriksaan
dan
pengobatan
rutin ke
Puskesmas.
3.7 Cara Pengumpulan Data
3.7.1 Bahan dan Alat
a. Kuesioner yang berisikan identitas subjek penelitian serta
pertanyaan tentang kebiasaan konsumsi OAT dalam 1 bulan
terakhir.
b. Kuesioner rutinitas kontrol ke Puskesmas yang digunakan
untuk menentukan seberapa rutin responden memeriksakan
dirinya ke Puskesmas.
3.7.2 Prosedur Penelitian
a. Tahap Persiapan
1) Mengindentifikasi masalah.
2) Mengkonsultasikan dengan dosen pembimbing.
3) Mempersiapkan alat dan bahan.
4) Berkoordinasi dengan Puskesmas Cangkol Kota Cirebon.
5) Pengajuan ethical clearance kepada Komite Etik Fakultas
Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati dan Dinas
Kesehatan Kota Cirebon.
6) Pembuatan surat izin penelitian yang ditujukan ke
Puskesmas Cangkol Kota Cirebon.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Memberikan lembar informed consent penelitian kepada
pasien.
2) Meminta pasien untuk mengisi kuesioner yang telah
dipersiapkan sebelumnya.
3) Melakukan wawancara lisan dengan mengajukan beberapa
pertanyaan.
4) Mengambil data yang berobat ke Puskesmas Cangkol
meliputi :
 Identitas responden berisi nama, alamat, umur, dan
nomor telepon.
 Data rekam medis pasien yang sedang melakukan
pengobatan TB Paru.
c. Tahap Penyelesaian
1) Melakukan analisis data yang telah diperoleh
menggunakan teknik analisis data dengan program SPSS.
2) Menyusun laporan hasil penelitian.
3.8 Alur Penelitian
Tahapan
Pengajuan
persiapan Menentukan
ethical
rancangan sampel data
clearance
penelitian

Pembuatan surat Meminta Melakukan pengisian


izin penelitian informed kuesioner, wawancara,
ke Puskesmas consent kepada dan mengambil data
Cangkol pasien rekam medis pasien

Mengolah dan
menganalisis
data

Gambar 5. Skema Alur Penelitian

3.9 Analisis Data


3.9.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan guna melihat distribusi
frekuensi variabel tergantung, yaitu kesembuhan pasien TB Paru
dan variabel bebas yaitu kepatuhan minum obat dan kontrol rutin
yang dilakukan oleh pasien.
3.9.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat adanya hubungan
antara variabel bebas dan tergantung. Analisis ini menggunakan
uji korelasi dan Chi-Square untuk menentukan ada atau tidaknya
hubungan kepatuhan minum obat dan kontrol rutin terhadap
kesembuhan pasien TB Paru.
3.10 Etika Penelitian
Penelitian cross sectional ini belum disetujui oleh Komite Etika
Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati
dengan nomor surat “x”. Kemudian surat permohonan dan persetujuan
juga dimintakan kepada Kepala Urusan Kemahasiswaan untuk
melakukan penelitian di Puskesmas Cangkol yang intinya berisi:
1. Izin dan persetujuan untuk melakukan penelitian di Puskesmas
Cangkol Kota Cirebon.
2. Pemberitahuan dan rekomendasi kepada penulis untuk melakukan
penelitian di Puskesmas Cangkol Kota Cirebon.
3. Seluruh pasien yang menjadi subjek penelitian akan diberikan
penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan di antaranya
tujuan, manfaat, prosedur penelitian, dan jaminan kerahasiaan
seluruh informasi dan data responden. Kemudian, pasien yang
bersedia secara sukarela ikut dalam penelitian diminta persetujuan
secara tertulis dengan mengisi surat persetujuan menjadi subjek
penelitian.
3.11 Jadwal Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
1. Edi IGMS. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien Pada
Pengobatan. J Ilm Medicam. 2020;1(1):1-8.
doi:10.36733/medicamento.v1i1.719
2. Hutama HI, Riyanti E, Kusumawati A. Gambaran Perilaku Penderita TB
Paru Dalam Pencegahan Penularan TB Paru di Kabupaten Klaten. J
Kesehat Masy. 2019;7. http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
3. Lailatushifah SNF. KEPATUHAN PASIEN YANG MENDERITA
PENYAKIT KRONIS DALAM MENGKONSUMSI OBAT HARIAN.
Published online 2019.
4. Sunarmi, Kurdaningsih SV, Rizi AP. Dukungan keluarga dengan
kepatuhan minum obat pada penderita TB paru. J Ilm Multi Sci Kesehat.
2020;12(2):204-212.
5. Assosiated F, Patiens C, Tuberculosis L, et al. Analisis Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Paru Tahap
Lanjutan Untuk Minum Obat di RS Rumah Sehat Terpadu Tahun 2015. J
Adm Rumah Sakit Indones. 2015;2(1):17-28. doi:10.7454/arsi.v2i1.2186
6. Malahayati KU. HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN
KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS
PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADING REJO 2015.
2013;2:51-56.
7. Yulisetyaningrum Y, Hidayah N, Yuliarti R. HUBUNGAN JARAK
RUMAH DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN
TBC DI RSI SUNAN KUDUS. J Ilmu Keperawatan dan Kebidanan.
2019;10(1):248-255.
8. Rizqiya RN. Hubungan Stigma Masyarakat Dengan Kepatuhan Minum
Obat Pasien Tb Paru Di Puskesmas Puhjarak Kecamatan Plemahan
Kabupaten Kediri. J Ilm Kesehat Keperawatan. 2021;17(1):66.
doi:10.26753/jikk.v17i1.511
9. Debby R, Suyanto S, Restuastuti T. PERAN PENGAWAS MENELAN
OBAT (PMO) TUBERKULOSIS DALAM MENINGKATKAN
KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS
PARU DI KELURAHAN SIDOMULYO BARAT PEKANBARU.
2021;1(2):1-17.
10. Putu N, Reza A, Trasia RF, et al. Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja
Puskesmas the Adherence of Treatment Among Pulmonary Tuberculosis
Patients in Bebandem Primary Health. Published online 2013.
11. Herdiman H, Rahman D, Lindayani L. Gambaran Kepatuhan Minum Pada
Pasien Tb Di Wilayah Puskesmas Kecamatan Cimaung. J Keperawatan
Komprehensif (Comprehensive Nurs Journal). 2020;6(1):59-63.
doi:10.33755/jkk.v6i1.175
12. RI MK. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/755/2019 TENTANG
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN TATA
LAKSANA TUBERKULOSIS. Published online 2019:55.
13. Indonesia YK. Laporan Kasus Tuberkulosis (TBC) Global dan Indonesia
2022. Published online 2022. https://yki4tbc.org/laporan-kasus-tbc-global-
dan-indonesia-2022/
14. TBC. Published 2022. https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1375/tbc
15. Pramono JS. Tinjauan Literatur : Faktor Risiko Peningkatan Angka
Insidensi Tuberkulosis. J Ilm Pannmed. 2021;16(1):106-113.
http://ojs.poltekkes-medan.ac.id/pannmed/article/view/1006
16. Mar’iyah K, Zulkarnain. Patofisiologi penyakit infeksi tuberkulosis. Pros
Semin Nas Biol. 2021;7(November):88-92.
https://doi.org/10.24252/psb.v7i1.23169
17. Werdhani RA. PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI
TUBERKULOSIS.
18. UGM BF-K. Hari Tuberkulosis Sedunia 2021 – BEM FK-KMK UGM.
Published 2021. Accessed January 27, 2023.
https://bem.fkkmk.ugm.ac.id/2021/03/24/hari-tuberkulosis-sedunia-2021/
19. Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Surabaya. Profil Kesehatan 2017.
2017th ed. (Dinas Kesehatan Kota Surabaya, ed.). Dinas Kesehatan Kota
Surabaya; 2017. https://www.ptonline.com/articles/how-to-get-better-mfi-
results
20. Baharuddin RM. PERBANDINGAN PANDUAN NASIONAL
TATALAKSANA TUBERKULOSIS TAHUN 2014 DI INDONESIA
DAN PANDUAN TERBARU TERAPI UNTUK TERDUGA TB
MENURUT WHO TAHUN 2017. JIMKI. 2018;6(1):1-8.
21. RI MK. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS.
22. Nastiti AD, Kurniawan C. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Kepatuhan Kontrol Pasien TB Paru. J Ilm Keperawatan Stikes Hang Tuah
Surabaya. 2020;15(1):78-89.
23. Indonesia KBBI. Arti kata kontrol - Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) Online. https://kbbi.web.id/kontrol

Anda mungkin juga menyukai