Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH TELAAH JURNAL

PENGARUH CHEST PERCUSSION DAN SQUEEZING TERHADAP STATUS


RESPIRASI PADA PASIEN DENGAN VENTILASI MEKANIK

OLEH:

Ns. Meta Agil Ciptaan, M.Kep., Sp.Kep.MB

INSTALASI RAWAT INTENSIF


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN
TELAAH JURNAL
PENGARUH CHEST PERCUSSION DAN SQUEEZING TERHADAP STATUS
RESPIRASI PADA PASIEN DENGAN VENTILASI MEKANIK

OLEH:

Ns. Meta Agil Ciptaan, M.Kep., Sp.Kep.MB

Telah diperiksa dan disetujui untuk syarat kenaikan pangkat

PP IRI Ka.SPF Intensif IRI

Ns. Yuldanita, S.Kep Ns. Hendra,S.Kep


NIP. 196807301990032001 NIP. 1974099111995031001

Mengetahui,

Kepala Instalasi IRI

Dr. Yulinda Abdullah, Sp.An

NIP. 196807032002122001

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan limpahan rahmat,
taufik, hidayah dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Makalah Telaah Jurnal yang
berjudul “Pengaruh Chest Percussion Dan Squeezing Terhadap Status Respirasi Pada Pasien
Dengan Ventilasi Mekanik” dapat diselesaikan.

Makalah ini disusun sebagai salah satu pengembangan keilmuan keperawatan dan salah satu
syarat untuk kenaikan pangkat. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Ibu dr Yulinda Abdullah, Sp.An yang telah memfasilitasi dan mendukung pengembangan
kegiatan keilmuan perawatan.
2. Ibu Ns. Yuldanita, S.Kep selaku Pengelola Perawatan Instalasi Rawat Intensif dalam
mengarahkan, memberi masukan yang berharga, memotivasi dan meluangkan banyak
waktu untuk membimbing dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini.
3. Bapak Ns. Hendra, S.Kep selaku kepala satuan fungsional perawat dan Kepala Ruangan
ICU green Instalasi Rawat Intensif yang juga telah mengarahkan, memberi masukan
berarti, memotivasi dalam  penyusunan makalah ini.
4. Teristimewa Suami Asrizal Bakri dan Anakku Adeeva Inara Afsheena serta Kedua Orang
Tua yang senantiasa memotivasi dalam pembuatan makalah ini.
5. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.

Akhir kata, penulis panjatkan do’a kepada Allah SWT untuk memberikan kelimpahan berkah
dan balasan budi bagi semua pihak yang telah membantu. Semoga makalah ini ini dapat
memberikan manfaat.
      Padang, April 2022
  
Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pasien yang dirawat di ICU semakin meningkat setiap tahun. Hal ini berkaitan dengan
peningkatan populasi lansia, berkembangnya prosedur bedah yang canggih, pengobatan
medis yang lebih agresif, peningkatan perawatan neurologi dan onkologi serta peningkatkan
perawatan penyakit kritis (Zisk-Rony et al., 2019). Di Amerika lebih dari 6 juta pasien yang
dirawat di ICU setiap tahunnya (Mcevoy & Shander, 2015). Sebanyak 5 juta pasien yang
dirawat di ICU membutuhkan ventilasi mekanik (Pakmehr et al., 2017). Penelitian
epidemiologi di Amerika juga menemukan sekitar 310 orang/100.000 penduduk dewasa
menggunakan ventilasi mekanik untuk indikasi non bedah. Hal ini meningkatkan biaya
rawatan ICU di Amerika meningkat 3-5 kali lipat dari perawatan bangsal biasa (Pham et
al., 2017). Begitu juga di Jerusalem terjadi peningkatan lebih dari 40% pasien dengan
ventilasi mekanik dalam dua dekade terakhir (Zisk-Rony et al., 2019). Kebutuhan
perawatan ICU juga meningkat di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan
ketersediaan jumlah tempat tidur (TT) tahun 2016 sebanyak 6.876 (Kemenkes RI, 2016)
dan menjadi 7.094 tahun 2017 sedangkan Rumah sakit hanya mendapat pengembalian dana
83% dari biaya perawatan yang telah dikeluarkan di ICU (Kemenkes RI, 2017).

Penggunaan ventilasi mekanik merupakan metode perawatan yang penting di ICU. Ventilasi
mekanik merupakan suatu proses pemberian respirasi buatan melalui alat (Arici et al., 2016)
dan merupakan modalitas yang mendukung kehidupan selama pasien kritis (Zisk-Rony et
al., 2019). Pemasangan ventilasi mekanik memproteksi jalan napas dengan aman sambil
mempertahankan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat sampai penyakit yang mendasari
pasien sehat kembali (Nwakanma & Wright, 2019). Saluran napas buatan melalui
endotracheal tube atau tracheostomy sering digunakan untuk menyelamatkan nyawa pasien
dengan masalah pernapasan di ruang Intensif (Yousefnia-Darzi et al., 2016). Intubasi
endotrakeal merupakan metode yang andal dan perawatan standar untuk menjaga jalan
napas tetap terbuka sehingga proses pertukaran gas untuk oksigenasi pasien dapat berjalan
dengan baik (Booker, 2015).

3
Endotracheal tube sebagai jalan napas buatan dan benda asing di jalan napas dapat
merangsang sel goblet di mukosa pernapasan. Hal ini menyebabkan peningkatan sekresi
lendir, kerusakan pada silia pernapasan, dan melemahnya refleks batuk (Longhini et al.,
2020). Selanjutnya dapat mengakibatkan akumulasi sekresi di saluran pernapasan dan
obstruksi bronkus, ventilasi lebih terminal saluran udara terganggu (Yousefnia-Darzi et al.,
2016). Intubasi endotrakeal mengganggu refleks penutupan glotis. Hal ini mengakibatkan
sekresi orofaringeal dapat memasuki saluran pernapasan yang bertindak sebagai pintu
gerbang untuk memperkenalkan patogen ke paru-paru sehingga paru-paru rentan terhadap
infeksi. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya ventilator associated pneumonia, ateletaksis
paru, tracheobronkitis, proses lamanya weaning ventilator, dan dapat meningkatkan angka
kematian (Spapen et al., 2017).

Salah satu perawatan penting pasien dengan ventilasi mekanik yaitu manajemen jalan napas.
Tujuannya manajemen jalan napas untuk mencegah obstruksi jalan napas dan menjaganya
tetap terbuka (Comisso et al., 2018). Intervensi dalam manajemen jalan napas antara lain
terapi cairan sistemik yang cukup, pengisapan jalan napas, perubahan posisi pasien,
oksigenasi jalan napas dengan kelembaban yang tinggi, motivasi batuk, hiperinflasi manual,
dan fisioterapi dada (Moorhead et al., 2013). Fisioterapi dada merupakan salah satu aspek
bronchial hygiene dan memegang peranan penting dalam tatalaksana pasien dengan ventilasi
mekanik (Borges et al., 2017). Salah satu metode fisioterapi yang efektif yaitu teknik
meremas (squeezing), yang meliputi kompresi manual thorax selama ekspirasi dan
melepaskannya diakhir ekspirasi untuk membantu pergerakan sekresi paru, memfasilitasi
aktif inhalasi, dan meningkatkan ventilasi alveolar (Yousefnia-Darzi et al., 2016).

Chest Squeezing merangsang mekanisme batuk normal melalui peningkatan tekanan


intratoraks. Teknik ini khusus digunakan untuk dada, dan tangan ditempatkan pada sepertiga
bagian bawah toraks. Teknik ini tidak memerlukan peralatan khusus, meningkatkan volume
ekspirasi paksa (FEV) sebesar 30%. Berdasarkan pada literatur yang tersedia, aliran puncak
ekspirasi harus menjadi 10% lebih dari aliran puncak inspirasi untuk memindahkan sekret
menuju orofaring (Yousefnia-Darzi et al., 2016). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
teknik ini efektif mencegah kolaps paru pada pasien dengan ventilasi mekanik dan berisiko
lebih kecil dibandingkan dengan perkusi paru dan getaran. Oleh karena itu, metode ini
merupakan metode yang aman (Guimarães et al., 2014). Sebuah studi menunjukkan bahwa
teknik ini tidak memiliki efek samping setelah diterapkan 3 tahun pada beberapa pasien

4
(Bousarri et al., 2014). Manuver ini dapat digunakan segera setelah operasi (Avena et al.,
2008). Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut hasil penelitian terkait
dengan teknik fisioterapi dada dengan teknik squeezing dalam meningkatkan brochial
hygiene pada pasien dengan ventilasi mekanik.

B. TUJUAN
1. Meningkatkan kemampuan Perawat dalam memahami tentang konsep Fisioterapi dada
dengan metode meremas (squeezing)
2. Meningkatkan kemampuan Perawat dalam memahami tentang proses perawatan
manajemen jalan napas pasien dengan ventilasi mekanik

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Fisioterapi Dada (Chest Physiotherapy)


Fisioterapi dada juga disampaikan sebagai tindakan penepukan pada daerah untuk
pencegahan penumpukan sekresi yang mengakibatkan tersumbatnya jalan nafas dan
komplikasi penyakit pernafasan lainnya (Coccia et al., 2016). Fisioterapi dada
merupakan tindakan yang terdiri dari postural drainage, perkusi dada dan vibrasi,
latihan pernapasan (Hinkle & Cheever, 2014). Selain tindakan fisioterapi dada
konvensional tersebut juga dikenal beberapa teknik baru seperti lung squeeze
technique (chest squeezing) (Kole & Metgud, 2014) atau juga dikenal dengan
expiratory rib cage compression (ERCC) (Volpe et al., 2020).

Fisioterapi dada merupakan tindakan yang penting dalam bronchial hygiene. Hinkle
& Cheever (2014) juga menyampaikan bahwa mengajarkan pasien batuk efektif juga
bagian yang penting dari fisioterapi dada. Fisioterapi dada yang dilakukan sebelum
batuk efektif dan suction membuat pengeluaran sekret lebih efektif (Yousefnia-Darzi
et al., 2016). Hal ini dikarenakan tindakan dapat menarik sekret dari jalan napas besar
sampai sepertiga bronkus sehingga diperlukan teknik untuk membantu mobilisasi
sekret dari jalan napas yang kecil ke jalan napas yang lebih besar seperti dengan
teknik ERCC atau squeezing (Volpe et al., 2020).

B. Tujuan Tindakan Fisioterapi Dada


Hinkle & Cheever (2014) menyampaikan bahwa tujuan fisioterapi dada yaitu:
1. Untuk mempertahankan ventilasi yang adekuat dan mencegah infeksi saluran
pernafasan pada pasien tirah baring
2. Merangsang terjadinya batuk dan mempertahankan kelancaran sirkulasi darah
3. Mencegah kolaps paru yang disebabkan retensi sputum

C. Indikasi Fisioterapi Dada


1. Terdapat penumpukan sekret pada saluran napas yang dibuktikan dengan
pengkajian fisik, X Ray dan data Klinis.
2. Sulit mengeluarkan sekret yang terdapat pada saluran pernapasan

6
D. Kontra Indikasi Fisioterapi Dada
1. Hemoptisis
2. Penyakit jantung
3. Serangan Asma Akut
4. Deformitas struktur dinding dada dan tulang belakang
5. Nyeri meningkat
6. Kepala pening
7. Kelemahan

E. Teknik Fisioterapi Dada


1. Postural Drainage
Postural drainage merupakan memposisikan pasien sesuai dengan lokasi sekret
untuk membantu sekret mengalir dari bronkiolus yang terdapat sekret sampai ke
bronkus dan trakea dengan bantuan gaya gravitasi (Ignatavius et al., 2016).
Postural drainage dilakukan selama 10-15 menit dengan langkah sebagai berikut:
a. Perawat mencuci tangan, lalu memasang sarung tangan
b. Auskultasi area lapang paru untuk menentukan lokasi sekret
c. Posisikan pasien pada posisi berikut untuk sekret-sekret di area target segmen/
lobus paru pada:
 Bronkus apikal lobus anterior kanan dan kiri atas minta pasien duduk di
kursi, bersandar pada bantal
 Bronkus apikal lobus posterior kanan dan kiri atas duduk membungkuk,
kedua kaki ditekuk, kedua tangan memeluk tungkai atau bantal
 Bronkus lobus anterior kanan dan kiri atas supinasi datar untuk area target di
segmen anterior kanan dan kiri atas
 lobus anterior kanan dan kiri bawah supinasi dengan posisi trendelenburg.
Lutut menekuk di atas bantal
 Lobus kanan tengah. Supinasi dengan bagian dada kiri/ kanan lebih
ditinggikan, dengan posisi trendelenburg (bagian kaki tempat tidur di
tinggikan)
 Lobus tengah anterior posisi sim’s kanan/ kiri disertai posisi trendelenburg
 Lobus bawah anterior supinasi datar dan posisi trendelenburg
 Lobus bawah posterior pronasi datar dengan posisi trendelenburg

7
 Lobus lateral kanan bawah. Miring kiri dengan lengan bagian atas melewati
kepala disertai dengan posisi trendelenburg
 Lobus lateral kiri bawah miring kiri dengan lengan bagian atas melewati
kepala disertai dengan posisi trendelenburg

Gambar 2.1 Postural Drainage


Hinkle & Cheever, 2014

Direkomendasi melakukan drainase dari lobus paru pada bagian bawah dan
dilanjutkan dengan lobus paru bagian atas. Apabila pasien mendapatkan
bronkodilator dan mukolitik diberikan sebelum postural drainage. Postural
drainage dilakukan sesuai dengan toleransi pasien. Setelah tindakan ini lakukan
kembali auskultasi, apabila pasien batuk atau disuction, kaji produksi sekret pasien
(jumlah, warna, viskositas dan bau) (Hinkle & Cheever, 2014).

8
2. Perkusi dada (clapping) (1-2 menit)
 Letakkan handuk diatas kulit pasien
 Rapatkan jari-jari dan sedikit difleksikan membentuk mangkok tangan
 Lakukan perkusi dengan menggerakkan sendi pergelangan tangan, prosedur
benar jika terdengar suara gema pada saat perkusi
 Perkusi seluruh area target, dengan menggunakan pola yang sistematis

Gambar 2.2 Posisi Tangan Perkusi Dada

Gambar 2.3 Perkusi Dada


3. Vibrasi Dada (5-8 menit)
 Instruksikan pasien untuk tarik nafas dalam dan mengeluarkan napas perlahan-
lahan

9
 Pada saat buang napas, lakukan prosedur vibrasi, dengan teknik: Tangan non
dominan berada dibawah tangan dominan, dan diletakkan pada area target.
 Instruksikan untuk menarik nafas dalam
 Pada saat membuang napas, perlahan getarkan tangan dengan cepat tanpa
melakukan penekanan berlebihan
 Posisikan pasien untuk dilakukan tindakan batuk efektif
(Sumber : Pakpahan R.E., 2020)

Gambar 2.4 Posisi Tangan Vibrasi Dada

Gambar 2.5 Vibrasi Dada

Beberapa penelitian sebelumnya memperkenalkan teknik meremas dada atau chest


squeezing atau disebut juga dengan Expiratory Rib Cage Compression (ERCC)
sebagai manajemen jalan napas. ERRC biasanya diterapkan baik untuk membantu
gerakan sekresi dari distal ke saluran udara proksimal, atau untuk mengeluarkan
sekresi dari saluran udara besar. Secara teori, jika ERRC diterapkan dengan intensitas

10
bertahap (dari lembut ke kuat) untuk memperpanjang ekspirasi setelah permulaan fase
ekspirasi sehingga menghilangkan sekresi dari saluran udara distal. Sebaliknya, jika
ERCC diterapkan dengan kompresi keras untuk meningkatkan PEF (Peak Expiration
Flow) menghilangkan sekret dari saluran napas proksimal (Volpe et al., 2020). Teknik
ini disampaikan dapat memecahkan glikoprotein sekret, menurunkan viskositas mucus
dan memobilisasi sekret ke jalan napas yang lebih besar (Yousefnia-Darzi et al.,
2016). Langkah langkah yang dilakukan pada teknik squeezing sebagai berikut:
 Pasien dalam posisi supine
 Untuk menentukan tekanan pada thorax, perawat mengamati tiga sampai lima
pernapasan dan menyesuaikan jumlah tekanan yang diterapkan selama ekspirasi
sesuai (dalam semua pernapasan, apakah dibantu secara mekanis atau spontan)
 menggunakan tangan pada sepertiga bagian bawah dada (anterior dan posterior)
untuk meningkatkan volume tidal ekspirasi sebesar 30% (sebagai ditampilkan di
monitor). Posisi tangan dapat juga pada sepertiga bagian bawah dada pada sisi
kiri dan kanan dada
 Tekanan dimulai diawal ekspirasi dan disudahi pada akhir setiap ekspirasi
 Teknik ini dilakukan 10 kali dengan selang waktu tiga siklus pernapasan setelah
setiap kompresi.
 Melakukan suction pada pasien (Yousefnia-Darzi et al., 2016)

Gambar 2.6 Chest Squeezing atau Expiratory Rib Cage Compression

11
BAB III
ANALISIS JURNAL

A. Judul
Pengaruh Chest Percussion dan Squeezing pada status respirasi pasien yang terpasang
ventilasi mekanik.

B. Penulis
Doaa G. Own 1, Prof. Nadia T. Mohamed 2, Assistant Prof.Osama S. Hassan 3,
Assistant Prof.Fatma R. Abd El-Fattah 4

Critical Care and Emergency Nursing Department, BSc. Nursing, Faculty of Nursing,
Alexandria University 1
Professor of critical care and emergency nursing, faculty of nursing, Alexandria
University 2 Lecturer of critical care and emergency medicine, faculty of medicine,
Alexandria 3
Lecturer of critical care and emergency nursing, faculty of nursing, Alexandria 4

C. Tahun
2020

D. Latar Belakang Penelitian


Sebagian besar pasien kritis yang masuk ke ruang intensif memerlukan bantuan
ventilasi mekanik. Sepertiga pasien kritis tersebut memerlukan bantuan ventilasi
mekanik karena indikasi gagal napas, ketidakseimbangan asam basa, hipoksemia,
hiperkapnea dan lainnya (Hariedy, Mohamed, Mohamed, Abdel-Aziz & Morsy,
2015). Bantuan ventilasi mekanis diberikan baik melalui intubasi endotrakeal tube
ataupun trakeostomi. Oleh karena itu manajemen jalan napas merupakan intervensi
keperawatan yang penting untuk mempertahankan jalan napas dan meningkatkan
pertukaran gas (Yousefnia-Darzi, Hasavari, Khaleghdoost, Kazemnezhad-Leyli &
Khalili, 2016).

Berbagai macam intervensi keperawatan dilakukan untuk manajemen jalan napas.


terapi cairan sistemik yang cukup, hidrasi, pelembapan udara, suction trakea, inflasi

12
paru secara manual, batuk, latihan pernapasan, mobilisasi pasien, penerapan aerosol,
insentif spirometri, teknik ekspirasi paksa, bronkodilator, agen mukolitik, dan
fisioterapi dada (CPT) (Yousefnia-Darzi, Hasavari, Khaleghdoost, Kazemnezhad-
Leyli & Khalili, 2016). Fisioterapi dada merupakan salah satu aspek higiene bronkus
dan memegang peranan penting dalam tatalaksana pasien dengan ventilasi mekanik
(Borges, Saraiva, Saraiva, Macagnan & Kessler, 2017). Fisioterapi dada digunakan
untuk meminimalkan retensi sekret, membersihkan jalan napas, memaksimalkan
oksigenasi, mengembangkan paru distal yang kolaps, mengoptimalkan ventilasi dan
perfusi (V/Q), meningkatkan efisiensi pernapasan, memperkuat otot-otot pernapasan,
meningkatkan oksigenasi dengan pengeluaran mukus secara tidak langsung dari jalan
nafas. Selain itu, dapat meningkatkan memfasilitasi penyapihan dini dan pemulihan
yang cepat, mengurangi masa inap di ICU dan mengurangi biaya rumah sakit
(Kesehatan Aktif Pedoman Manajemen Manajemen Medis, 2016).

Fisioterapi dada dapat dilakukan dengan penerapan kekuatan eksternal pada dada
seperti getaran dada, perkusi dada dan meremas dada (squeezing) (Spapen, De Regt &
Honoré, 2017; Morrow, 2019). Perkusi dada dan meremas adalah teknik yang paling
sering direkomendasikan untuk pasien dengan ventilasi mekanik yang memiliki
gangguan kognisi atau kemampuan batuk yang buruk. Perkusi dada dan meremas
digunakan untuk meningkatkan mukosiliar pembersihan dari jalan napas sentral dan
perifer, dan kombinasi kedua teknik ini lebih efektif dalam memobilisasi sekret yang
melekat pada dinding bronkus

E. Masalah Penelitian
Bagaimana pengaruh chest percussion dan squeezing pada status respirasi pasien
dengan ventilasi mekanik.

F. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan
desain penelitian yang digunakan adalah Pre dan Post Test with control group.
Penelitian dilakukan di RS Universitas Alexandria pada Januari 2017- Juni 2017.

13
Sampel penelitian 60 orang yang dibagi secara acak pada 2 grup yaitu intervensi
(yang mendapat intervensi dari peneliti yaitu chest percussion dan squeezing) dan
kontrol (mendapatkan routine care dari staf perawat).

Kriteria inklusi:
 Pasien yang mendapatkan ventilasi mekanik lebih dari 48 jam
 Hemodinamik stabil

Kriteria ekslusi:
 Pasien yang hemodinamiknya tidak stabil
 Trauma dada
 Pasien dengan Richmond Agitation and Sedation Scale (RASS) skor > +2.

Prosedur penelitian:
 Inform consent penelitian
 Pengumpulan data demografi dilakukan peneliti menggunakan tool 1 bagian 1
(pasien demografi dan data klinis seperti umur, jenis kelamin, diagnosis, terapi
medikasi, lama rawatan ICU, RASS, parameter hemodinamik seperti CVP, MAP,
HR). Kemudian dilanjutkan pada pengkajian respirasi menggunakan tool 1 bagian
2 pengkajian respirasi pada pasien dengan ventilasi mekanik.
 Pengambilan AGD pada kelompok intervensi ataupun kelompok kontrol sebagai
baseline
 Pada kelompok intervensi dilakukan chest percussion selama 5 menit dan
setelahnya dilakukan chest squeezing selama 5 menit saat fase ekspirasi. Masing
masing teknik dilakukan 2 kali sehari
 Dilakukan pengukuran status respirasi menggunakan tools 1 bagian 2
 Sekresi sample penelitian dilakukan dengan suction dan diukur. Kemudian
dilakukan pengambilan AGD. Pengukuran SPO2 dilakukan 6 kali yaitu sebelum
tindakan, setelah disuction, pada menit ke 10, 20, 30, 60 menggunakan tool ke 2.

Kemudian data diolah menggunakan analisis statistik.

14
G. Hasil
Hasil analisis demografi sampel dengan chi square menunjukkan tidak ada perbedaan
yang bermakna antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol terkait umur (p
value 1.00, α <0,05), jenis kelamin (p value 0.297, α <0,05), lama rawatan ICU (p
value 0.472, α <0,05), durasi penggunaan ventilasi mekanik (p value 0.542, α <0,05).
Kemudian hasil pengkajian sistem antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
juga menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna, pada sistem diagnosa respirasi (p
value 1.000, α <0,05), pada diagnosa sistem kardiovaskuler (p value 0.553, α <0,05),
diagnosa sistem neurologi (p value 0.154, α <0,05), diagnosa sistem renal dan
diagnosa sistem endokrin (p value 0.154, α <0,05). Begitu juga pada penggunaan
sedasi (p value 0.150, α <0,05), terapi medikasi (p value 0.067, α <0,05), hasil
rontgen dada (p value 0.123, α <0,05).

Pada pengkajian respirasi setelah intervensi menunjukkan adanya perbedaan yang


signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada pengkajian inspeksi
(p value 0.007, 0.026, 0.038, p <0.05), yang mana pada kelompok intervensi pola
napas lebih normal dibandingkan kelompok kontrol Kemudian pada pengkajian
auskultasi juga ditemukan perbedaan yang bermakna (semua p value 0.001, p value
<0,05). Pada pengukuran hasil AGD setelah intervensi ditemukan bahwa hasil PH,
PaCO2, HCO3 dan SaO2 tidak ada perbedaan yang signifikan akan tetapi pada hasil
PO2 menunjukkan perbedaan yang signifikan yang mana kelompok intervensi
memiliki PO2 yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (p value 0.007*,
0.001*, 0,011*, 0,046*, p <0.005).

Pada hasil pengukuran SPO2 juga tidak ditemukan perbedaan bermakna antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Akan tetapi apabila dilihat pada intra
grup peningkatan SPO2 baru terlihat setelah kegiatan rutin yang kedua pada hari 1
sedangkan pada kelompok intervensi peningkatan SPO2 sudah terlihat setelah
intervensi pertama pada hari 2. Pada hasil pengukuran spesimen sampel ditemukan
perbedaan bermakna antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada jumlah
sekret dan kekentalannya (p 0.001*, p value 0<0.5). Pada kelompok intervensi
didapatkan hasil sekret lebih banyak dan lebih encer dibandingkan dengan kelompok
kontrol.

15
H. Pembahasan
Pembahasan hasil temuan dalam studi saat ini mencakup dua hal utama yaitu
karakteristik pasien dengan ventilasi mekanik dan efektivitas perkusi dada dan
squeezing pada status respirasi. Penelitian saat ini berhipotesis bahwa pasien dengan
ventilasi mekanik yang dilakukan perkusi dada dan chest squeezing menunjukkan
peningkatan status pernapasan kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas kelompok intervensi memiliki
pernapasan normal dengan inspeksi dan auskultasi dan juga takipnea dan krepitasi
berkurang pada periode pasca intervensi. Hal ini terkait dengan efek perkusi dada dan
tekanan yang memfasilitasi pengangkatan sekret yang tertahan, membantu
mengurangi resistensi jalan napas, mengoptimalkan komplians paru, dan menurunkan
kerja pernapasan. Hal ini sesuai dengan Kole dan Metgud (2014) yang melakukan
penelitian tentang pengaruh teknik lung squeeze terhadap oksigenasi pada pasien
dengan masalah pernapasan yang menemukan ada peningkatan PaO2 di sebagian
besar kelompok intervensi.

Ada perbedaan PO2 yang sangat signifikan secara statistik antara pra dan pasca
intervensi, antara dua kelompok intervensi dan kontrol. Hal ini terkait perkusi dada
dan chest squeezing membantu melepaskan dan memobilisasi sekret yang
terperangkap di jalan napas sehingga menurunkan resistensi jalan napas,
meningkatkan bersihan jalan napas, meningkatkan volume paru, mengembang
kembali atelektasis alveoli, memfasilitasi rekrutmen alveolar, meningkatkan ventilasi
alveolar, meningkatkan volume tidal, dan meningkatkan pertukaran gas dan
oksigenasi. Temuan penelitian ini sesuai dengan Meawad et al. (2018) yang
mempelajari efek terapi fisik dada modalitas pada saturasi oksigen dan tekanan parsial
oksigen arteri pada pasien dengan ventilasi mekanis, dan mereka menemukan bahwa
fisioterapi dada berperan penting dalam meningkatkan PaO2, begitu juga penelitian
Zeng, Zhang, Gong dan Chen (2017) menyimpulkan bahwa fisioterapi dada
meningkatkan PaO2.

Temuan penelitian ini mengungkapkan bahwa mayoritas kelompok intervensi pasien


memiliki rasio PaO2 / FiO2 300mmHg dalam intervensi pasca dalam penelitian ini.
Ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara pra dan pasca intervensi. Mirip
dengan penelitian ini, Kohan et al. (2014) dalam studi tentang efek kompresi tulang

16
rusuk ekspirasi (ERCC) sebelumnya, menemukan bahwa ERCC dapat meningkatkan
PaO2/FiO2. Arif, Bashir dan Noor (2014) dalam penelitian tentang efektivitas dada
fisioterapi dalam pengelolaan bronkiektasis, menemukan bahwa Fisioterapi dada
memiliki efek yang signifikan dan peningkatan SpO2. Bertentangan dan didukung
dengan temuan sebelumnya dalam waktu yang sama Borges et al. (2017) dalam studi
tentang kompresi tulang rusuk ekspirasi pada orang dewasa berventilasi mekanis
menemukan tidak ada perbedaan SPO2 antara kelompok kontrol dan intervensi SpO2.
Namun, dalam analisis intragroup, SpO2 meningkat secara signifikan pada kelompok
ERCC.

Selain itu, Ada perbedaan yang sangat signifikan secara statistik antara pra dan pasca
intervensi dan antara keduanya kelompok pasien mengenai jumlah dan viskositas
sekresi yang diekskresikan pada kelompok intervensi. Hal ini karena perkusi dada
membantu dalam mobilisasi sekret ke jalan nafas sentral, sedangkan chest squeezing
yang melakukan selama ekspirasi membantu dalam meningkatkan pembuangan
sekresi jalan napas melalui peningkatan ekspirasi aliran puncak pada pasien
berventilasi mekanis yang mengakibatkan pecahnya molekul glikoprotein,
berkurangnya lendir viskositas, dan meningkatkan pergerakan dan jumlah sekret yang
diekskresikan. Temuan sebelumnya ini sejalan dengan Yousefnia-Darzi et al. (2016)
yang melakukan penelitian tentang efek chest squeezing pada pengeluaran sekresi
saluran napas pada pasien dengan ventilasi mekanik yang melaporkan bahwa berat
sekret rata-rata yang dikeluarkan lebih banyak daripada sekret yang dikeluarkan tanpa
chest squeezing. Goncalves et al. (2016) dalam studi tentang efek chest squeezing
pada pengeluaran sekresi, paru-paru mekanik, dan pertukaran gas pada pasien dengan
ventilasi mekanik menemukan pengeluaran sekresi yang lebih besar pada kelompok
intervensi. Berlawanan dengan sebelumnya dengan Borges et al. (2017) dalam studi
tentang ERCC pada orang dewasa berventilasi mekanis yang menemukan bahwa
volume sekresi yang disuction mirip dengan kelompok kontrol.

I. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini tidak dijelaskan jarak intervensi 1 dan intervensi ke 2 kemudian
sampel penelitian masih dalam jumlah yang kecil

17
J. Implikasi Untuk Penelitian Berikutnya
Penelitian selanjutnya yaitu meneliti pengaruh penekanan dada dan kompresi tulang
rusuk ekspirasi (ERCC) pada hasil jangka panjang, seperti durasi ventilasi mekanik
dan lama rawat inap di unit perawatan intensif. Kemudian dapat dilakukan replikasi
penelitian ini pada sampel yang lebih besar untuk generalisasi hasil.

K. Kesimpulan
Berdasarkan temuan penelitian saat ini dapat disimpulkan bahwa perkusi dada dan
squeezing efektif untuk pasien dengan ventilasi mekanik karena meningkatkan
ventilasi alveolar, pertukaran gas, meningkatkan kekuatan pernapasan, dan
meningkatkan patensi jalan napas dengan mengeluarkan sekret jalan napas. Ada yang
sangat signifikan secara statistik perbedaan antara kelompok kontrol dan intervensi
mengenai jumlah dan viskositas ekskresi sekret, inspeksi pernapasan dan auskultasi
untuk kelompok intervensi. Perkusi dada dan squeezing dapat meningkatkan
parameter oksigenasi sebagai indeks kapasitas oksigenasi paru (pembacaan
PaO2/FiO2), SpO2, PaO2 dan FiO2

18
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Dalam penelitian ini Perkusi dada dan squeezing efektif untuk pasien dengan
ventilasi mekanik karena meningkatkan ventilasi alveolar, pertukaran gas,
menurunkan kekuatan pernapasan, dan meningkatkan patensi jalan napas dengan
mengeluarkan sekret jalan napas.
2. Chest squeezing masih jarang dterapkan di Indonesia pada pasien dengan ventilasi
mekanik dan masih sedikit penelitian tentang pengaruh chest squeezing pada pasien
dengan ventilasi mekanik.

B. SARAN
1. Penelitan lebih lanjut terkait maneuver ini dapat dilakukan dan dikembangkan pada
variabel berbeda seperti pengaruhnya terhadap hemodinamik ataupun volume tidal.
2. Evidence based terkait dengan maneuver ini dapat dilakukan di ruang Intensive Care
Unit.
3. Fisioterapi dada dengan teknik ini dapat dikembangkan dalam pelayanan dengan
melakukan pelatihan dan workshop berkala tentang maneuver ini untuk
meningkatkan pengetahuan perawat, melakukan audit berkala dan umpan balik
tentang implementasi manuver untuk menciptakan kesadaran dan memotivasi
perawat sehingga dapat memberikan intervensi keperawatan berkualitas berdasarkan
evidence based practice.

19
DAFTAR PUSTAKA

Arici, E., Can, M., & Yildiz, R. (2016). Weaning from Mechanical Ventilation Driven by
non-Physician Professionals Versus Physicians. International Journal of Caring
Sciences, 9(1), 274.
Avena, K., Duarte, A., Cravo, S., Sologuren, M., & Gastaldi, A. (2008). Effects of manually
assisted coughing on respiratory mechanics in patients requiring full ventilatory
support. 2(2), 25–32.
Booker, K. J. (2015). Critical Care Nursing Monitor and Treatment for Advanced Nursing
Practise. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Borges, L. F., Saraiva, M. S., Saraiva, M. A. S., Macagnan, F. E., & Kessler, A. (2017).
Manobra de compressão torácica expiratória em adultos ventilados mecanicamente:
Revisão sistemática com metanálise. Revista Brasileira de Terapia Intensiva, 29(1), 96–
104. https://doi.org/10.5935/0103-507X.20170014
Bousarri, M. P., Shirvani, Y., Agha-Hassan-Kashani, S., & Nasab, N. M. (2014). The effect
of expiratory rib cage compression before endotracheal suctioning on the vital signs in
patients under mechanical ventilation. Iranian Journal of Nursing and Midwifery
Research, 19(3), 285–289.
Coccia, C. B. I., Palkowski, G. H., Schweitzer, B., Motsohi, T., & Ntusi, N. A. B. (2016).
Dyspnoea: Pathophysiology and a clinical approach. South African Medical Journal,
106(1), 32–36. https://doi.org/10.7196/SAMJ.2016.v106i1.10324
Comisso, I., Lucchini, A., Bambi, S., Giusti, G. D., & Manici, M. (2018). Nursing in critical
care setting: An overview from basic to sensitive outcomes. In Nursing in Critical Care
Setting: An Overview from Basic to Sensitive Outcomes. https://doi.org/10.1007/978-3-
319-50559-6
Guimarães, F. S., Lopes, A. J., Constantino, S. S., Lima, J. C., Canuto, P., & de Menezes, S.
L. S. (2014). Expiratory rib cage in mechanically ventilated subjects: A randomized
crossover trial. Respiratory Care, 59(5), 678–685.
https://doi.org/10.4187/respcare.02587
Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2014). Brunner & Suddath’s Textbook of Medical-Surgical
Nursing 13th edition. In Foreign Affairs (13th ed.). Lippincott Williams & Wilkins.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Ignatavius, D., Workman, M. L., Blair, M., & Winkelman, C. (2016). MEDICAL-SURGICAL
NURSING Patient-Centered Collaborative Care Eigth Editition.
http://www.ghbook.ir/index.php?name=‫ای‬ZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZ‫انه ه‬ZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZ‫گ و رس‬ZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZ‫فرهن‬
‫&نوین‬option=com_dbook&task=readonline&book_id=13650&page=73&chkhashk=ED9
C9491B4&Itemid=218&lang=fa&tmpl=component
Kole, J., & Metgud, D. (2014). Effect of lung squeeze technique and reflex rolling on
oxygenation in preterm neonates with respiratory problems: A randomized controlled
trial. Indian Journal of Health Sciences, 7(1), 15. https://doi.org/10.4103/2349-

20
5006.135028
Longhini, F., Bruni, A., Garofalo, E., Ronco, C., Gusmano, A., Cammarota, G., Pasin, L.,
Frigerio, P., Chiumello, D., & Navalesi, P. (2020). Chest physiotherapy improves lung
aeration in hypersekretive critically ill patients: A pilot randomized physiological study.
Critical Care, 24(1), 1–10. https://doi.org/10.1186/s13054-020-03198-6
Mcevoy, M. T., & Shander, A. (2015). the I Ntensive C Are U Nit : American Journal of
Critical Care, 24(800), 474–479. https://doi.org/10.4037/ajcc2013729
Moorhead, S. A., McCloskey, J. C., & Bulechek, G. M. (1993). Nursing Interventions
Classification. In JONA: The Journal of Nursing Administration (Vol. 23, Issue 10).
https://doi.org/10.1097/00005110-199310000-00007
Nwakanma, C. C., & Wright, B. J. (2019). Extubation in the Emergency Department and
Resuscitative Unit Setting. Emergency Medicine Clinics of North America, 37(3), 557–
568. https://doi.org/10.1016/j.emc.2019.03.004
Pakmehr, M., Rahnama, M., Firouzkouhi, M., & Abdollahimohammad, A. (2017). Lived
experience of intubated patients: A phenomenological study. Indian Journal of Public
Health Research and Development, 8(1), 296–301. https://doi.org/10.5958/0976-
5506.2017.00059.6
Pham, T., Brochard, L. J., & Slutsky, A. S. (2017). Mechanical Ventilation: State of the Art.
Mayo Clinic Proceedings, 92(9), 1382–1400.
https://doi.org/10.1016/j.mayocp.2017.05.004
Spapen, H. D., Regt, J. De, & Honoré, P. M. (2017). Chest physiotherapy in mechanically
ventilated patients without pneumonia-a narrative review. Journal of Thoracic Disease,
9(1), E44–E49. https://doi.org/10.21037/jtd.2017.01.32
Volpe, M. S., Guimarães, F. S., & Morais, Ca. C. A. (2020). Airway clearance techniques for
mechanically ventilated patients: Insights for optimization. Respiratory Care, 65(8),
1174–1188. https://doi.org/10.4187/respcare.07904
Yousefnia-Darzi, F., Hasavari, F., Khaleghdoost, T., Kazemnezhad-Leyli, E., & Khalili, M.
(2016). Effects of thoracic squeezing on airway sekretion removal in mechanically
ventilated patients. Iranian Journal of Nursing and Midwifery Research, 21(3), 337–
342. https://doi.org/10.4103/1735-9066.180374
Zisk-Rony, R. Y., Weissman, C., & Weiss, Y. G. (2019). Mechanical ventilation patterns and
trends over 20 years in an Israeli hospital system: Policy ramifications. Israel Journal of
Health Policy Research, 8(1), 1–10. https://doi.org/10.1186/s13584-019-0291-y

21

Anda mungkin juga menyukai