Dosen Pembimbing :
Enung Mardiyana H.,S.Kep.,Ns.,M.Kes
Di Susun Oleh Kelompok 2 :
1. Adelia Dwining A (P27820122001)
2. Aisyah Fadhilah (P27820122003)
3. Bebby Marsha W (P27820122011)
4. Chikmatul Nuril F (P27820122013)
5. Fanny Rahma P (P27820122020)
6. Galuh Indra Laksana (P27820122021)
7. Laura Ratna Juwita (P27820122026)
8. Lia Nur Ervani (P27820122027)
9. Mazidatun Ni’mah (P27820122028)
10. Mbarep Ramadhani M (P27820122029)
11. Mella Nanda Salsa M (P27820122030)
12. Naia Zahra Avrilla N (P27820122036)
13. Perlita Kurnia Cindy (P27820122037)
Puji syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Sop dan
Modul Resussitasi Bayi Asfiksia {Pemberian dengan VTP (Ventilasi Tekanan Positif) dan
Kompres Dada}” dengan baik dan lancar tanpa kendala. Makalah ini disusun sebagai
salah satu bentuk pemenuhan tugas mata kuliah PONEK, Kelas Reguler A, Politeknik
Kesehatan Kemenkes Surabaya. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, Penulis berharap kritik dan saran demi kesempurnaan
pembuatan makalah di masa yang akan datang. Akhirnya, Penulis berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya masyarakat dan mahasiswa Jurusan
Kesehatan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Resusitasi merupakan upaya untuk mengembalikan bayi baru lahir dengan
asfiksia berat menjadi keadaan yang lebih baik dapat bernafas atau menangis
spontan dan denyut jantung menjadi teratur.Menurut WHO, setiap tahunnya, kira-
kira 35 (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hamper 1 juta
bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak
57% meninggal pada masa BBL (usia di bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat
satu BBL yang meninggal. Penyebab kematian BBL di Indonesia adalah bayi
berat lahir rendah (29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi
lain dan kelainan congenital.
Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi
penyebab utama kematian BBL adalah pelayanan antenatal yang berkualitas,
asuhan persalinan normal/dasar dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga
professional. Untuk menurunkan kematian BBL karena asfiksia, persalinan harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan
manajemen asfiksia pada bayibaru lahir. Kemampuan dan keterampilan ini
digunakan setiap kali menolong persalinan. Makalah ini berisi SOP dari
resussitasi bayi asfiksia.
1
1.4 Manfaat Penelitian
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan pengertian dari
ressusitasi bayi baru lahir
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan pengertian dari asfiksia
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami standar operasional
prosedur dari resussitasi bayi asfiksia
2
BAB 2
PEMBAHASAN
3
Resusitasi adalah pernafasan dengan menerapkan masase jantung dan pernafasan
buatan. (Kamus Kedokteran, Edisi 2000).
Resusitasi adalah tindakan untuk menghidupkan kembali atau memulihkan
kembali kesadaran seseorang yang tampaknya mati sebagai akibat berhentinya
fungsi jantung dan paru, yang berorientasi pada otak (Tjokronegoro, 1998).
Sedangkan menurut Rilantono, dkk (1999) resusitasi mengandung arti harfiah
"menghidupkan kembali", yaitu dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan
untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis.
Resusitasi jantung paru terdiri atas dua komponen utama yakni: bantuan hidup
dasar (BHD) dan bantuan hidup lanjut (BHL). Selanjutnya adalah perawatan
pasca resusitasi.
2. Tujuan Asfiksia
a. Memberikan ventilasi yang adekuat.
b. Membatasi kerusakan serebi.
c. Pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen
kepada otak, jantung dan alat-alat vital lainnya.
d. Untuk memulai atau mempertahankan kehidupan ekstra uteri.
2.3 Standar Operasional Prosedur dari Resussitasi Bayi Asfiksia
Standar Operasional Prosedur dari Resussitasi Bayi Asfiksia
Pengertian Asfiksia adalah suatu keadaan bayi tidak bernafas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir
Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah langkah petugas untuk
menegakkan diagnose dan penatalaksanaan asfiksia sesuai sop.
Kebijakan SK Kepala UPTD Puskesmas Kadipaten Nomor:445.4/
03/Admen/2018 Tentang peningkatan mutu dan kinerja
puskesmas, sasaran kinerja ukm, dan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien UPTD puskesmas kadipaten
Indikasi 1. Dilakukan pada bayi baru lahir yang mengalami
sumbatan jalan napas
2. Dilakukan pada bayi yang mengalami kesulitan bernapas
atau tidak bernapas
3. Dilakukan pada bayi baru lahir yang mengalami henti
jantung.
4. Diberikan ventilasi positip bila pernapasan tersengal atau
apnue, denyut jantung < 100 x/mnt, sianosis sentral
menetap meskipun telah diberikan oksigen
5. Dilakukan pijatan jantung luar bila denyut jantung < 60
x/mnt
Alat dan Bahan 1. Radiant atau infant warmer
2. Sarung tangan steril
3. Masker
4
4. Jubah steril
5. Stetoskop
6. Termometer
7. Monitor saturasi perifer
8. 2 buah kain pengering dan topi
9. Handuk penghangat
10. Kantung plastik untuk neonatus dengan berat lahir <
1500 gram
11. Gunting
12. Mikropor
13. Penjepit tali pusat/ tali kasur steril
14. Tabung gas oksigen blender (Oksigen fraksi O2 100%
dengan udara bebas fraksi O2 21%) (5-8 Liter/ menit)
15. AIRWAY
a. Pipa orofaring atau sungkup laring ( LMA)
b. Laringoskop bayi dan daun lurus no.00, 0 dan
c. Stilet/mandrine
d. Pipa endotrakreal tanpa cuff no. 2.5, 3.0, 3.5, 4.0
e. Suction catheter no 8, 10, 12, dan 14F
16. BREATHING
a. Sungkup muka bayi aterm dan prematur
b. Ambu bag bayi (balon mengembang sendiri 250 ml)
dan katup TPAE (Tekanan positif akhir ekspirasi) 5-
7 cmH2O
c. Monitor saturasi
d. T-piece rescucitator(Mix Safe, Neo Puff) atau dengan
Jackson Rees bila sudah bernapas namun belum
adekuat
e. Selang end to end
17. CIRCULATION
a. Obat–obatan resusitasi: adrenalin, naloxon, atropin,
morfin, midazolam
b. Kanula IV no. 24 atau wing needle dan three way
c. Selang infus mikro drip
d. Spuit 1, 3, 5, 10, 20, dan 50 cc
e. Kassa steril
f. Alkohol swab
g. Cairan NaCl 0,9%, D10
h. Umbilical catheter
i. Orogastric tube (OGT) no. 3 dan 5
Prosedur Persiapan
1. Menanyakan riwayat ante natal care (ANC)dan faktor
risiko ibu dan bayi
5
2. Menyiapkan dan memeriksa semua kelengkapan alat
3. Radiant warmer di nyalakan dan alas kain serta bantalan
bahu bayi dipasang (selimut setebal 2 cm)
Bayi Lahir
1. Terima bayi dengan selembar kain kering.
2. Evaluasi usaha napas (bernapas atau menangis) dan
tonus otot.
Langkah Awal
1. Nyalakan pencatat waktu.
2. Pastikan bayi tetap hangat: baringkan bayi di bawah
pemanas radiant yang telah dihangatkan dengan posisi
kepala didepan penolong
3. Atur posisi dan bersihkan jalan napas.
a. Bersihkan mulut dan hidung bayi dengan penghisap.
Posisikan bayi terlentang, kepala posisi netral jangan
melakukan ekstensi yang berlebihan. Jika pernapasan
dangkal atau tersengal-sengal segera hisap lendir
mulai dari mulut kemudian hidung. Pengisapan
jangan terlalu dalam tidak lebih 5 cm dari mulut pada
bayi cukup bulan dan tidak boleh lama (beberapa
detik).
b. Jika ketuban keruh atau bercampur mekonium kental
bila bayi menunjukkan usaha napas baik, tonus otot
baik, dan LDJ lebih dari 100 kali/ menit , cukup
bersihkan mekonium dari mulut dan hidung dengan
balon penghisap biasa namun bila bayi tidak bugar
dapat dilakukan dengan kateter penghisap ukuran 12
F atau 14 F.
4. Keringkan kepala dan seluruh tubuh bayi kemudian
singkirkan kain basah.
Pada bayi dengan berat ≤ 1500 gram, bayi langsung
dibungkus plastik bening tanpa dikeringkan terlebih
dahulu, kecuali wajahnya, kemudian dipasang topi. Bayi
tetap dapat distimulasi walaupun dibungkus plastik.
Rangsangan Taktil
1. Jika pengeringan dan pengisapan lendir tidak
merangsang bayi untuk bernapas secara baik, lakukan
rangsangan berupa tepukan/ menyentil telapak kaki,
6
menggosok atau menepuk punggung/ perut/ dada/
ekstremitas bayi.
2. Posisikan kembali.
Melakukan VTP
1. Penilaian awal VTP (setelah 15 detik)
a. Jika LDJ naik, dada mengembang (VTP efektif),
lanjutkan VTP 15 detik lagi.
7
b. Jika LDJ tidak naik, dada mengembang, lanjutkan
VTP 15 detik lagi.
c. Jika LDJ tidak naik, dada tidak mengembang,
evaluasi sungkup, reposisi, isap, buka mulut, tekanan
dinaikan, alternatif jalan napas (pikirkan intubasi)
(MRSOPA) sampai dada mengembang, lanjutkan
VTP ini sampai 30 detik.
2. Penilaian kedua VTP
a. Jika LDJ > 100 kali per menit napas adekuat stop
VTP dan berikan oksigen nasal atau
b. Jika LDJ 60-99 kali per menit, evaluasi ventilasi
lanjutkan
c. Jika LDJ < 60 per menit, evaluasi ventilasi,
pertimbangkan intubasi. Jika VTP sudah
menggunakan fraksi oksigen 100%, dan LDJ masih
kurang dari 60 x per menit
d. Lakukan kompresi dada. Kompresi dada dilakukan
setelah bayi terintubasi. Observasi LDJ dan usaha
napas setiap 60 detik.
e. JIka setelah intubasi dan kompresi dada LDJ masih
kurang dari 60 kali per menit maka pertimbangkan
pemberian obat dan cairan intravena.
8
14. Fiksasi ETT dengan tali kendali dan hypafix
15. Hubungkan dengan Balon tidak mengembang sendiri
atau T-piece resucitator
Setiap bayi yang diintubasi wajib dilakukan pemasangan
OGT
9
9. Jika LDJ lebih dari 60 kali/menit, hentikan kompresi dan
lanjutkan ventilasi dengan kecepatan 40-60 kali
pompa/menit.
10. Jika LDJ kurang dari 60 kali/menit, setelah ventilasi
adekuat dan kompresi dada dilakukan dengan benar,
pertimbangkan pemberian obat dan cairan intravena.
11. Adrenalin diberikan dalam dosis 10-30 mikrogram/kgBB
(0,1-0,3 mL/kgBB dari larutan 1:10.000) secara bolus
atau dorongan cepat, bisa diulang tiap beberapa menit
sekali bila LDJ masih dibawah 60 kali/menit.
10
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asfiksia neonatrum merupakan keadaan yang sering terjadi dan
merupakan kasus dengan angka kematian yang cukup tinggi pada neonates dan
merupakan penentu yang paling penting untuk menentukan peluang bertahan,
pertumbuhan, dan perkembangan di masa depannya. Manajemen asfiksia
neonatorum yang adekuat dapat menurunkan angka kecacatan dan kematian bayi.
Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi
penyebab utama kematian BBL adalah pelayanan antenatal yang berkualitas,
asuhan persalinan normal/dasar dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga
professional. Untuk menurunkan kematian BBL karena asfiksia, persalinan harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan
manajemen asfiksia pada bayibaru lahir. Kemampuan dan keterampilan ini
digunakan setiap kali menolong persalinan
3.2 Saran
Tentunya kami telah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas
masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya kami
akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan
pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para
pembaca.
11
DAFTAR PUSTAKA
12