Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Resusitasi Jantung Paru


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konsep Dasar Keperawatan Anestesi

Dosen Pengampu :
Tata Juarta SKM., SPd., MHKes

Disusun Oleh :
Kelompok 1

Fiqri Fachrudin (211FI03051)


Mutmainnah Mukhlisa (211FI03058)
Siti Nur Ajijah (211FI03067)
Septira Zara Nurhaliza (211FI03069)
Muhammad Kadhafy Ramadhannu (211FI03072)
Rani Muwaddatul Muslimat (211FI03083)
Rifki Rahman Hakim (211FI03096)

PROGRAM STUDI D4 KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah dan hidayah-Nya kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “RESUSITASI JANTUNG
PARU” ini sebagai bentuk pengajuan tugas dari mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan
Anestesi oleh Bapak Tata Juarta SKM., SPd., MHKes. Kami mengucapkan terimakasih untuk
dosen pengampu serta teman-teman mahasiswa yang berkontribusi secara langsung maupun
tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan di dalam makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
diharapkan untuk kesempurnaan makalah ini.

Bandung, Desember 2021

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. 2


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 3
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ....................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................. 5
C. Tujuan ..................................................................................................................................... 5
BAB II ............................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 6
A. Pengertian Resusitasi Jantung Paru ...................................................................................... 6
B. Indikasi Melakukan Resusitasi Jantung Paru ....................................................................... 6
C. Langkah Sebelum Memulai Resusitasi Jantung Paru (RJP) ............................................... 7
D. Henti Nafas............................................................................................................................. 7
E. Henti Jantung .......................................................................................................................... 8
F. Teknik Resusitasi Jantung Paru (kompresi).......................................................................... 9
BAB III ......................................................................................................................................... 15
PENUTUP .................................................................................................................................... 15
A. Kesimpulan .......................................................................................................................... 15
B. Saran ..................................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Resusitasi jantung paru (RJP) adalah metode untuk mengembalikan fungsi


pernapasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas dan henti jantung
yang tidak diharapkan mati padasaat itu. Metode ini merupakan kombinasi pernapasan
buatan dan bantuan sirkulasi yang bertujuan mencukupi kebutuhan oksigen otak dan
substrat lain sementara jantung dan parutidak berfungsi. Keberhasilan RJP
dimungkinkan oleh adanya interval waktu antaramati klinis dan mati biologis, yaitu
sekitar 4 - 6 menit. Dalam waktu tersebut mulai terjadi kerusakan sel-sel otak
rangkemudian diikuti organ-organ tubuh lain. Dengan demikian pemeliharaan perfusi
serebral merupakan tujuan utama pada RJP. Panduan terbaru (2010) yang dikeluarkan
oleh AHA lebih menekankan pada penanganan “CAB” (Chest Compression, Airway,
Breathing) yaitu dengan terlebih dahulu melakukan kompresi dada, memeriksa jalan
napas kemudian melakukan pernapasan buatan. Panduan ini juga mencatat bahwa
pernapasan buatan melalui mulut boleh tidak dilakukan pada kekhawatiran terhadap
orang asing dan kurangnya pelatihan formal. Sebenarnya, seluruh metode ini
memilikitujuanyang sama, yaitu membuat aliran darah dan oksigen tetap
bersirkulasisecepat mungkin.
Panduan “Resusitasi Jantung Paru” terbaru ini menjadi lebih mudah dilakukan
juga bagi orangawam karena menekankan pada kompresi dada untuk mempertahankan
aliran darah dan oksigen dalam darah tetap mengalir ke jantungdan otak. Kompresi
dada memang cenderung lebih mudah untuk dilakukan, dan setiap orang dapat
melakukannya. Kompresi dada dapat dilakukan dengan meletakkan satutangan di atas
tangan yang lain dan menekan dengan kuat padadada korban. Panduan RJP yang baru
inimenekankan bahwa penolong harus berfokus memberikan kompresi sekuat dan
secepat mungkin , 100 kali kompresi dada per menit, dengan kedalaman kompresi
sekitar 5-5,5 cm. Dan,sangat penting untuk tidak bersandar pada dada ketika melakukan
kompresi dada padakorban. Penolong tidak perlu takut dan ragu untuk melakukan
kompresi dada yang dalam karena risiko ketidak berhasilan justru terjadi ketika
kompresi dada yang dilakukan kurang dalam.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Resusitasi Jantung Paru ?
2. Apa saja indikasi Resusitasi Jantung Paru ?
3. Apa saja langkah sebelum memulai Resusitasi Jantung Paru ?
4. Apa saja teknik Resusitasi Jantung Paru ?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui tentang Resusitasi Jantung Paru
2. Dapat mengetahui tentang Teknik Resusitasi Jantung Paru
3. Dapat mengetahui tentang Resusitasi Jantung Paru pada bayi, anak dan Dewasa

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Resusitasi Jantung Paru

Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan
sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah
kematian biologis. Resusitasi jantung paru (RJP) atau juga dikenal dengan Cardio
Pulmonier Resusitation (CPR) merupakan gabungan antara pijat jantung dan
pernafasan buatan. Teknik ini diberikan pada korban yang mengalami henti jantung dan
nafas, tetapi masih hidup. Komplikasi dari teknik ini adalah pendarahan hebat. Jika
korban mengalami pendarahan hebat, maka pelaksanaan RJP akan memperbanyak
darah yang keluar sehingga kemungkinan korban akan meninggal dunia lebih besar.
Namun, jika korban tidak segera diberi RJP, korban juga akan meninggal dunia.
Resusitasi Jantung Paru harus segera dilakukan dalam 4-6 menit setelah ditemukan
terjadinya henti nafas dan henti jantung untuk mencegah kerusakan sel-sel otak dan
lain-lain. Jika penderita ditemukan bernafas namun tidak sadar, maka posisikan dalam
keadaan yang mantap agar jalan nafas tetap bebas dan sekret dapat keluar dengan
sendirinya. Oleh karena itu, berhasil atau tidaknya tindakan RJP tergantung cepatnya
dilakukan tindakan dan tepatnya teknik yang dilakukan

1. Mati Klinis
Tidak ditemukan adanya pernafasan dan denyut nadi, bersifat reversibel,
penderita punya kesempatan waktu 4 – 6 menit untuk dilakukan resusitasi tanpa
kerusakan otak.
2. Mati Biologis
Biasanya terjadi dalam waktu 8 – 10 menit dari henti jantung, dimulai dengan
kematian sel otak, bersifat irreversibel (kecuali berada di suhu yang ektrim dingin,
pernah dilaporkan melakukan resusitasi selama 1 jam/ lebih dan berhasil).

Catatan : Pada korban yang sudah tidak ada refleks mata dan terjadi kerusakan
batang otak tidak perlu dilakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).

B. Indikasi Melakukan Resusitasi Jantung Paru


1. Henti Nafas (Apneu)
Dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi pernapasan
baik di sentral maupun perifer. Berkurangnya oksigen di dalam tubuhakan
memberikan suatu keadaan yang disebut hipoksia. Frekuensi napas akanlebih cepat
dari pada keadaan normal. Bila perlangsungannya lamaakanmemberikan kelelahan
pada otot-otot pernapasan. Kelelahan otot-otot napas akanmengakibatkanterjadinya
penumpukan sisa-sisa pembakaran berupa gas CO2, kemudian mempengaruhi SSP
denganmenekan pusat napas. Keadaan inilah yangdikenal sebagai henti nafas.

6
2. Henti Jantung (Cardiac Arrest)
Otot jantung juga membutuhkan oksigen untuk berkontraksi agar darah dapat
dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Dengan berhentinya nafas, maka
oksigen akan tidak ada sama sekali di dalam tubuh sehingga jantung tidak dapat
berkontraksi dan akibatnya henti jantung (cardiac arrest).

C. Langkah Sebelum Memulai Resusitasi Jantung Paru (RJP)


1. Penentuan Tingkat Kesadaran (Respon Korban)
Dilakukan dengan menggoyangkan korban. Bila korban menjawab, maka
korban dalam keadaan baik. Tetapi bila tidak ada respon, maka perlu ditindaki
segera.
2. Memanggil Bantuan (call for help)
Bila petugas hanya seorang diri, jangan memulai RJP sebelum memanggil
bantuan.
3. Posisi Korban
Korban harus dalam keadaan terlentang pada dasar yang keras (lantai, long
board). Bila dalam keadaan telungkup, korban dibalikkan. Bila dalam keadaan
trauma, pembalikan dilakukan dengan “Log Roll”
4. Posisi Penolong Korban di Lantai
Penolong berlutut di sisi kanan korban.
5. Pemeriksaan Pernafasan
Yang pertama harus selalu dipastikan adalah
• airway dalam keadaan baik
• Tidak terlihat gerakan otot nafas
• Tidak ada aliran udara via hidung. Dapat dilakukan dengan menggunakan
teknik lihat dengan dan rasa, bila korban bernafas maka korban tidak perlu
RJP.
6. Pemeriksaan Sirkulasi
• Pada orang dewasa tidak ada denyut nadi carotis
• Pada bayi dan anak kecil tidak ada denyut nadi brachialis
• Tidak ada tanda-tanda sirkulasi
• Bila ada pulsasi dan korban bernafas, nafas buatan dapat dihentikan. Tetapi
bila ada pulsasi dan korban tidak bernafas, maka nafas buatan diteruskan
dan bila tidak ada pulsasi maka dilakukan RJP.

D. Henti Nafas
Pernafasan buatan diberikan dengan cara :
1. Mouth to Mouth Ventilation
Cara langsung sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi (terutama hepatitis,
HIV) karena itu harus memakasi “barrie device” (alat perantara). Dengan cara ini
akan dicapai konsentrasi oksigen hanya 18%.

7
- Tangan kiri penolong menutup hidung korban dengan cara memijitnya dengan
jari telunjuk dan ibu jari, tangan kanan penolong menarik dagu korban ke atas.
- Penolong menarik napas dalam-dalam, kemudian letakkan mulut penolong ke
atasmulut korban sampaimenutupi seluruh mulut korban secara pelan-pelan
sambilmemperhatikan adanya gerakan dada korbansebagai akibat dari tiupan
napaspenolong.Gerakan ini menunjukkan bahwa udara yang ditiupkan oleh
penolongitu masuk ke dalam paru-parukorban.
- Setelah itu angkat mulut penolong dan lepaskan jari penolong dari hidung
korban.Hal ini memberikankesempatan pada dada korban kembali ke posisi
semula

2. Mouth to Stoma
Dapat dilakukan dengan membuat Krikotiroidektomi yang kemudian
dihembuskan udara melalui jalan yang telah dibuat melalui prosedur
Krikotiroidektomi tadi.

3. Mouth to Mask
Ventilation pada cara ini udara ditiupkan ke dalam mulut penderita dengan
bantuan facemask.

4. Bag Valve Mask Ventilation (Ambu Bag)


Dipakai alat yang ada bag dan mask dengan di antaranya ada katup. Untuk
mendapatkan penutupan masker yang baik, maka sebaliknya masker dipegang satu
petugas sedangkan petugas yang lain memompa.

5. Flow Restricted Oxygen Powered Ventilation (FROP)


Pada ambulans dikenal sebagai “ OXY – Viva “.Alat ini secara otomatis
akanmemberikan oksigen sesuai ukuran aliran (flow) yang diinginkan.Bantuan
jalan napas dilakukan dengan sebelumnya mengevaluasi jalan napaskorban apakah
terdapat sumbatanatau tidak. Jika terdapat sumbatan makahendaknya dibebaskan
terlebih dahulu.

E. Henti Jantung
RJP dapat dilakukan oleh satu orang penolong atau dua orang penolong. Lokasi titik
tumpukompresi.
1. 1/3 distal sternum atau 2 jari proksimal Proc. Xiphoideus
2. Jari tengah tangan kanan diletakkan di Proc. Xiphoideus, sedangkan jari telunjuk
mengikuti
3. Tempatkan tumit tangan di atas jari telunjuk tersebut
4. Tumit tangan satunya diletakkan diatas tangan yang sudah berada tepat di titik pijat
jantung
5. Jari – jari tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dada korban

8
F. Teknik Resusitasi Jantung Paru (kompresi)
1. Kedua lengan lurus dan tegak lurus pada sternum
2. Tekan ke bawah sedalam 4-5 cm
• Tekanan tidak terlalu kuat
• Tidak menyentak
• Tidak bergeser/ berubah tempat
3. Kompresi ritmik 100 kali/menit (2 pijatan/ detik)
4. Fase pijatan dan relaksasi sama (1:1)
5. Rasio pijat dan nafas 30 : 2 (15 kali kompresi : 2 kali hembusan)
6. Setelah empat siklus pijat nafas, evaluasi sirkulasi untuk menyelamatkan nyawa
sampai korban dapat dibawa atau tunjangan hidup lain jutaan sudah tersedia. Disini
termasuk langkah-langkah ABC dari RKP :
• A (Airway) : jalan nafas terbuka
• B (Breathing) : pernapasan, pernapasan buatan RKP
• C (Circulation) : sirkulasi, sirkulasi buatan.
Indikasi tunjangan hidup dasar terjadi karena :

1. Henti nafas
2. Henti jantung yang dapat terjadi karena :
- Kolaps kardiovaskular
- Fibrilasi ventrikel
- Asistole ventrikel.
Pernafasan buatan membuka nafas dan pemulihan pernapasan adalah dasar
pernapasan buatan. Cara mengetahui adanya sumbatan jalan nafas dan apne.

• Resusitasi Jantug Pada Bayi dan Anak


Hal yang harus diperhatikan jika RJP pada bayi dan anak :
1. Saluran Pernafasan (A = Airway)
Hati-hatilah dalam memegang bayi sehingga anda tidak mendongakkan
kepala bayi dengan berlebihan. Leher bayi masih terlalu lunak sehingga
dongakan yang kuat justru bisa menutup saluran pernafasan.
2. Pernafasan ( B = Breathing)
Pada bayi yang tidak bernafas, jangan mencoba menjepit hidungnya. Tutupi
mulut dan hidungnya dengan mukut anda lalu hembuskan dengan perlahan
(1 hingga 1,5 detik/ nafas) dengan menggunakan volume yang cukup untuk
membuat dadanya mengembang. Pada anak kecil, jepit hidungnya, tutupi
mulutnya, dan berikan hembusan seperti pada bayi.
3. Peredaran Darah (C = Circulation)
Pemeriksaan denyut :
Pada bayi untuk menentukan ada atau tidaknya denyut nadi adalah dengan
meraba bagian dalam dari lengan atas pada bagian tengah antara siku dan
bahu. Pemeriksaan denyut pada anak kecil sama dengan orang dewasa.

9
a. Resusitasi jantung paru pada bayi (<1 tahun)
- 2-3 jari atau kedua ibu jari
- Titik kompresi pada garis yang menghubungkan kedua papilla mammae
- Rasio pijat : napas (15 : 2)
- Setelah tiga siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi
b. Resusitasi Jantung Paru pada anak-anak (1-8 tahun)
- Satu telapak tangan
- Titik kompresi pada satu jari di atas Proc. Xiphoideus
- Kompresi ritmik 5 pijatan / 3 detik atau kurang lebih 100 kali/ menit
- Rasio pijat : nafas (30 : 2).
- Setelah tiga siklus pijat nafas, evaluasi sirkulasi
-
A. Bantuan Hidup Dasar
1. Airway (jalan nafas)
Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatya pembukaan jalan nafas.
Caranya ialah segera menekuk kepala korban ke belakang sejauh mungkin,
posisi terlentang kadang-kadang sudah cukup menolong karena sumbatan
anatomi akibat lidah jatuh ke belakang dapat dihilangkan. Kepala harus
dipertahankan dalam posisi ini. Nila tindakan ini tidak menolong, maka rahang
bawah ditarik ke depan. Caranya sebagai berikut :
- Tarik mendibula ke depan dengan ibu jari
- Sambil mendorong kepala ke belakang
- Kemudian buka rahang bawah untuk memudahkan bernafas melalui
hidung atau mulut
- Penarikan rahang bawah paling baik dilakukan bila penolong berada
pada bagian puncak kepala korban. Bila korban tidak mau bernafas
spontan, penolong harus pindah ke samping korban untuk segera
melakukan pernafasan buatan mulut ke mulut ke hidung (5,6,7)

2. Breathing (Pernafasan)
Dalam melakukan pernafasan mulut ke mulut penolong menggunaka satu
tangan dibelakang leher korban sebagai ganjalan agar kepala tetap tertarik ke
belakang tangan yang lain menutup hidung korban (dengan ibu jari dan
telunjuk) sambil turut menekan dahi korban ke belakang. Penolong menghirup
nafas dalam kemudian meniupkan udara ke dalam mulut korban dengan kuat.
Ekspirasi korban adalah secara pasif, sambil diperhatikan gerakan dada waktu
mengecil. Siklus ini diulang satu kali tiap lima detik selama pernafasan masih
belum ade kuat. Pernafasan yang ade kuat dinilai tiap kali tiupan oleh
penolong, yaitu perhatikan langkah berikut :
- Gerakan dada waktu membesar dan mengecil
- Merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban waktu
mengembung
- Dengan suara dan rasakan udara yang keluar waktu ekspirasi

10
- Tiupan pertama ialah 4 kali tiupan cepat, penuh, tanpa menunggu paru
korban mengecil sampai batas habis

3. Circulation (Sirkulasi Buatan)


Sering disebut juga dengan Kompresi Jantung Luar (KJL). Henti jantung
(cardiacarrest) merupakan hentinya jantung dan peredaran darah secara tiba-
tiba, pada seseorang yang tadinya tidak apa-apa merupakan keadaan darurat
yang paling gawat. Sebab-sebab henti jantung sebagai berikut :
- Afiksi dan Hipoksi
- Serangan jantung
- Syok listrik
- Obat-obatan
- Reaksi sensitifitas
- Kateterasi jantung
- Anestesi

Untuk mencegah mati biologi (serebral death), pertolongan harus diberikan


dalam 3 atau 4 menit setelah hilangnya sirkulasi. Bila terjadi henti jantung
yang tidak terduga, maka langkah-langkah ABC dari tunjangan hidup dasar
harus segera dilakukan, termasuk pernafasan dan sirkulasi buatan. Henti
jantung diketahui dari :
- Hilangnya denyut pada arteri besar
- Korban tidak sadar
- Hilangnya gerakan bernafas atau megap-megap.

Pada henti jantung yang tidak diketahui, penolong pertama-tama membuka


jalan nafas dengan menarik kepala ke belakang. Bila korban tidak bernafas,
segera tiau paru korban 3-5 kali lalu raba denyut arteri carotis. Peraba arteri
carotis lebih dianjurkan karena :
- Penolong sudah berada di daerah kepala korban untuk melakukan
pernafasan buatan
- Daerah leher biasanya terbuka, tidak perlu melepas pakaian korban
- Arteri karotis adalah sentral dan kadang-kadang masih berdenyut
sekalipun daerah perifer lainnya tidak teraba lagi. Bila teraba kembali
denyut nadi, teruskan ventilasi. Bila denyut nadi hilang atau diragukan,
maka ini adalah indikasi untuk memulai sirkulasi buatan dengan
kompresi jantung luar. Kompresi jantung luar harus disertai dengan
pernafasan buatan (5,7)

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan ABC RJP tersebut adalah :

1. RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan alasan apapun


2. Tidak perlu memindahkan penderita ke tempat yang lebih baik, kecuali
bila ia sudah stabil

11
3. Jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung tulang dada, karena
dapat berakibat robeknya hati
4. Diantaranya tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi
melekat pada sternum, jari-jari jangan menekan iga korban
5. Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur
dan tidak terputus
6. Perhatikan komplikasi yang mungki karena RJP

ABC RJP dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung dapat
memberi kemungkinan beberapa hasil, yaitu :

1. Korban menjadi sadar kembali


2. Korban dinyatakan mati, ini dapat disebabkan karena pertolongan RJP
yang terlambat diberikan atau pertolongan tak terlambat tetapi tidak betul
pelaksanaannya
3. Korban belum dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan.
Dalam hal ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut yaitu Bantuan Hidup
Lanjut (BHL)

B. Bantuan Hidup Lanjut


1. Drugs
Setelah penilaian terhadap hasil bantuan hidup dasar, dapat diteruskan degan
bantuan hidup lanjut (korban dinyatakan belum mati dan belum timbul denyut
jantung spontan), maka bantuan hidup lanjut dapat diberikan berupa obat-
obatan. Obat-obatan tersebut dibagi dalam 2 golongan yaitu :
a. Penting
- Adrenalin
- Natrium bikarbonat
- Lidokain
b. Berguna
- Isoproterenol
- Propanolol
- Kortikosteroid

• Natrium Bikarbonat
Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv dengan dosis
awal 1 mg/KgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah selama
periode 10 menit. Dapat juga diberikan intrakardial, begitu sirkulasi spontan
yang efetif tercapai, pemberian harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik
alkalosis, takhiaritmia dan hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang
efektif maka ulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama.

12
• Adrenalin
Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang
diberikan 0,5-1 mg iv diulang setelah 5 menit sesuai kebutuhan dan yang perlu
diperhatikan dapat meningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi
ventrikel.
• Lidokain
Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan
cara meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada
dosis terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari kontraktilitas
miokard, tekanan arteri sistemik atau periode refrakter absolut. Obat ini
terutama efektif menekan iritabilitas sehingga mencegah kembalinya fibrilasi
ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil, juga efektif mengontrol denyut
ventrikel prematur yang multi fokal dan episode takhikardi ventrikel. Dosis 50-
100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila perlu.
Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg/ menit, biasanya tidak lebih
dari 4 mg/ menit, berupa lidocaine 500ml dextrose 5% larutan (1 mg/ ml).
• Sulfat Artopin
Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi antrioventrikuler dan
mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling berguna
dalam mencegah “arrest” pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena
infarkmiokard, terutama bila ada hipotensi. Dosis yang dianjurkan ½ mg,
diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam interval 5 menit sampai tercapai
denyut nadi >60/ menit, dosis total tidak boleh melebihi 2mg kecuali pada blok
antrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis lebih besar.
• Isoproterenol
Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi hebat
karena complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah 2 sampai
20 mg/ menit (1-10 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml dectrose 5%), dan diatur
untuk meninggikan denyut jantung sampai kira-kira 60 kali/ menit. Juga
berguna untuk sinus bradikardi berat yang tidak berhasil diatasi dengan
atropine.
• Propanolol
Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti
berguna untuk kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi
ventrikel berulang dimana ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine.
Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat diulang sampai total 3 mg, dengan
pengawasan yang ketat.
• Kortikosteroid
Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintesis (5 mg/kgBB methyl
prednisolon sodium succnite atau 1 mm/kgBB dexamethasone fosfat) untuk
pengobatan syok kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung. Bila ada
kecurigaan ederna otak setelah henti jantung, 60-100 mg methyl prednisolon
sodium succinate tiap 6 jam akan menguntungkan. Bila ada komplikasi paru

13
seperti pneumonia post aspirasi, maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg
tiap 6 jam.
• EKG
Diagnosis elektrokardiografis untuk mengetahui adanya fibrilasi
ventrikel dan monitoring. Fibrillation Trestment tindakan defibrilasi untuk
mengatasi fibrilasi ventrikel. Elektroda dipasang sebelah kiri putting susu kiri
dan sebelah kanan sternum atas. Keputusan untuk mengakhiri resusitasi,
keputusan untuk memulai dan mengakhiri usaha resusitasi adalah masalah
medis, tergantung pada pertimbangan penafsiran status serebral dan
kardiovaskuler penderita.
Kriteria terbaik adanya sirkulasi serebral dan ade kuat adalah reaksi
pupil, tingkat kesadaran, gerakan dan pernafasan spontan dan refleks. Keadaan
tidak sadar yang dalam tanpa pernafasan spontan dan pupil tetap dilatasi 15-30
menit, biasanya menandakan kematian serebral dan usaha-usaha resusitasi
selanjutnya biasanya sia-sia. Kematian jantung sangat memungkinkan terjadi
bila tidak ada aktivitas elektro kardiografi ventrikuler secara berturut-turut
selama 10 menit atau lebih sesudah RJP yang tepat termasuk terapi obat.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Resusitasi mengandung arti harfiah “Menghidupkan Kembali” tentunya
dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti
jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi jantung paru terdiri atas 2
komponen utama yakni Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Bantuan Hidup Lanjut
(BHL). Usaha Bantuan Hidup Dasar bertujuan dengan cepat mempertahankan pasok
oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan
lanjutan. Bantuan hidup lanjut dengan pemberian obat-obatan untuk memperpanjang
hidup. Resusitasi dilakukan pada infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian
listrik”, serangan Adams-Stokes, Hipoksia akut, keracunan dan kelebihan dosis obat-
obatan, sengatan listrik, refleks vagal, serta kecelakaan lain yang masih memberikan
peluang untuk hidup.
Resusitasi dilakukan pada kematian normal stadium terminal suatu yang tak
dapat disembuhkan. Penanganan dan tindakan cepat pada resusitasi jantung paru
khususnya pada kegawatan kardiovakuler amat penting untuk itu perlu pengetahuan
RJP yang tepat dan benar dalam pelaksanaannya.

B. Saran
Kami menyadari pada penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna jadi mohon maaf. Saran dan kritik kami
harapkan untuk membangun makalah ini menjadi lebih baik.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://cigayung.wordpress.com/2010/10/27/prosedur-baru-resusitasi-jantung-paru-aha-
american-heart-association/
http://novalintang.blogspot.com/2013/05/revisi-rjp-terbaru-american-heart.html

http://saptobudinurgoho.blogspot.com/2010/10/urutan-rjpcpr-terbaru-dari-aha-american.html
http://www.klikdokter.com/healthnewstopics/read/2010/10/27/15031137/panduan-rjp-aha-
2010-dahulukan-kompresi-dada

http://www.scribd.com/doc/95942220/Resusitasi-Jantung-dan-Paru-Bahasa-Indonesia-Versi-
AHA-2010

http://www.slideshare.net/ppnibone/resusitasi-jantungdanparubahasaindonesiaversiaha2010

John M. Field, Part 1: Executive Summary: 2010 American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and. Circulation 2010;122;S640 - S656.
Emergency Cardiovascular Care

Sayre M R. et al. Highlights 2010 American Heart Association Guidelines for CPR and ECC
7272 Greenville Avenue. Dallas, Texas 75231 - 4596.. 90-1043

16
RESUSITASI
JANTUNG PARU

No Dokumen : Kel 1 No Revisi : - Halaman : 1/3

STANDAR
PROSEDUR
Tanggal Terbit : 25 Desember 2021
OPERASIONAL
(SPO)

Resusitasi jantung paru merupakan usaha yang dilakukan


untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan sirkulasi pada
henti nafas ( respiratory arrest ) serta henti jantung ( cardiac )

1. Pengertian pada orang dewasa pada orang dimana fungsi tersebut gagal
total oleh suatu sebab yang memungkinkan untuk hidup
normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja
kembali.
• Sebagai acuan penerapan langkah-langkah bagi
perawat dalam resusitasi jantung paru.
• Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan
respirasi yang adekuat sampai keadaan henti jantung
2. Tujuan
terayasi atau sampai penderita dinyatakan meninggal.
• Memberikan oksigenasi terhadap otak, jantung dan
organ-organ vital lain sampai datangnya sistem
pengobatan yang definitif.
Mahasiswa program studi D4-Anestesiologi Uniersitas Bhakti

3. Kebijakan Kencana Bandung kelompok 1 mata kuliah Konsep Dasar


Keperawatan Anestesiologi.
A. Pelaksanaan
1) Penilaian respon
4. Prosedur • Segera setelah menemukan pasien yang
tidak sadar lakukan respon.

17
• Penilaian respon dilakukan setelah
petugas yakin dirinya aman untuk
melakukan pertolongan.
• Penilaian dilakukan dengan cara
menpuk-nepuk atau menggoyangkan
sambil memantau dengan memanggil
pasien.
• Jika tidak ada respon aktifkan sistem
layanan gawat darurat.
2) Aktifkan sistem layanan gawat darurat dengan
memanggil teman sejawat atau mengaktifkan
kode blue
3) Kompresi jantung
• Sebelum melakukan kompresi dada
dilakukan untuk periksa nadi karotis
maksimal 10 detik. Jika nadi tidak
teraba maka tentukan titik kompresi
pada bagian tengah sternum.
• Lakukan kompresi dengan irama teratur
dan kecepatan minimal 100x/menit,
dilanjutkan ventilasi dengan
perbandingan 30:2.
• Berikan kompresi dada dengan
kedalaman minimal 2 inchi ( 5cm ),
minimalkan interupsi dan ikuti recoil
dada secara komplet.
4) Mengecek nadi setelah 5 siklus.
5) Memasang monitor atau defibrillator jikaada.
6) Apabila irama vertrikel tachicardi tanpa nadi
atau ventrikel fibrilasi, lakukan defibrillasi
sesuai standar operasional prosedur, kemudian
segera melanjutkan Resusitasi Jantung Paru (

18
RJP ) selama 5 siklus atau 2 menit, kemudian
melakukan evaluasi irama dan mengecek nadi.
7) Apabila irama asystole (PEA), maka lakukan
Resusitasi Jantung Paru ( RJP ) selama 5 siklus
atau 2 menit, kemudian lakukan pemasangan iv
line jika belum terpasang, berikan vasopressor
epineprin 1 mg iv , ulangi setiap 3-5 menit atau
atropine sulfat 1 mg iv dan dapat diulangi
setiap 3-5 menit sampai 3 dosis.
8) Jika irama sinus rytme dan nadi sudah ada,
maka hentikan kompresi. Apabila nafas sudah
spontan, maka hentikan ventilasi. Kemudian
cari dan tangani faktor penyebab, lakkan
pemerksaan lebih lanjut.
B. Hal yang harus diperhatikan
Apabila keluarga menolak resusitasi, maka harus
menandatangani blangko penolakan tindakan medis.

• Instalasi Gawat Darurat ( IGD )


• Instalasi Rawat Jalan
• Unit Gawat Darurat ( UGD )

5. Unit Terkait • Rekam Medik


• Poli umum
• Poli gigi
• Puskesmas Pembantu

19

Anda mungkin juga menyukai