Penyusun
SAMBUTAN
DIREKTUR RSUD R.A.A. TJOKRONEGORO
KATA PENGANTAR
KATA SAMBUTAN
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
C. SASARAN
D. RUANG LINGKUP
E. DASAR HUKUM
BAB II KETENTUAN UMUM
BAB III PENATALAKSANAAN
A. TATA LAKSANA RESUSITASI BAYI BARU LAHIR
B. RESUSITASI CAIRAN PADA KEGAWATAN MEDIS
BAB IV MONITORING DAN EVALUASI
A. MONITOR
B. EVALUASI
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasien kritis memiliki morbiditas dan mortalitas yang
tinggi. Dengan mengenali ciri-ciri dengan cepat dan
penatalaksanaan yang dini serta sesuai dapat membantu
mencegah perburukan lebih lanjut dan memaksimalkan peluang
untuk sembuh. Pada pasien gawat darurat yang perlu diwaspadai
adalah terjadinya henti jantung dan henti napas. Menurut
Resusitation Council (2006) dalam Jevon & Ewens (2009) henti
jantung paru biasanya terjadi secara tiba – tiba dan tidak dapat
diprediksikan. Jantung paru berhenti biasanya timbul sebagai
tahap akhir dari suatu sekuens penyakit yang ada secara
progresif, termasuk hipoksia dan hipotensi. Menurut penelitian
dari ACADEMIA menunjukkan bahwa dari kejadian henti jantung
55 % nya berujung kematian. Nolan et al dalam Jevon & Ewens
(2009) menyatakan hanya 17 % pasien yang bisa bertahan hidup
setelah mengalami henti jantung. Sebagian besar pasien dapat
bertahan hidup setelah mendapatkan resusitasi jantung paru
atau defibrilasi dengan segera. Menurut Hudak & Gallo (2000)
yang menyatakan bahwa resusitasi pada pasien yang mengalami
gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan
oleh tenaga yang kompeten. Pendapat lain dari Purwadianto &
Sampurna (2000) menyatakan bahwa agar suatu pertolongan
dapat berhasil maksimal tentu saja memerlukan penolong yang
cekatan dan terampil, sehingga tindakan yang diberikan sesuai
dan tepat. Selain keterampilan juga diperlukan pengetahuan
yang baik dari penolong dan sarana yang memadai serta
dibutuhkan pengorganisasian yang baik untuk keberhasilan
dalam penatalaksanaan kedaruratan medik.
Resusitasi Jantung Paru sangat penting dalam kehidupan
dunia medis, sehingga setiap dokter harus bisa melakukan
Resusitasi Jantung Paru. Juga petugas paramedis lainnya. Malah
orang awam pun yang bekerja di tempat tempat yang banyak
orang (keramaian) atau tempat tempat pekerjaan yang banyak
mengandung resiko kerjaan harus bisa untuk dilatih Resusitasi
Jantung Paru yang sederhana sampai petugas medis yang lebih
berwenang datang. B-GELS atau dalam bahasa Indonesia dikenal
dengan Pertolongan Pertama Pada Gawat Darurat (PPGD) adalah
serangkaian usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan pada
kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari
kematian. Di luar negeri, PPGD ini sebenarnya sudah banyak
diajarkan pada orang-orang awam atau orang-orang awam
khusus, namun sepertinya hal ini masih sangat jarang diketahui
oleh masyarakat Indonesia.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Terlaksananya pelayanan resusitasi yang sesuai dengan
standar mutu pelayanan pasien gawat darurat di rumah sakit.
Penyusunan buku pedoman pelayanan ini di masa kini dan
mendatang adalah sebagai dasar bagi para praktisi dan
professional lainnya dalam memberikan pelayanan yang
seragam kepada semua pasien henti nafas atau henti jantung.
Dan diharapkan buku ini dapat dijadikan referensi dalam
rangka meningkatkan mutu pelayanan terhadap pasien gawat
darurat di rumah sakit, yang tentunya buku pedoman ini
harus diperbaharui sesuai kebutuhan pelayanan dan
menyesuaikan dengan buku pedoman pelayanan terbaru dari
Kementrian kesehatan.
2. Tujuan Khusus
a. Perawat dapat memahami tentang Resusitasi
b. Dapat memberikan pelayanan Kegawat Daruratan
khususnya Resusitasi
c. Petugas kesehatan mampu mengaplikasikan teori sesuai
dengan pedoman yang sudah ditentukan
C. Sasaran
Sasaran buku pedoman ini di peruntukan bagi semua praktisi
kesehatan yang langsung memberikan pelayanan kepada pasien
terutama pasien gawat darurat yang mengalami henti jantung
maupun henti nafas serta, pelaksanaan resusitasi Rumah sakit
Umum Daerah R.A.A Tjokronegoro. Adapun para professional
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Semua Dokter baik dokter umum maupun spesialis
2. Perawat
3. Bidan
4. Dan praktisi lainnya
D. Ruang Lingkup
1. Ruang lingkup buku pedoman pelayanan ini mengatur
pemberian pelayanan resusitasi
2. Akses untuk pemberian pelayanan yang bermutu, yang
diberikan oleh praktisi yang kompeten tidak tergantung atas
hari-hari tertentu atau waktu tertentu.
3. Ketepatan (acuity) mengenali kondisi pasien menentukan
kecepatan dan ketepatan tindakan resusitasi
4. Pasien dengan kebutuhan pelayanan resusitasi menerima
pelayanan yang setingkat diseluruh rumah sakit.
E. Dasar Hukum
Daras hukum dan undang-undang yang berlaku untuk
mengarahkan asuhan yang seragam bagi semua pasien ;
1. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran
4. Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1996 Wajib Simpan
Rahasia
5. Permenkes Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam
Medis.
BAB II
KETENTUAN UMUM
1 0 -1 bulan - 75,7
2 1 – 12 bulan - 64,5
3 1 – 10 tahun - 61,7
perempuan 57,3
perempuan 50,2
perempuan 46,7
perempuan 45,5
Table 2.
a = 7 stitial = 20
% %
Komposisi cairan
Komposisi cairan intra sel, intra vascular dan interstitial adalah
sebagai berikut :
Table 3.
3 Ca ++ 5,0 2,8 -
4 Mg ++ 1,5 1,0 34
5 Cl - 104 116,6 2
6 HCO3- 24 27,4 10
7 SO4 - 1 1,2 -
9 Protein 15 2,0 54
Q = K { ( Pc – Pt ) – δ ( Дc – Дt ) }
Keterangan :
Q : aliran cairan.
K : konstanta.
Pc : tekanan hidrostastik dalam kapiler.
Pt : tekanan hidrostastik dalam rongga interstitial.
δ : keofisien refleksi.
Menunjukkan tingkat permeabilitas dinding kapiler terhadap
partikel besar ( dalam hal ini protein ).
=1 : bila tidak terjadikebocoran.
=2 : bila bocor sempurna.
Дc : tekanan onkotik dalam kapiler.
Дt : tekanan onkotik dalam rongga interstitial.
Frekwensi Nadi < 100 > 100 > 120 > 140
(kali/menit) %
Normal N N N N
( – ) 500 N N N N/↑
INTRA ↑ ↑ ↑ ↑ ↑
VASKULER
INTERSTITIEL ↑ ↑ ↑ - ↓
INTRA SEL ↓ - ↓ - ↓
Gelafundin 1000 - -
Plasmafusin 1000 - -
Expafusin 1000 - -
6 % Dextran 70 6–8
4 % Plasmafusin 4–6
Gelatin 1,5 – 2
A. Monitor
1. Keperawatan
Sistem monitoring keperawatan dilaksanakan sesuai dengan
metode resusitasi meliputi:
a. Ketepatan dalam melaksanakan tindakan ( Cara, alat-alat
penunjang asuhan keperawatan )
b. Respon pasien saat dilksanakan implementasi
2. Medis
Monitoring dilaksanakan berdasarkan teknik pemberian dan
jenis obat yang diberiakan sesuai dengan indikasi meliputi:
a. Ketepatan pemberian obat
( Tepat pasien, Jenis Obat, Dosis, Cara, dan Cara Pemberian )
b. Reaksi pasien setelah pemberian terapi
3. Pelayanan
Monitoring dilaksanakan oleh kepala bidang pelayanan yang
diawasi langsung oleh wakil direktur bidang pelayanan.
B. Evaluasi
Pelayanan pada resusitasi merupakan salah satu pelayanan pasien
yang dinilai berdasarkan pelayanan secara komprehensif yang
dapat tercapai atau tak tercapainya pelayanan tersebut.
Reaksi anafilaktis
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan adanya pedoman resusitasi diharapkan dapat
meningkatkan angka harapan hidup pada korban dengan henti
jantung baik pada bayi, anak-anak maupun dewasa. Sedangkan
untuk pedoman resusitasi cairan diharapkan mampu
memperbaiki status cairan terutama pada penderita yang
mengalami syock hipovolemik pada kasus-kasus tertentu.
Kecepatan dan ketepatan pelayanan resusitasi sangat mutlak
diperlukan demi keselamatan jiwa penderita yang dalam kondisi
kritis dan terancam jiwanya.
B. Saran
Keputusan akan tindakan medis, termasuk resusitasi,
adalah hak ekslusif pasien. Penderita atau wali hukumnya
harus diberitahu sebelum kondisi pasien berpotensi menjadi
terminal. Harus dibuat persetujuan anggota keluarga bila
diinginkan oleh pasien atau bila pasien tidak kompeten.
Sebaliknya pasien atau keluarga dapat menolak resusitasi atau
bagian dari resusitasi. Bila pasien dalam keadaan ekstrim yang
membutuhkan tindakan darurat, tindakan segera dilakukan
sesuai indikasi. Bila pasien kompeten atau keluarga menolak
tindakan, semua usaha dibatalkan. Bila dilakukan tindakan
disaat tidak ada keluarga, usahakan menghubungi keluarga saat
itu juga.