Anda di halaman 1dari 27

PANGKALAN UTAMA TNI AL XIV

RUMKITAL dr. R. OETOJO

PANDUAN
PELAYANAN RESUSITASI

RUMKITAL dr. R. Oetojo


SORONG
2019
PANGKALAN UTAMA TNI AL XIV
RUMKITAL dr. R. OETOJO

KEPUTUSAN KARUMKITAL dr. R. OETOJO


Nomor : Kep / / VIII /2019

Tentang

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI


RUMKITAL dr. R. OETOJO

KARUMKITAL dr. R. OETOJO

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumkital dr. R. Oetojo,
maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan resusitasi yang seragam;

b. Bahwa agar pelayanan resusitasi yang seragam di Rumkital dr. R. Oetojo


dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya Panduan Kepala Rumkital dr. R.
Oetojo sebagai landasan bagi penyelenggaraan pelayanan Rumkital dr. R.
Oetojo;

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b,


perlu ditetapkan dengan Keputusan Kepala Rumkital Dr. R. Oetojo.

Mengingat: 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang


Rumah Sakit;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1438
/Menkes/Per/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/
Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
5 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentangRekam
Medis
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA RUMKITAL dr. R. OETOJO TENTANG PANDUAN
PELAYANAN RESUSITASI YANG DI RUMKITAL dr. R. OETOJO.

KESATU : Panduan pelayanan resusitasi yang seragam di Rumkital dr. R. Oetojo,


Sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

KEDUA : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan resusitasi yang


seragam di Rumkital dr. R. Oetojo dilaksanakan oleh Kepala Pembinaan
Pelayanan Medik Rumkital dr. R. Oetojo

KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila dikemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Sorong
Tanggal, Agustus 2019
Karumkital dr. R. Oetojo,

dr. Fransiscus Tanuardus


Letkol Laut (K) NRP.12060/P
PANGKALAN UTAMA TNI AL XIV Lampiran Keputusan Karumkital dr. R. Oetojo
RUMKITAL dr. R. OETOJO Nomor Kep / / VIII/ 2019
Tanggal Agustus 2019

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Resusitasi mengandung arti harfiah “Menghidupkan Kembali” yang tentunya hal ini
dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti
jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi
henti nafas dan henti jantung adalah Resusitasi Jantung Paru (RJP). RJP merupakan
gabungan penyelamatan yang berupa tindakan pernapasan (bantuan napas) dan
kompresi dada eksternal. RJP digunakan ketika seorang korban mengalami henti jantung
dan henti napas.
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah metode untuk mengembalikan fungsi
pernapasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas dan henti jantung
yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Metode ini merupakan kombinasi pernapasan
buatan dan bantuan sirkulasi yang bertujuan mencukupi kebutuhan oksigen otak dan
substrat lain sementara jantung dan paru tidak berfungsi.Usaha ini harus dimulai dengan
mengenali secara tepat keadaan tanda henti jantung atau henti nafas dan segera
memberikan bantuan sirkulasi dan ventilasi
Ketika akan melakukan resusitasi jantung paru maka kita perlumengenali tanda dari
henti jantung yang berupa : kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung),tak
teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis pada
bayi),henti nafas atau megap-megap (gasping), terlihat seperti mati (death like
appearance), warna kulit pucat sampai kelabu, pupil dilatasi (setelah 45 detik)
Keberhasilan RJP dimungkinkan oleh adanya interval waktu antara mati klinis dan
mati biologis, yaitu sekitar 4 – 6 menit. Dalam waktu tersebut mulai terjadi kerusakan sel-
sel otak yang kemudian diikuti organ-organ tubuh lain. Dengan demikian pemeliharaan
perfusi serebral merupakan tujuan utama pada RJP.
B. TUJUAN
a. Tujuan umum:
Sebagai arahan bagi perawatan pasien henti nafas dan henti jantung di rumah
sakit
b. Tujuan khusus:
1. Terlaksananya perawatan pasien henti nafas dan henti jantung yang bermutu
sesuai standar yang berlaku di rumah sakit
2. Tersusunnya panduan resusitasi jantung paru
3. Tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih.
4. Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. RESUSITASI JANTUNG PARU (SECARA UMUM)


1. Pengertian
Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat
kegagalan sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna
mencegah kematian biologis.
Resusitasi jantung paru (RJP) atau juga dikenal dengan cardio pulmonier
resusitation (CPR), merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan
buatan. Teknik ini diberikan pada korban yang mengalami henti jantung dan
nafas, tetapi masih hidup.
RJP harus segera dilakukan dalam 4-6 menit setelah ditemukan telah
terjadi henti nafas dan henti jantung untuk mencegah kerusakan sel-sel otak dan
lain-lain. Jika penderita ditemukan bernafas namun tidak sadar maka posisikan
dalam keadaan mantap agar jalan nafas tetap bebas dan sekret dapat keluar
dengan sendirinya.

2. Tujuan
Untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung sehingga dapat pulih
kembali.

3. Indikasi Melakukan RJP (Resusitasi Jantung Paru)


a. Henti Napas (Apneu)
Dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi pernapasan
baik di sentral maupun perifer. Berkurangnya oksigen di dalam tubuh akan
memberikan suatu keadaan yang disebut hipoksia. Frekuensi napas akan
lebih cepat dari pada keadaan normal. Bila terjadi dalam waktu yang lama
akan memberikan kelelahan pada otot-otot pernapasan. Kelelahan otot-otot
napas akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sisa-sisa pembakaran
berupa gas CO2, kemudian mempengaruhi SSP ( susunan syaraf pusat )
dengan menekan pusat napas. Keadaan inilah yang dikenal sebagai henti
nafas.
b. Henti Jantung (Cardiac Arrest)
Otot jantung juga membutuhkan oksigen untuk berkontraksi agar darah dapat
dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Dengan berhentinya napas,
maka oksigen akan tidak ada sama sekali di dalam tubuh sehingga jantung
tidak dapat berkontraksi dan akibatnya henti jantung (cardiac arrest).

4. Langkah-Langkah Sebelum Melakukan RJP


a. Penentuan Tingkat Kesadaran ( Respon Korban )
Dilakukan dengan menggoyangkan korban. Bila korban menjawab, maka
ABC dalam keadaan baik. Dan bila tidak ada respon, maka perlu ditindaki
segera. Pada pedoman sebelumnya (tahun 2005) yang dipergunakan adalah
ABC : Airway, Breathing dan Chest Compressions,yaitu Membuka jalan
napas,Memberi bantuan pernapasan dan kompresi dada. Pada pedoman
yang terbaru (tahun 2010),Kompresi dada didahulukan dari yang lainnya,baru
kemudian membuka jalan napas dan memberi bantuan pernapasan.
Dengan memulai kompresi dada terlebih dahulu diharapkan akan memompa
darah yang masih mengandung oksigen ke otak dan jantung sesegera
mungkin,karena beberapa menit setelah terjadinya henti jantung masih
terdapat kandungan oksigen di dalam paru-paru dan sirkulasi darah.
Kompresi dada dilakukan pada tahap awal selama 30 detik sebelum
melakukan pembukaan jalan napas dan melakukan pemberian napas buatan.
Untuk bayi yang baru lahir tetap memakai pedoman ABC jadi pada bayi yang
baru lahir tidak terjadi perubahan. Pedoman CAB hanya berlaku pada anak
dan dewasa.
b. Memanggil bantuan (call for help)
Bila petugas hanya seorang diri, jangan memulai RJP sebelum memanggil
bantuan. Jika sesuai panduan RJP tahun 2010 Dalam menyelamatkan
seseorang yang mengalami henti jantung adalah dengan bertindak dengan
segera dan cepat,sehingga tidak perlu dilakukannya lagi suatu penilaian.
Segera hubungi ambulan ketika melihat ada korban yang tidak sadarkan diri
dan terlihat adanya gangguan pernapasan.
Jika dilakukan suatu penilaian bahwa korban masih bernafas atau tidak,itu
boleh saja akan tetapi perlu dipikirkan bahwa dengan melakukan tindakan
Look,Listen dan Feel,ini akan menghabiskan waktu yang ada.
c. Posisikan Korban
Korban harus dalam keadaan terlentang pada dasar yang keras (lantai, long
board). Bila dalam keadaan telungkup, korban dibalikkan. Bila dalam
keadaan trauma, pembalikan dilakukan dengan ”Log Roll”.
d. Posisi Penolong
Korban di lantai, penolong berlutut di sisi kanan korban
e. Pemeriksaan Sirkulasi
Pada orang dewasa tidak ada denyut nadi carotis, pada bayi dan anak kecil
tidak ada denyut nadi brachialis, tidak ada tanda-tanda sirkulasi, bila ada
pulsasi dan korban bernapas, napas buatan dapat dihentikan. Tetapi bila ada
pulsasi dan korban tidak bernapas, napas buatan diteruskan. Dan bila tidak
ada pulsasi, dilakukan RJP.

5. Macam-Macam Teknik RJP


a. Henti Napas
Pernapasan buatan diberikan dengan cara :
1) Mouth to Mouth Ventilation
Cara langsung sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi (terutama
hepatitis, HIV) karena itu harus memakai ”barrier device” (alat perantara).
Dengan cara ini akan dicapai konsentrasi oksigen hanya 18 %.
a) Tangan kiri penolong menutup hidung korban dengan cara memijitnya
dengan jari telunjuk dan ibu jari, tangan kanan penolong menarik
dagu korban ke atas.
b) Penolong menarik napas dalam-dalam, kemudian letakkan mulut
penolong ke atas mulut korban sampai menutupi seluruh mulut
korban secara pelan-pelan sambil memperhatikan adanya gerakan
dada korban sebagai akibat dari tiupan napas penolong. Gerakan ini
menunjukkan bahwa udara yang ditiupkan oleh penolong itu masuk
ke dalam paru-paru korban.
c) Setelah itu angkat mulut penolong dan lepaskan jari penolong dari
hidung korban. Hal ini memberikan kesempatan pada dada korban
kembali ke posisi semula.
2) Mouth to Stoma
Dapat dilakukan dengan membuat Krikotiroidektomi yang kemudian
dihembuskan udara melalui jalan yang telah dibuat melalui prosedur
Krikotiroidektomi tadi.
3) Mouth to Mask ventilation
Pada cara ini, udara ditiupkan ke dalam mulut penderita dengan bantuan
face mask.
4) Bag Valve Mask Ventilation (Ambu Bag)
Dipakai alat yang ada bag dan mask dengan di antaranya ada katup.
Untuk mendapatkan penutupan masker yang baik, maka sebaiknya
masker dipegang satu petugas sedangkan petugas yang lain memompa.
5) Flow restricted Oxygen Powered Ventilation (FROP)
Pada ambulans dikenal sebagai “ OXY – Viva “. Alat ini secara otomatis
akan memberikan oksigen sesuai ukuran aliran (flow) yang diinginkan.
Bantuan jalan napas dilakukan dengan sebelumnya mengevaluasi jalan
napas korban apakah terdapat sumbatan atau tidak. Jika terdapat
sumbatan maka hendaknya dibebaskan terlebih dahulu.
b. Henti Jantung
RJP dapat dilakukan oleh satu orang penolong atau dua orang
penolong.
Lokasi titik tumpu kompresi.
1) 1/3 distal sternum atau 2 jari proksimal Proc. Xiphoideus
2) Jari tengah tangan kanan diletakkan di Proc. Xiphoideus, sedangkan jari
telunjuk mengikuti
3) Tempatkan tumit tangan di atas jari telunjuk tersebut
4) Tumit tangan satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada tepat
di titik pijat jantung
5) Jari-jari tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dada
korban
c. Teknik Resusitasi Jantung Paru (Kompresi)
1) Kedua lengan lurus dan tegak lurus pada sternum
2) Tekan ke bawah sedalam 4-5 cm
o Tekanantidak terlalu kuat
o Tidak menyentak
o Tidak bergeser / berubah tempat
3) Kompresi ritmik 100 kali / menit ( 2 pijatan / detik )
4) Fase pijitan dan relaksasi sama ( 1 : 1)
5) Rasio pijat dan napas 30 : 2 (15 kali kompresi : 2 kali hembusan napas)
6) Setelah empat siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi

B. RESUSITASI JANTUNG PARU PADA KEHAMILAN


Berikut adalah langkah-langkah resusitasi jantung paru pada kehamilan:
1. Periksa kesadaran ibu dengan memanggil atau menggoyang-goyangkan tubuh
ibu. Bila ibu tidak sadar, lakukan langkah-langkah selanjutnya.
2. Panggil bantuan tenaga kesehatan lain dan bekerjalah dalam tim.
3. Khusus untuk ibu dengan usia kehamilan >20 minggu (uterus di atas
umbilikus), miringkan ibu dalam posisi berbaring ke sisi kiri dengan sudut 15-
30° atau bila tidak memungkinkan, dorong uterus ke sisi kiri (lihat gambar
berikut).
4. Mendorong uterus ke kiri

5. Bebaskan jalan napas. Tengadahkan kepala ibu ke belakang (head tilt) dan
angkat dagu (chin lift). Bersihkan benda asing di jalan napas.
6. Bila ada sumbatan benda padat di jalan napas, sapu keluar dengan jari atau
lakukan dorongan pada dada di bagian tengah sternum (chest thrust). Hindari
menekan prosesus xifoideus!

7. Sambil menjaga terbukanya jalan napas, “lihat – dengar – rasakan” napas ibu
(lakukan cepat, kurang dari 10 detik) dengan cara mendekatkan kepala
penolong ke wajah ibu. Lihat pergerakan dada, dengar suara napas, dan
rasakan aliran udara dari hidung/mulut ibu.
Jika ibu bernapas normal, pertahankan posisi, berikan oksigen sebagai tindakan
suportif. Lanjutkan pemantauan untuk memastikan ibu tetap bernapas normal.

8. Menilai pernapasan
Jika ibu tidak bernapas atau bernapas tidak normal, periksa pulsasi arteri karotis
dengan cepat (tidak lebih dari 10 detik).

9. Memeriksa pulsasi arteri karotis


Bila nadi teraba namun ibu tidak bernapas atau megap-megap (gasping),
berikan bantuan napas (ventilasi) menggunakan balon-sungkup atau melalui
mulut ke mulut dengan menggunakan alas (seperti kain, kasa) sebanyak satu
kali setiap 5-6 detik.
Pastikan volume napas buatan cukup sehingga pengembangan dada terlihat.
Cek nadi arteri karotis tiap 2menit.Bantuan Napas Mulut ke Mulut.
10. Bantuan Napas dengan Balon dan Masker

11. Bila nadi tidak teraba, segera lakukan resusitasi kardiopulmoner.


a. Resusitasi kardiopulmoner pada ibu dengan usia kehamilan >20 minggu
dilakukan dalam posisi ibu miring ke kiri sebesar 15-30 0.
b. Penekanan dada dilakukan di pertengahan sternum. Kompresi dilakukan
dengan cepat dan mantap, menekan sternum sedalam 4 - 5 cm dengan
kecepatan 100-120x/menit.
c. Setelah 30 kompresi, buka kembali jalan napas lalu berikan 2 kali ventilasi
menggunakan balonsungkup atau melalui mulut ke mulut dengan alas. Tiap
ventilasi diberikan dalam waktu 1 detik. Berikan ventilasi yang cukup
sehingga pengembangan dada terlihat.
d. Kemudian lanjutkan kompresi dada dan ventilasi dengan perbandingan 30:2.
e. Kompresi Dada
f. Pasang kanul intravena (2 jalur bila mungkin) menggunakan jarum ukuran
besar ( no 16 atau 18 atau ukuran terbesar yang tersedia) dan berikan
cairan sesuai kondisi ibu.

12. Tindakan resusitasi kardiopulmoner diteruskan hingga:


a. Tim yang lebih terlatih untuk menangani henti nafas dan henti jantung telah
datang dan mengambil alih tindakan, ATAU
b. Tidak didapatkannya respon setelah 30 menit, ATAU
c. Penolong kelelahan, ATAU
d. Ibu menunjukkan tanda-tanda kembalinya kesadaran, misalnya batuk,
membuka mata, berbicara atau bergerak secara sadar dan mulai bernapas
normal. Pada keadaan tersebut, lanjutkan tatalaksana dengan:
1) Berikan oksigen
2) Pasang kanul intravena (bila sebelumnya tidak berhasil dilakukan) dan
berikan cairan sesuai kondisi ibu
3) Lanjutkan pemantauan untuk memastikan ibu tetap bernapasnormal.
e. Setelah masalah jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi teratasi, pikirkan
dan evaluasi kemungkinan penyebab hilangnya kesadaran ibu, di antaranya:
1) perdarahan hebat (paling sering)
2) penyakit tromboemboli
3) penyakit jantung
4) sepsis
5) keracunan obat (contoh: magnesium sulfat, anestesi lokal)
6) eklampsia
7) perdarahan intrakranial
8) anafilaktik
9) gangguan metabolik/elektrolit (contoh: hipoglikemia)
10) hipoksia karena gangguan jalan napas dan/atau penyakit paru
f. Lakukan pemeriksaan lanjutan, misalnya USG abdomen untuk melihat
perdarahan intraabdomen tersembunyi.

C. RESUSITASI BAYI BARU LAHIR

Keahlian resusitasi pada neonatal penting untuk dimiliki oleh tenaga kesehatan
yang berhubungan dengan bayi baru lahir. Prosentase dari bayi yang memerlukan
resusitasi adalah sekitar 10 % dari seluruh bayi baru lahir.
Asfiksia perinatal dan prematuritas yang berlebihan adalah 2 komplikasi dari
kehamilan yang paling sering membutuhkan resusitasi yang komplek yang dilakukan oleh
personel yang terlatih. Dari seluruh bayi yang mengalami asfiksia 60 % dapat diprediksi
antepartum sedangkan 40 % sisanya diketahui asfiksia setelah dilahirkan. Dari seluruh
bayi yang lahir dengan berat lahir rendah, 80% dari seluruhnya memerlukan resusitasi
dan stabilisasi saat dilahirkan.
Angka kematian bayi baru lahir (terutama bayi yang sangat prematur) pada 24 jam
pertama sangat tinggi. Kebanyakan dari kematian ini disebabkan oleh asfiksia dan atau
depresi pernapasan. Bagi bayi yang bertahan hidup, keefektifan penanganan asfiksia
pada menit – menit pertama kehidupan bayi menentukan prognosis jangka panjangnya.
Walaupun prenatal care dapat mengidentifikasi banyak masalah bagi janin yang
potensial timbul pada saat setelah lahir, tapi banyak ibu hamil yang lahir preterm tidak
teridentifikasi dengan baik. Akibatnya banyak kelahiran bayi yang sangat prematur terjadi
di rumah sakit. Oleh karena itu diharapkan bagi semua tenaga kesehatan yang terlibat di
ruang persalinan harus mengerti tentang resusitasi bayi baru lahir.
1. Fisiologi dari bayi baru lahir
Banyak perubahan kompleks yang terjadi pada sistem kardiovaskuler dan
sistem respiratorius pada saat bayi baru lahir yang memungkinkan terjadinya
pertukaran gas yang awalnya dari plasenta ke paru-paru. Cairan amnion yang
mengisi paru-paru dikeluarkan sehingga memungkinkan terjadinya ventilasi dan
perfusi dari paru-paru. Dengan adanya penutupan aliran darah dari plasenta
menyebabkan penurunan PaO2, penurunan pH dan peningkatan PaCO2 sehingga
terjadi penarikan nafas pertama kali. Penurunan suhu tubuh dan adanya rangsang
taktil juga turut berperan. Penutupan aliran darah plasenta dan dimulainya pernafasan
menyebabkan redistribusi aliran darah, dimana tekanan arteri pulmonalis menurun
dan peredaran darah sistemik meningkat. Darah yang berasal dari paru-paru fetal
dialirkan ke duktus arteriosus dan didistribusikan ke sirkulasi paru-paru. peningkatan
PaO2 menyebabkan penutupan duktus tersebut.

2. Resusitasi
Resusitasi diperlukan oleh neonatus yang dalam beberapa menit pertama
kehidupannya tidak dapat mengadakan ventilasi efektif dan perfusi adekuat untuk
memenuhi kebutuhan oksigenasi dan eliminasi karbondioksida, atau bila sistem
kardiovaskular tidak cukup dapat memberi perfusi secara efektif kepada susunan
saraf pusat, jantung dan organ vital lain.
Penyebab terjadinya oksigenasi yang tidak efektif dan perfusi yang tidak adekuat
pada neonatus dapat berlangsung sejak saat sebelum persalinan hingga masa
persalinan.
3. Kondisi yang memerlukan resusitasi neonatus misalnya :
a. Sumbatan jalan napas : akibat lendir / darah / mekonium, atau akibat lidah yang
jatuhke posterior.
b. Kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu
misalnyaobat anestetik, analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan
sebagainya
c. Kerusakan neurologis.
d. Kelainan / kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan saraf pusat,
dan /atau kelainan-kelainan kongenital yang dapat menyebabkan gangguan
pernapasan /sirkulasi.
e. Syok hipovolemik misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan
Resusitasi lebih penting diperlukan pada menit-menit pertama kehidupan. Jika
terlambat, bisa berpengaruh buruk bagi kualitas hidup individu selanjutnya.

4. Penting untuk resusitasi yang efektif :


a. Tenaga yang terampil, tim kerja yang baik
b. Pemahaman tentang fisiologi dasar pernapasan, kardiovaskular, serta proses
asfiksia
c. yang progresif
d. Kemampuan / alat pengaturan suhu, ventilasi, monitoring
e. Obat-obatan dan cairan yang diperlukan

5. Prinsip !! Penyebab kematian yang paling cepat adalah asfiksia dan perdarahan.
Asfiksia perinatalmerupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting.
Akibat jangka panjang asfiksia perinatal ini dapat diperbaiki secara bermakna bila hal
ini diketahui sebelum kelahiran (misalnya pada keadaan gawat janin ), sehingga dapat
diusahakan memperbaiki sirkulasi / oksigenasi janin intrauterin atau segera
melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi. Proses
yang terjadi pada asfiksia perinatal dapat diramalkan meskipun penyebabnya belum
diketahui. Kekurangan oksigen pada janin sering disertai hiperkapnia dan asidosis
campuran metabolik-respiratorik.
Asfiksia yang terdeteksi sesudah lahir, prosesnya berjalan dalam beberapa fase /
tahapan (Dawes) :
a. Janin bernapas megap-megap (gasping), diikuti dengan
b. Masa henti napas (fase henti napas primer).
c. Jika asfiksia berlanjut terus, timbul seri pernapasan megap-megap yang kedua
selama4-5 menit (fase gasping kedua), diikuti lagi dengan
d. Masa henti napas kedua (henti napas sekunder)
Bayi yang berada dalam keadaan henti napas primer, biasanya pletorik
(walaupun banyak yang sianotik). Bayi dalam henti napas sekunder, berwarna biru
sampai ungu dan pucat.
Bayi yang dilahirkan dalam keadaan henti napas primer, sering dapat mulai bernapas
spontan setelah stimulasi sensorik (misalnya telapak kaki ditepuk, atau punggung
diusap-usap dengan agak cepat dan keras).
Bayi yang berada dalam keadaan henti napas sekunder, tidak akan dapat mulai
bernapas spontan, dan harus dibantu dengan ventilasi tekanan positif dan oksigen
(resusitasi pernapasan artifisial / mekanik).
Makin lama selang waktu dari saat mulai henti napas sekunder sampai
dimulainya resusitasi ventilasi tekanan positif, makin lama pula waktu yang diperlukan
bayi untuk mulai bernapas spontan yang adekuat, prognosis makin buruk.
Selama asfiksia, curah jantung dan tekanan darah menurun. Terjadi redistribusi curah
jantung untuk mempertahankan aliran darah ke otak, jantung dan adrenal. Pada
asfiksia yang terus berlanjut, curah jantung makin menurun dan aliran darah ke organ-
organ vital tidak mencukupi lagi.
Pada bayi dengan asfiksia, secara kasar terdapat korelasi antara frekuensi
jantung dengan curah jantung. Karena itu pemantauan frekuensi jantung (misalnya
dengan stetoskop, atau perabaan nadi tali pusat) merupakan cara yang baik untuk
memantau efektifitas upaya resusitasi.

6. Prinsip-prinsip umum prosedur resusitasi neonatus


T (temperature), baru kemudian A-B-C-D
a. Pengaturan suhu
Semua neonatus dalam keadaan apapun mempunyai kesukaran untuk beradaptasi
pada suhu lingkungan yang dingin. Neonatus yang mengalami asfiksia khususnya,
mempunyai sistem pengaturan suhu yang lebih tidak stabil, dan hipotermia ini
dapat memperberat / memperlambat pemulihan keadaan asidosis yang terjadi.
Segera sesudah lahir, badan dan kepala neonatus dikeringkan dengan kain kering
hangat, dan diletakkan telanjang di bawah alat / lampu pemanas radiasi untuk
mencegah kehilangan panas. Namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi
pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi.
b. Penilaian status klinik
Digunakan penilaian Apgar untuk menentukan keadaan bayi pada menit ke 1 dan
ke 5 sesudah lahir.
Nilai pada menit pertama : untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan
resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup.
Nilai pada menit kelima : untuk menilai prognosis neurologik.
Ada pembatasan dalam penilaian Apgar ini, yaitu :
1) Resusitasi segera dimulai bila diperlukan, dan tidak menunggu sampai ada
penilaianpada menit pertama.
2) Keputusan perlu-tidaknya resusitasi maupun penilaian respons resusitasi
cukup dengan menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktifitas respirasi dan
tonusneuromuskular, daripada dengan nilai Apgar total. Hal ini untuk
menghemat waktu.

c. Posisi dari Bayi Baru Lahir


Bayi baru lahir rata – rata mempunyai lidah yang relatif besar yang dapat
menyebabkan obstruksi jalan nafas. Tempatkan kepala dalam posisi sniffing
position ( posisi sedikit flexi kepala) dengan handuk yang diletakkan di bawah
bahu. Hal ini dapat membantu menggerakkan lidah dari orofaring bagian posterior
dan membuka jalan nafas.

d. Bebaskan/bersihkan jalan nafas


Pastikan bahwa jalan nafas bayi bebas dari berbagai bahan atau material yang
dapat menghalangi masuknya udara ke dalam paru. Hal ini dapat dilakukan
dengan :
1) Ekstensikan kepala dan leher dengan mengganjal bahu bayi menggunakan
lipatan kain
2) Hisap lendir/cairan pada mulut, hidung atau jalan nafas dari cairan
ketuban,mekoneum atau bahan-bahan lainnya.
Suction tidak boleh terlalu dalam karena dapat menyebabkan laringospasme dan
bradikardi karena rangsangan N. vagus (vagal reflek). Selama prosedur dilakukan
sebaiknya kita memantau denyut jantung. Suctioning dilakukan dalam interval 5
detik dan dihentikan jika terjadi bradikardi yang berat.
e. Rangsang Taktil
Pada umumnya bayi baru lahir dengan depresi kardiorespirasi ringan – sedang
akan berespon baik terhadap rangsang taktil yang ditandai dengan meningkatnya
denyut jantung dan bertambahnya usaha respirasi. Usaha yang lain adalah dengan
menggosok punggung bayi dan memukul telapak kaki bayi. Mengeringkan tubuh
bayi, pengisapan lendir atau cairan ketuban dari mulut dan hidung, pada dasarnya
adalah tindakan rangsangan. Untuk bayi yang sehat, prosedur tersebut sudah
cukup untuk menimbulkan pernafasan.

Prosedur rangsangan taktil yang berbahaya


Satu atau dua kali perangsangan taktil pada umumnya sudah cukup untuk
menimbulkan usaha bernafas pada bayi dengan asfiksia/depresi pernafasan ringan
atau apneu primer (apneu yang terjadi sesaat setelah lahir dan tidak melebihi
waktu 5 menit sehingga belum terjadi hipoksia berat atau penurunan fungsi
kardiopulmonal). Bila setelah rangsangan taktil yang adekuat ternyata bayi belum
bernafas, segera lakukan resusitasi. Melanjutkan rangsangan taktil pada bayi yang
tidak memberikan reaksi atau respons, dianggap membuang-buang waktu dan
kesempatan untuk menyelamatkan kelangsungan hidup bayi baru lahir.
Adabeberapa cara perangsangan taktil yang sering dilakukan tetapi sudah tidak
dianjurkan lagi karena mempunyai risiko atau dampak yang kurang
menguntungkan pada bayi baru lahir.
Tindakan Akibat
Menepuk bokong Trauma dan melukai
Menekan rongga dada Fraktur, pneumotoraks, gawat nafas,
kematian
Menekankan paha ke perut bayi Ruptura hati/limpa, perdarahan
Mendilatasi sfingter ani Robek atau lecet pada sfingter
Kompres dingin/panas Hipotermia, luka bakar
Meniupkan oksigen atau udara dingin ke Hipotermia
muka tubuh bayi
f. Perencanaan berdasarkan perhitungan nilai Apgar
SKOR APGAR
TAMPILAN 0 1 2 NILAI
Badan merah,
APPEARANCE / Seluruh tubuh
A Pucat ekstremitas
WARNA KULIT kemerahan
kebiruan
PULSE /
P DENYUT Tidak ada < 100 > 100
JANTUNG
G GRIMACE / Tidak ada Menyeringai Bersin/batuk
REAKSI
TERHADAP
RANGSANGAN
SKOR APGAR
TAMPILAN 0 1 2 NILAI
R RESPIRATION / Tidak ada Lemah/tidak Menangis kuat
PERNAFASAN teratur
JUMLAH NILAI APGAR :

1) Nilai Apgar menit pertama 7 – 10 : biasanya bayi hanya memerlukan


tindakanpertolongan berupa penghisapan lendir / cairan dari orofaring dengan
menggunakanbulb syringe atau suction unit tekanan rendah. Hati-hati,
pengisapan yang terlalu kuat /traumatik dapat menyebabkan stimulasi vagal
dan bradikardia sampai henti jantung.
2) Nilai Apgar menit pertama 4 – 6 : hendaknya orofaring cepat diisap dan
diberikan O2100%. Dilakukan stimulasi sensorik dengan tepukan atau sentilan
pada telapak kakidan gosokan selimut kering pada punggung. Frekuensi
jantung dan respirasi terusdipantau ketat. Bila frekuensi jantung menurun atau
ventilasi tidak adekuat, harusdiberikan ventilasi tekanan positif dengan
kantong resusitasi dan sungkup muka. Jikatidak ada alat bantu ventilasi,
gunakan teknik pernapasan buatan dari mulut ke hidung-mulut.
3) Nilai Apgar menit pertama 3 atau kurang : bayi mengalami depresi
pernapasan yangberat dan orofaring harus cepat dihisap. Ventilasi dengan
tekanan positif dengan O2100% sebanyak 40-50 kali per menit harus segera
dilakukan. Kecukupan ventilasidinilai dengan memperhatikan gerakan dinding
dada dan auskultasi bunyi napas. Jika frekuensi jantung tidak meningkat
sesudah 5-10 kali napas, kompresi jantung harus dimulai.

Kompresi dinding dada dapat dilakukan dengan melingkari dinding dada dengan
kedua tangan dan menggunakan ibu jari untuk menekan sternum atau dengan
menahan punggung bayi dengan satu tangan dan menggunakan ujung dari jari
telunjuk dan jari tengah dari tangan yang lain untuk menekan sternum. Tehnik
penekanan dengan ibu jari lebih banyak dipilih karena kontrol kedalaman
penekanan lebih baik.
Tekanan diberikan di bagian bawah dari sternum dengan kedalaman ± 1,5 cm dan
dengan frekuensi 90 X / menit. Dalam 3 X penekanan dinding dada dilakukan 1X
ventilasi sehingga didapatkan 30 X ventilasi per menit. Perbandingan kompresi
dinding dada dengan ventilasi yang dianjurkan adalah 3 : 1. Evaluasi denyut
jantung dan warna kulit tiap 30 detik. Bayi yang tidak berespon, kemungkinan
yang terjadi adalah bantuan ventilasinya tidak adekuat, karena itu adalah penting
untuk menilai ventilasi dari bayi secara konstan.
Jika frekuensi jantung tetap di bawah 100 kali per menit setelah 2-3 menit,
usahakan melakukan intubasi endotrakeal.
Kalau frekuensi jantung tetap kurang dari 100 setelah intubasi, berikan 0.5 – 1 ml
adrenalin (1:10.000). Dapat juga secara intrakardial atau intratrakeal, tapi lebih
dianjurkan secara intravena.

Jika tidak ada ahli yang berpengalaman untuk memasang infus pada vena perifer
bayi, lakukan kateterisasi vena atau arteri umbilikalis pada tali pusat, dengan
kateter umbilikalis. Sebelum penyuntikan obat, harus dipastikan ada aliran darah
yang bebas hambatan. Dengan demikian pembuluh tali pusat dibuat menjadi
drug/fluid transport line.

Jangan memasukkan larutan hipertonik seperti glukosa 50% atau natrium


bikarbonat yang tidak diencerkan melalui vena umbilikalis, karena dapat merusak
parenkim hati.
Bayi dengan asfiksia berat yang tidak responsif terhadap terapi atau mempunyai
frekuensi jantung yang adekuat tetapi perfusinya buruk, hendaknya diberikan
cairan ekspansi volume darah ( plasma volume expander ) : 10 ml/kgBB
Plasmanate atau albumin 5% secara infus selama 10 menit.
Kalau diduga banyak terjadi perdarahan, berikan transfusi 10 ml/kgBB darah
lengkap (whole blood).
Bila bradikardia menetap : ulangi dosis adrenalin. Dapat juga diberikan kalsium
glukonat 10% untuk efek inotropik 50-100 mg/kgB intravena perlahan-lahan, atau
sulfas atropin untuk antikolinergik / terapi bradikardia 0.01 mg/kgBB.
Asidosis respiratorik : dikoreksi dengan memperbaiki ventilasi
Asidosis metabolik : dikoreksi dengan infus natrium bikarbonat dan cairan
ekspansi volume darah.

Ada 3 masalah penting berkaitan dengan pemberian natrium bikarbonat pada bayi
:
1) Zat ini sangat hipertonik. Bila diberikan dengan cepat dan dalam jumlah besar
akan mengekspansi volumeintravaskular.
2) Jika diberikan dalam keadaan ventilasi tidak adekuat, PaCO2 akan meningkat
nyata,pH akan turun, asidosis makin berat dan dapat terjadi kematian.
Hendaknya natrium bikarbonat hanya diberikan jika ventilasi adekuat, atau
telah terpasang ventilasimekanik yang baik.
3) Pemberian bikarbonat dapat pula menyebabkan hipotensi
RESUSITASI BBL
 CUKUP BULAN ? Perawatan rutin :
 BERNAFAS / MENANGIS ?  Beri kehangatan
 Bersihkan jalan nafas, bila
 TONUS BAIK ? perlu
 Keringkan
 Evaluasi

Hangatkan, bersihkan jalan


nafas, keringkan, rangsang

FJP di bawah 100 dpm, Sulit bernafas atau


Megap-megap atau apneu ? Sianosis menetap ?

VTP, monitor SpO2 Bersihkan jalan nafas


Monitor SpO2
FJP di bawah 100 dpm ? Pertimbangkan CPAP

Lakukan langkah PERAWATAN PASCA


perbaikan ventilasi RESUSITASI

Target SpO2 PraDuktus setelah


FJP di bawah 60 dpm ?
lahir

1 menit 60 – 65%

Pertimbangkan intubasi 2 menit 65 – 70%

Kompresi dada 3 menit 70 – 75%


Koordinasikan dengan VTP 4 menit 75 – 80%

5 menit 80 – 85%
FJP di bawah 60 dpm, 6 menit 85 – 90%

EPINEFRIN IV
Penyulit yang mungkin terjadi selama resusitasi
Hipotermia
Dapat memperberat keadaan asidosis metabolik, sianosis, gawat napas, depresi susunan
saraf pusat, hipoglikemia.

Pneumotoraks
Pemberian ventilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan tekanan yang
terlalu besar dapat menyebabkan komplikasi ini. Jika bayi mengalami kelainan membran
hialin atau aspirasi mekonium, risiko pneumotoraks lebih besar karena cadangan jaringan
paru lebih lemah.

Trombosis vena
Pemasangan infus / kateter intravena dapat menimbulkan trauma pada dinding pembuluh
darah, potensial membentuk trombus. Selain itu, infus larutan hipertonik melalui pembuluh
darah tali pusat juga dapat mengakibatkan nekrosis hati dan trombosis vena.
BAB III
PENUTUP

Resusitasi mengandung arti harfiah “Menghidupkan kembali” tentunya


dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti
jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi jantung paru terdiri atas 2
komponen utama yakni : bantuan hidup dasar / BHD dan Bantuan hidup lanjut / BHL
Usaha Bantuan Hidup Dasar bertujuan dengan cepat mempertahankan pasokan oksigen
ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan.
Bantuan hidup lanjut dengan pemberian obat-obatan untuk memperpanjang hidup
Resusitasi dilakukan pada : infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”,
serangan Adams-Stokes, Hipoksia akut, keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan,
sengatan listrik, refleks vagal, serta kecelakaan lain yang masih memberikan peluang
untuk hidup. Resusitasi tidak dilakukan pada : kematian normal stadium terminal suatu
yang tak dapat disembuhkan.
Penanganan dan tindakan cepat pada resusitasi jantung paru khususnya pada
kegawatan kardiovaskuler amat penting untuk menyelamatkan hidup, untuk itu perlu
pengetahuan RJP yang tepat dan benar dalam pelaksanaannya.

Ditetapkan di Sorong
Tanggal Agustus 2019
Karumkital dr. R. Oetojo

dr. Fransiscus Tanuardus


Letkol Laut (K) NRP. 12060/P
DAFTAR PUSTAKA

http://www.klikdokter.com/healthnewstopics/read/2010/10/27/15031137/panduan-rjp-aha-
2010-dahulukan-kompresi-dada

http://novalintang.blogspot.com/2013/05/revisi-rjp-terbaru-american-heart.html

http://www.scribd.com/doc/95942220/Resusitasi-Jantung-dan-Paru-Bahasa-Indonesia-
Versi-AHA-2010

http://saptobudinugroho.blogspot.com/2010/10/urutan-rjpcpr-terbaru-dari-aha-
american.html

http://www.slideshare.net/ppnibone/resusitasi-
jantungdanparubahasaindonesiaversiaha2010

http://cigayung.wordpress.com/2010/10/27/prosedur-baru-resusitasi-jantung-paru-aha-
american-heart-association/

Sumber : Proyek Kesehatan Wanita & Keluarga Berencana / AusAID. Departemen


Kesehatan NTB & NTT. Perinasia. Mei 1998

Kuliah Anestesiologi dr. Sunatrio / dr. Adji Suntoro

Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Prof.dr. H..E. Monintja / dr. Nartono Kadri, FK UI 1999

Resuscitation of the new born infant, Brian A.Bates, Collin S. Goto.

Anda mungkin juga menyukai