Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata kuliah Keperawatan Elektif
DISUSUN OLEH :
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah metode untuk mengembalikan fungsi
pernapasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas dan henti
jantung yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Metode ini merupakan
kombinasi pernapasan buatan dan bantuan sirkulasi yang bertujuan mencukupi
kebutuhan oksigen otak
otak dan substrat lain sementara jantung dan paru tidak
berfungsi.
Keberhasilan RJP dimungkinkan oleh adanya interval waktu antara mati
klinis dan mati biologis, yaitu sekitar 4 – 6 menit. Dalam waktu tersebut mulai
terjadi kerusakan sel-sel otak rang kemudian diikuti organ-organ tubuh lain.
Dengan demikian pemeliharaan perfusi serebral merupakan tujuan utama pada
RJP.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang Resusitasi Jantung Paru.
2. Tujuan khusus
Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang :
BAB II
PEMBAHASAN
Komplikasi dari teknik ini adalah pendarahan hebat. Jika korban mengalami
pendarahan hebat, maka pelaksanaan RJP akan memperbanyak darah yang keluar
sehingga kemungkinan korban meninggal dunia lebih besar. Namun, jika korban
tidak segera diberi RJP, korban juga akan meninggal dunia.
RJP harus segera dilakukan dalam 4-6 menit setelah ditemukan telah terjadi henti
nafas dan henti jantung untuk mencegah kerusakan sel-sel otak dan lain-lain. Jika
penderita ditemukan bernafas namun tidak sadar maka posisikan dalm keadaan
mantap agar jalan nafas tetap bebas dan sekret dapat keluar dengan sendirinya.
Biasanya terjadi dalam waktu 8-10 menit dari henti jantung, dimulai dengan
kematian sel otak, bersifat irreversibel. (kecuali berada di suhu yang ekstrim
dingin, pernah dilaporkan melakukan resusitasi selama 1 jam/ lebih dan berhasil).
Catatan:
Pada korban yang sudah tidak ada refleks mata dan terjadi kerusakan batang otak
tidak perlu dilakukan RJP.
secara mendadak dan dapat balik normal, kalau dilakukan tindakan yang
tepat atau akan menyebabkan kematian atau kerusakan otak. Henti jantung
terminal akibat usia lanjut atau penyakit kronis tentu tidak termasuk henti
jantung.Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis
femoralis, radialis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali,
pernapasan berhenti atau satu-satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak
bereaksi terhadap
t erhadap rangsang cahaya dan pasien tidak sadar. Pengiriman O2
ke otak tergantung pada curah jantung, kadar hemoglobin (Hb), saturasi
Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi melebih 3-4 menit pada
3.Posisikan Korban
Korban harus dalam keadaan terlentang pada dasar yang keras (lantai,
long board). Bila dalam keadaan telungkup,
telungkup, korban dibalikkan. Bila dalam
keadaan trauma, pembalikan dilakukan dengan ”Log Roll”
Roll”
4.Posisi Penolong
Korban di lantai, penolong berlutut di
di sisi kanan korban .
5.Pemeriksaan Pernafasan
Yang pertama harus selalu dipastikan adalah airway
air way dalam keadaan baik.
a) Tidak terlihat gerakan otot napas
6.Pemeriksaan Sirkulasi
a) Pada orang dewasa tidak ada denyut nadi carotis
b) Pada bayi dan anak kecil tidak ada denyut nadi brachialis
c) Tidak ada tanda-tanda sirkulasi
d) Bila ada pulsasi dan korban pernapas, napas buatan dapat dihentikan.
Tetapi bila ada pulsasi dan korban tidak bernapas, napas buatan
diteruskan. Dan bila tidak ada pulsasi, dilakukan RJP.
D. Henti Napas
Pernapasan buatan diberikan dengan cara :
1.Mouth to Mouth Ventilation
Cara langsung sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi
(terutama hepatitis, HIV) karena itu harus memakai ”barrier device”
device” (alat
perantara). Dengan cara ini akan dicapai konsentrasi oksigen hanya 18 %.
%.
c). Setelah itu angkat mulut penolong dan lepaskan jari penolong
dari hidung korban. Hal ini memberikan kesempatan pada dada
korban kembali ke posisi semula.
2.Mouth to Stoma
Dapat dilakukan dengan membuat Krikotiroidektomi yang kemudian
dihembuskan udara melalui jalan yang telah dibuat melalui prosedur
Krikotiroidektomi tadi.
3.Mouth to Mask ventilation
Pada cara ini, udara ditiupkan ke dalam mulut penderita dengan bantuan
face mask .
E. Henti Jantung
RJP dapat dilakukan oleh satu orang penolong atau dua orang penolong.
penolong.
Lokasi titik tumpu kompresi.
kompresi.
1. 1/3 distal sternum atau 2 jari proksimal Proc. Xiphoideus
2. Jari tengah tangan kanan diletakkan di Proc. Xiphoideus, sedangkan
jari telunjuk mengikuti
3.Tempatkan tumit tangan di atas jari telunjuk tersebut
4. Tumit tangan satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada tepat
di titik pijat jantung
5. Jari-jari tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dada
korban
5. Rasio pijat dan napas 30 : 2 (15 kali kompresi : 2 kali hembusan napas)
6. Setelah empat siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi
G. Fase RJP
H (Hypothermia)
(Hypothermia) : Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan
fungsi susunan saraf pusat yaitu pada suhu
antara 30° - 32°C.
mengendalikan kejang.
H. Persiapan
1) Anestesi Karena seseorang dalam serangan jantung adalah hampir selalu
tidak sadar, obat-obat anestesi biasanya tidak diperlukan untuk resusitasi
kardiopulmoner (RJP).
2) Peralatan
RJP, dalam bentuk yang paling dasar, dapat dilakukan di mana saja tanpa
perlu peralatan khusus. Terlepas dari peralatan yang tersedia, teknik yang
tepat sangatlah penting. Alat pelindung diri (APD) yaitu, sarung tangan,
masker, gaun, harus digunakan. Namun, pada sebagian besar pasien yang
diresusitasi di luar rumah sakit, RJP dilakukan tanpa perlindungan seperti
itu, dan tidak ada kasus yang telah dilaporkan tentang penularan penyakit
melalui pengiriman pasien yang di RJP. Beberapa rumah sakit dan sistem
pelayanan medis darurat, menggunakan perangkat elektronik untuk
memberikan penekanan dada mekanik, meskipun sampai relatif baru baru
ini, perangkat tersebut belum terbukti lebih efektif daripada kompresi
manual yang berkualitas tinggi.
I. Pemposisian pasien
RJP adalah yang paling mudah dan efektif dilakukan dengan meletakkan
pasien secara terlentang pada permukaan yang relatif keras, yang
memungkinkan kompresi efektif pada sternum. RJP yang dilakukan di atas
J. Prosedur RJP
Pada dasarnya resusitasi jantung paru terdiri dari 2 elemen : kompresi dada
dan mulut-ke-mulut (mouth-to-mouth) napas buatan.Sebelum menolong
korban, hendaklah menilai keadaan lingkungan terlebih dahulu:
2. Apakah korban tampak mulai tidak sadar, tepuk atau goyangkan bahu
korban dan bertanya dengan suara keras “Apakah Anda baik -baik
-baik
saja?”
Dalam melakukan resusitasi jantung paru, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1. Pengenalan dan pengaktifan cepat sistem tanggapan darurat Jika melihat
seorang yang tiba-tiba jatuh atau tidak responsive maka petugas kesehatan
Tabel 1. Anjuran dan Larangan BLS untuk CPR Berkualitas Tinggi pada Pasien
Dewasa
1. Penting :
a. Adrenalin : Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis
dosis
yang diberikan 0,5 –
0,5 – 1
1 mg iv diulang setelh 5 menit sesuai kebutuhan dan
yang perlu diperhatikan dapat meningkatkan pemakaian O2 miokard,
takiaritmi, dan fibrilasi ventrikel.
b. Natrium Bikarbonat : Penting untuk melawan metabolik asidosis,
diberikan iv dengan dosis awal : 1 mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun
dalam infus setelah selama periode 10 menit. Dapat juga diberikan
intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif tercapai, pemberian
harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan
hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang efektif maka ulangi lagi
pemberian dengan dosis yang sama.
c. Sulfat Atropin : Atropin tidak lagi direkomendasikan untuk digunakan
rutin dalam pengelolaan pulseless electrical activity (PEA)/asistol.
Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler dan
½ mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam interval 5 menit
sampai tercapai denyut nadi > 60/menit, dosis total tidak boleh melebihi 2
mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis
lebih besar.
d. Lidokain: Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek
antiaritmia dengan cara meningkatkan ambang stimulasi listrik dari
ventrikel selama diastole. Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada perubahan
bermakna dari kontraktilitas
kontraktilita s miokard, tekanan arteri
art eri sistemik,
siste mik, atau periode
refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan iritabilitas sehingga
lung akibat henti jantung. Bila ada kecurigaan edema otak setelah henti
jantung, 60-100 mg metil prednisolon sodium succinate tiap 6 jam
akan menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia
post aspirasi, maka digunakan dexametason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Penanganan dan tindakan cepat pada resusitasi jantung paru khususnya pada
kegawatan kardiovaskuler amat penting untuk menyelematkan hidup, untuk itu
perlu pengetahuan RJP yang tepat dan benar dalam pelaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
CONTOH SOAL
1. Jika anda bersama teman anda menemukan seseorang tidak sadarkan diri diluar
ruangan. Setelah melakukan pemeriksaan kesadaran, anda meminta teman anda
untuk menghubungi layanan gawat darurat. Maka langkah selanjutnya yang anda
lakukan adalah :
b. Periksa denyut nadi, bila tidak ada seger melakukan kompresi
dengan perbandingan 30:2
2. Resusitasi jantung paru adalah tindakan pertolongan pertama pada orang yang
mengalami,.....
e. Evaluation
4. Yang bukan indikasi dilakukan RJP ( resusitasi Jantung Paru ) adalah
a. Pasien dengan sumbatan jalan nafas