Anda di halaman 1dari 21

 

MAKALAH RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata kuliah Keperawatan Elektif

Dosen Pembimbing : Zaenal Amirudin,S.Kep.,Ns,M.Kes

DISUSUN OLEH :

1.  Anwar Yasin (P1337420317064)


(P1337420317064)
2.  Vigi Mega (P1337420317068)
(P1337420317068)
3.  Ilham Rohmanul Hakim (P1337420317070)
(P1337420317070)
4.  Darohjatun Min Aeni (P1337420317075)
(P1337420317075)
5.  Fatimah Azahro (P1337420317082)
(P1337420317082)
6.  Tiyas Sastian (P1337420317087)
(P1337420317087)
7.  Fauziyyatun Khasanah (P1337420317099)
(P1337420317099)

8.   Ni’ma Salisa (P1337420317104)


9.   Nurunnisa Latifa (P1337420317106)
(P1337420317106)

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN

2019
 

 
BAB I 
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang 
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah metode untuk mengembalikan fungsi
 pernapasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas dan henti
 jantung yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Metode ini merupakan
kombinasi pernapasan buatan dan bantuan sirkulasi yang bertujuan mencukupi
kebutuhan oksigen otak
otak dan substrat lain sementara jantung dan paru tidak
 berfungsi.
Keberhasilan RJP dimungkinkan oleh adanya interval waktu antara mati
klinis dan mati biologis, yaitu sekitar 4  –   6 menit. Dalam waktu tersebut mulai

terjadi kerusakan sel-sel otak rang kemudian diikuti organ-organ tubuh lain.
Dengan demikian pemeliharaan perfusi serebral merupakan tujuan utama pada
RJP.

B. Tujuan 
1. Tujuan umum 
Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang Resusitasi Jantung Paru.
2. Tujuan khusus 
Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang :

1.Dapat mengetahui tentang RJP


2.Dapat mengetahui tentang Teknik Resusitasi Jantung Paru (Kompresi)
 

 
BAB II 
PEMBAHASAN

A. Pengertian Resusitasi Jantung Paru


Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat
kegagalan sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna
mencegah kematian biologis.
Resusitasi jantung paru (RJP),atau juga dikenal dengan cardio pulmonier
resusitation (CPR), merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan
 buatan. Teknik ini diberikan pada korban yang mengalami henti jantung dan
nafas, tetapi masih hidup.

Komplikasi dari teknik ini adalah pendarahan hebat. Jika korban mengalami
 pendarahan hebat, maka pelaksanaan RJP akan memperbanyak darah yang keluar
sehingga kemungkinan korban meninggal dunia lebih besar. Namun, jika korban
tidak segera diberi RJP, korban juga akan meninggal dunia.
RJP harus segera dilakukan dalam 4-6 menit setelah ditemukan telah terjadi henti
nafas dan henti jantung untuk mencegah kerusakan sel-sel otak dan lain-lain. Jika
 penderita ditemukan bernafas namun tidak sadar maka posisikan dalm keadaan
mantap agar jalan nafas tetap bebas dan sekret dapat keluar dengan sendirinya.

Mati Klinik RJP Mati Biologik


( Reversibel ) 4-6 menit ( Ireversibel )
Keterangan:
1. Mati Klinis
Tidak ditemukan adanya pernapasan dan denyut nadi, bersifat reversibel,
 penderita punya kesempatan waktu 4-6 menit untuk dilakukan resusitasi tanpa
kerusakan otak.
2. Mati Biologis
 

Biasanya terjadi dalam waktu 8-10 menit dari henti jantung, dimulai dengan
kematian sel otak, bersifat irreversibel. (kecuali berada di suhu yang ekstrim
dingin, pernah dilaporkan melakukan resusitasi selama 1 jam/ lebih dan berhasil).

Catatan:
Pada korban yang sudah tidak ada refleks mata dan terjadi kerusakan batang otak
tidak perlu dilakukan RJP.

B. Indikasi Melakukan RJP


1. Henti Napas (Apneu)
Henti napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh
 banyak hal, misalnya serangan
s erangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi
asap/uap/gas, obstruksi jalan napas oleh benda asing, tesengat listrik,

tersambar petir, serangan infark jantung, radang epiglotis, tercekik


(suffocation), trauma dan lain-lainnya.Pada awal henti napas, jantung
masih berdenyut, masih teraba nadi, pemberian O2 ke otak dan organ vital
lainnya masih cukup sampai beberapa menit. Kalau henti napas mendapat
 pertolongan segera maka pasien akan teselamatkan hidupnya dan
sebaliknya kalau terlambat akan berakibat henti jantung.
2. Henti Jantung (Cardiac
( Cardiac Arrest )
Henti jantung primer (cardiac arrest) ialah ketidaksanggupan curah
 jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya

secara mendadak dan dapat balik normal, kalau dilakukan tindakan yang
tepat atau akan menyebabkan kematian atau kerusakan otak. Henti jantung
terminal akibat usia lanjut atau penyakit kronis tentu tidak termasuk henti
 jantung.Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis
femoralis, radialis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali,
 pernapasan berhenti atau satu-satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak
 bereaksi terhadap
t erhadap rangsang cahaya dan pasien tidak sadar. Pengiriman O2
ke otak tergantung pada curah jantung, kadar hemoglobin (Hb), saturasi
Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi melebih 3-4 menit pada
 

suhu normal akan menyebabkan kortek serebri rusak menetap, walaupun


setelah itu dapat membuat jantung berdenyut kembali.

C. Langkah Sebelum Memulai Resusitasi Jantung Paru (RJP)


1.Penentuan Tingkat Kesadaran ( Respon Korban )
Dilakukan dengan menggoyangkan korban. Bila korban menjawab, maka
ABC dalam keadaan baik. Dan bila tidak ada respon, maka perlu ditindaki
segera.
2.Memanggil bantuan (call
(call for help)
help)
Bila petugas hanya seorang diri, jangan memulai RJP sebelum
memanggil bantuan.

3.Posisikan Korban
Korban harus dalam keadaan terlentang pada dasar yang keras (lantai,
long board). Bila dalam keadaan telungkup,
telungkup, korban dibalikkan. Bila dalam
keadaan trauma, pembalikan dilakukan dengan ”Log Roll” 
Roll”  
4.Posisi Penolong
Korban di lantai, penolong berlutut di
di sisi kanan korban .
5.Pemeriksaan Pernafasan
Yang pertama harus selalu dipastikan adalah airway
air way dalam keadaan baik.
a)  Tidak terlihat gerakan otot napas

 b)  Tidak ada aliran udara via hidung


Dapat dilakukan dengan menggunakan teknik lihat, dengan dan rasa, bila
korban bernapas, korban tidak memerlukan RJP.

6.Pemeriksaan Sirkulasi
a)  Pada orang dewasa tidak ada denyut nadi carotis
 b)  Pada bayi dan anak kecil tidak ada denyut nadi brachialis
c)  Tidak ada tanda-tanda sirkulasi
 

d)  Bila ada pulsasi dan korban pernapas, napas buatan dapat dihentikan.
Tetapi bila ada pulsasi dan korban tidak bernapas, napas buatan
diteruskan. Dan bila tidak ada pulsasi, dilakukan RJP.

D. Henti Napas
Pernapasan buatan diberikan dengan cara :
1.Mouth to Mouth Ventilation
Cara langsung sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi
(terutama hepatitis, HIV) karena itu harus memakai ”barrier device” 
device”   (alat
 perantara). Dengan cara ini akan dicapai konsentrasi oksigen hanya 18 %.
%.

a). Tangan kiri penolong menutup hidung korban dengan cara


memijitnya dengan jari telunjuk dan ibu
i bu jari, tangan kanan penolong
menarik dagu korban ke atas.
 b). Penolong menarik napas dalam-dalam, kemudian letakkan
mulut penolong ke atas mulut korban sampai menutupi seluruh
mulut korban secara pelan-pelan sambil memperhatikan adanya
gerakan dada korban sebagai akibat dari tiupan napas penolong.
Gerakan ini menunjukkan bahwa udara yang ditiupkan oleh
 penolong itu masuk ke dalam paru-paru korban.

c). Setelah itu angkat mulut penolong dan lepaskan jari penolong
dari hidung korban. Hal ini memberikan kesempatan pada dada
korban kembali ke posisi semula.
2.Mouth to Stoma
Dapat dilakukan dengan membuat Krikotiroidektomi yang kemudian
dihembuskan udara melalui jalan yang telah dibuat melalui prosedur
Krikotiroidektomi tadi.
3.Mouth to Mask ventilation
Pada cara ini, udara ditiupkan ke dalam mulut penderita dengan bantuan

 face mask .
 

4.Bag Valve Mask Ventilation ( Ambu Bag)


Dipakai alat yang ada bag dan mask dengan di antaranya ada katup.
Untuk mendapatkan penutupan masker yang baik, maka sebaiknya masker

dipegang satu petugas sedangkan petugas yang lain memompa.


5.Flow restricted Oxygen Powered Ventilation (FROP)
Pada ambulans dikenal sebagai “ OXY –   Viva “. Alat ini secara
otomatis akan memberikan oksigen sesuai ukuran aliran (flow) yang
diinginkan.Bantuan jalan napas dilakukan dengan sebelumnya
mengevaluasi jalan napas korban apakah terdapat sumbatan atau tidak.
Jika terdapat sumbatan maka hendaknya dibebaskan terlebih dahulu.

E. Henti Jantung

RJP dapat dilakukan oleh satu orang penolong atau dua orang penolong.
penolong.  
 Lokasi titik tumpu kompresi. 
kompresi. 
1. 1/3 distal sternum atau 2 jari proksimal Proc. Xiphoideus
2. Jari tengah tangan kanan diletakkan di Proc. Xiphoideus, sedangkan
 jari telunjuk mengikuti
3.Tempatkan tumit tangan di atas jari telunjuk tersebut
4. Tumit tangan satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada tepat
di titik pijat jantung
5. Jari-jari tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dada

korban

F. Teknik Resusitasi Jantung Paru (Kompresi)


(Kompresi)
1.  Kedua lengan lurus dan tegak lurus pada sternum
2.  Tekan ke bawah sedalam 4-5 cm
a)  Tekanan tidak terlalu kuat
 b)  Tidak menyentak
c)  Tidak bergeser / berubah tempat
3.  Kompresi ritmik 100 kali / menit ( 2 pijatan / detik )

4.  Fase pijitan dan relaksasi sama ( 1 : 1)


 

5.  Rasio pijat dan napas 30 : 2 (15 kali kompresi : 2 kali hembusan napas)
6.  Setelah empat siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi
G. Fase RJP

Resusitasi jantung paru dibagi menjadi 3 fase diantaranya:


a)  Fase I : Tunjangan Hidup Dasar (Basic Life Support) yaitu prosedur
 pertolongan darurat mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas dan henti
 jantung, dan bagaimana melakukan RJP secara benar.
Terdiri dari :
C (circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi
 jantung paru.
A (airway) : menjaga jalan nafas tetap terbuka.
B (breathing) : ventilasi paru dan oksigenisasi yang adekuat.

 b)  Fase II : Tunjangan hidup lanjutan (Advance Life Support); yaitu


tunjangan hidup dasar ditambah dengan :
D (drugs) : Pemberian obat-obatan termasuk cairan.
E (electrocardiography) :Diagnosis elektrokardiografis secepat
mungkin setelah dimulai KJL, untuk
mengetahui apakah ada fibrilasi ventrikel,
asistole, atau agonal ventricular complex.
F (fibrillation treatment) :Tindakan untuk mengatasi fibrilasi
ventrikel.

c)  Fase III : Tunjangan hidup terus-menerus (Prolonged Life Support).


G (Gauge) :Pengukuran dan pemeriksaan untuk
monitoring penderita secara terus menerus,
dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian
mengobatinya.
H (Head) : Tindakan resusitasi untuk menyelamatkan
otak dan sistim saraf dari kerusakan lebih
lanjut akibat terjadinya henti jantung,
sehingga dapat dicegah terjadinya kelainan

neurologic yang permanen.


 

H (Hypothermia)
(Hypothermia) : Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan
fungsi susunan saraf pusat yaitu pada suhu
antara 30° - 32°C.

H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban yang ditolong


adalah manusia yang mempunyai perasaan,
karena itu semua tindakan hendaknya
 berdasarkan perikemanusiaan.
I (Intensive care) :Perawatan intensif di ICU, yaitu :
tunjangan ventilasi : trakheostomi,
 pernafasan dikontrol terus menerus, sonde
lambung, pengukuran pH, pCO2 bila
diperlukan, dan tunjangan sirkulasi,

mengendalikan kejang.
H. Persiapan
1)  Anestesi Karena seseorang dalam serangan jantung adalah hampir selalu
tidak sadar, obat-obat anestesi biasanya tidak diperlukan untuk resusitasi
kardiopulmoner (RJP).
2)  Peralatan
RJP, dalam bentuk yang paling dasar, dapat dilakukan di mana saja tanpa
 perlu peralatan khusus. Terlepas dari peralatan yang tersedia, teknik yang
tepat sangatlah penting. Alat pelindung diri (APD) yaitu, sarung tangan,

masker, gaun, harus digunakan. Namun, pada sebagian besar pasien yang
diresusitasi di luar rumah sakit, RJP dilakukan tanpa perlindungan seperti
itu, dan tidak ada kasus yang telah dilaporkan tentang penularan penyakit
melalui pengiriman pasien yang di RJP. Beberapa rumah sakit dan sistem
 pelayanan medis darurat, menggunakan perangkat elektronik untuk
memberikan penekanan dada mekanik, meskipun sampai relatif baru baru
ini, perangkat tersebut belum terbukti lebih efektif daripada kompresi
manual yang berkualitas tinggi.
I. Pemposisian pasien
 

RJP adalah yang paling mudah dan efektif dilakukan dengan meletakkan
 pasien secara terlentang pada permukaan yang relatif keras, yang
memungkinkan kompresi efektif pada sternum. RJP yang dilakukan di atas

 bahan yang lembut


l embut seperti kasur atau yang lainnya, umumnya kurang efektif.
Petugas kesehatan yang memberikan penekanan harus ditempatkan cukup
tinggi di atas pasien untuk mencapai ketinggian yang cukup, sehingga ia dapat
menggunakan berat badannya untuk
untuk kompresi dada yang cukup.8
cukup.8 Di rumah
sakit, di mana pasien berada di atas brangkar atau tempat tidur, posisi yang
tepat sering dicapai dengan menurunkan tempat tidur, operator RJP yang
 berdiri di atas bangku pijakan , ataupun keduanya. Dalam RJP di luar rumah
sakit, pasien sering diposisikan di lantai, dengan operator RJP berlutut di
samping pasien.

J. Prosedur RJP

Pada dasarnya resusitasi jantung paru terdiri dari 2 elemen : kompresi dada
dan mulut-ke-mulut (mouth-to-mouth) napas buatan.Sebelum menolong
korban, hendaklah menilai keadaan lingkungan terlebih dahulu:

1. Apakah korban dalam keadaan sadar?

2. Apakah korban tampak mulai tidak sadar, tepuk atau goyangkan bahu
korban dan bertanya dengan suara keras “Apakah Anda baik -baik
-baik
saja?”

3. Apabila korban tidak berespon, mintalah bantuan untuk menghubungi


rumah sakit terdekat, dan mulailah RJP

K. Bantuan Hidup Dasar

Prinsip utama dalam resusitasi adalah memperkuat rantai kelangsungan


hidup (chain of survival). Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasi
koordinasi rantai kelangsungan hidup. Urutan rantai kelangsungan hidup pada
 pasien dengan henti jantung (cardiac arrest) dapat berubah tergantung lokasi
kejadian: apakah cardiac arrest terjadi di dalam lingkungan rumah sakit (HCA)
 

atau di luar lingkungan rumah sakit (OHCA). Gambar 1 menunjukkan “chain


of survival” pada kondisi HCA maupun OHCA

Gambar 1. Rantai Kelangsungan Hidup HCA dam OHCA

Dalam melakukan resusitasi jantung-paru, AHA (American Heart Association)


merumuskan panduan BLS-CPR yang saat ini digunakan secara global. Gambar 2
menunjukkan skema algoritma dalam tindakan resusitasi jantung-paru pada pasien
dewasa.
 

Gambar 2. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Dewasa

Dalam melakukan resusitasi jantung paru, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:

1.  Pengenalan dan pengaktifan cepat sistem tanggapan darurat Jika melihat

seorang yang tiba-tiba jatuh atau tidak responsive maka petugas kesehatan
 

harus mengamankan tempat kejadian dan memeriksa respon korban. Tepukan


 pada pundak dan teriakkan nama korban sembari melihat apakah korban tidak
 bernafas atau terengah-engah. Lihat apakah korban merespon dengan

 jawaban, erangan atau gerakan. Penolong harus memanggil bantuan terdekat


setelah korban tidak menunjukkan reaksi. Akan lebih baik bila penolong juga
memeriksa pernapasan dan denyut nadi korban seiring pemeriksaan respon
 pasien agar tidak menunda waktu dilakukannya
dilakukannya RJP.
2.  Resusitasi Jantung Paru dini
Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kompresi (sekitar 18 detik). Kriteria
 penting untuk mendapatkan
mendapatkan kompresi yang berkualitas adalah:
a.  Kompresi dada diberikan dengan kecepatan minimal 100 kali per
menit dan maksimal 120 kali per menit. Pada kecepatan lebih dari

120 kali / menit, kedalaman kompresi akan berkurang seiring


semakin cepatnya interval kompresi dada.
 b.  Kompresi dada dilakukan dengan kedalaman minimal 2 inci (5 cm)
dan kedalaman maksimal 2,4 inci (6 cm). Pembatasan kedalaman
kompresi maksimal diperuntukkan mengurangi potensi cedera
akibat kedalaman kompresi yang berlebihan. Pada pasien bayi
minimal sepertiga dari diameter anterior-posterior dada atau sekitar
1 ½ inchi (4 cm) dan untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm). Pada pasien
anak dalam masa pubertas (remaja), kedalam kompresi dilakukan

seperti pada pasien dewasa.


c.  Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah
sternum). Petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau
 berdiri disamping korban jika korban berada di tempat tidur. Tabel
1 mencantumkan beberapa hal yang perlu diperhatikan selama
melakukan kompresi dada dan pemberian ventilasi:
 

Tabel 1. Anjuran dan Larangan BLS untuk CPR Berkualitas Tinggi pada Pasien
Dewasa

d.  Menunggu recoil dada yang sempurna dalam sela kompresi.


Selama melakukan siklus kompresi dada, penolong harus
membolej\hkan rekoil dada penuh dinding dada setelah setiap
kompresi; dan untuk melakukan hal tersebut penolong tidak boleh
 bertumpu di atas dada pasien setelah setiap kompresi.
e.  Meminimalisir interupsi dalam sela kompresi. Penolong harus
 berupaya meminimalkan frekuensi dan durasi gangguan dalam
kompresi untuk mengoptimalkan jumlah kompresi yang dilakukan
 per menit.
f.  Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang
maka bebaskan jalan nafas melalui head tilt – 
tilt  –  chin
 chin lift. Namun jika
korban dicurigai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas
melalui jaw thrust.
g.  Menghindari ventilasi berlebihan. Berikan ventilasi sebanyak 2
kali. Pemberian ventilasi dengan jarak 1 detik diantara ventilasi.
Perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal
yang masuk adekuat.
h.  Setelah terpasang saluran napas lanjutan (misalnya pipa
endotrakeal, Combitube, atau saluran udar masker laring),
 penolong perlu memberikan 1 napas buatan setiap 6 detik (10
napas buatan per menit) untuk pasien dewasa, anak-anak, dan bayi
sambil tetap melakukan kompresi dada berkelanjutan.
 

i.  Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada


 bergantian setiap 2 menit.

Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan


 bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12
nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus
 perbandingan kompresi
kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2.

RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien


 bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan
sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat
defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway.

L. Bantuan Hidup Lanjut

Terdiri atas Bantuan hidup dasar ditambah langkah-langkah :


D (Drugs) : Pemberian obat-obatan.

Obat-obat tersebut dibagi menjadi 2 golongan :

1.  Penting :
a. Adrenalin : Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis
dosis
yang diberikan 0,5 – 
0,5  –  1
  1 mg iv diulang setelh 5 menit sesuai kebutuhan dan
yang perlu diperhatikan dapat meningkatkan pemakaian O2 miokard,
takiaritmi, dan fibrilasi ventrikel.
 b. Natrium Bikarbonat : Penting untuk melawan metabolik asidosis,
diberikan iv dengan dosis awal : 1 mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun
dalam infus setelah selama periode 10 menit. Dapat juga diberikan
intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif tercapai, pemberian
harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan
hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang efektif maka ulangi lagi
 pemberian dengan dosis yang sama.
c. Sulfat Atropin : Atropin tidak lagi direkomendasikan untuk digunakan
rutin dalam pengelolaan pulseless electrical activity (PEA)/asistol.
Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler dan
 

mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling


 berguna dalam mencegah
mence gah “arrest” pada keadaan sinus bradikardi sekunder
s ekunder
karena infark miokard, terutama bila ada hipotensi. Dosis yang dianjurkan

½ mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam interval 5 menit
sampai tercapai denyut nadi > 60/menit, dosis total tidak boleh melebihi 2
mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis
lebih besar.
d. Lidokain: Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek
antiaritmia dengan cara meningkatkan ambang stimulasi listrik dari
ventrikel selama diastole. Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada perubahan
 bermakna dari kontraktilitas
kontraktilita s miokard, tekanan arteri
art eri sistemik,
siste mik, atau periode
refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan iritabilitas sehingga

mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil,


 juga efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang multi fokal dan
episode takikardi ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus,
 pelan-pelan dan bisa diulang bila perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus
kontinu 1-3 mg/menit, biasanya tidak lebih dari 4 mg/menit, berupa
lidocaine 500 ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml).
2.  Berguna
a.  Isoproterenol : Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera
(bradikardi hebat karena complete heart block). Ia diberikan dalam

infus dengan jumlah 2 sampai 20 mg/menit (1-10 ml larutan dari 1 mg


dalam 500 ml dectrose 5 %), dan diatur untuk meninggikan denyut
 jantung sampai kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna untuk sinus
 bradikardi berat yang tidak berhasil diatasi dengan Atropine.
 b.  Propanolol: Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya
terbukti berguna untuk kasus-kasus takikardi ventrikel yang berulang
atau fibrilasi ventrikel berulang dimana ritme jantung tidak dapat
diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat
diulang sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.
 

c.  Kortikosteroid: Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5


mg/kgBB metil prednisolon sodium succinate atau 1 mg/kgBB
dexametason fosfat) untuk pengobatan syok kardiogenik atau syok

lung akibat henti jantung. Bila ada kecurigaan edema otak setelah henti
 jantung, 60-100 mg metil prednisolon sodium succinate tiap 6 jam
akan menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia
 post aspirasi, maka digunakan dexametason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.
 

BAB III 

PENUTUP 

KESIMPULAN  

Resusitasi mengandung arti harfiah “Menghidupkan kembali” tentunya


dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode
henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi jantung paru terdiri
atas 2 komponen utama yakni : bantuan hidup dasar / BHD dan Bantuan hidup
lanjut / BHL Usaha Bantuan Hidup Dasar bertujuan dengan cepat
mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil
menunggu pengobatan lanjutan. Bantuan hidup lanjut dengan pemberian obat-
obatan untuk memperpanjang hidup Resusitasi dilakukan pada : infark jantung

“kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”, serangan Adams-Stokes,


Adams-Stokes, Hipoksia
akut, keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan, sengatan listrik, refleks vagal,
serta kecelakaan lain yang masih memberikan peluang untuk hidup. Resusitasi
tidak dilakukan pada : kematian normal stadium terminal suatu yang tak dapat
disembuhkan.

Penanganan dan tindakan cepat pada resusitasi jantung paru khususnya pada
kegawatan kardiovaskuler amat penting untuk menyelematkan hidup, untuk itu
 perlu pengetahuan RJP yang tepat dan benar dalam pelaksanaannya.
 

DAFTAR PUSTAKA 

Latief S.A., 2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Penerbit


FKUI. Jakarta. Lira .A , Kulkarni R. 2012. Cardiopulmonary Resuscitation.
Diperbaharui tanggal 17 Juni 2011 , disitasi tanggal 18 Maret 2012. Diunduh
dari http://emedicine.medscape.com/article/1344081-overview.Di 
http://emedicine.medscape.com/article/1344081-overview.Di  akses pada
tanggal 22 Agustus 2019 pukul 22.45 WIB

John M. Field, Part 1: Executive Summary: 2010 American Heart


Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care. Circulation
Cir culation 2010;122;S640-S656.
 

CONTOH SOAL

1.  Jika anda bersama teman anda menemukan seseorang tidak sadarkan diri diluar
ruangan. Setelah melakukan pemeriksaan kesadaran, anda meminta teman anda
untuk menghubungi layanan gawat darurat. Maka langkah selanjutnya yang anda
lakukan adalah :

a.  Berikan 2 bantuan nafas buatan secara cepat

 b.  Periksa denyut nadi, bila tidak ada seger melakukan kompresi
dengan perbandingan 30:2 

c.  Memindahkan pasien keposisi aman dan mantap

d.  Tidak berbuat apa-apa, sambil menunggu bantuan dating

e.  Membuka jalan nafas

2.  Resusitasi jantung paru adalah tindakan pertolongan pertama pada orang yang
mengalami,.....

a.  Henti jantung


 b.  Henti napas 
 
c. Henti gerak
d.  Pingsan
e.  Koma
3.  Buka jalan napas, letakkan satu tangan di dahi pasien, dan dua jari tangan di
 bawah dagunya. Dengan lembut dongakkan kepalanya dengan menekan dahi
sambil sedikit mendorong dagu pasien. Merupakan langkah resusitasi,..
a.  Airways 
 b.  Breathing
c.  Circulation
 
d. Drug
 

e.  Evaluation
4.  Yang bukan indikasi dilakukan RJP ( resusitasi Jantung Paru ) adalah
a.  Pasien dengan sumbatan jalan nafas

 b.  Pasien dengan depressi pernafasan


c.  Penyakit jantung
d.  Trauma
e.  Gagal Ginjal Akut 
5. Pada orang dewasa tindakan RJP dilakukan o
oleh
leh 1 penolong
penolong dengan rasio,..

a.  20 kompresi dada dengan 2x tiupan napas

 b.  20 kompresi dada dengan 1x tiupan napas

c.  30 kopmpresi dada dengan 2x tiupan napas  

d.  30 kompresi dada dengan 1x tiupan napas

e.  30 kompresi dada dengan 3x tiupan napas

Anda mungkin juga menyukai