Anda di halaman 1dari 45

REFERAT

CARDIO PULMONARY RESUCITATION (CPR) GUIDELINES 2010


Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepanitraan Klinik Stase Anestesiologi di RSUD DR. ADHYATMA Tugurejo Semarang

Pembimbing: dr. Meriwijanti, Sp.An.KIC Disusun oleh : HANIF ALIENDA WARDHANI SEPTIA PUTRI PRAYITAMI H2A008023 H2A008041

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2013 HALAMAN PENGESAHAN


Nama NIM Nama NIM Fakultas Universitas Bidang pendidikan Judul Referat Pembimbing : HANIF ALIENDA WARDHANI : H2A008023 : SEPTIA PUTRI PRAYITAMI : H2A008041 : Kedokteran Umum : Universitas Muhammadiyah Semarang : Anestesiologi : CARDIO PULMONARY RESUCITATION (CPR) GUIDELINES 2010 : dr. Meriwijanti, Sp.An.KIC

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal

Mei 2013

Mengetahui :

Ketua SMF Anestesiologi RSUD DR. ADHYATMA Tugurejo Semarang Pembimbing

dr. Kiswono Basuki, Sp.An 2

dr. Meriwijanti, Sp.An.KIC

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga referat dengan judul CARDIO PULMONARY RESUCITATION (CPR) GUIDELINES 2010 ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi syarat Kepanitraan Klinik Stase Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang periode 13 Mei 2013 s/d 25 Mei 2013. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. dr. Kiswono Basuki, SpAn, selaku kepala instalasi Anestesiologi dan Pembimbing Kepanitraan Klinik Anestesiologi di RSUD Tugurejo Semarang. 2. 3. 4. dr. Endang W, Sp.An, selaku Pembimbing Kepanitraan Klinik Anestesiologi di RSUD Tugurejo Semarang. dr. Meriwijanti, Sp.An.KIC selaku Pembimbing Kepanitraan Klinik Anestesiologi di RSUD Tugurejo Semarang. Staff Anestesiologi RSUD Tugurejo Semarang. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini, maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik, dan dapat berguna bagi semua yang membacanya.

Semarang,

Mei 2013

penulis

BAB I PENDAHULUAN Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah serangkaian usaha penyelamatan hidup pada henti jantung. Walaupun pendekatan yang dilakukan dapat berbeda-beda, tergantung penyelamat, korban dan keadaan sekitar, tantangan mendasar tetap ada, yaitu bagaimana melakukan RJP yang lebih dini, lebih cepat dan lebih efektif. Untuk menjawabnya, pengenalan akan adanya henti jantung dan tindakan segera yang harus dilakukan menjadi prioritas dari tulisan ini.1 Henti jantung menjadi penyebab utama kematian di beberapa negara. Terjadi baik di luar rumah sakit maupun di dalam rumah sakit. Diperkirakan sekitar 350.000 orang meninggal per tahunnya akibat henti jantung di Amerika dan Kanada. Perkiraan ini tidak termasuk mereka yang diperkirakan meninggal akibat henti jantung dan tidak sempat diresusitasi. Walaupun usaha untuk melakukan resusitasi tidak selalu berhasil, lebih banyak nyawa yang hilang akibat tidak dilakukannya resusitasi.1,2 Sebagian besar korban henti jantung adalah orang dewasa, tetapi ribuan bayi dan anak juga mengalaminya setiap tahun. Henti jantung akan tetap menjadi penyebab utama kematian yang prematur, dan perbaikan kecil dalam usaha penyelamatannya akan menjadi ribuan nyawa yang dapat diselamatkan setiap tahun.1,2 Bantuan hidup dasar boleh dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang terlatih dalam bidang kesihatan. Ini bermaksud bahwa RJP boleh dilakukan dan dipelajari dokter, perawat, para medis dan juga orang awam.1,2 Menurut American Heart Association, rantai kehidupan mempunyai hubungan erat dengan tindakan resusitasi jantung paru, kerana penderita yang diberikan RJP, mempunyai kesempatan yang amat besar untuk dapat hidup kembali. American Heart Association (AHA) baru-baru ini telah mempublikasikan pedoman cardio pulmonary resuscitation dan perawatan darurat kardiovaskular

2010. Seperti yang kita ketahui, para ilmuan dan praktisi kesehatan terus mengeavaluasi CPR atau yang lebih kita kenal dengan RJP ini dan mempublikasikannya setiap 5 tahun. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh mencakup urutan dan prioritas langkah-langkah CPR dan disesuaikan dengan kemajuan ilmiah saat ini untuk mengidentifikasi faktor yang mempunyai dampak terbesar pada kelangsungan hidup. Atas dasar kekuatan bukti yang tersedia, mereka mengembangkan rekomendasi untuk mendukung intervensi yang hasilnya menunjukkan paling menjanjikan. Rekomendasi di Pedoman tahun 2010 mengkonfirmassi keamanan dan efektifitas dari banyak pendekatan, mengakui ketidakefektifan orang lain fan memperkenalkan perawatan baru berbasis evaluasi bukti intensif dan konsesnsus para ahli. Kehadiran rekomendasi baru ini tidak untuk menunjukkan bahwa pedoman sebelumnya tidak aman atau tidak efektif. Setelah mengevaluasi berbagai penelitian yang telah dipublikasi selama lima tahun terakhir AHA mengeluarkan Panduan Resusitasi Jantung Paru (RJP) 2010. Fokus utama RJP 2010 ini adalah kualitas kompresi dada. Tanggal 18 obtober 2010 lalu AHA (American Hearth Association) mengumumkan perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) yang berbeda dari prosedur sebelumnya yang sudah dipakai dalam 40 tahun terakhir. Perubahan tersebut ada dalam sistematikanya, yaitu sebelumnya menggunakan AB-C (Airway-Breathing-Circulation) sekarang menjadi C-A-B (Circulation Airway -Breathing). Namun perubahan yang ditetapkan AHA tersebut hanya berlaku pada orang dewasa, anak, dan bayi. Perubahan tersebut tidak berlaku pada neonatus. Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan pemberian kompresi dada dari pada membuka jalan napas dan memberikan napas buatan pada penderita henti jantung. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa teknik kompresi dada lebih diperlukan untuk mensirkulasikan sesegera mungkin oksigen ke seluruh tubuh terutama organ-organ vital seperti otak, paru, jantung dan lainlain.

Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah penderita mengalami henti jantung masih terdapat oksigen pada paru-paru dan sirkulasi darah. Oleh karena itu memulai kompresi dada lebih dahulu diharapkan akan memompa darah yang mengandung oksigen ke otak dan jantung sesegera mungkin. Kompresi dada dilakukan pada tahap awal selama 30 detik sebelum melakukan pembukaan jalan napas (Airway) dan pemberian napas buatan (breathing) seperti prosedur yang lama. AHA selalu mengadakan review guidelines CPR setiap 5 tahun sekali. Perubahan dan review terakhir dilakukan pada tahun 2005 dimana terjadi perubahan perbandingan kompresi dari 15 : 2 menjadi 30 : 2. Dengan perubahan ini AHA merekomendasikan agar segera mensosialisasikan perubahan ini kepada petugas medis, instruktur pelatihan, petugas p3k dan masyarakat umum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas atau henti jantung (kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis. Kematian klinis ditandai dengan hilangnya nadi arteri carotis dan arteri femoralis, terhentinya denyut jantung dan pembuluh darah atau pernafasan dan terjadinya penurunan atau kehilangan kesadaran. Kematian biologis dimana kerusakan otak tak dapat diperbaiki lagi, dapat terjadi dalam 4 menit setelah kematian klinis. Oleh Karena itu, berhasil atau tidaknya tindakan RJP tergantung cepatnya dilakukan tindakan dan tepatnya teknik yang dilakukan.3 B. INDIKASI 1. Henti Napas Henti napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal, misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi asap/uap/gas, obstruksi jalan napas oleh benda asing, tesengat listrik, tersambar petir, serangan infark jantung, radang epiglotis, tercekik (suffocation), trauma dan lain-lainnya.4 Pada awal henti napas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi, pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa menit. Kalau henti napas mendapat pertolongan segera maka pasien akan teselamatkan hidupnya dan sebaliknya kalau terlambat akan berakibat henti jantung.3,4. 2. Henti Jantung Henti jantung primer (cardiac arrest) ialah ketidak sanggupan curah jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya secara mendadak dan dapat balik normal, kalau dilakukan tindakan yang

tepat atau akan menyebabkan kematian atau kerusakan otak. Henti jantung terminal akibat usia lanjut atau penyakit kronis tentu tidak termasuk henti jantung.3,4 Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau takikardi tanpa denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel asistol (+10%) dan terakhir oleh disosiasi elektro-mekanik (+5%). Dua jenis henti jantung yang terakhir lebih sulit ditanggulangi karena akibat gangguan pacemaker jantung. Fibirilasi koordinasi aktivitas jantung menghilang. Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis femoralis, radialis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan berhenti atau satu-satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi terhadap rangsang cahaya dan pasien tidak sadar.3,4 Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah jantung, kadar hemoglobin (Hb), saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi melebih 3-4 menit pada suhu normal akan menyebabkan kortek serebri rusak menetap, walaupun setelah itu dapat membuat jantung berdenyut kembali.3,4 C. FASE RJP Resusitasi jantung paru dibagi menjadi 3 fase diantaranya3 : 1. FASE I : Tunjangan Hidup Dasar (Basic Life Support) yaitu prosedur pertolongan darurat mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas dan henti jantung, dan bagaimana melakukan RJP secara benar.Terdiri dari : C (circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru. A (airway) : menjaga jalan nafas tetap terbuka. B (breathing) : ventilasi paru dan oksigenisasi yang adekuat. 2. FASE II : Tunjangan hidup lanjutan (Advance Life Support); yaitu tunjangan hidup dasar ditambah dengan : ventrikel terjadi karena

D (drugs) : pemberian obat-obatan termasuk cairan. E (EKG) : diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin setelah dimulai PJL, untuk mengetahui apakah ada fibrilasi ventrikel, asistole atau agonal ventricular complexes. F (fibrillation treatment) : tindakan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel. 3. FASE III : Tunjangan hidup terus-menerus (Prolonged Life Support). G (Gauge) : Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita secara terus menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya. H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf dari kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat dicegah terjadinya kelainan neurologic yang permanen. H (Hipotermi) : Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi susunan saraf pusat yaitu pada suhu antara 30 32C. H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah manusia yang mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya berdasarkan perikemanusiaan. I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi : trakheostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan, dan tunjangan sirkulasi, mengendalikan kejang.3 D. PEMBAHARUAN PADA BLS GUIDELINES 2010 Terdapat beberapa pembaharuan pada BLS 2010, berbanding dengan 2005. Beberapa perubahan yang telah dilakukan adalah seperti berikut: 1,2,5 1. Mengenali sudden cardiac arrest (SCA) dari menganalisa respon dan pernafasan. (ie korban tidak bernafas) 2. Look,listen and feel tidak digunakan dalam algortima BLS 3. Hands-only chest compression CPR digalakkan pada sesiapa yang tidak terlatih

10

4. Urutan ABC diubah ke urutan CAB, chest compression sebelum breathing. 5. Health care providers memberi chest compression yang efektif sehingga terdapat sirkulasi spontan. 6. Lebih terfokus kepada kualiti CPR. 7. Kurangkan penekanan untuk memeriksa nadi untuk health care providers. 8. Algoritma BLS yang lebih mudah diperkenalkan. 9. Rekomendasi untuk mempunyai pasukan yang serentak mengandali chest compression, airway management,rescue breathing, rhythm detection dan shock. 1,2,3,4,5 Alasan perbahan pedoman dari ABC ke CAB : 1. Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa, angka keberhasilan kelangsungan hidup tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah henti jantung dan ritme ventricular vibrilation atau pulse venricular takikardi. Pada pasien tersebut elemen RJP yang paling penting adalah komresi dada dan defibrilasi otomatis segera. 2. Pada langkah ABC yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena proses pembukaan jalan napas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut ke mulut atau mengambil alat pemisah atau alat pernapasan lain. Dengan mengganti langkah menjadi CAB maka kompresi dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus kompresi dada (30 kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik). 3. Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari orang sekitar. Ada kemungkinan penyebab hal ini. Namun, salah satu yang menjadi alas an adalah dalam alogaritma ABC pembebasan jalan napas dan ventilasi mulut ke mulut, dalam airway adalah prosedur yang kebanyakan orang umum paling sulit ditemukan. Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat menyederhanakan prosedur, sehingga semakin banyak korban yang bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi mulut ke mulut setidaknya dapat melakukan kompresi dada.

11

4. Untuk mengurangi penundaan CPR, urutan dimulai dengan keterampilan yang setiap orang dapat melakukan 5. Tekankan primer pentingnya dada kompresi untuk penyelamat profesional Penggunaan Sistem ABC Saat ini 1. Pada korban tenggelam atau henti nafas maka petugas sebaiknya melakukan RJP konvensional (A-B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum mengaktivasi sistem respon darurat. 2. Pada bayi baru lahir, penyebab arrest kebanyakan adalah pada sistem pernafasan maka RJP sebaiknya dilakukan dengan siklus A-B-C kecuali terdapat penyebab jantung yang diketahui. 6,7 Keuntungan CAB : Dalam beberapa menit pertama dari serangan jantung, korban akan memiliki sisa oksigen di paru-paru dan aliran darah, maka memulai CPR dengan melakukan kompresi dada dapat memompa darah ke otak dan jantung korban dengan lebih cepat. Penelitian menunjukkan bahwa penolong yang memulai CPR dengan membuka jalan napas, memakan waktu kritis 30 detik lebih lama untuk mulai melakukan kompresi dada, daripada penolong yang memulai CPR dengan melakukan kompresi dada. Perubahan urutan CPR ini berlaku untuk orang dewasa, anak-anak, dan bayi, tetapi tidak termasuk bayi yang baru lahir.8 Untuk mengenali terjadinya SCA (sudden cardiac arrest) adalah hal yang tidak mudah. Jika terjadi kekeliruan dan keterlambatan untuk bertindak dan memulakan CPR, ini akan mengurangi survival rate korban tersebut. Chest compression merupakan antara tindakan yang sangat penting dalam CPR kerana perfusi tergantung kepada kompresi. Oleh kerana itu, chest compression merupakan tindakan yang terpenting jika terdapat korban yang mempunyai SCA. Prinsip utama dalam resusitasi: memperkuat rantai harapan hidup (chain of

12

survival). Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasi koordinasi jalur chain of survival. Jalur ini meliputi: Pengenalan segera akan henti jantung dan aktivasi sistem respons darurat (emergency response system) RJP dini dengan penekanan pada kompresi dada Defibrilasi cepat Advance life support yang efektif Post-cardiac arrest care (perawatan pasca henti jantung) yang terintegrasi Sistem gawat darurat yang secara efektif menerapkan jalur ini dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan henti jantung VF (ventricle fibrillation) hingga 50%. Pada sebagian besar sistem gawat darurat angkanya masih lebih rendah, menandakan bahwa masih ada ruang untuk perbaikan dengan evaluasi ulang dari jalur ini. Penyelamat dapat memiliki berbagai pengalaman, pelatihan dan kemampuan. Begitu pula dengan status korban dan keadaan sekitar kejadian. Tantangannya adalah bagaimana meningkatkan RJP yang lebih dini dan lebih efektif bagi setiap korban. Chain of survival1,2,5

Kerangka kerja RJP : interaksi antara penyelamat dan korban Keterangan : Rantai Survival Bayangkan Anda berada di bandara, menunggu pesawat, makan di restoran favorit Anda, atau duduk di kantor Anda. Tiba-tiba, orang yang duduk di sebelah 13

Anda tiba-tiba merosot lebih. Anda memutuskan untuk mengambil tindakan dan memeriksa orang, tapi ia tidak akan merespon anda. Apa yang harus Anda lakukan? Memanggil 9-1-1 atau nomor telepon darurat bantuan di daerah Anda. Ini adalah link pertama di Rantai Survival, sebuah proses intervensi empat langkah yang jika diikuti dengan cepat dan efisien, dapat membantu menyelamatkan nyawa korban serangan jantung mendadak (SCA). Saat ini, SCA mengklaim lebih dari 350.000 jiwa setiap tahun di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama kematian di sebagian besar negara Sabbatarian dunia, tetapi Rantai kuat Survival secara dramatis dapat mengurangi jumlah ini. Ketika setiap link dalam rantai tersebut efektif, diperkirakan 40.000 jiwa pertahun bisa diselamatkan. Waktu adalah Segalanya Pada tahun 1990, American Heart Association mengembangkan Rantai Survival. Protokol ini membahas fakta bahwa sebagian besar episode SCA terjadi di luar rumah sakit, dengan kematian yang terjadi dalam beberapa menit dari onset. Untuk Rantai yang akan efektif, eksekusi cepat setiap link sangat penting. Dengan setiap menit yang berlalu, kemungkinan kelangsungan hidup menurun 7-10%. Waktu Setelah Onset Serangan Dengan setiap menit Dalam 4-6 menit Setelah 10 menit . Kemungkinan Bertahan Kemungkinan dikurangi dengan 7-10%. Kerusakan otak dan kematian permanen mulai terjadi. Beberapa upaya resusitasi berhasil

Untuk memberikan kesempatan terbaik untuk bertahan hidup, masing-masing empat link harus dimasukkan ke dalam gerak dalam beberapa menit pertama dari SCA onset: Early Access untuk Perawatan Darurat harus disediakan dengan menelepon 911. Awal CPR harus dimulai dan dipertahankan sampai layanan medis darurat (EMS) tiba.

14

defibrilasi dini adalah satu-satunya yang dapat memulai kembali fungsi jantung orang dengan fibrilasi ventrikel (VF). Jika defibrillator eksternal otomatis (AED) tersedia, operator terlatih harus mengelola defibrilasi secepat mungkin sampai EMS personil tiba. Awal Perawatan Lanjutan, link akhir, maka dapat diberikan sesuai kebutuhan oleh EMS personel.

Ketika setiap link dalam rantai bekerja dengan sukses, kesempatan bertahan SCA sangat meningkat. Jenis Peduli Korban SCA setelah Collapse Tidak ada perawatan setelah collapse Tidak dilakukan CPR dan defibrilasi tertunda (setelah 10 menit) CPR dari orang non-medis (seperti anggota penonton atau keluarga) dimulai dalam waktu 2 menit, tapi defibrilasi tertunda CPR dan defibrilasi dalam waktu 8 menit CPR dan defibrilasi dalam waktu 4 menit, bantuan paramedis dalam waktu 8 menit Sejak lebih dari 70% kasus SCA terjadi di rumah, dan lain 10% sampai 15% terjadi di tempat kerja 2, terlatih personil EMS tidak mungkin di tempat kejadian saat onset. Oleh karena itu, terlatih berbaring responden dengan akses cepat ke unit defibrilasi dapat menjadi aset penting ketika SCA menyerang. Dalam lingkungan tertentu, di mana rantai yang kuat dan ketika defibrilasi terjadi dalam beberapa menit pertama serangan jantung, tingkat kelangsungan hidup dapat mendekati 80% sampai 100%. 3 Orang-orang yang bertahan hidup serangan jantung mendadak memiliki prognosis yang sangat baik: 83% bertahan hidup selama setidaknya satu tahun, dan 57% bertahan hidup selama lima tahun atau lebih. Bahkan, bila dianalisis dengan kelompok umur, tingkat kelangsungan hidup untuk SCA korban sebanding dengan tingkat kelangsungan hidup dari orang orang yang tidak pernah memiliki acara. Jelas, intervensi dini dapat menawarkan tahun produktivitas dan pemenuhan untuk korban SCA Akses Dini Awal Akses SCA adalah tidak sama dengan serangan jantung. Namun, korban kondisi baik membutuhkan 911 panggilan langsung. Bagian Anda di 911 Panggilan Tetap di 15 Diperkirakan Bertahan 0% 0-2% 2-8% 20% 43%

telepon dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh layanan medis darurat (EMS) operator. Berikan singkat, jawaban yang tepat. Menurut American Heart Association, pertanyaan-pertanyaan ini mungkin termasuk: "Apa darurat Anda?" Memberikan informasi sebanyak yang Anda bisa, seperti, "Pria yang duduk di sebelah saya mengalami nyeri dada tiba-tiba, kemudian runtuh." Atau "Dia kehilangan kesadaran dan tampaknya tidak bisa bernapas." "Apa yang terjadi sekarang?" "Teman saya adalah memberikan CPR. Kami memiliki defibrillator eksternal otomatis (AED)." Atau, "Kami mencoba untuk menemukan orang yang terlatih secara medis untuk membantu kami." "Di mana korban berada?" "Kami berada di Evergreen Company, di sini di 1234 Fifth Avenue NE, di aula belakang." "Nomor berapa yang Anda menelepon?" "Jumlah itu 888-555-1313 dan nama saya Jo." Selama panggilan, operator EMS memasukkan informasi penting ke dalam komputer, sehingga Layanan Darurat tahu ke mana harus pergi dan apa yang diharapkan. Anda mungkin diminta untuk tetap di telepon sampai membantu tiba, dan menemui mereka, dan mengarahkan mereka ke tempat kejadian. Beberapa dispatcher dapat memberikan petunjuk perawatan medis untuk membantu Anda melakukan CPR dan defibrilasi sampai bantuan medis tiba. Sebuah prompt 911 set Rantai Survival pada gerak, memberikan dua link berikutnya, CPR dan defibrilasi dini, kesempatan terbesar untuk sukses Awal CPR Cardiopulmonary resuscitation (CPR) adalah link kedua dalam Rantai Survival. Langkah ini dapat membeli waktu hidup hemat antara link pertama (Early Access ke Gawat Darurat) dan ketiga link (defibrilasi dini). Awal CPR merupakan link penting dalam rantai Survival. Selama serangan jantung, yang menggetarkan jantung dan berkedut, dan tidak dapat memompa darah secara efektif ke seluruh tubuh. CPR membuat darah mengalir ke jantung, otak dan seluruh tubuh,

16

mempertahankan hidup sampai defibrilator, atau perawatan medis lainnya maju, tiba. CPR membutuhkan dua kegiatan dasar Kompresi dada Penyelamatan pernapasan - baik dari mulut ke mulut atau mulut ke masker napas Sebuah kesempatan SCA korban untuk bertahan hidup dua kali lipat jika CPR terjadi sebelum pelayanan medis tiba. Di beberapa komunitas, 9-1-1 dispatcher medis dilatih untuk memberikan instruksi CPR melalui telepon. Tapi tidak di mana-mana. Itulah mengapa sangat penting bahwa warga di komunitas Anda tahu CPR dan dapat bertindak cepat dalam keadaan darurat. Lay orang dapat memulai CPR di lebih dari setengah kasus SCA di mana seseorang telah menyaksikan insiden tersebut. Dan karena 10-15% kasus SCA terjadi di tempat kerja dan 75-80% kasus terjadi di rumah, orang yang melakukan CPR sering tahu vicitim tersebut. Kelangsungan hidup sering tergantung pada penonton yang mengambil tindakan dan melakukan CPR, dan menyimpannya akan sampai pelayanan medis arrives.4 Setelah korban SCA runtuh dan pengamat panggilan 911, langkah berikutnya dalam rantai adalah untuk melakukan CPR jika Anda dilatih, atau untuk menemukan seseorang yang. Ini penting, karena itu, untuk meningkatkan jumlah orang CPR terlatih dan jumlah program pelatihan di sekolah-sekolah dan masyarakat. The American Heart Association menawarkan kursus sederhana empat jam disebut Heartsaver AED Anytime untuk mengajar CPR dan menggunakan AED. Hal ini sesuai untuk kedua orang awam dan responden pertama profesional, seperti petugas polisi dan petugas pemadam kebakaran. Menurut American Heart Association, CPR membantu memastikan bahwa shock defibrilator akan berhenti Fibrilasi ventrikel (VF), mengembalikan irama jantung normal. Tapi harus diikuti dalam beberapa menit dengan link ketiga dalam rantai, defibrilasi dini. Meskipun CPR dapat menopang kehidupan untuk waktu yang singkat, maka harus diikuti dalam beberapa menit dengan ketiga link, defibrilasi dini. Hanya bila dikombinasikan dengan defibrilasi dini dan perawatan lanjutan dini dapat CPR

17

secara signifikan meningkatkan kesempatan seorang korban SCA untuk kelangsungan hidup jangka panjang. Defibrilasi Awal Langkah ini sering disebut link penting dalam rantai Survival, karena pengobatan dengan defibrillator eksternal otomatis (AED) dapat memulihkan mengalahkan normal untuk hati bergetar dari SCA dengan memberikan kejutan listrik diukur. Waktu adalah penting. Menurut American Heart Associtation, mengurangi interval waktu antara CPR untuk pengiriman kejutan bahkan oleh beberapa detik dapat meningkatkan kemungkinan seseorang untuk bertahan hidup. Untuk setiap menit yang berlalu tanpa defibrilasi, kemungkinan untuk bertahan hidup dengan penurunan 7-10%. Setelah 10 menit, tidak mungkin bertahan hidup. Sayangnya, banyak masyarakat tidak menawarkan akses luas terhadap AED. Dan, meskipun banyak ambulans dilengkapi, layanan medis darurat dapat kadang-kadang datang terlambat. Lalu Lintas, buldings dijamin, gedung-gedung bertingkat, dan daerah terpencil semua bisa berkontribusi untuk penundaan. Kehidupan disimpan ketika masyarakat memastikan bahwa personel tanggap darurat mereka (seperti polisi dan pemadam kebakaran) dan warga dilatih CPR dan AED useage. Ketika communties menempatkan AED dalam mobil polisi, truk pemadam kebakaran, bangunan kota dan masyarakat, sekolah, dan tempat rekreasi, defibrilasi dapat terjadi withouth delay dan hidupnya diselamatkan. Menurut American Heart Association, 40.000 jiwa tambahan bisa diselamatkan di Amerika Serikat setiap tahun dengan akses luas terhadap defibrilasi. CPR saja tidak dapat sepenuhnya menyadarkan seseorang dalam SCA. Kebanyakan korban SCA dalam fibrilasi ventrikel (VF), listrik kerusakan jantung yang menyebabkan jantung bisa bergerak tidak beraturan. Defibrilasi, pengiriman sengatan listrik ke otot jantung, dapat mengembalikan fungsi jantung normal jika terjadi dalam beberapa menit dari SCA onset. Setelah menggunakan AED untuk mengembalikan irama jantung normal, langkah berikutnya dalam Rantai Survival Perawatan Muka Dini. Ketika CPR dan defibrilasi disediakan dalam waktu delapan menit dari sebuah episode, kesempatan seseorang untuk bertahan hidup meningkat menjadi 20%. 1 Ketika

18

langkah-langkah ini disediakan dalam waktu empat menit dan paramedis tiba dalam waktu delapan menit, kemungkinan meningkatkan kelangsungan hidup untuk lebih dari 40%. 1 Defibrilasi, Kunci Kelangsungan Hidup Menurut American Heart Association (AHA), di kota-kota di mana defibrilasi disediakan dalam waktu 5-7 menit, tingkat kelangsungan hidup dari SCA setinggi 49%. 1 AHA juga mengutip bahwa setelah defibrillator eksternal otomatis (AED) ditempatkan di O'Hare Chicago dan Midway Bandara, 9 dari 14 korban SCA (64%) yang dihidupkan kembali dengan AED dan tidak memiliki kerusakan saraf permanen. Namun, ketersediaan AED di lokasi seperti bandara, pesawat terbang, kantor, pusat komunitas, dan tempat umum lainnya merupakan tren yang berkembang. Proses ini dimulai hampir empat puluh tahun yang lalu, ketika waktu-sensitivitas SCA dan pentingnya perawatan pra-rumah sakit pertama menarik perhatian Dr J.Frank Pantridge. Awal Perawatan Lanjutan Link keempat dalam Rantai Survival Perawatan Dini Lanjutan. Paramedis dan EMS personil yang sangat terlatih lainnya memberikan perawatan ini, yang dapat mencakup CPR, defibrilasi, pemberian obat jantung, dan penyisipan tabung pernapasan endotrakeal. Jenis perawatan lanjutan dapat membantu jantung di VF menanggapi defibrilasi dan mempertahankan irama normal setelah sukses defibrilasi. Personil EMS yang terlatih memantau pasien erat dalam perjalanan ke rumah sakit, di mana evaluasi diagnostik lebih definitif dapat terjadi9 Chain of survival pediatric :7

19

1. Kesamaan dalam BLS pediatrik dan BLS dewasa Urutan C-A-B daripada A-B-C Lanjutan penekanan pada kualitas tinggi CPR Penghapusan "melihat, mendengar dan merasakan"

2. Penguranganpenekanan cek pulsa untuk HCP 3. Gunakan AED secepat tersedia 4. AED dapat digunakan pada bayi, meskipun defibrilasi pengguna disukai 5. Beberapa perbedaan antara BLS pediatrik dan BLS dewasa 6. Kedalaman 7. Satu kompresi dada setidaknya 1/3 dari anteriordiameter posterior dada Bayi: sekitar 1 inci Anak-anak: sekitar 2 inci penyelamat menyediakan 2 menit CPR sebelum

mengaktifkan tanggap darurat 8. Dua penyelamat menggunakan kompresi rasio 15:02 ventilasi 9. CPR Tradisional (kompresi dan ventilasi) oleh 10. pengamat terkait dengan kelangsungan hidup lebih tinggi dari dada kompresi saja Resusitasi neonatal o Untuk bayi yang dilahirkan prematur, mulai resusitasi dengan Kamar beroksigen hingga 100%. o Setiap oksigen yang diberikan harus dicampur dengan udara ruangan, dititrasi berdasarkan oksigen saturasi diukur dari ekstremitas atas kanan. o Penyedotan setelah kelahiran disediakan untuk bayi dengan obstruksi jalan napas yang jelas, yang memerlukan ventilasi atau bayi non-kuat dengan mekonium o Terapi hipotermia direkomendasikan untuk bayi dalam waktu dekat waktu dekat mencegah berkembangnya ensefalopati hipoksia-iskemik dari sedang sampai parah.7

20

RJP secara tradisional menggabungkan antara kompresi dada dan nafas buatan dengan tujuan untuk meningkatkan sirkulasi dan oksigenasi. Karakteristik penyelamatdan korban dapat mempengaruhi penerapannya. Penyelamat Setiap orang dapat RJP menjadi dan penyelamat bagi tergantung korban dari henti hasil penerapannya

jantung.Kemampuan

pelatihan, pengalaman dan kepercayaan diri si penyelamat.

21

Kompresi dada adalah dasar RJP. Setiap penyelamat, tanpa memandang hasil pelatihan, harus melakukan kompresi dada pada semua korban henti jantung. Karena pentingnya, kompresi dada harus menjadi tindakan RJP yang pertama kali dilakukan terhadap semua korban tanpa memandang usianya. Penyelamat yang memiliki kemampuan sebaiknya juga melakukan ventilasi. Beberapa penyelamat yang sangat terlatih harus saling berkoordinasi dan melakukan kompresi dada serta nafas buatan secara tim. Terdapat 3 pola strategi RJP yang dapat diterapkan pada penolong sesuai dengan keadaannya, yaitu: untuk penolong non petugas kesehatan yang tidak terlatih,mereka dapat melakukan strategi Hands only CPR (hanyakompresi dada). Kompresi dada sebaiknya dilakukan hingga petugas kesehatan hadir atau alat defibrilasi otomatis tersedia. Kedua, untuk penolong non petugas kesehatan yang terlatih, merekadapat melakukan strategi RJP kompresi dada dan dilanjutkan dengan ventilasi dengan perbandingan 30 : 2. RJP sebaiknya dilakukan hingga petugas kesehatan hadir atau alat defibrilasi otomatis tersedia. Ketiga, untuk petugas kesehatan, lakukan RJP kompresi dada sebanyak satu siklus yang dilanjutkan dengan ventilasi dengan perbandingan 30 : 2.

Korban Sebagian besar henti jantung dialami orang dewasa secara tiba-tiba setelah

suatu sebab primer; karenanya sirkulasi yang dihasilkan dari kompresi dada menjadi yang terpenting. Sebaliknya, henti jantung pada anak-anak sebagian

22

besar karena asfiksia yang memerlukan baik ventilasi dan kompresi untuk hasil yang optimal. Karenanya, bantuan nafas lebih penting bagi anak-anak dibandingkan orang dewasa. AHA 2010 dalam panduannya memberikan 2 jenis algoritma BLS bagi korban dewasa yaitu algoritma sederhana untuk penolong non petugas kesehatan dan khusus untuk petugas kesehatan. Simple Alogaritma

Ketika menemui korban henti jantung dewasa yang bersifat mendadak, seorang penolong pertama kali harus mengenali henti jantung itudari unresponsiveness dan tidak adanya pernafasan normal. Setelah

23

mengenali, penolong harus segera mengaktifkan sistem respons gawat darurat, mengambil defibrilator/AED, jika ada, dan memulai RJP dengan kompresi dada. Jika AED tidak tersedia, penolong harus memulai RJP langsung. Jika ada penolong lain, penolong pertama harus memerintahkan dia untuk mengaktifkan sistem respons gawat darurat dan mengambil AED/defibrilator sambil dia langsung memulai RJP. Ketika AED/defibrilator datang, pasang pad, jika memungkinkan, tanpamemotong kompresi dada yang sedang dilakukan, dan nyalakan AED. AED akanmenganalisis ritme dan menunjukkan apakah akan melakukan kejutan (defibrilasi) atau melanjutkan RJP. Jika AED/defibrilator tidak tersedia, lanjutkan RJP tanpa interupsi hingga ditangani oleh penolong yang lebih berpengalaman/ahli Pengenalan dan aktivasi respon gawat darurat Seorang korban henti jantung biasanya tidak bereaksi. Tidak bernafas atau bernafas tetapi tidak normal. Deteksi nadi saja biasanya tidak dapat diandalkan, walaupun dilakukan oleh penolong yang terlatih, dan membutuhkan waktu tambahan. Karenanya, penolong harus memulai RJP segera setelah mendapati bahwa korban tidak bereaksi dan tidak bernafas atau bernafas secara tidak normal (terengah-engah). Petunjuk look, listen and feel for breathing tidak lagi direkomendasikan. Petugas evakuasi harus membantu assessment dan memulai RJP. Kompresi dada Memulai dengan segera kompresi dada adalah aspek mendasar dalam resusitasi. RJP memperbaiki kesempatan korban untuk hidup dengan menyediakan sirkulasi bagi jantung dan otak. Penolong harus melakukan kompresi dada untuk semua korban henti jantung, tanpa memandang tingkat kemampuannya, karakteristik korban dan lingkungan sekitar. Penolong harus fokus pada memberikan RJP yang berkualitas baik: Melakukan kompresi dada dalam kecepatan yang cukup (setidaknya 100/menit)

24

Melakukan kompresi dada pada kedalaman yang cukup (dewasa : setidaknya 2 inchi/5cm, bayi dan anak-anak : setidaknya sepertiga diameter anteroposterior (AP) dadaatau sekitar 1,5 inchi/4 cm pada bayi dan sekitar 2 inchi/5 cm pada anak-anak)

Menunggu dada mengembang sempurna setelah setiap kompresi Meminimalisir interupsi selama kompresi Menghindari ventilasi yang berlebihan RJP Kwalitas Tinggi/High Quality CPR : o Kecepatan paling sedikit 100x/1 o Kedalaman pijatan 2 inch (5 cm) o Pengembangan dada (recoil) lengkap. o Interupsi minimal. o Ventilasi memadai (tidak berlebihan)6

Jika ada lebih dari satu penolong, mereka harus bergantian melakukan kompresi setiap 2 menit. Jalan nafas (Airway) dan ventilasi Membuka jalan nafas (dengan head tilt, chin lift atau jaw thrust ) yang diikuti nafas bantuan dapat meningkatkan oksigenasi dan ventilasi. Tetapi manuver ini dapat menjadi sulit dan mengakibatkan tertundanya kompresi dada, terutama pada penolong yang sendirian dan tidak terlatih. Karenanya, penolong yang sendirian dan tidak terlatih hanya melakukan kompresi dada saja tanpa ventilasi. Ventilasi harus diberikan jika korban cenderung disebabkan oleh asfiksia (contohnya pada bayi, anak-anak atau korban tenggelam). Begitu alat bantu nafas tersedia, penolong harus memberikan ventilasi dalam kecepatan yang tetap 1 nafas setiap 6-8 detik (8-10 nafas/menit) dan kompresi dada tetap diberikan tanpa terputus. Defibrilasi Kesempatan korban untuk selamat menurun seiring jeda waktu antara henti jantung dan defibrilasi. Karenanya defibrilasi tetap menjadi

25

dasar tatalaksana

untuk

fibrilasi

ventrikel

VF

(ventricular

fibrillation)

dan pulseless ventricular tachycardia, Strategi bersama antara masyarakat dan rumah sakit harus ditujukan untuk mengurangi jeda waktu ini. Satu penentu defibrilasi yang berhasil adalah efektifitas kompresi dada. Defiibrilasi lebih berhasil jika interupsi pada kompresi dada sedikit. Untuk penolong yang terlatih atau petugas kesehatan Lakukan RJP kompresi dada sebanyak satu siklus yang dilanjutkan denganventilasi dengan perbandingan 30 : 2. Lakukan hal tersebut hingga advancedairway tersedia, kemudian lakukan kompresi dada tanpa terputus sebanyak 100 kali/menit dan ventilasi setiap 6-8 detik/kali (8-10 nafas/menit). Untuk petugas kesehatan penting untuk mengadaptasi urutan langkah sesuai dengan penyebab paling mungkin yang terjadi pada saat itu. Contohnya, jika melihat seseorang yang tiba-tiba jatuh, maka petugas kesehatan dapat berasumsi bahwa korban mengalami fibrilasi ventrikel, setelah petugas kesehatan mengkonfirmasi bahwa korban tidak merespon dan tidak bernapas atau hanyasesak terengah-engah, maka petugas sebaiknya mengaktifasi sistem respondarurat untuk memanggil bantuan, mencari dan menggunakan AED (Automated External Defibrilator), dan melakukan RJP. Namun jika petugas menemukan korban tenggelam atau henti nafas maka petugas sebaiknya melakukan RJP konvensional (A-B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum mengaktivasi sistem respon darurat. Sama halnya dalam bayi baru lahir, penyebab arrest kebanyakan adalah pada sistem pernafasan maka RJP sebaiknya dilakukan dengan siklus A-B-C kecuali terdapat penyebab jantung yang diketahui.1,2,3,4,5

26

Berikut algoritmanya:

Gambar 2. Alogaritma RJP khusus Prinsip dasar langkah-langkah algoritmatetap sama dengan yang sederhana. Pengenalan dini Jika melihat seorang yang tiba-tiba jatuh atau tidak responsive maka petugas kesehatan harus mengamankan tempat kejadian dan memeriksa respon korban. Tepukan pada pundak dan teriakkan nama korban sembari melihat apakah korban tidak bernafas atau terengah-engah. Lihat apakah korban merespon dengan jawaban, erangan atau gerakan. Korban yang tidak responsif serta tidak ada nafas atau hanya terengah-engah maka petugas kesehatan dapat mengasumsi bahwa korban mengalami henti jantung.1,2,3,4,5

27

Aktivasi sistem darurat Petugas sebaiknya mengaktivasi sistem respon darurat yang dalam hal ini berarti menghubungi institusi yang mempunyai fasilitas/layanan gawatdarurat, contohnya menghubungi rumah sakit, polisi, atau instansi terkait. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada AHA 2010 ini ada dua hal yang tidak dianjurkan setelah memeriksa korban tidak responsif yaitu : Memeriksa ada tidaknya nafas pada korban dengan look, feel, listen. Sulitnya menilai nafas yang adekuat pada korban merupakan alasan dasar hal tersebut tidak dianjurkan. Nafas yang terengah dapat disalah artikan sebagai nafas yang adekuat oleh professional maupun bukan. Contohnya pada korban dengan sindroma koroner akut sering kali terdapat nafas terengah yang dapat disalah artikan sebagai pernafasan yang adekuat. Maka tidak dianjurkan memeriksa pernafasan dengan look, feel, listendan direkomendasikan untuk menganggap pernafasan terengah sebagai tidak ada pernafasan. Memeriksa denyut nadi pasien. Untuk petugas kesehatan, pemeriksaan nadi korban sebaiknya tidak lebih dari 10 detik jika lebih dari waktu tersebut tidak didapatkan denyut nadi yang definitive maka petugas sebaiknya memulai RJP. Kedua hal tersebut tidak lagi dianjurkan bertujuan untuk meminimalisir waktu untuk memulai RJP. Resusitasi Jantung Paru Dini Seperti yang telah disebutkan, mulai RJP dengan algoritma C-AB .Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kompresi (sekitar 18 detik). Kriteria penting untuk mendapatkan kompresi yang berkualitas adalah : Frekuensi kompresi setidaknya 100 kali/menit Kedalaman kompresi untuk dewasa minimal 2 inchi (5 cm), sedangkan untuk bayi minimal sepertiga dari diameter anterior-posterior dada atausekitar 1 inchi (4 cm) dan untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm).

28

Lokasi

kompresi

berada

pada

tengah

dada

korban

(setengah

bawahsternum). Petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada di tempat tidur (bila perlu dengan bantuan ganjalan kaki untuk mencapai tinggi yang diinginkan sehingga dan papan kayu untuk mendapatkan kompresi yang efektif selama tidak memakan waktu). Menunggu recoil dada yang sempurna dalam sela kompresi. Meminimalisir interupsi dalam sela kompresi. Menghindari ventilasi berlebihan

Jika 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada bergantian setiap 2 menit. Airway dan Breathing Kriteria penting pada Airway dan Breathing adalah Airway, Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui head tilt chin lift. Namun jika korban dicurigai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust. Breathing, Berikan ventilasi sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi dengan jarak 1 detik diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal yang masuk adekuat. Untuk pemberian mulut ke mulut langkahnya sebagai berikut : Pastikan hidung korban terpencet rapat Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam) Buat keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkin Berikan satu ventilasi tiap satu detik Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama satu detik. Jika tidak memungkinkan untuk memberikan pernafasan melalui mulut korban dapat dilakukan pernafasan mulut ke hidung korban. Untuk pemberian melalui bag mask pastikan menggunakan bag mask dewasa dengan volume 1-2 L agar 29

dapat memeberikan ventilasi yang memenuhi volume tidal sekitar 600 ml. Setelah terpasang advance airway maka ventilasi dilakukan dengan frekuensi 6 8 detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit dan kompresi dada dapat dilakukan tanpa interupsi. Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2, setelah terdapat advance airway kompresi dilakukan terus menerus dengan kecepatan100 kali/menit dan ventilasi tiap 6-8 detik/kali. RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway. Alat defibrilasi otomatis Penggunaanya sebaiknya segera dilakukan setelah alat tersedia/datangke tempat kejadian. Pergunakan program/panduan yang telah ada, kenali apakah ritme tersebut dapat diterapi kejut atau tidak, jika iya lakukan terapi kejut sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali. Namun jika ritme tidak dapat diterapi kejut lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut hingga petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support ) datang, atau korban mulai bergerak. Posisi mantap Lebih dikenal dengan recovery posisition, dipergunakan pada korban tidak responsive yang memiliki pernafasan dan sirkulasi yang baik. Tidak ada posisi baku yang menjadi standar, namun posisi yang stabil dan hamper lateral menjadi prinsip ditambah menaruh tangan yang berada lebih bawah kekepala sembari mengarahkan kepala menuju tangan dan menekuk kedua kaki menunjukan banyak manfaat.1,2,3,4,5

30

Ringkasan komponen BLS (basic life support) bagi dewasa, anak-anak dan bayi Komponen Dewasa Anak-anak Bayi Pengenalan Tidak responsif, Tidak responsif, Tidak responsif, tidak bernafas atau tidak tersedak (gasping), atau nadi tidak teraba (gasping), dalam 10 detik Urutan RJP Kecepatan Kompresi kedalaman Kompresi interupsi Kompresi Jalan nafas Rasion ventilasi jika penyelamat tidak terlatih Ventilasi jika mungkin 1 nafas setiap 6-8 1 nafas setiap 6-8 1 nafas setiap 6-8 detik, tanpa detik, tanpa detik, menyesuaikan tanpa menyesuaikan 1 detik menyesuaikan detik CAB 100 kali/menit 2 inchi ( 5 cm ) Minimalisir 10 detik ABC bernafas tidak bernafas atau tersedak tersedak (gasping), nadi nadi tidak teraba

tidak teraba dalam dalam 10 detik ABC

100 kali/menit 100 kali/menit 1/3 AP, sekitar 2 1/3 AP, sekitar 1,5 inchi (5 cm) Minimalisir inchi (4 cm) Minimalisir

Interupsi hingga < Interupsi hingga < Interupsi hingga < 10 detik 10 detik 10 detik Head tilt chin Head tilt chin Head tilt chin liftlift- jaw thrust lift- jaw thrust jaw thrust 30 : 2 ( 1 atau 2 30 : 2 (satu) , 15:2 30 : 2 (satu), 15:2 (2 penyelamat) (2 penyelamat) kompresi saja kompresi saja kompresi saja

kompresi : penyelamat)

dengan kompresi, dengan kompresi, dengan kompresi, 1 setiap 1 setiap detik setiap nafas, dada nafas, hingga dada nafas, hingga dada hingga 31

Defibrilasi

mengembang mengembang mengembang Gunakan AED Gunakan AED Gunakan AED sesegera mungkin,minimali sir kompresi, setelah kejutan sesegera mungkin,minimali kompresi, setiap kompresi interupsi sir sesegera mungkin,minimalis interupsi setelah kompresi, lanjutkan kompresi setelah setiap kejutan interupsi ir

lanjutkan kompresi lanjutkan setiap kejutan

Perbedaan Rjp Bayi, Anak Dan Dewasa

32

PERBEDAAN RJP TAHUN 2000, 2005 DAN 2010

33

Pembagian pediatri berdasarkan perkembangan biologis

E. BANTUAN HIDUP LANJUT Terdiri atas Bantuan hidup dasar ditambah langkah-langkah: D (Drugs): Pemberian obat-obatan. Obat-obat tersebut dibagi menjadi 2 golongan: 1. Penting: a. Adrenalin : Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang diberikan 0,5 1 mg iv diulang setelah 5 menit sesuai kebutuhan dan yang perlu diperhatikan dapatmeningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel (4) b. Natrium Bicarbonat: Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv dengan dosis awal : 1 mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah selama periode 10 menit. Dapat juga diberikan intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif tercapai, pemberian harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang efektif makaulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama (3) c. Sulfat Atropin: Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler dan mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling berguna dalam mencegah arrest pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena infark miokard, terutama bila ada hipotensi. Dosis yang dianjurkan mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi > 60/menit, dosis total

34

tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis lebih besar. d. Lidokain: Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan cara meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard, tekananarteri sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan iritabilitas sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil, juga efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang mutlti fokal dan episode takikardi ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg/menit, biasanya tidak lebih dari 4 mg/menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml) (3) 2. Berguna: a. Isoproterenol: Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi hebat karena complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah 2 sampai 20 mg/menit (1-10 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml dectrose 5 %), dan diatur untuk meninggikan denyut jantung sampai kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna untuk sinus bradikardi berat yang tidak berhasil diatasi dengan Atropine (3) b. Propanolol: Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti berguna untuk kasus-kasus takikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi ventrikel berulang dimana ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat diulang sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat (3) c. Kortikosteroid: Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl prednisolon sodium succinate atau 1mg/kgBB dexamethasone fosfat) untuk pengobatan syok kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung. Bila ada kecurigaan edema otak setelah henti jantung, 60-100 mg methyl prednisolon sodium succinate tiap 6 jam akan menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti

35

pneumonia post aspirasi, maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam (3) E (EKG): Diagnosis elektrokardigrafis untuk mengetahui adanya fibrilasi ventrikel dan monitoring. F (Fibrilation Treatment) Gambaran EKG pada Ventrikel Fibrilasi ini menunjukan gelombang listrik tidak teratur baik amplitudo maupun frekuensinya.

Terapi definitifnya adalah syok electric (DC-Shock) dan belum ada satu obat pun yang dapat menghilangkan fibrilasi. Fibrilasi Ventrikel Fibrilasi ventrikel adalah keadaan irama jantung yang sangat kacau, yang biasanya berakhir dengan kematian dalam waktu beberapa menit, kecuali jika tindakan penanganan tepat segera dilakukan. Fibrilasi ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tidak efektif. Pada disritmia ini denyut jantung tidak terdengar dan tidak teraba dan tidak ada respirasi. Ventrikel vibrilasi merupakan kejadian preterminal. Vibrilasi ini hampir selalu tampak pada jantung yang sekarat. Fibrilasi ini adalah aritmia yang paling sering ditemukan pada orang dewasa yang mengalami kematian mendadak. Pada fibrilasi ventrikel polanya sangat irregular dan dapat dibedakan dengan disritmia tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi aktifitas jantung, maka dapat terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak dikoreksi. Gambaran EKG Ventrikel Vibrilasi ada dua macam, yaitu vibrilasi ventrikel kasar yang memiliki rekaman EKG menyentak-nyentak secara pasmodic; dan vibrilasi ventrikel halus yang rekaman EKGnya berombak halus. Seperti pada asitol, kehilangan kesadaran terjadi dalam beberapa detik pada kondisi fibrilasi ventrikel.

36

Pasien mengalami pelemahan jantung dan tidak ada curah jantung. Fibrilasi ventrikel adalah paling umum menyebabkan kematian tiba-tiba dan fatal apabila resusitasi tidak dilakukan dengan segera. Vibrilasi ventrikel mempunyai karakter sebagai berikut : Irama : Tidak teratur, Frekuensi : Lebih dari 350x/menit sehingga tidak dapat dihitung, Gelombang P : Tidak ada, Interval PR : Tidak ada, Gelombang QRS : Lebar dan tidak teratur INSIDEN Jumlah sudden cardiac death adalah sekitar 300.000 kematian per tahun di Amerika serikat, dimana 75-80% disebabkan oleh fibrilasi ventrikel. Jumlah kematian yang disebabkan oleh fibrilasi ventrikel lebih banyak dibandingkan yang disebabkan oleh kanker paru-paru, kanker payudara, ataupun AIDS. Fibrilasi ventrikel umumnya merupakan tanda dari penyakit jantung koroner dan bertanggung jawab dari sekitar 50% kematian akibat PJK. Frekuensi fibrilasi ventrikel di seluruh dunia kurang lebih sama dengan frekuensinya di Amerika Serikat. Insiden fibrilasi ventrikel pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita (3 : 1). Rasio ini merupakan refleksi dari tingginya insiden PJK pada pria dari pada pada wanita. Insiden fibrilasi ventrikel sebanding dengan insiden PJK, dengan puncak terjadi pada usia 45-75 tahun. ETIOLOGI Vibrilasi ventrikel dapat terjadi pada kondisi : iskemia dan infark miokard, manipulasi kateter pada ventrikel, gangguan karena kontak dengan listrik, pemanjangan interval QT, atau sebagai irama akhir pada pasien dengan kegagalan sirkulasi, atau pada kejadian takikardi ventrikel yang memburuk. Penyebab yang paling umum dari fibrilasi ventrikel adalah heart attack, akan tetapi fibrilasi ventrikel dapat terjadi ketika jantung tidak memperoleh oksigen yang cukup, atau orang tersebut memiliki penyakit jantung yang lain. Fibrilasi ventrikel dapat disebabkan antara lain : a. Gangguan jantung struktural Iskemik atau infark miokard akibat penyakit jantung koroner. Kardiomiopati.

37

b.

Gangguan jantung nonstruktural Mekanik (commotio cordis) .Luka atau sengatan listrik Pre-eksitasi (termasuk Wolf-Parkinson-White syndrome) Heart block Channelopathies Long QT syndrome Short QT syndrome Brugada syndrome

c.

Noncardiac respiratory Bronchospasm Aspirasi Hipertensi pulmonal primer Emboli pulmonal Tension pneumotoraks Metabolik atau toksik

d.

Gangguan elektrolit dan asidosis Obat-obatan Keracunan Sepsis Neurologik Kejang Perdarahan intrakranial atau strok iskemik Tenggelam

Ventrikel Takikardi Ventrikel Takikardi adalah kecepatan ventriktler sekurangnya 120 detik permenit yang terjadi di ventrikel. Ventrikel Takikardi yang berlanjut ( Takikardi

38

ventrikuler bertahan setidaknya 30 detik) terjadi pada penyakit jantung yang bervariasi yang merusak ventrikel. Sering kali hal itu terjadi seminggu atau beberapa bulan setelah serangan jantung. Disritmia ini disebabkan oleh peningkatan iritabilitas miokard, seperti pada PVC. Penyakit ini biasanya berhubungan dengan penyakit arteri koroner dan terjadi sebelum fibrilasi ventrikel. Takikardi ventrikel sangat berbahaya dan harus di anggap sebagai keadaan gawat darurat. Irama ventrikular yang dipercepat dan takikardi ventrikel mempunyai karakteristik sebagai berikut. Frekuensi : 150-200 denyut per menit. Regularitas : regular Gelombang P : biasanya tenggelam dalam komplek QRS, bila terlihat tidak selalu mempunyai pola yang sesuai dengan QRS. Kontraksi ventrikel tidak berhubungan berhubungan) Rasio P-QRS : bervariasi Interval PR : tidak ada Lebar QRS : terlihat lebar dan aneh11 dengan kontraksi atrium. (kecepatan atrium yang tidak

39

Tindakan defibrilasi untuk mengatasi fibrilasi ventrikel. Elektroda dipasang sebelah kiri putting susu kiri dan di sebelah kanan sternum atas.

40

F. BANTUAN HIDUP TERUS-MENERUS 3 G ( Gauge) : Tindakan selanjutnya adalah melakukan monitoring terus-menerus terutama system pernapasan, kardiovaskuler dan system saraf. H (Head) : Tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dapat dicegah terjadinya kelainanneurologic yang permanen. H (Hipotermi) : Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi susunansaraf pusat yaitu pada suhu antara 30 - 32C. H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah manusia yang mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya berdasarkan perikemanusiaan. \ I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi : trakheostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan, dan tunjangan sirkulasi, mengendalikan kejang. Kepuasan untuk mengakhiri resusitasi Keputusan untuk memulai dan mengakhiri usaha resusitasi adalah masalah medis, tergantung pada pertimbangan penafsiran status serebral dan kardiovaskuler penderita. Kriteria terbaik adanya sirkulasi serebral dan adekuat adalah reaksi pupil, tingkat kesadaran, gerakan dan pernafasan spontan dan refleks. Keadaan tidak sadar yang dalam tanpa pernafasan spontan dan pupil tetap dilatasi 15-30 menit, biasanya menandakan kematian serebral dan usaha-usaha resusitasi selanjutnya biasanya sia-sia. Kematian jantung sangat memungkinkan terjadi bila tidak ada aktivitas elektrokardiografi ventrikuler secara berturut-turut selama 10 menit atau lebih sesudah RJP yang tepat termasuk terapi obat (3)

41

42

BAB III SIMPULAN Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas atau henti jantung (kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis. Peran RJP ini sangatlah besar, seperti pada orang-orang yang mengalami henti jantung tiba-tiba. Henti jantung menjadi penyebab utama kematian di beberapa negara. Terjadi baik di luar rumah sakit maupun di dalam rumah sakit. Diperkirakan sekitar 350.000 orang meninggal per tahunnya akibat henti jantung di Amerika dan Kanada. Perkiraan ini tidak termasuk mereka yang diperkirakan meninggal akibat henti jantung dan tidak sempat diresusitasi. Walaupun usaha untuk melakukan resusitasi tidak selalu berhasil, lebih banyak nyawa yang hilang akibat tidak dilakukannya resusitasi. Bantuan hidup dasar boleh dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang terlatih dalam bidang kesihatan. Ini bermaksud bahwa RJP boleh dilakukan dan dipelajari dokter, perawat, para medis dan juga orang awam. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mengetahui dan memahami serta mampu melaksanakan bantuan hidup dasar ini. Pedoman pelaksanaan RJP yang dipakai adalah pedoman yang dikeluarkan oleh Amerikan Heart Assosiation. Amerikan Heart Assosiation merevisi pedoman RJP setiap lima tahun, dengan revisi terbaru pada tahun 2010. AHA merevisi dari A-B-C ke C-A-B, dan memberikan 2 algoritma bantuan hidup dasar yakni simple algoritma untuk masyarakat awam dalam bentuk sederhana agar mudah dipahami dan algoritma khusus untuk petugas kesehatan.

43

DAFTAR PUSTAKA 1. John M. Field, Part 1: Executive Summary: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010:122;S640-56. 2. Alkatiri J. Resusitasi Kardio Pulmoner dalam Sudoyo W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. FKUI. Jakarta. 2007. Hal. 173-7. 3. Latief S.A. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Penerbit FKUI.Jakarta. 2007 4. Robert A. Berg, et al. Part 5: Adult Basic Life Support: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation2010:122;S685-705. 5. Andrew H. Travers, et al. Part 4: CPR Overview: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010:122;S676-84 6. Sidiq A. Resusitasi Jantung Paru AHA 2010. Available from: http://www.scribd.com/doc/119284573/rjp-ppt 7. American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. 2010 Available from: http://www.heart.org/idc/groups/heartpublic/@wcm/@ecc/documents/do wnloadable/ucm_318152.pdf 8. Oktaviani I. American Heart Association Pedoman Baru Melakukan CPR KEUNTUNGAN baru-melakukan-cpr/ 9. http://www.chainofsurvival.com/cos/COSOverview_detail.asp 10. Pangestu Winfrey. Universitas Pelita Harapan Available from: http://www.scribd.com/doc/98783243/TUGAS-RJP 11. http://www.scribd.com/doc/106928257/Ventrikular-Takikardi CAB. Available from: http://indrioktaviani.co/2011/01/american-heart-association-pedoman

44

45

Anda mungkin juga menyukai