Anda di halaman 1dari 34

PANDUAN PELAYANAN

BHD ( RESUSITASI )

BAB I

RS.KAMAR MEDIKA
RS. KAMAR
Jl. Empunala No. 351
MEDIKA
Kota
Telp. (0321) 330088, 330066,
Fax. (0321) 393762
Jl.Email : rskamarmedika@yahoo.co.id
Empunala No. 351
Kota
Telp. (0321) 330088, 330066,
Fax. (0321) 393762
Email : rskamarmedika@yahoo.co.id
SURAT KEPUTUSAN
Nomor : 199/RSKM/SK_Dir/VI/2021
Tentang :
KEBIJAKAN PANDUAN PELAYANAN BHD (RESUSITASI)

Direktur RS Kamar Medika Mojokerto


Menimbang :
1. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di Rumah sakit
Kamar Medika
2. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di Rumah sakit kamar
medika diperlukan Kebijakan Pelayanan BHD (resusitasi)
3. Bahwa sesuai butir a dan b diatas perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur
RS. Kamar Medika
Mengingat :
1. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II?2008 tentang Standar
Pelayanan
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Standar Rekam
Medis
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan
Tindakan
8. Keputusan Dirjen Bina Upaya Kesehatan No. HK.02.04/1/2.790/2011 tentang Standar
Akreditasi Rumah Sakit

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Kesatu :Kebijakam Pelayanan BHD (resusitasi) RS Kamar Medika sebagaimana
terlampir dalam surat keputusan ini
Kedua :Kebijakam Pelayanan BHD (resusitasi) RS Kamar Medika sebagaimana
terlampir bersama surat Keputusan ini sebagai pedoman dalam pelayanan
BHD (resusitasi) di RS Kamar Medika
Ketiga :Surat Keputusan ini berlaku terhitung mulai tanggal ditetapkannya dan
apabila di kemudian hari ternyata terdapat hal-hal yang perlu
penyempurnaan, maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Mojokerto
Pada Tanggal 15 Juni 2021

Dr. H. Rambo Garudo M.Kes (ARS)


NIP. 5204203
BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Pengertian resusitasi mengandung arti harfiah “Menghidupkan kembali”tentunya
dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti
jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi
henti nafas dan henti jantung. Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan gabungan
penyelamatan pernapasan (bantuan nafas) dengan kompresi dada eksternal. RJP digunakan
ketika seorang korban mengalami henti nafas dan henti jantung.

B. TUJUAN
1. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi (nafas)
2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi (fungsi jantung) dan ventilasi (fungsi
pernafasan/paru) pada pasien/korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas
melalui Cardio Pulmonary Resuciation (CPR) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP).

C. Penyebab Henti Jantung


1. Sebab henti nafas (apneu)
a. Sumbatan jalan nafas : benda asing, aspirasi, lidah jatuh ke belakang, pipa trakeal
terlipat, kanula trakeal tersumbat, kelainan akut glotis dan sekitarnya (sembab glotis
perdarahan).
b. Depresi pernafasan :
1) Sentral : obat-obatan, intoksikasi, paO2 rendah, paO2 tinggi, setelah henti
jantung, tumor otak, tenggelam.
2) Perifer : obat pelumpuh otot, penyakit miastenia gravis, poliomeilitis.
2. Sebab henti jantung (cardiac arest)
a. Penyakit kardivaskuler
b. Kekuragan oksigen akut
c. Kelebihan dosis obat
d. Gangguan asam basa/elektrolit
e. Kecelakaan
f. Anastesi dan pembedahan
g. Terapi dan tindakan diagnostik medis
h. Syok (hipovolemik, neurologik, toksik, anafilaktik)
D. Diagnosa henti jantung
1. Tanda-tanda henti jantung
a. Kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung)
b. Tak teraba denyut nadi arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau
brakialis pada bayi)
c. Henti nafas
d. Terlihat seperti mati
e. Warna kulit pucat sampai dengan kelabu
f. Pupil dilatasi
2. Diagnosis henti jantung sudah dapat ditegakkan bila dijumpai ketidaksadaran dan tak
teraba denyut arteri besar
a. Tekanan darah sistolik 50 mmHg mungkin tidak menghasilkan denyut nadi yang
tidak dapat dirab
b. Aktivitas elektrocardiogram (EKG)
c. Gerakan kabel EKG dapat menyerupai irama yang tidak mantap
d. Bila ragu-ragu mulai saja dengan resusitasi jantung paru

E. Kapan Resusitasi Dilakukan/Tidak Dilakukan


1. Resusitasi harus dilakukan pada :
a. Infark jantung
b. Serangan adams-Stokes
c. Hipoksia akut
d. Keracunan dan kelebihan dosis obat
e. Sengatan listrik
f. Refleks vagal
g. Tenggelam dan kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup.
2. Resusitasi tidak dilakukan pada :
a. Kematian normal seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik
yang berat.
b. Stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi.
c. Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih.
BAB II
RUANG LINGKUP
Henti nafas dan henti jantung dapaat terjadi pada semua orang dalam kondisi dan tempat
yang kemungkinan sulit untuk diprediksi. Dalam lingkup rumah sakit proses perburukan
kondisi pasien yang membutuhkan tindakan resusitasi jantung paru dapat terjadi pada berbagai
keadaan, saat diruang rawat, di ruang rawat jalan, di ruang pemeriksaan penunjang, di kamar
operasi, saat transportasi dan banyak kemungkinan terjadi. Rumah skait sebagai tempat
pelayanan kesehatan yang harus mampu memfasilitasi pelayanan pasien yang membutuhkan
tindakan resusitasi jantung.
A. Kewenangan memberi pertolongan
Semua tenaga/karyawan rumah sakit dituntut untuk dapat mengenali tanda henti nafas dan
henti jantung atau dapat mengidentifikasi kebutuhan resusitasi jantung paru (RJP).
B. Sumber daya manusia
Tenaga medis dan karyawan yang terlatih dalam pelaksanaan pasien dengan kebutuhan
bantuan hidup dasar. Rumah sakit membentuk tim khusus untuk penanganan bantuan
hidup dasar maupun lanjutan yang dapat diakses dalam 24 jam.
C. Fasilitas
Fasilitas pendukung untuk bantuan hidup dasar antara lain :
a. Peralatan RJP
 Orofaringeal tube dan Nasofaringeal tube
 Bag valve mask (amubag)
 Tongue spatel/mouth gag
 Oksigen transport

b. Peralatan pendukung untuk bantuan hidup dasar dan lanjutan :


 Suction
 Laringoskop
 Endotrakeal tube
 Stetoskop
 Obat-obatan emergency
 EKG
 Fibrilator Treatmen/DC Shock
 Peralatan transportasi pasien
D. Standar Prosedur Operasional
Kesamaan pola pikir/persepsi tentang penanganan pasien dengan kebutuhan pelayanan
bantuan hidup dasar atau lanjutan sehingga diperlukan standar prosedur pelayanan
operasional yang dipahami dan ditaati oleh semua staf rumah sakit.

E. Sistem/Alur Pelayanan
Pelayanan kegawatdaruratan di Rumah Sakit Kamar Medika dilakukan secara terpadu dan
pengaturan dalam satu sistem merupakan koordinasi, kerjasama unit kerja dan di dukung
kegiatan multi disiplin dan multiprofesi untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi
pasien yang membutuhkan resusitasi jantung paru. Sistem informasi yang seragam untuk
kebutuhan resusitasi jantung paru adalah “Code Blue/Kode Biru”. Tim khusus “Code
Blue/Kode Biru” tersentral dalam satu unit pelayanan (IGD) dengan nomor 118 yang
mudah diakses oleh semua unit di rumah sakit.
BAB III
TATALAKSANA

A. BANTUAN HIDUP DASAR (BASIC LIFE SUPPORT)


Yakinkan bahwa penolong dan korban telah berada pada tempat yang aman, pindahkan
korban hanya jika tempat tersebut tidak aman. Kemudian lakukan langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Periksa Kesadaran Panggil korban dengan suara yang keras dan jelas atau panggil nama
korban, lihat apakah korban bergerak atau memberikan respon. Jika tidak bergerak
berikan stimulasi dengan menggerakan bahu korban. Pada korban yang sadar, dia akan
menjawab dan bergerak. Selanjutnya cepat lakukan pemeriksaan untuk mencari
kemungkinan cedera dan pengobatan yang diperlukan, namun jika tidak ada respon
artinya korban tidak sadar maka segera panggil bantuan.
2. Posisi Korban
 Pada penderita yang tidak sadar Tempatkan korban pada tempat yang datar dan keras
dengan posisi terlentang, pada tanah, lantai atau meja yang keras.
 Jika harus membalikkan posisi penderita maka lakukan seminimal mungkin gerakan
pada leher dan kepala.
3. Buka jalan napas dan periksa apakah korban tersebut bernapas.
Pada bayi dan anak sering terjadi obstruksi dikarenakan lidah jatuh ke belakang, dan
penolong harus dengan segera membebaskan jalan napas dengan beberapa teknik
berikut:
 Jika korban tidak sadar dan tidak dicurigai adanya trauma, buka jalan napas dengan
teknik Head Tilt–Chin Lift Maneuver dan jangan menekan jaringan lunak dibawah
dagu karena akan menyebabkan sumbatan.

Caranya adalah meletakkan satu tangan pada bagian dahi dan tengadahkan, serta saat
yang bersamaan jari-jari tangan lainnya diletakkan pada tulang di bawah dagu dan
buka jalan napas
 Pada korban yang dicurigai mengalami trauma leher gunakan teknik Jaw-Thrust
Maneuver untuk membuka jalan napas, yaitu dengan cara meletakkan 2 atau 3 jari
dibawah angulus mandibula kemudian angkat dan arahkan keluar, jika terdapat dua
penolong maka yang satu harus melakukan imobilisasi tulang servikal.

 Mengeluarkan benda asing pada obstruksi karena aspirasi benda asing dapat
menyebabkan sumbatan ringan atau berat, jika sumbatannya ringan maka korban
masih dapat bersuara dan batuk, sedangkan jika sumbatannya sangat berat maka
korban tidak dapat bersuara ataupun batuk. Jika terdapat sumbatan karena benda
asing maka pada bayi dapat dilakukan teknik 5 kali back blows (slaps) atau 5 chest
thrust.

 Pada anak yang masih sadar dapat dilakukan teknik Heimlich maneuver hingga
benda yang menyumbat dapat dikeluarkan.
 Sedangkan pada anak yang tidak sadar dilakukan teknik Abdominal thrusts dengan
posisi terlentang.

Sedangkan pada anak yang tidak sadar dilakukan teknik Abdominal thrusts dengan
posisi terlentang

Kemudian buka mulut korban, lakukan cross finger maneuver untuk melihat
adanya obstruksi dan finger sweeps maneuver untuk mengeluarkan benda
asing yang tampak pada mulut korban, namun jangan melakukan teknik
tersebut pada anak yang sadar karena dapat merangsang "gag reflex" dan
menyebabkan muntah.

E
Kondisi gawat darurat yang terjadi di rumah sakit atau suatu institusi dimana terdapat
pasien yang mengalami cardiopulmonary arrest dan merupakan kata sandi yang
digunakan untuk menyatakan bahwa pasien dalam kondisi gawat darurat.

4. Periksa napas
Jika obstruksi telah dikeluarkan maka periksa apakah anak tersebut bernapas atau tidak,
lakukan dalam waktu kurang dari 10 detik, dengan cara :
 Lihat gerakan dinding dada dan perut (Look)
 Dengarkan suara napas pada hidung dan mulut korban (Listen)
 Rasakan hembusan udara pada pipi (Feel)

Korban yang terdapat gasping atau napas yang agonal atau napas tidak efektif maka anggap
korban tersebut tidak bernapas dan lakukan 5 kali bantuan napas, untuk mendapatkan
minimal 2 kali napas efektif.

5. Berikan Bantuan Napas.


Lakukan 5 kali bantuan napas jika korban tidak bernapas hingga dapat bernapas
secara efektif dengan mengembangnya dinding dada, jika dada tidak
mengembang reposisi kepala korban agar jalan napas dalam keadaan terbuka.
Teknik bantuan napas pada bayi dan anak berbeda, hal ini dapat dilakukan dengan
dan tanpa alat yaitu: pada bayi dilakukan teknik : mouth-to-mouth-and-nose dan
pada anak menggunakan teknik mouth-to-mouth
6. Periksa Nadi
Selanjutnya periksa nadi, pada bayi pemeriksaan dilakukan pada arteri brakhialis
sedangkan pada anak dapat dilakukan pada arteri karotis ataupun femoralis.
Pemeriksaan nadi ini tidak boleh lebih dari 10 detik.

Jika nadi lebih dari 60 kali/menit namun tidak ada napas spontan atau napas tidak
efektif, maka lakukan pemberian bantuan napas sebanyak 12 hingga 20 kali
napas/menit, sekali napas buatan 3 sampai 5 detik hingga korban bernapas dengan
spontan, napas yang efektif akan tampak dada korban akan mengembang.
7. Kompresi Jantung luar
Jika nadi kurang dari 60 kali/menit dan tidak ada napas atau napas tidak adekuat, maka
lakukan kompresi jantung luar. Pada bayi dan anak terdapat perbedaan teknik yaitu
pada bayi dapat dilakukan teknik kompresi di sternum dengan dua jari (two-finger chest
compression technique) yang diletakkan 1 jari di bawah garis imajiner intermamae atau
two thumb– encircling hands technique yang direkomendasikan jika didapatkan dua
penolong.

Pada anak kompresi jantung luar luar dilakukan dengan teknik kompresi pada
pertengahan bawah sternum dengan satu atau kedua telapak tangan tapi tidak
menekan prosesus xypoid ataupun sela iga.
A C
B

Kompresi dilakukan harus dengan baik yaitu:


 “Push hard”: Kedalaman kompresi berkisar 1/3 – ½ diameter anteroposterior
dada.
 “Push fast” : Kecepatan kompresi 100 kali permenit.
 Lepaskan tahanan hingga dada dapat mengembang penuh.
 Minimalisasi interupsi pada saat melakukan kompresi dada.
Resusitasi jantung paru pada anak yang dilakukan oleh satu penolong dilakukan 5 siklus selama
2 menit, setiap siklusnya terdiri dari 30 kali kompresi jantung luar dan 2 kali bantuan napas,
sedangkan jika terdapat dua penolong maka kompresi jantung luar dilakukan 15 kali dan 2 kali
bantuan napas.
Kemudian evaluasi tindakan setelah dua menit atau 5 siklus resusitasi jantung paru, Nilai
kembali kondisi korban nadi, napas, warna, kesadaran, pupil dan lakukan resusitasi jantung paru
tersebut hingga bantuan hidup lanjut diberikan.

B. Bantuan Hidup Dasar Pada Bayi


Penentuan tindakan resusitasi berdasarkan pada penilaian dua tanda vital yaitu
pernapasan dan frekuensi denyut jantung. Setelah ventilasi tekanan positif (VTP)
atau setelah pemberian oksigen tambahan, penilaian dilakukan pada tiga hal yaitu
frekuensi denyut jantung, pernapasan, dan status oksigenasi (Konsesus Resusitasi
Neonatus, 2010).
Resusitasi dilakukan, jika didapatkan frekuensi denyut jantung kurang dari 100 kali
permenit, bayi apneu atau megap megap. Penilaian terhadap status oksigenasi dapat
dilihat dari penampilan bayi yang tampak sianosis dan didukung dengan
pemantauan saturasi oksigen yang kurang dari 85 %.
A. Airway (A)
Pembebasan jalan nafas (Airway) merupakan salah satu tahapan yang terdapat
dalam langkah awal resusitasi. Langkah awal resusitasi meliputi :

1. Hangatkan bayi dengan menempatkan bayi di bawah alat pemanas atau


infant warmer.
2. Atur kepala bayi untuk membuka jalan nafas. Bayi diletakkan terlentang dengan
posisi leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu.

3. Bersihkan jalan nafas (jika diperlukan).


1. Lendir dibersihkan.
2. Lakukan penghisapan pada mulut dan hidung.
4. Keringkan bayi dengan melakukan rangsang taktil.
a. Keringkan bayi dengan lap bersih mulai dari muka, kepala, dan bagian
tubuh lainnya.
b. Lakukan rangsangan taktil dengan menepu/ menyentil telapak kaki. Atau
menggosok punggung/perut/dada/ tungkai bayi dengan telapak tangan

5. Atur posisi kembali


 Ganti kain yang telah basah dengan kain kering yang ada di bawahnya.
 Seimuti seluruh tubuh bayi dengan kain tersebut, kecuali muka dan dada.
 Atur posisi kembali bayi dengan posisi menghidu.
6. Lakukan penilaian
a. Pernafasan
Terlihat gerakan dada yang adekuat, frekuensi dan kedalaman.
b. Frekuensi jantung
Frekuensi jantung seharusnya di atas 100 kali permenit. Bila bayi tidak bernafas
(apnu), atau megap – megap atau frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit,
walaupun sudah diberikan rangsangan, saturasi berada di bawah target segera
lanjutkan dengan
B. Breathing (B)

Memberikan nafas buatan pada bayi dengan menggunakan ventilasi tekanan positif,
termasuk memberikan oksigen 100 %. Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara
ke dalam paru yang besarnya 4 – 6 cc/kgbb (Dewi, 2014).
Indikasi pemberian ventilasi tekanan positif, jika bayi tidak bernafas (apnu) atau megap-
megap, frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit, saturasi berada di bawah target,
walaupun telah diberikan aliran oksigen bebas sampai 100 %.
1. Hal hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan VTP
a. Jika sendirian, panggil orang kedua untuk membantu.
Orang kedua bertugas memasang oksimetri nadi,mengawasi frekuensi jantung
dan suara nafas.
b. Pilih sungkup dengan ukuran yang sesuai.
Khusus untuk neonatus, pemilihan sungkup tergantung pada seberapa baik
perlengkatan sungkup dan di sesuaikan dengan wajah bayi.
c. Pastikan jalan nafas bersih.
d. Posisi kepala bayi agak ekstensi.
e. Posisi penolong di arah kepala bayi atau di samping kepala bayi.
2. Tekanan
Tekanan inspirasi awal yang diberikan 20 cmH 2O. Bila frekuensi jantung meningkat,
bersamaan dengan peningkatan saturasi oksigen dan terdengar suara nafas bilateral,
berarti tekanan yang diberikan telah cukup.
Pompa dengan jari Perkiraan tekanan
Pompa dengan 4 jari 40 cm H2O
Pompa dengan 3 jari 30cm H2O
Pompa dengan 2 jari 20 cm H2O
Pompa dengan 1 jari 10 cm H2O

3. Frekuensi
Selama tahap awal resusitasi, berikan nafas dengan frekuensi 40 – 60 napas permenit
atau sedikitnya 1 kali perdetik.

4. Tehnik memperbaiki ventilasi tekanan positif


Jika dada tidak mengembang pada setiap napas dan suara napas lemah, lakukan langkah
koreksi ventilasi. Pertimbangkan memakai akronim “ MR SOPA “ atau SR IBTA untuk
mengingat langkah langkah koreksi.
Tindakan Langkah Koreksi
M(S) Mask adjustment Pastikan ada lekatan yang baik
(S)ungkup melekat antara sungkup dan wajah.
rapat.
R(R) Reposition airway Kepala pada posisi menghidu.
(R)eposisi jalan napas.
S( I ) Suction mouth and Periksa sekresi, lakukan isap
nose lendir jika ada.
(I)sap lendir mulut dan
hidung.
O(B) Open mouth Ventilasi dengan mulut bayi
(B)uka mulut sedikit terbuka dan angkat dagu
ke depan
P(T) Pressure increase Naikkan tekanan bertahap,
(T)ekanan dinaikkan sampai terdengar bunyi napas
bilateral dan terdapat
pergerakkan dada.
A(A) Airway alternative Pertimbangkan intubasi
(A)lternatif jalan napas endotrakeal atau sungkup
laring

Jika setelah dilakukan koreksi ventilasi, kondisi bayi terus memburuk, frekuensi
jantung kurang dari 60 kali per menit meskipun telah diberikan VTP selama 30 detik,
maka dapat dilak ukan langkah selanjutnya yaitu memulai kompresi dada

C. Circulation ( C )
Bantuan sirkulasi dilakukan dengan memulai kompresi dada dengan dikombinasikan
dengan pemberian VTP. Kompresi dada dilakukan jika frekuensi jantung kurang dari 60
kali per menit, walaupun telah dilakukan VTP efektif minimal 30 detik. Kombinasi
antara kompresi dan VTP perlu dilakukan, karena miokard melemah sehingga kontraksi
jantung tidak kuat untuk memompa darah ke paru untuk mengangkut oksigen.
Penekanan tulang dada akan menekan jantung dan meningkatkan tekanan dalam dada,
sehingga darah terpompa ke pembuluh darah arteri. Saat penekanan dada dilepaskan,
darah dari pembuluh darah vena mengalir ke jantung. Pemasangan endotrakheal tube
dengan kolaborasi medis dapat dilakukan pada tahap ini, untuk memaksimalkan
pemberian VTP. Kompresi dada pada neonatus diberikan pada 1/3 bawah tulang iga,
yang terletak di antara sifoid dan garis khayal yang menghubungkan puting susu.
Letakkan ibu jari atau 2 jari sedikit di atas sifoid, jangan menekan langsung pada sifoid.

Kompresi dada dapat dilakukan dengan menggunakan teknik ibu jari dan teknik dua
jari. Teknik ibu jari lebih banyak dipilih, karena dapat mengatur kedalaman kompresi
lebih baik dan dapat memberikan tekanan yang konsisten.

D. Drug (D)
Epinefrin atau sering disebut adrenalin merupakan suatu stimulan, yang berfungsi untuk
meningkatkan kekuatan dan kecepatan kontraksi jantung dan menyebabkan
vasokonstriksi perifer, sehingga dapat meningkatkan aliran darah ke otak dan arteri
koronaria. Pemberian epinefrin dapat mengembalikan aliran darah secara normal dari
miokardium ke otak.
Epinefrin diberikan secara intravena, sehingga diperlukan akses vena umbilikalis. Dosis
epinefrin intravena yang dianjurkan untuk neonatus adalah 0,1 – 0,3 ml/kg larutan 1
: 10.000 (setara 0,01 – 0,03 mg/kg). Lakukan evaluasi frekuensi jantng bayi kira – kira
1 menit setelah pemberian epinefrin, jika frekuensi jantung kurang dari 60 kali per
menit setelah epinefrin dosis pertama, epinefrin bisa diulang setiap 3 – 5 menit sampai
dosis maksimal.
KEBIJAKAN PELAYANAN
CODE BLUE

BAB I

RS. KAMAR
MEDIKAMEDIKA
RS.KAMAR
Jl. Empunala
Jl. Empunala No. 351No. 351
Kota Kota
Telp.330088,
Telp. (0321) (0321) 330088,
330066,330066,
Fax.393762
Fax. (0321) (0321) 393762
Email : rskamarmedika@yahoo.co.id
Email : rskamarmedika@yahoo.co.id
SURAT KEPUTUSAN
No. 200/RSKM/SK_Dir/VI/2021
TENTANG KEBIJAKAN CODE BLUE

MENIMBANG :
a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu Pelayanan Rumah Sakit Kamar
Medika, maka diperlukan penyelenggaraan Pelayanan Kedokteran Rumah
Sakit Yang terkoordinasi dengan baik.
b. Bahwa agar Pelayanan Kedokteran Rumah Sakit Kamar Medika dapat
terlaksana dan terkoordinasi dengan baik, perlu adanya kebijakan Direktur
Rumah Sakit Kamar Medika sebagai landasan bagi penyelenggaraan
Pelayanan Kedokteran Rumah Sakit Kamar Medika.
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud a dan b, perlu
adanya ditetapkan keputusan Direktur Rumah Sakit Kamar Medika.

MENGINGAT :
a. Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
b. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
c. Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
d. Keputusan Menteri Kesehatan No 631/MENKES/SK/IV/2005 tentang
Pedoman Peraturan Internal Staf Medis di Rumah Sakit
e. Peraturan Menteri Kesehatan No 1419/MENKES/PER/X/2005 tentang
penyelenggaraan Pelayanan Kedokteran
f. Peraturan Menteri Kesehatan 1438/MENKES/IX/2010 tentang Standar
Pelayanan Kesehatan
g. Peraturan Menteri Kesehatan No 755/MENKES/PER/IV/2011 tentang
Komite Medik RS
h. Peraturan Menteri Kesehatan No 5025/MENKES/PER/IV/2011 tentang
Registrasi Dan Perijian Praktek
i. Peraturan Menteri Kesehatan No1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit
j. Keputusan PT WAK Kamar Medika Hospital SK/002/IX/PTWKMH/2016
tentang Struktur Orgganisasi Rumah Sakit Kamar Medika.
MEMUTUSKAN
PERTAMA :Keputusan Direktur Rumah Sakit Kamar Medika Tentag Kebijjakan
Code Blue Di Rumah Sakit Kamar Medika
KEDUA :Kebijakan CODE BLUE Rumah Sakit Kamar Medika sebagaimana
tercantum dalam lampiran keputusan ini.
KETIGA :Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Code Blue Rumah
Sakit Kamar Medika Dilaksanakan oleh Wakil Direktur Pelayanan
Medis Rumah Sakit dan bertanggung jwab langsung kepada Direktur
RUmah Sakit.
KEEMPAT :Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Mojokerto
Pada Tanggal 15 Juni 2021

Dr. H. Rambo Garudo M.Kes (ARS)


NIP : 5204203
KEBIJAKAN CODE BLUE
RUMAH SAKIT KAMAR MEDIKA

Kebijakan Umum :
1. Tim code blue dibentuk berdasarkan surat keputusan direktur
2. Tim code blue beranggota sumber daya manusia yang terlatih dan kompeten dalam
bidangnya
3. Tim code blue bekerja untuk menolong pasien gawat darurat/pasien yang memerlukan
Resusitasi Jantung Paru Di seluruh bagian Rumah Sakit Kamar Medika kecuali IGD
dan HCU
4. Koordinator tim code blue adalah seorang dokter kepala instalasi IGD dan HCU
5. Penanggung jawab medis tim code blue adalah dokter jaga atau dokter ruangan
dengan uraian tugas yang ditetapkan sebagai tim cod blue
6. Alat komunikasi untuk code blue adalah hand talky
7. Setiap jam dinas harus ada tim code blue yang ditunjuk minimal terdiri dari 1 dokter
penanggung jawab medis, 2 perawat terlatih, dan 1 perawat pelaksana.
8. Peralatan resusitasi yang dibutuhkan tim code blue harus di monitoring supaya selalu
keadaan lengkap
9. Semua tim code blue wajib mengikuti semua pelatihan yang ditetapkan koordinator
tim.

Kebijakan Khusus
1. Tim code blue pada setiap periode dinas adalah dokter IGD yang berdinas pada jam
itu, Supervisior Perawat yang berdinas pada jam itu, 1 perawat HCU yang berdinas
pada jam itu dan perawat pelaksana yang berdinas di jam itu.
2. Code blue hanya bekerja dilingkungan RS Kamar Medika.

Direktur RS Kamar Medika

Dr. H. Rambo Garudo M.Kes (ARS)


NIP : 5204203
PANDUAN PELAYANAN
CODE BLUE

BAB I

RS. KAMAR
MEDIKAMEDIKA
RS.KAMAR
Jl. Empunala
Jl. Empunala No. 351No. 351
Kota Kota
Telp.330088,
Telp. (0321) (0321) 330088,
330066,330066,
Fax.393762
Fax. (0321) (0321) 393762
Email : rskamarmedika@yahoo.co.id
Email : rskamarmedika@yahoo.co.id
BAB I
PENDAHULUAN DAN DEFINISI

I. PENDAHULUAN
Ketika berbicara tentang cardiac arrest, ingatan kita tidak bisa lepas dari penyakit jantung
dan pembuluh darah, karena penyebab tersering dari cardiac arrest adalah penyakit jantung
koroner. WHO menerangkan bahwa penyakit jantung, bersama-sama dengan penyakit infeksi
dan kanker masih tetap mendominasi peringkat teratas penyebab utama kematian di dunia.
Demikian halnya di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Nasional tahun 1986 dan 1991,
penyakit jantung koroner bersama dengan penyakit infeksi merupakan penyebab kematian
utama di Indonesia. Cardiac arrest dapat dipulihkan jika tertangani segera dengan
cardiopulmonary resuscitation dan defibrilasi untuk mengembalikan denyut jantung normal.
Kesempatan pasien untuk bisa bertahan hidup berkurang 7 sampai 10
persen pada tiap menit yang berjalan tanpa cardiopulmonary resuscitation dan defibrilasi. Inti
dari penanganan cardiac arrest adalah kemampuan untuk bisa mendeteksi dan bereaksi secara
cepat dan benar untuk sesegera mungkin mengembalikan denyut jantung ke kondisi normal
untuk mencegah terjadinya kematian otak dan kematian permanen. Penanganan secara cepat
dapat diwujudkan jika terdapat tenaga yang memiliki kemampuan dalam melakukan chain of
survival saat cardiac arrest terjadi. Keberadaan tenaga inilah yang selama ini menjadi
masalah/pertanyaan besar, bahkan di rumah sakit yang notabene banyak terdapat tenaga medis
dan paramedis.Tenaga medis dan paramedis di Rumah Sakit sebenarnya sudah memiliki
kemampuan dasar dalam melakukan life saving, akan tetapi belum semuanya dapat
mengaplikasikannya secara maksimal. Dan seringkali belum terdapat pengorganisian yang baik
dalam pelaksanaannya. Masalah inilah yang kemudian memunculkan terbentuknya tim reaksi
cepat dalam penanganan arrest segera,yangdisebut Code Blue.

II. DEFINISI
1. Code Blue/ Kode Biru :
Kondisi gawat darurat yang terjadi di rumah sakit atau suatu institusi dimana terdapat pasien
yang mengalami cardiopulmonary arrest dan merupakan kata sandi yang digunakan untuk
menyatakan bahwa pasien dalam kondisi gawat darurat.
2. Tim Code Blue :
Tim yang terdiri dari dokter dan paramedis yang ditunjuk sebagai Code Blue Team, yang
secara cepat ke pasien untuk melakukan tindakan penyelamatan.
3. Pasien Gawat Darurat :
Pasien yang berada dalam ancaman kematian dan memerlukan pertolongan RJP segera.
4. Pasien :Pasien yang terancam jiwanya tetapi belum memerlukan pertolongan RJP. Pemilahan
kondisi pasien melalui penilaian klinis pasien.
5. Perawat :
Perawat yang telah mendapatkan pelatihan RJP / Code Blue Team.
BAB II
FALSAFAH DAN RUANG LINGKUP

A. FALSAFAH
1. Memberikan rasa aman dan sehat bagi pasien dengan melibatkan seluruh potensi rumah
sakit serta memanfaatkan kemampuan dan fasilitas pada pelayanan kesehatan di rumah
sakit.
2. Merubah perilaku dari semua personil rumah sakit agar mampu menanggulangi pasien
dalam keadaan gawat darurat.

B. RUANG LINGKUP
Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan bahwa semua kondisi darurat medis
kritis tertangani dengan resusitasi dan stabilisasi sesegera mungkin. Sistem respon terbagi dalam 2
tahap:
1. Respon awal (responder pertama) berasal dari petugas rumah sakit yang berada di sekitarnya,
dimana terdapat layanan Basic Life Support (BLS).
2. Respon kedua (responder kedua) merupakan tim khusus dan terlatih yang berasal dari instalasi
yang ditunjuk oleh pihak rumah sakit, yaitu tim code blue.
Sistem respon dilakukan dengan waktu respon tertentu berdasarkan standar kualitas pelayanan
yang telah ditentukan oleh rumah sakit. Untuk menunjang hal tersebut yang dilakukan adalah :
1. Semua personil di rumah sakit harus dilatih dengan keterampilan BLS untuk menunjang
kecepatan respon untuk BLS di lokasi
2. Peralatan BLS harus ditempatkan di lokasi yang strategis dalam kawasan rumah sakit,
misalnya lobi rumah sakit, ruang tunggu poliklinik dan ruang rawat inap, dimana peralatan
dapat dipindah atau dibawa untuk memungkinkan respon yang cepat.
 

 
BAB III

TATA LAKSANA

A. ORGANISASI  CODE BLUE TEAM


Terdiri dari :
1. Koordinator tim.
2. Penanggung jawab Medik.
3. Perawat Pelaksana.
4. Kelompok Pendukung.

KOORDINATOR TIM

PENANGGUNGJAWAB TIM PERAWAT


MEDIK RESUSITASI PELAKSANA

Garis komando
Garis koordinasi

B. URAIAN TUGAS
1. Koordinator Team.
Dijabat oleh dokter Anestesi, Bertugas :
 Mengkoordinir segenap anggota
 Bekerjasama dengan sie.ur.pers membuat pelatihan kegawatdaruratan yang dibutuhkan
oleh anggota.
2. Penanggungjawab Medis dijabat oleh dokter UGD, Bertugas :
 Mengidentifikasi awal / triage pasien di ruang
 Memimpin penanggulangan pasien saat terjadi kegawatdaruratan
 Memimpin tim dalam pelaksanaan RJP
 Menentukan sikap

3. Perawat Pelaksana. Perawat pelaksana bertugas :


 Bersama dokter penanggungjawab medis mengidentifikasi/triage pasien di ruangan
rawat inap
 Membantu dokter penanggungjawab medis menangani pasien gawat dan gawat darurat
di ruangan rawat inap
4. Kelompok Pendukung.
Tim Resusitas Dijabat Perawat terlatih dan Dokter Jaga UGD, Bertugas :
 Memberikan bantuan hidup dasar kepada pasien gawat / gawat darurat diruangan rawat
inap
 Melakukan resusitasi jantung paru kepada pasien gawat darurat diruang perawatan
C. PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA
Dalam satu shift harus ada 2 orang perawat terlatih yang bertugas. Perencanaan SDM
ditentukan berdasarkan kondisi kegawatdaruratan pasien, sebagai berikut :

1. Melakukan identifikasi awal EWS diruangan :


 Dokter ruangan /dokter jaga. Bila ada pasien yang membutuhkan HCU, dokter jaga
ruangan menghubungi DPJP, mengusulkan pasien dipindah
 Perawat Pelaksana .
2. Melakukan penanggulangan pasien gawat di ruang perawatan :
 Dokter Jaga UGD
 Perawat pelaksana 4 orang
3. Melakukan RJP
 Dokter Jaga UGD
 Perawat pelaksana 4 orang

D. PERENCANAAN KOMUNIKASI
Komunikasi dalam penanganan kegawatdaruratan di rumah sakit merupakan hal yang sangat
penting, untuk itu ada hal – hal yang harus dipenuhi dalam berkomunikasi, yaitu :
1. Komunikasi dilakukan dengan singkat, jelas dan
2. Menggunakan kata sandi Kode Biru dan menyebutkan lokasi ruangan dan nomor
kamar.

Alat – alat komunikasi yang dapat digunakan sebagai standar :

Telepon kode darurat di


 

GAWAT DOKTER JAGA


RUANGAN
PERAWAT PELAKSANA
PASIEN

GAWAT DOKTER JAGA


DARURAT RUANGAN
  PERAWAT TERLATIH

Aktivasi Blue Team

E. SISTEM DAN ALUR KERJA TIM “CODE BLUE”


Setiap shift, saat mulai bertugas sehari – hari, perawat di ruangan, berkeliling mengunjungi pasien
yang sedang dirawat di ruangan tempatnya berdinas untuk mengetahui kondisi pasien dan
dimasukkan pada EWS untuk mengetahui ada tidaknya kondisi gawat / gawat darurat pasien
sebagai upaya triage di ruang perawatan. Jika didapatkan pasien dengan kondisi gawat darurat,
maka Ka.Instalasi / perawat ruangan secepatnya mengaktifkan Code Blue. Aktivasi Code Blue
dilakukan dengan menekan tombol 100 / 103 pada pesawat telepon, setelah tanda beep,
ucapkan “ Code Blue…Code Blue di ruang (tempat kejadian)…Code Blue ” diulang dua kali,
kemudian tutup gagang telepon. Bila ada panggilan dengan Kode Biru anggota Blue Team
yang berdinas saat itu wajib menghentikan kegiatan tugasnya dan segera menuju lokasi code
blue yang dimaksud.

PASIEN

EWS

GAWAT GAWAT
DARURAT

PENANGANAN PENANGANAN
KEGAWATAN KEGAWAT
DARURATAN

TINDAK LANJUT
PERAWATAN

F. PERALATAN “CODE BLUE”


Personal Kit :
 Termometer 1 unit.
 Stetoskope 1 bh.
 Tensimeter 1 bh.
 Senter genggam 1 bh.

Emergency Medical Kit


1. Airway and Breathing Management Support
 Laringoskop set lengkap (untuk bayi, anak, dewasa) 1 set
 Suction 1 bh
 Ambubag (bayi, anak, dewasa)
 Endotracheal Tube 1 set (bayi, anak, dewasa)
 Orofaring tube

2.  Circulation Support
 Set infus mikro 1 bh
 Set infus makro 1 bh
 Needle intraosseus 1 bh
 Venocath 1 bh

3. Minor Surgery Set


 1 set lengkap
4. Obat – obatan
 Lidokain inj. 1 bh
 Adrenalin inj. 1 bh
 Nalokson inj. 1 bh
 Phenobarbital inj. 1 bh
 Sulfas Atropin inj. 1 bh
 Diltiazem inj. 1 bh
 MgSO4 inj. 1 bh
 Amiodaron inj
 Dopamin inj
 Dobutamin inj
 Norepinephrine

Pelatihan Dan Pendidikan Tim “Code Blue”.


Perencanaan kegiatan Blue Tim meliputi :
1. Pelayanan Sehari – hari. Merupakan kegiatan sehari- hari dalam rangka mengidentifikasi
(Triage) pasien-pasien yang ada di ruangan perawatan. Sehingga keadaan gawat / gawat
darurat pasien dapat lebih dini diketahui dan ditanggulangi sehingga mencegah kematian dan
kecacatan yang tidak perlu terjadi
2. Pelayanan Kegawatdaruratan Pasien di Ruangan. Merupakan kegiatan pelayanan dalam
menangani pasien gawat darurat dengan memberikan pertolongan bantuan hidup dasar dan
resusitasi jantung, paru dan otak (RJP).
3. Pelatihan dan Peningkatan SDM. Guna menjaga dan meningkatkan kualitas kemampuan
anggota tim, maka dibuatkan suatu pendidikan dan pelatihan meliputi teori dan praktek sesuai
kebutuhan tim.
4. Evaluasi dan Kendali Mutu. Pelaksanaan kegiatan penanggulangan dan penanganan pasien
gawat / gawat darurat oleh Blue Team harus dapat dievaluasi dan kendali mutu agar
kesempurnaan kegiatan menjadi lebih baik. Oleh karena itulah Tim Pengendalian Mutu rumah
sakit diharapkan dapat turut berperan dalam hal evaluasi dan kendali mutu Blue Team.
BAB IV
DOKUMENTASI

Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk operasional tim, pengadaan sarana dan fasilitas
dibebankan kepada rumah sakit. Semua kegiatan code blue dicatat dan didokumentasikan dalam
dokumen rekam medis pasien dan digunakan sebagai bukti bilamana proses ini diperlukan.
 
SPO PELAYANAN BHD (RESUSITASI)

No. Dokumen : Revisi ke : Halaman :


RS KAMAR RSKM/SPO/PAP/202 01 1/2
MEDIKA
Jln.Empunala no
351
Ditetapkan
SPO Tanggal terbtt Direktur RS Kamar Medika

(Standar Prosedur
Operasional)

15 Juni 2021 Dr. H. Rambo Garudo M.Kes (ARS)

NIP. 5204203

Pengertian Resusitasi jantung paru merupakan usaha yang dilakukan untuk


mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti
nafas(respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang
dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang memungkinkan
untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja
kembali.
Tujuan 1. Sebagai acuan penerapan langkah-langkah bagi perawat dalam
resusitasi jantung paru.
2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan respirasi
yang adekuat sampai keadaan henti jantung teratasi atau sampai
penderita dinyatakan meninggal.
3. Memberikan oksigenisasi terhadap otak, jantung dan organ-organ
4. vital lain sampai datangnya sistem pengobatan yang definitif.

Kebijakan SK No: 199/RSKM/SK_Dir/VI/2021


Prosedur 1. Pelaksanaan
a. Penilaian respon
 Segera setelah menemukan pasien tidak sadar lakukan
penilaian respon
 Penilaian respon dilakukan setelah petugas yakin
dirinya aman untuk melakukan pertolongan
 Penilaian dilakukan dengan cara menepuk-nepuk atau
menggoyangkan sambil memanggil pasien
 Jika tidak ada respon aktifkan sistem layanan gawat
darurat
b. Aktifkan sistem layanan gawat darurat dengan memanggil
teman sejawat atau mengaktifkan code blue
Prosedur 2. Pelaksanaan
a. Penilaian respon
 Segera setelah menemukan pasien tidak sadar lakukan
penilaian respon
 Penilaian respon dilakukan setelah petugas yakin
dirinya aman untuk melakukan pertolongan
 Penilaian dilakukan dengan cara menepuk-nepuk atau
menggoyangkan sambil memanggil pasien
 Jika tidak ada respon aktifkan sistem layanan gawat
darurat
b. Aktifkan sistem layanan gawat darurat dengan memanggil
teman sejawat atau mengaktifkan code blue
c. Kompresi jantung
 Sebelum melakukan kompresi dada periksa nadi
karotis maksimal 10 detik. Jika nadi tidak teraba;
 Tentukan titik kompresi; bagian tengah sternum
 Lakukan kompresi dengan irama teratur dan kecepatan
minimal 100x/menit, dilanjutkan ventilasi dengan
perbandingan 30:2
 Berikan kompresi dada dengan kedalaman minimal 2
inchi (5cm), minimalkan interupsi dan ikuti recoil dada
secara komplit
d. Cek nadi setelah 5 siklus
e. Pasang minitor/defibrilator bila ada
f. Bila irama Venrtikel Tachicardi tanpa nadi/ Ventrikel
Fibrilasi, lakukan defibrilasi sesuai standar operasional
prosedur, kemudian segera lanjutkan RJP selama 5 siklus/2
menit,
kemudian lakukan evaluasi irama dan cek nadi
g. Bila irama asystole/PEA, lakukan RJP selama 5 siklus/2 menit,
lakukan pemasangan iv line bila belum terpasang, berikan
vasopressor epineprin 1mg iv dan dapat diulangi setiap 3-5
menit (sampai 3 dosis)
h. Jika irama Sinus Rytme dan nadi sudah tidak ada, hentikan
kompresi. Jika nafas sudah spontan, hentikan ventilasi.
Kemudian cari dan tangani faktor penyebab, lakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
2. Hal yang harus di perhatikan :
Apabila keluarga menolak resusitasi, maka harus
menandatangani blanko penolakan tindakan medis.
Instalasi Terkait 1. Instalasi Gawat Darurat
1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Rawat Inap
Rekam Medik

Anda mungkin juga menyukai