BHD ( RESUSITASI )
BAB I
RS.KAMAR MEDIKA
RS. KAMAR
Jl. Empunala No. 351
MEDIKA
Kota
Telp. (0321) 330088, 330066,
Fax. (0321) 393762
Jl.Email : rskamarmedika@yahoo.co.id
Empunala No. 351
Kota
Telp. (0321) 330088, 330066,
Fax. (0321) 393762
Email : rskamarmedika@yahoo.co.id
SURAT KEPUTUSAN
Nomor : 199/RSKM/SK_Dir/VI/2021
Tentang :
KEBIJAKAN PANDUAN PELAYANAN BHD (RESUSITASI)
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Kesatu :Kebijakam Pelayanan BHD (resusitasi) RS Kamar Medika sebagaimana
terlampir dalam surat keputusan ini
Kedua :Kebijakam Pelayanan BHD (resusitasi) RS Kamar Medika sebagaimana
terlampir bersama surat Keputusan ini sebagai pedoman dalam pelayanan
BHD (resusitasi) di RS Kamar Medika
Ketiga :Surat Keputusan ini berlaku terhitung mulai tanggal ditetapkannya dan
apabila di kemudian hari ternyata terdapat hal-hal yang perlu
penyempurnaan, maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Mojokerto
Pada Tanggal 15 Juni 2021
A. DEFINISI
Pengertian resusitasi mengandung arti harfiah “Menghidupkan kembali”tentunya
dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti
jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi
henti nafas dan henti jantung. Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan gabungan
penyelamatan pernapasan (bantuan nafas) dengan kompresi dada eksternal. RJP digunakan
ketika seorang korban mengalami henti nafas dan henti jantung.
B. TUJUAN
1. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi (nafas)
2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi (fungsi jantung) dan ventilasi (fungsi
pernafasan/paru) pada pasien/korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas
melalui Cardio Pulmonary Resuciation (CPR) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP).
E. Sistem/Alur Pelayanan
Pelayanan kegawatdaruratan di Rumah Sakit Kamar Medika dilakukan secara terpadu dan
pengaturan dalam satu sistem merupakan koordinasi, kerjasama unit kerja dan di dukung
kegiatan multi disiplin dan multiprofesi untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi
pasien yang membutuhkan resusitasi jantung paru. Sistem informasi yang seragam untuk
kebutuhan resusitasi jantung paru adalah “Code Blue/Kode Biru”. Tim khusus “Code
Blue/Kode Biru” tersentral dalam satu unit pelayanan (IGD) dengan nomor 118 yang
mudah diakses oleh semua unit di rumah sakit.
BAB III
TATALAKSANA
Caranya adalah meletakkan satu tangan pada bagian dahi dan tengadahkan, serta saat
yang bersamaan jari-jari tangan lainnya diletakkan pada tulang di bawah dagu dan
buka jalan napas
Pada korban yang dicurigai mengalami trauma leher gunakan teknik Jaw-Thrust
Maneuver untuk membuka jalan napas, yaitu dengan cara meletakkan 2 atau 3 jari
dibawah angulus mandibula kemudian angkat dan arahkan keluar, jika terdapat dua
penolong maka yang satu harus melakukan imobilisasi tulang servikal.
Mengeluarkan benda asing pada obstruksi karena aspirasi benda asing dapat
menyebabkan sumbatan ringan atau berat, jika sumbatannya ringan maka korban
masih dapat bersuara dan batuk, sedangkan jika sumbatannya sangat berat maka
korban tidak dapat bersuara ataupun batuk. Jika terdapat sumbatan karena benda
asing maka pada bayi dapat dilakukan teknik 5 kali back blows (slaps) atau 5 chest
thrust.
Pada anak yang masih sadar dapat dilakukan teknik Heimlich maneuver hingga
benda yang menyumbat dapat dikeluarkan.
Sedangkan pada anak yang tidak sadar dilakukan teknik Abdominal thrusts dengan
posisi terlentang.
Sedangkan pada anak yang tidak sadar dilakukan teknik Abdominal thrusts dengan
posisi terlentang
Kemudian buka mulut korban, lakukan cross finger maneuver untuk melihat
adanya obstruksi dan finger sweeps maneuver untuk mengeluarkan benda
asing yang tampak pada mulut korban, namun jangan melakukan teknik
tersebut pada anak yang sadar karena dapat merangsang "gag reflex" dan
menyebabkan muntah.
E
Kondisi gawat darurat yang terjadi di rumah sakit atau suatu institusi dimana terdapat
pasien yang mengalami cardiopulmonary arrest dan merupakan kata sandi yang
digunakan untuk menyatakan bahwa pasien dalam kondisi gawat darurat.
4. Periksa napas
Jika obstruksi telah dikeluarkan maka periksa apakah anak tersebut bernapas atau tidak,
lakukan dalam waktu kurang dari 10 detik, dengan cara :
Lihat gerakan dinding dada dan perut (Look)
Dengarkan suara napas pada hidung dan mulut korban (Listen)
Rasakan hembusan udara pada pipi (Feel)
Korban yang terdapat gasping atau napas yang agonal atau napas tidak efektif maka anggap
korban tersebut tidak bernapas dan lakukan 5 kali bantuan napas, untuk mendapatkan
minimal 2 kali napas efektif.
Jika nadi lebih dari 60 kali/menit namun tidak ada napas spontan atau napas tidak
efektif, maka lakukan pemberian bantuan napas sebanyak 12 hingga 20 kali
napas/menit, sekali napas buatan 3 sampai 5 detik hingga korban bernapas dengan
spontan, napas yang efektif akan tampak dada korban akan mengembang.
7. Kompresi Jantung luar
Jika nadi kurang dari 60 kali/menit dan tidak ada napas atau napas tidak adekuat, maka
lakukan kompresi jantung luar. Pada bayi dan anak terdapat perbedaan teknik yaitu
pada bayi dapat dilakukan teknik kompresi di sternum dengan dua jari (two-finger chest
compression technique) yang diletakkan 1 jari di bawah garis imajiner intermamae atau
two thumb– encircling hands technique yang direkomendasikan jika didapatkan dua
penolong.
Pada anak kompresi jantung luar luar dilakukan dengan teknik kompresi pada
pertengahan bawah sternum dengan satu atau kedua telapak tangan tapi tidak
menekan prosesus xypoid ataupun sela iga.
A C
B
Memberikan nafas buatan pada bayi dengan menggunakan ventilasi tekanan positif,
termasuk memberikan oksigen 100 %. Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara
ke dalam paru yang besarnya 4 – 6 cc/kgbb (Dewi, 2014).
Indikasi pemberian ventilasi tekanan positif, jika bayi tidak bernafas (apnu) atau megap-
megap, frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit, saturasi berada di bawah target,
walaupun telah diberikan aliran oksigen bebas sampai 100 %.
1. Hal hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan VTP
a. Jika sendirian, panggil orang kedua untuk membantu.
Orang kedua bertugas memasang oksimetri nadi,mengawasi frekuensi jantung
dan suara nafas.
b. Pilih sungkup dengan ukuran yang sesuai.
Khusus untuk neonatus, pemilihan sungkup tergantung pada seberapa baik
perlengkatan sungkup dan di sesuaikan dengan wajah bayi.
c. Pastikan jalan nafas bersih.
d. Posisi kepala bayi agak ekstensi.
e. Posisi penolong di arah kepala bayi atau di samping kepala bayi.
2. Tekanan
Tekanan inspirasi awal yang diberikan 20 cmH 2O. Bila frekuensi jantung meningkat,
bersamaan dengan peningkatan saturasi oksigen dan terdengar suara nafas bilateral,
berarti tekanan yang diberikan telah cukup.
Pompa dengan jari Perkiraan tekanan
Pompa dengan 4 jari 40 cm H2O
Pompa dengan 3 jari 30cm H2O
Pompa dengan 2 jari 20 cm H2O
Pompa dengan 1 jari 10 cm H2O
3. Frekuensi
Selama tahap awal resusitasi, berikan nafas dengan frekuensi 40 – 60 napas permenit
atau sedikitnya 1 kali perdetik.
Jika setelah dilakukan koreksi ventilasi, kondisi bayi terus memburuk, frekuensi
jantung kurang dari 60 kali per menit meskipun telah diberikan VTP selama 30 detik,
maka dapat dilak ukan langkah selanjutnya yaitu memulai kompresi dada
C. Circulation ( C )
Bantuan sirkulasi dilakukan dengan memulai kompresi dada dengan dikombinasikan
dengan pemberian VTP. Kompresi dada dilakukan jika frekuensi jantung kurang dari 60
kali per menit, walaupun telah dilakukan VTP efektif minimal 30 detik. Kombinasi
antara kompresi dan VTP perlu dilakukan, karena miokard melemah sehingga kontraksi
jantung tidak kuat untuk memompa darah ke paru untuk mengangkut oksigen.
Penekanan tulang dada akan menekan jantung dan meningkatkan tekanan dalam dada,
sehingga darah terpompa ke pembuluh darah arteri. Saat penekanan dada dilepaskan,
darah dari pembuluh darah vena mengalir ke jantung. Pemasangan endotrakheal tube
dengan kolaborasi medis dapat dilakukan pada tahap ini, untuk memaksimalkan
pemberian VTP. Kompresi dada pada neonatus diberikan pada 1/3 bawah tulang iga,
yang terletak di antara sifoid dan garis khayal yang menghubungkan puting susu.
Letakkan ibu jari atau 2 jari sedikit di atas sifoid, jangan menekan langsung pada sifoid.
Kompresi dada dapat dilakukan dengan menggunakan teknik ibu jari dan teknik dua
jari. Teknik ibu jari lebih banyak dipilih, karena dapat mengatur kedalaman kompresi
lebih baik dan dapat memberikan tekanan yang konsisten.
D. Drug (D)
Epinefrin atau sering disebut adrenalin merupakan suatu stimulan, yang berfungsi untuk
meningkatkan kekuatan dan kecepatan kontraksi jantung dan menyebabkan
vasokonstriksi perifer, sehingga dapat meningkatkan aliran darah ke otak dan arteri
koronaria. Pemberian epinefrin dapat mengembalikan aliran darah secara normal dari
miokardium ke otak.
Epinefrin diberikan secara intravena, sehingga diperlukan akses vena umbilikalis. Dosis
epinefrin intravena yang dianjurkan untuk neonatus adalah 0,1 – 0,3 ml/kg larutan 1
: 10.000 (setara 0,01 – 0,03 mg/kg). Lakukan evaluasi frekuensi jantng bayi kira – kira
1 menit setelah pemberian epinefrin, jika frekuensi jantung kurang dari 60 kali per
menit setelah epinefrin dosis pertama, epinefrin bisa diulang setiap 3 – 5 menit sampai
dosis maksimal.
KEBIJAKAN PELAYANAN
CODE BLUE
BAB I
RS. KAMAR
MEDIKAMEDIKA
RS.KAMAR
Jl. Empunala
Jl. Empunala No. 351No. 351
Kota Kota
Telp.330088,
Telp. (0321) (0321) 330088,
330066,330066,
Fax.393762
Fax. (0321) (0321) 393762
Email : rskamarmedika@yahoo.co.id
Email : rskamarmedika@yahoo.co.id
SURAT KEPUTUSAN
No. 200/RSKM/SK_Dir/VI/2021
TENTANG KEBIJAKAN CODE BLUE
MENIMBANG :
a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu Pelayanan Rumah Sakit Kamar
Medika, maka diperlukan penyelenggaraan Pelayanan Kedokteran Rumah
Sakit Yang terkoordinasi dengan baik.
b. Bahwa agar Pelayanan Kedokteran Rumah Sakit Kamar Medika dapat
terlaksana dan terkoordinasi dengan baik, perlu adanya kebijakan Direktur
Rumah Sakit Kamar Medika sebagai landasan bagi penyelenggaraan
Pelayanan Kedokteran Rumah Sakit Kamar Medika.
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud a dan b, perlu
adanya ditetapkan keputusan Direktur Rumah Sakit Kamar Medika.
MENGINGAT :
a. Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
b. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
c. Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
d. Keputusan Menteri Kesehatan No 631/MENKES/SK/IV/2005 tentang
Pedoman Peraturan Internal Staf Medis di Rumah Sakit
e. Peraturan Menteri Kesehatan No 1419/MENKES/PER/X/2005 tentang
penyelenggaraan Pelayanan Kedokteran
f. Peraturan Menteri Kesehatan 1438/MENKES/IX/2010 tentang Standar
Pelayanan Kesehatan
g. Peraturan Menteri Kesehatan No 755/MENKES/PER/IV/2011 tentang
Komite Medik RS
h. Peraturan Menteri Kesehatan No 5025/MENKES/PER/IV/2011 tentang
Registrasi Dan Perijian Praktek
i. Peraturan Menteri Kesehatan No1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit
j. Keputusan PT WAK Kamar Medika Hospital SK/002/IX/PTWKMH/2016
tentang Struktur Orgganisasi Rumah Sakit Kamar Medika.
MEMUTUSKAN
PERTAMA :Keputusan Direktur Rumah Sakit Kamar Medika Tentag Kebijjakan
Code Blue Di Rumah Sakit Kamar Medika
KEDUA :Kebijakan CODE BLUE Rumah Sakit Kamar Medika sebagaimana
tercantum dalam lampiran keputusan ini.
KETIGA :Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Code Blue Rumah
Sakit Kamar Medika Dilaksanakan oleh Wakil Direktur Pelayanan
Medis Rumah Sakit dan bertanggung jwab langsung kepada Direktur
RUmah Sakit.
KEEMPAT :Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Mojokerto
Pada Tanggal 15 Juni 2021
Kebijakan Umum :
1. Tim code blue dibentuk berdasarkan surat keputusan direktur
2. Tim code blue beranggota sumber daya manusia yang terlatih dan kompeten dalam
bidangnya
3. Tim code blue bekerja untuk menolong pasien gawat darurat/pasien yang memerlukan
Resusitasi Jantung Paru Di seluruh bagian Rumah Sakit Kamar Medika kecuali IGD
dan HCU
4. Koordinator tim code blue adalah seorang dokter kepala instalasi IGD dan HCU
5. Penanggung jawab medis tim code blue adalah dokter jaga atau dokter ruangan
dengan uraian tugas yang ditetapkan sebagai tim cod blue
6. Alat komunikasi untuk code blue adalah hand talky
7. Setiap jam dinas harus ada tim code blue yang ditunjuk minimal terdiri dari 1 dokter
penanggung jawab medis, 2 perawat terlatih, dan 1 perawat pelaksana.
8. Peralatan resusitasi yang dibutuhkan tim code blue harus di monitoring supaya selalu
keadaan lengkap
9. Semua tim code blue wajib mengikuti semua pelatihan yang ditetapkan koordinator
tim.
Kebijakan Khusus
1. Tim code blue pada setiap periode dinas adalah dokter IGD yang berdinas pada jam
itu, Supervisior Perawat yang berdinas pada jam itu, 1 perawat HCU yang berdinas
pada jam itu dan perawat pelaksana yang berdinas di jam itu.
2. Code blue hanya bekerja dilingkungan RS Kamar Medika.
BAB I
RS. KAMAR
MEDIKAMEDIKA
RS.KAMAR
Jl. Empunala
Jl. Empunala No. 351No. 351
Kota Kota
Telp.330088,
Telp. (0321) (0321) 330088,
330066,330066,
Fax.393762
Fax. (0321) (0321) 393762
Email : rskamarmedika@yahoo.co.id
Email : rskamarmedika@yahoo.co.id
BAB I
PENDAHULUAN DAN DEFINISI
I. PENDAHULUAN
Ketika berbicara tentang cardiac arrest, ingatan kita tidak bisa lepas dari penyakit jantung
dan pembuluh darah, karena penyebab tersering dari cardiac arrest adalah penyakit jantung
koroner. WHO menerangkan bahwa penyakit jantung, bersama-sama dengan penyakit infeksi
dan kanker masih tetap mendominasi peringkat teratas penyebab utama kematian di dunia.
Demikian halnya di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Nasional tahun 1986 dan 1991,
penyakit jantung koroner bersama dengan penyakit infeksi merupakan penyebab kematian
utama di Indonesia. Cardiac arrest dapat dipulihkan jika tertangani segera dengan
cardiopulmonary resuscitation dan defibrilasi untuk mengembalikan denyut jantung normal.
Kesempatan pasien untuk bisa bertahan hidup berkurang 7 sampai 10
persen pada tiap menit yang berjalan tanpa cardiopulmonary resuscitation dan defibrilasi. Inti
dari penanganan cardiac arrest adalah kemampuan untuk bisa mendeteksi dan bereaksi secara
cepat dan benar untuk sesegera mungkin mengembalikan denyut jantung ke kondisi normal
untuk mencegah terjadinya kematian otak dan kematian permanen. Penanganan secara cepat
dapat diwujudkan jika terdapat tenaga yang memiliki kemampuan dalam melakukan chain of
survival saat cardiac arrest terjadi. Keberadaan tenaga inilah yang selama ini menjadi
masalah/pertanyaan besar, bahkan di rumah sakit yang notabene banyak terdapat tenaga medis
dan paramedis.Tenaga medis dan paramedis di Rumah Sakit sebenarnya sudah memiliki
kemampuan dasar dalam melakukan life saving, akan tetapi belum semuanya dapat
mengaplikasikannya secara maksimal. Dan seringkali belum terdapat pengorganisian yang baik
dalam pelaksanaannya. Masalah inilah yang kemudian memunculkan terbentuknya tim reaksi
cepat dalam penanganan arrest segera,yangdisebut Code Blue.
II. DEFINISI
1. Code Blue/ Kode Biru :
Kondisi gawat darurat yang terjadi di rumah sakit atau suatu institusi dimana terdapat pasien
yang mengalami cardiopulmonary arrest dan merupakan kata sandi yang digunakan untuk
menyatakan bahwa pasien dalam kondisi gawat darurat.
2. Tim Code Blue :
Tim yang terdiri dari dokter dan paramedis yang ditunjuk sebagai Code Blue Team, yang
secara cepat ke pasien untuk melakukan tindakan penyelamatan.
3. Pasien Gawat Darurat :
Pasien yang berada dalam ancaman kematian dan memerlukan pertolongan RJP segera.
4. Pasien :Pasien yang terancam jiwanya tetapi belum memerlukan pertolongan RJP. Pemilahan
kondisi pasien melalui penilaian klinis pasien.
5. Perawat :
Perawat yang telah mendapatkan pelatihan RJP / Code Blue Team.
BAB II
FALSAFAH DAN RUANG LINGKUP
A. FALSAFAH
1. Memberikan rasa aman dan sehat bagi pasien dengan melibatkan seluruh potensi rumah
sakit serta memanfaatkan kemampuan dan fasilitas pada pelayanan kesehatan di rumah
sakit.
2. Merubah perilaku dari semua personil rumah sakit agar mampu menanggulangi pasien
dalam keadaan gawat darurat.
B. RUANG LINGKUP
Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan bahwa semua kondisi darurat medis
kritis tertangani dengan resusitasi dan stabilisasi sesegera mungkin. Sistem respon terbagi dalam 2
tahap:
1. Respon awal (responder pertama) berasal dari petugas rumah sakit yang berada di sekitarnya,
dimana terdapat layanan Basic Life Support (BLS).
2. Respon kedua (responder kedua) merupakan tim khusus dan terlatih yang berasal dari instalasi
yang ditunjuk oleh pihak rumah sakit, yaitu tim code blue.
Sistem respon dilakukan dengan waktu respon tertentu berdasarkan standar kualitas pelayanan
yang telah ditentukan oleh rumah sakit. Untuk menunjang hal tersebut yang dilakukan adalah :
1. Semua personil di rumah sakit harus dilatih dengan keterampilan BLS untuk menunjang
kecepatan respon untuk BLS di lokasi
2. Peralatan BLS harus ditempatkan di lokasi yang strategis dalam kawasan rumah sakit,
misalnya lobi rumah sakit, ruang tunggu poliklinik dan ruang rawat inap, dimana peralatan
dapat dipindah atau dibawa untuk memungkinkan respon yang cepat.
BAB III
TATA LAKSANA
KOORDINATOR TIM
Garis komando
Garis koordinasi
B. URAIAN TUGAS
1. Koordinator Team.
Dijabat oleh dokter Anestesi, Bertugas :
Mengkoordinir segenap anggota
Bekerjasama dengan sie.ur.pers membuat pelatihan kegawatdaruratan yang dibutuhkan
oleh anggota.
2. Penanggungjawab Medis dijabat oleh dokter UGD, Bertugas :
Mengidentifikasi awal / triage pasien di ruang
Memimpin penanggulangan pasien saat terjadi kegawatdaruratan
Memimpin tim dalam pelaksanaan RJP
Menentukan sikap
D. PERENCANAAN KOMUNIKASI
Komunikasi dalam penanganan kegawatdaruratan di rumah sakit merupakan hal yang sangat
penting, untuk itu ada hal – hal yang harus dipenuhi dalam berkomunikasi, yaitu :
1. Komunikasi dilakukan dengan singkat, jelas dan
2. Menggunakan kata sandi Kode Biru dan menyebutkan lokasi ruangan dan nomor
kamar.
PASIEN
EWS
GAWAT GAWAT
DARURAT
PENANGANAN PENANGANAN
KEGAWATAN KEGAWAT
DARURATAN
TINDAK LANJUT
PERAWATAN
2. Circulation Support
Set infus mikro 1 bh
Set infus makro 1 bh
Needle intraosseus 1 bh
Venocath 1 bh
Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk operasional tim, pengadaan sarana dan fasilitas
dibebankan kepada rumah sakit. Semua kegiatan code blue dicatat dan didokumentasikan dalam
dokumen rekam medis pasien dan digunakan sebagai bukti bilamana proses ini diperlukan.
SPO PELAYANAN BHD (RESUSITASI)
(Standar Prosedur
Operasional)
NIP. 5204203