Anda di halaman 1dari 17

FIBRILASI ATRIAL

Pengertian :
Adanya irregularitas kompleks QSR dan gambaran gelombang “P” dengan frekuensi
antara 350-650 per menit.

Diagnosis :
Gambaran EKG berupa berupa adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran
gelombang “P” dengan frekuensi antara 350-650 per menit

Kualifasi :
Berdasarkan waktu timbulnya AF serta kemungkinan keberhasilan usaha konversi ke
irama sinus :
1. Paroksismal, bila AF berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan sendirinya
tanpa intrevensi pengobatan atau tindakan apapun.
2. Persiten, bila AF menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti dengan intervensi
pengobatan atau tindakan.
3. Permanen AF berlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi pengobatan AF tetap
tidak berubah..

Dapat pula dibagi sebagai :


1. Akut, bila timbul kurang dari 48 jam
2. Kronik, bila timbul lebih dari 48 jam

Diagnosis Banding
-

Pemeriksaan Penunjang
•EKG bila perlu dengan Holter Monitoring bila menghadapi pasien AF poroksismal
• Foto toraks, ekokardiografi untuk mengetahui adanya penyakit primer
•Pemeriksaan elektrofisiologi tidak diperlukan kecuali untuk kepentingan akademik.
1
Terapi
Fibrilasi atrial proksismal :
1. Bila asimptomatik, tidak diberikan obat antiaritmia, hanya diberi penerangan saja.
2. Bila menimbulkan keluhan yang memerlukan pengobatan dan tanpa kelainan
jantung atau disertai kelainan jantung minimal dapat diberi obat penyekat beta atau
obat antiaritmia IC seperti propafenon atau flekainid.
3. Bila obat tersebut tidak berhasil, dapat diberikan amiodaron.
4. Bila dengan obat – obat itu juga tidak berhasil, dipertimbangkan terapi ablasi atau
obat – obat antiaritmia lain.
5. Bila disertai kelainan jantung yang signifikan, amidaron merupakan obat pilihan.

Fibrilasi atrial persisten


1. FA tidak kembali ke irama sinus secara spontan kurang dari 48 jam, perlu dilakukan
kardioversi ke irama sinus dengan obat – obatan (frmakologis) atau elektrik tanpa
pemberian antikoagulan sebelumnya. Setelah kardioversi diberikan obat
antikoagulan paling sedikit selama 4 minggu. Obat antiaritmia yang dianjurkan kelas
IC (propafenon dan flekainid).
2. Bila FA lebih dari 48 jam atau tidak diketahui lamanya maka pasien diberi obat
antikoagulan secara oral paling sedikit 3 minggu sebelum dilakukan kardioversi
farmakologis atau elektrik. Selama periode tersebut dapat diberikan oba-obat seperti
digoksin, penyeka : beta arntrikel. alttonis kalsium untuk mengontrol laju irama
ventrikel. Alternatif lain pada pasien tersebut dapat diberikan heparin dan dilakukan
pemeriksaan TEE untuk menyingkirkan adanya trombus kardiak sebelum
kardioversi.
3. FA persisten episode pertama, setelah dilakukan kardioversi tidak diberikan obat
antiaritmia profilaksis. Bila terjadi relaps dan perlu kardioversi pada pasien ini dapat
diberikan antiaritmia profilaksis dengan penyekat beta, golongan kelas IC
(Propafenon, flekainid), sotalol atau amiodaron.

Fibrilasi atrial permanen


1. Kardioversi tidak efektif

2
2. Kontrol laju ventrikel dengan digoksin, penyekat beta, atu antagonis kalsium.
3. Bila tidak berhasil dapat diperhitungkan ablasi nodus AV atau pemasangan pacu
jantung permanen.
4. FA resisten, perlu pemberian antitromboemboli.

Komplikasi
Emboli, stroke, trombus intrakardiak

Prognosis
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi

3
GAGAL JANTUNG KRONIK

Pengertian :
Sindrom klinis yang kompleks akibat kelainan fungsi atau struktur jantung yang
mengganggu kemampuan jantung berfungsi sebagai pompa

Diagnosis
Anamnesis
Dispnea on effort; Orthopnea; Parokcismal nocturnal dispnea; lemas; anoreksia dan
mual; gangguan mental pada usia tua.

Pemeriksaan fisik
Takikardia, gallop bunyi jantung ketiga, peningkatan / ekstensi vena jugularis, refluks
hepatojugular, pulsus alternans, kardiomegali, ronkhi basah halus di basal paru, dan bisa
meluas di kedua lapang paru bila gagal jantung berat, edema pretibial pada pasien yang
rawat jalan, edema sakral pada pasien tirah baring. Efusi pleura, lebih sering pada paru
kanan daripada paru kiri Asites sering terjadi pada pasien dengan penyakit katup mitral
dan perikarditis konstruktif, hepatomegali, nyeri tekan, dapat diraba palpasi hati yang
berhubungan dengan hipertensi vena sistemik, ikterus, berhubungan dengan peningkatan
kedua bentuk bilirubin, ekstremitas dingin, pucat dan berkeringat.

Kriteria Diagnosis
Kriteria Framingham

1. Kriteria Mayor
 Parokcismal noctural dispnea
 Distensi vena-vena leher
 Peningkatan vena jugularis
 Ronki
 Kardiomegali
 Edema paru akut

4
 Gallop bunyi jantung III
 Refluks hepatojugular positif

2. Kriteria Minor
 Edema ekstremitas
 Batuk malam
 Sesak pada aktivitas
 Hepatomegali
 Efusi pleura
 Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
 Takikardia (>120 denyut per menit)

Mayor dan Minor


Penurunan berat badan ≥4,5 kg dalam 5 hari terapi
Diagnosis ditegakkan bila terdapat paling sedikit satu kriteria mayor dan dua kriteria
minor.

Diagnosis Banding
1. Penyakit paru : pnemonia, PPOK, asma eksaserbasi akut, infeksi paru berat misalnya
: ARDS, emboli l jantung, (infark iskemia paru.
2. Penyakit ginjal : gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik.
3. Penyakit hati : sirosis hepatis

Pemeriksaan Penunjang
 Foto rontgen dada : Pembesaran jantung, distensi vena pulmonaris dan
redistribusinya ke apeks paru (opasifikasi hilus paru bisa sampai ke apeks),
peningkatan tekanan vaskular pulmonar, kadang – kadang ditemukan efusi pleura.
 Elektrokardiografi : membantu menunjukkan etiologi gagal jantung (infrak iskemia,
hoipertrofi, dan lain lain). Dapat ditemukan low voltage, T inversi,QS depresi ST,
dan lain – lain.

5
Laboratorium
Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukosa, elektrolit), hemoglobin, tes fungsi
tiroid, tes fungsi hati dan lipid darah
Urinalisa untuk mendeteksi proteinuria atau glukosuria

Ekokardiografi
Dapat menilai dengan pat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci tentang
fungsi dan struktur jantung, katup dan perikard. Dapat ditemukan fraksi ejeksi yang
rendah < 35 – 40 % atau normal, kelainan katup (Stenoid mitra, regurgitasi mitral,
stenosistrikuspid atau trikuspid regurgitasi), hipertrofi ventrikel kiri, dilatasi atrium kiri,
kadang – kadang ditemukan dilatasi ventrikel kanan atau atrium kanan, efusi perikard,
tamponade, atau perikarditis.

Terapi
Non farmakologis
1. Anjuran umum :
a. Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan
b. Aktivasi sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa.
Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan
c. Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang
d. Vaksinasi terhadap infeksi influensa dan pnemokokus bila mampu
e. Kontrasepsi dengan IUD pada gagal jantung sedang dan berat, penggunaan
hormon dosis rendah masih dapat dianjurkan.

2. Tindakan umum :
a. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2g pada gagal jantung ringan dan 1 g
pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1.5
liter pada gagal jantung ringan.
b. Hentikan rokok
c. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20 – 30 g/hari pada yang lainnya

6
d. Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalam 3 – 5 kali/minggu selama 20 – 30 menit
atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70 – 80% denyut
jantung maskimal pada gagal jantung ringan dan sedang)
e. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

3. Farmakologi
a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit
diuretik regular dosis rendah tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis
normal dan menghilangkan sedema. Permulaan dapat digunakan loop diuretik
atau tiazid. Bila respons tidak cukup baik dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan
diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dan tiazid.Diuretik hemat
kalium, spironolakton, dengan dosis 25 -50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas
pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang
disebabkan gagal jantung sistolik.
b. Penghambat ACE. Bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal dan
pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian
dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis
yang efektif.
c. Penyekat Beta, bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai
dosis kecil, kemudian dittrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat
sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal
jantung kelas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol,
bisoprolol atau metoprolol. Biasanya digunakan bersama – sama dengan
penghambat ACE
d. Angiotensin II antagonis reseptor. Dapat digunakan bila ada kontraindikasi
penggunaan penghambat ACE
e. Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat memberikan hasil yang baik
pada pasien yang intoleran dengan menghambat ACE dapat dipertimbangkan
f. Digoksin. Diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi
sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan
bersama – sama diuretik, penghambat ACE, penyekat Beta.

7
g. Antikoagulan dan antipletelet. Aspirin diindikasikan untuk pencehgahan emboli
serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang
buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial krons maupun dengan
riwayat emboli, trombosis dan transient ischemic Attcks, trombus intrakardiak
dan aneurisma ventrikel.
h. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau
aritmia ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali
pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron
dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk mencegah
kematian mendadak.
i. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk
mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.

Komplikasi
Syok kardiogenik, infeksi paru, gangguan keseimbangan elektrolit

Prognosis
Tergantung klas fungsionalnya.

8
SINDROM KORONER AKUT

Pengertian :
Suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis perasaan tidak enak di
dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Sindrom koroner akut mencakup :
1. Infark miokard akut dengan elevasi sehmen ST
2. Infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST
3. Angina pektoris tak stabil (unstable angina pactoris)

Diagnosis
Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrostenal, dan prekordial. Nyeri
seperti ditekan, ditindih beban berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan diplintir.
Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung interskapula dan dapat juga
lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat m\nitrat, atau tidak. Nyeri
dicetuskan oleh latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah makan. Dapat disertai gejala
mual, muntah, sulit bernapas keringat dingin dan lemas.
Elektrokardiogram
 Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T,
kadang – kadang elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak dijumpai gelombang Q
 Infeksi miokard ST elevasi : hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang Q inversi
gelombang T
 Infark ,iokard non ST elevasi : depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam.

Petanda Biokimia
 CK,SKMB, Troponin-T, dll
 Enzim meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal

Diagnosis banding
 Angina pektoris tak stabil : infark miokard akut
 Infark miokard akut : diseksi aorta, perikarditis akut, empboli paru akut, penyakit dinding
dada, sindrom Tietze, gangguan gastrointestinal seperti : hiatus hernia dan refluks esofagitis,
spasme atau ruptur esofagus kolesistitis akut, tukak lambung dan pankreatitis akut.

9
Pemeriksaan penunjang
 EKG
 Foto rontgen dada
 Petanda biokimia : CK,CKMB, Troponin T,dll
 Profil lipid, gula darah, ureum kreatinin
 Ekokardiografi
 Test Treadmill (untuk stratifikasi setelah infark miokard)
 Angiografi koroner

Terapi
 Tirah baring di ruang rawat intensif jantung (ICCU)
 Pasang infus intravena dengan Nacl 0.9% atau dextrosa 5%
 Oksigenisasi dimulai dengan 2 liter/menit 2-3 jam, dilanjutkan bila saturasi oksigen arteri
rendah (<90%)
 Diet : puasa dampai bebas nyeri, kemudian diet cair, selanjutnya diet jantung
 Pasang monitor EKG secara kontinu

Atasi nyeri dengan :


 Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi bila TD sistolik <
90 mmHg), bradikardia (<50 kali/menit), takikardia atau
 Morfin 2.5 mg(2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis tota 20 mg atau
petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena
Antitrombolik
 Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau intoleransi/tidak responsif diganti dengan tiklopidin
atau klopidogrel.

Trombolik dengan streptokinase 1.5 juta U dalam 1 jam atau aktivator plasminogen jaringan (t-
PA) bolus 15 mg, dilanjutkan dengan 0.75mg/kgBB(,aksimal 50mg) dalam jam pertama dan 0.5
mg/kgBB(maksimal 35 mg) dalam 60 menit jika
Elevasi segmen ST > 0.1 mv pada dua atau lebih sedapan ekstremitas berdampingan atau 0.2 mv
pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan, waktu mulai nyeri dada sampai terapi <
12 jam, usia < 75 tahun
Blok cabang (BBB) dan anamnesis dicurigai infark miokard akut

10
Antikoagulan Heparin direkomendasikan untuk pasien yang menjalani revaskularisasi perkutan
atau bedah, pasien dengan risiko tinggi emboli sistemik seperti infark miokard anterior atau luas,
fibrilasi atrial, riwayat emboli, atau diketahui ada trombus ventrikel kiri yang tidak ada
kontraindikasi heparin.
Heparin diberikan dengan target aPTT 1.5-2 kali nilai kontrol. Pada angina pektoris tak stabil
heparin 5000 unit bolus intravena, dilanjutkan dengan drip 1000 unit/jam sampai angina
terkontrol dengan menyesuaikan aPTT 1.5-2 kali nilai kontrol.
Pada infark miokard akut yang ST elevasi > 12 jam diberikan heparin bolus intravena 5000 unit
dilanjutkan dengan infus selama rata – rata 5 hari dengan menyesuaikan aPTT 1.5-2 kali nilai
kontrol
Pada infark miokard anterior transmural luas antioagulan diberikan sampai saat pulang rawat.
Pada penderita dengan trombus ventrikular atau dengan diskinesi yang luas di daerah apeks
ventrikel kiri antiogulan oral diberikan secara tumpang tindih dengan heparin sejak beberapa
sebelum heparin dihentikan.
Antiogulan oral diberikan sekurang – kurangnya 3 bulan dengan menyesuaikan nilai INR (2-3)

Atasi rasa takut atau cemas


Diazepam 3x2-5 mg oral atau IV
Pelunak tinja
Laktuosa (laksadin) 2x15 ml

 Penyekat Beta diberikan bila tidak ada kontraindikasi


 Penghambat ACE diberikan bila keadaan mengizinkan terutama pada infark miokard akut
luas, atau anterior, gagal jantung tanpa hipotensi, riwayat infark miokard
 Antagonis kalsium : verapamil untuk infark miokard non ST elevasi atau angina pektoris tak
stabil bila nyeri tidak teratasi

Atasi komplikasi
A. Fibrilasi atrium
 Kardioversi elektrik untuk pasien dengan gangguan hemodinamik berat atau iskemia
intratabel
 Digitalisasi cepat
 Penyekat Beta
 Diltiazem atau verapamil bila penyekat beta dikontraindikasikan

11
 Heparinisasi
B. Fibrilasi ventrikel
DC Shock unsynchronized dengan energi awal 200 J, jika tak berhasil harus diberikan shock
kedua 200-300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J.
C. Takikardia ventrikel
 VT polimorfik menetap (>30 detik) atau menyebabkan gangguan hemodinamik : DC
Shock unsynchronized dengan energ awal 200 J, jika gagal harus diberikan shock kedua
200-300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J.
 VT monomorfik yang mentap diikuti angina, edema paru atau hipotensi harus diterapi
dengan DC Shock synchronized energi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis
awal ggal
 VT monomorfik yang tidak disertai angina, edema paru atau hipotensi dapat diberikan :
Lidokain bolus 1-15 mg.kgBB. bolus tambahan 0.5-0.75 mg/kgBB tiap 5 – 10 menit
sampai dosis loading total maksimal 3 mg/kgBB. Kemudian loading dilanjutkan dengan
infus 2-4 mg/menit (30-50 ug/kgBB/menit); atau Disopiramid : bolus 1-2 mg/kgBB
dalam 5-10 menit dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mg/kgBB.jam; atau amiodaron 150
mg infus selama 10-20 menit atau 5 ml/kkkgBB/20-60 menit dilanjutkaninfus tetap 1
mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus pemeliharaan 0.5 mg/menit; atau
kardioversi elektrik sychronized dimulai dosis 50 J (anestesi sebelumnya)
D. Bradiaritma dan blok
 Bradikardia sinus simtomatik (frekuensi jantung < 50 kali/menit disertai hipotensi,
iskemia aritmia ventrikel escape)
 Asistol ventrikel
 Blok AV simtomatik terjadi pada tingkat nodus AV (derajat dua tipe 1 atau derajat tiga
dengan ritme escape kompleks sempit)
 Terapi dengan sulfas atropin 0.5-2 mg, isoproterenol 0.5-4 ug/menit bila atropin gagal,
sementara menunggu pacu jantung sementara.
E. Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik diterapi sesuai standar pelayanan medis
mengenai kasus ini
F. Perikarditis
 Aspirin (160-32555 mg/hari)
 Indometasin,
 Ibuprofen

12
 Kortikosteroid
G. Komplikasi mekanik
 Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel
ditatalaksana operasi

Komplikasi
1. Angina pektoris tak stabik : payah jantung, syok kardiogenik, aritmia, infark miokard akut
2. Infark miokard akut (dengan atau tanpa ST – elevasi) : gagal jantung, syok kardiogenik,
ruptur septum, ruptur dinding bebas, aritmia gangguan hantaran, aritmia gangguan
pembentukan rangsang, perikarditis, sindrom drester, emboli paru.

Prognosis
Tergantung daerah jantung yang terkena, beratnya gejala, ada tidaknya komplikasi

13
RENJATAN KARDIOGENIK

Pengertian :
Kegagalan sirkulasi akut karena ketidakmampuan daya pompa jantung
Diagnosis :
Trias renjatan : tekanan darah < 90 mmHg, takikardia dan oliguria

Pemeriksaan fisik :
1. Tanda – tanda gagal jantung
2. Kemungkinan : komplikasi infark miokard akut seperti ruptur septum interventrikel
atau muskulus papilaris. Infark ventrikel kanan pada infark inferior dimana denyut
jantung rendah karena blok AV, tanda gagal jantung kanan dengan paru yang tidak
kongestif. Murmur : regurgitasi aorta, mitral, stenosis aorta berat, atau trombosis
katup prostetik.

Elektrokardiografi
1. Tanda iskemia, infark,hipertrofi,low voltage
2. Aritmia : AV blok, bradiaritmia, takiaritmia

Foto toras
Opsisfikasi hilus dan bagian basal paru, kemudian makin ke arah apeks paru. Kadang –
kadang efusi pleura

Ekokardiografi
Kontraktilitas ventrikel kiri atau ventrikel kanan yang buruk, RWMA Dilatasi ventrikel
kiri atau atrium kiri atau arteri pulmonalis
Regurgitasi katup Miksoma atrium Efusi perikard dengan tamponadekardiomiopati
hipertrofik Perikarditis konstriktiva

14
Diagnosis banding
 Syok hipovelemik
 Syok obstruktif (emboli paru, tension pneumotoraks)
 Syok distributif (syok anafilaksis, sepsis, toksik, overdosis obat)
 Infark jantung kanan

Pemeriksaan penunjang
Darah rutin, ureum, kreatinin, analisis gas darah, elektrolit, foto toraks, EKG, Enzim
jantung (CK-CKMB, Troponin T), Eokardiografi, angiografi koroner.

Terapi
1. Posisi ½ duduk bila ada edema paru kecuali hipotensi berat
2. Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk
pasien makin sesak,takipnu, ronki bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ³ 60
mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau
tidak mampu mengurangi cairan secara adekuat : dilakukan intubasi endotrakeal,
suction dan ventilator.
3. Infus emergensi
4. Bila ada tension pneumotoraks segera diidentifikasi dan ditatalaksana untuk
dekompresi dengan chest tube torakotomi
5. Atasi segera aritmia dengan obat atau DC
6. Jika ada defisit volume yang ikut berperan berikan normal salin 250-500 ml kecuali
ada edema paru akut. Jika terapi cairan gagal pasang kateter Swan Ganz
7. EKG prekordial kanan untuk deteksi gagal jantung kanan bila ada infark akut
inferior.
8. Penilaian cukup tidaknya volume paling baik dengan kateter Swan Ganz untuk
mendapatkan PAWP. Jika pemberian cairan kontraindikasi atau tidak efektif berikan
vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah sitolik 100 mmgHg. Dopamin
dimulai dengan 5ug/kgBB/menit dititrasi sampai tercapai terget mempertahankan
tekanan darah atau sampai 15 ug/kgBB/menit. Tambahkan norepinefrin bila tekanan
darah < 80 mmgHg dengan dosis 0.1 – 30 ug/kgBB/menit. Jika tidak respons dengan

15
dopamin dapat juga ditambahkan dobutamin dengan dosis titrasi 2.5 – 20
ug/kgBB/menit : atau milrininon/amrinon.
9. IABP (Intra Aortic Ballon Pump) bila tidak responsif dengan terapi adekuat sambil
menunggu tindakan intervensi bedah.
10. Jika tekanan darah sudah stabil dapat diberikan vasodilator untuk mengurangi
afterload dan memperbaiki fungsi pompa terutama berguna pada hipertensi berat,
edema paru, dekompensasi katup. Nitrogliserin sublingual atau intravena
11. Nitrogliserin peroral 0.4-0.6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95
mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak
memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan nitropusid . nitropusid IV dimulai
dosis 0.1ug/kgBB/menit bila tidak memberi respons dengan nitrat, dosis dinaikkan
sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85-90 mmHG
pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat
dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ – organ vital.
12. Bila perlu : diberikan Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau dobutamin 2 – 10
ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai
respons klinis
13. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard
14. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak
berhasil dengan terapi oksigen
15. Atasi aritmia atau gangguan konduksi
16. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel atau korda tendinae

Komplikasi
Gagal napas

PROGNOSIS
Tergantung penyebab beratnya gejala dan respons terapi

16

Anda mungkin juga menyukai