Anda di halaman 1dari 9

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum w.w

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan yang menciptakan manusia dan menambah ilmu pengetahuan
bagi mereka yang berusaha mendapatkannya. Salawat dan salam senantiasa tercurahkan
kepada Rasulullah SAW, penghulu dan mahaguru bagi kita semua. Alhamdulillah Panduan
Penolakan Resusitasi / Do Not Resusitation Revisi 3 tahun 2022 RS Otak DR.Drs.M.Hatta
Bukittinggi telah kita miliki. Panduan ini diharapkan menjadi acuan dalam pelayanan di
lingkungan RS Otak DR.Drs.M.Hatta Bukittinggi yang kita cintai ini.

Ucapan terimakasih kepada Pokja yang telah menyelesaikan Panduan Penolakan Resusitasi / Do
Not Resusitation Revisi 3 tahun 2022 RS Otak DR.Drs.M.Hatta Bukittinggi ini. Kami percaya
bahwa tidak ada yang sempurna kecuali Allah SWT, saran dan masukan dari kita sangat
diharapkan untuk kesempurnaan panduan ini untuk masa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum w. w.

Ditetapkan di : Bukittinggi
Pada Tanggal : Juni 2022

Plt.Direktur Utama

DR.Yusirwan,Sp.B,Sp.BA(K),MARS
NIP1962112219890310001

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I Defenisi 1
BAB II Ruang Lingkup 2
BAB III Tata Laksana 3
BAB IV Dokumentasi 6

ii
BAB I
DEFINISI OPERASIONAL

A. Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan suatu usaha mengembalikan fungsi


pernapasan dan atau fungsi jantung serta menangani akibat-akibat berhentinya fungsi-
fungsi tersebut pada orang yang tidak diharapkan mati pada saat itu.

B. Do Not Resusitation (DNR) adalah sebuah perintah untuk tidak dilakukan resusitasi,
yang merupakan pesan untuk tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum untuk tidak
mencoba CPR (Cardio Pulmonary Resusitation) atau RJP (Resusitasi Jantung Paru) jika
terjadi permasalahan darurat pada jantung pasien atau pernapasan berhenti.

C. Gelang dengan penanda warna ungu adalah penanda yang dipasangkan pada gelang
pasien yang sudah diberikan perintah DNR oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien.

D. Kriteria Do Not Resusitation (DNR) adalah diagnosa medis yang ditegakkan Dokter
Penanggung Jawab Pasien sebagai indikasi adanya perintah Do Not Resusitation
(DNR), seperti : Mati Batang Otak, Cancer stadium lanjut,pasien dengan penyakit
kronik/terminal,dan kontra indikasi CPR lainnya.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang Lingkup pemberian Do Not Resusitation (DNR) dengan pertimbangan-pertimbangan


tertentu yaitu:
A. Sudah tidak ada harapan hidup walaupun pasien itu masih sadar, misal pasien dengan
Kanker Stadium IV parah, mati batang otak ,jadi rasanya tidak perlu adanya resusitasi.
B. Pasien yang pada penyakit kronis dan terminal.
C. Pasien dengan kontra indikasi CPR (Cardio Pulmonary Resusitation) :
1. Kaku mayat.
2. Lebam mayat (lividitas).
3. Dekapitas: yaitu suatu tindakan untuk memisahkan kepala janin dari tubuhnya
dengan cara memotong leher janin agar janin dapat lahir per vaginam. Dekapitasi
dilakukan pada persalinan yang macet pada letak lintang dan janin sudah meninggal.
4. Dekomposisi.
5. Jelas trauma kepala atau tubuh yang masif yang tidak memungkinkan untuk hidup
(pastikan pasien tidak memiliki tanda-tanda vital).

2
BAB III
TATALAKSANA

A. Penentuan Status Do Not Resusitation (DNR)


Untuk menentukan status DNR ini diperlukan konsultasi dan kesepakatan para dokter
yang merawat pasien dan tentu saja persetujuan dari keluarga pasien. Karena apabila
walaupun menurut para dokter yang merawat pasien bahwa keadaan pasien sudah
tidak memungkinkan untuk dapat survive dan status DNR diperlukan, tetapi keluarga
pasien tidak menghendaki status DNR tersebut, maka status DNR tidak dapat diberikan.
Karena hal itu dapat dianggap mengabaikan pasien (neglecting patient) dan pihak
keluarga dapat menuntut dokter yang merawat pasien dan rumah sakit tempat pasien
dirawat. Jadi sebelum menentukan DNR, maka keluarga pasien perlu diberitahu tentang
keadaan pasien.
Tetapi terkadang, keluarga pasien sendiri yang meminta status DNR, walaupun pasien
masih sadar. Pertimbangan mereka biasanya karena mereka tidak ingin pasien
mengalami kesakitan, mengingat bagaimanapun juga keadaan pasien sudah parah,
atau karena pasien sudah lanjut usia. Karena apabila kita ingat dan bayangkan proses
resusitasi itu sebenarnya memang menyakitkan. Bayangkan saja tubuh yang sudah
sakit parah atau renta diberikan kompresi jantung, atau bahkan diberikan DC shock,
pasti sakit sekali. makanya terkadang keluarga pasien yang meminta DNR alias
dibiarkan meninggal dengan tenang.

B. Perintah Do Not Resusitation (DNR)


Perintah DNR ditulis atas permintaan pasien atau keluarga tetapi harus ditandatangani
oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien . DNR merupakan salah satu keputusan yang
paling sulit, karena masalah etika yang menyangkut perawat ataupun dokter dan tenaga
kesehatan lainnya. Hal ini akan berhadapan dengan masalah moral atau pun etik,
apakah akan mengikuti sebuah perintah 'jangan dilakukan resusitasi' ataupun tidak.
Bagaimana tidak jika tiba-tiba pasien henti jantung sebagai perawat yang sudah handal
dalam melakukan RJP membiarkan pasien mati dengan begitu saja tapi masalahnya jika
kita memiliki hati dan melakukan RJP pada pasien tersebut, kita bisa dituntut oleh
pasien.
Pasien DNR tidak benar-benar mengubah perawatan medis yang diterima. Pasien
masih diperlakukan dengan cara yang sama. Semua ini berarti bahwa jika tubuh pasien
meninggal (henti napas, atau henti jantung) tim medis tidak akan melakukan CPR/RJP.

3
C. Resusitasi Jantung Paru (RJP)
Salah satu konsekuensi utama saat dilakukan RJP adalah kekurangan oksigen ke
organ-organ tubuh,karena saat RJP sedang dilakukan peredaran darah ke seluruh
tubuh tidak seefektif detak jantung biasa. Semakin lama RJP berlangsung, semakin
besar kemungkinan kerusakan pada organ-organ. Tapi jika tidak dilakukan RJP akan
berdampak dari kerusakan otak, kerusakan ginjal, hati, atau kerusakan paru-paru. Apa
pun bisa rusak berhubungan dengan kurangnya oksigenasi.
Ada juga kemungkinan trauma tubuh dari penekanan dada. Hal yang sangat normal bila
terjadi retak tulang rusuk pasien (terutama orang tua), karena butuh kekuatan untuk
melakukan kompres jantung (di daerah sternum). Kejutan listrik juga dapat
menyebabkan traumatis dalam diri pasien.
Jadi bahkan jika pasien hidup kembali, kemungkinan pasien pulih dan kelangsungan
hidup dapat berpotensi jauh lebih rendah daripada mereka sebelum resusitasi. Biasanya
pasien berakhir dengan ventilator setelah RJP. Jika pasien mengalami kerusakan organ
terutama otak, ada kemungkinan kerusakannya bukan karena ventilator tapi karena
terlambatnya oksigen masuk ke otak.

D. Tatalaksana Do Not resusitasion (DNR), di Rumah Sakit.


Prosedur yang direkomendasikan :
1. Meminta informed consent dari pasien atau keluarganya.
2. Mengisi formulir Do Not Resusitation (DNR). Tempatkan salinan formulir DNR pada
rekam medis pasien dan serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga.
3. Memasang formulir DNR atau penanda DNR di tempat-tempat yang mudah dilihat
seperti di kepala tempat tidur pasien, pintu kamar pasien dll.
4. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang dengan penanda DNR di
pergelangan tangan atau kaki (jika memungkinkan).
5. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya, revisi bila
ada perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam medis. Bila keputusan
DNR dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan gelang DNR di musnahkan.
6. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini :
a. Diagnosis
b. Alasan DNR
c. Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
d. Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa
7. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter yang
merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan DNR di rekam medis
harus pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) di musnahkan.
4
E. Tatalaksana Do Not Resusitasion (DNR), di Rumah Sakit
(bila keluarga pasien memberikan surat perintah DNR dari dokter pribadinya)
Prosedur yang direkomendasikan :

1. Hubungi Dokter Penanggung Jawab Pasien


2. Berikan keterangan yang jelas mengenai situasi yang ada.
3. Pastikan agar diagnosis yang mengakibatkan DNR sudah dijelaskan (misal : kanker).
4. Buat laporan status pasien secara jelas (tanda-tanda vital, hasil EKG).
5. Pastikan mengisi form DNR tertulis. pastikan mencatat nama dokternya.
6. Dokter Penanggung Jawab Pasien menentukan apakah menyetujui atau menolak
perintah DNR.
7. Bila pasien dalam henti jantung saat tiba di UGD, mulai BHD sambil menghubungi
Dokter Penanggung Jawab Pasien.

5
BAB IV
DOKUMENTASI

A. Formulir penolakan DNR


B. Surat pernyataan DNR

Anda mungkin juga menyukai