Anda di halaman 1dari 11

PANDUAN

PANDUAN DNR (Do Not


Resuscitati) 2019

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH


SITI KHODIJAH GURAH
Alamat : Jl.Dr Soetomo 322 Sukorejo Gurah
Kediri Telp. (0354) 545481 fax(0354) 548838 mn,
Email :rsm.sitikhodijah.kediri@gmail.com Website:
rsmskg.rsmuhammadiyahjatim.com

Panduan DNR ( Do Not Resuscitate) 1


DAFTAR ISI

BAB I. DEFINISI.....................................................................................................................1

BAB II. RUANG LINGKUP..................................................................................................3

BAB III. TATA LAKSANA...................................................................................................4

1. DASAR KEPUTUSAN DNR..............................................................................4

A.DNR ATAS PERMINTAAN PASIEN SENDIRI...................................................3

B.DNR ATAS PERMINTAAN KELUARGA PASIEN.....................................................6

2. PROSEDUR DNR ...............................................................................................

3. KEWENANGAN .DNR.....................................................................................7

BAB IV. DOKUMENTASI....................................................................................................8

Panduan DNR ( Do Not 2


Lampiran : SK Direktur RSM Siti Khodijah Gurah
Nomor : 440/KEP/IV.6.AU/2019
Tanggal :24 Sya’ban 1440 H / 08 April 2019 M
Tentang :Panduan DNR ( Do Not Resuscitate)

BAB I
DEFINISI

1. Do Not Resusitasi (DNR) adalah suatu keadaan dimana terjadi henti nafas dan atau henti jantung,
petugas rumah sakit (dokter dan atau perawat) tidak melakukan tindakan penyelamatan berupa
resusitasi jantung paru (RJP).
2. DO NOT RESUSCITATION (DNR) Sebuah perintah Jangan dilakukan Resusitasi, adalah pesan untuk
tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum untuk tidak mencoba CPR (cardiopulmonary
resusitation) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP) jika terjadi permasalahan darurat pada jantung
pasien atau pernapasan berhenti. Perintah ini ditulis atas permintaan pasien atau keluarga tetapi
harus ditangani oleh dokter yang merawat pasien tersebut.
3. DNR atau do-not-resuscitate adalah suatu perintah yang memberitahukan tenaga medis untuk
tidak melakukan CPR. Hal ini berarti bahwa dokter,perawat, dan tenaga emergensi medis tidak
akan melakukan usaha CPR emergensi bila pernapasan maupun jantung pasien berhenti
4. CPR atau cardiopulmonary resuscitation adalah suatu prosedur medis yang digunakan untuk
mengembalikan fungsi jantung (sirkulasi) dan pernapasan spontan pasien bila seorang pasien
mengalami kegagalan jantung maupun pernapasan. CPR melibatkan ventilasi paru (resusitasi mulut
ke mulut atau mulut ke hidung) dan kompresi dinding dada untuk mempertahankan perfusi ke
jaringan organ vital selama dilakukan upaya-upaya untuk mengembalikan respirasi dan ritme
jantung yang spontan.
5. Mati Klinis adalah keadaan henti nafas atau tidak ada pernafasan spontan dan henti jantung
dengan menghentikan seluruh aktifitas serebral tapi bersifat irreversible.
6. Mati Klasik adalah fungsi spontan pernafasan dan sirkulasi telah berhenti secara pasti dan tidak
diketahui setelah dicoba melakukan resusitasi darurat.
7. MBO adalah matinya batang otak.

Panduan DNR ( Do Not 3


BAB II
RUANG LINGKUP

Rumah sakit menghormati hak pasien dan keluarga dalam menolak tindakan resusitasi atau
pengobatan bantuan hidup dasar. Penolakan resusitasi dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten
dalam mengambil keputusan. Pasien yang tidak bisa
membuat keputusan terhadap dirinya (belum cukup umur, gangguan kesadaran mental dan fisik )
diwakilkan kepada anggota keluarga atau wali yang ditunjuk.

a. Menghormati keinginan pasien dan keluarganya :

Kecuali perintah DNR dituliskan oleh dokter untuk seorang pasien, maka dalam
kasus-kasus henti jantung dan henti napas, tenaga emergensi wajib melakukan tindakan
resusitasi
Ketika memutuskan untuk menuliskan perintah DNR, dokter tidak boleh
mengesampingkan keinginan pasien maupun walinya
Perintah DNR dapat dibatalkan (atau gelang DNR dapat dimusnahkan)
b. Kriteria DNR

Perintah DNR dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten mengambil
keputusan, telah mendapat penjelasan dari dokternya, atau bagi pasien yang dinyatakan tidak
kompeten, keputusan dapat diambil oleh keluarga terdekat,atau wali yang sah yang ditunjuk
oleh pengadilan,
Dengan pertimbangan tertentu, hal-hal di bawah ini dapat menjadi bahan diskusi
perihal DNR dengan pasien/walinya:
1. Kasus-kasus dimana angka harapan keberhasilan pengobatan rendah atau CPR hanya
menunda proses kematian yang alami
2. Pasien tidak sadar secara permanen
3. Pasien berada pada kondisi terminal
4. Ada kelainan atau disfungsi kronik dimana lebih banyak kerugian dibanding
keuntungan jika resusitasi dilakukan

Panduan DNR ( Do Not 4


BAB III
TATA LAKSANA

1. Dasar Keputusan DNR

A. DNR atas permintaan pasien sendiri

DNR sudah dikenal secara luas oleh tenaga kesehatan, kuasa hukum, pengacara,
dan lainnya bahwa DNR adalah sah secara medis dan etik dengan ketentuan tertentu.
Perintah DNR hanyalah sebuah keputusan mengenai CPR dan tidak terkait dengan
usaha pengobatan lainnya.
Pasien DNR tidak benar-benar mengubah perawatan medis yang diterima. Pasien
masih diperlakukan dengan cara yang sama. Semua ini berarti bahwa jika tubuh pasien
meninggal (henti napas, atau jantung berhenti berdetak) tim medis tidak akan melakukan
CPR/RJP.
Seorang pasien dewasa dapat memberikan informed consent atau persetujuan untuk
DNR secara lesan atau tertulis (seperti surat wasiat) kepada seorang dokter dengan setidaknya
hadir dua saksi. Sebelum memutuskan tentang CPR, pasien harus bicara terlebih dahulu dengan
dokternya tentang kesehatannya secara keseluruhan dan keuntungan serta kerugian dari CPR
terhadap dirinya. Diskusi secara menyeluruh lebih awal akan memastikan bahwa keinginan pasien
sepenuhnya diketahui.
Ketika pasien sakit berat atau berada pada kondisi terminal, CPR bisa tidak berhasil
atau hanya berhasil sebagian, dan meninggalkan pasien dengan kerusakan otak atau pada
kondisi medis yang lebih buruk daripada sebelum jantungnya berhenti. Pada kasus-kasus ini,
beberapa pasien memilih untuk dirawat tanpa usaha agresif resusitasi sampai kematian
mereka terjadi secara natural atau alami. Maka dari itu DNR penting dilakukan.
Dokter berkewajiban bicara dan menjelaskan kepada pasien sebelum pasien dapat
memutuskan DNR (bila pasien kompeten untuk mengambil keputusan), kecuali dokter yakin
bahwa mendiskusikan hal tersebut dengan pasien tersebut justru akan menimbulkan dampak
negatif terhadap pasien itu. Dalam kasus emergensi di mana tidak diketahui apa keputusan
pasien mengenai CPR dan DNR, dianggap bahwa semua pasien memberikan persetujuan
untuk CPR. Bagaimanapun juga, hal itu tidak berlaku bila seorang dokter memutuskan bahwa
CPR tidak akan berhasil.
Pada pasien DNR biasanya sudah diberikan tanda untuk melarang melakukan Resusitasi
yang terdapat pada gelang pasien yang berupa stiker berwarna ungu.
Perintah DNR untuk pasien harus tertulis baik di catatan medis pasien maupun di
catatan yang dibawa pasien sehari-hari, di rumah sakit atau keperawatan,atau untuk pasien di
rumah. Perintah DNR di rumah sakit memberitahukan kepada staf medis

Panduan DNR ( Do Not 5


untuk tidak berusaha melakukan usaha resusitasi sekalipun terjadi henti jantung. Bila
kasusnya terjadi di rumah, maka perintah DNR berarti bahwa staf medis dan tenaga
emergensi tidak boleh melakukan usaha resusitasi maupun mentransfer pasien ke rumah
sakit untuk CPR.
Tindakan CPR bila berhasil, akan mengembalikan denyut jantung dan pernapasan
sekaligus kehidupan pasien. Kesuksesan suatu CPR bergantung pada keadaan keseluruhan
pasien. Umur sendiri tidak menentukan apakah CPR akan berhasil, meskipun penyakit dan
kecacatan pasien yang umumnya sudah tua biasanya membuat CPR kurang berhasil.
Untuk beberapa pasien, CPR justru mendatangkan lebih banyak masalah daripada
keuntungan, dan dapat bertentangan dengan keinginan atau harapan pasien itu sendiri.
 Jika seorang pasien tidak menginginkan CPR dan meminta DNR, seorang dokter harus
menyetujui atau jika tidak setuju, dokter dapat:
a. Jika pasien tidak kompeten untuk memutuskan CPR untuk dirinya sendiri, harus dibuat
oleh dokter penanggungjawab minimal dua dokter. Dokter harus memberitahukan
hasilnya kepada pasien dan pasien berhak untuk menyatakan keberatan.
b. Jika seorang pasien sudah dinilai tidak kompeten untuk memutuskan tentang CPR
dan tidak memberitahukan tentang keinginannya sebelumnya, perintah DNR dapat
ditulis dengan informed consent dari seseorang yang dipilih oleh pasien, oleh
anggota keluarga (pasangan hidup, orang tua, anak, maupun saudara kandung) atau
teman terdekat atau orang yang ditunjuk dari pengadilan secara hukum.
 Hak hidup atau mati adalah hak setiap individu, maka setiap keputusan yang diambil oleh
pasien yang sudah sesuai dengan ketentuan tetap harus dihormati.
 Perintah DNR dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten mengambil keputusan,
telah mendapat penjelasan dari dokternya, atau bagi pasien yang dinyatakan tidak
kompeten, keputusan dapat diambil oleh keluarga terdekat, atau wali yang sah yang
ditunjuk oleh pengadilan.
 Pemenuhan hak pasien dan keluarga.
 Semua tindakan atau keputusan ada dokumen tertulisnya dan ada penanggung jawab.

B. DNR atas persetujuan keluarga pasien

1. Menghormati keinginan pasien dan keluarganya

a. Kecuali perintah DNR dituliskan oleh dokter untuk seorang pasien, maka dalam
kasus-kasus henti jantung dan henti napas, tenaga emergensi wajib melakukan
tindakan resusitasi.

Panduan DNR ( Do Not 6


b. Ketika memutuskan untuk menuliskan perintah DNR, dokter tidak boleh
mengesampingkan keinginan pasien maupun walinya.

c. Perintah DNR dapat dibatalkan (atau gelang DNR dapat dimusnahkan).

2. Atas pertimbangan dokter setelah melakukan analisa terhadap kondisi pasien dan
mendapatkan persetujuan keluarga inti atau terdekat dimana pasien tidak mampu
memutuskannya sendiri karena gangguan kesadaran dan ketidakmampuan pasien ini
dinyatakan setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter specialis saraf.
3. Anggota keluarga terdekat pasien dapat memberikan persetujuan atau informed consent
untuk DNR hanya jika pasien tidak mampu memutuskan bagi dirinya sendiri dan pasien
belum memutuskan/memilih orang lain untuk mengambil keputusan tersebut.
Contohnya, dalam keadaan:
a. Pasien dalam kondisi sakit terminal
b. Pasien yang tidak sadar secara permanen
c. CPR tidak akan berhasil (medical futility)
d. CPR akan menyebabkan kondisi akan menjadi lebih buruk. Ada beberapa keadaan
di mana CPR biasanya memberikan 0% kemungkinan sukses, misalnya pada
kondisi klinis di bawah ini:
 Persistent vegetative state
 Syok septic
 Stroke akut
 Kanker metastasis (stadium 4)
 Pneumonia berat
e. Siapapun yang mengambil keputusan bagi pasien harus berdasarkan keputusannya
pada keinginan pribadi pasien, meliputi agama dan keyakinan dan kepercayaan moral
pasien. Atau bila keinginan tidak diketahui, keputusan harus selalu didasarkan pada
kepentingan pasien.
f. Bila ada anggota keluarga pasien yang tidak setuju, dalam rumah sakit atau rumah
perawatan, keluarga pasien dapat meminta alasan ketidaksetujuan tersebut. Dokter
dan keluarga pasien bila menemukan adanya ketidaksetujuan, harus ada kesepakatan di
antara anggota keluarga pasien dan adanya bukti informed consent.
g. Bila pasien kehilangan kemampuannya untuk membuat keputusan tentang CPR dan
tidak memiliki seorang pun yang bisa mengambil keputusan untuk dirinya, maka
perintah DNR dapat ditulis jika ada dua dokter yang memutuskan bahwa CPR tidak
akan berhasil atau jika pengadilan secara hukum mengesahkan DNR terhadap
pasien tersebut. Oleh karena itu, sangat dianjurkan pada pasien untuk
mendiskusikan hal DNR ini terlebih dahulu dengan dokternya dari awal.

Panduan DNR ( Do Not 7


4. Dengan pertimbangan tertentu, hal-hal di bawah ini dapat menjadi bahan diskusi perihal
DNR dengan pasien/walinya:
a. Kasus-kasus dimana angka harapan keberhasilan pengobatan rendah atau CPR hanya
menunda proses kematian yang alami.
b. Pasien tidak sadar secara permanen.
c. Pasien berada pada kondisi terminal.
d. Ada kelainan atau disfungsi kronik dimana lebih banyak kerugian dibanding
keuntungan jika resusitasi dilakukan.
5. Untuk pernyataan penolakan resusitasi jantung paru oleh keluarga pasien, harus di lakukan
oleh keluarga inti atau terdekat dan di buat tertulis serta di tanda tangani minimal dua
orang anggota keluarga
6. Bila terdapat dilema dalam hal medik, hendaknya RS meminta komite etik rumah sakit
membantu menyelesaikan masalah tersebut.
7. Pada anak (usia kurang dari 21 tahun) yang bisa memberikan persetujuan atau informed
consent tentang DNR adalah orang tua atau wali pasien anak tersebut. Jika seorang
anak telah cukup umurnya (usia 21 tahun atau lebih) maka persetujuan bisa dibuat atas
persetujuan anak yang bersangkutan.
8. Pasien atau siapapun yang memberikan persetujuan tentang DNR tersebut dapat
membatalkan atau mencabutnya dengan memberitahu dokter atau perawat atau siapapun
tentang keputusannya. Selama mengubah keputusan tersebut, pasien dalam keadaan
kompeten yang berarti mampu berpikir rasional dan memberitahukan keinginannya
dengan jelas. Perubahan itu sebaiknya disahkan secara hukum dan diketahui pula oleh
dokter dan anggota keluarganya.
DNR dapat diminta oleh pasien sendiri atau keluarga pada saat pasien berada di UGD, Rawat
Inap, HCU, atau Ruang Operasi.

2. Prosedur DNR
1) Prosedur Penolakan Resusitasi di Rumah Sakit
2) Dokter Penanggung Jawab Pasien menjelaskan tentang pentingnya resusitasi atau
pengobatan bantuan hidup dasar
3) Pasien atau keluarga / wali yang ditunjuk mengisi formulir penolakan resusitasi.
4) DPJP mengeluarkan surat perintah untuk tidak dilakukan resusitasi.

Prosedur yang direkomendasikan:


1) Meminta informed consent walinya
2) Mengisi formulir DNR. Tempatkan kopi atau salinan pada rekam medis pasien dan
serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga dan caregiver.
3) Pasien dipasangkan gelang DNR dengan kancing warna ungu di pergelangan tangan atau kaki (jika
memungkinkan)
4) Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya, revisi bila ada perubahan
keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam medis.Bila keputusan DNR dibatalkan, catat
tanggal terjadinya dan gelang DNR dimusnahkan

Panduan DNR ( Do Not 8


Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini:
1) Diagnosis
2) Alasan DNR
3) Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
4) Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa

Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter yang merawat, atau
oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan DNR direkam medis harus pula dibatalkan dan gelang DNR (jika
ada) harus dimusnahkan.

3. Kewenangan Pengeluaran Perintah DNR

a. Kewenangan pengeluaran perintah DNR berada di Dokter Penanggungjawab Pasien (DPJP)


setelah mendapat persetujuan pasien atau keluarga pengambil keputusan untuk pasien
(surrogate), atau atas permintaan pasien yang kompeten untuk mengambil keputusan, setelah
pasien tersebut mendapat penjelasan yang menyeluruh mengenai konsekuensi dari keputusan
tersebut.
b. Kondisi lain : menahan penggunaan alat bantuan hidup yaitu :
 Keputusan untuk tidak menggunakan alat bantuan hidup (seperti Ventilator jika belum
terpasang)
 Keputusan tidak mengubah setting ventilator jika sudah terpasang
 Tidak merubah atau menaikan dosis obat inotropik atau menambah jenis obat inotropik
c. Kondisi lain : menghentikan penggunaan alat bantuan hidup yaitu:
 Menghentikan penggunaan Ventilator
 Menurunkan dosis inotropik
 Menghentikan penggunaan obat inotropik

d. Bila pasien ditransfer ke tempat perawatan lain, maka DNR tetap berlaku sampai dokter yang
memeriksa memutuskan lain. Bila hal itu terjadi, dokter tersebut wajib memberitahukan hal
tersebut kepada pasien atau siapapun yang berwenang memutuskan untuk pasien untuk
mendapatkan persetujuan.

Panduan DNR ( Do Not 9


BAB IV
DOKUMENTASI

Pemberian hak pasien didokumentasikan dalam dokumen rekam medis yang berkolaborasi
dengan tim medis (dokter DPJP). Formulir DNR (diisi dokter/DPJP), Formulir Penolakan Tindakan
dan Surat Pernyataan Jangan Dilakukan Resusitasi diisi dengan lengkap, tandatangan harus disertakan
nama terang dan dimasukkan ke dalam berkas rekam medis pasien.

Ditetapkan di : Gurah
Pada tanggal : 02 Sya’ban 1440 H
08 April 2019 M

RSM Siti Khodijah Gurah Direktur

dr. MOCHAMAD IRFAN HANAFI NIK. 14.1

Panduan DNR ( Do Not 1


Panduan DNR ( Do Not 1

Anda mungkin juga menyukai