BAB I. DEFINISI.....................................................................................................................1
3. KEWENANGAN .DNR.....................................................................................7
BAB I
DEFINISI
1. Do Not Resusitasi (DNR) adalah suatu keadaan dimana terjadi henti nafas dan atau henti jantung,
petugas rumah sakit (dokter dan atau perawat) tidak melakukan tindakan penyelamatan berupa
resusitasi jantung paru (RJP).
2. DO NOT RESUSCITATION (DNR) Sebuah perintah Jangan dilakukan Resusitasi, adalah pesan untuk
tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum untuk tidak mencoba CPR (cardiopulmonary
resusitation) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP) jika terjadi permasalahan darurat pada jantung
pasien atau pernapasan berhenti. Perintah ini ditulis atas permintaan pasien atau keluarga tetapi
harus ditangani oleh dokter yang merawat pasien tersebut.
3. DNR atau do-not-resuscitate adalah suatu perintah yang memberitahukan tenaga medis untuk
tidak melakukan CPR. Hal ini berarti bahwa dokter,perawat, dan tenaga emergensi medis tidak
akan melakukan usaha CPR emergensi bila pernapasan maupun jantung pasien berhenti
4. CPR atau cardiopulmonary resuscitation adalah suatu prosedur medis yang digunakan untuk
mengembalikan fungsi jantung (sirkulasi) dan pernapasan spontan pasien bila seorang pasien
mengalami kegagalan jantung maupun pernapasan. CPR melibatkan ventilasi paru (resusitasi mulut
ke mulut atau mulut ke hidung) dan kompresi dinding dada untuk mempertahankan perfusi ke
jaringan organ vital selama dilakukan upaya-upaya untuk mengembalikan respirasi dan ritme
jantung yang spontan.
5. Mati Klinis adalah keadaan henti nafas atau tidak ada pernafasan spontan dan henti jantung
dengan menghentikan seluruh aktifitas serebral tapi bersifat irreversible.
6. Mati Klasik adalah fungsi spontan pernafasan dan sirkulasi telah berhenti secara pasti dan tidak
diketahui setelah dicoba melakukan resusitasi darurat.
7. MBO adalah matinya batang otak.
Rumah sakit menghormati hak pasien dan keluarga dalam menolak tindakan resusitasi atau
pengobatan bantuan hidup dasar. Penolakan resusitasi dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten
dalam mengambil keputusan. Pasien yang tidak bisa
membuat keputusan terhadap dirinya (belum cukup umur, gangguan kesadaran mental dan fisik )
diwakilkan kepada anggota keluarga atau wali yang ditunjuk.
Kecuali perintah DNR dituliskan oleh dokter untuk seorang pasien, maka dalam
kasus-kasus henti jantung dan henti napas, tenaga emergensi wajib melakukan tindakan
resusitasi
Ketika memutuskan untuk menuliskan perintah DNR, dokter tidak boleh
mengesampingkan keinginan pasien maupun walinya
Perintah DNR dapat dibatalkan (atau gelang DNR dapat dimusnahkan)
b. Kriteria DNR
Perintah DNR dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten mengambil
keputusan, telah mendapat penjelasan dari dokternya, atau bagi pasien yang dinyatakan tidak
kompeten, keputusan dapat diambil oleh keluarga terdekat,atau wali yang sah yang ditunjuk
oleh pengadilan,
Dengan pertimbangan tertentu, hal-hal di bawah ini dapat menjadi bahan diskusi
perihal DNR dengan pasien/walinya:
1. Kasus-kasus dimana angka harapan keberhasilan pengobatan rendah atau CPR hanya
menunda proses kematian yang alami
2. Pasien tidak sadar secara permanen
3. Pasien berada pada kondisi terminal
4. Ada kelainan atau disfungsi kronik dimana lebih banyak kerugian dibanding
keuntungan jika resusitasi dilakukan
DNR sudah dikenal secara luas oleh tenaga kesehatan, kuasa hukum, pengacara,
dan lainnya bahwa DNR adalah sah secara medis dan etik dengan ketentuan tertentu.
Perintah DNR hanyalah sebuah keputusan mengenai CPR dan tidak terkait dengan
usaha pengobatan lainnya.
Pasien DNR tidak benar-benar mengubah perawatan medis yang diterima. Pasien
masih diperlakukan dengan cara yang sama. Semua ini berarti bahwa jika tubuh pasien
meninggal (henti napas, atau jantung berhenti berdetak) tim medis tidak akan melakukan
CPR/RJP.
Seorang pasien dewasa dapat memberikan informed consent atau persetujuan untuk
DNR secara lesan atau tertulis (seperti surat wasiat) kepada seorang dokter dengan setidaknya
hadir dua saksi. Sebelum memutuskan tentang CPR, pasien harus bicara terlebih dahulu dengan
dokternya tentang kesehatannya secara keseluruhan dan keuntungan serta kerugian dari CPR
terhadap dirinya. Diskusi secara menyeluruh lebih awal akan memastikan bahwa keinginan pasien
sepenuhnya diketahui.
Ketika pasien sakit berat atau berada pada kondisi terminal, CPR bisa tidak berhasil
atau hanya berhasil sebagian, dan meninggalkan pasien dengan kerusakan otak atau pada
kondisi medis yang lebih buruk daripada sebelum jantungnya berhenti. Pada kasus-kasus ini,
beberapa pasien memilih untuk dirawat tanpa usaha agresif resusitasi sampai kematian
mereka terjadi secara natural atau alami. Maka dari itu DNR penting dilakukan.
Dokter berkewajiban bicara dan menjelaskan kepada pasien sebelum pasien dapat
memutuskan DNR (bila pasien kompeten untuk mengambil keputusan), kecuali dokter yakin
bahwa mendiskusikan hal tersebut dengan pasien tersebut justru akan menimbulkan dampak
negatif terhadap pasien itu. Dalam kasus emergensi di mana tidak diketahui apa keputusan
pasien mengenai CPR dan DNR, dianggap bahwa semua pasien memberikan persetujuan
untuk CPR. Bagaimanapun juga, hal itu tidak berlaku bila seorang dokter memutuskan bahwa
CPR tidak akan berhasil.
Pada pasien DNR biasanya sudah diberikan tanda untuk melarang melakukan Resusitasi
yang terdapat pada gelang pasien yang berupa stiker berwarna ungu.
Perintah DNR untuk pasien harus tertulis baik di catatan medis pasien maupun di
catatan yang dibawa pasien sehari-hari, di rumah sakit atau keperawatan,atau untuk pasien di
rumah. Perintah DNR di rumah sakit memberitahukan kepada staf medis
a. Kecuali perintah DNR dituliskan oleh dokter untuk seorang pasien, maka dalam
kasus-kasus henti jantung dan henti napas, tenaga emergensi wajib melakukan
tindakan resusitasi.
2. Atas pertimbangan dokter setelah melakukan analisa terhadap kondisi pasien dan
mendapatkan persetujuan keluarga inti atau terdekat dimana pasien tidak mampu
memutuskannya sendiri karena gangguan kesadaran dan ketidakmampuan pasien ini
dinyatakan setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter specialis saraf.
3. Anggota keluarga terdekat pasien dapat memberikan persetujuan atau informed consent
untuk DNR hanya jika pasien tidak mampu memutuskan bagi dirinya sendiri dan pasien
belum memutuskan/memilih orang lain untuk mengambil keputusan tersebut.
Contohnya, dalam keadaan:
a. Pasien dalam kondisi sakit terminal
b. Pasien yang tidak sadar secara permanen
c. CPR tidak akan berhasil (medical futility)
d. CPR akan menyebabkan kondisi akan menjadi lebih buruk. Ada beberapa keadaan
di mana CPR biasanya memberikan 0% kemungkinan sukses, misalnya pada
kondisi klinis di bawah ini:
Persistent vegetative state
Syok septic
Stroke akut
Kanker metastasis (stadium 4)
Pneumonia berat
e. Siapapun yang mengambil keputusan bagi pasien harus berdasarkan keputusannya
pada keinginan pribadi pasien, meliputi agama dan keyakinan dan kepercayaan moral
pasien. Atau bila keinginan tidak diketahui, keputusan harus selalu didasarkan pada
kepentingan pasien.
f. Bila ada anggota keluarga pasien yang tidak setuju, dalam rumah sakit atau rumah
perawatan, keluarga pasien dapat meminta alasan ketidaksetujuan tersebut. Dokter
dan keluarga pasien bila menemukan adanya ketidaksetujuan, harus ada kesepakatan di
antara anggota keluarga pasien dan adanya bukti informed consent.
g. Bila pasien kehilangan kemampuannya untuk membuat keputusan tentang CPR dan
tidak memiliki seorang pun yang bisa mengambil keputusan untuk dirinya, maka
perintah DNR dapat ditulis jika ada dua dokter yang memutuskan bahwa CPR tidak
akan berhasil atau jika pengadilan secara hukum mengesahkan DNR terhadap
pasien tersebut. Oleh karena itu, sangat dianjurkan pada pasien untuk
mendiskusikan hal DNR ini terlebih dahulu dengan dokternya dari awal.
2. Prosedur DNR
1) Prosedur Penolakan Resusitasi di Rumah Sakit
2) Dokter Penanggung Jawab Pasien menjelaskan tentang pentingnya resusitasi atau
pengobatan bantuan hidup dasar
3) Pasien atau keluarga / wali yang ditunjuk mengisi formulir penolakan resusitasi.
4) DPJP mengeluarkan surat perintah untuk tidak dilakukan resusitasi.
Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter yang merawat, atau
oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan DNR direkam medis harus pula dibatalkan dan gelang DNR (jika
ada) harus dimusnahkan.
d. Bila pasien ditransfer ke tempat perawatan lain, maka DNR tetap berlaku sampai dokter yang
memeriksa memutuskan lain. Bila hal itu terjadi, dokter tersebut wajib memberitahukan hal
tersebut kepada pasien atau siapapun yang berwenang memutuskan untuk pasien untuk
mendapatkan persetujuan.
Pemberian hak pasien didokumentasikan dalam dokumen rekam medis yang berkolaborasi
dengan tim medis (dokter DPJP). Formulir DNR (diisi dokter/DPJP), Formulir Penolakan Tindakan
dan Surat Pernyataan Jangan Dilakukan Resusitasi diisi dengan lengkap, tandatangan harus disertakan
nama terang dan dimasukkan ke dalam berkas rekam medis pasien.
Ditetapkan di : Gurah
Pada tanggal : 02 Sya’ban 1440 H
08 April 2019 M