Anda di halaman 1dari 6

PANDUAN PELAYANAN PENOLAKAN RESUSITASI

(DO NOT RESCUCITATE / DNR)

RUMAH SAKIT UMUM MAMAMI KUPANG


KOTA KUPANG
TAHUN 2019
A. PENGERTIAN
Resusitasi merupakan segala bentuk usaha medis, yang dilakukan terhadap
mereka yang berada dalam keadaan darurat atau kritis, untuk mencegah kematian.
Do Not Rescucitate (DNR) adalah sebuah perintah untuk tidak dilakukan
Resusitasi, yang merupakan pesan untuk tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum
untuk tidak mencoba CPR (cardiopulmonary resusitation) atau Resusitasi Jantung Paru
(RJP) jika terjadi permasalahan darurat pada jantung pasien atau pernapasan berhenti.
 Perintah ini ditulis atas permintaan pasien atau keluarga tetapi harus
ditandatangani oleh dokter yang berlaku. DNR merupakan salah satu keputusan yang
paling sulit, adalah masalah etika yang menyangkut perawat ataupun dokter dan tenaga
kesehatan lainnya. Hal ini akan berhadapan dengan masalah moral atau pun etik,
apakah akan mengikuti sebuah perintah 'jangan dilakukan resusitasi' ataupun tidak.
Bagaimana tidak jika tiba-tiba pasien henti jantung sebagai perawat yang sudah handal
dalam melakukan RJP membiarkan pasien mati dengan begitu saja tapi masalahnya jika
kita memiliki hati dan melakukan RJP pada pasien tersebut, kita bisa dituntut oleh
pasien dan keluarga pasien tersebut. Ini adalah sebuah dilema. Jika terjadi kedaruratan
jantung pasien atau pernapasan berhenti.
Salah satu alasan utama orang menandatangani perintah DNR adalah karena
apa yang terjadi ketika staf rumah sakit mencoba untuk melakukan RJP. Situasi ini
umumnya disebut sebagai "kode." Hal ini kadang-kadang diberikan nama samaran yang
berbeda di rumah sakit yang berbeda. Pada pasien biasa ketika kode staf pasien suatu
kawanan seluruh tim resusitasi ruangan. Dada akan dikompresi dengan tangan untuk
mensimulasikan detak jantung dan sirkulasi darah. Sebuah tabung dimasukkan ke
dalam mulut dan tenggorokan dan Pasien diletakkan pada ventilator untuk bernafas
untuk Pasien. Jika hati Pasien dalam irama mematikan Pasien terkejut dengan jumlah
besar listrik untuk tersentak kembali ke irama. Obat yang diberikan dan secara manual
dipompa melalui sistem dengan penekanan dada. Jika semua ini berhasil, hati Pasien
mulai untuk mengalahkan sendiri lagi dan pasien berakhir di ventilator untuk
membuatnya / napasnya. Ini tidak biasanya datang tanpa konsekuensi.
Salah satu konsekuensi potensial utama dilakukan RJP adalah kekurangan
oksigen ke organ-organ tubuh. Meskipun penekanan dada sedang dilakukan untuk
mengedarkan darah melalui tubuh, masih belum seefektif detak jantung biasa. Meskipun
oksigen dipompa ke paru-paru mekanik, penyakit itu sendiri dapat mencegah beberapa
oksigen dari mencapai aliran darah. Semakin lama RJP berlangsung, semakin besar
kemungkinan kerusakan pada organ-organ. Tapi jika tidak dilakukan RJP akan
berdampak dari kerusakan otak, kerusakan ginjal, hati, atau kerusakan paru-paru. Apa
pun bisa rusak berhubungan dengan kurangnya oksigenasi.
Ada juga kemungkinan trauma tubuh dari penekanan dada. Hal ini sangat normal
untuk mendengar retak tulang rusuk dan tulang. Dibutuhkan banyak kekuatan untuk
kompres jantung dengan sternum dan tulang rusuk duduk di sampingnya. Terutama
orang tua biasanya mengalami kerusakan dari ini. Kejutan listrik juga dapat traumatis
dalam dan dari dirinya sendiri.
Jadi bahkan jika Pasien bangkit kembali, kemungkinan Pasien pemulihan dan
kelangsungan hidup dapat berpotensi jauh lebih rendah daripada mereka sebelum
resusitasi tersebut. Biasanya Pasien berakhir pada ventilator setelah RJP. Jika Pasien
memiliki organ yang rusak, kerusakan terutama otak, ada kemungkinan Pasien mungkin
bukan karena ventilator tapi karena terlambatnya oksigen masuk ke otak.
Pasien DNR biasanya sudah memberikan tanda utuk melarang melakukan
Resusitasi biasanya terdapat pada baju, di ruaang perawatan ataupun di pintu masuk,
sudah ada tandan tulisan “DNR”. Pasien DNR tidak benar-benar mengubah perawatan
medis yang diterima. Pasien masih diperlakukan dengan cara yang sama. Semua ini
berarti bahwa jika tubuh pasien meninggal (berhenti bernapas, atau jantung berhenti
berdetak) tim medis tidak akan melakukan CPR/RJP.
Menjadi DNR tidak berarti obat berhenti untuk diberikan. Ketika dokter dan
perawat berhenti berfokus pada pengobatan dan mulai fokus pada tindakan
penghiburan adalah sesuatu yang disebut Perawatan Paliatif.

B. TUJUAN
Untuk menyediakan suatu proses dimana pasien bisa memilih prosedur yang nyaman
dalam hal bantuan hidup oleh tenaga medis emergensi dalam kasus henti jantung henti
nafas.

C. PERTIMBANGAN STATUS DNR


DNR diberikan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu yaitu:
1. sudah tidak ada harapan hidup walaupun pasien itu masih sadar, misal pasien
dengan kanker stadium empat parah, jadi rasanya tidak perlu adanya resusitasi.
2. Pasien yang pada penyakit kronis dan terminal.
3. Pasien dengan kontra indikasi CPR ataupun pasien yang di cap eutanasia
(dibiarkan mati ataupun suntik mati karena kehidupan yang sudah tidak
terjamin).

4. Kaku mayat.

5. Dekapitas: yaitu suatu tindakan untuk memisahkan kepala janin dari tubuhnya
dengan cara memotong leher janin agar janin dapat lahir per vaginam.
Dekapitasi dilakukan pada persalinan yang macet pada letak lintang dan janin
sudah meninggal.

6. Dekomposisi.

7. Lividitas dependen.

8. Jelas trauma kepala atau tubuh yang masif yang tidak memungkinkan untuk
hidup (pastikan pasien tidak memiliki tanda-tanda vital

D. PROSEDUR MENOLAK RESUSITASI (DNR)


Untuk menentukan status DNR ini diperlukan konsultasi dan kesepakatan para
dokter yang merawat pasien dan tentu saja persetujuan dari keluarga pasien. Karena
apabila walaupun menurut para dokter yang merawat si pasien bahwa keadaan pasien
sudah tidak memungkinkan untuk dapat survive dan status DNR diperlukan, tetapi
keluarga pasien tidak menghendaki status DNR tersebut, maka status DNR tidak dapat
diberikan. Karena hal itu dapat dianggap neglectingpatient, dan pihak keluarga dapat
menuntut dokter yang merawat pasien dan rumah sakit tempat pasien dirawat. Jadi
sebelum menentukan DNR, maka keluarga pasien perlu diberitahu tentang keadaan
pasien.
Tetapi terkadang, keluarga pasien sendiri yang meminta status DNR, walaupun
pasien masih sadar. Pertimbangan mereka biasanya karena mereka tidak ingin pasien
mengalami kesakitan, mengingat bagaimanapun juga keadaan pasien sudah parah,
atau karena pasien sudah lanjut usia. Karena apabila kita ingat dan bayangkan proses
resusitasi itu sebenarnya memang menyakitkan. Bayangkan saja tubuh yang sudah
sakit parah atau renta diberikan kompresi jantung, atau bahkan diberikan DCshock,
pasti sakit sekali. makanya terkadang keluarga pasien yang meminta DNR alias
dibiarkan meninggal dengan tenang.
Prosedur yang direkomendasikan :
1. Meminta informed consent dari pasien atau walinya
2. Mengisi formulir DNR. Tempatkan kopi atau salinan pada rekam medis pasien dan
serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga
3. Menginstruksikan pasien atau caregiver memasang formulir DNR di tempat-tempat
yang mudah dilihat seperti headboard, bedstand, pintu kamar atau kulkas
4. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR di pergelangan tangan atau
kaki (jika memungkinkan)
5. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya, revisi bila
ada perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam medis. Bila keputusan
DNR dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan gelang DNR di musnahkan.
6. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini :
a. Diagnosis
b. Alasan DNR
c. Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
d. Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa
7. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter yang
merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan DNR di rekam medis harus
pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) di musnahkan.

Perintah Do Not Resuscitate (DNR) harus dengan dasar yang kuat. Bila keluarga pasien
memberikan surat perintah DNR dari dokter pribadinya, yaitu dengan mengikuti
prosedur berikut :

1. Hubungi kontrol medik.

2. Berikan keterangan yang jelas mengenai situasi yang ada.

3. Pastikan agar diagnosis yang mengakibatkan DNR sudah dijelaskan (misal :


kanker).

4. Buat laporan status pasien secara jelas (tanda-tanda vital, pemayaran EKG).

5. Pastikan mengisi form DNR tertulis. Pastikan mencatat nama dokternya.


6. Dokter kontrol medik menentukan apakah menyetujui atau menolak perintah DNR.

7. Bila pasien dalam henti jantung saat tiba di UGD, mulai BHD sambil menghubungi
kontrol medik.

8. Pikirkan potensi untuk donasi organ. Pasien dengan cedera mematikan mungkin
tetap membutuhkan tindakan gadar hingga ditentukan apakah pasien mungkin
potensial sebagai donor organ atau jaringan.

9. Bila mungkin, letakkan telapak tampak segera atau leads EKG untuk memastikan
irama asistol atau agonal dan lampirkan strip kopian pada laporan.

Ditetapkan di : Kupang
Pada Tanggal:
Direktur RSU Mamami

dr. Efrisca M. Damanik, M.Biomed., Sp.PA

Anda mungkin juga menyukai