Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS MASALAH ETIK DENGAN TEMA DNR

DOSEN PENGAMPU: Firdha Novitasari, S.Kep., Ns., MM

Kelompok 10

Yeni Sutrianingsih (20010146)

Yuni Rahmaniah Suhliana (20010147)

Veni Febriyanti (20010158)

STIKES dr. SOEBANDI JEMBER

Jl. dr.Soebandi No. 99, Cangkring, patrang, Kec. Patrang, Kabupaten Jember,
Jawa Timur 68111
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul
“ANALISIS MASALAH ETIK DENGAN TEMA DNR” dapat terselesaikan
dengan baik.

Adapun harapan kami kepada para pembaca makalah ini yaitu dapat
menambah wawasan atau pengetahuan dalam kehidupan. Namun disadari bahwa
kliping ini masih jauh dari kesempurnaan karena terbatasnya kemampuan yang
kami miliki.

Oleh karena itu, partisipasi dalam penyempurnaan makalah dengan


memberikan kritik dan saran agar kliping ini dapat lebih terkonsep dengan baik.
Semoga kliping ini dapat bermafaat bagi semua pihak. Sekian dan terima kasih.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................2
A. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
ANALISIS ETIK...............................................................................................................3
A. Konsep Teori..........................................................................................................3
B. Skenario Kasus.......................................................................................................3
C. Indentifikasi Kasus etik (prinsip etik yang dilanggar)...............................................5
D. Dasar Hukum DNR...................................................................................................5
E. Pelanggaran Kode Etik...........................................................................................7
F. Usulan keputusan etik yang akan di ambil.............................................................7
G. Tindakan yang sesuai dengan keputusan................................................................8
BAB III..............................................................................................................................9
PENUTUP.........................................................................................................................9
A. Kesimpulan............................................................................................................9
B. Saran......................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................10

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Do not resuscitate (DNR) adalah jangan melakukan resusitasi.


Resusitasi adalah upaya memulihkan seseorang dari kondisi yang
mengancam jiwa. Tindakan kompresi dada terapi kejut litrik adalah contoh
dari tindakan resusitasi. Bila kamu pernah melihat di UGD atau ICU
perawat atau dokter sedang sibuk mengerubungi pasien lalu menggenjot
dada pasien, nah itu adalah tindakan resusitasi pada pasien sedang dalam
kondisi henti jantung.

Lalu apakah DNR itu? Ada beberapa kondisi medis yang


sebaiknya tidak dilakukan resusitasi. Ada juga pasien yang dengan sengaja
meminta untuk DNR.

Contoh, seorang pasien tua dengan kanker paru-paru yang sudah


menyebar ke otak, sudah pernah dilakukan kemoterapi segala macam, dan
dinyatakan stadium 4. Pasien tersebut datang ke UGD dalam kondisi tidak
sadar dan nafasnya tinggal satu-satu. Sebentar lagi ia akan meninggal
dunia. Apakah kamu tega melakukan tindakan resusitasi yang sangat
traumatik terhadap pasien ini? Apa tujuan kamu, atau keluarga pasien,
melakukan resusitasi? Apa harapannya? Si pasien bakal sadar kembali dan
kankernya hilang? Tidak kan. Akan lebih bijaksana kalau kita tenaga
medis menyiapkan keluarga pasien untuk kepergian pasien.

1
Bukan berarti pasien tersebut didiamkan, pasien tersebut tetap kita
berikan terapi suportif seperti oksgen, cairan infus, dan obat-obat
seperlunya yang kiranya dapat meringankan penderitanya, tapi tidak
menahan keberangkatannya.

Keputusan untuk DNR harus dibuat oleh pasien atau keluarganya


dengan pengetahuan penuh mengenai konsekuensinya, dan tercatat dalam
rekam medis pasien dalam formulir khusus yang ditandatangani oleh pihak
pasien dan pihak rumah sakit.

B. Rumusan Masalah

a. Apakah sangat berbahaya melakukan DNR kepada pasien?

b. Apakah melakukan DNR juga bisa menguntungkan untuk pasien?

2
A. Tujuan

1. Mengetahui apa itu DNR yaitu adalah resusitasi yang sebaiknya tidak
dilakukan kepada pasien
2. Menambah pengetahuan tentang DNR
3. Untuk mencapai kemajuan dalam pelayanan terhadap pasien
4. Mengetahui betapa pentingnya mengambil keputusan untuk melakukan
DNR (resusitasi)

BAB II
ANALISIS ETIK

3
A. Konsep Teori

Do Not rescuciate (DNR) atau tidak dilakukan istilah yang


digunakan pada keputusan yang dibuat oleh tenaga medis untuk tidak
mencoba melakukan upaya cardiopulmonary rescucitation (CPR) atau
resusitasi jantung paru pada pasien yang mengalami henti nafas, atau
kondisi henti jantung. DNR dikenal juga sebagai DNAR (Do Not Attempt
Resuscitation) atau DNACPR (Do Not Attemp Cardiopulmonary
Resuscitation). DNR dilakukan ketika pasien mengalami henti napas atau
henti jantung.
Karena upaya CPR tidak dilakukan, maka tindakan lain yang
menyertainya (seperti kejut jantung, pemasangan ETT untuk pernapasan
buatan) harus dihindari. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah
perawatan invasif yang tidak perlu dan tidak diinginkan pada akhir
kehidupan (Sabatino, 2018)
Keputusan untuk melakukan DNR harus dilakukan antara pasien
dengan tim medis, dan kerabat (keluarga) serta perawat dapat dilibatkan
atas keinginan pasien sendiri atau jika pasien tidak memiliki kapasitas
dalam berdiskusi dan mengambil kesimpulan (Varney, 2018). Anggota
keluarga tidak diharapkan untuk membuat keputusan kecuali mereka telah
diberikan kuasa hokum (seperti surat kuasa) untuk membuat keputusan
atas nama pasien (Resuscitation Council, 2018)

B. Skenario Kasus

Pada tanggal 30 November tahun 2017 New England Journal of


Medicine mempublikasikan sebuah artikel mengenai kasus medis yang
berkaitan dengan sisi etis kedokteran, yaitu mengenai tato DNR (Do Not
Resuscitate). Kasus tersebut terjadi di Miami, Florida, Amerika Serikat,
dimana ditemukan seorang pria yang tinggal di panti jompo dan berusia 70

4
tahun dalam keadaan tidak sadarkan diri di pinggir jalan dan diduga karena
mengalami intoksikasi alkohol. Pasien kemudian dibawa ke ICU Rumah
Sakit Jackson Memorial dan saat akan dilakukan resusitasi jantung paru
(RJP), dokter dan perawat terkejut karena menemukan tato di dada pria
tersebut yang bertuliskan “Do Not Resuscitate”. Selain itu, kata “not” pada
tato juga digaris bawahi dan juga terdapat tanda tangan di dekat tato
tersebut. Pasien tidak memiliki identitas yang jelas dan juga tidak ada
teman atau keluarga yang ikut mengantar. Pasien memiliki riwayat
penyakit paru kronis dan diabetes mellitus, serta saat itu pasien
mengalami syok septik karena terjadi infeksi yang kemudian
menyebabkan kegagalan organ dan tekanan darah yang sangat rendah
sehingga pasien mengalami atrium fibrilasi.
Dokter dan perawat bertanya-tanya apabila tato tersebut benar-
benar merepresentasikan keinginan pasien dan apakah mereka harus
menganggap tato tersebut secara serius karena beberapa orang
beranggapan bahwa tato sering dibuat dalam keadaan tidak sadar atau
mabuk dan seringkali merupakan keputusan yang kemudian disesali.
Pernyataan tidak ingin diresusitasi juga secara formal seharusnya ditulis
didalam sebuah kertas berwarna kuning yang sudah ditandatangani oleh
dokter dan pasien atau wali pasien sebagai bukti pendukung. Tim medis
kemudian memanggil dr. Gregory Holt yang merupakan spesialis paru
untuk dimintai pendapat. Mereka sempat memutuskan untuk tetap
melakukan resusitasi, namun mereka kemudian memberikan antibiotik
empirik, cairan infus, serta memberikan perawatan Bilevel Positive
Airway Pressure (BPAP) untuk membantu pasien dalam bernafas sambil
memikirkan keputusan apa yang harus mereka ambil. Pada akhirnya tim
medis termasuk dr. Gregory E. Holt, Bianca Sarmento, Daniel Kett, dan
Kenneth W. Goodman memutuskan untuk menghargai tato tersebut dan
tidak melakukan resusitasi pada pasien. Pasien tersebut kemudian
meninggal keesokan harinya, dan setelah kejadian tersebut departemen

5
sosial baru bisa mendapatkan berkas DNR resmi yang sudah dibuat serta
ditandatangani oleh pasien tersebut..

C. Indentifikasi Kasus etik (prinsip etik yang dilanggar)

- Respect Of Outonomy :

Individu memiliki hak untuk menentukan sendiri,memperoleh


kebebasan dan kemandirian. Respect of outonomy meliputi :

 Menghargai hak klien dalam menentukan diri sendiri dalam hal


perawatan /pengobatan yang dijalani klien – sesuai dengan nilai & norma
yang diyakininya.

 Penerapan dalam praktik keperawatan

 Memberikan informasi yang benar

 Privasi klien

 Melindungi informasi yang sifatnya rahasia

 Memperoleh persetujuan untuk setiap tindakan yang akan


dilakukan terhadap klien  informed consent

-Non-Maleficence (Tidak Mengakibatkan Injury) :


 Kewajiban bagi tenaga keperawtan untuk tidak mengakibatkan injury terhadap
klien
 Penerapan dalam praktik keperawatan menekankan perlunya diterapkan
standar untuk mencegah terjadinya injury pada klien:
 Standar praktik keperawatan
 Standar asuhan keperawatan

6
 Standar prosedur
 Standar tenaga keperawatan

-Beneficence (Berbuat Kebaikan) :

 Kewajiban moral untuk mencegah terjadinya injury


 Bertindak untuk meningkatkan kesejahteraan klien
 Termasuk melindungi hak-hak pasien dalam pelayanan kesehatan
 Hak untuk mendaapatkan pelayanan bermutu
 Akses yang sama terhadap pelayanan kesehatan
 Akses – pelayanan kesehatan sesuai dengan nilai & norma kultural klien
 Pelayanan kesehatan yang berkualitas
 Hak untuk mendapatkan informasi
 hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
 hak untuk mendapatkan informed consent
 hak untuk menolak consent
 hak untuk mengetahui nama dan status tim kesehatan
 hak untuk mendapatkan second opinion
 hak untuk diperlakukan dengan respect
 ------------- confidentiality

-Justice (Prinsip Keadilan) :

 Kewajiban perawat untuk bertindak fair/adil pada semua orang/klien


 Justice hadir jika:
 Pembagian/perhatian yang sama pada individu
 Memperlakukan individu/klien sesuai kebutuhannya
 Sesuai dengan usaha yang dilakukannya
 Sesuai dengan kontribusinya
 Sesuai dengan penghargaan

- Pasien tidak diberikan pertolongan pertama berupa RJP/Resusitasi


Jantung Paru terkait keadaannya yaitu mengalami atrium fibrilasi dan
tidak sadarkan diri. Pasien tersebut kemudian meninggal keesokan
harinya.

7
- Dokter dan perawat mempertanyakan tatto tersebut apakah hanya sebagai
candaan yang dibuat ketika pasien sedang mabuk atau benar-benar
mempunyai suatu makna dibaliknya.
- Riwayat-riwayat yang terdapat pada pasien termasuk penyakit yang
dideritanya serta keadaan pasien dipublikasikan ke media.
- Identitas pasien tidak diketahui dengan jelas, sehingga dalam kasus ini
keluarga pasien tidak ikut serta mengambil keputusan dalam hal
penanganan yang dilakukan oleh tim medis.
- Kondisi pasien yang tidak sadarkan diri bisa diatasi dengan RJP dan
riwayat penyakit pasien berupa paru kronis dan DM bisa "dikontrol"
dengan pengobatan, namun dokter tetap memutuskan untuk tidak
melakukan resusitasi dan pengobatan lainnya.

D. Dasar Hukum DNR


Belum ada peraturan yang secara jelas mengatur DNR di
Indonesia. UUD 1945 pasal 28 A, Undang undang no 29 tahun 2004
tentang praktik kedokteran pasal 39, KODEKI pasal 17 belum jelas
adanya kepastian hukum yang mengatur DNR. Bahkan DNR dapat
dianggap sebagai bagian upaya Euthanasia, dapat di duga perbuatan
melanggar hukum dan dikenakan KUHP pasal 344 BAB XIX tentang
kejahatan terhadap nyawa.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 1990 mengeluarkan
pernyataan bahwa manusia dinyatakan mati apabila batang otaknya tidak
berfungsi lagi. Maka apabila telah dinyatakan mati batang otak
diperlukan informed consent kepada pihak keluarga untuk memutuskan.
Inilah yang akan menjadi dasar dokter melakukan prosedur yang telah
diputuskan keluarga. Pihak dokterpun akan berkonsultasi kepada sumber-
sumber berwenang seperti KODEKI, para pemuka agama dan tokoh etika
lainnya.

8
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290 tahun 2008 tentang
BAB IX pasal 14:
1. Bahwa penghentian/penundaan bantuan hidup (with holding atau with
drawing life supports) pada seorang pasen harus mendapat persetujuan
keluarga terdekat pasien.
2. Persetujuan penghentian/ penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat
pasen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah keluarga
mendapat penjelasan dari tim dokter yang bersangkutan.
3. Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diberikan secara tertulis.

Menurut Agama Katolik Menurut Alkitab Perjanjian Lama, dalam Kitab


Kejadian (kisah penciptaan) manusia adalah ciptaan Allah yang paling
mulia. Dengan demikian kehidupannya harus diperjuangkan karean sangat
berharga.

Piagam bagi pelayanan kesehatan Hidup tidak dapat diganggu gugat


atau disingkirkan. Hidup kita sendiri atau sesama sebagai sesuatu yang
bukan miliknya sebab itu milik dan kurnia Allah Sang Pencipta dan Bapa.
Hak mendasar dan primer tiap manusia adalah hak atas hidup.

Kedaulatan Allah dan Hak atas Hidup. Kedaulatan Allah atas hidup


merupakan dasar dan jaminan bagi hak atas hidup tetapi hak itu bukan
kekuasaan atas hidup. Melainkan hak untuk hidup sesuai dengan martabat
manusia.

“Tak seorang pun dapat semaunya sendiri memilih mau hidup atau mati.
Yang mutlak berdaulat atas keputusan itu hanyalah Sang Pencipta, sebab
dalam Dialah kita hidup dan bergerak dan berada “ (Kis 17:28)

E. Pelanggaran Kode Etik


Kode etik yang dilanggar dari kasus diatas antara lain Veracity
(Kejujuran) pada seorang perawat kejujuran adalah hal yang wajib

9
diberikan kepada pasien maupun dalam menyampaikan informasi.
Accountability (Akuntabilitas) tanggung jawab seorang perawat amatlah
berat, hal ini karena setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat kepada
pasien harus sesuai dan tepat tanpa kecuali. Advocacy (Advokasi) sebagai
seorang perawat yang langsung berinteraksi dengan pasien atau pun
keluarga pasien maka perawat harus bisa melindungi hak-hak klien. Non-
Maleficence (Tidak Merugikan) pada prinsipnya seorang perawat harus
selalu melakukan tindakan pelayanan keperawatan sesuai dengan ilmu
keperawatan dan kiat keperawatan yang telah dimiliki dengan tidak
merugikan dan menimbulkan bahaya pada pasien. Autonomy
(Kemandirian) sebagai seorang perawat yang profesional haruslah mampu
berpikir logis dan cepat dalam mengambil keputusan.

F. Usulan keputusan etik yang akan di ambil


Setiap keputusan dokter atau tenaga medis untuk melakukan atau
tidak melakukan pertolongan dengan resusitasi, harus memperhatikan
beberapa aspek serta mempertimbangkan risiko ataupun konsekuensi yang
akan diterima. Jika melihat dari sudut pandang agama, maka dokter
tersebut akan memiliki rasa bersalah atau menyesal ketika memilih untuk
tidak melakukan pertolongan. Hal tersebut terjadi karena menurut sudut
pandang agama, hidup merupakan pemberian dari Tuhan, dan manusia
tidak berhak untuk mengakhirinya. Ketika dokter memilih melakukan
pertolongan maka dokter tersebut melanggar hak otonomi pasien, jika tato
“Do Not Resuscitate” dibuat dalam keadaan sadar dan disertai dengan
surat secara resmi untuk tidak dilakukan resusitasi.

G. Tindakan yang sesuai dengan keputusan


Dengan kondisi pasien yang tidak sadarkan diri dokter ataupun
perawat harus melakukan perawatan RJP dan riwayat penyakit pasien
berupa paru kronis dan DM yang masih bisa dikontrol dengan pengobatan,

10
dan tidak langsung memutuskan untuk tidak melakukan resusitasi dan
pengobatan lainnya.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

DNR merupakan tindakan yang dilakukan untuk melepaskan


kehidupan seseorang agar terbebas dari penderitaan, dimana euthanasia
dapat dibedakan menjadi euthanasia aktif dan pasif,  sesuai dengan kode
etik baik di Indonesia dan Amerika terkait dengan nilai/norma yang
melarang dilakukannya euthanasia, hal tersebut sesuai dengan prinsip
moral dokter yang mengataskan kepentingan pasien diatas kepentingannya
sendiri, seperti kasus tato ”Do Not Resuscitate” yang seharusnya dokter
tetap melakukan resusitasi kepada pasien karena pasien masih memiliki
kemungkinan untuk hidup, dalam keadaan apapun kita sebagai dokter
tetap berusaha melakukan yang terbaik untuk pasien dan kedepannya
sebagai dokter dapat menganut prinsip tersebut. 

B. Saran

Jika dokter memilih untuk tidak melakukan resusitasi/ RJP,


kemudian pasien meninggal sedangkan surat tersebut ( Durable Do Not
Recsucitate Order) ternyata tidak ditandatangani oleh pasien dan hanya
melihat dari tato maka keputusan dokter tersebut boleh dilakukan karena
pada kasus diatas pasien tidak dapat berkomunikasi untuk mendiskusikan
penatalaksanaan terbaik untuk dirinya serta tidak adanya keluarga yang
dapat membantu dalam mengambil keputusan. Kasus diatas terjadi di
Amerika, menurut kode etik di Amerika dokter berhak secara sepihak
untuk memutuskan tindakan yang akan dilakukan yaitu tidak melakukan
resusitasi/RJP, sebagai bentuk penghormatan terhadap keputusan atau hak
otonomi pasien berdasarkan tato yang ada dan sebelumnya keputusan
tersebut telah didiskusikan dengan dokter lain atau komite etik rumah sakit
tersebut. Berbeda dengan di Indonesia, dimana mengutamakan nilai
kehidupan, walaupun hak otonomi pasien juga dipertimbangkan karena di
Indonesia sudah ada hukum pidana yaitu Pasal 344 KUHP : “Barang siapa
merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun”.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/presentation/422250346/Kasus-DNR

https://blogs.insanmedika.co.id/8-prinsip-etika-keperawatan/

https://medukdw17.blogspot.com/2020/05/blog-post_64.html

https://www-kompasiana-
com.cdn.ampproject.org/v/s/www.kompasiana.com/amp/rayanmie/5c588c3c677ff
b34fb2709ea/do-not-resuscitate-cara-memperjuangkan-kematian?
amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQHKAFQArABIA%3D
%3D#aoh=16025528091977&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F
%2Fwww.kompasiana.com%2Frayanmie%2F5c588c3c677ffb34fb2709ea%2Fdo-
not-resuscitate-cara-memperjuangkan-kematian

13

Anda mungkin juga menyukai