Anda di halaman 1dari 2

Hari Santri Nasional dan 70 Tahun Hubungan Bilateral Indonesia - Tiongkok

Hari santri yang ditetapkan pada 22 oktober berdasarkan Kepres Nomor 22 Tahun 2015
merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi kaum sarungan. Ribuan pesantren dan jutaan santri di
setiap tahunya memperingati dengan berbagai kegitan positif.

kaum bersarung yang notabene diluar pondok pesantren atau yang sudah menyelesaikan
pembelajarannya dan melanjutkan mendalami ilmu keluar pesantren, akan selalu tetap membawa
marwah santri didalam jati dirinya. Begitulah kiranya, seperti alumnus pesantren Nurul Jadid paition
probolinggo. Mereka yang menempuh pendidikan di Tiongkok melebur menjadi suatu wadah agar
tetap bisa saling bersilaturahmi dan dapat selalu menyebarkan islam rahmatallilalamin meskipun
sampai kenegeri tak bertuhan.

Momen hari santri nasional 2020 juga bertepatan dengan peringatan 70 tahun hubungan
diplomasi Indonesia dan Tiongkok. oleh karena itu, dua momentum itu dijadikan salah satu hal
penting oleh santri yang bertebaran di daratan china untuk menebarkan citra santri yang selalu
moderat, mampu memproyeksikan nilai-nilai moderasi Islam dan toleransi serta menonjolkan kiprah
santri dengan pesantren dalam merealisasikan harmonisasi hubungan antara Indonesia - Tiongkok
dengan tidak menginginkan terjadinya kolonialisme, radikalisme, terorisme, ekstrimisme dan
kesimpang siuran informasi.

Hubungan kerjasama Indonesia dan Tiongkok pada orde baru sempat ambyar, karena pada
masa presiden soeharto sikap anti-komunis yang diambil pada kala itu menjadi corong utama, sejak
1997 hubungan diplomatik Indonesia-Tiongkok di bekukan hingga awal 1990. Sehingga tidak bisa
kita pungkiri karena hal tersebut, stigma negatif kepada etnis tionghoa tetap melekat sampai saat ini.

Stigma negatif ini awal mulanya di tanamkan oleh belanda ratusan tahun lalu pada peristiwa
Geger pecinan. akan tetapi, kembali mencuat saat presiden soeharto mengeluarkan kebijakan anti-
komunis dan Tidak hanya itu, orang Tionghoa sering dianggap sebagai pemeras harta pribumi dan
seringkali dijadikan sasaran amuk massa. Hal ini didasari atas adanya kecemburuan sosial di
masyarakat dalam hal ekonomi.

Peran kita disini sangat strategis dalam menghilangkan sentimen anti-Tionghoa agar dapat
benar-benar hidup dalam pluralisme karena generalisasi adalah akar dari setiap kejahatan dan
diskriminasi terhadap suatu kelompok. Setiap orang pasti tidak ingin mengalami diskriminasi ketika
tinggal di suatu tempat, baik diskriminasi terhadap ras maupun agama. Oleh karena itu, Peran santri
disini sangat dibutuhkan untuk menjadikan dua Negara ini semakin erat dalam hubungan kerjasama
baik di bidang goverment to goverment ataupun people to people.

Konteks dalam merayakan hubungan kerjamasa Indonesia-Tiongkok ke 70 tahun yang harus


direalisasikan oleh santri yang juga bertepatan dengan peringatan hari santri nasional, maka santri
setidaknya dapat merealisasikannya dengan modal luasnya ilmu pengetahuan dan luwesnya karakter
santri yang didapatkan selama belajar di pesantren. Santri dapat menyebarluaskan nilai-nilai
universalisme yang bernapaskan nilai-nilai Islam yang humanis kepada warga tionghoa.

Setidaknya santri ini dapat menghadirkan konsep “Trilogi Ukhuwah” dimanapun berada
termasuk didaratan Tiongkok, yang awalnya dikenalkan oleh tokoh Nahdlatul Ulama (NU), KH Ahmad
Shiddiq (1926-1991). Konsep trilogi ukhuwah adalah menyatukan antara ukhuwah Islamiyah
(persaudaraan sesama umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan dalam ikatan kebangsaan)
dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama umat manusia).

Bukan lagi hal yang mustahil bagi kaum santri untuk menyebarkan Trilogi Ukhwah tersebut
didaratan China, karena jejak gus dur yang notabene santri tulen yang meghapus beragam bentuk
diskriminasi terhadap etnis tionghoa dikala menjabat sebagai presiden mendapat banyak pujian dan
penghargaan, jadi tidak heran jika kita menjumpai Pengurus Cabang Istimewah Nahdatul Ulama di
Tiongkok (PCINU Tiongkok ) berdiri kokoh di China.

PCINU Tiongkok juga selalu hadir dalam beberapa statemen mereka, yang secara organisasi
berada di tiongkok untuk selalu mengkalrifikasi berita-berita hoax yang beradar dikalangan
masyarakat, dan secara organisasi juga selalu membawakan program-program yang sangat
menginspirasi bukan hanya tentang dunia santri yang hanya dikenal tentang kitab kuningnya, akan
tetapi juga selalu berkaitan dengan berita aktual yang dihadapi Negara kita, salah satu contohnya
perihal arah pendidikan di masa pademi saat ini, juga tak luput dalam diskusi yang mengahadirkan
Prof.Dr.Muhadjir Effendy Mentri koordinator PMK RI.

Santri Ponpes Nurul jadid yang notabene terbanyak di Tiongkok juga akan menghadirkan Duta
besar China di Jakarta dan Duta besar Indonesia di Beijing dalam rangka memperingati Hari Santri
Nasional dan Peringatan 70 tahun hubungan bilateral Indonesia – Tiongkok pada 1 November
mendatang, mereka juga tidak mau kehilangan momentum untuk ikut andil dalam membawa citra
baik santri dikancah internasional, lebih-lebih nama pondok pesantren Nurul Jadid.

Rasyuhdi: mahasiswa Nanjing University ketua umum PPIT Nanjing dan Wakil Sekretaris PCINU
Tiongkok

Anda mungkin juga menyukai