PELAYANAN ASUHAN
PASIEN
(EDISI KETIGA)
RSIA PURI BUNDA
1
2
3
4
Lampiran
Peraturan Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Bunda
Nomor : 058/PER/DIR/PB/V/2022
Tentang
PANDUAN PELAYANAN ASUHAN PASIEN
BAB I
DEFINISI
5
Tindakan Do Not Resuscitate (DNR) adalah suatu tindakan di mana jika pasien
mengalami henti jantung dan atau napas, paramedis tidak akan dipanggil dan tidak akan
dilakukan usaha resusitasi jantung-paru dasar maupun lanjut.
A. Jika pasien mengalami henti jantung dan atau napas, lakukan asesmen segera untuk
mengidentifikasi penyebab dan memeriksa posisi pasien, patensi jalan napas, dan
sebagainya. Tidak perlu melakukan usaha bantuan hidup dasar maupun lanjut.
B. DNR tidak berarti semua tata laksana / penanganan aktif terhadap kondisi pasien
diberhentikan. Pemeriksaan dan penanganan pasien (misalnya terapi intravena,
pemberian obat-obatan) tetap dilakukan pada pasien DNR.
C. Semua perawatan mendasar harus terus dilakukan, tanpa kecuali.
A. Fase / kondisi terminal penyakit adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera
atau penyakit, yang menurut perkiraan dokter atau tenaga medis lainnya tidak
dapat disembuhkan dan bersifat ireversibel, dan pada akhirnya akan menyebabkan
kematian dalam rentang waktu yang singkat, dan di mana pengaplikasian terapi
untuk memperpanjang / mempertahankan hidup hanya akan berefek dalam
memperlama proses penderitaan / sekarat pasien.
B. Pelayanan paliatif adalah pemberian dukungan emosional dan fisik untuk
mengurangi nyeri / penderitaan pasien. Hal ini termasuk: pemberian nutrisi,
hidrasi, dan kenyamanan, kecuali terdapat instruksi spesifik untuk menunda
pemberian nutrisi / hidrasi.
C. Menghormati keinginan pasien dan keluarganya
D. Kecuali perintah DNR dituliskan oleh dokter untuk seorang pasien, maka dalam
kasus-kasus henti jantung dan henti napas, tenaga emergensi wajib melakukan
tindakan resusitasiKetika memutuskan untuk menuliskan perintah DNR, dokter
tidak boleh mengesampingkan keinginan pasien maupun walinyaPerintah DNR
dapat dibatalkan (atau gelang DNR dapat dimusnahkan)
6
tubuh donor sendiri yang diambil 3 unit beberapa hari sebelumnya, dan setelah 3 hari
ditransferkan kembali ke pasien.
Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor) ke
orang sakit (resipien) yang diberikan secara intravena melalui pembuluh darah. Darah yang
dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan komponen darah. Transfusi darah dapat
dikelompokkan menjadi 2 golongan utama berdasarkan sumbernya,yaitu transfusi allogenic
dan transfusi autologus. Transfusi allogenic adalah darah yang disimpan untuk transfusi berasal
dari tubuh orang lain. Sedangkan transfusi autologus adalah darah yang disimpan berasal dari
tubuh donor sendiri yang diambil 3 unit beberapa hari sebelumnya, dan setelah 3 hari
ditransferkan kembali ke pasien.
1.4 TERMINAL
Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan untuk pasien yang
mengalami sakit atau penyakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan menuju pada
proses kematian dalam 6 (enam) bulan atau kurang. Pasien yang berada pada tingkat akhir
hidupnya memerlukan pelayanan yang berfokus akan kebutuhannya yang unik. Pasien dalam
tahap ini dapat menderita gejala lain yang berhubungan dengan proses penyakit atau terapi
kuratif atau memerlukan bantuan berhubungan dengan faktor psikososial, agama dan budaya
yang berhubungan dengan proses kematian. Keluarga dan pemberi layanan dapat diberikan
kelonggaran melayani pasien tahap terminal dan membantu meringankan rasa sedih dan
kehilangan.
Penyakit terminal adalah suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi. Kematian
adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa peringatan atau mengikuti
priode sakit yang Panjang. Terkadang kematian menyerang usia muda tetapi selalu menunggu
yang tua.
Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui
suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu.
Pendampingan dalam proses kematian adalah Suatu pendampingan dalam kehidupan
karena mati itu termasuk bagian dari kehidupan. Manusia dilahirkan, hidup beberapa tahun, dan
akhirnya mati. Manusia akan menerima bahwa itu adalah kehidupan, dan itu memang akan
terjadi, kematian adalah akhir dari kehidupan ( P.J.M. Stevens, dkk, 282,1999 ).
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernafasan, nadi, dan tekanan darah
serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktifitas otak
atau terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap.
Selain itu, dr.H.Ahmadi NH,Sp.KJ juga mendefininisikan Death :
7
1. Hilangnya fase sirkulasi dan respirasi yang irreversible.
2. Hilangnya fase keseluruhan otak, termasuk batang otak
Dying dan death merupakan dua istilah yang sulit untuk dipisahkan, serta merupakan
suatu fenomena tersendiri. Dying lebih ke arah suatu proses, sedangkan death merupakan dari
hidup. ( Eny Retna Ambarawati, 2010).
8
BAB II
RUANG LINGKUP
9
2.3 TRANFUSI DARAH
Ruang lingkup Transfusi darah meliputi pelayanan bagi pasien-pasien di
2.4 TERMINAL
Pelayanan pasien tahap terminal ini berlaku untuk semua staf dan unit-unit pelayanan di
RSIA Puri Bunda, meliputi :
10
BAB III
KEBIJAKAN
11
c. Respons pasien terhadap asuhan dipantau dan
Rencana asuhan dimodifikasi bila perlu berdasarkan respons pasien.
4. Rumah sakit menetapkan seluruh instruksi dari PPA harus dicatat dalam rekam medis
a) Instruksi diijinkan melalui telepon terbatas pada situasi darurat dan ketika dokter tidak
berada di tempat/di rumah sakit.
b) Instruksi verbal diijinkan terbatas pada situasi dimana dokter yang memberi instruksi
sedang melakukan tindakan/prosedur steril.
c) yang berwenang memberikan instruksi adalah PPA yang Kompeten
d) Pemberian instruksi dan pendokumentasiannya oleh PPA yang kompeten dan
berwenang di CPPT pada kolom Instruksi oleh PPA.
5. Permintaan pemeriksaan laboratorium (termasuk pemeriksaan Patologi Anatomi) dan
diagnostik imajing tertentu disertai dengan indikasi klinik Pengecualian dalam kondisi
khusus, misalnya di unit darurat dan unit intensif
6. Rencana asuhan dibuat setelah melakukan pengkajian awal dalam waktu 24 jam terhitung
sejak pasien diterima sebagai pasien rawat inap
7. Rencana asuhan oleh DPJP dan PPA dengan metode IAR di lembar CPPT atau lembar
asasmen awal
8. DPJP melakukan verivikasi di setiap lembar CPPT yang ada hasil asuhan dari PPA lain Per
24 Jam
9. Rumah sakit mengidentifikasi dan memberikan asuhan pada pasien risiko tinggi dan
pelayanan risiko tinggi sesuai kemampuan, sumber daya dan sarana prasarana yang dimiliki
meliputi :
a. Pasien emergensi
b. Pasien koma
c. Pasien dengan alat bantuan hidup
d. Pasien risiko tinggi lainnya yaitu pasien dengan penyakit hipertensi, dan diabetes
e. Pasien dengan risiko bunuh diri
f. Pelayanan pasien dengan penyakit menular dan penyakit yang berpotensi
menyebabkan kejadian luar biasa
g. Pelayanan pada pasien yang direstrain
h. Pelayanan pasien paliatif
10. Rumah sakit mengidentifikasi Risiko tambahan pasca asuhan
a. Trombosis vena dalam
b. Luka decubitus
c. Infeksi pada penggunaan ventilator pd pasien
12
d. Cedera neurologis dan pembuluh darah (PD) pd pasien restrain
e. Infeksi saluran/slang sentral;
f. Pasien jatuh
11. Rumah sakit ibu dan anak puri bundaTIDAK melayani
a. Pelayanan pada pasien dengan “immuno-suppressed”
b. Pelayanan pada pasien yang mendapatkan pelayanan dialisis;
c. Pelayanan pada pasien yang menerima kemoterapi
d. Pelayanan pada pasien yang menerima radioterapi, pelayanan pada pasien risiko tinggi
lainnya (misalnya terapi hiperbarik dan pelayanan radiologi intervensi)
12. Rumah skit ibu dan anak Puri Bunda Menetapkan prosedur, panduan praktik klinis
(PPK), clinical
13. Rumah skit ibu dan anak Puri Bunda Melatih staf untuk menerapkan prosedur, panduan
praktik klinis (PPK), clinical pathway dan rencana perawatan rencana perawatan
14. Rumah sakit memberikan pelayanan geriatri tingkat sederhana (rawat jalan dan
homecare)
15. Rumah sakit menerapkan proses pengenalan perubahan kondisi pasien yang memburuk
(Early Warning System)
16. Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Bunda memberikan pelayanan resusitasi
17. Rumah sakit memberikan Pelayanan darah dan produk darah dilaksanakan sesuai dengan
panduan klinis serta prosedur yang ditetapkan rumah sakit.
18. Rumah sakit memberikan makanan untuk pasien rawat inap dan terapi nutrisi terintegrasi
untuk pasien dengan risiko nutrisional. Rumah sakit menyediakan makanan sesuai dengan
kebutuhan pasien.
19. Pasien dan keluarga dilarang membawa makanan dari luar (dikhususkan pada pasien yang
mendapatkan terapi diet khusus) demi menjaga keamanan pasien
20. Pasien dan keluarga tidak di perkenankan membawa makanan untuk pasien Makanan yang
dibawa oleh keluarga atau orang lain disimpan dengan benar untuk mencegah kontaminasi
21. Skrining gizi dilakukan untuk menentukan status gizi pasien
22. Penyiapan, penyimpanan, penerimaan dan penyajian makanan mematuhi cara mengurangi
risiko kontaminasi dan pembusukan
23. Pelayanan gizi dilaksanakan secara terintegrasi terutama pada pasien dengan risiko tinggi
24. Pasien mendapatkan pengelolaan nyeri yang efektif, meliputi :
a. Identifikasi pasien dengan rasa nyeri pada pengkajian awal dan pengkajian ulang.
b. Memberi informasi kepada pasien bahwa rasa nyeri dapat merupakan akibat dari
13
terapi, prosedur, atau pemeriksaan.
c. Memberikan tata laksana untuk mengatasi rasa nyeri, terlepas dari mana nyeri
berasal, sesuai dengan regulasi rumah sakit.
d. Melakukan komunikasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai
pengelolaan nyeri sesuai dengan latar belakang agama, budaya, nilai-nilai yang
dianut.
e. Memberikan edukasi kepada seluruh PPA mengenai pengkajian dan pengelolaan
nyeri.
f. Pengkajian awal pada pasien nyeri hebat/membutuhkan penanganan segera, terdiri
dari skrining (rapid assessment) dan pengkajian lanjutan.
25. Rumah sakit memberikan asuhan pasien menjelang akhir kehidupan dengan
memperhatikan kebutuhan pasien dan keluarga, mengoptimalkan kenyamanan dan
martabat pasien, serta mendokumentasikan dalam rekam medis.
14
BAB IV
TATA LAKSANA
15
3. ANGGOTA KODE BIRU
A. Dokter: Unit Gawat Darurat
B. Mendatangi pediatrik atau warga senior
C. Dokter: Penyakit Dalam
D. Dokter: Operasi umum
E. Unit Perawatan Intensif/Perawat Darurat
F. Terapis Pernapasan
G. Teknisi EKG (electrocardiogram)
H. Pengawas Keperawatan
4. PERAN ANGGOTA TIM PERAWAT DARURAT
A. Menjaga jalan napas/oksigenasi/ventilasi
B. Memberlakukan monitor mengarah/bantalan defibrilator
C. Memulai akses Intravenous
D. Pengelola obat-obatan
E. Pelatihan ACLS (Administers Electrical Shock)
F. Membantu dengan prosedur intubasi
G. Melengkapi rekam CPR
5. PERAN ANGGOTA TIM PERAWAT PRIMER
A. Aktifkan tim kode biru
B. Membawa Troli Resusitasi Darurat
C. Tempatkan papan dibawah pasien
D. Memulai Resusitasi Cardio Paru 2 orang
E. Mengelola ventalisai 100% O2 dengan Kantong/katup/masker
F. Memberikan Elektro kardiogram mengarah
G. Memberikan bantalan defibrillator “lepas tangan”
H. Memastikan pasien akses Intra Venous (intra vena)
I. Mempersiapkan penyedotan
J. Mendapatkan pasokan dari troli CPR/Persediaan Ruangan
K. Merekam peristiwa di rekam CPR
6. KETERAMPILAN PERAWATAN KODE BIRU
A. Mengidentifikasi pernapasan/serangan jantung
B. Aktifkan Kode Biru
C. Pemberian Oksigen: Nasal cannula, masker
D. Resusitasi Kantong-Katup-Masker dengan 100% O2
E. Memantau Jantung/Aplikasi bantalan defibrillator
16
F. Akses Intra Venous (intra vena)
G. Administrasi obat
H. Defibrillasi (pelatihan ACLS)
I. Dokumentasi CPR
7. PERAN ANGGOTA TIM PERSONIL PENDUKUNG
A. Terapis Pernapasan
1) Menjaga jalan napas dan oksigenasi/ventilasi
2) Membantu dengan prosedur intubasi
B. Teknisi EKG: Melakukan 12 EKG
C. Apoteker: Mempersiapkan obat
8. SURVEI DASAR BANTUAN HIDUP
A. Membentuk sikap responsif
B. Aktifkan Sistem Tanggap Darurat
C. Sirkulasi
D. Defibrillasi
9. MEMBENTUK SIKAP RESPONSIF
A. Tekan dan berteriak “Apakah anda baik-baik saja
B. Periksa kesadaran/pernapasan abnormal dengan membaca gerakan dada
10. MENGAKTIFKAN SISTEM TANGGAP DARURAT
A. Meminta bantuan atau mengirim seseorang untuk pertolongan
1) Berteriak minta tolong
2) Protokol Kode Biru
B. Dapatkan Defibrillator Eksternal Otomatis
11. SIRKULASI
A. Periksa nadi corotid selama 5-10 detik
B. Jika tidak ada nadi Mulai Resusitasi Cardio Paru
1) Menekan pusat dada (lebih rendah ½ dari sternum)
17
2) Rasio: 30:2 menekan untuk napas
3) Kedalaman: paling tidak 2 inci
4) Tingkat: paling tidak 100 tekanan per menit
5) Memungkinkan melengkapi pentalan dada
6) Meminimalkan interupsi
7) Beralih penyedia setiap 2 menit
8) Hindari ventilasi berlebihan
C. Jika nadi mulai ada mulai bantuan pernapasan
1) 1 napas setiap 5-6 detik (10-12 napas per menit)
2) Periksa nadi setiap 2 menit
12. DEFIBRILLASI
A. Jika tidak ada nadi periksa untuk irama kejut segera setelah AED datang
B. Memberikan kejutan seperti yang diindikasikan
C. Ikuti setiap kejut segera dengan menekan CPR
13. SURVEI MENDUKUNG KELANJUTAN KEHIDUPAN JANTUNG
A. Jalan napas
B. Pernapasan
C. Sirkulasi
D. Perbedaan Diagnosa
14. JALAN NAPAS
A. Mempertahankan jalan napas paten dibawah sadar
1) Dagu mengangkat kepala miring
2) Tambahan jalan napas sederhana:
B. Gunakan jalan napas lanjutan jika
diperlukan:
Konfirmasi penempatan yang tepat
C. Pemeriksaan fisik
D. Kuantitatif gelombang Capnography
1) Perangkat aman untuk mencegah keluar dari posisi
2) Memantau penempatan jalan napas dengan kuantitatif gelombang
3) Capnography terus menerus
15. PERNAPASAN
A. Tambahan O2 ketika diindikasi
1) Menetapkan kadar O2 untuk oksigen sat ≥ 94% tidak menahan Pt’s
18
2) 100% O2 untuk Pt’s dalam serangan jantung
B. Memantau kecukupan ventilasi dan oksigenasi
1) Kriteria klinis: kenaikan dada dan cyanosis
2) Kuantitatif gelombang capnography
3) Saturasi oksigen
C. Hindari ventilasi berlebihan
4.1.2 PERBEDAAN DIAGNOSA
1. Mencari dan mengobati penyebab reversible
H’s DAN T’s
- Hypoxia - Ketegangan pneumothorax
- Hypovolemia - Tamponade jantung
- Hydrogen ion (acidosis) - Racun
- Hypo/hyper kalemia - Trombosis Paru
- Hypothermia - Trombosis Koroner
2. Kualitas CPR
A. Menekan keras (≥ 2 inci{5 cm}) dan cepat (≥ 100/menit) dan
memungkinkan
melengkapi pentalan dada
B. Meminimalkan gangguan dalam kompresi
C. Hindari ventilasi berlebihan
D. Putar kompresor setiap 2 menit
E. Jika tidak ada jalan napas, 30:2 rasio kompresi ventilasi
F. Kuantitatif gelombang capnography
Jika Petco2<10 mm Hg, berusaha untuk meningkatkan kualitas CPR
G. Tekanan intra arteri
Jika fase relaksasi (diastolic) tekanan <20 mmHg, berusaha untuk
meningkatkan kualitas CPR
3. Kembalinya Sirkulasi Spontan (ROSC)
A. Nadi dan tekanan darah
B. Peningkatan yang berkelanjutan mendadak di Petco 2 (biasanya) ≥ 40 mm
Hg)
C. Gelombang tekanan spontan arteri dengan pemantauan intra arteri
4. Energi Kejut
19
A. Biphasic:Rekomendasi produksi (misalnya, dosis awal 120-200 J); jika
tidak diketahui, gunakan maksimum yang tersedia. Dosis kedua dan
selanjutnya harus setera, dan dosis tertinggi dapat dipertimbangkan.
B. Monophasic: 360 J
5. Terapi Obat
A. Dosis Epinephrine IV/IO: 1 mg setiap 3-5 menit
B. Dosis Vasopressin IV/IO: 40 unit dapat menggantikan dosis pertama atau
kedua epinephrine
C. Dosis Amiodarone IV/IO:
1) Dosis pertama: 300 mg bolus
2) Dosis kedua: 150 mg
6. Jalan Napas Lanjutan
A. Jalan napas lanjutan Supraglottic atau intubasi endotracheal
B. Gelombang capnography untuk mengkonfirmasi dan memantau
penempatan tabung ET
C. 8-10 napas per menit dengan penekanan dada terus menerus
7. Penyebab Reversibel
A. Hypovolemia
B. Hypoxia
C. Hydrogen ion (acidosis)
D. Hypo-/hyperkalemia
E. Hypothermia
F. Ketegangan pneumothorax
G. Tamponade, jantung
H. Racun
I. Trombosis, paru
J. Trombosis, koroner
20
Algoritma BLS dewasa sederhana
BLS Dewasa sederhana
21
Algoritma Bradycardia
Bradycardia Dewasa
(Dengan Nadi)
Ya Atropine Dosis/Detail
Jika atropine tidak efektif: Dosis Atropine IV:
Bolak balik Dosis pertama: 0.5 mg
transcutaneous bolus
ATAU
Ulangi setiap 3-5 menit
Infus Dopamine
ATAU Maksimum: 3 mg
Infus Epinephrine
Pertimbangkan:
2-10 mcg/kg per menit
Konsultasi ahli
Bolak balik Infusi Epinephrine IV:
transvenous
2-10 mcg per menit
22
© 2010 American Heart Association
Algoritma Tachycardia
Tachycardia Dewasa
(dengan nadi)
Dosis/Detail
Ya
Dosis Adenosine IV:
24
Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter yang
merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan DNR direkam medis harus
pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) harus dimusnahkan.
PERMINTAAN
Transfusi Darah dari
Unit Rawat Inap, unit
Rawat Jalan
Unit Transfusi Darah (UTD) PMI :
Dilakukan pemeriksaan jenis gol
30 Menit darah, cross match dan blood
Pengambilan sampel (5-10ml )
darah pasien screening (HIV, Hep.B, Hep.C, Sifilis
Unit
1-2 jam
Non Reaktif
Reaktif
10 menit
PENERIMAAN DARAH
5 di Unit
Laboratorium
6
10 menit
Respon Time penyerahan darah transfusi mulai dari permintaan darah transfusi dari
dokter yang merawat hingga permintaan kantong darah transfusi ke UTD PMI dan
penyerahan kantong darah transfusi ke tangan pasien adalah 1-2jam.
25
4.3.3 Permintaan Darah
Bila akan memerlukan darah untuk transfusi, maka sekitar 5-10 ml darah
pasien mesti diambil dan dimasukkan kedalam tabung kering untuk memastikan
serum yang cukup untuk melakukan uji kecocokan.
Formulir permintaan disertai keterangan tentang pasien, dan harus
ditandatangani oleh dokter yang merawat pasien, atau oleh orang yang mendapat
tugas oleh dokter untuk mengisi hal-hal sebagai berikut :
A. tanggal permintaan
B. nama lengkap pasien
C. tanggal lahir pasien
D. jenis kelamin pasien
E. nomor registrasi rumah sakit
F. ruang rawat pasien
G. alamat pasien
H. diagnosis kerja
I. riwayat transfusi sebelumnya
J. riwayat reaksi transfusi sebelumnya
K. pada wanita: jumlah kehamilan sebelumnya
L. jumlah dan jenis unit darah atau produk darah yang diperlukan
M. apakah serum pasien mesti digolongkan dan diteliti
N. alasan transfusi
O. tanggal dan waktu diperlukan
P. tanda - tangan dokter yang menerima darah
Permintaan darah ke Unit Transfusi Darah PMI setempat sesuai kesepakatan
pihak Unit Laboratorium Rumah Sakit dengan Unit Transfusi Darah PMI setempat
dan tertuang dalam Ikatan Kerjasama (IKS). Transportasi distribusi darah dengan
menggunakan cool box transportasi darah.
4.3.4 Penerimaan Darah atau Pengadaan Darah
A. Unit menerima darah aman dari unit Laboratorium Darah PMI setempat
sesuai permintaan.
B. Petugas dari Unit Laboratorium PMI menilai kondisi darah, dan mampu
mengenali tanda-tanda fisik darah aman dan standar labelling
C. Tersedia SPO penerimaan darah dari Laboratorium PMI
4.3.5 Cara Penyimpanan
26
A. Penyimpanan darah dan komponen dilakukan dalam tempat dan suhu optimal
yaitu :
27
akan menerima transfuse dengan volume besar dalam jangka waktu yang
singkat.
4.3.6 Persiapan Transfusi
28
5. Transfusi set mengalirkan darah 1 ml dalam 20 tetes. Laju tercepat yang bisa
tercapai adalah 60 ml permenit. Laju transfusi tergantung pada status
kardiopulmoner resipien. Jika status kardiopulmoner normal, maka dapat
diberikan 10-15 ml/kgBB dalam waktu 2-4 jam. Jika tidak ada hemovolemia maka
batas aman transfusi adalah 1 ml/kgBB/jam (1 unit kurang lebih 3 jam) atau 1000
ml dalam 24 jam. Tetapi jika terdapat gagal jantung yang mengancam maka tidak
boleh ditransfusikan melebihi 2 ml/kgBB/jam. Karena darah adalah medium
kultur yang ideal untuk bakteri, sebaiknya transfusi satu unit darah tidak boleh
melewati 5 jam karena meningkatnya resiko proliferasi bakteri.
6. Kasus-kasus dengan perdarahan yang hebat kadang-kadang dibutuhkan transfusi
yang cepat sampai 6-7 bag dalam setengah jam. Setelah sirkulasi tampak membaik
dikurangi hingga 1 bag tiap 15 menit. Tidak dianjurkan memberi obat antihistamin
, antipiretika, atau diuretika secara rutin sebelum transfusi untuk mencegah reaksi.
Reaksi panas pada dasarnya adalah tanda bahaya bahwa sedang terjadi reaksi
transfusi. Diuretika hanya diperlukan pada pasien anemia kronis yang perlu
transfusi sampai 20 ml/kgBB dalam 24 jam.
7. Cara-cara Meningkatkan Kecepatan Transfusi :
A. Letakkan botol darah setinggi mungkin. Peningkatan 2 kali menyebabkan
kecepatan transfusi meningkat 2 kali pula.
B. Pergunakan jarum atau kanula sebesar mungkin.
C. Dengan memompakan darah meningkatkan tekanan udara dalam botol.
D. Dengan memompakan darah-darah yang berada di dalam kateter bawah.
4.3.8 Komplikasi Transfusi
1. Pencatatan dan pelaporan dari reaksi yang timbul dari transfusi darah
Reaksi-reaksi transfusi dapat dibagi menjadi 3 tingkatan :
A. Reaksi demam :
Reaksi demam menimbulkan sakit kepala yang disertai rasa dingin tiba-tiba,
lalu gemetaran disertai kenaikan suhu badan. Reaksi-reaksi ini dapat
menjadi berat, tetapi akan bereaksi baik dengan pengobatan
B. Reaksi alergi
Reaksi alergi yang berat, kadang-kadang disebut reaksi anafilaktik,
sebenarnya jarang terjadi. Pada kasus tertentu, pasien itu dapat mengalami
urtikaria pada kulit, bronkospasme yang sedang dan mungkin udem
tenggorokkan. Reaksi-reaksi seperti ini jarang terjadi dan bereaksi cepat
29
dengan pengobatan. Adanya urtikaria ini apabila tidak disertai dengan gejala
alergi yang lain adalah satu-satunya reaksi transfusi dimana transfusi dapat
diteruskan. Biasanya transfusi dihentikan atau dilambatkan sementara,
selama 15-30 menit, sambil menunggu efek pemberian antihistamin berupa
memucatnya bercak-bercak merah pada kulit. Pencegahan dapat dilakukan
dengan pemberian antihistamin pre-transfusi seperti tersebut diatas atau
pemakaian komponen-komponen darah yang dapat dibebaskan dari protein
plasma seperti eritrosit cuci atau frozen red cells. Dengan makin meluasnya
pemakaian plastic bags maka insidensi urtikaria dapat turun sampai 1-3 %
bila dibandingkan dengan pemakaian botol yang dipakai ulang.
Reaksi-reaksi alergi dapat dibagi menjadi 2 jenis:
Jenis pertama terjadi bila suatu plasma donor mengandung antigen yang
larut (seringkali disebut atopen) ditransfusikan kepada pasien yang darahnya
mempunyai antibodi terhadap antigen spesifik. Antibodi ini seringkali
dinamakan reagin.
Jenis kedua lebih jarang lagi, tetapi bisa terjadi bila seorang pasien mendapat
transfusi suatu plasma donor yang kaya akan antibodi. Antibodi yang
dipindahkan secara pasif ini bisa tetap ada dalam tubuh pasien itu selama 90
hari. Selama masa itu, jika pasien tersebut mendapat suatu transfusi
berikutnya yang plasmanya mengandung antigen spesifik terhadap antibodi
itu, maka suatu reaksi akan terjadi.
Kebanyakan reaksi-reaksi alergi bisa dicegah dengan menanyai para donor
disaat mereka menyumbangkan darahnya untuk mengetahui apakah ada
riwayat alergi yang pernah mereka alami.
C. Reaksi hemolitik
Dari ketiga jenis reaksi transfusi, reaksi hemolitik adalah yang terberat dan
diawali dengan :
Antibodi dalam serum pasien bereaksi dengan antigen pasangannya yang
ada pada sel darah merah donor. Atau antibodi dalam plasma donor bereaksi
dengan antigen pasangannya yang ada dalam sel darah merah pasien.
Reaksi hemolitik transfusi bisa terjadi baik secara intravaskular maupun
secara ekstravaskular. Reaksi intravaskular berakibat hemolisis sel-sel darah
merah dalam sistem sirkulasi, lalu terjadi ikterik dan hemoglobinemia.
Reaksi-reaksi ini terutama disebabkan oleh antibodi jenis IgM dan yang
paling berbahaya anti-A dan anti-B spesifik dari sistem ABO. Kebanyakan
30
reaksi jenis ini berakibat fatal akibat perdarahan yang tidak teratasi atau
gagal ginjal. Reaksi ekstravaskular yang jarang terjadi juga sama beratnya
seperti reaksi intravaskular, walaupun dapat berakibat suatu keadaan yang
menambah penderitaan pasien. Reaksi fatal biasanya jarang terjadi. Reaksi
jenis ini disebabkan oleh antibodi-antibodi jenis IgG yang mengakibatkan
sejumlah perusakan sel-sel darah merah oleh makrofag. Keadaan seperti ini
kadang-kadang berakibat penurunan tajam secara tiba-tiba pada kadar
hemoglobin pasien, seringkali terjadi setelah 10 hari sesudah transfusi
diberikan.
D. Perkemihan
1) Kebersihan area genetalia
2) Jumlah cairan masuk
3) Buang air besar
4) Produksi urine
E. Pencernaan
1) Nafsu makan
2) Porsi makan
3) Minum
4) Mulut
5) Mual, muntah
6) Buang air besar
7) Lain – lain
F. Muskuloskeletal / Intergumen :
1) Kemampuan pergerakan sendi
2) Warna kulit
3) Odema
4) Dekubitus
5) Luka
6) Kontraktur
7) Fraktur
8) Jalur infuse
9) Lain – lain
32
4.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Ada beberapa faktor yang harus dikaji oleh dokter dan perawat untuk dapat
memberikan pelayanan yang bermutu pada pasien dengan kondisi terminal, yaitu :
1. Faktor fisik
Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain perubahan pada penglihatan,
pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri. Di
ruang perawatan, staff harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi
pada pasien. Pasien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-
bulan sebelum terjadi kematian. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik
yang terjadi pada pasien terminal karena hal tersebut menimbulkan
ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan pasien dalam pemeliharaan diri
2. Faktor psikologis
Perubahan psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat
harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus
bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukkan apakah sedih, depresi, atau
marah. Problem psikologis lainnya muncul pada pasien terminal antara lain
ketergantungan, ajal yang terjadi pada pasien terminal.
3. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal,
karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung,
tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya.
Ketidakyakinan dan keputusan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat
harus bisa mengenali tanda pasien mengisolasi diri, sehingga dapat
memberikan dukungan sosial bisa dari teman dekat, kerabat/ keluarga terdekat
untuk selalu menemani pasien
4. Faktor Spiritual
Sejalan dengan memburuknya kondisi pasien perawat membuat diagnose
yang relevan dengan kebutuhan dasar seperti perubahan rasa nyaman,
perubahan eleminasi, pernafasan tidak efektif, perubahan sensoris dan
sepertinya. Berbagai kondisi tersebut bias di tuangkan dalam bentuk diagnose
actual atau potensial. Karena sifat dan tingkat keparahan kondisi terminal,
data pengkajian fisik harus di kumpulkan dengan sering dan dapat digunakan
untuk memvalidasi diagnosa.
33
4.4.3 Tatalaksana Pelayanan Pada Tahap Terminal
34
D. Jubah atau celemek, sebaiknya kedap air
3. Jenazah di mandikan oleh petugas kamar jenazah yang telah memahami
membersihkan/ memandikan jenazah penderita penyakit menular (jika
keluarga meminta)
4.4.5 Kesimpulan
Asuhan terhadap orang yang menjelang ajal telah memasuki dimensi baru, apa
yang sebelumnya dianggap tabu telah muncul sampai tingkat sensitivitas yang
meningkat dan kesadaran akan persamaan publik dan profesional. Ada juga
perubahan sosial dalam mengenali kebutuhan unit lansia. Tidak hanya itu, dua
perubahan vital ini telah memengaruhi peran dan tanggung jawab perawat dalam
memberikan asuhan yang kompeten kepada lansia yang menjelang ajal
35
BAB V
DOKUMENTASI
36
BAB VI
PENUTUP
Panduan Pelayanan Asuhan Pasien ini dapat menjadi pegangan serta pedoman bagi
pelayanan medik dan keperawatan sehingga pelayanan yang dihasilkan mempunyai mutu,
efektifitas serta efisiensi sesuai dengan pelayanan yang diharapkan.
Keberadaan Panduan Pelayanan Asuhan Paisen ini sangat penting dan dapat dipisahkan
dengan program menjaga mutu (Quality Assurance Program) dan merupakan suatu proses yang
berkesinambungan serta dinamis. Oleh karena itu kami mengharapkan akan mengakami
perbaikan dan penyempurnaan atau revisi kembali dimasa yang akan datang.
Akhirnya kami mengharapkan semoga Panduan Pelayanan Asuhan Pasien ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan dapat mencapai saran yang diharapkan.
37