Anda di halaman 1dari 37

PANDUAN

PELAYANAN ASUHAN
PASIEN
(EDISI KETIGA)
RSIA PURI BUNDA

1
2
3
4
Lampiran
Peraturan Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Bunda
Nomor : 058/PER/DIR/PB/V/2022

Tentang
PANDUAN PELAYANAN ASUHAN PASIEN

BAB I
DEFINISI

1.1 CODE BLUE dan BASIC LIFE SUPPORT (BLS)


Code Blue adalah kondisi darurat medis yang terjadi di dalam area rumah sakit. Kondisi
darurat medis ini membutuhkan perhatian segera. Panggilan code blue harus segera dimulai
setiap kali seseorang ditemukan dalam kondisi cardiac atau respiratory arrest (tidak responsif,
nadi tidak teraba, atau tidak bernapas) misalnyapasien yang membutuhkan resusitasi
kardiopulmoner (CPR).
Code Blue Team adalah suatu tim yang terdiri dari dokter dan paramedis yang dibentuk
sebagai tim terlatih yang akan merespon secara cepat setiap panggilan code blue untuk
melakukan tindakan penyelamatan. Tim ini dilengkapi dengan peralatan dan obat-obatan
emergency seperti defibrilator, peralatan intubasi, suction, oksigen, ambubag, obat-obatan
resusitasi (adrenalin, atropin, lignocaine) dan IV set untuk menstabilkan pasien.
BLS atau Bantuan Hidup Dasar merupakan respons awal tindakan gawat darurat yang
meliputi membebaskan jalan napas (airway), pernapasan yang adekuat (breathing) dan
sirkulasi yang adekuat (circulation) dengan pijat jantung. Skills BLS haruslah dikuasai oleh
semua orang karena seringkali korban justru ditemukan pertamakali bukan oleh tenaga medis.
BLS adalah suatu cara memberikan bantuan/pertolongan hidup dasar yang meliputi.

1.2 DON’T RESUSCITATION (DNR)


DNR atau do-not-resuscitate adalah suatu perintah yang memberitahukan tenaga medis
untuk tidak melakukan CPR. Hal ini berarti bahwa dokter, perawat, dan tenaga emergensi medis
tidak akan melakukan usaha CPR bila pernapasan maupun jantung pasien berhenti CPR atau
cardiopulmonary resuscitation adalah suatu prosedur medis yang digunakan untuk
mengembalikan fungsi jantung (sirkulasi) dan pernapasan spontan pasien bila seorang pasien
mengalami kegagalan jantung maupun pernapasan.

5
Tindakan Do Not Resuscitate (DNR) adalah suatu tindakan di mana jika pasien
mengalami henti jantung dan atau napas, paramedis tidak akan dipanggil dan tidak akan
dilakukan usaha resusitasi jantung-paru dasar maupun lanjut.
A. Jika pasien mengalami henti jantung dan atau napas, lakukan asesmen segera untuk
mengidentifikasi penyebab dan memeriksa posisi pasien, patensi jalan napas, dan
sebagainya. Tidak perlu melakukan usaha bantuan hidup dasar maupun lanjut.
B. DNR tidak berarti semua tata laksana / penanganan aktif terhadap kondisi pasien
diberhentikan. Pemeriksaan dan penanganan pasien (misalnya terapi intravena,
pemberian obat-obatan) tetap dilakukan pada pasien DNR.
C. Semua perawatan mendasar harus terus dilakukan, tanpa kecuali.
A. Fase / kondisi terminal penyakit adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera
atau penyakit, yang menurut perkiraan dokter atau tenaga medis lainnya tidak
dapat disembuhkan dan bersifat ireversibel, dan pada akhirnya akan menyebabkan
kematian dalam rentang waktu yang singkat, dan di mana pengaplikasian terapi
untuk memperpanjang / mempertahankan hidup hanya akan berefek dalam
memperlama proses penderitaan / sekarat pasien.
B. Pelayanan paliatif adalah pemberian dukungan emosional dan fisik untuk
mengurangi nyeri / penderitaan pasien. Hal ini termasuk: pemberian nutrisi,
hidrasi, dan kenyamanan, kecuali terdapat instruksi spesifik untuk menunda
pemberian nutrisi / hidrasi.
C. Menghormati keinginan pasien dan keluarganya
D. Kecuali perintah DNR dituliskan oleh dokter untuk seorang pasien, maka dalam
kasus-kasus henti jantung dan henti napas, tenaga emergensi wajib melakukan
tindakan resusitasiKetika memutuskan untuk menuliskan perintah DNR, dokter
tidak boleh mengesampingkan keinginan pasien maupun walinyaPerintah DNR
dapat dibatalkan (atau gelang DNR dapat dimusnahkan)

1.3 TRANFUSI DARAH


Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor) ke
orang sakit (resipien) yang diberikan secara intravena melalui pembuluh darah. Darah yang
dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan komponen darah. Transfusi darah dapat
dikelompokkan menjadi 2 golongan utama berdasarkan sumbernya, yaitu transfusi allogenic
dan transfusi autologus. Transfusi allogenic adalah darah yang disimpan untuk transfusi berasal
dari tubuh orang lain. Sedangkan transfusi autologus adalah darah yang disimpan berasal dari

6
tubuh donor sendiri yang diambil 3 unit beberapa hari sebelumnya, dan setelah 3 hari
ditransferkan kembali ke pasien.
Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor) ke
orang sakit (resipien) yang diberikan secara intravena melalui pembuluh darah. Darah yang
dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan komponen darah. Transfusi darah dapat
dikelompokkan menjadi 2 golongan utama berdasarkan sumbernya,yaitu transfusi allogenic
dan transfusi autologus. Transfusi allogenic adalah darah yang disimpan untuk transfusi berasal
dari tubuh orang lain. Sedangkan transfusi autologus adalah darah yang disimpan berasal dari
tubuh donor sendiri yang diambil 3 unit beberapa hari sebelumnya, dan setelah 3 hari
ditransferkan kembali ke pasien.

1.4 TERMINAL
Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan untuk pasien yang
mengalami sakit atau penyakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan menuju pada
proses kematian dalam 6 (enam) bulan atau kurang. Pasien yang berada pada tingkat akhir
hidupnya memerlukan pelayanan yang berfokus akan kebutuhannya yang unik. Pasien dalam
tahap ini dapat menderita gejala lain yang berhubungan dengan proses penyakit atau terapi
kuratif atau memerlukan bantuan berhubungan dengan faktor psikososial, agama dan budaya
yang berhubungan dengan proses kematian. Keluarga dan pemberi layanan dapat diberikan
kelonggaran melayani pasien tahap terminal dan membantu meringankan rasa sedih dan
kehilangan.
Penyakit terminal adalah suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi. Kematian
adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa peringatan atau mengikuti
priode sakit yang Panjang. Terkadang kematian menyerang usia muda tetapi selalu menunggu
yang tua.
Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui
suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu.
Pendampingan dalam proses kematian adalah Suatu pendampingan dalam kehidupan
karena mati itu termasuk bagian dari kehidupan. Manusia dilahirkan, hidup beberapa tahun, dan
akhirnya mati. Manusia akan menerima bahwa itu adalah kehidupan, dan itu memang akan
terjadi, kematian adalah akhir dari kehidupan ( P.J.M. Stevens, dkk, 282,1999 ).
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernafasan, nadi, dan tekanan darah
serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktifitas otak
atau terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap.
Selain itu, dr.H.Ahmadi NH,Sp.KJ juga mendefininisikan Death :
7
1. Hilangnya fase sirkulasi dan respirasi yang irreversible.
2. Hilangnya fase keseluruhan otak, termasuk batang otak

Dying dan death merupakan dua istilah yang sulit untuk dipisahkan, serta merupakan
suatu fenomena tersendiri. Dying lebih ke arah suatu proses, sedangkan death merupakan dari
hidup. ( Eny Retna Ambarawati, 2010).

8
BAB II
RUANG LINGKUP

2.1 CODE BLUE dan BASIC LIFE SUPPORT (BLS)


Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan bahwa semua kondisi darurat
medis kritis tertangani dengan resusitasi dan stabilisasi sesegera mungkin. Sistem respon
terbagi dalam 2 tahap.
1. Respon awal (responder pertama) berasal petugas rumah sakit yang berada di
sekitarnya,dimana terdapat layanan Basic Life Support (BLS).
2. Respon kedua (responder kedua) merupakan tim khusus dan terlatih yang berasal
dari departemen yang ditunjuk oleh pihak rumah sakit.
Sistem respon dilakukan dengan waktu respon tertentu berdasarkan standar kualitas
pelayanan yang telah ditentukan oleh rumah sakit. Untuk menunjang hal tersebut yang
dilakukan adalah :
1. Semua personil di rumah sakit harus dilatih dengan keterampilan BLS untuk
menunjang kecepatan respon untuk BLS di lokasi kejadian.
2. Peralatan BLS harus ditempatkan di lokasi yang strategis dalam kawasan rumah
sakit, misalnya lobi rumah sakit, ruang tunggu poliklinik dan ruang rawat inap,
dimana peralatan dapat dipindah atau dibawa untuk memungkinkan respon yang
cepat.

2.2 DON’T RESUSCITATION (DNR)


Pelaksanaan DNR dilakukan di beberapa unit atau instalasi sebagai berikut;
1. Instalasi Rawat Inap
2. Maternal dan Perinatal
A. Unit Kamar Bersalin
B. Ruang Perinatologi Fisiologi
C. Ruang Perinatologi Patologi
3. Unit Intensive (NICU, PICU dan ICU)
4. Instalasi Gawat Darurat
5. Recovery room

9
2.3 TRANFUSI DARAH
Ruang lingkup Transfusi darah meliputi pelayanan bagi pasien-pasien di

1. Instalasi Gawat Darurat


2. Instalasi Rawat Inap
3. Unit Kamar Operasi.
4. Perinatologi
5. Unit Intensive (NICU, PICU dan ICU)

2.4 TERMINAL
Pelayanan pasien tahap terminal ini berlaku untuk semua staf dan unit-unit pelayanan di
RSIA Puri Bunda, meliputi :

1. Instalasi rawat inap


2. Ruang Perinatologi Patologi
3. Unit kamar operasi
Ketepatan pemberian pelayanan harus dimulai pada saat kontak pertama dengan
pasien, saat dokter telah mengindentifikasi pasien tahap terminal dari segi medis dan
perawat mengidentifikasi gejala tahap terminal.
Hal ini merupakan tanggung jawab semua staf RS baik klinis atau admisi. RS melatih
staf untuk menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir kehidupannya yaitu meliputi
pengobatan terhadap gejala primer dan sekunder, manajemen nyeri, respon terhadap aspek
psikologis, sosial, emosional, agama dan budaya pasien dan keluarganya serta
keterlibatannya dalam keputusan pelayanan.

10
BAB III
KEBIJAKAN

1. Pelayanan dan Asuhan Pasien meliputi:


a. Pemberian pelayanan yang seragam
b. Pelayanan pasien risiko tinggi dan penyediaan pelayaann risiko tinggi
c. Pemberian makanan dan terapi nutrisi;
d. Pengelolaan nyeri; dan
e. Pelayanan menjelang akhir hayat.
2. Rumah sakit memberikan asuhan yang seragam kepada pasien yang mencakup :
a. Akses untuk mendapatkan asuhan dan pengobatan tidak bergantung pada kemampuan
pasien untuk membayar atau sumber pembayaran.
b. Akses untuk mendapatkan asuhan dan pengobatan yang diberikan oleh PPA yang
kompeten tidak bergantung pada hari atau jam yaitu 7 (tujuh) hari, 24 (dua puluh
empat) jam.
c. Kondisi pasien menentukan sumber daya yang akan dialokasikan untuk memenuhi
kebutuhannya.
d. Pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien, sama di semua unit pelayanan di
rumah sakit misalnya pelayanan anestesi.
e. Pasien yang membutuhkan asuhan keperawatan yang sama akan menerima tingkat
asuhan keperawatan yang sama di semua unit pelayanan di rumah sakit.
3. Rumah sakit Pelayanan dan asuhan yang terintegerasi di dan anter berbagai unit pelayanan
a) Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagai pimpinan klinis/ketua tim PPA
(clinical leader).
b) PPA bekerja sebagai tim inter disiplin dengan kolaborasi interprofesional,
menggunakan panduan praktik klinis (PPK), alur klinis/clinical pathway terintegrasi,
algoritma, protokol, prosedur, standing order, dan catatan perkembangan pasien
terintegrasi (CPPT).
c) Manajer Pelayanan Pasien (MPP)/Case Manager menjaga kesinambungan pelayanan.
d) Keterlibatan serta pemberdayaan pasien dan keluarga dalam asuhan bersama PPA h
dengan memastikan :
a. Asuhan direncanakan untuk memenuhi kebutuhan pasien yang unik berdasar atas
pengkajian
b. Rencana asuhan diberikan kepada tiap pasien

11
c. Respons pasien terhadap asuhan dipantau dan
Rencana asuhan dimodifikasi bila perlu berdasarkan respons pasien.
4. Rumah sakit menetapkan seluruh instruksi dari PPA harus dicatat dalam rekam medis
a) Instruksi diijinkan melalui telepon terbatas pada situasi darurat dan ketika dokter tidak
berada di tempat/di rumah sakit.
b) Instruksi verbal diijinkan terbatas pada situasi dimana dokter yang memberi instruksi
sedang melakukan tindakan/prosedur steril.
c) yang berwenang memberikan instruksi adalah PPA yang Kompeten
d) Pemberian instruksi dan pendokumentasiannya oleh PPA yang kompeten dan
berwenang di CPPT pada kolom Instruksi oleh PPA.
5. Permintaan pemeriksaan laboratorium (termasuk pemeriksaan Patologi Anatomi) dan
diagnostik imajing tertentu disertai dengan indikasi klinik Pengecualian dalam kondisi
khusus, misalnya di unit darurat dan unit intensif
6. Rencana asuhan dibuat setelah melakukan pengkajian awal dalam waktu 24 jam terhitung
sejak pasien diterima sebagai pasien rawat inap
7. Rencana asuhan oleh DPJP dan PPA dengan metode IAR di lembar CPPT atau lembar
asasmen awal
8. DPJP melakukan verivikasi di setiap lembar CPPT yang ada hasil asuhan dari PPA lain Per
24 Jam
9. Rumah sakit mengidentifikasi dan memberikan asuhan pada pasien risiko tinggi dan
pelayanan risiko tinggi sesuai kemampuan, sumber daya dan sarana prasarana yang dimiliki
meliputi :
a. Pasien emergensi
b. Pasien koma
c. Pasien dengan alat bantuan hidup
d. Pasien risiko tinggi lainnya yaitu pasien dengan penyakit hipertensi, dan diabetes
e. Pasien dengan risiko bunuh diri
f. Pelayanan pasien dengan penyakit menular dan penyakit yang berpotensi
menyebabkan kejadian luar biasa
g. Pelayanan pada pasien yang direstrain
h. Pelayanan pasien paliatif
10. Rumah sakit mengidentifikasi Risiko tambahan pasca asuhan
a. Trombosis vena dalam
b. Luka decubitus
c. Infeksi pada penggunaan ventilator pd pasien
12
d. Cedera neurologis dan pembuluh darah (PD) pd pasien restrain
e. Infeksi saluran/slang sentral;
f. Pasien jatuh
11. Rumah sakit ibu dan anak puri bundaTIDAK melayani
a. Pelayanan pada pasien dengan “immuno-suppressed”
b. Pelayanan pada pasien yang mendapatkan pelayanan dialisis;
c. Pelayanan pada pasien yang menerima kemoterapi
d. Pelayanan pada pasien yang menerima radioterapi, pelayanan pada pasien risiko tinggi
lainnya (misalnya terapi hiperbarik dan pelayanan radiologi intervensi)

12. Rumah skit ibu dan anak Puri Bunda Menetapkan prosedur, panduan praktik klinis
(PPK), clinical
13. Rumah skit ibu dan anak Puri Bunda Melatih staf untuk menerapkan prosedur, panduan
praktik klinis (PPK), clinical pathway dan rencana perawatan rencana perawatan
14. Rumah sakit memberikan pelayanan geriatri tingkat sederhana (rawat jalan dan
homecare)
15. Rumah sakit menerapkan proses pengenalan perubahan kondisi pasien yang memburuk
(Early Warning System)
16. Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Bunda memberikan pelayanan resusitasi
17. Rumah sakit memberikan Pelayanan darah dan produk darah dilaksanakan sesuai dengan
panduan klinis serta prosedur yang ditetapkan rumah sakit.
18. Rumah sakit memberikan makanan untuk pasien rawat inap dan terapi nutrisi terintegrasi
untuk pasien dengan risiko nutrisional. Rumah sakit menyediakan makanan sesuai dengan
kebutuhan pasien.
19. Pasien dan keluarga dilarang membawa makanan dari luar (dikhususkan pada pasien yang
mendapatkan terapi diet khusus) demi menjaga keamanan pasien
20. Pasien dan keluarga tidak di perkenankan membawa makanan untuk pasien Makanan yang
dibawa oleh keluarga atau orang lain disimpan dengan benar untuk mencegah kontaminasi
21. Skrining gizi dilakukan untuk menentukan status gizi pasien
22. Penyiapan, penyimpanan, penerimaan dan penyajian makanan mematuhi cara mengurangi
risiko kontaminasi dan pembusukan
23. Pelayanan gizi dilaksanakan secara terintegrasi terutama pada pasien dengan risiko tinggi
24. Pasien mendapatkan pengelolaan nyeri yang efektif, meliputi :
a. Identifikasi pasien dengan rasa nyeri pada pengkajian awal dan pengkajian ulang.
b. Memberi informasi kepada pasien bahwa rasa nyeri dapat merupakan akibat dari

13
terapi, prosedur, atau pemeriksaan.
c. Memberikan tata laksana untuk mengatasi rasa nyeri, terlepas dari mana nyeri
berasal, sesuai dengan regulasi rumah sakit.
d. Melakukan komunikasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai
pengelolaan nyeri sesuai dengan latar belakang agama, budaya, nilai-nilai yang
dianut.
e. Memberikan edukasi kepada seluruh PPA mengenai pengkajian dan pengelolaan
nyeri.
f. Pengkajian awal pada pasien nyeri hebat/membutuhkan penanganan segera, terdiri
dari skrining (rapid assessment) dan pengkajian lanjutan.
25. Rumah sakit memberikan asuhan pasien menjelang akhir kehidupan dengan
memperhatikan kebutuhan pasien dan keluarga, mengoptimalkan kenyamanan dan
martabat pasien, serta mendokumentasikan dalam rekam medis.

14
BAB IV
TATA LAKSANA

4.1 CODE BLUE dan BASIC LIFE SUPPORT (BLS)


4.1.1 Prosedur Tindakan

PROSEDUR KODE BIRU


Luis Enriquez RN, BS.
Los Angeles County USC Medical Center
Department of Emergency Medicine

1. TIM KODE BIRU


A. Pelatihan perawatan pasien melakukan resusitasi pada setiap orang, yang
mengalami
1) Gagal cardiopulmonary (cardio paru)
2) Gagal pernapasan
3) Masalah jalan napas
B. Melatih:
1) Dokter
2) Perawat
3) Personil pendukung
2. AKTIVASI KODE BIRU
A. Semua karyawan harus dididik untuk mengaktifkan Kode Biru merespon
dalam hal
1) Serangan jantung
2) Gagal pernapasan
B. Aktifkan Respon Kode Biru dengan
1) Menghubungi Operator Darurat Rumah Sakit
2) Memberikan informasi: Lokasi pasien, Dewasa/Anak
C. Operator Darurat Rumah Sakit akan aktif merespon ketika diberitahu terjadi
kode biru
1) Sistem radio panggil kode biru
2) Mengumumkan lokasi kode itu terjadi.

15
3. ANGGOTA KODE BIRU
A. Dokter: Unit Gawat Darurat
B. Mendatangi pediatrik atau warga senior
C. Dokter: Penyakit Dalam
D. Dokter: Operasi umum
E. Unit Perawatan Intensif/Perawat Darurat
F. Terapis Pernapasan
G. Teknisi EKG (electrocardiogram)
H. Pengawas Keperawatan
4. PERAN ANGGOTA TIM PERAWAT DARURAT
A. Menjaga jalan napas/oksigenasi/ventilasi
B. Memberlakukan monitor mengarah/bantalan defibrilator
C. Memulai akses Intravenous
D. Pengelola obat-obatan
E. Pelatihan ACLS (Administers Electrical Shock)
F. Membantu dengan prosedur intubasi
G. Melengkapi rekam CPR
5. PERAN ANGGOTA TIM PERAWAT PRIMER
A. Aktifkan tim kode biru
B. Membawa Troli Resusitasi Darurat
C. Tempatkan papan dibawah pasien
D. Memulai Resusitasi Cardio Paru 2 orang
E. Mengelola ventalisai 100% O2 dengan Kantong/katup/masker
F. Memberikan Elektro kardiogram mengarah
G. Memberikan bantalan defibrillator “lepas tangan”
H. Memastikan pasien akses Intra Venous (intra vena)
I. Mempersiapkan penyedotan
J. Mendapatkan pasokan dari troli CPR/Persediaan Ruangan
K. Merekam peristiwa di rekam CPR
6. KETERAMPILAN PERAWATAN KODE BIRU
A. Mengidentifikasi pernapasan/serangan jantung
B. Aktifkan Kode Biru
C. Pemberian Oksigen: Nasal cannula, masker
D. Resusitasi Kantong-Katup-Masker dengan 100% O2
E. Memantau Jantung/Aplikasi bantalan defibrillator

16
F. Akses Intra Venous (intra vena)
G. Administrasi obat
H. Defibrillasi (pelatihan ACLS)
I. Dokumentasi CPR
7. PERAN ANGGOTA TIM PERSONIL PENDUKUNG
A. Terapis Pernapasan
1) Menjaga jalan napas dan oksigenasi/ventilasi
2) Membantu dengan prosedur intubasi
B. Teknisi EKG: Melakukan 12 EKG
C. Apoteker: Mempersiapkan obat
8. SURVEI DASAR BANTUAN HIDUP
A. Membentuk sikap responsif
B. Aktifkan Sistem Tanggap Darurat
C. Sirkulasi
D. Defibrillasi
9. MEMBENTUK SIKAP RESPONSIF
A. Tekan dan berteriak “Apakah anda baik-baik saja
B. Periksa kesadaran/pernapasan abnormal dengan membaca gerakan dada
10. MENGAKTIFKAN SISTEM TANGGAP DARURAT
A. Meminta bantuan atau mengirim seseorang untuk pertolongan
1) Berteriak minta tolong
2) Protokol Kode Biru
B. Dapatkan Defibrillator Eksternal Otomatis

11. SIRKULASI
A. Periksa nadi corotid selama 5-10 detik
B. Jika tidak ada nadi Mulai Resusitasi Cardio Paru
1) Menekan pusat dada (lebih rendah ½ dari sternum)
17
2) Rasio: 30:2 menekan untuk napas
3) Kedalaman: paling tidak 2 inci
4) Tingkat: paling tidak 100 tekanan per menit
5) Memungkinkan melengkapi pentalan dada
6) Meminimalkan interupsi
7) Beralih penyedia setiap 2 menit
8) Hindari ventilasi berlebihan
C. Jika nadi mulai ada mulai bantuan pernapasan
1) 1 napas setiap 5-6 detik (10-12 napas per menit)
2) Periksa nadi setiap 2 menit
12. DEFIBRILLASI
A. Jika tidak ada nadi periksa untuk irama kejut segera setelah AED datang
B. Memberikan kejutan seperti yang diindikasikan
C. Ikuti setiap kejut segera dengan menekan CPR
13. SURVEI MENDUKUNG KELANJUTAN KEHIDUPAN JANTUNG
A. Jalan napas
B. Pernapasan
C. Sirkulasi
D. Perbedaan Diagnosa
14. JALAN NAPAS
A. Mempertahankan jalan napas paten dibawah sadar
1) Dagu mengangkat kepala miring
2) Tambahan jalan napas sederhana:
B. Gunakan jalan napas lanjutan jika
diperlukan:
Konfirmasi penempatan yang tepat

C. Pemeriksaan fisik
D. Kuantitatif gelombang Capnography
1) Perangkat aman untuk mencegah keluar dari posisi
2) Memantau penempatan jalan napas dengan kuantitatif gelombang
3) Capnography terus menerus
15. PERNAPASAN
A. Tambahan O2 ketika diindikasi
1) Menetapkan kadar O2 untuk oksigen sat ≥ 94% tidak menahan Pt’s

18
2) 100% O2 untuk Pt’s dalam serangan jantung
B. Memantau kecukupan ventilasi dan oksigenasi
1) Kriteria klinis: kenaikan dada dan cyanosis
2) Kuantitatif gelombang capnography
3) Saturasi oksigen
C. Hindari ventilasi berlebihan
4.1.2 PERBEDAAN DIAGNOSA
1. Mencari dan mengobati penyebab reversible
H’s DAN T’s
- Hypoxia - Ketegangan pneumothorax
- Hypovolemia - Tamponade jantung
- Hydrogen ion (acidosis) - Racun
- Hypo/hyper kalemia - Trombosis Paru
- Hypothermia - Trombosis Koroner
2. Kualitas CPR
A. Menekan keras (≥ 2 inci{5 cm}) dan cepat (≥ 100/menit) dan
memungkinkan
melengkapi pentalan dada
B. Meminimalkan gangguan dalam kompresi
C. Hindari ventilasi berlebihan
D. Putar kompresor setiap 2 menit
E. Jika tidak ada jalan napas, 30:2 rasio kompresi ventilasi
F. Kuantitatif gelombang capnography
Jika Petco2<10 mm Hg, berusaha untuk meningkatkan kualitas CPR
G. Tekanan intra arteri
Jika fase relaksasi (diastolic) tekanan <20 mmHg, berusaha untuk
meningkatkan kualitas CPR
3. Kembalinya Sirkulasi Spontan (ROSC)
A. Nadi dan tekanan darah
B. Peningkatan yang berkelanjutan mendadak di Petco 2 (biasanya) ≥ 40 mm
Hg)
C. Gelombang tekanan spontan arteri dengan pemantauan intra arteri
4. Energi Kejut

19
A. Biphasic:Rekomendasi produksi (misalnya, dosis awal 120-200 J); jika
tidak diketahui, gunakan maksimum yang tersedia. Dosis kedua dan
selanjutnya harus setera, dan dosis tertinggi dapat dipertimbangkan.
B. Monophasic: 360 J

5. Terapi Obat
A. Dosis Epinephrine IV/IO: 1 mg setiap 3-5 menit
B. Dosis Vasopressin IV/IO: 40 unit dapat menggantikan dosis pertama atau
kedua epinephrine
C. Dosis Amiodarone IV/IO:
1) Dosis pertama: 300 mg bolus
2) Dosis kedua: 150 mg
6. Jalan Napas Lanjutan
A. Jalan napas lanjutan Supraglottic atau intubasi endotracheal
B. Gelombang capnography untuk mengkonfirmasi dan memantau
penempatan tabung ET
C. 8-10 napas per menit dengan penekanan dada terus menerus
7. Penyebab Reversibel
A. Hypovolemia
B. Hypoxia
C. Hydrogen ion (acidosis)
D. Hypo-/hyperkalemia
E. Hypothermia
F. Ketegangan pneumothorax
G. Tamponade, jantung
H. Racun
I. Trombosis, paru
J. Trombosis, koroner

20
Algoritma BLS dewasa sederhana
BLS Dewasa sederhana

Berg R A et al. Circulation 2010;122:S685-S705

21
Algoritma Bradycardia

Bradycardia Dewasa

(Dengan Nadi)

Menilai kesesuaian untuk kondisi klinis

Denyut jantung biasanya <50/menit jika bradyarrhythmia

Mengidentifikasi dan mengobati penyebab yang mendasari


 Menjaga jalan napas paten; membantu pernapasan yang diperlukan
 Oksigen (jika hypoxemic)
 Memantau jantung untuk mengidentifikasi irama; memonitor tekanan darah dan oximetry
 Akses IV
 12- ECG jika tersedia; jangan tunda terapi

Yang menyebabkan bradyarrhythmia


Tidak
Memantau dan mengawasi terus menerus:
 Hipotensi?
 Perubahan akut status mental?
 Tanda-tanda syok?
 Ketidaknyamanan dada Ischemic?
 Gagal jantung akut?

Ya Atropine Dosis/Detail
Jika atropine tidak efektif: Dosis Atropine IV:
 Bolak balik Dosis pertama: 0.5 mg
transcutaneous bolus
ATAU
Ulangi setiap 3-5 menit
 Infus Dopamine
ATAU Maksimum: 3 mg
 Infus Epinephrine

Infusi Dopamine IV:

Pertimbangkan:
2-10 mcg/kg per menit

 Konsultasi ahli
 Bolak balik Infusi Epinephrine IV:
transvenous
2-10 mcg per menit
22
© 2010 American Heart Association

Neumar R W et al. Ciculation 2010;122:S729-S76

Algoritma Tachycardia
Tachycardia Dewasa
(dengan nadi)

Menilai kesesuaian untuk kondisi klinis

Denyut jantung biasanya <50/menit jika


bradyarrhythmia

Dosis/Detail

Mengidentifikasi dan mengobati penyebab yang


mendasari Disinkronisasi cardioversion
 Menjaga jalan napas paten; membantu Dosis yang dianjurkan awal:
pernapasan yang diperlukan
 Sempit reguler: 50-100 J
 Oksigen (jika hypoxemic)
 Sempit irreguler: 120-200 J biphasic
 Memantau jantung untuk mengidentifikasi irama;
atau
memonitor tekanan darah dan oximetry 200 J monophasic
 Lebar reguler: 100 J
Ya  Lebar iireguler: dosis defibrillasi
(TIDAK disinkronkan)

Ya
Dosis Adenosine IV:

Dosis pertama: 6 mg mendorong


cepat IV; ikuti dengan NS flush
Yang menyebabkan
bradyarrhythmia terus Dosis kedua: 12 mg jika diperlukan
menerus: Disinkronisasi cardioversion
 Hipotensi?
 Pertimbangkan sedasi
 Perubahan akut status  Jika penyempitan reguler
mental? yang kompleks, Infus Antiarrhythmic untuk
 Tanda-tanda syok? pertimbangkan Lebar Stabil – QRS
 6
Ketidaknyamanan Tachycardia
adenosine
dada Ischemic?
 Gagal jantung akut?
Dosis Procainamide IV:
 Akses IV dan 12 ECG
20-50 mg/menit sampai arrhythmia
jika tersedia
ditekan, hipotensi terjadi kemudian,
 Pertimbangkan kenaikan durasi QRS >50%, atau
 Akses IV dan adenosine jika hanya dosis maksimum 17 mg/kg
12 ECG jika reguler dan diberikan.
tersedia monomorphic Pemeliharaan infus: 1-4 mg/menit
 Pertimbangkan  Pertimbangkan infus
adenosine
QRS Lebar?jika antiarrhythmic Menghindari jika QT atau CHF
hanya reguler  Pertimbangkan berkepanjangan
≥0.12
dan detik konsultasi ahli
monomorphic
 Pertimbangkan Dosis Amiodarone IV:
infus
Dosis pertama: 150 mg lebih dari 10
antiarrhythmic
menit
 Pertimbangkan 23
konsultasi ahli Ulangi yang diperlukan jika VT
berulang

Ikuti dengan infus pemeliharaan 1


mg/menit untuk 6 jam pertama
©2010 American Heart Association
Neumar R W et al. Ciculation 2010;122:S729-S767

4.2 DON’T RESUSCITATION (DNR)


4.2.1 Prosedur Tindakan
1. Dokter Penanggung Jawab Pasien menjelaskan tentang pentingnya resusitasi
atau pengobatan bantuan hidup dasar
2. Pasien atau keluarga / wali yang ditunjuk mengisi formulir penolakan
resusitasi.
A. Meminta informed consent dari pasien atau walinya. Jika keluarga inti tidak
ada maka yang mengambil keputusan adalah penunggu pasien, apabila
penunggu pasien menelpon keluarga inti dan keluarga inti meminta
dilakukan resusitasi maka keputusan yang diambil tetap dari penunggu
pasien yang saat ini ada di tempat yang diminta mengisi formulir. Alasan
tidak menggunakan keputusan keluarga inti yg melalui telepon karena
secara hukum telp masih belum dinyatakan sbg bukti yang legal tetapi
dengan menandatangani formulir)
B. Mengisi formulir DNR. Tempatkan kopi atau salinan pada rekam medis
pasien dan serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga dan caregiver.
C. Menginstruksikan pasien atau caregiver memasang formulir DNR
ditempat-tempat yang mudah dilihat seperti headboard, bedstand, pintu
kamar atau kulkas
D. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR di pergelangan tangan
atau kaki (jika memungkinkan)
E. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya,
revisi bila ada perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam
medis.
4.2.2 Pembatalan DNR
Bila keputusan DNR dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan gelang DNR
dimusnahkan. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini:
1. Diagnosis
2. Alasan DNR
3. Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
4. Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa.

24
Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter yang
merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan DNR direkam medis harus
pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) harus dimusnahkan.

4.3 TRANSFUSI DARAH


4.3.1 Waktu Pelayanan
RSIA Puri bunda tidak melayani pelayanan bank darah namun melaksananakan
pelayanan transfusi darah dengan berkerja sama dengan unit pelayanan darah PMI
selama 24 jam.
4.3.2 Alur Tatalaksana
PROSEDUR PERMINTAAN DARAH KE PMI

 PERMINTAAN
Transfusi Darah dari
Unit Rawat Inap, unit
Rawat Jalan
Unit Transfusi Darah (UTD) PMI :
Dilakukan pemeriksaan jenis gol
30 Menit darah, cross match dan blood
Pengambilan sampel (5-10ml )
darah pasien screening (HIV, Hep.B, Hep.C, Sifilis

Unit
1-2 jam

Non Reaktif
Reaktif

10 menit
PENERIMAAN DARAH
5 di Unit
Laboratorium
6

10 menit

Darah aman  PENYERAHAN 7 Darah rusak dibuang sesuai


DARAH ke pasien dengan SPO penanganan limbah

Respon Time penyerahan darah transfusi mulai dari permintaan darah transfusi dari
dokter yang merawat hingga permintaan kantong darah transfusi ke UTD PMI dan
penyerahan kantong darah transfusi ke tangan pasien adalah 1-2jam.

25
4.3.3 Permintaan Darah
Bila akan memerlukan darah untuk transfusi, maka sekitar 5-10 ml darah
pasien mesti diambil dan dimasukkan kedalam tabung kering untuk memastikan
serum yang cukup untuk melakukan uji kecocokan.
Formulir permintaan disertai keterangan tentang pasien, dan harus
ditandatangani oleh dokter yang merawat pasien, atau oleh orang yang mendapat
tugas oleh dokter untuk mengisi hal-hal sebagai berikut :
A. tanggal permintaan
B. nama lengkap pasien
C. tanggal lahir pasien
D. jenis kelamin pasien
E. nomor registrasi rumah sakit
F. ruang rawat pasien
G. alamat pasien
H. diagnosis kerja
I. riwayat transfusi sebelumnya
J. riwayat reaksi transfusi sebelumnya
K. pada wanita: jumlah kehamilan sebelumnya
L. jumlah dan jenis unit darah atau produk darah yang diperlukan
M. apakah serum pasien mesti digolongkan dan diteliti
N. alasan transfusi
O. tanggal dan waktu diperlukan
P. tanda - tangan dokter yang menerima darah
Permintaan darah ke Unit Transfusi Darah PMI setempat sesuai kesepakatan
pihak Unit Laboratorium Rumah Sakit dengan Unit Transfusi Darah PMI setempat
dan tertuang dalam Ikatan Kerjasama (IKS). Transportasi distribusi darah dengan
menggunakan cool box transportasi darah.
4.3.4 Penerimaan Darah atau Pengadaan Darah
A. Unit menerima darah aman dari unit Laboratorium Darah PMI setempat
sesuai permintaan.
B. Petugas dari Unit Laboratorium PMI menilai kondisi darah, dan mampu
mengenali tanda-tanda fisik darah aman dan standar labelling
C. Tersedia SPO penerimaan darah dari Laboratorium PMI
4.3.5 Cara Penyimpanan

26
A. Penyimpanan darah dan komponen dilakukan dalam tempat dan suhu optimal
yaitu :

Jenis Darah Tempat Suhu


Whole Blood Blood Refrigerator 2°C - 6°C
PRC Blood Refrigerator 2°C - 6°C
Whased Red Cells Segera dipakai -
Trombosit* Platelet Refrigerator 20°C - 24°C
Cryoprecipitat* Freezer ≤18°C
FFP Freezer ≤ - 18°C
Penyimpanan darah dan komponen darah
B. Dalam penimpanan darah, perlu diingat kondisi-kondisi berikut :
1. Suhu penyimpanan darah antara 2-6 C
2. Darah tidak boleh dibiarkan sampai membeku
C. Darah sebaiknya disimpan pada lemari es khusus untuk darah yang mampu
menjaga suhunya antara 2-6 C. Apabila tempat anda tidak memiliki lemari es
khusus, dapat digunakan lemari es biasa (seperti yang dipakai di dapur) dengan
memperhatikan hal sebagai berikut :
1. Pintu lemari es hanya boleh dibuka saat menyimpan atau mengeluarkan
darah
2. Penempatan darah harus sedemikian rupa sehingga terjadi sirkulasi udara
diantara kantung-kantungnya. Kantung darah dapat diposisikan berdiri
dalam keranjang, atau mendatar diatas rak lemari es.
3. jangan menyimpan darah pada pintu lemari es
4. Jangan menyimpan darah di dekat lemari pembeku (freezer)
5. Jangan menyimpan makanan dan minuman bersama darah
6. Ketika darah dikeluarkan dari bank darah, waktunya harus dicatat. Apabila
suhu ruiangan didalam rumah sakit lebih tinggi dari 25 C atau darah tidak
akan segera digunakan untuk transfuse, darah sebaiknya disimpan dalam
kotak pendingin dengan insulator agar suhunya tetap dibawah 6 C.
Umumnya tanggung jawab untuk menjaga agar darah tidak dikeluarkan dari
lemari es sebelum siap untuk langsung ditransfusikan ada pada staf Bank Darah
sendiri. Biasanya satu kantung darah akan perlu hanya 30 menit untuk mencapai
suhu 10 C. Penghangatan darah secara khusus hanya diperlukan bila penderita

27
akan menerima transfuse dengan volume besar dalam jangka waktu yang
singkat.
4.3.6 Persiapan Transfusi

1. petugas menjelaskan informed consent mulai dari kondisi sampai alternatif


2. meminta darah pasien di ruang laboratorium.
3. identifikasi label yg tertulis pada labu darah dengan identitas di status px.
4. Minta pasien menyebutkan kembali golongan darahnya.
5. Pasang tranfusi darah pasien.

4.3.7 Tekhnik Transfusi Darah


1. Sebelum ditransfusikan, periksa sekali lagi sifat dan jenis darah serta kecocokan
antara darah donor dan penderita. Penderita dipersiapkan dengan pemasangan
infus dengan jarum besar 16-18. Jarum yang terlalu kecil (23-25) dapat
menyebabkan hemolisis.
2. Transfusi dilakukan dengan transfusi set yang memiliki saringan untuk
menghalangi bekuan fibrin dan partikel debris lainnya. Transfusi set baku
memiliki sari ngan dan ukuran pori-pori 170 mikron. Pada keadaan normal,
sebuah transfusi set dapat digunakan untuk 2 sampai 4 unit darah. (8,9) Vena
terbaik untuk kanulasi darah adalah vena pada bagian dorsal tangan dan pada
lengan atas. Dalam keadaan darurat dapat dilakukan venaseksi untuk menjamin
kelancaran dan kecepatan transfusi
3. Waktu mengambil darah dari lemari es, perhatikan plasmanya. Jika ada tanda-
tanda hemolisis (warna coklat hitam, keruh) jangan diberikan. Darah yang belum
akan ditransfusikan harus tetap di dalam lemari es.
4. Sebelum transfusi, diberikan terlebih dahulu 50-100 ml NaCl fisiologik. Jangan
menggunakan larutan lain karena dapat merugikan. Larutan dekstrose dan larutan
garam hipotonik dapat menyebabkan hemolisis. Ringer laktat atau larutan lain
yang mengandung kalsium akan menyebabkan koagulasi. Jangan menambahkan
obat apapun ke dalam darah yang ditransfusikan. Obat-obatan memiliki pH yang
berbeda sehingga dapat menyebabkan hemolisis, lagipula bila terjadi reaksi
transfusi akan sulit untuk menentukan apakah hal itu terjadi akibat obat atau akibat
darah yang ditransfusikan. Saat dilakukan tranfusi hal-hal yang harus diperhatikan
TTV (TD, Nadi, Suhu, RR), ruam di kulit, sesak ataupun jalur IV yang yang
terhmbat yang dapat menyebabkan durasi penyelesaian tranfusi lama.

28
5. Transfusi set mengalirkan darah 1 ml dalam 20 tetes. Laju tercepat yang bisa
tercapai adalah 60 ml permenit. Laju transfusi tergantung pada status
kardiopulmoner resipien. Jika status kardiopulmoner normal, maka dapat
diberikan 10-15 ml/kgBB dalam waktu 2-4 jam. Jika tidak ada hemovolemia maka
batas aman transfusi adalah 1 ml/kgBB/jam (1 unit kurang lebih 3 jam) atau 1000
ml dalam 24 jam. Tetapi jika terdapat gagal jantung yang mengancam maka tidak
boleh ditransfusikan melebihi 2 ml/kgBB/jam. Karena darah adalah medium
kultur yang ideal untuk bakteri, sebaiknya transfusi satu unit darah tidak boleh
melewati 5 jam karena meningkatnya resiko proliferasi bakteri.
6. Kasus-kasus dengan perdarahan yang hebat kadang-kadang dibutuhkan transfusi
yang cepat sampai 6-7 bag dalam setengah jam. Setelah sirkulasi tampak membaik
dikurangi hingga 1 bag tiap 15 menit. Tidak dianjurkan memberi obat antihistamin
, antipiretika, atau diuretika secara rutin sebelum transfusi untuk mencegah reaksi.
Reaksi panas pada dasarnya adalah tanda bahaya bahwa sedang terjadi reaksi
transfusi. Diuretika hanya diperlukan pada pasien anemia kronis yang perlu
transfusi sampai 20 ml/kgBB dalam 24 jam.
7. Cara-cara Meningkatkan Kecepatan Transfusi :
A. Letakkan botol darah setinggi mungkin. Peningkatan 2 kali menyebabkan
kecepatan transfusi meningkat 2 kali pula.
B. Pergunakan jarum atau kanula sebesar mungkin.
C. Dengan memompakan darah meningkatkan tekanan udara dalam botol.
D. Dengan memompakan darah-darah yang berada di dalam kateter bawah.
4.3.8 Komplikasi Transfusi

1. Pencatatan dan pelaporan dari reaksi yang timbul dari transfusi darah
Reaksi-reaksi transfusi dapat dibagi menjadi 3 tingkatan :
A. Reaksi demam :
Reaksi demam menimbulkan sakit kepala yang disertai rasa dingin tiba-tiba,
lalu gemetaran disertai kenaikan suhu badan. Reaksi-reaksi ini dapat
menjadi berat, tetapi akan bereaksi baik dengan pengobatan
B. Reaksi alergi
Reaksi alergi yang berat, kadang-kadang disebut reaksi anafilaktik,
sebenarnya jarang terjadi. Pada kasus tertentu, pasien itu dapat mengalami
urtikaria pada kulit, bronkospasme yang sedang dan mungkin udem
tenggorokkan. Reaksi-reaksi seperti ini jarang terjadi dan bereaksi cepat

29
dengan pengobatan. Adanya urtikaria ini apabila tidak disertai dengan gejala
alergi yang lain adalah satu-satunya reaksi transfusi dimana transfusi dapat
diteruskan. Biasanya transfusi dihentikan atau dilambatkan sementara,
selama 15-30 menit, sambil menunggu efek pemberian antihistamin berupa
memucatnya bercak-bercak merah pada kulit. Pencegahan dapat dilakukan
dengan pemberian antihistamin pre-transfusi seperti tersebut diatas atau
pemakaian komponen-komponen darah yang dapat dibebaskan dari protein
plasma seperti eritrosit cuci atau frozen red cells. Dengan makin meluasnya
pemakaian plastic bags maka insidensi urtikaria dapat turun sampai 1-3 %
bila dibandingkan dengan pemakaian botol yang dipakai ulang.
Reaksi-reaksi alergi dapat dibagi menjadi 2 jenis:
Jenis pertama terjadi bila suatu plasma donor mengandung antigen yang
larut (seringkali disebut atopen) ditransfusikan kepada pasien yang darahnya
mempunyai antibodi terhadap antigen spesifik. Antibodi ini seringkali
dinamakan reagin.
Jenis kedua lebih jarang lagi, tetapi bisa terjadi bila seorang pasien mendapat
transfusi suatu plasma donor yang kaya akan antibodi. Antibodi yang
dipindahkan secara pasif ini bisa tetap ada dalam tubuh pasien itu selama 90
hari. Selama masa itu, jika pasien tersebut mendapat suatu transfusi
berikutnya yang plasmanya mengandung antigen spesifik terhadap antibodi
itu, maka suatu reaksi akan terjadi.
Kebanyakan reaksi-reaksi alergi bisa dicegah dengan menanyai para donor
disaat mereka menyumbangkan darahnya untuk mengetahui apakah ada
riwayat alergi yang pernah mereka alami.
C. Reaksi hemolitik
Dari ketiga jenis reaksi transfusi, reaksi hemolitik adalah yang terberat dan
diawali dengan :
Antibodi dalam serum pasien bereaksi dengan antigen pasangannya yang
ada pada sel darah merah donor. Atau antibodi dalam plasma donor bereaksi
dengan antigen pasangannya yang ada dalam sel darah merah pasien.
Reaksi hemolitik transfusi bisa terjadi baik secara intravaskular maupun
secara ekstravaskular. Reaksi intravaskular berakibat hemolisis sel-sel darah
merah dalam sistem sirkulasi, lalu terjadi ikterik dan hemoglobinemia.
Reaksi-reaksi ini terutama disebabkan oleh antibodi jenis IgM dan yang
paling berbahaya anti-A dan anti-B spesifik dari sistem ABO. Kebanyakan
30
reaksi jenis ini berakibat fatal akibat perdarahan yang tidak teratasi atau
gagal ginjal. Reaksi ekstravaskular yang jarang terjadi juga sama beratnya
seperti reaksi intravaskular, walaupun dapat berakibat suatu keadaan yang
menambah penderitaan pasien. Reaksi fatal biasanya jarang terjadi. Reaksi
jenis ini disebabkan oleh antibodi-antibodi jenis IgG yang mengakibatkan
sejumlah perusakan sel-sel darah merah oleh makrofag. Keadaan seperti ini
kadang-kadang berakibat penurunan tajam secara tiba-tiba pada kadar
hemoglobin pasien, seringkali terjadi setelah 10 hari sesudah transfusi
diberikan.

4.3.9 Penanggulangan Reaksi Transfusi


1. Hentikan transfusi
2. Naikkan tekanan darah dengan koloid, kristaloid, jika perlu tambah
vasokonstriktor, inotropik.
3. Berikan oksigen 100%
4. Diuretika manitol 50 mg atau furosemid (lasix) 10-20 mg
5. Antihistamin
6. Steroid dosis tinggi
7. Jika perlu ‘exchange transfusion
8. Periksa analisa gas dan pH darah
4.4 TERMINAL
4.4.1 Anamnesa
Serangkaian proses yang berlangsung saat pasien mulai masuk rawat inap di
ruang rawat inap. Pemeriksaan akan dilakukan secara sistematis untuk
mengidntifikasi masalah keperawatan pada pasien, antara lain:
1. Pemeriksaan fisik yaitu:
A. Pernafasan
1) Irama nafas
2) Suara nafas tambahan
3) Batuk, sputum
4) Alat bantu nafas
B. Kardiovaskuler
1) Irama jantung
2) Akral
3) Pulsasi
31
4) Perdarahan
5) Tekanan darah, nadi, suhu
6) Lain – lain
C. Persyarafan
1) GCS
2) Kesadaran
3) Tanda – tanda peningkatan TIK
4) Konjuntiva
5) Lain – lain

D. Perkemihan
1) Kebersihan area genetalia
2) Jumlah cairan masuk
3) Buang air besar
4) Produksi urine
E. Pencernaan
1) Nafsu makan
2) Porsi makan
3) Minum
4) Mulut
5) Mual, muntah
6) Buang air besar
7) Lain – lain
F. Muskuloskeletal / Intergumen :
1) Kemampuan pergerakan sendi
2) Warna kulit
3) Odema
4) Dekubitus
5) Luka
6) Kontraktur
7) Fraktur
8) Jalur infuse
9) Lain – lain

32
4.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Ada beberapa faktor yang harus dikaji oleh dokter dan perawat untuk dapat
memberikan pelayanan yang bermutu pada pasien dengan kondisi terminal, yaitu :
1. Faktor fisik
Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain perubahan pada penglihatan,
pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri. Di
ruang perawatan, staff harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi
pada pasien. Pasien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-
bulan sebelum terjadi kematian. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik
yang terjadi pada pasien terminal karena hal tersebut menimbulkan
ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan pasien dalam pemeliharaan diri

2. Faktor psikologis
Perubahan psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat
harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus
bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukkan apakah sedih, depresi, atau
marah. Problem psikologis lainnya muncul pada pasien terminal antara lain
ketergantungan, ajal yang terjadi pada pasien terminal.
3. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal,
karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung,
tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya.
Ketidakyakinan dan keputusan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat
harus bisa mengenali tanda pasien mengisolasi diri, sehingga dapat
memberikan dukungan sosial bisa dari teman dekat, kerabat/ keluarga terdekat
untuk selalu menemani pasien
4. Faktor Spiritual
Sejalan dengan memburuknya kondisi pasien perawat membuat diagnose
yang relevan dengan kebutuhan dasar seperti perubahan rasa nyaman,
perubahan eleminasi, pernafasan tidak efektif, perubahan sensoris dan
sepertinya. Berbagai kondisi tersebut bias di tuangkan dalam bentuk diagnose
actual atau potensial. Karena sifat dan tingkat keparahan kondisi terminal,
data pengkajian fisik harus di kumpulkan dengan sering dan dapat digunakan
untuk memvalidasi diagnosa.

33
4.4.3 Tatalaksana Pelayanan Pada Tahap Terminal

1. Menghormati keputusan dokter untuk tidak melanjutkan pengobatan dengan


persetujuan pasien dan atau keluarganya
2. Melakukan asesmen dan pengelolaan yang sesuai terhadap pasien dalam tahap
terminal. Problem yang berkaitan dengan kematian antara lain:
A. problem fisik berkaitan dengan kondisi atau penyakit terminalnya
B. problem psychology, ketidak berdayaan, kehilangan kontrol,
ketergantungan, dan kehilangan diri dan harapan.
C. Problem sosial isolasi dan perpisahan
D. problem spiritual
E. ketidak sesuaian antara kebutuhan dan harapan dengan perlakuan yang
didapat (dokter, perawat, keluarga dan sebagainya)
3. Memberikan pelayanan dan perawatan pada pasien tahap terminal dengan
hormat dan respect
4. Melakukan intervensi untuk mengurangi rasa nyeri, secara primer atau
sekunder serta memberikan pengobatan sesuai permintaan pasien dan keluarga
5. Menyediakan akses terapi lainnya yang secara realistis diharapkan dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien, yang mencakup terapi alternatif atau terapi
non tradisional
6. Melakukan intervensi dalam masalah keagamaan dan aspek budaya pasien dan
keluarga.
7. Melakukan asesmen status mental terhadap keluarga yang ditinggalkan serta
edukasi terhadap mekanisme penanganannya.
8. Peka dan tanggap terhadap harapan keluarganya
9. Menghormati hak pasien untuk menolak pengobatan atau tindakan medis
lainnya.
10. Mengikut sertakan keluarga dalam pemberian pelayanan
4.4.4 Tindakan di Kamar Jenazah
1. Lakukan prosedur baku kewaspadaan universal yaitu cuci tangan
sebelum memakai sarung tangan
2. Petugas memakai alat pelindung
A. Sarung tangan karet yang panjang (sampai ke siku)
B. Sebaiknya memakai sepatu bot sampai lutut
C. Pelindung wajah (masker dan kaca mata)

34
D. Jubah atau celemek, sebaiknya kedap air
3. Jenazah di mandikan oleh petugas kamar jenazah yang telah memahami
membersihkan/ memandikan jenazah penderita penyakit menular (jika
keluarga meminta)
4.4.5 Kesimpulan
Asuhan terhadap orang yang menjelang ajal telah memasuki dimensi baru, apa
yang sebelumnya dianggap tabu telah muncul sampai tingkat sensitivitas yang
meningkat dan kesadaran akan persamaan publik dan profesional. Ada juga
perubahan sosial dalam mengenali kebutuhan unit lansia. Tidak hanya itu, dua
perubahan vital ini telah memengaruhi peran dan tanggung jawab perawat dalam
memberikan asuhan yang kompeten kepada lansia yang menjelang ajal

35
BAB V
DOKUMENTASI

5.1 CODE BLUE dan BASIC LIFE SUPPORT (BLS)


Kondisi code blue pada pasien didokumentasikan dalam rekam medis pasien
5.2 DON’T RESUSCITATION (DNR)
1. Pencatatan dan pelaporan dilakukan oleh seluruh penyelenggara RS dengan
mengunakan format yang sudah disediakan oleh Rekam Medis.
2. Penolakan pemberian DNR (Do Not Resusitate) atau jangan lakukan resusitasi dengan
mengisi formulir keputusan DNR.
3. Seluruh tindakan yang dilakukan di catat dalam catatan keperawatan.
5.3 TRANSFUSI DARAH

1. SPO Transfusi Darah


2. SPO pengambilan darah ke PMI
3. SPO penerimaan darah ke PMI
4. SPO penyimpanan Darah
5. Informed consent Transfusi darah
6. Catatan rekam medis
7. Lembar Observasi efek samping transfusi
5.4 TERMINAL
Semua rangkaian pelayanan pada pasien tahap terminal dilakukan secara terkoordinasi dan
terintegrasi dalam suatu rekam medik agar asuhan yang diterima oleh pasien terencana
dengan baik, terpantau sehingga pelayanan yang diberikan dapat secara optimal dan sesuai
dengan kebutuhan asuhan pasien.

1. SPO asesmen awal dan ulang pasien tahap terminal


2. Formulir assesmen awal dan ulang keperawatan tahap terminal

36
BAB VI
PENUTUP

Panduan Pelayanan Asuhan Pasien ini dapat menjadi pegangan serta pedoman bagi
pelayanan medik dan keperawatan sehingga pelayanan yang dihasilkan mempunyai mutu,
efektifitas serta efisiensi sesuai dengan pelayanan yang diharapkan.

Keberadaan Panduan Pelayanan Asuhan Paisen ini sangat penting dan dapat dipisahkan
dengan program menjaga mutu (Quality Assurance Program) dan merupakan suatu proses yang
berkesinambungan serta dinamis. Oleh karena itu kami mengharapkan akan mengakami
perbaikan dan penyempurnaan atau revisi kembali dimasa yang akan datang.

Akhirnya kami mengharapkan semoga Panduan Pelayanan Asuhan Pasien ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan dapat mencapai saran yang diharapkan.

37

Anda mungkin juga menyukai