Oleh:
Ummuhani Abubakar, S.Ked
NIM: 10119220088
Pembimbing :
dr. Peter H.Y. Singal, Sp.An., M. Kes
NIP: 197410102005011010
KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2023
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………….ii
DAFTAR DIAGRAM……………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………..1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………3
A. Bantuan Hidup Dasar………………………………………………3
A. Definisi Bantuan Hidup Dasar………………………………...3
B. Tujuan Bantuan Hidup Dasar………………………………….3
B. Resusitasi Jantung Paru……………………………………………3
A. Definisi Resusitasi Jantung Paru……………………………….3
B. Langkah-langkah Resusitasi Jantung Paru.................................4
C. Penggunaan Automated External Defibrillator (AED)………..… 15
BAB III KESIMPULAN…………………………………………………..19
DAFTAR PUSTAKA.……………………………………………………..20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Basic Life Support (BLS) atau yang dikenal dengan Bantuan Hidup
Dasar (BHD) adalah penanganan awal pada pasien yang mengalami henti
jantung, henti napas, atau obstruksi jalan napas. BHD meliputi beberapa
keterampilan yang dapat diajarkan kepada siapa saja, yaitu mengenali
kejadian henti jantung mendadak, aktivasi system tanggapan darurat,
melakukan cardio pulmonary resuscitation (CPR) / resusitasi jantung paru
(RJP) awal, dan cara menggunakan automated external defibrilator
(AED).5
B. Tujuan
Tujuan utama dari BHD adalah suatu tindakan oksigenasi darurat
untuk mempertahankan ventilasi paru dan mendistribusikan darah-
oksigenasi kejaringan tubuh. Selain itu, ini merupakan usaha pemberian
bantuan sirkulasi sistemik, beserta ventilasi dan oksigenasi tubuh secara
efektif dan optimal sampai didapatkan kembali sirkulasi sistemik spontan
atau telah tiba bantuan dengan peralatan yang lebih lengkap untuk
melaksanakan tindakan bantuan hidup jantung lanjutan.7
d. Circulation (C)
Arteri karotis umumnya lokasi yang paling dapat diandalkan dan
dapat diakses untuk meraba denyut nadi. Arteri dapat ditemukan dengan
menempatkan dua jari pada trakea dan kemudian menggesernya ke alur
antara trakea dan otot sternokleidomastoid. Palpasi simultan dari kedua
arteri karotis tidak boleh dilakukan karena hal ini bisa menghalangi aliran
darah serebral. Arteri femoralis dapat digunakan sebagai tempat alternatif
untuk meraba denyut nadi. Hal ini dapat ditemukan tepat di bawah ligamen
inguinalis kira-kira setengah jalan antara tulang belakang iliac
anterosuperior dan tuberkulum pubis. Jika tidak ada denyut nadi setelah 5
sampai 10 detik, kompresi dada harus dimulai.5 Penolong tidak terlatih
harus memberikan RJP hanya kompresi (Hands-Only) dengan atau tanpa
panduan operator untuk korban serangan jantung dewasa. Penolong harus
melanjutkan RJP hanya kompresi hingga AED atau penolong dengan
pelatihan tambahan tiba. Selain itu, jika penolong terlatih mampu
melakukan napas buatan, ia harus menambahkan napas buatan dalam rasio
30 kompresi berbanding 2 napas buatan. Penolong harus melanjutkan RJP
hingga AED tiba dan siap digunakan, penyedia EMS mengambil alih
perawatan korban, atau korban mulai bergerak.9
Setelah konfirmasi bahwa seseorang tanpa denyut nadi, kompresi
ritmik dada tertutup harus dilakukan. Korban ditempatkan telentang di
permukaan yang keras dengan penolong di sampingnya. Penolong
menempatkan tumit pada satu garis tengah, tangan di bagian bawah
sternum, kira-kira 2 jari diatas prosesus xiphoid. Tumit tangan harus sejajar
dengan tubuh korban. Tangan kedua kemudian diletakkan diatas tangan
pertama sehingga kedua tangan sejajar satu sama lain. Jari-jari kedua
6
tangan saling terjalin. Lengan harus lurus dan siku terkunci. 5 Vektor dari
gaya tekan harus dimulai dari bahu penolongdan diarahkan ke bawah;
kekuatan lateral akan menurunkan efisiensi kompresi dan meningkatkan
kemungkinan komplikasi. Rekomendasi untuk kedalaman kompresi dada
pada orang dewasa adalah minimum 2 inci (5 cm), namun tidak lebih
dalam dari 2,4 inci (6 cm) pada orang dewasa dengan kecepatan kompresi
dada yang disarankan adalah 100 hingga 120/min (diperbarui dari
minimum100/min). Jumlah kompresi dada yang diberikan permenit saat
RJP berlangsung adalah faktor penentu utama kondisi RSOC (return of
spontaneous circulation) dan kelangsungan hidup dengan fungsi
neurologis yang baik.8 Untuk korban dewasa, RJP terdiri dari 30
penekanan dada diikuti 2 ventilasi. Dengan satu penolong, ventilasi harus
diberikan setelah setiap 15 penekanan. Dengan dua regu penolong,
ventilasi harus diberikan setelah setiap penekanan kelima. Penting bagi
penolong untuk tidak bertumpu di atas dada diantara kompresi untuk
memberi kesempatan rekoil di antara setiap penekanan sehingga
memungkinkan darah mengalir kembali kejantung mengikuti penekanan.8
8
Headtilt-chinlift biasanya merupakan maneuver pertama yang dicoba
jika tidak ada kekhawatiran akan cedera pada tulang belakang servikal.
Head tilt dilakukan dengan ekstensi leher secara lembut, yaitu
menempatkan satu tangan di bawah leher korban dan yang lainnya di dahi
lalu membuat kepala dalam posisi ekstensi terhadap leher. Ini harus
menempatkan kepala korban di posisi "sniffing position" dengan hidung
mengarah ke atas. Hal ini dilakukan dengan hati-hati meletakkan tangan,
yang telah menopang leher untuk head tilt, di bawah simfisis mandibula
agar tidak menekan jaringan lunak segitiga submental dan pangkal lidah.
Mandibula kemudian diangkat kedepan sampai gigi hamper tidak
menyentuh. Ini mendukung rahang dan membantu memiringkan kepala
kebelakang.5
9
Gambar 3. Jaw Thrust
f. Breathing (B)
12
Gambar 6. Mulut ke stoma atau tracheostomy
13
selama 2 menit. Apabila tidak ada napas dan tidak ada nadi maka dilanjutkan
dengan kompresi 30 dan ventilasi 2 kali. Jika tidak ada napas, tapi ada nadi,
maka ventilasi dilakukan 10x/menit, dan jika napas ada dan nadi teraba maka
ubah posisi ke posisi mantap atau recovery position.
3. Recovery Position
Recovery Position disebut juga posisi mantap yang dilakukan jika
korban sudah bernapas dengan normal dan sirkulasinya sudah adekuat. Posisi
ini dilakukan dengan tujuan untuk menjaga jalan napas tetap terbuka dan
mengurangi risiko tersumbatnya jalan napas dan tersedak. Korban
dimiringkan dengan meletakkan tangan di bawah kepala korban.
1. Korban tidur terlentang pada posisi supine, penolong berlutut di sisi kanan
korban
2. Tangan kanan korban diluruskan di sisi kepala korban
3. Tangan kiri korban ditekuk menyilang dada hingga posisi telapak tangan
berada dibahu kanan korban.
4. Lutut kaki kiri korban ditekuk ke kanan. Posisi tangan kiri penolong di
bahu kiri korban, tangan kanan penolong di lipatan lutut kiri korban. Tarik
korban
14
Gambar 8. Posisi Mantap
17
Gambar 11. Alur Bantuan Hidup Dasar
18
BAB III
KESIMPULAN
Basic Life Support (BLS) atau yang dikenal dengan Bantuan Hidup
Dasar (BHD) adalah penanganan awal pada pasien yang mengalami henti
jantung, henti napas, atau obstruksi jalan napas. Tujuan utama dari BHD
adalah suatu tindakan oksigenasi darurat untuk mempertahankan ventilasi
paru dan mendistribusikan darah-oksigenasi kejaringan tubuh. Resusitasi
jantung paru (RJP) adalah upaya untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan
pernafasan, sebagai tindakan untuk menyelamatkan kehidupan dengan
memberikan asupan oksigen dan sirkulasi darah ke organ tubuh yang
kekurangan oksigen, seperti otak dan jantung. RJP dibagi dalam 3 tahap,
yaitu (1) bantuan hidup dasar (BHD); (2) bantuan hidup lanjut; (3) bantuan
hidup jangka panjang. BHD ialah untuk melakukan oksigenasi darurat dan
terdiri dari langkah-langkah awal yaitu danger (D) yaitu memastikan untuk
pasien dan lingkungan serta penolong aman dari bahaya, response (R)
menilai respon pasien, call for help (C) mencari bantuan untuk melakukan
pertolongan , circulation (C) mengevaluasi dan memastikan sirkulasi pasien
yaitu dengan meraba karotis lalu dilanjutkan dengan komrpresi dada, airway
(A) yang meliputi pengelolaan jalan napas yang terdiri dari membersihkan
jalan napas dan membebaskan jalan napas, breathing (B) bantuan
pernapasan yaitu ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat.
Memahami fisiologi perfusi kardio serebral selama RJP sangat penting
untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas setelah serangan jantung.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO.http:/www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/index4.html
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan.Republik
Indonesia.Riskedas.Jakarta: 2013.
3. American Red Cross. Basic Life Support for Healthcare ProvidersHandbook.2015.
4. American Heart Association. AHA Guideline Update for CPR and ECC.
Circulation Vol. 132.2015.
5. International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies. International
First Aid and Resuscitation Guidelines.2011.
6. Basic Life Support Policy. Policy B4 First Date of Issue: 23rd July 2010.2015;:8-
33.
7. Pro Emergency. Basic Trauma Life Support. Cibinong:Pro Emergency.2011
8. American Heart Association. AHA Guideline Update for CPR and ECC.
Circulation Vol. 132.2015.
9. Lurie K, Nemergut E, Yannopoulos D, Sweeney M. The Physiology of
Cardiopulmonary Resuscitation. International Anesthesia Research
Society.2016;122(3):767-783.
20