Anda di halaman 1dari 20

Laporan Kasus Panjang

”KEJANG DEMAM KOMPLEKS”

OLEH
UMMUHANI ABUBAKAR
10119210088

DPJP : dr. GEBI NOVIYANTI, Sp.A

BAGIAN KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD Dr. Hi. CHASAN BOESOIRIE TERNATE
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KHAIRUN
2023
BAB I
PENDAHULUAN
I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. M.F


Tanggal Lahir : Ternate, 9 Mei 2022
Umur : 11 bl 23 Hari
Jenis Kelamin : Laki- laki
Agama : Islam
Alamat : Sango
Ruangan : HCU
Masuk RS : 2 Mei 2023
Keluar RS : 9 Mei 2023

II. IDENTIFIKASI KASUS

Pasien datang ke IGD RSUD Dr. H. Chasan Boesirie Ternate diantar orang tua pasien
datang dengan diantar orang tua dengan keluhan utama kejang. Kejang dirasakan selama 2x
pada senin malam, dan 1x di hari selasa pagi, saat pasien di IGD, dengan lama kejang kurang
dari 5 menit. Menurut keterangan orang tua, pada saat kejang mata pasien melihat ke atas,
seluruh tubuh kaku. Kejang didahului dengan demam. Demam dirasakan sejak hari jumat
pagi, yaitu 3 hari sebelum kejang. Demam hilang timbul. Demam paling tinggi pada pagi
hari. Demam tidak disertai dengan menggigil. Keluhan disertai dengan batuk berdahak, tapi
dahak sulit keluar. Sesak tidak ada. Muntah 2x saat di rumah setelah kejang. Isi muntahan
berupa susu. Keinginan untuk makan dan minum menurun. BAB encer sebanyak 2x dalam
sehari, berwarna kuning, mengandung lendir dan sedikit ampas. BAK dalam batas normal.
Pasien baru pernah mengalami keluhan ini, namun di dalam keluarga, kakak kedua
pasien pernah mengalami kejang saat usia 3 tahun. Tidak ada riwayat alergi. Pasien pernah
dibawa orang tua ke RSDI dan diberikan obat penurun panas. Selama kehamilan, ibu pasien
rutin melakukan pemeriksaan ke puskesmas dan tidak terdapat kelainan selama kehamilan.
Saat persalinan, bayi lahir cukup bulan dirumah secara pervaginam dibantu oleh bidan
dengan berat badan lahir 4100 gram dan panjang badan ibu lupa. Pasien mengonsumsi ASI

2
eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan, dan dilanjutkan dengan kombinasi susu formula
sampai saat ini.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang dengan
kesaran kompos mentis. Status antropometri dengan BB 10 kg dan panjang badan 67cm
dapat disimpulkan bahwa berdasarkan Z score WHO (BB/TB), pasien mengalami
overweight. Pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan, Heart rate 134x/m kuat angkat dan
regular, suhu 38,6 C, pernapasan 38x/m, dan SpO2 95% room air. Pada pemeriksaan kepala
didapatkan bentuk normocephal, rambut hitam, tidak mudah rontok, mata konjungtiva tidak
anemis dan tidak ada sclera ikterik, leher tidak didapatkan pembesaran KGB. Pada
pemeriksaan thorax didapatkan retraksi dada, suara bronkovesicular (+/+), dan suara
pernapasan tambahan ronki (+/+), bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler. Pada
pemeriksaan abdomen dalam batas normal Pada ekstremitas superior/inferior didapatkan
CRT <2 detik, akral hangat.
Rencana pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan pada pasien adalah pemeriksaan
Count Blood Cell (CBC), Glukosa darah sewaktu (GDS), dan foto thorax.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maka ditegakkan diagnose kerja
atau diagnosa sementara Kejang Demam Kompleks.
Penatalaksanaan awal yang pada pasien yaitu pemberian O2 nasal kanul 2 lpm, asering
dengan 13 tpm, injeksi paracetamol 100mg/8 jam, dan diazepam sup 5 mg jika kejang.

 HASIL PEMERIKSAAN CBC

Tanggal Pemeriksaan : 30 April 2023


Parameter Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
WBC 7,2 4,5 – 13,5 103/μL
RBC 4,18 4,0 – 5,2 106/μL
HGB 11,1 11,5 – 14,5 g/dl
HCT 30,0 32,0 – 42,0 %
MCV 71,8 80,0 – 94,0 Fl
MCH 26,6 27,0 – 31,0 Pg
MCHC 37,0 33,0 – 37,0 g/dl
PLT 310 150 – 450 103/μL
GDS : 92 mg/dl

3
III. FOLLOW UP

3/5/2023
Perawatan hari ke 1
S Demam sejak malam, kejang tidak ada, batuk
berdahak (+) sesak (-), mual muntah (-) makan
minum kurang, BAB dan BAK dalam batas normal
O Keadaan umum Sakit sedang, GCS 15, Compos Mentis
Nadi 130 x/menit
Suhu 38,4 C
RR 40x/menit
SpO2 99% NK 2 lpm
Leher Faring Hiperemis (+), Tonsil T1/T1, Hiperemis (-)
Jantung BJ I dan BJ II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Paru Pengembangan dada simetris, Suara
bronkovesikuler(+/+),ronkhi (+/+), wheezing (-/-).
Abdomen Supel, Bising usus kesan normal.
Ekstremitas Akral hangat, CRT <2 detik
FOTO THORAX Pemeriksaan Foto thorax :
- Gambaran Pneumonia di kedua paru, DD
Viral pneumonia
- Tidak tampak kelainan radiologi pada
jantung
A  Kejang Demam Kompleks
 CAP
P  IVFD Asering 13 tpm
 Ampicilin 350mg/8jam iv
 Gentamisin 25mg/12 jam
 Paracetamol inj 100mg/8 jam iv jika demam
 Diazepam 1 mg/8 jam po, jika SB >38 C
 O2 NK 2 lpm
 Periksa UL

4
4/5/2023
Perawatan hari ke 2
S pasien sudah tidak demam, kejang tidak ada, batuk
berdahak, sesak (-), mual muntah (-) makan minum
kurang, BAB dan BAK dalam batas normal
O Keadaan umum Sakit sedang, GCS 15, Compos Mentis
Nadi 112 x/menit
Suhu 37,0 C
RR 30x/menit
SpO2 99% NK 2 lpm
Leher Faring Hiperemis (-), Tonsil T1/T1, Hiperemis (-)
Jantung BJ I dan BJ II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Paru Pengembangan dada simetris, Suara
bronkovesikuler(+/+),ronkhi (+/+), wheezing (-/-).
Abdomen Supel, Bising usus kesan normal.
Ekstremitas Akral hangat, CRT <2 detik
A  Kejang Demam Kompleks
 CAP
P  IVFD Asering 13 tpm
 Ampicilin 350mg/8jam iv
 Gentamisin 25mg/12 jam
 Paracetamol inj 100mg/8 jam iv jika demam
 Diazepam 1 mg/8 jam po, jika SB >38 C
 O2 NK 2 lpm

Hasil pemeriksaan urin lengkap dalam batas normal.

5
5/5/2023
Perawatan hari ke 3
S Tadi malam pasien demam dengan suhu 37,9 C,
kejang tidak ada, batuk berdahak, sesak (-), mual
muntah (-) makan minum kurang, BAB encer 4x
sejak semalam dan BAK dalam batas normal
O Keadaan umum Sakit sedang, GCS 15, Compos Mentis
Nadi 130 x/menit
Suhu 38,0 C
RR 40x/menit
SpO2 99% NK 2 lpm
Leher Faring Hiperemis (-), Tonsil T1/T1, Hiperemis (-)
Jantung BJ I dan BJ II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Paru Pengembangan dada simetris, Suara
bronkovesikuler(+/+),ronkhi (+/+), wheezing (-/-).
Abdomen Supel, Bising usus kesan normal.
Ekstremitas Akral hangat, CRT <2 detik
A  Kejang Demam Kompleks
 CAP
 Diare akut
P  IVFD Asering 13 tpm
 Ampicilin 350mg/8jam iv
 Gentamisin 25mg/12 jam
 Paracetamol inj 100mg/8 jam iv
 Zink syr 5ml/24 jam po

6
6/5/2023
Perawatan hari ke 4
S Demam (+), kejang tidak ada, batuk berdahak lendir
sulit keluar, sesak (-), mual muntah (-) makan
minum kurang, BAB encer 3x sejak semalam dan
BAK dalam batas normal
O Keadaan umum Sakit sedang, GCS 15, Compos Mentis
Nadi 130 x/menit
Suhu 38,2 C
RR 44x/menit
SpO2 99% room air
Leher Faring Hiperemis (-), Tonsil T1/T1, Hiperemis (-)
Jantung BJ I dan BJ II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Paru Pengembangan dada simetris, Suara
bronkovesikuler(+/+),ronkhi (+/+), wheezing (-/-).
Abdomen Supel, Bising usus kesan normal.
Ekstremitas Akral hangat, CRT <2 detik
A  Kejang Demam Kompleks
 CAP
 Diare akut
P  IVFD Asering 13 tpm
 Ampicilin 350mg/8jam iv
 Gentamisin 25mg/12 jam
 Paracetamol inj 100mg/8 jam iv
 Zink syr 5ml/24 jam po

7
7/5/2023
Perawatan hari ke 5
S demam (+), kejang (-), batuk berkurang, sesak (-),
mual muntah (-) makan kurang, minum mulai
bagus, BAB encer (-) dan BAK dalam batas normal
O Keadaan umum Sakit sedang, GCS 15, Compos Mentis
Nadi 122 x/menit
Suhu 37,9 C
RR 36x/menit
SpO2 99% room air
Leher Faring Hiperemis (-), Tonsil T1/T1, Hiperemis (-)
Jantung BJ I dan BJ II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Paru Pengembangan dada simetris, Suara
bronkovesikuler(+/+),ronkhi (+/+), wheezing (-/-).
Abdomen Supel, Bising usus kesan normal.
Ekstremitas Akral hangat, CRT <2 detik
A  Kejang Demam Kompleks
 CAP
P  IVFD Asering 13 tpm
 Ampicilin 350mg/8jam iv
 Gentamisin 25mg/12 jam
 Paracetamol inj 100mg/8 jam iv
 Zink syr 5ml/24 jam po

8
8/5/2023
Perawatan hari ke 6
S Demam (-), kejang (-), batuk berkurang, sesak (-),
mual muntah (-) makan minum mulai bagus, BAB
encer (-) dan BAK dalam batas normal
O Keadaan umum Sakit sedang, GCS 15, Compos Mentis
Nadi 128 x/menit
Suhu 36,9 C
RR 33x/menit
SpO2 97% room air
Leher Faring Hiperemis (-), Tonsil T1/T1, Hiperemis (-)
Jantung BJ I dan BJ II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Paru Pengembangan dada simetris, Suara
bronkovesikuler(+/+),ronkhi (+/+), wheezing (-/-).
Abdomen Supel, Bising usus kesan normal.
Ekstremitas Akral hangat, CRT <2 detik
A  Kejang Demam Kompleks
 CAP
P  IVFD Asering 13 tpm
 Ampicilin 350mg/8jam iv
 Gentamisin 25mg/12 jam
 Paracetamol inj 100mg/8 jam iv
 Zink syr 5ml/24 jam po
 Observasi bebas demam R/Rawat jalan

9
9/5/2023
Perawatan hari ke 7
S Demam (-), kejang (-), batuk berkurang, sesak (-),
mual muntah (-) makan minum bagus, BAB encer (-
) dan BAK dalam batas normal
O Keadaan umum Sakit sedang, GCS 15, Compos Mentis
Nadi 120 x/menit
Suhu 37.0 C
RR 34x/menit
SpO2 99% room air
Leher Faring Hiperemis (-), Tonsil T1/T1, Hiperemis (-)
Jantung BJ I dan BJ II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Paru Pengembangan dada simetris, Suara
bronkovesikuler(+/+),ronkhi minimal, wheezing (-/-
).
Abdomen Supel, Bising usus kesan normal.
Ekstremitas Akral hangat, CRT <2 detik
A  Kejang Demam Kompleks
 CAP
P  AFF infus
 Cefixime syr 2x1/2 cth
 Paracetamol syr 2x1/2 cth
 Zink syr 5ml/24 jam po
 Diazepam supp jika kejang
 Rawat jalan

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Kejang demam adalah bangkitan kejang setiap kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, tanpa adanya infeksi susunan
saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam
sebelumnya.1
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu
kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan
dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. 2
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa
demam.1 Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau
epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 1
B. KLASIFIKASI

Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :


a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang
tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh
kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam. 3

11
C. PATOFISIOLOGI
Kejang terjadi akibat pelepasan muatan listrik berlebihan di sel neuron otak akibat
dari gangguan fungsi pada neuron baik fisiologis, biokimiawi, maupun anatomi. 4
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid
dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase
yang terdapat pada permukaan sel.3,5
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan bahwa dalam
keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Sehingga reaksi oksidasi terjadi
lebih cepat dan akibatnya oksigen lebih cepat habis. Keadaan hipoksia ini mengganggu
transport aktif sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat dan potensial membrane
cenderung turun.1
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya
perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang
berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi
pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat
disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. 5,6

12
D. DIAGNOSIS

1. Anamnesis
a. Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang,
frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.
b. Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga.
c. Singkirkan penyebab kejang lainnya.
2. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda peningkatan
tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP. 6
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula
darah.5
b. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-
6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi
lumbal dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan, bayi
antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan
meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 5
c. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat
dilakukan pada keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal. 5
d. Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan)
atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan

13
hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis),
paresis nervus VI, papil edema.5
E. DIAGNOSIS BANDING

Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis
atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya
sumber infeksi seperti ototis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah
mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal. 2
F. MANIFESTASI KLINIS

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf
pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan
sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik
(kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik),
gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung
selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat,
inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan,
apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. 1,3,5
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi
apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar
kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15
menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.4

G. TATALAKSANA
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan –lahan
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal.

14
Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal
dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia
3 tahun.5

Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit
dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum
berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan
kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin
kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang
berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang
demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya. 5

1. Pemberian obat pada saat demam


a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik
tetap dapat diberikan. Dosis Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali
diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10
mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat
menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga
penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.2,3,5
b. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula
dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 oC. Dosis
tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup
berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat
demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

15
c. Pemberian Obat Rumat
1) Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut (salah satu) ;
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau lebih
dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, kejang
demam ≥ 4 kali per tahun.5
2) Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa
kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan
efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus
selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari
dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.
Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5

H. EDUKASI PADA ORANG TUA


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangi dengan cara yang diantaranya :
1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik

16
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping obat.4,5
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
1. Tetap tenang dan tidak panik.
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang.
6. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih . 5

17
BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis di dapatkan umur penderita > 6 bulan dan < 6thn (2 tahun 5
bulan), kejang didahului demam, kejang berlangsung selama 3x (>1x) dalam 24 jam, kurang dari
5 menit, pasien tetap sadar setelah kejang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh 38,6 oC
dan tidak ditemukan kelainan neurologis setelah kejang. Hal tersebut sesuai dengan kriteria
kejang demam kompleks. Selain itu ditemukan juga riwayat kejang dalam keluarga pasien yaitu
kakak kedua pasien mengalami hal yang serupa saat masih bayi. Dari beberapa penelitian
dilaporkan bahwa Faktor hereditas juga mempunyai peranan. Lennox-Buchthal (1971)
berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen
dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Kejang demam dengan riwayat keluarga yang
positif berisiko lebih tinggi. Keluarga yang memiliki riwayat menderita kejang demam 25-40%
dapat diturunkan.
Tatalaksana awal yang diberikan pada pasien ini adalah pemberian oksigenasi sebagai
tindakan awal dalam mengatasi kejang merupakan tindakan yang tepat, hal ini dikerenakan pada
saat seorang anak sedang dalam keadaan kejang maka suplai oksigen ke otak semakin berkurang
sehingga bisa menyebabkan hipoksia. Selain itu diberikan anti kejang yaitu diazepam rektal dan
dilakukan pemasangan jalur intravena lalu dilanjutkan dengan pemberian Asering 13 tpm. Pada
pasien ini juga diberikan antipiretik untuk mengatasi demam. Rencana pemeriksaan untuk pasien
ini adalah pemeriksaan CBC, GDS dan foto thorax. Hal ini bertujuan untuk mencari penyebab
kejang yang didahului oleh demam, sehingga dapat menunjang diagnosa.
Setelah dilakukan observasi selama 6 jam bebas kejang, pasien kemudian dipindahkan ke
ruangan. Pada perawatan hari pertama, pasien masih demam sejak malam, namun tidak ada
kejang, batuk berdahak namun dahak sulit keluar. Hasil pemeriksaan foto thorax menunjukan
hasil bahwa pasien juga mengalami infeksi paru yaitu pneumonia, yang pada kasus ini
menyerang kedua paru-paru (pneumonia bilateral). Pada hari pertama perawatan pasien masih
diberikan terapi yang sama dengan hari pertama namun ditambahkan dengan injeksi ampicillin
yang bertujuan untuk mengatasi infeksi paru-paru. Pada hari kedua diazepam rektal di ganti
dengan diazepam oral sebagai profilaksis apabila pasien demam dengan suhu >38 C. selain itu,
direncanakan untuk melakukan pemeriksaan urin lengkap.

18
Pada hari kedua perawatan, pasien sudah tidak demam, tidak kejang, namun pasien masih
tidak mau makan, dan minum masih sangat sedikit. dan untuk terapi pada hari kedua masih sama
dengan hari sebelumnya.
Keesokan harinya, pasien kembali demam sejak malam dan suhu saat pagi hari yaitu
38,0C, disertai dengan BAB encer > 4x sejak semalam. pada pemeriksaan fisik ditemukan bunyi
rhonki pada kedua basal paru, dan pemeriksaan abdomen ditemukan bising usus atau peristaltic
meningkat. Pada hari ketiga ditambahkan terapi Zynk syr 1x5ml per oral sebagai obat untuk
mengatasi diare.
Pada hari keempat perawatan, pasien masih demam, tidak ada kejang, dan masih BAB
encer dengan konsistensi berair sedikit ampas sebanyak 3x sejak malam. Terapi dilanjutkan.
Keesokan harinya, pasien masih demam, namun sudah tidak diare lagi, pemberian zynk tetap
dilanjutkan karena berdasarkan penatalaksaan diare pada anak pemberian zynk diberikan selama
10 hari walaupun anak sudah tidak diare.
Pada hari ke enam perawatan, pasien sudah mulai membaik, tidak ada demam, bebas
kejang lebih dari 48 jam, tidak ada BAB encer, makan mulai bagus, dan minum mulai bagus.
BAB dan BAK dalam batas normal. Terapi pada hari ini masih sama, namun direncanakan
untuk rawat jalan jika pasien bebas demam dalam waktu 24 jam tanpa pemberian antipiretik.
Keesokan harinya pasien sudah semakin membaik, tidak ada demam dan kejang lagi, batuk
sudah berkurang, makan minum bagus, dan BAB BAK dalam batas normal. Pasien diijinkan
untuk pulang dengan terapi cefixyme syrup sebagai antibiotic, paracetamol syrup jika panas, dan
melanjutkan terapi zyn syrup sampai hari kesepuluh.
Pada kasus ini, penyebab kejang demam adalah infeksi paru-paru, yaitu pneumonia yang
menyerang kedua paru-paru. Infeksi tersebut menyebar, sehingga sebagai kompensasi pusat suhu
akan menaikkan setting suhu di otak sehingga suhu tubuh menjadi naik. Kenaikan suhu yang
terlalu tinggi akhirnya menyebabkan anak akhirnya mengalami kejang. Setelah penyebab di
atasi, anak tidak kejang lagi, dan perlahan – lahan membaik, sehingga selama 7 hari perawatan
dengan pemberian anti konvulsan sebagai profilaksis, antipiretik sebagai penurun panas,
antibiotic sebagai pengobatan infeksi, dapat memperbaiki keadaan umum pasien hingga akhirnya
diijinkan untuk rawat jalan.

19
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
4. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS.2013. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
95–98. Makasar.
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai