FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
DISUSUN OLEH
Ummuhani Abubakar
10119220088
PEMBIMBING
DAFTAR ISI............................................................................................................................... ii
1. Definisi .......................................................................................................................... 2
2. Etiologi ........................................................................................................................... 2
3. Epidemiologi .................................................................................................................. 3
4. Patofisiologi.................................................................................................................... 3
5. Manifestasi Klinis ........................................................................................................... 6
6. Klasifikasi ...................................................................................................................... 7
7. Pemeriksaan penunjang ................................................................................................... 8
8. Diagnosis ........................................................................................................................ 9
9. Penatalaksanaan .............................................................................................................. 9
10. Prognosis ........................................................................................................................ 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
2. ETIOLOGI
Dalam kebanyakan kasus, penyebab ITP tidak diketahui. Seringkali pasien yang
sebelumnya terinfeksi oleh virus (rubella, rubeola, varisela) atau, sekitar tiga minggu menjadi
ITP. Hal ini diyakini bahwa tubuh, ketika membuat antibodi terhadap virus, "sengaja" juga
membuat antibodi yang dapat menempel pada sel-sel platelet. Tubuh mengenali setiap sel
dengan antibodi sebagai sel asing dan menghancurkan mereka. Itulah sebabnya ITP juga
disebut sebagai imuno thrombocytopenic purpura. 1
Sumsum tulang adalah jaringan lembut, kenyal yang berada di tengah tulang panjang dan
bertanggung jawab untuk membuat sel-sel darah, termasuk trombosit. Sumsum tulang
merespon rendahnya jumlah trombosit dan menghasilkan lebih banyak untuk mengirim ke
tubuh. Sel-sel di sumsum tulang pada pasien dengan ITP, akan banyak trombosit muda yang
telah dihasilkan. Namun, hasil tes darah dari sirkulasi darah akan menunjukkan jumlah
trombosit yang sangat rendah. Tubuh memproduksi sel-sel normal, tetapi tubuh juga
2
menghancurkan mereka. Dalam kebanyakan kasus, tes darah lainnya normal kecuali untuk
rendahnya jumlah trombosit. Pada pasien ITP, trombosit biasanya bertahan hanya beberapa
jam, dibandingkan dengan trombosit yang normal yang memiliki umur 7 sampai 10 hari.
Trombosit sangat penting untuk pembentukan bekuan darah. 1
3. EPIDEMIOLOGI
Insiden ITP pada anak antara 4,0-5,3 per 100.000, ITP akut umunya terjadi pada anak-anak
usia antara 2-6 tahun. 7-28% anak-anak dengan ITP akut berkembang menjadi kronik. Purpura
Trombosit Idiopatik pada anak berkembang menjadi bentuk ITP kronik pada beberapa kasus
menyerupai ITP dewasa yang khas. Insidensi ITP kronis pada anak diperkirakan 0,46 per
100.000 anak pertahun.
Insidensi ITP kronis dewasa adalah 58-66 kasus baru per satu juta populasi pertahun (5,8-
6,6 per 100.000) di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris. Idiopathic
Thrombocytopenic Purpura kronik pada umumnya terdapat pada orang dewasa median rata-
rata usia 40-45 tahun. Ratio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada penderita ITP akut
sedangkan pada ITP kronik adalah 2-3:1.1
Jumlah insiden ITP yang sebenarnya, tidak diketahui, karena individu dengan penyakit
ringan mungkin asimtomatik sehingga tidak terdiagnosis. Di Amerika Serikat, penyakit gejala
terjadi pada sekitar 70 dewasa / 1.000.000 dan 50 anak / 1.000.000. Penderita ITP refrakter
didefinisikan sebagai suatu ITP yang gagal diterapi dengan kortikosteroid dosis standar dan
splenektomi yang selanjutnya mendapat terapi karena angka trombosit dibawah normal atau
ada perdarahan. Penderita ITP refrakter ditemukan kira-kira 25-30 persen dari jumlah
penderita ITP. Kelompok ini mempunyai respon jelek terhadap pemberian terapi dengan
morbiditas yang cukup bermakna dan mortalitas kira-kira 16%. 1,4
4. PATOFISIOLOGI
ITP disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang berikatan dengan trombosit
autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklear
melalui reseptor Fc makrofag. Diperkirakan bahwa ITP diperantai oleh suatu autoantibodi,
mengingat kejadian transient trombositopenia pada neonatus yang lahir dari ibu yang
3
menderita ITP, dan perkiraan ini didukung oleh kejadian transient trombositopenia pada orang
sehat yang menerima transfusi plasma kaya IgG, dari seorang penderita ITP. Trombosit yang
diselimuti oleh autoantibodi IgG akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di hati
setelah berikatan dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada
sebagian besar penderita akan terjadi mekanisme kompensasi dengan peningkatan produksi
trombosit. Sebagian kecil yang lain, produksi trombosit tetap terganggu, sebagian akibat
destruksi trombosit yang diselimuti autoantibodi oleh makrofag didalam sumsum tulang
(intramedullary), atau karena hambatan pembentukan megakariosit, kadar trombopoetin tidak
meningkat, menunjukan adanya masa megakariosit normal. 5
Untuk sebagian kasus ITP yang ringan, hanya trombosit yang diserang, dan megakariosit
mampu untuk mengkompensasi parsial dengan meningkatkan produksi trombosit. Penderita
ITP dengan tipe ini dapat dikatakan menderita ITP kronik tetapi stabil dengan jumlah trombosit
yang rendah pada tingkat aman. Pada kasus berat, auto antibodi dapat langsung meyerang
antigen yang terdapat pada trombosit dan juga megakariosit. Pada tipe ini produksi trombosit
terhenti dan penderita harus menjalani pengobatan untuk menghindari resiko perdarahan
internal atau organ dalam. 1
Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan antibodi ITP untuk
berikatan dengan trombosit yang secara genetik kekurang kompleks glikoprotein IIb/IIIa.
Kemudian berhasil diidentifikasi antibodi yang bereaksi dengan glikoprotein Ib/IX,Ia/IIa,IV
dan V dan determinasi trombosit yang lain. Juga dijumpai antibodi yang bereaksi terhadap
berbagai antigen yang berbeda. Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang
diperkirakan dipicu oleh antibodi, akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang
berakibat produksi antibodi yang cukup untuk menimbulkan trombositopenia.
4
Gambar tersebut dapat menjelaskan bahwa faktor yang memicu produksi autoantibodi
tidak diketahui. Kebanyakan penderita mempunyai antibodi terhadap glikoprotein pada
permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis. Pada awalnya glikoprotein
IIb/IIIa dikenali oleh autoantibodi, sedangkan antibodi yang mengenali glikoprotein Ib/IX
belum terbentuk pada tahap ini.
1. Trombosit yang diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan sel penyaji antigen
(makrofag atau sel dendritik) melalui reseptor Fcg kemudian mengalami proses
internalisasi dan degradasi.
2. Sel penyaji antigen tidak hanya merusak glikoprotein IIb/IIIa, tetapi juga
memproduksi epitop kriITPk dari glikoprotein trombosit yang lain.
5
berfungsi menfasilitasi proliferasi inisiasi CD4 positif Tcell clone (Tcell clone 1)
dan spesifitas tambahan (Tcell clone 2)
5. Reseptor sel imunoglobulin sel B yang mengenali antigen trombosit (Bcell clone
2) dengan demikian akan menginduksi proliferasi dan sintesis antiglikoprotein
Ib/IX antibodi dan juga meningkatkan produksi antiglikoprotein IIb/IIIa antibodi
oleh B cell clone 1. 1,3,5
5. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala dari idipatik trombositosis purpura adalah meningkatnya perdarahan
akibat menurunnya jumlah platelet. Bentuk perdarahan dalam:
1. Purpura. Perdarahan yang terjadi pada kulit dan membran mukosa (seperti di dalam
mulut) yang berwarna keunguan. Lebam yang tidak jelas penyebabnya.
2. Petekie. Bintik-bintik merah di kulit. Terkadang bintik merah saling menyatu dan
mungkin terlihat seperti ruam. Bintik merah merupakan perdarahan di bawah kulit
5. Mimisan
7. Hematuria
Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi yang palin serius pada ITP. Hal ini
mengenai hampir 1% penderita dengan trombositopenia berat. Perdarahan biasanya di
subarachnoid, sering multipel dan ukuran bervariasi dari petekie sampai ekstravasasi darah
yang luas.1
6
6. KLASIFIKASI
a. ITP akut.
Kejadiaannya kurang atau sama dengan 6 bulan. ITP akut sering dijumpai
pada anak, jarang pada dewasa. Onset penyakit biasanya mendadak, riwayat
infeksi mengawali terjadinya perdarahan berulang, sering dijumpai eksantem pada
anak-anak (rubeola dan rubella) dan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh
virus. Virus yang paling banyak diindetifikasi adalah varicella zooster dan ebstein
barr. Manifestasi perdarahan ITP akut pada anak biasanya ringan, perdarahn
intrakranial terjadi kurang dari 1% pasien. Pada ITP dewasa bentuk akut jarang
terjadi, namun dapat mengalami perdarahan dan perjalanan penyakit lebih
fulminan. ITP akut pada anak biasanya self limiting, remisi spontan terjadi pada
90% penderita, 60% sembuh dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90% sembuh dalam
3-6 bulan.
b. ITP kronik
Kejadiaannya lebih dari 6 bulan. Onset ITP kronik biasanya tidak menentu,
riwayat perdarahan sering ringan sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien
jarang terjadi dan perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, mungkin intermitten atau
terus menerus. Manifestasi perdarahan ITP berupa ekimosis, petekie, purpura.
Pada umumnya berat dan frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah
trombosit. Secara umum bila pasien dengan AT > 50.000/ml maka biasanya
asimptomatik, AT 30.000-50.000/ml terdapat luka memar/hematom, AT 10.000-
30.000/ml terdapat perdarahan spontan, menoragi dan perdarahan memanjang bila
ada luka, AT < 10.000/ml terjadi perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan
gastrointestinal dan genitourinaria) dan resiko perdarahan sistem saraf pusat. 1
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
7
Untuk memastikan diagnosis Idiopathic Thrombocytopenic Purpura, dilakukan dengan
pemeriksaan laboratorium yang tepat. Pemeriksaan dapat dilakukan antara lain dengan
pemeriksaan:
1. Pemeriksaan darah rutin, akan didapatkan nilai trombosit yang rendah (<
150.000) dengan jumlah eritrosit (apabila tidak terjadi perdarahan yang berat)
dan leukosit dalam batas normal.
8. DIAGNOSIS
8
Anamnesis yang lengkap termasuk risiko, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,
perlu dilakukan pada setiap pasien saat kunjungan pertama kali ke saranakesehatan. Hal ini
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis, diperolehnya data dasar mengenai pemeriksaan
fisik dan laboratorium, dan untuk menentukan tata laksana selanjutnya.
Dari Anamnesis, perlu digali tanda-tanda perdarahan dan faktor resiko. Tanda perdarahan
seperti munculnya petekie, purpura, perdarahan yang sulit berhenti, perdarahan pada gusi,
mimisan spontan, perdarahan konjungtiva, perdarahan saluran cerna seperti melena,
hematuria, dan menstruasi yang berkepanjangan pada wanita.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya purpura dan petekie, perdarahan mukokutan,
mungkin bisa ditemukan adanya splenomegali (10% pada anak) yang jarang terjadi.
9. PENATALAKSANAAN
Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman
sehinggamencegah terjadinya perdarahan mayor. Terapi umum meliputi menghindari aktivitas
fisik berlebihan untuk mencegah trauma terutama trauma kepala, hindari pemakaian obat-
obatan yangmempengaruhi fungsi trombosit. Terapi khusus yakni terapi farmakologis.
Prednison
Prednison, terapi awal ITP dengan prednisolon atau prednison dosis 1,0-1,5mg/kgBB/hari
selama 2 minggu. Respons terapi prednison terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi
dalam minggu pertama, bila respon baik kortikosteroid dilanjutkan sampai 1 bulan , kemudian
tapering. Kriteria respon awal adalah peningkatan AT <30.000/µL, AT>50.000/µL setelah 10
hari terapi awal, terhentinya perdarahan. Tidak berespons bila peningkatan AT <30.000µL/
9
AT ≤50.000/µ L terapi 10 hari. Respon menetap bila AT menetap>50.000/mL setelah 6 bulan
follow up. Pasien yang simtomatik persisten dan trombositopenia berat (AT <10.000/µL)
setelah mendapat terapi prednisone perlu dipertimbangkan untuk splenektomi.
Imunoglobulin Intravena
Imunoglobulin intravena (IglV) dosis 1 g/kg/ hari selama 2-3 hari berturut-turutdigunakan bila
terjadi perdarahan internal, saat AT <5000/mL meskipun telah mendapat terapi kortikosteroid
dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progresif. Hampir 80% pasien berespon baik
dengan cepat meningkatkan AT namun perlu pertimbangan biaya. Gagal ginjal dan insufisiensi
paru dapat terjadi serta syok anafilaktik pada pasien yang mempunyai defisiensi IgA
Kongenital. Mekanisme kerja IglV pada ITP masih belum banyak diketahui namun meliputi
blockade Fc reseptor, anti-idiotype antibodies pada IgIV yang menghambat ikatan
autoantibodi dengan trombosit yang bersirkulasi dan imunosupresi.
Splenektomi
Splenektomi adalah pengobatan yang paling definitif untuk ITP, dan kebanyakan pasiend
ewasa pada akhirnya akan menjalani splenektomi. Terapi prednison dosis tinggi tidak boleh
berlanjut terus dalam upaya untuk menghindari operasi. Splenektomi diindikasikan jika pasien
tidak merespon pada prednison awal atau memerlukan prednison dosis tinggi yang tidak masuk
akal untuk mempertahankan jumlah platelet yang memadai. Pasien lain mungkin tidak toleran
terhadap prednison atau mungkin hanya lebih memilih terapi bedah alternatif.
Splenektomidapat dilakukan dengan aman bahkan dengan menghitung trombosit kurang dari
10.000 / MCL.80 % pasien mendapatkan manfaat dari splenektomi baik dengan remisi lengkap
atau parsial, dan angka kekambuhan ialah 15-25%.
Splenektomi perlu bagi orang dewasa pada umumnya yang relaps atau yang tidak berespons
dengan kortikostroid, imunoglobulin iv dan Imunoglobulin anti-D.Penggunaan imunoglobulin
anti-D sebagai terapi awal masih dalam penelitian dan hanya cocok untuk pasien Rh-positif.
Apakah penggunaan IglV atau imunoglobulin anti-D sebagai terapi awal tergantung pada
beratnya trombositopenia dan luasnya perdarahan mukokutaneus. Untuk memutuskan apakah
10
terapi pasien yang mempunyai AT 30.000 /µL sampai 50.000/µL bergantung pada ada
tidaknya faktor risiko perdarahan yang menyertai dan ada tidaknya risikotinggi untuk trauma.
Pada AT >50.000/µL perlu diberi IglV sebelum pembedahan atau setelahtrauma pada beberapa
pasien. Pada pasien ITP kronik dan AT <30.000/µl IglV atau metil prednisolon dapat
membantu meningkatkan AT dengan segera sebelum splenektomi.
Untuk pasien yang dengan terapi standar kortikosterpid tidak membaik, ada beberapa pilihan
terapi lain. Luasnya variasi terapi untuk terapi lini kedua menggambarkan relatif kurangnya
efikasi dan terapi bersifat individual.
Terapi pasien ITP refrakter selain prednisolon dapat digunakan deksametason oral dosis
tinggi. Deksametason 40 mg/hari selama 4 hari, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus. Dari 10
pasien dalam penelitian kecil ini semua memberi respons yang baik (dengan AT >100.000/mL)
bertahan sekurang-kurangnya dalam 6 bulan. Pasien yang tidak berespon dengan
deksametason dosis tinggi segera diganti obat lainnya.
Metil prednisolon
Steroid parenteral seperti metilprednisolon digunakan sebagai terapi lini kedua dan ketiga
pada ITP refrakter. Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pada ITP anak dan dewasa
yang resisten terhadap terapi prednison dosis konvensional. Dari penelitian Weil pada pasien
ITP berat menggunakan dosis tinggi metil prednisolon 30 mg/kg iv kemudian dosis diturunkan
11
tiap 3hari sampai 1 mg/kg sekali sehari dibandingkan dengan pasien ITP klinis ringan yang
telah mendapat terapi prednison dosis konvensional.
Pasien yang mendapat terapi metilprednisolondosis tinggi mempunyai respon lebih cepat
(4,7 vs 8,4 hari) dan mempunyai angka respons (80%vs 53%). Respons steroid intravena
bersifat sementara pada semua pasien dan memerlukan steroid oral untuk menjaga agar AT
tetap adekuat.
Anti-D Intravena
Anti-D intravena telah menunjukkan peningkatan AT 79-90% pada orang dewasa. Dosisanti-
D 50-75 mg/kg perhari IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel darah merah rhesusD-
positif yang secara khusus dibersihkan oleh RES terutama di lien, jadi bersaing
denganautoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade.
Alkaloid Vinka
Semua terapi golongan alkaloid vinka jarang digunakan, meskipun mungkin bernilaiketika
terapi lainnya gagal dan ini diperlukan untuk meningkatkan AT dengan cepat, misalnya
vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 mg, setiap minggu selama 4-6 minggu.
Danazol
Dosis danazol 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon seringlambat.
Fungsi hati harus diperiksa setiap bulan. Bila respons terjadi, dosis diteruskan sampaidosis
maksimal sekurang-kurangnya 1 tahun dan kemudian diturunkan 200 mg/hari setiap 4 bulan.
12
Immunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal berespons dengan terapi lainnya.Terapi
dengan azatioprin (2 mg/kg maksimal 150 mg/hari) atau siklofosfamid sebagai obat tunggal
dapat dipertimbangkan dan responnya bertahan sampai 25%. Pada pasien yang
berat,simptomatik, ITP kronik refrakter terhadap berbagai terapis ebelumnya. Pemakaian
siklofosfaraid, vinkristin dan prednisolon sebagai kombinasi telah efektif digunakan seperti
padalimfoma.
Siklofosfamid 50-100 mg p.o atau 200 mg/iv/bulan selama 3 bulan. Azatioprin 50-100 mg p.o,
bila 3 bulan tidak ada respon obat dihentikan, bila ada respons sampai 3 bulan turunkan sampai
dosis terkecil.
Dapsone
Dapson dosis 75 mg p.o. per hari, respons terjadi dalam 2 bulan. Pasien- pasien harusdiperiksa
G6PD, karena pasien dengan kadar G6PD yang rendah mempunyai risiko hemolisisyang
serius. Pendekatan Pasien yang Gagal Terapi Standar dan Terapi Lini Kedua
Sekitar 25% ITP refrakter dewasa gagal berespon dengan terapi lini pertama atau keduadan
memberi masalah besar. Beberapa di antaranya mengalami perdarahan aktif namun lebih
banyak yang berpotensi untuk perdaraihan serta masalah penanganannya. Pada umumnya ITP
refrakter kronis bisa mentoleransi trombositopenia dengan baik dan bisa mempunyai
kualitashidup normal atau mendekati normal. Bagi mereka yang gagal dengan terapi lini
pertama dankedua hanya memilih terapi yang terbatas meliputi: (i) interferon-α, (ii) anti-CD20,
(iii)Campath-1H,(iv) mikofonelat mofetil,(vi)terapi lainnya.
Rekomendasi Terapi ITP Yang Gagal Terapi Lini Pertama dan Kedua
Susunan terapi lini ketiga tersedia untuk pasien dengan kemunduran splenektomi dan bagi
mereka yang tidak dapat atau harus menunda operasi. Rituximab, suatu antibodimonoklonal
terhadap CD20 + B sel, memiliki tingkat respons keseluruhan 25 - 50%, danmemiliki respon
yang tahan lama, dengan efek samping yang relatif sedikit.
13
Campath-IH dan rituximab adalah obat yang mungkin bermanfaat pada pasien tidak berespon
dengan terapi lain dan dibutuhkan untuk meningkatkan AT (misalnya. Perdarahan aktif).
Mikofenolat mofetil tampak efektif pada beberapa pasien ITP refrakter tetapi studi lebih.
10. PROGNOSIS
Respon terapi dapat mencapai 50%-70% dengan kortikosteroid. Pasien ITP dewasa hanya
sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan penyebab kematian pada ITP biasanya
disebabkan oleh perdarahan intracranial yang berakibat fatal berkisar 2,2% untuk usia lebih
dari 40 tahun dan sampai 47,8% untuk usia lebih dari 60 tahun.
14
BAB III
KESIMPULAN
1. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan
trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 150.000/mL)
akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur
trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama limpa.
2. Insidensi ITP pada anak diperkirakan 4,0-5,3 per 100.000 anak pertahun. Insidensi ITP kronis
dewasa adalah 58-66 kasus baru per satu juta populasi pertahun (5,8-6,6 per 100.000) dengan
jumlah pasien wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki.
3. Penyebab ITP yang pasti sampai saat ini masih belum diketahui pasti namun penyebab ITP
dikaitkan dengan infeksi rubela, rubeola,varisella pada pasien ITP yang sebelumnya
terinfeksi.
4. ITP disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang berikatan dengan trombosit autolog
kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklear melalui
reseptor Fc makrofag
5. Pada pemeriksaan darah lengkap di dapatkannya penurunan jumlah trombosit dengan adanya
tanda perdarahan berupa petekie, purpura, epistaksis, subkonjungtiva bleeding, melena,
hematuria.
15
DAFTAR PUSTAKA
3. Sahni. Immune thrombocytopenic pupura. Homoeopathy clinic and research center pvt.Ltd.
Case Report. July 2005. Available at : http//.www.homoeophatyclinic.com/ accesed on
Januari 2014
5. Cines DB, Blanchette VS. Immune Trombositopenic purpura. N Engl J Med. 2002; 346 (13):
995-1008
6. Mehta AB, Hoffbrand AV. Gangguan hemostasis: dinding pembuluh darah dan trombosit.
2nd ed. Jakarta: Erlangga;2006. p.73-5.
16