Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN

KEPERAWATAN ANAK DENGAN ITP

(Idiopathic Thrombocytopenic Purpura)


Dosen Pembimbing : Siti Indatul, S.Kep,Ns.,M.Kes

OLEH :

1. SUDIRMANTOYO (202107053)
2. ROVITA AJENG PRAMESTI (202107055)
3. M. FARID ALFARIZI (202107056)
4. ALYA PARAMUDITHA (202107063)
5. SUPRIH TRI RAHAYU (202107064)
6. FEBRI PUTRI PERTIWI (202107069)

PROGRAM B S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO


TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Segala puji bagi Allah SWT sang Maha Cahaya

penguat hidayah, dan semua jiwa di genggamannya, kasih sayang Mu yang

mulia, sehingga penulis dapat menyelesaikan “ Laporan Pendahuluan

dan Asuhan Keperawatan Anak dengan ITP “

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kata

sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapakan saran dan masukannya

untuk perbaikan laporan pendahuluan ini. Laporan pendahulun dan asuhan

keperawatan ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya profesi

keperawatan.

Mojokerto, 10 Agustus 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I......................................................................................................................................4
KONSEP TEORI....................................................................................................................4
A. Definisi Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP).................................................4
B. Etiologi Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP).................................................4
C. Manifestasi Klinis Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)................................5
D. Patofisiologi Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP).........................................7
E. Pohon Masalah.............................................................................................................9
F. Komplikasi...................................................................................................................9
G. Penatalaksanaan.........................................................................................................10
BAB II...................................................................................................................................12
KONSEP ASKEP.................................................................................................................12
1. Pengkajian..................................................................................................................12
1. Data subjektif.................................................................................................................12
b. Riwayat Kesehatan........................................................................................................12
c. Pola Fungsi Kesehatan...................................................................................................14
2. Data Obyektif.................................................................................................................15
Breathing (B1).......................................................................................................................15
Blood (B2).............................................................................................................................16
Brain (B3).............................................................................................................................16
Bladder (B4)..........................................................................................................................16
Bowel (B5)............................................................................................................................16
Bone (B6)..............................................................................................................................17
2. Diagnosa Keperawatan...............................................................................................17
3. Intervensi....................................................................................................................19
KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................24
BAB I
KONSEP TEORI

A. Definisi Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) akut, merupakan purpura

trombositopenia yang paling sering pada masa anak, dihubungkan dengan ptekie,

perdarahan mukokutan, dan kadang-kadang perdarahan ke dalam jaringan. Ada

penurunan berat pada trombosit sirkulasi, meskipun terdapat jumlah megakariosit

cukup dalam sumsum tulang. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura akut paling

sering terjadi pada anak. Pada sekitar 75%, episode tersebut terjadi setelah

vaksinasi atau infeksi seperti cacar air atau mononukleosis infeksiosa. Sebagian

kasus terjadi akibat perlekatan kompleks imun non spesifik.

ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura.

Idiopathic berarti tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti

darah yang tidak cukup memiliki keping darah (trombosit). Purpura berarti

seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan). Istilah ITP juga

merupakan singkatan dari Immune Thrombocytopenic Purpura. Idiopatik

thrombocytopenic purpura (ITP) adalah gangguan perdarahan di mana

sistem kekebalan tubuh menghancurkan trombosit asli. Fungsi utama

trombosit berperan dalam proses pembekuan darah, bila terdapat luka

trombosit akan berkumpul ke tempat luka kemudian memicu pembuluh

darah untuk mengkerut atau agar tidak banyak darah yang keluar. Dalam

kondisi ini merupakan autoantibodi dihasilkan terhadap antigen trombosit.

ITP mempengaruhi perempuan lebih sering daripada pria dan lebih sering

terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa (Sheema, 2017).

B. Etiologi Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


Menurut Nurarif & Kusuma (2015), penyebab ITP yang pasti

belum diketahui, tetapi dikemukakan berbagai kemungkinan diantaranya


ialah :

a. Trombositopenia (Jumlah trombosit dapat sedikit atau sangat

menurun, bila kurang dari 20.000 bahkan mencapai 0)

b. Infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela, rubela, dll)

c. Bahan kimia

d. Pengaruh fisis (radiasi, panas)

e. Kekurangan faktor pematangan (misalnya malnutrisi)

f. Mekanisme imun yang menghancurkan trombosit

C. Manifestasi Klinis Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) akut lebih sering

dijumpai pada anak, jarang pada umur dewasa, onset penyakit

biasanya mendadak, riwayat infeksi mengawali terjadinya perdarahan

berulang, sering dijumpai eksantem pada anak-anak (rubeola dan

rubella) dan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh virus

merupakan 90% dari kasus pediatric trombositopenia imunologik.

Virus yang paling banyak diidentifikasi adalah varicella zoster dan

ebstein barr. Manifestasi perdarahan ITP akut pada anak biasanya

ringan, perdarahan intracranial terjadi kurang dari 1% pasien. Pada

ITP dewasa bentuk akut jarang terjadi namun dapat mengalami

perdarahan dan perjalanan penyakit lebih fulminant. ITP akut pada

anak biasanya self limiting, remisi spontan terjadi pada 90%

penderita, 60% sembuh dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90% sembuh

dalam 3-6 bulan.

i. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) Kronis

Onset ITP kronik biasanya tidak menentu, riwayat perdarahan


sering dari ringan sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang

terjadi, dan memiliki perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode

perdarahan dapat berlangsung beberapa hari


sampai beberapa minggu, mungkin intermitten atau bahkan terus

menerus. Remisi spontan jarang terjadi dan tampaknya remisi tidak

lengkap.

Manifestasi perdarahan ITP berupa ekimosis, petekie, purpura.

Pada umumnya berat dan frekuensi perdarahan berkorelasi dengan

jumlah trombosit. Secara umum hubungan antara jumlah trombosit

dengan gejala antara lain bila pasien dengan AT > 50.000/mL maka

biasanya asimtomatil, AT 30.000-50.000/mL terdapat luka

memar/hematom, AT 10.000-30.000/mL terdapat perdarahan spontan,

menoragi dan perdarahan memanjang bila ada luka, AT < 10.000/mL

terjadi perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gastrointestinal

dan genitourinaria) dan risiko perdarahan saraf (W.Sudayo, 2010).

D. Patofisiologi Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


ITP merupakan suatu kelainan didapat yang berupa gangguan

autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adanya

penghancuran trombosit secara dini dalam system retikuloendotel

akibat adanya autoantibodi terhadap trombosit yang biasanya berasal

dari Immunoglubolin G. Sindroma ITP disebabkan oleh auto antibody

trombosit spesifik yang berkaitan dengan trombosit autolog kemudian

dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh system fagosit

mononuclear melalui reseptor Fc makrofag (W.Sudayo, 2017).

ITP disebabkan oleh antibodi trombosit spesifik yang

berikatan dengan trombosit analog kemudian dengan cepat

dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklear melalui


reseptor Fc makrofag. Trombosit yang diselimuti oleh antibodi IgG

akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di hati setelah

berikatan dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh makrofag

jaringan. Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemiologis pada

antara ITP akut dan kronis menimbulkan dugaan adanya mekanisme

patofisiologi terjadinya trombositopenia diantara keduanya. Pada ITP

akut, telah dipercaya bahwa penghancuran trombosit meningkat

karena adanya antibodi yang dibentuk saat terjadinya respon imun

terhadap infeksi bakteri/virus atau pada imunisasi yang bereaksi

silang dengan antigen dari trombosit. Sedangkan pada ITP kronis

mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti

pada penyakit autoimun lainnya, yang berakibat terbentuknya

antibodi spesifik terhadap trombosit.


E. Pohon Masalah

F. Komplikasi
1. Reaksi transfusi
Merupakan keadaan kegawatdaruratan hematologik, pada ITP
dapat terjadi pendarahan mayor jik trombosit < 10.000/mm3. Dalam
pemberian tranfusi memang harus dalam pengawasan ketat. Reaksi
transfusi dapat mengakibatkan reaksi anafilaksis. Terjadi karena
pemberian dara mengandung Ig A pada penderita tergolong defisiensi Ig
A konginetal, yang telah mendapat sensitisasi terhadapa Ig A
sebelumnya melalui tranfusi kehamilan. Reaksi dapat terjadi dalam
bentuk urtikaria dan bronkospasme.
2. Relaps
Merupakan kambuh berulang atau gagal dalam pengobatan, dan
pada dewasa perlu dilakukan splenenektomi. Relaps dapat terjadi
karena tidak berespon terhadap kortikostroid dan imunoglobulin IV.
3. Perdarahan susunan saraf pusat

Misalnya pendarahan pada subdural, kurang dari 1% penderita


yang mengalami ini dari kasus yang terkena.
4. Kematian
Trombositopenia berat yang mengancam kehidupan ditemukan
bila jumlah trombosit < 10.000/mm3.
G. Penatalaksanaan
Berikut merupakan beberapa faktor pertimbangan ketika
memutuskan untuk mengobati atau tidak untuk mengobati anak-anak
dengan ITP, termasuk gejala perdarahan, jumlah trombosit, dan masalah
psikososial dan gaya hidup seperti aktivitas anak.
Perdarahan / kualitas hidup manajemen pendekatan
Derajat 1. Perdarahan kecil,
beberapa petechiae (≤ Total 100)
Observasi
dan
/ atau ≤ 5 memar kecil (≤ diameter 3
cm); ada perdarahan mukosa
Derajat 2. perdarahan ringan,
banyak petechiae (> Total 100) dan / Observasi atau pengobatan pada
atau> 5 memar besar (> diameter 3 anak-anak tertentu
cm); ada perdarahan mukosa
Intervensi untuk mencapai derajat 1/2
Derajat 3. perdarahan sedang,
pada anak-anak tertentu
perdarahan mukosa yang jelas

Derajat 4. perdarahan mukosa atau


Intervensi
dicurigai adanya perdarahan internal
Keadaan Klinis Rekomendasi Derajat

Gejala baru suspek Pemeriksaan bone marrow tidak


Derajat 1B
ITP diperlukanjika ada gejala khas

Tidak ada
Observasi Derajat 1B
perdarahan atau
IVIg Derajat 1B
perdarahan kulit
Kortikosteroid Derajat 1B
hanya pengobatan
Anti D Derajat 2B
lini pertama
Tidak respon
terhadap
pengobatan lini Rituximab
Derajat 2C
pertama dan Splenektomi
perdarahan mukosa
berulang

Jika persisten trombositopenia


Waktu untuk berat dengan perdarahan
Derajat 2C
splenektomi mukosa selama12 bulan ang
kegagalan pengoabatan lini
kedua
Semua imunisasi termasuk MMR
Imunisasi rutin Derajat 1B
diberikan

Setelah 2010 pernyataan konsensus internasional, American Society


of Hematology (ASH) diperbaharui pedoman manajemen ITP tahun 2017,
berikut rekomendasi berdasarkan evidance based:
BAB II
KONSEP ASKEP
1. Pengkajian
Pengkajian menurut Wiwik dan Sulistyo (2008) antara lain :
1. Data subjektif
a. Identitas Klien
1) Nama klien
2) Nomer RM
3) Umur
ITP kronik umumnya terdapat pada orang dewasa
dengan usia rata- rata 40-45 tahun.
4) Jenis kelamin
Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada
pasien ITP akut sedangkan pada ITP kronik adalah 2-3:1.
5) Status perkawinan
6) Pekerjaan
7) Agama
8) Alamat
9) Tanggal MRS
10) Diagnosa Medis
Diagnosa medis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
penunjang, tidak bisa hanya dengan manifestasi klinik
yang ada.
11) Tanggal MRS, Jam MRS
12) Tanggal Pengkajian, Jam Pengkajian
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama :
Ptekie Bintik-bintik kemerahan yang muncul akibat pendarahan dibawah
kulit, keluarnya darah dari pembuluh darah ke dermis, dan ruam tidak memucat bila
ditekan. Nilai ptekie kurang dari 5 mm apabila memucat ketika ditekan. Sedangkan
lebih dari 5 mm disebut purpura. Petekie ditemukan bila jumlah trombosit <
30.000/mm3.
a) Ekimosis
Darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit dan gejala ini terjadi
mendadak pada penderita ITP. Ekimosis yang bertambah dan perdarahan
yang lama akibat trauma ringan ditemukan pada jumlah < 50.000/mm3.
b) Vesikel atau bulae yang bersifat hemoragik
Lepuhan kecil berisi cairan yang berdiameter kurang dari 0,5 cm. Sedangkan
bulae merupakan lesi menonjol melingkar (> 0,5 cm) yang berisi cairan
serosa di atas dermis.
c) Perdarahan dibawah membran mukosa (saluran GI, kemih, genital, respirasi)
2) Riwayat penyakit sekarang
a) Epitaksis
Sering disebut juga mimisan yaitu satu keadaan pendarahan dari hidung yang
keluar melalui lubang hidung akibat adanya kelainan lokal pada rongga
hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh.
b) Menoragia
Periodik menstruasi yang terjadi pendarahan berat atau berkepanjangan
(abnormal), periode inilah yang menyebabkan kehilangan banyak darah dan
dapat juga disertai kram.
c) Malaise
Keluhan utama dapat disertai malaise yaitu anoreksia, nafsu makan menurun
dan kelelahan, dan kelemahan. Kelemahan dapat terjadi dengan atau tanpa
disertai saat pendarahan terjadi akibat kekurangan suplai darah tidak
seimbang dengan kebutuhan.
d) Menometroraghia
Bentuk campuran dari menoragia dan metroragia, menoragia merupakan
perdarahan haid dalam jumlah yang melebihi 80 ml. Sedangkan metroragia
yaitu terjadinya perdarahan berupa bercak bercak diluar siklus haid.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pada trombositopenia akuista, kemungkinan penggunaan satu atau beberapa
obat penyebab trombositopenia (heparin, kuinidin, kuinin, antibiotik yang
mengandung sulfa, beberapa obat diabetes per-oral, garam emas, rifampin).
4) Riwayat penyakit keluarga
ITP juga memiliki kecenderungan genetik pada kembar monozigot dan pada
beberapa keluarga, serta telah diketahui adanya kecenderungan menghasilkan
autoantibodi pada anggota keluarga yang sama.
c. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi terhadap kesehatan
Terjadi perubahan karena defisit perawatan diri akibat kelemahan, sehingga
menimbulkan masalah kesehatan lain yang juga memerlukan perawatan yang
serius akibat infeksi.
2) Pola nutrisi metabolisme
Penderita pada umumnya kehilangan nafsu makan, dan sering terjadi
pendarahan pada saluran pencernaan.
3) Pola eliminasi.
Pola ini biasanya terjadi perubahan pada eliminasi akut karena asupan nutrisi
yang kurang sehingga penderita biasanya tidak bisa BAB secara normal.
Terjadi melena dan hematuria adalah hal yang sering dihadapi klien.
4) Pola istirahat-tidur.
Gangguan kualitas tidur akibat perdarahan yang sering terjadi.
5) Pola aktivitas latihan
Penderita terjadi kelelahan umum dan kelemahan otot, kelelahan, nyeri akan
mempengaruhi aktifitas pada penderita ITP.
6) Pola persepsi diri
Adanya kecemasan, menyangkal dari kondisi, ketakutan dan mudah
terangsang, perasaan tidak berdaya dan tidak punya harapan untuk sembuh.
7) Pola kognitif perseptual
Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi kemampuan panca indra
penglihatan dan pendengaran akibat dari efek samping obat pada saat dalam
tahap penyembuhan.
8) Pola toleransi koping stress
Adanya ketidakefektifan dalam mengatasi masalah individu dan keluarga
pada klien.
9) Pola reproduksi seksual Pada umumnya terjadi penurunan fungsi
seksualitas pada penderita ITP.
10) Pola hubungan peran
Terjadi keadaan yang sangat menggangu hubungan interpersonal karena klien
dengan ITP dikenal sebagai penyakit yang menakutkan.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Timbulnya distress spiritual pada diri penderita, bila terjadi serangan yang
hebat atau penderita tampak kurang sehat.
2. Data Obyektif
a. Keadaan Umum
Penderita dalam kelemahan, composmentis, apatis, stupor, somnolen, soporo
coma dan coma. Penilaian GCS sangat penting untuk diperhatikan.
Tanda vital : suhu meningkat, takikardi, takipnea, dyspnea, tekanan darah
sistolik meningkat dengan diastolik normal.
b. Pemeriksaan Fisik (B1-B6)
Breathing (B1)
Inspeksi : Adanya dispnea, takipnea, sputum mengandung darah,
terjadipendarahan spontan pada hidung
Palpasi : Kemungkinan vokal vremitus menurun akibat kualitas pernapasan
buruk karena pendarahan pada saluran respirasi
Perkusi : Suara paru sonor atau pekak
Auskultasi : Adanya suara napas tambahan whezing atau ronchi yang muncul
akibat dari komplikasi gejala lain.
Blood (B2)
Inspeksi : Adanya hipertensi, hemoraghi subkutan, hematoma dan Sianosis
akral. Adanya ptekie atau ekimosis pada kulit, purpura.
Palpasi : Penghitungan frekuensi denyut nadi meliputi irama dan kualitas
denyut nadi, denyut nadi perifer melemah, hampir tidak teraba. Takikardi,
adanya petekie pada permukaan kulit. Palpitasi (sebagai bentuk takikardia
kompensasi).
Perkusi : Kemungkinan adanya pergeseran batas jantung
Auskultasi : Bunyi jantung abnormal, tekanan darah terjadi peningkatan
sistolik, namun normal pada diastolik.
Brain (B3)
Inspeksi : Kesadaran biasanya compos mentis, sakit kepala, perubahan tingkat
kesadaran, gelisah dan ketidakstabilan vasomotor.
Bladder (B4)
Inspeksi : Adanya hematuria (kondisi di mana urin mengandung darah atau
sel-sel darah merah. Keberadaan darah dalam urin biasanya akibat perdarahan
di suatu tempat di sepanjang saluran kemih.
Palpasi : Kemungkinan ada nyeri tekan pada kandung kemih karena distensi
sebagai bentuk komplikasi
Bowel (B5)
Inspeksi : Klien biasanya mengalami mual muntah penurunan nafsu makan,
dan peningkatan lingkar abdomen akibat pembesaran limpa. Adanya
hematemesis dan melena.
Palpasi : Adakah nyeri tekan abdomen, splenomegali, pendarahan pada
saluran cerna
Perkusi : Bunyi pekak deteksi adanya pendarahan pada daerah
dalam abdomen
Auskultasi : Terdengar bising usus menurun (normal 5-12x/menit).
Bone (B6)
Inspeksi : Kemungkinan adanya nyeri otot sendi dan punggung,
aktivitas mandiri terhambat, atau mobilitas dibantu sebagian
akibat kelemahan. Toleransi terhadap aktivitas sangat rendah.
2. Pemeriksaan Diagnostik (Wiwik dan Sulistyo, 2008)
a. Pemeriksaan DL :
1. jumlah trombosit rendah hingga mencapai 100.000/ mm3
(normal 150.000-350.000 / mm3 )
2. Penurunan hemoglobin
3. Kadar trombopoietin tidak meningkat
b. Masa koagulasi untuk PT dan PTT memanjang
c. Foto toraks dan uji fungsi paru
d. Tes kerapuhan kapiler meningkat
e. Skrining antibodi
f. Aspirasi sumsum tulang, menunjukkan peningkatan jumlah
megakariosit
g. Tes sensitif menunjukkan IgG
antitrombosit pada
permukaan trombosit atau dalam serum

2. Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai O2,

konsentrasi HB dan darah.

b) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan

c) Resiko cidera b.d penurunan profil darah yang abnormal (trombosipoeni)


d) Resiko perdarahan b.d koagulatif inheren (trombositopenia)

e) Nyeri akut.
3. Intervensi
NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan - TTV dalam batas normal. Observasi :
- Saturasi oksigen dalam batas 1. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan
normal. kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
- Status cairan dalam batas normal. 2. Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
- GCS : 14-15 (compos mentis). 3. Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor
Pasien akan: kulit, CRT).
- Mampu mengenali penyebab 4. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil.
dan faktor resiko syok. 5. Periksa riwayat alergi.
- Mampu mengenali tanda dan gejala Teraupetik :
awal syok. 1. Berikan oksigen untuk mempetahankan saturasi
oksigen >94%
- Melaporkan jika merasakan
2. Persiapan intubasi dan ventillasi mekanis, jika perlu
tanda dan gejala awal syok.
3. Pasang jalur IV, jika perlu
4. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine,
jika perlu
5. Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
2. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
3. Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda
dan gejala awal syok .
4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.
5. Anjurkan menghindari alegen.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian transfuse darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu
2. Nyeri Akut - Mampu mengontrol nyeri (tahu Observasi :
penyebab nyeri, mampu menggunakan 1. Identifikasi lokasi,karakteristil,durasi,
tehnik nonfarmakologi untuk frekuensi,kualitas,intensitas nyeri.
mengurangi nyeri 2. Identifikasi skala nyeri.
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang 3. Identifikasi respon nyeri non verbal.
dengan menggunakan manajemen 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
nyeri meringankan nyeri.
- Mampu mengenali nyeri 5. Monitor efek samping pengunaan analgetik.
(skala, frekuensi dan tanda nyeri) Teraupetik :
- Mengatakan nyeri berkurang. 1. Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri.
2. Fasilitasi istarahat dan tidur.
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,periode, dan pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
3. Intoleransi Aktivitas - Berpartisipasi dalam aktivitas fisik Observasi :
tanpa disertai peningkatan tekanan 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
darah,nadi,dan RR mengakibatkan kelelahan.
- Mampu berpindah dengan atau tanpa 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional.
bantuan alat 3. Monitor pola dan jam tidur.
- Sirkulasi status baik 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
- Pertukaran gas dan ventilasi adekuat. melakukan aktivitas.
Teraupetik :
1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus (mis, suara, cahaya, kunjungan)
2. Lakukan latihan gerak pasif/atau aktif.
3. Berikan aktivitas distrasi yang menenangkan.
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring.
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap.
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang.
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan.
4. Gangguan citra tubuh - Pasien akan meningkatkan penilain Observasi :
dan harapan positif terhadap dirinya. 1. Identifikasi perubahan citra tubuh yang
- Pasien dapat mampu mengungkapkan mengakibatkan isolasi sosial.
gambaran diri terhadap citra tubuh. 2. Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri
- Keluarga dapat membantu sendiri.
memberikan penguatan positif. 3. Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh
yang berubah.
Teraupetik :
1. Diskusikan perbedaan penampilan fisik
terhadap harga diri.
2. Diskusikan kondisi stress yang mempengaruhi citra
tubuh (mis, luka, penyakit,dll)
3. Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh
secara realistis.
4. Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang
perubahan citra tubuh.
Edukasi :
1. Jelaskan pada keluarga tentang perawatan
perubahan citra tubuh.
2. Anjurkan mengungkapkan gambaran diri
terhadap citra tubuh.
3. Latih peningkatan penampilan diri (mis,
berdandan).
4. Latih pengungkapan kemampuan diri kepada
orang lain maupun kelompok.
6. Risiko Cedera - Pasien terhindar dari cedera Observasi :
fisik. 1. Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis, kondisi
- Pasien dan keluarga mengetahui fisik)
resiko tinggi bahaya lingkungan. 2. Monitor status keselamatan lingkungan.
Teraupetik :
1. Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis,
fisik, biologi, dan kimia), jika memungkinkan
2. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya
dan risiko.\
3. Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis,
commode chair dan pegangan tangan).
Edukasi :
1. Ajarkan individu, keluarga dan kelompok resiko tinggi
bahaya lingkungan.
KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN
Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) merupakan kelainan perdarahan
didapat pada anak yang paling sering dijumpai. ITP merupakan kelainan autoimun yang
menyebabkan munculnya suatu antibodi terhadap trombosit. Diagnosis ITP ditegakkan
dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab trombositopenia yang lain. Pemeriksaan
aspirasi sumsum tulang tidak rutin dilakukan pada ITP, hanya untuk kasus yang
meragukan. Pada anak umumnya ITP bersifat akut dan dapat sembuh spontan dalam
waktu kurang dari 6 bulan. Tata laksana ITP khususnya ITP akut pada anak masih
kontroversial. Pengobatan umumnya dilakukan hanya untuk meningkatkan jumlah
trombosit, namun tidak menghilangkan risiko terjadinya perdarahan intrakranial dan
perjalanan menjadi ITP kronis. Pengobatan juga potensial menimbulkan efek samping
yang cukup serius.

2. SARAN
Pengobatan yang biasa diberikan pada anak dengan ITP meliputi kortikosteroid
peroral, imunoglobulin intravena (IVIG), dan yang terakhir, anti-D untuk pasien dengan
rhesus D positif. Pengobatan-pengobatan tersebut di atas potensial memberikan efek
samping yang serius, sehingga penting bagi kita untuk mempertimbangkan risiko-risiko
tersebut agar tidak merugikan pasien.
Adanya kemajuan yang pesat dari penelitian-penelitian dalam beberapa tahun
untuk menetapkan cara tercepat meningkatkan jumlah trombosit pada pasien ITP.
Namun tidak ada penelitian yang menyinggung tentang toksisitas, biaya, dan kesulitan-
kesulitan dari pengobatan tersebut. Sehingga sekiranya perlu untuk dilakukan penelitian
mengenai hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cines DB, Blanchette VS, Chir B. Immune Thrombocytopenic Purpura. N Engl J
Med. 2018 March 28; 346:995-1008
2. Montgomery RR. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Dalam: Behrman RE, Kliegman
RM, Jenson HB, editor. NelsonTextbook of Pediatrics. 18 thed. Philadelphia: Saunders, 2017.
hal 2082-84.

3. Urgasena IDG. Gangguan Kelainan Jumlah Trombosit (Purpura Trombositik Imun). Dalam:
Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. 2nded. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2019. hal 133-
146.

4. Pokja, Tim. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi I : Jakarta:
DPP PPNI.

5. Pokja, Tim. 2018. Standar Invtervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) : Jakarta


Selatan: DPP PPNI.

6. Zufferey,Anne.dkk.2016.Pathogenesis and Therapeutic Mechanisms in


Immune Thrombocytopenia (ITP).

7. Indiana Hemophilia & Thrombosis Center, Inc. 2010Immune Thrombocytopenic


Purpura (ITP): A New Look at an Old Disorder

8. Swinkles,Maurice dkk.2018.Emerging Concepts ImmThrombocytopenia (online)

Anda mungkin juga menyukai