Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

IDIOPATHIC THROMBOCYTOPENIC
PURPURA (ITP)

Pembimbing:
Dr. Rina Rahardiani, Sp.A

Disusun oleh:
Adiwena Swardhani Rahayu
030.08.007

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO

PERIODE 2 JUNI 2014 9 AGUSTUS 2014

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

KATA PENGANTAR
1
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya
saya dapat menyelesaikan referat dengan judul Idiopathic Thrombocytopenic Purpura

Referat ini dibuat dengan maksud untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo, periode 4 November
2013 11 Januari 2014.

Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr.
Rina Rahardiani, Sp.A selaku dokter pembimbing dalam pembuatan referat ini. Kedua, saya
juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu baik dalam
pengumpulan bahan maupun penyusunan hingga selesainya referat ini.

Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun.

Akhir kata, saya mengucapkan selamat membaca dan semoga referat ini dapat berguna
bagi kita semua. Terima kasih.

Jakarta, Desember 2013

Penulis

DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

BAB II. ISI .................................................................................................................... 2

II.1 Definisi ........................................................................................................ 2

II.2 Epidemiologi ............................................................................................ 2

II.3 Etiologi ........................................................................................................ 3

II.4 Patofisiologi ............................................................................................ 3

II.5 Gejala Klinik ............................................................................................ 7

II.6 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................ 9

II.7 Diagnosis ....................................................................................................... 11

II.8 Diagnosis Banding ................................................................................ 12

II.9 Penatalaksanaan ............................................................................................ 15

II.10 Komplikasi ............................................................................................ 22

II.11 Prognosis ............................................................................................ 23

Bab III. RANGKUMAN & SARAN ................................................................................ 24

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 25

BAB I

PENDAHULUAN
3
Idiopathic Trombositopenia Purpura (ITP) diperkirakan merupakan salah satu
penyebab kelainan perdarahan didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan
insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100.000 anak pertahun.

Penatalaksanaan ITP pada anak terutama ITP akut masih menjadi topik kontroversi.
Meskipun ITP pada anak umumnya bersifat akut dan biasanya membaik dengan sendirinya
dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, namun sejak seperempat abad yang lalu
terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli tentang pemberian prednison secara rutin
pada pasien ITP. Dengan diperkenalkannya beberapa pengobatan baru akhir-akhir ini,
semakin meramaikan perbedaan pendapat tersebut. Yang menjadi permasalahan sebenarnya
adalah apakah seharusnya pada semua pasien ITP, terutama anak-anak perlu diberikan
pengobatan.

BAB II

ISI

4
II.1 DEFINISI

Idiopathic Trombositopenia Purpura (ITP) ialah suatu penyakit perdarahan yang


didapat sebagai akibat dari penghancuran trombosit yang berlebihan, yang ditandai dengan:
trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3), purpura, gambaran darah tepi yang umumnya
normal, dan tidak ditemukan penyebab trombositopenia yang lainnya. (4) ITP merupakan
kelainan autoimun yang menyebabkan meningkatnya penghancuran trombosit dalam sistem
retikuloendotelial.(4,6,7)

II.2 EPIDEMIOLOGI

ITP diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan didapat yang
banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8
per 100.000 anak pertahun.(2,4,7)

Delapan puluh hingga 90% anak dengan ITP menderita episode perdarahan akut, yang
akan pulih dalam beberapa hari atau minggu dan sesuai dengan namanya (akut) akan sembuh
dalam 6 bulan. Pada ITP akut tidak ada perbedaan insiden laki maupun perempuan dan akan
mencapai puncak pada usia 2-5 tahun. Hampir selalu ada riwayat infeksi bakteri, virus
ataupun imunisasi 1-6 minggu sebelum terjadinya penyakit ini. Perdarahan sering terjadi saat
trombosit dibawah 20.000/mm3.(4)

ITP dikatakan kronis jika trombositopeni menetap hingga lebih dari 6 bulan. Insidens
kelainan ini berkisar 1 dalam 250.000 anak tiap bulan, termasuk 10%-20% dari anak dengan
ITP. Masih belum jelas apakah ITP akut dan kronis merupakan kelainan yang berbeda.
Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada anak yang lebih tua (>10 tahun), terutama wanita
muda. Biasanya disertai suatu penyakit yang mendasari atau didapatkan bukti adanya suatu
perubahan imunitas.(2,4,6)

ITP yang rekuren didefinisikan sebagai adanya episode trombositopenia >3 bulan dan
terjadi 1-4% anak dengan ITP.(4)

II.3 ETIOLOGI

5
Kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau imunisasi yang disebabkan oleh
respon sistem imun yang tidak tepat (inappropriate), yang biasanya terjadi 1-4 minggu
setelah infeksi virus, yaitu pada 50-65% kasus ITP pada anak. Infeksi virus yang sering
berhubungan dengan ITP diantaranya virus Epstein-Barr dan HIV. Virus Epstein-Barr terkait
dengan ITP biasanya dalam waktu singkat, sedangkan HIV yang terkait dengan ITP biasanya
kronik.(2) Selain itu juga ada hubungannya dengan infeksi virus yang lain seperti
sitomegalovirus, rubella, varicella-zooster virus, hepatitis A, B, dan C. Namun demikian.
Tidak ada hubungannya antara beratnya penyakit infeksi virus dengan derajat
trombositopenia.(6)

Pada pengamatan diketahui bahwa seorang ibu yang menderita ITP baik aktif maupun
sedang dalam masa remisi sering melahirkan anak yang kemudian menderia ITP. Keadaan ini
kemudian menimbulkan dugaan bahwa adanya suatu faktor humoral dari ibu yang masuk ke
darah bayi. Diketahui pula pada beberapa pasien anemia hemolitik autoimun yang sering
mendapat episode dari ITP (sindrom Evan) menunjukkan adanya faktor autoimun sebagai
penyebab. Selanjutnya respon yang baik terhadap steroid dan splenektomi menunjukkan pula
bahwa penyakit ini disebabkan adanya suatu antibodi antitrombosit. Karena etiologinya saat
ini sudah diketahui lewat mekanisme imun, maka ITP disebut sebagai purpura
trombositopenik imun.(4)

II.4 PATOFISIOLOGI

Trombosit diproduksi oleh megakariosit di dalam sumsum tulang, dengan masa hidup
rata-rata 10 hari. Sumsum tulang yang normal mengandung 6x10 6 megakariosit per kilogram
berat badan, dan setiap megakariosit akan menghasilkan sampai 1000 trombosit. Jumlah
trombosit normal yaitu 150-400 x 109/l.(6)

ITP disebabkan karena peningkatan penghancuran dini trombosit yang terutama terjadi
di limpa, sumsum tulang dan paru. Keadaan ini terjadi setelah suatu infeksi, dengan
terbentuknya kompleks imun yang kemudian melekat pada permukaan trombosit dan
akhirnya terjadi opsonisasi dan penghancuran trombosit oleh fagosit.(1)

Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibodi terhadap glikoprotein yang


terdapat pada membran trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimuti

6
antibodi (antibody-coated platelets) tersebut dilakukan oleh makrofag yang terdapat pada
limpa dan organ retikuloendotelial lainnya.

Megakariosit dalam sumsum tulang bisa normal atau meningkat pada ITP. Sedangkan
kadar trombopoitin dalam plasma, yang merupakan progenitor proliferasi dan maturasi dari
trombosit mengalami penurunan yang berarti, terutama pada ITP kronis.

Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemiologis antara ITP akut dan kronis,
menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya trombositopenia
di antara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa penghancuran trombosit meningkat
karena adanya antibodi yang dibentuk saat terjadi respon imun terhadapt infeksi bakteri/virus
atau pada imunisasi, yang bereaksi silang dengan antigen dari trombosit. Mediator-mediator
lain yang meningkat selama terjadinya respon imun terhadap infeksi, dapat berperan dalam
terjadinya penekanan terhadap produksi trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah
terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada penyakit autoimun lainnya, yang
berakibat terbentuknya antibosi spesifik terhadap trombosit.

Hal tersebut di atas yang menjelaskan mengapa beberapa cara pengobatan terbaru yang
digunakan dalam penatalaksanaan ITP memiliki efektifitas terbatas, disebabkan mereka gagal
mencapai target spesifik jalur imunologis yang bertanggung jawab pada perubahan produksi
dan destruksi dari trombosit.

Pada penyakit ini, yang juga dikenal sebagai penyakit Werholfs, terdapat difisiensi
keping darah (trombosit) di darah perifer. Karena tidak terbentuk gumpalan trombosit pada
pembuluh darah yang cedera, waktu perdarahan memanjang. Pembentukan trombin terjadi
lambat dan bekuan darah yang terbentuk lunak dan tidak saling melekat erat. Didapati juga
sebagai tambahan, disfungsi kapiler yang belum dimengerti benar mekanismenya. (5)

7
Saat ini telah didapati bukti yang meyakinkan bahwa sindrom ITP akibat destruksi
trombosit yang diperantai proses imunologis dan salah satu teori yang ada yang dapat
menerangkan ITP berdasarkan kasus yang terbanyak adalah pendestruksian trombosit oleh
sistem kekebalan (imun), karena dapat menurunkan jumlah trombosit (trombositopenia).
Antigen membran trombosit yang dikenal dan menjadi sasaran pengrusakan sistem imun
adalah PLA-1 dan HLA. Semua individu mengandung HLA yang spesifik untuk dirinya
sendiri (hanya 98% manusia yang sel trombositnya mengandung Ag PLA-1). (5)

Sistem kekebalan yang berperan dalam menghancurkan trombosit adalah Ab anti-


trombosit, sistem komplemen, sel fagosit dan sistem Retikulo Endotelial (RES).
Terbentuknya Kompleks Imun (KI), dapat meningkatkan clearance trombosit oleh sistem
monosit-makrofag sebagai sel fagosit, melalui mekanisme chemotaxis, attachment
fagositosis/endocitosis, intracell process/engulf dan exoxytosis. (5)

Platelet survival. Trombosit, fragmen sitoplasmik anuklear berasal dari megakariosit


sumsum tulang, beredar dalam darah selama 7-10 hari hingga akhirnya dibuang oleh sistem

8
retikuloendotelial atau beragregrasi di lokasi cedera subendotelial pada pembuluh darah. Usia
trombosit pada ITP berkurang drastis. Semkin rendah jumlah trombosit semakin rendah pula
usia edarnya. Berdasarkan penelittian, berkurangnya usia trombosit merupakan akibat proses
ektrisnsik dari trombosit. (5,6)

Peran antibodi trombosit. Trombositopenia pada ITP merupakan akibat dari kerja
autoantibodi terhadap trombosit. Ab anti-trombosit digolongkan atas alloantibody terutama
terhadap Ag trombosit yaitu Ag PLA-1 dan Ag HLA. Dua persen populasi tanpa PLA-1. Bila
mereka mendapat transfusi trombosit yang mengandung PLA-1, dapat terjadi purpura pasca
transfusi (PPT). Karena pasca transfusi tersebut, resipien berespon mensintesa antibodi anti
PLA-1 (donor). Ikatan antara antibodi anti PLA-1 dengan PLA-1 pada trombosit donor
membentuk KI. KI tersebut dihancurkan melalui dua mekanisme. Pertama, terjadi sitolisis
oleh komplemen karena reaksi KI dengan komplemen. Kedua, KI yang telah diopsonisasi
komplemen meningkatkan daya kemotaksis. Attachment monosit-makrofag memfagositosis
serta menghancurkan KI (anti trombosit). KI tersebut juga dapat menempel pada trombosit
resipien pada reseptor Fc-R sehingga berfungsi sebagai faktor kemotaksis. Sistem monosit-
makrofag memfagositosis trombosit resipien tersebut. Kemudian, dihancurkan dalam
phegolisozym oleh enzim dan peroxide atau SRE. Ibu hamil yang trombositnya tidak
mengandung PLA-1, dapat disensitisasi oleh trombosit janinnya yang mempunyai PLA-1
(dari ayah). Dengan ini, ibu akan berespon mesintesa IgG anti PLA-1 dan ditransfer lewat
plasenta ke janin, sehingga menimbulkan Neonatal Isoimmune Thrombocytopenia (NIT). (5)

Peran proses imunologis lainnya. Kemungkinan adanya proses imunologis yang cell-
mediated pada ITP muncul karena penelitian yang membuktikan kapasitas trombosit dari
pasien ITP kronik menginduksi transformasi limfosit secara in vitro. Satu hingga empat
minggu setelah terkena infeksi virus biasa, sebagian kecil anak membentuk suatu
autoantibodi terhadap permukaan trombosit. Target antigenik utama dari antibodi tersebut
pada ITP akut masih belum diketahui. adanya riwayat infeksi virus didapatkan pada 50-65%
kasus ITP pada anak. Frekuensi dimana kejadian ITP akut yang didahului oleh infeksi virus
dan adanya periode latent karakteristik (1-4 minggu) antara infeksi akut tersebut dengan onset
trombositopenia menimbulkan dugaan adanya kompleks antigen-antibodi viral, dibanding
autoantibodi trombosit, yang bertanggung jawab terhadap sensitisasi dan destruksi trombosit
pada bentuk akut yang self-limited. Alasan mengapa sebagian anak merespon suatu infeksi
biasa dengan penyakit autoimune masih belum jelas. Bisa dikatakan hampir semua virus

9
penyebab infeksi telah dihubungkan dengan ITP termasuk virus Epstein-Barr (EBV) dan HIV.
(6,7)

Peran lien. Lien sebagai organ retikuloendotelial sistem berperan sebagai filter bagi sel-
sel darah termasuk trombosit yang bertugas membuang sel-sel tersebut dari sirkulasi begitu
waktu edarnya habis. Fagositosis trombosit oleh leukosit splenikus telah dibuktikan secara in
vitro. Setelah antibodi dan permukaan trombosit berikatan, antibody-coated platelets dalam
sirkulasi dikenali oleh reseptor Fc pada makrofag spenikus, difagositosis dan dihancurkan.
Terdapat data bahwa faktor-faktor yang terlibat dalam destruksi trombosit pada ITP serupa
dengan yang mengakibatkan destruksi eritrosit yang dirusak oleh antibodi. Fagositosis
retikuloendotelial ini dapat dihambat oleh kortikosteroid dan difasilitasi oleh hormon
estrogen. Kini muncul dugaan bahwa limpa selain menampung trobosit-terikat antibodi, juga
berperan penting sebagai tempat pembentukan antibodi trombosit. (5,6,7)

Peran gangguan trombopoiesis. Antibodi yang terdapat pada ITP mungkin berinteraksi
dengan megakariosit. Salah satunya yang mendukung teori tersebut adalah ditemukannya
imunoglobulin di permukaan megakariosit melalui pemeriksaan imunofluoresensi. Pada ITP
dapat terjadi peningkatan trombopoiesis walaupun tetap tidak mampu mengatasi kecepatan
penghancuran yang ada. (5,6)

Peran cedera vaskuler. Diduga faktor vaskular berperan dalam ITP karena perdarahan
pada ITP lebih menyulitkan dibanding dengan trombositopenia sekunder dengan derajat
keparahan yang sama, misalnya anemia aplastik.

Peran disfungsi trombosit. Defek yang biasanya timbul adalah defisiensi reaksi
pelepasan yang bisa jadi merupakan akibat dari interaksi trombosit dengan antibodi IgG atau
kompleks imun.

II.5 GEJALA KLINIS

Awitan biasanya akut. Memar dan ruam petekie menyeluruh terjadi 1-4 minggu setelah
infeksi virus atau pada beberapa kasus tidak ada penyakit yang mendahului. Gambaran klasik
pada ITP ialah mengenai anak yang sebelumnya sehat dan mendadak timbul petekie, purpura,
dan ekimosis yang dapat tersebar ke seluruh tubuh, biasanya asimetris, dan mungkin
mencolok di tungkai bawah.(3,4,5) Keadaan ini kadang-kadang dapat dijumpai pada selaput

10
lendir terutama hidung dan mulut sehingga dapat terjadi epistaksis dan perdarahan gusi dan
bahkan tanpa kelainan kulit.(2)

Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitourinarius (menoragia, hematuria), traktus


digestivus (hematemesis, melena), pada mata (konjungtiva, retina) dan yang terberat namun
agak jarang terjadi ialah perdarahan pada SSP (perdarahan subdural dan lain-lain). Pada
pemeriksaan fisik umumnya tidak banyak dijumpai kelainan kecuali adanya petekie dan
ekimosis. Mungkin pula ditemukan demam ringan bila terdapat perdarahan berat atau
perdarahan traktus gastrointestinal. Renjatan (shock) dapat terjadi bila kehilangan darah
banyak.(2)

Splenomegali jarang ditemukan. Pada seperlima kasus dapat ditemukan splenomegali


ringan. Apabila didapatkan abnormalitas seperti hepatosplenomegali atau limfadenopati yang
bermaksa menimbulkan kecurigaan ke penyakit lain. Ketika onsetnya insidius atau
kambuhan, khususnya pada remaja, kemungkinan ITP nya bersifat kronis atau

11
trombositopenianya merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti systemic lupus
erythematosus lebih besar.

Ada klasifikasi dari U.K untuk pembagian derajat perdarahan pada ITP berdasarkan
gejala dan tanda, tetapi tidak berdasarkan jumlah trombosit.(3,6)

None Tidak ada gejala selain jumlah trombosit yang rendah

Ringan Memar dan petekie

Sesekali epistaksis ringan

Sangat sedikit atau tidak ada gangguan dengan kehidupan sehari-hari

Sedang Manifestasi kulit yang lebih berat dengan beberapa lesi di mukosa

Berat Epistaksis dan menoragia yang lebih berat

Episode perdarahan (epistaksis, melena, dan/atau menoragia) yang memerlukan


perawatan rumah sakit dengan/atau tanpa transfusi darah

Gangguan serius yang mempengaruhi kualitas hidup

Tabel 1. Derajat Perdarahan ITP

II.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap, untuk melihat apakah ada


trombositopenia. Leukosit biasanya normal.(2,4)

Selain itu, dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi untuk menyingkirkan


kemungkinan pseudotrombositopenia, sindroma trombosit raksasa yang diturunkan (inherited
giant platelet syndrome), dan kelainan hamatologi lainnya. Anemia biasanya normositik dan
sesuai dengan jumlah darah yang hilang. Bila telah berlangsung lama maka dapat berjenis
mikrositik hipokromik. Trombosit imatur (megatrombosit) ditemukan pada sebagian besar
pasien. Pada pemeriksaan dengan flow cytometry terlihat trombosit pada ITP lebih aktif
secara metabolik, yang menjelaskan mengapa dengan jumlah trombosit yang sama,
perdarahan lebih jarang didapatkan pada ITP dibanding pada kegagalan sumsum tulang.
Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dibatasi terutama pada saat terjadinya perdarahan dan
jika secara klinis ditemukan kelainan yang khas.(4)
12
Sumsum tulang biasanya memberikan gambaran yang normal, tetapi jumlah dapat pula
bertambah.(2,6) Perlu tidaknya pemeriksaan aspirasi sumsum tulang secara rutin dilakukan
pada anak dengan ITP, masih menimbulkan perbedaan pendapat di antara para ahli.
Umumnya pemeriksan ini dilakukan pada kasus yang meragukan, namun tidak pada kasus-
kasus dengan manifestasi klinis yang khas. Beberapa ahli berpendapat bahwa leukemia tidak
pernah nampak dengan trombositopeni saja, tapi tidak semua rumah sakit berpengalaman
dalam pemeriksaan hapusan darah pada anak. Pemeriksaan sumsum tulang dianjurkan pada
kasus-kasus yang tidak khas, misalnya pada:

1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang tidak umum, misalnya panas,
penuruunan berat badan, kelemahan , nyeri tulang, pembesaran hati dan atau limpa.
2. Kelainan eritrosit dan leokosit pada pemeriksaan darah tepi.
3. Kasus yang akan diterapi dengan steroid, baik sebagai pengobatan awal atau yang
gagal diterapi denan immunoglobulin intravena.

Pada audit yang dilakukan di negera maju, disepakati bahwa pemeriksaan aspirasi
sumsum tulang sebaiknya dilakukan sebelum pengobatan steroid diberikan. Terdapat pula
kesepakatan yang didukung oleh hasil beberapa penelitian retrospektif, bahwa pemeriksaan
sumsum tulang diperlukan pada pasien yang hanya diobservasi atau dengan terapi
imunoglibulin intravena.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan pada pasien ITP adalah mengukur antibodi yang
berhubungan dengan trombosit (platelet-associated antibody) dengan menggunakan direct
assay. Namun pemeriksaan ini juga belum dapat membedakan ITP primer dengan sekunder,
atau anak yang akan sembuh dengan sendirinya dengan yang akan mengalami perjalanan
menjadi kronis.(4,8)

Selain kelainan hematologis di atas, mekanisme pembekuan memberikan kelainan


berupa masa perdarahan memanjang, Rumpel-Leede umumnya positif, tetapi masa
pembekuan normal. Pemeriksaan lainnya normal.(2,6)

II.7 DIAGNOSIS

Diagnosis ITP sebagian besar ditegakkan berdasarkan gambaran klinis adanya gejala
dan atau tanda perdarahan, disertai penurunan jumlah trombosit (trombositopeni).
13
Pemeriksaan laboratorium lainnya dapat membantu menyingkirkan kemungkinan penyebab
trombositopeni yang lain.

Biasanya pasien ITP merupakan anak sehat yang tiba-tiba mengalami perdarahan baik
pada kulit, petekie, purpura atau perdarahan pada mukosa hidung (epistaksis).(1,2,3,7)

Lama terjadinya perdarahan pada ITP dapat membantu membedakan antara ITP akut
dan kronis. Tidak didapatkan gejala sistemik dapat membantu menyingkirkan kemungkinan
suatu bentuk sekunder dan diagnosis lainnya. Perlu juga dicari riwayat imunisasi, riwayat
tentang penggunaan obat atau bahan lain yang dapat menyebabkan trombositopenia. Riwayat
keluarga umumnya tidak didapatkan.(4,6)

Pada pemeriksaan fisik biasanya hanya didapatkan bukti adanya perdarahan tipe
trombosit (platelet-type bleeding), yaitu petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, atau
perdarahan mukokutaneus lainnya. Perlu dipikirkan kemungkinan suatu penyakit lain, jika
ditemukan adanya pembesaran hati dan atau limpa, meskipun ujung limpa sedikit teraba pada
lebih kurang 10% anak dengan ITP.

Selain trombositopenia, pemeriksaan darah tepi lainnya pada anak dengan ITP
umumnya normal sesuai dengan umurnya. Pada lebih kurang 15% pasien didapatkan anemia
ringan karena perdarahan yang dialaminya. Trombosit yang imatur (megatrombosit)
ditemukan pada sebagian besar pasien.

Diagnosis ITP ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab


trombositopenia yang lain.(4,6) Bentuk sekunder kelainan ini didapatkan bersamaan dengan
eritematous lupus sistemik (ELS), sindroma antifosfolipid, leukemia atau limfoma, defisiensi
IgA, hipogamaglobulinemia, infeksi HIV atau hepatitis C, dan pengobatan dengan heparin
atau quinidin.

Pada anak yang berumur kurang dari tiga bulan, kemungkinan suatu trombositopenia
kongenital perlu disingkirkan. Pada sindrom Bernard-Soulier perdarahan sering lebih hebat
dari jumlah trombosit yang diduga (contohnya, perdarahan yang nyata pada jumlah trombosit
30.000/mm3). Pada sindrom Wiskott-Aldrich didapatkan trombosit yang lebih kecil dari
normal, sedangkan pada ITP biasanya lebih besar dari bentuk trombosit normal. Kelainan
kongenital lain yang dapat menyebabkan perdarahan pada bayi dan terdiagnosa sebagai ITP
adalah penyakit von Willebrands tipe IIb, yang disebabkan faktor von Willebrand abnormal
agregasi trombosit dan trombositopenia.
14
Anak yang lebih tua dan mereka mengalami perjalanan menjadi kronis, perlu dipikirkan
adanya kelainan autoimun yang lebih luas, serta perlu dicari adanya tanda-tanda dan atau
gejala-gejala dari ELS atau sindrom antifofolipid.

Pada anak yang menderita varisela yang disertai trombositopenia perlu dilakukan
pemeriksaan yang lebih teliti, sebab meskipun jarang namun dapat mengancam jiwa
berhubungan dengan kekurangan protein S yang didapat dan trombosis mikrovaskuler.

II.8 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding trombositopenia pada populasi pediatrik sangat luas. Anamnesis


mengenai riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga sangat penting untuk
ditanyakan.

Trombositopenia herediter, seperti penyakit von Willebrand tipe 2B atau pseudo-von


Willebrand memiliki gejala yang sama dengan ITP, dengan adanya riwayat pada keluarga dan
dengan adanya gejala perdarahan mukosa yang lebih berat. Adanya infeksi berulang
mengarah ke penyakit kongenital atau penyakit imunodefisiensi yang didapat. Sindrom
Wiskott-Aldrich ditandai dengan trombositopenia, terdapat eksema dan adanya riwayat
infeksi berulang. Ini terjadi pada bulan pertama kehidupan. Amegakariositik trombositopenia
kongenital adalah sindrom kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan trombositopenia
yang berat. HIV dengan trombositopenia, biasanya terdapat riwayat pada keluarga atau
adanya riwayat transfusi.(4,6)

Selain anamnesis, diperlukan juga pemeriksaan fisik pada anak dengan


trombositopenia. Pada anemia Fanconi, didapatkan malformasi rangka dan perawakan
pendek. Adanya bercak kemerahan kutaneus dan pembengkakan sendi kemungkinan suatu
penyakit autoimun yang lebih berat seperti Systemic Lupus Erythematosus yang biasanya
terdapat pada anak lebih dari 10 tahun. Adanya hepatosplenomegali, limfadenopati, nyeri
tulang mengarah ke kanker darah.(4,6)

Dan terakhir, pemeriksaan dengan seksama sediaan hapus darah tepi, tidak oleh
dilupakan. Morfologi dan ukuran trombosit sangat berguna untuk membuat diagnosis.
Sindrom Bernard-Soulier dikarakteristikkan dengan abnormal bentuk trombosit yang besar

15
dan perdarahan yang signifikan. Anomali May-Heggalin juga ditandai dengan adanya
trombosit raksasa, inclusion bodies dan monosit yang disebut sebagai Dohle bodies.(4,6)

Tabel 2. Diagnosis Banding ITP(4)

KELAINAN GAMBARAN KLINIS LABORATORIUM


Penurunan Produksi Trombosit
Kongenital
Trombositopenia Absent - Tidak ada tulang radius saat - Hitung trombosit 15.000
Radius (TAR) Syndrome lahir - 30.000/mm3
- Ada kelainan skeletal yang
lain
- Ada penyakit jantung
bawaan (1/3 kasus)
Anemia Fanconi - Perawakan pendek - Pansitopenia karena anemia
- Hiperpigmentasi kulit aplastik
- Hipoplasia ibu jari dan
radius
- Kelainan ginjal
- Mikrosefali
- Mikroftalmi
Trombositopenia - Tidak ada kelainan skeletal - Trombositopenia pada
amegakariositik seperti pada sindrom TAR periode neonatal
Didapat
Leukemia - Riwayat kelalahan, demam, - Leukosit meningkat
berat badan turun, pucat, - Anemia
nyeri tulang - Sel blas pada hapusan
- Limfadenopati darah tepi
- Splenomegali (leukoeritoblastosis)
- Hepatomegali (mungkin)
Anemia aplastik - Riwayat lelah, perdarahan - Pansitopenia
atau infeksi berulang - Neutropenia berat
- Pemeriksaan fisik non - Hitung retikulosit rendah
spesifik
- Tidak ada splenomegali-
Neuroblastoma - Massa di abdomen - Trombositopenia karena
- Ada sindrom metastasis sumsum tulang
paraneoplastik
- Gejala neurologik dari
korda spinalis
Defisiensi nutrisi - Riwayat nutrisi buruk atau - Anemia megaloblastik
diet khusus - Hipersegmentasi neutrofil
- Pucat, lemah, lelah - Retikulosit rendah
16
- Defisit neurologik karena - Kadar vit B12 dan asam
defisiensi vit B12 folat rendah
Obat-obatan - Riwayat penggunaan obat
atau perubahan dosis obat
Peningkatan Destruksi Trombosit
Imun
Neonatal allomimune - Ptekie menyuluruh - Hitung trombosit ibu
Trombositopenia beberapa jam setelah lahir normal
- Obat-obatan - Riwayat penggunaan obat
atau perubahan dalam
dosis
- Infeksi HIV - Gejala dan tanda infeksi - Kelainan sebagian atau
sistemik HIV seluruh deret sel
- Konfirmasi diagnostik
serologi HIV
- Purpuran pasca transfusi - Riwayat transfusi trombosit - Trombositopenia akut
beberapa jam sebelum
trombositopenia
- Penyakit kolagen - Gejala sistemik, termasuk - Ada anemia karena
vaskular/autoimun nyeri/pembengkakan penyakit kronik
sendi - Leukosit kadang abnormal
Non imun
Sindrom uremic hemolitik - Riwayat diare berdarah - Anemia mikrositik
(Escheria coli O157:H7, mikroangiopati
Shigella sp)
- Gagal ginjal
DIC (Disseminated - Tanda/gejala sepsis (demam, - PPT dan APTT meningkat
intravascular coagulation) takikardi, hipotensi) - Anemia mikrositik
mikroangiopati
- Kadar fibrinogen menurun
- D-dimer
- Polisitemia kompensasi
Penyakit jantung sianotik - Sianosis
- Gagal jantung
Gangguan Kualitas Trombosit
Sindrom Wiskott-Aldrich - Menurun secara X-linked - Trombosit 20.000-
- Eksema 100.000/mol
- Infeksi berulang karena - Trmobosit sangat kecil
defisiensi imun
Sindrom Bernard-Soulier - Menurun secara dominan - Ukuran trombosit besar,
autosom kadang lebih besar dari
- Sering ada ekimosis, limfosit
perdarahan gusi dan
gastrointestinal
Anomali May-Hegglin - Menurun secara dominan - Ukuran trombosit raksasa
17
autosom (Giant platelet)
- Kebanyakan pasien - Ada Inclusion bodies pada
asimptomatik leukosit (Dohle bodies)
Sindrom Gray platelet - Perdarahan ringan - Trombosit kelihatan oval
dan pucat
Sekuestrasi
Sindrom Kasabach-Merritt - Peningkatan ukuran
hemangioendothelioma
pada periode neonatal
Hiperspenisme - Riwayat penyakit - Ada anemia dan hitung
hepar/hipertensi portal leukosit abnormal
- Splenomegali (tergantung penyakit)
- Dihubungkan dengan
leukemia dan penyakit
infiltratif lainnya

II.9 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan ITP pada anak terutama ITP akut masih menjadi topik kontroversi.
Sebagian dokter meyakini perjalanan penyakit alami yang ringan penyakit tersebut dan
menganjurkan pengobatan hanya untuk mereka yang mengalami perdarahan secara klinis
berupa mulai petekie dan atau purpura yang banyak sampai perdarahan hebat yang
mengancam jiwa. Sedangkan sebagian yang lain menganjurkan tindakan dan pengobatan dini
pada semua anak dengan trombosit kurang dari 20.000-30.000/ mm 3 tanpa menghiraukan
tingkat perdarahan.(6)

Sebagian besar penderita (hanya mengalami petekie atau purpura ringan), tidak
memerlukan pengobatan dan pada sekitar 30-70% pasien, jumlah trombosit akan naik sendiri
dalam waktu 3 minggu. Pemberian medikamentosa dibatasi untuk hal-hal tertentu, misalnya
perdarahan yang masih berlanjut dan cukup berat (epistaksis, perdarahan saluran cerna, dll).
Pendapat lain mengatakan bahwa medikamentosa diberikan atas dasar jumlah trombosit.(1)

Meskipun ITP pada anak umumnya bersifat akut dan biasanya membaik dengan
sendirinya dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, namun sejak seperempat abad
yang lalu terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli tentang pemberian prednison secara
rutin pada pasien ITP. Dengan diperkenalkannya beberapa pengobatan baru akhir-akhir ini,
semakin meramaikan perbedaan pendapat tersebut. Yang menjadi permasalahan sebenarnya
18
adalah apakah seharusnya pada semua pasien ITP, terutama anak-anak perlu diberikan
pengobatan.

Menurut The American Society of Hematology (ASH), bahwa anak dengan ITP dan
jumlah trombosit kurang dari 20x109/l dan perdarahan mukosa yang signifikan, atau anak
dengan jumlah trombosit kurang dari 10x109/l dan purpura, diterapi dengan imunoglobulin
intravena (IVIG) atau prednison oral.(6)

Sebaliknya, rekomendasi dari British Paediatric Haematology Working Group


mengatakan bahwa terapi anak dengan ITP harus berdasarkan gejala klinis, tidak hanya
berdasarkan jumlah trombosit.(6)

Pada umumnya ITP akut tidak memerlukan perawatan, namun perlu dihindari aktifitas
fisik yang keras dan traumatik. Perawatan diperlukan bila telah terjadi perdarahan berat yang
mengancam hidup penderita tanpa melihat jumlah trombosit, atau yang memerlukan tindakan
tertentu. Kadang-kadang perawatan diberikan atas indikasi sosial. Selain itu juga perlu untuk
menghindari obat yang dapat menekan produksi dan atau merubah fungsinya, dan yang
penting juga adalah memberi pengertian pada pasien dan atau orang tua tentang penyakitnya.
(1,4,6)

Obat-obat yang dapat menyebabkan trombositopeni dapat dibagi menjadi:


1. Obat yang berhubungan dengan penurunan produksi trombosit:
- Kemoterapi
- Diuretik thiazide
- Alkohol
- Estrogen
- Kloramfenikol
- Radiasi terionisasi I
2. Obat-obatan yang berhubungan dengan destruksi trombosit
- Sulfonamid
- Quinidine
- Kinina
- Karbamazepin
- Asam Valproat
- Heparin
- Digoksin
19
3. Obat-obatan yang berhubungan dengan perubahan fungsi trombosit
- Aspirin
- Dipiridamol

Sebagain besar pasien ITP pada anak tidak perlu dirawat di rumah sakit. Suasana rumah
sakit (bangsal anak) yang sibuk dan ribut tidak lebih baik dari pada lingkungan rumah
sendiri. Pasien dapat kontrol di poliklinik 1-2 kali seminggu, dengan pemeriksaan darah
lengkap dan jumlah trombosit. Bila jumlah trombosit sudah mulai meningkat, biasanya
dalam 1-2 minggu maka pemeriksaan darah lengkap dan jumlah trombosit boleh dilakukan 2-
3 minggu sekali sampai kembali pada nilai normalnya.

Sebagian besar (80%) pasien biasanya dapat sembuh sempurna secara spontan dalam
waktu kurang dari 6 bulan. Pada beberapa kasus ITP pada anak didapatkan perdarahan kulit
yang menetap, perdarahan mukosa, atau perdarahan internal yang mengancam jiwa yang
memerlukan tindakan atau pengobatan segera.

Pengobatan yang biasa diberikan pada anak dengan ITP meliputi kortikosteroid peroral,
imunoglobulin intravena (IVIG), dan yang terakhir, anti-D untuk pasien dengan rhesus D
positif. Pengobatan-pengobatan tersebut di atas potensial memberikan efek samping yang
serius, sehingga penting bagi kita untuk mempertimbangkan risiko-risiko tersebut agar tidak
merugikan pasien (primum non nocere). Oleh sebab itu pengobatan pada anak yang
menderita ITP, keputusan mengenai kapan dilakukan terapi, terapi apa yang akan digunakan
dan apakah perlu perawatan di rumah sakit atau tidak sebagian besar tetap berdasarkan pada
pengalaman pribadi, pendekatan filosofis, dan pertimbangan-pertimbangan praktis.(4,6)

Sebagian besar dokter khawatir dengan jumlah trombosit yang rendah. Namun
sebenarnya pengobatan untuk meningkatkan jumlah trombosit walaupun dengan jumlah
trombosit yang sangat rendah (<10.000 mm3) tidak selalu diperlukan. Jumlah trombosit yang
sedikit tersebut dapat berfungsi lebih efisien.

Steroid

Sebelum era IVIG, kortikosteroid peroral merupakan pengobaan utama pada ITP
karena dipercaya dapat menghambat penghancuran trombosit dalam sistem retikuloendotelial
dan mengurangi pembentukan antibodi terhadap trombosit oleh limfosit B, serta mempupnyai
efek stabilisasi kapiler yang dapat mengurangi perdarahan.(1,4)

20
Sediaan glokokortikoid (prednison, prednisolon). Dosis yang biasa digunakan ialah 1-2
mg/kgBB/hari selama kurang lebih 2-3 minggu. Penelitian terbaru menunjukkan respon yang
lebih cepat (secepat IVIG) dalam menaikkan jumlah trombosit pada dosis prednison yang
lebih tinggi (4 mg/KgBB/hari) jangka pendek. Pilihan pengobatan ini mungkin yang paling
sesuai untuk ITP pada anak dengan gejala yang nyata dan mengganggu (sedang secara
klinis).

Ada pula yang memakai dosis 10-30 mg/kgBB/hari, intravena, selama beberapa hari.
Pemberian steroid biasanya mempercepat kenaikan jumlah trombosit, tetapi tidak mengubah
morbiditas ataupun mortalitas.(1)

Intrevenous Immunoglobulin (IVIG)

Dengan munculnya terapi IVIG, beberapa penelitian menunjukkan peningkatan yang


cepat jumlah trombosit.(2,4) Cara kerja IVIG ialah dengan menutup (blokade) reseptor Fc pada
makrofag, sehingga tidak dapat menangkap trombosit yang telah tersensitisasi dan biasanya
bersifat sementara.(1) IVIG dapat meningkatkan jumlah trombosit dalam waktu cepat
(umumnya dalam 48 jam), sehingga pengobatan pilihan untuk ITP dengan perdarahan yang
serius (berat secara klinis).

Meskipun IVIG telah populer digunakan dalam terapi ITP pada anak, data terbaru
menunjukkan lebih dari 75% anak mengalami efek samping nyeri kepala dan panas.
Beberapa mengalami efek samping yang lebih serius, yaitu iritasi meningeal dan hemiplegia
sementara. IVIG merupakan produk dari darah yang potensial terjadinya penularan virus.
Meskipun penularan HIV belum pernah dilaporkan, namun penularan hepatitis C virus telah
dilaporkan dengan hasil yang cukup membahayakan. Oleh karena itu, sebaiknya IVIG tidak
diberikan tanpa indikasi yang jelas, apalagi kalau hanya untuk menaikkan jumlah trombosit
saja.(4)

Dosis yang biasa digunakan pada IVIG adalah 0,4 gram/KgBB/hari selama 5 hari,
namun penelitian terbaru menunjukkan lebih baik dan murah menggunakan dosis yang lebih
rendah yaitu dosis tunggal 0,8 gram/KgBB atau 0,25-0,5 gram/KgBB/hari selama 2 hari, dan
memberikan efek samping yang lebih kecil pula. Pengobatan dengan IVIG juga tidak
mengurangi morbiditas ataupun mortalitas.(1,4)

Imunoglobulin anti-D

21
Pengobatan dengan imunoglobulin anti-D efektif pada anak dengan rhesus positif dan
memiliki keuntungan yaitu berupa suntikan tunggal dalam waktu singkat. Namun selain
mahal, dilaporkan adanya hemolisis dan anemia yang memerlukan transfusi darah setelah
dilakukannya pengobatan ini.(1,2,4)

Terdapat beberapa penelitian yang membandingkan kombinasi dari beberapa pilihan


pengobatan meliputi tanpa terapi, prednison peroral, metilprednisolon dosis tinggi, IVIG, dan
imunoglobulin anti-D intravena. Dari penelitian-penelitian di atas dapat disimpulkan adanya
kemajuan yang pesat dalam beberapa tahun untuk menetapkan cara tercepat meningkatkan
jumlah trombosit pada pasien ITP. Namun tidak ada penelititan yang menyinggung tentang
toksisitas, biaya, dan kesulitan-kesulitan dari pengobatan tersebut. Semua pengobatan di atas
hanya untuk meningkatkan jumlah trombosit yang rendah, tapi tidak mengobati penyakit
yang mendasarinya, sehingga kekambuhan sering terjadi.(4)

Meskipun proses kesembuhan secara spontan pada anak dengan ITP mungkin
dipercepat dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi atau IVIG, respon tersebut sering
hanya bersifat sementara dan tidak memberi perlindungan terhadap komplikasi perdarahan
hebat yang dapat mengancam jiwa. Juga tidak didapatkan data yang menunjukkan bahwa
pengobatan tersebut menurunkan kemungkinan menjadi ITP kronis. Pemberian steroid jangka
panjang sebaiknya dihindari karena risiko efek samping yang mungkin lebih membahayakan
penyakitnya sendiri.

Splenektomi

Dari berbagai laporan kasus, dengan observasi yang konsisten dan frekuensi remisi
setelah splenektomi serta hasil yang sama pada pasien dewasa, menunjukkan bahwa
splenektomi merupakan pengobatan efektif. Sekitar 72% anak dengan ITP yang dilakukan
splenektomi mengalami remisi lengkap. Namun demikian splenektomi hanya
dipertimbangakan untuk kasus dengan perdarahan berulang yang gagal dengan pengobatan
medikamentosa dan penyakitnya telah berlangsung selama 12 bulan sejak diagnosa
ditegakkan.(1,2,8)

Perlu diingat pula bahwa kematian pasca splenektomi akibat infeksi berat (sepsis)
dilaporkan sebesar 1 per 300 1000 pasien per tahun. Sebelum tindakan splenektomi
sebaiknya pasien diimunisasi terlebih dahulu terhadap haemophillus influenzae B,

22
pneumococcus dan meningococcus. Pemberian preparat Penisilin pasca splenektomi juga
dianjurkan untuk seumur hidup.(1,2)

Indikasi splenektomi(2)

- Resisten setelah pemberian kombinasi kortikosteroid dan obat imunosupresif selama


2-3 bulan
- Remisi spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid saja
dengan gambaran klinis sedang sampai berat.
- Penderita yang menunjukkan respons terhadap kortikosteroid namun memerlukan
dosis yang tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis yang baik tanpa adanya
perdarahan.

Indikasi kontra splenektomi(2)

Sebaiknya splenektomi dilakukan setelah anak berumur lebih dari 2 tahun, karena
sebelum umur 2 tahun fungsi limpa terhadap infeksi belum dapat diambil alih oleh alat tubuh
yang lain (hati, kelenjar getah bening, timus). Hal ini hendaknya diperhatikan, terutama di
negeri yang sedang berkembang karena mortalitas dan morbiditas akibat infeksi masih tinggi.
(4)

Beberapa pengobatan lain yang pernah dilaporkan bisa diberikan pada anak dengan ITP
adalah: gamma interferon, transfusi tukar plasma dan protein A-immunoadsorption, alkaloid
Vinca (vinkristin dan vinblastin), danazol, vitamin C, dan siklofosfamid. (4) Transfusi
trombosit jarang dilakukan dan biasanya tidak efektif, karena trombosit yang ditransfusikan
langsung dirusak.(6)

Pada keadaan tertentu, seperti adanya gejalan neurologis, perdarahan internal, atau
pembedahan darurat memerlukan intervensi segera. Metilprednisolon (30 mg/KgBB/hari
maksimal 1 gram/hari selama 2-3 hari) sebaiknya diberikan secara intravena dalam waktu 20-
30 menit bersamaan dengan IVIG (1 gram/KgBB/hari selama 2-3 hari) dan transfusi
trombosit 2-3 kali lipat dari jumlah yang biasa diberikan, vinkristin mungkin bisa
dipertimbangkan sebagai bagian dari terapi kombinasi tersebut. Perlu dipertimbangkan pula
untuk dilakukan splenektomi. Pada keadaan dimana terjadi perdarahan hebat yang menetap,
pemberian IVIG dosis tinggi bisa diperpanjang sampai lima hari, bersamaan dengan transfusi
trombosit secara terus-menerus (1 unit tiap jam).

23
Pengobatan lain dengan menggunakan obat sitostatika seperti vinkristin, siklofosfamid,
azatrioprin, dan lainnya, pernah digunakan, tetapi hasilnya secara keseluruhan tidak
memuaskan, sedangkan toksisitasnya cukup berat. Pemberian interferon dan danazol pada
anak dengan ITP telah dilaporkan, namun demikian hasilnya juga belum memuaskan.
Demikian pula pengobatan dengan vitamin C.(1,8)

Pemahaman yang tepat tentang perjalanan alamiah ITP kronis pada anak sangat
bermanfaat bagi suatu pengobatan yang rasional untuk kelainan tersebut yang masih
kontroversial. Ada yang berpendapat bahwa pasien ITP kronis akan mengalami perdarahan
berulang yang memerlukan splenektomi, infus IVIG yang teratur, atau obat-obat
imunosupresan. Namun pandangan tersebut ditentang oleh beberapa kelompok peneliti yang
berdasarkan suatu studi kasus yang besar mendapatkan bahwa sebenarnya ITP kronis
merupakan suatu kondisi yang ringan, hanya sedikit di antara mereka yang mengalami
perdarahan yang berat.

Banyak di antara anak dengan ITP kronis dapat mempertahankan jumlah trombosit
mereka >30.000/ mm3 tanpa suatu terapi. Pada suatu pengamatan jangka panjang anak
dengan ITP kronis memperlihatkan bahwa kesembuhan dalam jangka waktu yang lama masih
bisa terjadi bahkan sampai usia >10 tahun. Diperkirakan angka kesembuhan spontan setelah
15 tahun berkisar 61%, hampir sama dengan 63% pada penelitian yang lain.

Karena ITP kronis umumnya ringan dan kesembuhan spontan kadang-kadang masih
bisa terjadi, maka pengobatan sifatnya individual. Kecuali splenektomi, tidak ditemukan data
yang memperlihatkan manfaat dari berbagai macam terapi ITP kronis yang ada. Pada pasien
yang mengalami perubahan kualitas hidup karena trombositopenia yang berat dan perdarahan
(atau ketakutan akan hal tersebut pada sebagian pasien, orang tua, atau dokter yang merawat),
perlu dipertimbangkan untuk dilakukan splenektomi.

Banyak diantara pasien ITP kronis yang tidak sembuh, meskipun dengan
trombositopeni yang sedang tidak disertai klinis yang berarti. Sebagian besar dapat hidup
dengan perdarahan ringan pada kulit dan sedikit keterbatasan, pengobatan sebaiknya
diberikan jika diperlukan tindakan pembedahan dan kecelakaan.

II.10 KOMPLIKASI

24
Perdarahan yang serius jarang didapatkan pada ITP, berbeda dengan trombositopenia
pada sindrom kegagalan sumsum tulang yang lebih sering menimbulkan perdarahan serius
yang dapat mengancam jiwa. Perdarahan otak yang merupakan komplikasi yang paling
ditakutkan dan mendorong para dokter untuk melakukan pengobatan pada ITP ternyata
sangat jarang didapatkan. Insidens perdarahan otak pada ITP dalam minggu pertama hanya
berkisar 0,1-0,2%, namun meningkat menjadi 1% pada mereka dengan jumlah trombosit
kurang dari 20.000/mm3 setelah 6-12 bulan. Meskipun insiden perdarahan intrakranial sangat
rendah, namun angka kematian yang diakibatkannya mencapai 50%.(4,6)

Tidak ada cara yang dapat dilakukan untuk mempediksi terjadinya perdarahan
intrakranial, dan pengobatan tidak mengurangi risiko terjadinya perdarahan otak pada ITP.
Faktor penting yang berhubungan dengan meningkatnya kemungkinan terjadinya perdarahan
intrakranial yaitu riwayat trauma kepala, malformasi arteriovenosus, penggunaan obat
antiplatelet seperti Aspirin pada anak dengan jumlah trombosit sangat rendah (<10x10 9/l).
Pada pasien ini perlu diidentifikasi segera dan diterapi lebih agresif.(4,6)

II.11 PROGNOSIS

Anak dengan yang didiagnosa menderita ITP memiliki prognosis yang baik. Kira-kira
80% - 90% anak dengan ITP menderita episode perdarahan akut, yang akan pulih dengan
jumlah trombosit yang normal dalam waktu 6 bulan.(2,4,6)

Pada ITP akut bergantung kepada penyakit primernya. Bila penyakit primernya ringan,
90% akan sembuh secara spontan. Prognosis ITP kronik kurang baik, terutama bila
merupakan stadium praleukemia karena akan berakibat fatal. Pada ITP kronik yang bukan
merupakan stadium praleukemia, bila dilakukan splenektomi pada waktunya akan didapatkan
angka remisi sekitar 90%.(2)

25
BAB III

RANGKUMAN & SARAN

RANGKUMAN

Idiopathic Trombositopenia Purpura (ITP) merupakan kelainan perdarahan didapat


pada anak yang paling sering dijumpai. ITP merupakan kelainan autoimun yang
menyebabkan munculnya suatu antibodi terhadap trombosit. Diagnosis ITP ditegakkan
dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab trombositopenia yang lain. Pemeriksaan
aspirasi sumsum tulang tidak rutin dilakukan pada ITP, hanya untuk kasus yang meragukan.
Pada anak umumnya ITP bersifat akut dan dapat sembuh spontan dalam waktu kurang dari 6
bulan. Tata laksana ITP khususnya ITP akut pada anak masih kontroversial. Pengobatan
umumnya dilakukan hanya untuk meningkatkan jumlah trombosit, namun tidak
menghilangkan risiko terjadinya perdarahan intrakranial dan perjalanan menjadi ITP kronis.
Pengobatan juga potensial menimbulkan efek samping yang cukup serius.

26
SARAN

Pengobatan yang biasa diberikan pada anak dengan ITP meliputi kortikosteroid peroral,
imunoglobulin intravena (IVIG), dan yang terakhir, anti-D untuk pasien dengan rhesus D
positif. Pengobatan-pengobatan tersebut di atas potensial memberikan efek samping yang
serius, sehingga penting bagi kita untuk mempertimbangkan risiko-risiko tersebut agar tidak
merugikan pasien.

Adanya kemajuan yang pesat dari penelitian-penelitian dalam beberapa tahun untuk
menetapkan cara tercepat meningkatkan jumlah trombosit pada pasien ITP. Namun tidak ada
penelitian yang menyinggung tentang toksisitas, biaya, dan kesulitan-kesulitan dari
pengobatan tersebut. Sehingga sekiranya perlu untuk dilakukan penelitian mengenai hal
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gatot D. Tata Laksana Perdarahan Pada Bayi dan Anak. Dalam: Pediatrics Update.
1sted. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2003. hal 23-29.

2. Hassan R, Alatas H, editor. Idiopathic Trombocytopenic Purpura (ITP). Dalam: Buku


Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. 11thed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007. hal
479-482.

3. Montgomery RR. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Dalam: Behrman RE,


Kliegman RM, Jenson HB, editor. NelsonTextbook of Pediatrics. 18 thed. Philadelphia:
Saunders, 2007. hal 2082-84.

4. Urgasena IDG. Gangguan Kelainan Jumlah Trombosit (Purpura Trombositik Imun).


Dalam: Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. 2 nded. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2006. hal 133-146.

5. http://pedinfect.com/?page=article&article_id=9971. Accessed on 2nd December2013.

6. http://www.ama.ba/index.php/ama/article/download/52/48. Accessed on 2nd


December2013.

7. http://www.medicaljournal-ias.org/Belgelerim/Belge/03-OzsoyluMRWPTYEJCH
22259.pdf. Accessed on 2nd December2013.

27
8. http://www.osuem.com/downloads/resources/NEJM%2B2002%2BITP.pdf. Accessed
on 2nd December2013.

28

Anda mungkin juga menyukai