Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I
DEFINISI

Dalam Panduan Pelayanan Pasien Tahap Terminal di Rumah Sakit Umum


Daerah Nganjuk ini yang dimaksud dengan :
1. Pasien terminal adalah suatu kondisi pasien pada suatu penyakit atau stadium
penyakit terminal (menjelang akhir hayat) yang secara keilmuan tidak bisa
disembuhkan lagi dengan progesifitas penyakit mengarah ke kondisi yang
terus memburuk atau kematian.
2. Pasien menjelang meninggal dan keluarganya memerlukan pelayanan yang
terfokus pada kebutuhan yang unik dari masing-masing pasien. Sehingga
penanganan pasien menjelang akhir hayat mencakup pengkajian awal pasien
sampai dengan perawatan pasien dinyatakan meninggal atau sering disebut
dengan perawatan paliatif.
3. Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan
meningkatkan kualitas hidup dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan
lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosis
ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang
kehilangan/ berduka.
4. Menahan tindakan life support (Withholding life support) atau alat bantu hidup
dasar adalah kelompok tindakan yang meliputi :
a. Tidak memasang ventilator;
b. Tidak merubah setting ventilator (jika pasien sudah terpasang);
c. Tidak menaikkan/ merubah dosis obat inotropik maupun menambah jenis
obat inotropik.
5. Menghentikan tindakan life support (withdrawing life support) atau alat bantu
hidup dasar adalah kelompok tindakan yang meliputi :
a. Menghentikan ventilator;
b. Menurunkan dosis obat inotropik pada pasien/ menghentikan obat
inotropik padahal fungsi kardiovaskular pasien masih belum optimal atau
menurun

Panduan Pasien Tahap Terminal 1


2

c. Tidak termasuk dalam kategori ini adalah : menghentikan tindakan


resusitasi jantung paru sesuai indikasi.
6. Mati Batang Otak (MBO) adalah :
a. Suatu keadaan yang ditandai oleh menghilangnya fungsi batang otak.
b. Diskontinuitas system neuronal saraf perifer ke kortek (syarat mutlak
untuk kesadaran).

Panduan Pasien Tahap Terminal


3

BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dari panduan pelayanan pasien tahap terminal adalah :


1. Tidak dilakukan resusitasi (Do No Rescucitation).
2. Menahan/menghentikan bantuan hidup (Withdrawal/Witholding Life
Support).
3. Mati batang otak.
4. Pilihan meninggal di rumah.
5. Pengkajian dan pengelolaan nyeri dan gejala-gejala lain, dengan pendekatan
preventif dan terapeutik.
6. Edukasi pasien dan staf mengenai manajemen nyeri dan gejala lain.
7. Pelayanan rohani.
8. Gejala seperti mau muntah dari kesulitan pernapasan.
9. Manajemen gejala saat ini dan hasil respon pasien.
10. Orientasi spritual pasien dan keluarga dan kalau perlu keterlibatan
kelompok agama.
11. Urusan dan kebutuhan spiritual pasien dan keluarga, seperti putus asa,
penderitaan, rasa bersalah atau pengampunan.
12. Status psikososial pasien dan keluarga seperti hubungan keluarga,
lingkungan rumah yang memadai apabila diperlukan perawatan di rumah,
cara mengatasi dan reaksi pasien dan keluarga atas penyakit pasien.
13. Kebutuhan dukungan atau kelonggaran pelayanan (respite services) bagi
pasien, keluarga dan pemberi pelayanan lain.
14. Kebutuhan akan alternatif atau tingkat pelayanan lain.
15. Faktor risiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan potensi
reaksi patologis atas kesedihan.

3
Panduan Pasien Tahap Terminal
4

BAB III
TATA LAKSANA

3.1 Pengkajian Pasien Terminal


1. Pengkajian pasien terminal digunakan untuk menentukan masalah-
masalah yang terdapat pada pasien tersebut dari berbagai segi dan
untuk menentukan rencana keperawatan yang dilakukan dapat
menjaga kualitas hidup pasien sebaik mungkin dan mengurangi
penderitaan pasien menjelang akhir hayat.
2. Assesmen pasien terminal meliputi :
1) Assesmen fisik
Meliputi pemeriksaan secara menyeluruh dan sistematis sesuai
standart disiplin klinis yang difokuskan terkait nyeri.
2) Assesmen psikologi
dilakukan oleh psikiater atau psikolog yang terlatih. Pada
prinsipnya assesmen ini dibutuhkan untuk mencegah terjadinya :
 ketergantungan tinggi
 kehilangan kontrol
 kehilangan produktivitas
 hambatan dalam berkomunikasi
3) Assesmen sosial
menarik diri dan atau isolasi sosial
4) Assesmen spiritual
assesmen dilakukan oleh perawat sesuai dengan agam yang
dianut pasien. Pada prinsipnya assesmen ini bertujuan
memberikan kenyamanan secara spiritual kepada pasien,
memberikan harapan kesembuhan pada pasien
3. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan perawat yang
menangani pasien tersebut melakukan pengkajian ulang,
mengevaluasi, memperbarui rencana keperawatan secara terus
menerus, dan menuliskannya pada formulir Catatan Terintegrasi.

Panduan Pasien Tahap Terminal 4


5

3.2 Pasien dengan DNR


Ada minimal satu indikasi mengeluarkan order DNR, yaitu sebagai
berikut:
1. Terminal illness (penyakit terminal )
2. GCS 3 dengan satu atau lebih organ failure ( kerusakan organ )
3. Indikasi tersebut telah dikonsultasikan dengan sedikitnya dua orang
dokter lain (spesialis syaraf/bedah syaraf/anaestesi).
4. Indikasi tersebut dikomunikasikan ke pasien/keluarga dan pasien
keluarga diberikan waktu tanpa batas untuk mengambil keputusan.
5. Keputusan dari pasien/ keluarga diberikan dalam bentuk tertulis,
berupa Penolakan Tindakan Resusitasi Jantung Paru.
Keterlibatan Keluarga dalam Mengeluarkan Perintah DNR
1. Persetujuan pasien yang dinyatakan mampu atau kompeten
merupakan pertimbangan utama.
2. Bilamana pasien tidak berada dalam kondisi mampu mengambil
keputusan untuk dirinya sendiri, maka keluarganya akan dapat
mengambil keputusan untuk dirinya
Pengumuman DNR
Pasien yang telah dinyatakan DNR diberikan gelang ungu.
Pencabutan Status DNR
Status DNR dapat dicabut bila :
a) Ada anggota keluarga dengan tingkat kedekatan 1 level yang merasa
keberatan dengan status DNR tersebut, kecuali kehendak langsung
dari pasien;
b) Dokter berdasarkan perkembangan klinis pasien menilai bahwa
prognosis pasien telah berubah dan bahwa pasien secara klinis
memiliki prognosis setidaknya Quo ad vitam dan Quo ad Functionam
Dubia at Bonam.

3.3 Pasien Menjelang Akhir Hayat


1. Menahan Pemasangan Alat / Tindakan Penunjang Hidup (Witholding
Life Support) :

Panduan Pasien Tahap Terminal


6

a. Menahan life support dilakukan sesuai indikasi pada tersebut di


atas, di mana keluarga memilih pilihan ini dari pada
menghentikan life support;
b. Keputusan menahan pemasangan alat/ tindakan penunjang hidup
ada di tangan DPJP setelah melakukan konsultasi dengan
sedikitnya 2 dokter spesialis lain, terkait dengan kondisi pasien,
dan salah satunya harus dokter anestesi;
c. Keputusan menahan pemasangan alat / tindakan penunjang
hidup didasarkan indikasi medis yang jelas, dan telah
dikomunikasikan pada keluarga dengan hubungan 1 level
(pasangan hidup, orang tua atau anak kandung) dan pihak
keluarga telah memberikan persetujuan tertulis;
d. Keluarga dapat meminta kehadiran rohaniawan dalam
pengambilan keputusan ini;
e. Sebelum menahan tindakan penunjang hidup dipersiapkan obat-
obat yang menjamin kenyamanan pasien dalam proses ini,
hingga pasien meninggal, termasuk di antaranya obat sedatif dan
pain killer;
f. Pertama diberikan obat-obat yang menjamin kenyamanan pasien
(sedatif dan pain killer), sesuai instruksi tertulis dokter (bisa
anestesi, DPJP atau dokter lain) dan didokumentasikan di rekam
medis.
Adapun tanda-tanda ketidaknyamanan adalah :
1) Penggunaan otot bantu pernapasan;
2) Respiratory rate ( pernafasan ) lebih dari 35/menit;
3) Gasping, gaduh dan / atau peningkatan respiratory effort,
batuk / tercekik;
4) Agitasi adalah gerakan yang tidak perlu dari kepala lengan
maupun tubuh atau mimik wajah;
5) Peningkatan heart rate atau mean arterial pressure lebih
dari 20% diatas kondisi sebelum pencabutan / penghentian
life support sebelum sedasi.

Panduan Pasien Tahap Terminal


7

g. Apabila dalam proses penahanan tindakan penunjang hidup ini


fungsi vital pasien menurun, maka keluarga dihubungi untuk
mendampingi, dan ditawarkan rohaniawan bilamana dirasa perlu
oleh keluarga. Doa juga dapat dilakukan pada pasien yang
ditahan life support-nya.
h. Pasien dapat dilanjutkan ke pencabutan/ penghentian life
support atau dipertahankan sampai terjadi kematian alaminya.
i. Keluarga dapat memilih membawa pulang pasien yang belum
dinyatakan meninggal, dan pemulangan diatur dengan ambulans
yang memang telah dipersiapkan sebelumnya.
j. Bila pasien meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk,
maka berlaku prosedur penanganan pasien meninggal.
2. Mencabut / Menghentikan Tindakan Penunjang Hidup (Withdrawing
Life Support)
a. Keputusan mencabut / menghentikan tindakan penunjang hidup
ada di tangan keluarga setelah dlakukan edukasi oleh DPJP dan
setelah DPJP melakukan konsultasi dengan sedikitnya 1 dokter
spesialis lain terkait dengan kondisi pasien
b. Keputusan mencabut / menghentikan tindakan penunjang hidup
didasarkan indikasi medis yang jelas dan telah dikomunikasikan
pada keluarga dengan hubungan 1 tingkat (pasangan hidup,
orang tua atau anak kandung) dan pihak keluarga telah
memberikan persetujuan tertulis;
c. Bila perlu pihak dokter / rumah sakit dapat mengundang Komite
Etik dan / atau Medikolegal untuk pengambilan keputusan ini;
d. Bila perlu, keluarga dapat meminta kehadiran rohaniawan dalam
pengambilan keputusan ini;
e. Sebelum pencabutan / penghentian tindakan penunjang hidup,
dipersiapkan obat-obat yang menjamin kenyamanan proses
penghentian ini, hingga pasien meninggal, termasuk di
antaranya obat sedatif dan pain killer;

Panduan Pasien Tahap Terminal


8

f. Pencabutan/ penghentian tindakan penunjang hidup ini


disaksikan oleh keluarga / wali (jika diinginkan), dokter maupun
perawat Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk dan rohaniawan
(jika diperlukan oleh keluarga/ wali supaya dapat dilakukan doa
sebelum pencabutan);
g. Pertama diberikan obat-obat yang menjamin kenyamanan pasien
(sedatif dan pain killer), sesuai instruksi tertulis dokter (bisa
anestesi, DPJP atau dokter lain) dan didokumentasikan di rekam
medik;
h. Pada saat obat tersebut diberikan ke pasien, monitor tanda-tanda
ketidaknyamanan. Bila ada tanda ketidaknyamanan, dokter perlu
memerintahkan untuk meningkatkan pemberian obat yang
memberikan kenyamanan pasien.
i. Kemudian yang melakukan tindakan mencabut alat bantu hidup
yang terpasang pada pasien adalah keluarga pasien yang
menandatangani pernyataan penghentian alat bantu hidup dasar
dengan dibimbing oleh dokter anestesi atau perawat. Pencabutan
alat bantu hidup dasar ( ETT ) pada pasien yang pulang paksa
dilakukan sesampainya di rumah. Selama di ambulan tetap
dilakukan bagging yang dilakukan oleh perawat ICU. Apabila di
rumah pasien dirawat oleh tenaga medis terdekat, maka harus
dilakukan timbang terima dan edukasi tentang perawatan pasien
selama di rumah. Tenaga medis yang akan melanjutkan
perawatan pasien di rumah harus memberikan data identitas dan
surat ijin profesi yang masih berlaku untuk melengkapi data di
resum medis pasien.

3.4 Pasien dengan Mati Batang Otak (Brain Death)


1. Prosedur menyatakan mati batang otak
a) Sebelum tes refleks batang otak
Harus ada tanda-tanda fungsi batang otak telah hilang :
 Pasien koma

Panduan Pasien Tahap Terminal


9

 Tidak ada sikap abnormal (dekortikasi atau deserebrasi)


 Tidak ada refleks batang otak : refleks okulosefalik
 Tidak ada sentakan epileptik
 Tidak ada nafas spontan
Bila salah satu (+), batang otak : refleks otak masih hidup, maka
tidak perlu tes refleks batang otak.
b) Lima tes refleks batang otak
 Tidak ada respon terhadap cahaya
 Tidak ada refleks kornea
 Tidak ada refleks vestibule - okuler
 Tidak ada respon motor dalam distribusi saraf kranial terhadap
rangsang adekuat pada area somatik
 Tidak ada refleks muntah (gangguan refleks) atau refleks batuk
terhadap rangsang oleh kateter isap yang dimasukkan ke dalam
trakea.
c) Tes Apnea
 Pre oksigenasi dengan 100 % O2 selama 10 menit;
 Beri 5 % CO2 dalam 95% selama 5 menit berikutnya untuk
menjamin PaCO2 awal : 53 Kpa (40 torr).
d) Pengulangan Tes
 Tes ulang perlu dilakukan untuk mencegah kesalahan
pengamatan dan perubahan tanda-tanda.
 Interval waktu 25 menit - 24 jam tergantung rumah sakit dan
rekomendasi yang dianut.
2. Penanganan setelah pasien dinyatakan mati batang otak
a) Pengkomunikasian kepada keluarga merupakan langkah awal
setelah pasien dinyatakan Mati Batang Otak (MBO). Keluarga
yang diberi penjelasan adalah keluarga terdekat dengan urutan
prioritas mulai dari suami / istri, orang tua kandung, anak kandung
dan terakhir saudara kandung.

Panduan Pasien Tahap Terminal


10

b) Keluarga diberi penjelasan bahwa setelah pasien dinyatakan mati


batang otak, maka akan dilakukan penghentian seluruh tindakan
dengan sebelumnya mengkomunikasikan dengan keluarga.
c) Bilamana keluarga pasien belum dapat menerima maka pihak
rumah sakit memberi waktu kepada keluarga untuk melalui fase
denial.
d) Second opinion dapat diminta oleh pihak keluarga dalam fase
denial (fase menyangkal).

3.5 Pasien Terminal Yang Memilih Meninggal Di Rumah (Tidak di Rumah


Sakit)
1. Pasien atau walinya yang sah dapat memutuskan untuk meninggal
tidak di rumah sakit karena alasan agama / kepercayaan, budaya, adat
istiadat, pertimbangan sosio-ekonomi lain dan geografis;
2. Keputusan untuk meninggal tidak di rumah sakit dilakukan secara
tertulis dengan menanda tangani formulir pulang paksa atas
permintaan sendiri, karena pada keadaan terminal dokter tidak
mungkin mengijinkan pasien untuk pulang.
3. Rumah sakit menghormati keputusan pasien / walinya yang sah
tersebut.
4. Pencabutan alat bantu hidup dasar (ETT) pada pasien yang pulang
paksa dilakukan sesampainya di rumah. Selama di ambulan tetap
dilakukan bagging yang dilakukan oleh perawat. Apabila di rumah
pasien dirawat oleh tenaga medis terdekat, maka harus dilakukan
timbang terima dan edukasi tentang perawatan pasien selama di
rumah. Tenaga medis yang akan melanjutkan perawatan pasien di
rumah harus memberikan data identitas dan surat ijin profesi yang
masih berlaku untuk melengkapi data di resum medis pasien

3.6 Pengelolaan Nyeri (Pain Management)


Nyeri merupakan gejala yang sering ditemukan pada pasien terminal.
Karena sifatnya yang menurunkan mutu sisa hidup pasien, maka nyeri harus

Panduan Pasien Tahap Terminal


11

mendapat penanganan secara tepat. Berbagai aspek terlibat dalam


penanganan nyeri, seperti masalah ketergantungan fisik maupun psikologis,
membuat dokter ragu dalam penanganan nyeri yang adekuat. Untuk itu
disusun kebijakan ini yang dapat dijadikan pijakan bagi dokter Rumah Sakit
Umum Daerah Nganjuk dalam penanganan nyeri pada pasien menjelang
akhir hayat.
Penatalaksanaan nyeri mengikuti Kebijakan Penilaian dan Tata
Laksana Nyeri tentang Manajemen Nyeri dan SPO Pengkajian dan
Penatalaksanaan Nyeri Pasien.
Pengelolaan Gejala–Gejala Lain
Gejala Umum Fase Akhir Kehidupan
Gejala Bagaimana cara untuk memberikan kenyamanan
Penurunan kesadaran Keadaan awal yang harus diwaspadai dan segera menghubungi
(Kantuk) Dokter unutk memberi
Menjadi tidak responsif Banyak pasien masih bisa mendengar setelah mereka tidak lagi
dapat berbicara, sehingga perawat bicaralah seolah-olah pasien
dapat mendengar.
Kebingungan tentang Bicaralah dengan tenang untuk membantu mengembalikan
waktu, tempat, identitas orientasi pasien. Perlahan mengingatkan pasien tanggal, waktu, dan
orang-orang terkasih orang-orang yang bersama mereka.
Hilangnya nafsu makan, Biarkan pasien memilih apakah dan kapan harus makan atau
penurunan kebutuhan minum. Sediakan es, air, atau jus dapat menyegarkan jika pasien
pangan dan cairan masih bisa menelan. Jaga mulut pasien agar tetap lembab dengan
menggunakan pelembab bibir dengan produk seperti swab gliserin
dan lip balm.
Kehilangan kontrol Jaga agar pasien tetap bersih, kering, dan senyaman mungkin.
kandung kemih atau usus Pasien dapat menggunakan kateter atau popok.
Akral dingin Hangatkan pasien dengan menggunakan selimut tapi hindari
selimut listrik atau alas pemanas, yang dapat menyebabkan luka
bakar.
Rasa nyeri meningkat / Segera hubungi dokter yang merawat untuk memberikan instruksi
tidak berkurang dengan untuk mengurangi rasa nyeri.
pemberian terapi
sebelumnya
Napas sesak, tidak Pernapasan mungkin lebih mudah jika tubuh pasien adalah
teratur, dangkal, atau dibaringkan ke samping dan bantal diletakkan di bawah kepala dan
bising napas di belakang punggung. Sebuah humidifier kabut dingin juga dapat
membantu.

Panduan Pasien Tahap Terminal


12

3.5 Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian


Ada 4 tipe dari perjalanan proses kematian yaitu:
1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui yaitu adanya
perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik.
2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui biasanya terjadi
pada kondisi penyakit yang kronik.
3. Kematian yang belum pasti kemungkinan sembuh belum pasti biasanya
terjadi pada pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien
dengan sakit kronik dan telah berjalan lama.
3.6 Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian
1. Kehilangan Tonus Otot ditandai:
a) Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
b) Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek
menelan.
c) Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea,
muntah, kembung
d) Penurunan kontrol spinkter urinari dan rectal.
Gerakan tubuh yang terbatas.
2. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
a) Kemunduran dalam sensasi.
b) Cyanosis pada daerah ekstremitas.
c) Kulit dingin pertama kali pada daerah kaki kemudian tangan,
telinga, hidung
3. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
a) Nadi lambat dan lemah
b) Tekanan darah turun
c) Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
4. Gangguan Sensori
a) Penglihatan kabur.
b) Gangguan penciuman dan perabaan

Panduan Pasien Tahap Terminal


13

3.7 Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal


1. Pupil mata melebar.
2. Tidak mampu untuk bergerak.
3. Kehilangan reflek.
4. Nadi cepat dan kecil.
5. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
6. Tekanan darah sangat rendah
7. Mata dapat tertutup atau agak terbuka
Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui
perubahan-perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah.
Pada tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan beberapa petunjuk
tentang indikasi kematian yaitu:
1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
2. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan
3. Tidak ada reflek.
4. Gambaran mendatar pada EKG

3.8 Pelayanan Rohani


Dalam proses pelayanan tahap terminal ini, perlu dilibatkan keluarga
untuk pendampingan, dan ditawarkan rohaniawan bilamana dirasa perlu
oleh keluarga. Doa juga dapat dilakukan pada pasien tersebut.
Pelayanan Rohani diatur tersendiri dalam Panduan Pelayanan Rohani
beserta prosedurmya.

Panduan Pasien Tahap Terminal


14

BAB IV
DOKUMENTASI

Semua penatalaksanaan pasien menjelang akhir hayat didokumentasikan


dalam rekam medis, berupa :
1. Formulir pengkajian awal pasien menjelang akhir hayat
2. Formulir catatan terintegrasi
3. Formulir persetujuan dan penolakan tindakan kedokteran
4. Formulir pengkajian edukasi pasien dan catatan edukasi pasien
5. Formulir bimbingan rohani

Panduan Pasien Tahap Terminal 14

Anda mungkin juga menyukai