BAB I
DEFINISI
1
5. Menahan tindakan life support (Withholding life support) atau
alat bantu hidup dasar adalah kelompok tindakan yang
meliputi :
a) Tidak memasang ventilator;
b) Tidak merubah setting ventilator (jika pasien sudah
terpasang);
c) Tidak menaikkan/ merubah dosis obat inotropik maupun
menambah jenis obat inotropik.
6. Menghentikan tindakan life support (withdrawing life support)
atau alat bantu hidup dasar adalah kelompok tindakan yang
meliputi :
a) Menghentikan ventilator;
b) Menurunkan dosis obat inotropik pada pasien/
menghentikan obat inotropik padahal fungsi kardiovaskular
pasien masih belum optimal atau menurun
c) Tidak termasuk dalam kategori ini adalah : menghentikan
tindakan resusitasi jantung paru sesuai indikasi.
7. Mati Batang Otak (MBO) adalah :
a) Suatu keadaan yang ditandai oleh menghilangnya fungsi
batang otak.
b) Diskontinuitas system neuronal saraf perifer ke kortek
(syarat mutlak untuk kesadaran).
2
BAB II
RUANG LINGKUP
3
BAB III
TATA LAKSANA
4
pasien untuk dapat bicara. Karena dapat mengurangi
rasa bersalah dan takut yang tidak masuk akal.
4. Pada fase depresi. Pada fase ini perawat selalu hadir di
dekatnya dan mendengarkan apa yng dikeluhkan oleh
pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi non verbal
yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan
mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien
sehingga menumbuhkan rasa aman baginya.
5. Pada fase penerimaan. Fase ini ditandai pasien dengan
perasaan tenang dan damai. Kepada keluarga dan
teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien
telah menerima keadaannya dan perlu dilibatkan
seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan
mampu untuk mendorong dirinya sendiri sebatasa
kemampuannya.
B. Membantu memenuhi kebutuhan fisiologis
1) Kebersihan diri
Pasaien dilibatkan untuk mampu melakukan
kebersihan diri sebatas kemampuannya dalam hal
kebersihan kulit, rambut, mulut, badan dan
sebagainya.
2) Mengotrol rasa sakit.
3) Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan
pada klien dengan sakit terminal, seperti morphin,
heroin dan sebagainya.
Obat ini sesuai dengan tingkat toleransi nyeri yang
dirasakan klien. Obat-obat lebih baik diberikan intra
vena dibandingkan intra muskuler atau sub cutan,
karena kondis system sirkulasi sudah menurun.
4) Membebaskan jalan nafas
Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler
akan lebih baik dan pengeluaran sekresi lender perlu
dilakukan untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan
pasien tidak sadar posisi yang baik adalah posisi semi
fowler dengan dipasang drainase dari mulut dan
pemberian oksigen.
5
5) Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat
dibantu untuk bergerak, seperti : turun dari tempat
tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah decubitus dan
dilakukan secara periodic. Jika diperlukan dapat
digunakan alat untuk menyokong tubuh klien, karena
tonus otot menurun.
6) Nutrisi
Klien sering kali anoreksia, nausea karena adanya
penurunan peristaltic. Dapat diberikan antiemetik
untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu
makan serta pemberian makanan tinggi kalori dan
protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang
berkurang, terjadi disfaghia, perawat perlu menguji
reflek menelan klien sebelum diberikan makan, kalau
perlu diberikan makanan cair atau intra vena atau
infuse.
7) Eliminasi
Karena adanya penuruna atau kehilangan tonus otot
dapat terjadi konstipasi, inkontinen urin dan fese. Obat
laxant perlu diberikan untuk mencegah konstipasi.
Klien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal,
pispot secara teratur atau dipasang duk yang diganti
setiap saat atau dilakukan kateterisasi. Harus dijadga
kebersihan pada sekitar peritoneum, apabila terjadi
lecet harus segera disalep.
8) Perubahan sensori
Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien
biasanya menolak atau menhadapkan kepala kearah
lampu atau tempat yang terang. Klien masih dapat
mendengar, tetapi tidak dapat atau mampu merespon,
perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan
tidak berbisik-bisik.
6
C. Membantu memenuhi kebutuhan social
Klien dengan dying akan ditempatkan di ruang isolasi, dan
untuk memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawat
dapat melakukan :
1) Menanyakan siapa-siapa yang ingin didatangkan
untuk bertemu dengan klien dan didiskusikan dengan
keluarganya, misalnya : teaaman-teman dekat atau
keluarga yang lain.
2) Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan
dengan sakitnya dan perlu diisolasi.
3) Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima
kunjungan teman-teman terdekatnya, yaitu dengan
menganjurkan klieana untuk membersihkan diri dan
merapikan diri.
4) Meminta saudara atau teman-temannya untuk sering
mengunjungi dan mengajak orang lain dan membawa
buku-buku bacaan bagi klien apabilaklien mampu
membacanya.
D. Membantu memenuhi kebutuhan spiritual
1) Menanyakan kepada klien tentang harapan- harapan
hidupnya dan rencana-rencan klien selanjutnya
menjelang kematian.
2) Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan
pemuka agama dalam hal untuk memenuhi kebutuhan
spiritualnya.
3) Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan
kebutuhan spiritual sebatas kemampuannya.
3. Memberikan pengobatan untuk mengurangi rasa nyeri, gejal;a
primer atau sekunder sesuai permintaan pasien dan
keluarga.
4. Melakukan intervensi dalam hal keagamaan dan kebudayaan
pasien dan keluarga (pastoral care)
5. Melakukan pelayanan tahap terminal pada pasien dengan
hormat dan respek.
6. KIE keluarga mengenai kondisi pasien.
7. Peka dan tanggap terhadap harapan keluarganya.
7
8. Menghormati hak pasien dan keluarga untuk menolak
pengobatan atau tindakan medis lainnya.
9. Mengikutsertakan keluarga dalam pemberian pelayanan.
10. Menghormati keputusan dokter untuk tidak melanjutkan
pengobatan dengan persetujuan pasien atau keluarga.
11. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan perawat
yang menangani pasien tersebut melakukan pengkajian
ulang, mengevaluasi, memperbarui rencana keperawatan
secara terus menerus, dan menuliskannya pada formulir
Catatan Terintegrasi.
8
dengan mempertimbangkan kehendak pasien maupun
keluarga sesuai dengan ketentuan persetujuan tindakan medik
yang akan diatur secara terpisah dari kebijakan ini.
Tabel Survival to hospital discharge rate following CPR
Condition with highest survival rates
Ventricular Fibrillationpost MI 26 – 46%
Drug reaction or Overdose 22 – 28%
Ventricular Arrythmia 19 – 50%
Condition with lowest survival rates
1)
Malignancy 0 – 3,5%
Neurologic disease 0 – 6,7%
Renal Failure 0 – 10%
Respiratory disease 0 – 7%
Sepsis 0 – 7%
2)
Out-of Hospital Cardiopulmonary arrest 0,6%
Keterangan :
a) Survival sebesar 0% pada keganasan dengan metastase
pada 9 studi yang dilakukan.
b) Jika tidak terjadi kembali ke sirkulasi spontan dalam
waktu 25 menit pasca henti jantung henti napas. Current
Medical Diagnosis & Treatment 2003, p : 63
2. Kewenangan Pengeluaran Perintah DNR
Kewenangan pengeluaran perintah DNR berada di Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) setelah mendapat
persetujuan pasien / keluarga pengambil keputusan untuk
pasien (surrogate) atau atas permintaan pasien yang kompeten
untuk mengambil keputusan setelah pasien tersebut mendapat
penjelasan yang menyeluruh mengenai konsekuensi dari
keputusan tersebut.
3. Prosedur pengeluaran DNR
a. Ada minimal satu indikasi mengeluarkan order DNR, yaitu
sebagai berikut:
1. Terminal illness (penyakit terminal )
2. GCS ≤ 3 dengan satu atau lebih organ failure ( kerusakan
organ )
b. Indikasi DNR dibuat oleh DPJP atau dokter jaga IGD.
9
c. Indikasi tersebut dikomunikasikan kepada pasien /
keluarga pasien dan diberikan waktu tanpa batas untuk
mengambil keputusan.
d. Keputusan dari keluarga pasien untuk menulis DNR
dibuktikan dalam lembar edukasi.
4. Keterlibatan Keluarga dalam Mengeluarkan Perintah DNR
a) Perintah DNR dapat diminta oleh pasien dewasa yang
kompeten mengambil keputusan, telah mendapat
penjelasan dari dokternya, atau bagi pasien yang
dinyatakan tidak kompeten, keputusan dapat diambil oleh
keluarga terdekat, atau wali sah yang ditunjuk oleh
pengadilan.
b) Dengan pertimbangan tertentu, hal-hal dibawah ini dapat
menjadi bahan diskusi perihal DNR dengan pasien/
walinya :
1) Kasus-kasus dimana angka harapan keberhasilan
pengobatan rendah atau CPR hanya menunda proses
kematian yang alami.
2) Pasien tidak sadar secara permanen.
3) Pasien berada dalam kondisi terminal.
4) Ada kelainan atau disfungsi kronik dimana lebih
banyak kerugian dibanding keuntungan jika resusitasi
dilakukan.
5. Pengumuman DNR
Pasien yang telah dinyatakan DNR diberikan gelang ungu.
6. Pencabutan Status DNR
Status DNR dapat dicabut bila :
a) Ada anggota keluarga dengan tingkat kedekatan 1 level
yang merasa keberatan dengan status DNR tersebut,
kecuali kehendak langsung dari pasien;
b) Dokter berdasarkan perkembangan klinis pasien menilai
bahwa prognosis pasien telah berubah dan bahwa pasien
secara klinis memiliki prognosis setidaknya Quo ad vitam
dan Quo ad Functionam Dubia at Bonam.
10
D. KEBIJAKAN PASIEN MENJELANG AKHIR HAYAT
1. Kebijakan Menahan Pemasangan Alat / Tindakan
Penunjang Hidup (Witholding Life Support) :
a. Menahan life support dilakukan sesuai indikasi pada
tersebut di atas, namun di mana keluarga memilih pilihan
ini dari pada menghentikan life support;
b. Keputusan menahan pemasangan alat/ tindakan penunjang
hidup ada di tangan DPJP setelah melakukan konsultasi
dengan sedikitnya 2 dokter spesialis lain, terkait dengan
kondisi pasien, dan salah satunya harus dokter anestesi;
c. Keputusan menahan pemasangan alat / tindakan
penunjang hidup didasarkan indikasi medis yang jelas, dan
telah dikomunikasikan pada keluarga dengan hubungan 1
level (pasangan hidup, orang tua atau anak kandung) dan
pihak keluarga telah memberikan persetujuan tertulis;
d. Di mana perlu pihak dokter / rumah sakit dapat
mengundang Komite Etik dan / atau Medikolegal untuk
pengambilan keputusan ini;
e. Di mana perlu keluarga dapat meminta kehadiran
rohaniawan dalam pengambilan keputusan ini;
f. Sebelum menahan tindakan penunjang hidup dipersiapkan
obat-obat yang menjamin kenyamanan pasien dalam proses
ini, hingga pasien meninggal, termasuk di antaranya obat
sedatif dan pain killer;
g. Pertama diberikan obat-obat yang menjamin kenyamanan
pasien (sedatif dan pain killer), sesuai instruksi tertulis
dokter (bisa anestesi, DPJP atau dokter lain) dan
didokumentasikan di rekam medis.
Adapun tanda-tanda ketidaknyamanan adalah :
Penggunaan otot bantu pernapasan;
Respiratory rate ( pernafasan ) lebih dari 35/menit;
Gasping, gaduh dan / atau peningkatan respiratory
effort, batuk / tercekik;
Agitasi adalah gerakan yang tidak perlu dari kepala
lengan maupun tubuh atau mimik wajah;
11
Peningkatan heart rate atau mean arterial pressure lebih
dari 20% diatas kondisi sebelum pencabutan /
penghentian life support sebelum sedasi.
h. Apabila dalam proses penahanan tindakan penunjang hidup
ini fungsi vital pasien menurun, maka keluarga dihubungi
untuk mendampingi, dan ditawarkan rohaniawan bilamana
dirasa perlu oleh keluarga. Doa juga dapat dilakukan pada
pasien yang ditahan life support-nya.
i. Pasien dapat dilanjutkan ke pencabutan/ penghentian life
support atau dipertahankan sampai terjadi kematian
alaminya.
j. Keluarga dapat memilih membawa pulang pasien yang
belum dinyatakan meninggal, dan pemulangan diatur
dengan ambulans yang memang telah dipersiapkan
sebelumnya.
k. Bila pasien meninggal di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu
Blitar, maka berlaku prosedur penanganan pasien
meninggal.
12
e. Sebelum pencabutan / penghentian tindakan penunjang
hidup, dipersiapkan obat-obat yang menjamin kenyamanan
proses penghentian ini, hingga pasien meninggal, termasuk
di antaranya obat sedatif dan pain killer;
f. Pencabutan/ penghentian tindakan penunjang hidup ini
disaksikan oleh keluarga / wali (jika diinginkan), dokter
maupun perawat Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar
dan rohaniawan (jika diperlukan oleh keluarga/ wali
supaya dapat dilakukan doa sebelum pencabutan);
g. Pertama diberikan obat-obat yang menjamin kenyamanan
pasien (sedatif dan pain killer), sesuai instruksi tertulis
dokter (bisa anestesi, DPJP atau dokter lain) dan
didokumentasikan di rekam medik;
h. Pada saat obat tersebut diberikan ke pasien, monitor
tanda-tanda ketidaknyamanan. Bila ada tanda
ketidaknyamanan, dokter perlu memerintahkan untuk
meningkatkan pemberian obat yang memberikan
kenyamanan pasien.
Adapun tanda-tanda ketidaknyamanan adalah :
Penggunaan otot bantu pernapasan;.
Respiratory rate lebih dari 35/menit;
Gasping, gaduh dan/atau peningkatan respiratory
effort, batuk/ tercekik;
Agitasi, gerakan yang tidak perlu dari kepala lengan
maupun tubuh, atau mimik wajah;
Peningkatan heart rate atau mean arterial pressure lebih
dari 20 % diatas kondisi sebelum pencabutan/
penghentian life support sebelum sedasi.
i. Kemudian yang melakukan tindakan mencabut alat bantu
hidup yang terpasang pada pasien adalah keluarga pasien
yang menandatangani pernyataan penghentian alat bantu
hidup dasar dengan dibimbing oleh dokter anestesi atau
perawat. Pencabutan alat bantu hidup dasar ( ETT ) pada
pasien yang pulang paksa dilakukan sesampainya di rumah.
Selama di ambulan tetap dilakukan bagging yang dilakukan
oleh perawat. Apabila di rumah pasien dirawat oleh tenaga
13
medis terdekat, maka harus dilakukan timbang terima dan
edukasi tentang perawatan pasien selama di rumah. Tenaga
medis yang akan melanjutkan perawatan pasien di rumah
harus memberikan data identitas dan surat ijin profesi yang
masih berlaku untuk melengkapi data di resum medis
pasien.
14
Tes ulang perlu dilakukan untuk mencegah
kesalahan pengamatan dan perubahan tanda-tanda.
Interval waktu 25 menit - 24 jam tergantung rumah
sakit dan rekomendasi yang dianut.
b. Kewenangan menyatakan mati batang otak
Yang berhak menyatakan seorang pasien mati
batang otak adalah minimal 3 (tiga) orang dokter, yaitu
DPJP Utama / Dokter Spesialis Anestesia / Dokter
Bedah Saraf / Dokter Spesialis Saraf.
c. Penanganan setelah pasien dinyatakan mati batang otak
1) Pengkomunikasian kepada keluarga merupakan
langkah awal setelah pasien dinyatakan Mati Batang
Otak (MBO). Keluarga yang diberi penjelasan adalah
keluarga terdekat dengan urutan prioritas mulai dari
suami / istri, orang tua kandung, anak kandung dan
terakhir saudara kandung.
2) Keluarga diberi penjelasan bahwa setelah pasien
dinyatakan mati batang otak, maka akan dilakukan
penghentian seluruh tindakan dengan sebelumnya
mengkomunikasikan dengan keluarga.
3) Bilamana keluarga pasien belum dapat menerima
maka pihak rumah sakit memberi waktu kepada
keluarga untuk melalui fase denial.
4) Second opinion dapat diminta oleh pihak keluarga
dalam fase denial ( fase menyangkal ) dan dalam hal
ini DPJP akan berkomunikasi dengan dokter yang
diminta oleh pihak keluarga sebagai second opinion
sesuai kebijakan Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu
Blitar tentang second opinion.
5) Selama fase denial ( fase menyangkal ) dokter dapat
menolak melakukan tindakan medis invasif yang
tidak sesuai dengan etika kedokteran jika perlu,
namun dengan tetap mengkomunikasikan kepada
pihak keluarga.
15
4. Kebijakan Pasien Terminal Yang Memilih Meninggal Di
Rumah (Tidak di Rumah Sakit)
a) Pasien atau walinya yang sah dapat memutuskan untuk
meninggal tidak di rumah sakit karena alasan agama /
kepercayaan, budaya, adat istiadat, pertimbangan sosio-
ekonomi lain dan geografis;
b) Keputusan untuk meninggal tidak di rumah sakit
dilakukan secara tertulis dengan menanda tangani
formulir informed consent berupa PERSETUJUAN
MENGHENTIKAN PERAWATAN setelah mendapat
penjelasan yang lengkap dari DPJP / tim dokter yang
merawat mengenai prognosis dan konsekuensi keputusan
tersebut;
c) Rumah sakit menghormati keputusan pasien / walinya
yang sah tersebut.
d) Pencabutan alat bantu hidup dasar ( ETT ) pada pasien
yang pulang paksa dilakukan sesampainya di rumah.
Selama di ambulan tetap dilakukan bagging yang
dilakukan oleh perawat. Apabila di rumah pasien dirawat
oleh tenaga medis terdekat, maka harus dilakukan
timbang terima dan edukasi tentang perawatan pasien
selama di rumah. Tenaga medis yang akan melanjutkan
perawatan pasien di rumah harus memberikan data
identitas dan surat ijin profesi yang masih berlaku untuk
melengkapi data di resum medis pasien
5. Kebijakan Euthanasia
a) Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar mengikuti
kebijakan pemerintah Republik Indonesia untuk tidak
mengijinkan dilakukannya euthanasia.
b) Pasien yang menjelang meninggal bisa mengalami gejala
lain yang berhubungan dengan proses penyakit atau
terapi kuratif atau membutuhkan bantuan dalam
menghadapinya secara psikososial, spiritual dan kultural
berhubungan dengan kematian dan sekarat.
16
c) Pasien dapat pula merasakan nyeri berkaitan dengan
terapi atau prosedur seperti nyeri pasca operasi, nyeri
saat sesi fisioterapi atau nyeri yang berhubungan dengan
penyakit kronis atau nyeri akut.
17
Gejala Umum Fase Akhir Kehidupan
Gejala Bagaimana cara untuk memberikan kenyamanan
Penurunan kesadaran Keadaan awal yang harus diwaspadai dan segera menghubungi
(Kantuk) Dokter unutk memberi
Menjadi tidak responsif Banyak pasien masih bisa mendengar setelah mereka tidak lagi
dapat berbicara, sehingga perawat bicaralah seolah-olah pasien
dapat mendengar.
Kebingungan tentang Bicaralah dengan tenang untuk membantu mengembalikan
waktu, tempat, identitas orientasi pasien. Perlahan mengingatkan pasien tanggal, waktu, dan
orang-orang terkasih orang-orang yang bersama mereka.
Hilangnya nafsu makan, Biarkan pasien memilih apakah dan kapan harus makan atau
penurunan kebutuhan minum. Sediakan es, air, atau jus dapat menyegarkan jika pasien
pangan dan cairan masih bisa menelan. Jaga mulut pasien agar tetap lembab dengan
menggunakan pelembab bibir dengan produk seperti swab gliserin
dan lip balm.
Kehilangan kontrol Jaga agar pasien tetap bersih, kering, dan senyaman mungkin.
kandung kemih atau usus Pasien dapat menggunakan kateter atau popok.
Akral dingin Hangatkan pasien dengan menggunakan selimut tapi hindari
selimut listrik atau alas pemanas, yang dapat menyebabkan luka
bakar.
Rasa nyeri meningkat / Segera hubungi dokter yang merawat untuk memberikan instruksi
tidak berkurang dengan untuk mengurangi rasa nyeri.
pemberian terapi
sebelumnya
Napas sesak, tidak Pernapasan mungkin lebih mudah jika tubuh pasien adalah
teratur, dangkal, atau dibaringkan ke samping dan bantal diletakkan di bawah kepala dan
bising napas di belakang punggung. Sebuah humidifier kabut dingin juga dapat
membantu.
G. KEMATIAN
18
Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan
hilangnya reflek menelan.
d. Gangguan Sensori
Penglihatan kabur.
Gangguan penciuman dan perabaan
19
Pada tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan
beberapa petunjuk tentang indikasi kematian yaitu:
I. PELAYANAN ROHANI
Dalam proses pelayanan menjelang akhir hayat ini, perlu
dilibatkan keluarga untuk pendampingan, dan ditawarkan
rohaniawan bilamana dirasa perlu oleh keluarga. Doa juga
dapat dilakukan pada pasien tersebut.
Pelayanan Rohani diatur tersendiri dalam Panduan Pelayanan
Rohani beserta prosedurmya.
20
BAB IV
DOKUMENTASI
21