Anda di halaman 1dari 65

i

PROPOSAL
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEWASA PENDERITA
ASMA BRONKIAL DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS
Di Ruang Asoka RSUD Dr.Harjono Ponorogo

Oleh :
NUR CHASANAH
NIM 16612903

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2018

i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEWASA PENDERITA
ASMA BRONKIAL DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS

Di Ruang Asoka RSUD Dr.Harjono Ponorogo

PROPOSAL
Diajukan kepada Program Studi D III Keperawatan Fakultas Ilmu
kesehatan
Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Riset Keperawatan

Oleh :
NUR CHASANAH
NIM 16612903

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2018

ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Karya Tulis Oleh : NUR CHASANAH

Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEWASA


PENDERITA ASMA BRONKIAL DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN KETIDAKEFEKTIFAN BESIHAN
JALAN NAFAS

Telah disetujui untuk diujikan di hadapan Dewan Penguji Proposal pada


Tanggal : 4 Desember 2018

Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Hery Ernawati, S.Kep Ns.,M.Kep Tetik Nurhayati, S.Kep Ns.,M.Kep


NIDN. 0711117901 NIDN. 0712018702

Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Sulistyo Andarmoyo, S.Kep. Ns., M.Kes


NIDN. 0715127903

iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nur Chasanah

Instansi : Program Studi D III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Commented [A1]: tambahkan kata proposal

Pada Pasien Dewasa Penderita Asma Bronkial dengan Masalah Keperawatan


Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas” ini adalah bukan Studi Kasus orang lain
baik sebagian atau seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah disebutkan
sumbernya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila
penyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi.

Ponorogo, November 2018


Yang Menyatakan,

Nur Chasanah
NIM.16612903

Mengetahui,

Pembimbing 1 Pembimbing II

Hery Ernawati, S.Kep Ns.,M.Kep Tetik Nurhayati, S.Kep Ns.,M.Kep


NIDN. 0711117901 NIDN. 0712018702

iv
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Oleh : NUR CHASANAH

Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEWASA


PENDERITA ASMA BRONKIAL DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN
JALAN NAFAS

Telah diuji dan disetujui oleh Tim Penguji pada Ujian Proposal di
Progam Studi Diploma III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Ponorogo.

Tanggal : 4 Desember 2018

Tim Penguji

Tanda Tangan

Ketua : .....................

Anggota : 1. ......................

2. ......................

Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Sulistyo Andarmoyo, S.Kep., Ns.,M.Kes

v
NIDN. 0715127903
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas segala rahmat dan

anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan Commented [A2]: proposal. cek kembali satu2

judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Dewasa Penderita Asma Bronkial dengan

Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas” untuk memperoleh

gelar Ahli Madya Keperawatan.

Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa penyusunan Karya Tulis

Ilmiah ini tidak akan terlaksana sebagaimana yang diharapkan tanpa adanya

bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan banyak bimbingan, arahan,

motivasi kepada penulis. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan ucapan terimakasih tak terhingga kepada :

1. Allah Swt yang telah memberikan Rahmat, Hidayah, serta Ridho-Nya yang

membuatku masih dapat merasakan kenikmatan hidup hingga saat ini.

2. Kedua orang tua saya yang telah melahirkan saya ke dunia dan membesarkanku

dengan penuh kasih sayang, penuh perjuangan dan pengorbananmu tanpa

pamrih. Terimakasih atas kesabaran bapak dan ibu yang selalu mendoakan

penulis.

3. Sulistyo Andarmoyo, S.Kep., Ns., M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

4. Hery Ernawati, S.Kep, Ns., M.Kep selaku pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, arahan, motivasi, saran, kritik, waktu, tenaga, dan keyakinan, serta

dengan sabar memberikan banyak bantuan dan kemudahan kepada penulis

vi
selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini sehingga penulis dapat menyusun

dan menyelesakan Karya Tulis Ilmiah ini dengan baik.

5. Tetik Nurhayati., S.Kep, Ns., M.Kep selaku pembimbing II yang telah

menyempatkan waktu untuk memberikan bimbingan, tenaga, pengarahan,

motivasi, semangat serta dengan sabar memberikan banyak bantuan dan

kemudahan kepada penulis selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, sehingga

penulis dapat menyusun dan menyelesaikan studi kasus ini dengan baik.

6. Seluruh Dosen Pengajar di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Ponorogo.

7. Kakak-kakakku yang selalu memberi semangat, motivasi dan dukungan Do’a

kepada penulis.

8. Teman-teman, sahabat seperjuangan Prodi DIII-Keperawatan Fakultas Ilmu

Kesehatan serta IMMawan dan IMMawati di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

Ponorogo atas kerja sama, do’a, semangat, harapan dan motivasinya.

9. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu atas bantuan

dalam penyelesaian Studi Kasus.

vii
Dalam penulisan ini, penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih

jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun.

Akhirnya penulis berharap Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat

khususnya bagi bidang keperawatan.

Ponorogo, November 2018

Peneliti,

Nur Chasanah

NIM. 16612903

viii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ........................................................................................... i


SAMPUL BELAKANG ................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii
HALAMAN KEASLIAN PENULISAN ......................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 6
1.4.1 Secara Teoritis ..................................................................... 6
1.4.2 Secara Praktis ...................................................................... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 8
2.1 Konsep Asma Bronkial ................................................................... 8
2.1.1 Pengertian Asma Bronkial .................................................... 8
2.1.2 Etiologi Asma Bronkial ........................................................ 9
2.1.3 Klasifikasi Asma Bronkial ................................................... 10
2.1.4 Manifestasi Klinis Asma Bronkial ....................................... 12
2.1.5 Patofisiologi Asma Bronkial ................................................ 13
2.1.6 Faktor Pencetus Asma Bronkial ........................................... 14
2.1.7 Penatalaksanaan Asma Bronkial .......................................... 16
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang ........................................................ 18

ix
2.1.9 Komplikasi ........................................................................... 22
2.1.10 Pengobatan Asma Bronkial ................................................ 23
2.1.11 Pathway Asma Bronkial ..................................................... 25
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan asma Bronkial................................. 27
2.2.1 Pengkajian ............................................................................ 27
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ......................................................... 36
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan ............................................. 37
2.2.4 Implementasi ........................................................................ 40
2.2.5 Evaluasi ................................................................................ 40
2.3 konsep ketidakefektifan bersihan jalan nafas ................................ 40
2.3.1 Definisi ................................................................................. 40
2.3.2 Tujuan ................................................................................... 41
2.3.3 Batasan Karakteristik ............................................................ 41
2.3.4 Kriteria Hasil ........................................................................ 42
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................
3.1 Metode Penelitian .......................................................................... 43
3.2 Teknik Penulisan ............................................................................ 44
3.3 Waktu dan Tempat.......................................................................... 44
3.4 Alur Kerja (Frame Work) ............................................................... 45
3.5 Etika Penelitian ............................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 48
LAMPIRAN .................................................................................................. 50

x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Derajat Asma.................................................................................... 12

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pathway Asma Bronkial ............................................................... 25

Gambar 3.1 Kerangka Kerja (Frame Work) ................................................... 45

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Inform consent ............................................................................. 50 Commented [A3]: cek kembali semua istilah asing cetak
miring
Lampiran 2. Penjelasan untuk mengikuti penelitian ........................................ 51

xiii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma bronkial adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik

saluran nafas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai

rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk,

sesak nafas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang

umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. Asma bersifat

fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu

aktivitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat

menimbulkan kematian (Nugroho, T & Putri, T, B. 2016).

Beberapa orang dewasa menderita asma bronkial sejak kanak-kanak, tetapi

biasanya muncul tiba-tiba. Beberapa memang memiliki tanda-tanda saat kanak-

kanak dan kemudian menghilang selama 20-30 tahun, sisanya memang belum

pernah mengidap asma sebelumnya. Penyakit ini mungkin dipicu oleh alergen baru,

seperti bahan-bahan yang mengiritasi karena anda mempunyai pekerjaan baru atau

hewan peliharaan baru. Beberapa obat, seperti penghalang beta dan aspirin, dapat

memicu asma. Selain itu, infeksi dada dan stress juga dapat menginduksi

munculnya asma pada orang dewasa. gejala asma semakin memburuk pada 4 dari

10 wanita mulai hari ke-7 hingga ke-10 menjelang menstruasi (Barbara Rowlands,

2011).

1
2

Menurut World Health Organization (WHO) yang bekerja sama dengan

organisasi asma di dunia yaitu Global Astma Network (GAN) memprediksikan

saat ini jumlah pasien asma di dunia mencapai 334 juta orang. Diperkirakan

angka ini akan terus mengalami peningkatan sebanyak 400 juta orang pada

tahun 2025 dan terdapat 250 ribu kematian akibat asma termasuk anak-anak

(GAN, 2017). Di Amerika Serikat menurut National Center Health Statistic

(NHCS) tahun 2016 prevalensi asma berdasarkan umur, jenis kelamin, dan ras

berturut-turut adalah 7,4% pada dewasa, 8,6% pada anak-anak, 6,3% pada laki-

laki, 9,0% pada perempuan, 7,6% ras kulit putih, dan 9,9% ras kulit hitam.

Penelitian di asia pasifik bahwa pasien asma yang menganggap penyakit

terkontrol, ternyata yang terkontrol penuh sebanyak 5% dan yang terkontrol

sebagian sebanyak 35%, hanya 10% yang menggunakan inhalasi steroid untuk

mengontrol asmanya sedangkan yang menggunakan bronkodilator sebanyak

68%.

Angka kejadian asma di Indonesia yang dilaporkan oleh Puskesmas melalui

sistem Informasi Surveilans PTM menurut jenis kelamin adalah 18.748, dengan

jumlah Informasi terbanyak pada perempuan sebesar 10.353. Jumlah orang

dengan penyakit asma menurut kelompok umur paling banyak pada kelompok

umur 35-59 tahun sebesar 7.694 (KEMENKES RI, 2017). Sedangkan menurut

Provinsi, Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Jumlah penyakit asma di

Provinsi Jawa Timur sebanyak 1.250, kasus asma paling banyak di Provinsi

Jawa Tengah, yaitu 2.998 (KEMENKES RI, 2017). Menurut Riskesdas tahun

2018 angka kejadian Asma di Indonesia sebanyak 2,4 % dan di Jawa Timur

sebanyak 2,5%. Data pasien penderita Asma di ruang Asoka RSUD Dr. Harjono

2
2
3

Ponorogo pada tahun 2017 sebanyak 27 orang, sedangkan jumlah pasien asma

di ruang Asoka RSUD Dr.Harjono Ponorogo pada bulan Januari-Oktober 2018

mengalami peningkatan, yaitu sebanyak 38 orang (Buku register Ruang Asoka

RSUD Dr.Harjono Ponorogo).

Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih

sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan-serangan sesak nafas

yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir

selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat

setelah menderita suatu infeksi virus, olahraga atau selalu terpapar oleh allergen

maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya

gejala. Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba, ditandai dengan nafas

yang berbunyi (wheezing, mengi, atau bengek), batuk dan sesak nafas. Kadang-

kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan

menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara

terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang

dirasakan oleh penderita (Hetti R.A, 2009). Penyakit asma dapat menimbulkan

masalah pada jalan nafas dan mengganggu aktivitas sehari-hari, seseorang akan

merasa terganggu apabila melakukan aktivitas yaitu cepat merasakan sesak

nafas, frekuensi nafas cepat, mudah lelah dan sulit untuk bernafas. Penderita

asma bronkial akan mengalami batuk dan mengi, kesulitan menarik nafas yang

menyebabkan dada seperti tertekan, serta nafas yang berbunyi. Sehingga pada

pasien asma bronkial akan muncul masalah keperawatan yaitu adanya

ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas (Resti, 2014). Selain itu akan berdampak

suara nafas tambahan mengi pada saat bernafas. Dahak yang timbul pada jalan

3
4

nafas apabila tidak segera dikeluarkan juga akan menimbulkan komplikasi yang

lebih serius (Mutaqqin, 2010).

Oleh karena itu, bagi penderita asma bronkial harus hati-hati terhadap faktor

pemicu yang bisa menyebabkan asma. Olahraga juga bisa memicu timbulnya

serangan asma, namun kita harus bisa menentukan keseimbangan dalam

melakukan aktivitas secara normal. Karena asma bisa terjadi secara tiba-tiba,

terutama bagi penderita asma pada orang dewasa hanya boleh melakukan

aktifitas sesuai dengan kemampuanya. Solusi yang dapat dilakukan yaitu

dengan menghindari kelelahan yang berlebih, gaya hidup sehat, mengurangi

pekerjaan berat, asap-asap polutan, asap rokok, bulu binatang dan debu yang

dapat memicu terjadinya asma bronkial. Penatalaksanaan pada pasien asma

dapat dilakukan secara farmakologik dan non farmakologik. Pengobatan

farmakologik seperti pemberian bronkodilator dan obat-obatan untuk penyakit

asma. Sedangkan pengobatan secara non farmakologik seperti penyuluhan

mengenai asma, menghindari faktor pencetus timbulnya asma, pemberian

cairan, fisioterapi dan batuk efektif (Padila, 2013).

Tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakefektifan bersihan

jalan nafas menurut Nugroho (2011) yaitu dengan batuk efektif yang

merupakan satu upaya untuk mengeluarkan dahak dan menjaga paru-paru agar

tetap bersih. Batuk efektif dapat diberikan pada pasien dengan cara diberikan

posisi senyaman mungkin pada pasien, agar pengeluaran dahak dapat encer.

Batuk efektif yang baik dan benar dapat mempercepat pengeluaran dahak pada

pasien dengan gangguan saluran pernafasan. Sedangkan batuk efektif

merupakan suatu metode batuk dimana pasien dapat mengeluarkan dahak

4
5

secara maksimal dengan teknik yang benar (Yunus, 2009). Menurut hasil

penelitian Agung (2011) Latihan batuk efektif dalam pengeluaran dahak untuk

bersihan jalan nafas terdapat pengaruh yang signifikan atau bermakna sebelum

dan sesudah perlakuan batuk efektif pada pasien. Tindakan inilah yang

digunakan perawat untuk mengeluarkan lendir pada penderita asma bronkial.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan studi

kasus tentang Asuhan Keperawatan pada Pasien Dewasa Penderita Asma

Bronkial dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

di RSUD Dr. Harjono Ponorogo.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka dapat dirumuskan pertanyaan

masalah studi kasus sebagai berikut : “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada

Pasien Dewasa Penderita Asma Bronkial dengan Masalah Keperawatan

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di RSUD Dr. Harjono Ponorogo?”

1.3 Tujuan Studi Kasus

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dewasa penderita

asma bronkial dengan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan

nafas di RSUD Dr. Harjono Ponorogo.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengkaji masalah kesehatan pada penderita asma bronkial.

b. Menganalisis dan mensistensis masalah keperawatan pada penderita

asma bronkial, terutama pada gangguan ketidakefektifan bersihan jalan

nafas.

5
6

c. Merencanakan tindakan keperawatan pada penderita asma bronkial,

terutama pada gangguan ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

d. Melakukan tindakan keperawatan pada penderita asma bronkial,

terutama pada gangguan ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

e. Melakukan evaluasi keperawatan pada penderita asma bronkial,

terutama pada gangguan ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Bagi Institusi

Bagi dunia keperawatan khususnya institusi Prodi D III Keperawatan

FIK UNMUH PONOROGO Untuk menambah wawasan dan

pengetahuan tentang asuhan keperawatan khususnya mata kuliah KMB.

2. Bagi Peneliti

Untuk peningkatan pengalaman dan wawasan bagi peneliti sendiri

dalam melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada penderita asma

bronkial.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Perawat

Sebagai bahan pertimbangan untuk tetap berusaha semaksimal mungkin

melaksanakan peran perawat sebagai pendidik dan konselor, untuk

mengetahui hasil pengkajian asuhan keperawatan pada pasien asma

bronkial.

6
7

2. Bagi Pasien

Sebagai informasi mengenai asma bronkial, dengan mengontrol

pencetus adanya gejala serangan kekambuhan dan guna meningkatkan

pengetahuan pasien tentang upaya pencegahan kekambuhan asma

bronkial yang kurang diperhatikan.

3. Bagi Keluarga

Diharapkan dari hasil pengkajian tersebut keluarga dapat memahami

dan mengerti tentang apa yang disampaikan perawat, keluarga mampu

memberikan dukungan dan motivasi kepada anggota keluarganya yang

menderita penyakit asma bronkial. Keluarga dapat membantu

melaksanakan rencana keperawatan yang diberikan perawat dengan

baik.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan study kasus ini dapat dikaji lagi dengan melakukan asuhan

keperawatan pada pasien asma bronkial yang memiliki masalah

keperawatan yang berbeda.

7
8

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Asma Bronkial


2.1.1 Pengertian Asma Bronkial
Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran nafas

menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala

episodik berulang berupa mengi (nafas berbunyi ngik-ngik), sesak napas, dada

terasa berat, dan batuk-batuk terutama menjelang dini hari (Hetti R A, 2009: 35).

Asma bronkial adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran

nafas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan

yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas

dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya

bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. Asma bersifat fluktuatif

(hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktivitas tetapi

dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan

kematian (Nugroho.T , 2016: 166).

Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang

disebabkan oleh reaksi hiperesponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils,

dan T-lymphocytes terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea,

whezzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi

secara episodik berulang (Brunner and Suddarth, 2011). Asma bronkial adalah

suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap

berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas

dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari

8
9

pengobatan (Musliha, 2010). Asma bronkial adalah kelainan inflamasi kronis

saluran pernafasan, melibatkan interaksi kompleks sel-sel inflamasi mediator, sel

dan jaringan berakibat berkurangnya mengalirnya udara karena bronkokonstriksi,

edema, sekresi mukus, hiperresponsif (Irianto, K. 2014).

2.1.2 Etiologi

Sampai saat ini, etiologi asma belum diketahui dengan pasti. Namun suatu

hal yang sering kali terjadi pada semua penderita asma adalah fenomena

hiperaktivis bronchus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsang

imunologi maupun non imunologi. Karena sifat tersebut, maka serangan asma

mudah terjadi akibat berbagai rangsang baik fisik, metabolisme, kimia, allergen,

infeksi dan sebagainya. Faktor penyebab yang sering menimbulkan asma perlu

diketahui dan sedapat mungkin dihindarkan. Faktor-faktor tersebut adalah (Ghofur,

2008: 45) :

a. Alergen utama : debu rumah, spora jamur, dan tepung sari rerumputan

b. Iritan dengan asap, bau-bauan, dan polutan

c. Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus.

d. Perubahan cuaca yang ekstrem

e. Aktivitas fisik yang berlebih

f. Lingkungan kerja

g. Obat-obatan

h. Emosi

i. Lain – lain : seperti refluks gastro esofagus.

9
10

2.1.3 Klasifikasi Asma Bronkial

Asma terbagi menjadi alergi, idiopatik, nonalergik, dan campuran (mixed)

(Ghofur, A. 2016 : 187) :

A. Asma alergik / ekstrinsik

Merupakan suatu jenis asma yang disebabkan oleh allergen ( misalnya bulu

binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-lain). Alergen yang

paling umum adalah alergen yang perantaraan penyebarannya melalui udara

(air borne) dan alergen yang muncul secara musiman (seasonal). Pasien

dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada

keluarga dan riwayat pengobatan eczema atau rhinitis alergik. Paparan

terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma pada

umumnya dimulai pada saat kanak-kanak.

B. Idiopatic atau nonallergic asthma / intrinsic

Merupakan jenis asma yang tidak berhubungan secara langsung dengan

alergen spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi saluran nafas

atas, aktivitas, emosi dan polusi lingkungan dapat menimbulkan serangan

asma. Beberapa agen farmakologi, antagonis betaadrenergik, dan agen

sulfite (penyedap makanan) juga dapat berperan sebagai faktor pencetus.

Serangan asma idiopatik atau nonalergik dapat menjadi lebih berat dan

sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronkhitis

dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat berkembang

menjadi asma campuran. Bentuk asma ini dimulai pada saat dewasa (> 35

tahun).

10
11
11
11
C. Asma Campuran (mixed asthma)

Merupakan bentuk asma yang paling sering ditemukan. Dikarakteristikkan

dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau nonalergik.

Klasifikasi keparahan asma dibedakan pada 3 kategori umur, yaitu umur 0-

4 tahun, 5-11 tahun dan > 12 tahun – dewasa. letak perbedaannya adalah

(Masriadi, 2016) :

1. kategori umur 0-4 tahun, fungsi paru tidak menjadi parameter gangguan.

Hal ini karena pada anak-anak di bawah 4 tahun masih sulit untuk

dilakukan uji fungsi paru menggunakan spirometer. Pada kategori umur

ini, asma diklasifikasikan sebagai asma persisten jika dalam 6 bulan

terjadi ≥ 2 serangan yang membutuhkan steroid oral atau episode mengi

sebanyak ≥ 4 episode setahun yang lamanya lebih dari sehari, serta

memiliki faktor resiko untuk asma persisten. Sedangkan pada kategori

umur 5-11 tahun dan ≥ 12 – dewasa, asma diklasifikasikan seabagai

persisten jika terjadi ≥ 2 serangan yang menimbulkan steroid oral dalam

setahun

2. kategori umur 5-11 tahun dengan umur ≥ 12 tahun dewasa, terdapat

perbedaan pada ukuran uji fungsi paru.

Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala :

a. Serangan asma akut ringan, dengan gejala :

1. Rasa berat di dada

2. Batuk kering ataupun berdahak

3. Gangguan tidur malam karena batuk atau sesak nafas

11
12
11
11
4. Mengi tidak ada atau mengi ringan (arus puncak respirasi) kurang

dari 80%.

b. Serangan asma akut sedang, dengan gejala :

1. Sesak dengan mengi agak nyaring

2. Batuk kering atau berdahak

3. APE antara 50-80%

c. Serangan asma akut berat, dengan gejala :

1. Sesak sekali, sukar berbicara dan kalimat terputus-putus

2. Tidak bisa berbaring, posisi mesti ½ duduk agar dapat bernafas

3. APE kurang dari 50%

2.1.4 Manifestasi klinis

2.1 Tabel Derajat Asma

Manifestasi klinis Skor 0 Skor 1

Penurunan toleransi aktivitas Ya Tidak

Penggunaan otot nafas tambahan, Tidak ada Ada

Adanya retraksi intercosta

Whezzing Tidak ada Ada

Respiratory rate per menit <25 >25

Pulse Rate per menit <120 >120

Teraba pulsus paradoksus Tidak ada Ada

Puncak expiratory flow rate (L/Menit) >100 <100

Sumber : Ghofur, A. 2008

12
13

Keterangan : jika terdapat skor 4 atau lebih, maka pasien diperkirakan mengalami

asma berat. Selanjutnya pasien harus diobservasi untuk menentukan ada tidaknya

respon dari terapi atau segera dikirim ke rumah sakit.

Adapun manifestasi klinis yang ditimbulkan antara lain : mengi / wheezing, sesak

nafas, dada terasa tertekan atau sesak, batuk produktif, pilek, nyeri dada, takikardi,

retraksi otot dada, nafas cuping hidung, takipnea, kelelahan, lemah, anoreksia,

sianosis, berkeringat, ekspirasi memanjang dan gelisah.

2.1.5 Patofisiologi

Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit, alergi, iritan,

cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang reaksi hiperreaktivitas

bronkus dalam saluran pernafasan sehingga merangsang sel plasma menghasilkan

imunoglubulin E (IgE). IgE selanjutnya akan menempel pada reseptor dinding sel

mast, kemudian sel mast tersensitasi. Sel mast tersensitasi akan mengalami

degranulasi, sel mast yang mengalami degranulasi akan mengeluarkan sejumlah

mediator seperti histamin dan bradikinin. Mediator ini menyebabkan peningkatan

permeabilitas kapiler sehingga timbul edema mukosa, peningkatan produksi

mukus dan kontraksi otot polos bronkiolus. Hal ini akan menyebabkan proliferasi

akibat terjadinya sumbatan dan daya konsulidasi pada jalan nafas sehingga proses

pertukaran O2 dan CO2 terhambat akibatnya terjadi ganguan ventilasi. Rendahnya

masukan O2 ke paru-paru terutama pada alveolus menyebabkan terjadinya

peningkatan tekanan CO2 dalam alveolus atau yang disebut dengan hiperventilasi,

yang akan menyebabkan terjadi alkalosis respiratorik dan penurunan CO2 dalam

kapiler (hipoventilasi) yang akan menyebabkan terjadi asidosis respiratorik. Hal

13
14
11
11
ini dapat menyebabkan paru-paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam

pertukaran gas yaitu membuang karbondioksida sehingga menyebabkan

konsentrasi O2 dalam alveolus menurun dan terjadilah gangguan difusi, dan akan

berlanjut menjadi gangguan perfusi dimana oksigenasi ke jaringan tidak memadai

sehingga terjadi hipoksemia dan hipoksia yang akan menimbulkan berbagai

manifestasi klinis (Nugroho, T. 2016: 171).

2.1.6 Faktor Pencetus

Faktor – faktor yang dapat menimbulkan serangan asma bronkial adalah :

A. Faktor Predisposisi :

1. Allergen

Allergen adalah zat-zat tertentu yang bila dihisap atau dimakan dapat

menimbulkan serangan asma, misalnya debu rumah, tungai debu rumah

(dermatophagoides pteronissynus), spora jamur, bulu kucing, bulu

binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.

2. Infeksi saluran pernafasan

Infeksi saluran pernafasan terutama disebabkan oleh virus. Virus

influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering

menimbulkan asma bronkial. Diperkirakan, dua pertiga penderita asma

dewasa, serangan asmanya ditimbulkan oleh saluran pernafasan.

3. Tekanan jiwa

Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena

banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi

penderita asma bronkhial. Faktor ini berperan mencetuskan serangan

14
15
11
11
asma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih

menonjol pada wanita dan anak-anak.

4. Olahraga atau kegiatan jasmani yang berat

Sebagian penderita asma bronkhial akan mendapatkan serangan asma

bila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebih. Lari cepat

dan bersepeda adalah dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan

serangan asma. Serangan asma karena kegiatan jasmani (exercise

induced asma) terjadi setelah olahraga atau aktifitas fisik yang cukup

berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.

5. Obat-obatan

Beberapa klien dengan asma bronkial sensitive atau alergi terhadap obat

tertentu seperti penisillin salisilat, beta blocker, kodein, dan sebagainya.

6. Polusi udara

Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik atau

kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung basil pembakaran dan

aksida fotokemikal, serta bau yang tajam.

7. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang

menyumbang 2-15% klien dengan asma bronkhial (Nugroho, T . 2016).

B. Faktor predisposisi

1. Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum

diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan

penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita

15
16
11
11
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah

terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.

Selain itu hipersensitifisitas saluran pernafasan juga bisa diturunkan

(Hasdianah & Suprapto I.S, 2016).

2.1.7 Penatalaksanaan

Tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah dapat mengontrol

manifestasi klinis dari penyakit untuk waktu yang lama, meningkatkan dan

mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa

hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk mencapai dan

mempertahankan keadaan asma yang terkontrol (Putri K,D Eds. 2016).

Penanganan asma :

a. Agonis beta : untuk mendilatasi otot-otot polos bronkial dan meningkatkan

gerakan sililaris. Contoh obat : epineftrin, albutenol, meta profenid, iso

proterenoliisoetharine, dan terbutalin. Obat-obat ini biasa digunakan secara

parenteral dan inhalasi.

b. Bronkodilator, merilekskan otot-otot polos, dan meningkatkan gerakan mukus

dalam jalan nafas. Contoh obat : aminophyllin, teophyllin, diberikan secara IV

dan oral.

c. Antikolinergik, contoh obat : atropin, efeknya : bronkodilator, diberikan secara

inhalasi.

d. Kortikosteroid, untuk mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor. Contoh obat

: hidrokortison, dexamethason, prednison, dapat diberikan secara IV dan oral.

16
17
11
11
e. Inhibitor sel mast, contoh obat : natrium kromalin , diberikan melalui inhalasi

untuk bronkodilator dan mengurangi inflamasi jalan nafas.

f. Oksigen, terapi diberikan untuk mempertahankan PO2 pada tingkat 55 mmHg.

g. Fisioterapi dada, teknik pernafasan dilakukan untuk mengontrol dispnea dan

batuk efektif untuk meningkatkan bersihan jalan nafas, perkusi dan postural

drainage dilakukan hanya pada pasien dengan produksi sputum yang banyak.

Pertolongan pertama pada penderita asma :

a. Jangan panik dan tenangkan diri anda dan penderita diri asma tersebut sampai

benar-benar rileks.

b. Bawa penderita ke tempat yang nyaman dengan udara yang bersih serta

sirkulasinya baik. Hindari penderita dari allergen yang mungkin memicu asma.

c. Atur posisi duduk yang nyaman pada pasien.

d. Bantulah penderita untuk menghirup inhaler-nya.

e. Sarankan penderita untuk bernafas dalam dan perlahan.

f. Jika serangan asma berhenti dalam 5-10 menit, sarankan agar penderita untuk

menghirup kembali 1 dosis inhaler.

g. Hubungi dokter jika serangan asma tersebut adalah serangan yang pertama kali

dialami.

h. Jika inhaler tidak berfungsi dan serangan asma tidak berhenti dalam 5-10 menit,

segera bawa penderita ke rumah sakit terdekat secepatnya.

i. Jika penderita berhenti bernafas atau kehilangan kesadaran, periksa pernafasan

serta peredaran darahnya. Lalu lakukan resusitasi pada penderita.

17
18
11
11
Penatalaksanaan medis :

a. Oksigen 4-6 liter / menit

b. Pemenuhan hidrasi via infus

c. Terbutalin 0,25 mg / 6 jam secara subkutan (SC)

d. Bronkodilator / antibronkospasme dengan cara :

1. Nebulizer (via inhalsi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg (Bricasma),

fenoterol HBr 0,1 % solution (berotec), orciprenaline sulfur 0,75 mg

(Allupent).

2. Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminophillin) bolus

IV 5-6 mg/ kg BB

3. Peroral dengan aminofillin 3x150 mg tablet, agonis B2 (salbutamol 5 mg atau

feneterol 2,5 mg atau terbutaline 10 mg)

4. Antiedema mukosa dan dinding bronkus dengan golongan kortikosteroid,

deksamethasone 4 mg IV setiap 8 jam

5. Mukolitik dan ekspektoran :

1. Bronhexime HCL 8 mg per oral 3x1

2. Nebulizer (via inhalsi) dengan golongan bronhexime HCL 8 mg dicampur

dengan aquades steril. (Nugroho, T. 2016).

18
19
11
11

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium meliputi :

a. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan di dapati :

1. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari

kristal eosinopil

2. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell ( sel cetakan)

dari cabang bronkus

3. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus

4. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umunya bersifat

mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus

plug.

b. Pemeriksaan darah

1. Analisa gas darah pada umunya normal akan tetapi dapat pula

terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis

2. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH

3. Hiponaptremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas

15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi

4. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E

pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari

serangan.

19
20
11
11
Pemeriksaan Penunjang :

a. Pemeriksaan Radiologi

1. Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada

waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-

paru yakni rodiolusen yang bertambah dan peleburan rongga

intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila

terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai

berikut :

a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hillus

akan bertambah

b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran

radiolusen akan semakin bertambah

c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran inflitrate

pada paru

d. Dapat pula menimbulkan atelektasis lokal

e. Bila terjadi pneumonia mediastrium, pneumotoraks, dan

pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran

radiolusen pada paru-paru.

b. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang

dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

20
21
11
11

c. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat

dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang

terjadi pada empisema paru yaitu :

1. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right aixs

devisiasi dan clockwise rotation

2. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya

RBB (Right bundle branch block)

3. Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia,

SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

d. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang

paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon

pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan

sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau

nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC

sebanyak lebih dari 20 % menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya

respon aerosol bronkodilator lebih dari 20 %. Pemeriksaan spirometri

tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting

untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita

tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan

obstruksi (Medicafarma, 2008).

21
22
11
11
e. Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis

Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang

paling rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada

faktor-faktor yang menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya

pengobatan profilaksis berlangsung dalam jangka panjang, dengan

cara kerja obat sebagai berikut:

1. Menghambat pelepasan mediator

2. Menekan hiperaktivitas bronkus

Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah :

a. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik

b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid

c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai

d. Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi

frekwensi serangan dan meringankan beratnya serangan.

Obat profilaksis yang biasa digunakan adalah :

a. Steroid dalam bentuk aerosol

b. Disodium Cromolyn

c. Ketotifen

d. Tranilast

f. Foto sinus paranasalis

Diperlukan jika asma sulit terkontrol untuk melihat adanya sinusitis

(Hasdianah & Suprapto I.M, 2016).

22
23
11
11

2.1.9 Komplikasi

Komplikasi adalah akibat asma yang tidak terkendali antara lain :

1. Tidur yang terganggu, dengan akibat gangguan konsentrasi pada jam

pelajaran sekolah atau pekerjaan. Seringnya angka absensi, tidak naik

kelas, atau terhambatnya promosi

2. Fungsi paru-paru yang terganggu menghalangi aktivitas fisik atau

olahraga, meningkatknya resiko penyakit jantung

3. Peradangan menahun pada saluran pernapasan bisa mengakibatkan

kerusakan permanen pada paru

4. Peningkatan risiko kematian karena serangan asma yang parah

(Sunarti, 2011).

2.1.10 Pengobatan

Pengobatan asma dilakukan dengan dua cara. Pertama, terapi non obat yang

dapat dilakukan dengan cara menghindari pemicu atau terapi dengan nafas

(senam asma ). Kedua, melibatkan obat obat asma yang digolongkan

menjadi 2 , yaitu untuk penggunaan jangka panjang dan obat asma untuk

penggunaan jangka pendek. obat jangka panjang memberikan pencegahan

jangka panjang terhadap obat asma , menekan , mengontrol dan

menyembuhkan inflamasi jika digunakan teratur , namun tidak efektif untuk

mengatasi serangan akut. Beberapa obat jangka panjang antara lain

kartikosteroid inhalasi merupakan obat yang paling efektif , beta-2 ogonis

aksi panjang dan metil xantin (teofiln) untuk mengatasi gejala asma pada

malam hari (gejala natural , treolin dan nedokronil sebagai anti inflamasi ,

sedangkan untuk jangka pendek , obat biasa berupa obat obatan

23
24
11
11
bronkolidator (salbutamol, terbula, dan ipratropium). Pengobatan jangka

panjang dan pendek dapat digunakan obat obat sitematik. Pada dasarnya

bagi pederita penyakit asma dibagi menjadi 2 bagian , yaitu pengobatan

rutin atau pengontrolan asma dan pengobatan saat serangan sebagai pelega

nafas.

a. Pengobatan rutin

Obat jenis ini harus digunakan setiap hari untuk mencegah kambuhnya asma

dan pencegahan bertambah beratnya penyakit.

b. Pengobatan saat serangan

Obat jenis ini harus sering digunakan bila timbul tanda tanda serangan ,

seperti batuk , sesak , rasa berat di dada , atau penurunan fungsi paru.

Pengobatan jenis ini dapat mencegah timbulnya serangan asma yang berat.

Selain pengobatan diatas , kita pun bisa melakukan pengobatan

komplementer, meliputi terapi herbal, terapi nutrisi , olahraga renang ,

aroma terapi , akupuntur , akupresur. Terapi herbal dilakukan untuk

menyembuhkan penyakit , glycirrbiza globra dan tenacetum partbeninium.

Untuk terapi nutrisi ,pemilihan nutrisi untuk membantu penyembuhan.

Vitamin C yang kita konsumsi dapat menaikkan imunitas , sebagai anti

oksidan dan anti radang , vitamin E yang kita konsumsi sebagai anti oksida

dan memperlambat degenerasi (Masriadi, 2016 : 191).

24
25

2.1.11 Pathway

Faktor pencetus :
Alergen, Stres , Antigen yang Mengeluarkan Edema mukosa,
Cuaca, aktivitas terikat Ige pada mediator: Permiabilitas sekresi produktid,
yang berlebih, permukaan sel histmine, platelet, kapiler meningkat kontraksi otot
lingkungan kerja, mast atau basofil bradikinin polos meningkat
obat-obatan.

Konsentrasi O2
Spasme otot polos dalam darah
menurun
sekresi kelenjar
bronkus
hiperkapnie Gelisah ansietas
Penyempitan / hipoksemia
obstruksi
proksimal dari
bronkus pada
tahap ekspirasi
dan inspirasi

25
25
26
11
11
1. Mukus
berlebih Tekanan partial Gangguan Suplai darah dan
2. Batuk oksigen dialveoli pertukaran gas O2 ke jantung
3. Wheezing menurun berkurang
4. sesak nafas
Suplai O2
Kejaringan Perfusi jaringan
Penurunan cardiac
menurun perifer
output

Penyempitan jalan Tekanan darah


Keridakefektifan pernafasan menurun
bersihan jalan
nafas
Kelemahan dan
Peningkatan kerja Kebutuhan O2 keletihan
hiperventilasi
otot pernapasan meningkat

Intoleransi
Retensi O2 Asidosis aktivitas
Nafsu makan respiratorik
menurun Ketidakefektifan
pola nafas

Ketidakseimbangan Gambar 2.1 Pathway asma bronkial (Sumber : NANDA, 2015)


nutrisi kurang dari
kebutuhan tubh

26
27

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Asma Bronkial

Proses keperawatan memiliki karakteristik unik yang memungkinkan respons

terhadap perubahan status kesehatan klien. Karekteristik ini meliputi sifat

proses keperawatan yang siklis dan dinamis, berpusat pada klien, berfokus

pada penyelesaian masalah dan pembuatan keputusan, gaya interpersonal dan

kolaboratif, dapat diterapkan secara universal, dan penggunaan berfikir kritis

(Kozier, Berman, & Synder, 2011)

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi

data (informasi) yang sistematis dan berkesinambungan. Sebenarnya

pengkajian adalah proses berkesinambungan yang dilakukan pada semua

fase proses keperawatan. Misalnya, pada fase evaluasi, pengkajian

dilakukan untuk melakukan hasil strategi keperawatan dan mengevaluasi

pencapian tujuan. Semua fase proses keperawatan bergantung pada

pengumpulan data yang akurat dan lengkap (Konzier, Berman, & Synder,

2011).

1. Identitas klien

a. Usia : asma bronkial dapat menyerang segala usia, tetapi lebih sering

dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun

dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.

b. Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang

kemudian sama pada usia 30 tahun.

(Somantri, 2009)

27
28
11
11

c. Tempat tinggal dan jenis pekerjaan : lingkungan diperkirakan

merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-15% klien dengan

asma bronkial (Mutaqin, 2012). Kondisi rumah, pajanan alergen,

hewan di dalam rumah, pajanan asap rokok tembakau, kelembapan

dan pemanasan (Francis, 2011).

2. Riwayat kesehatan klien

a. Keluhan utama

Keluhan utama yang biasa timbul pada pasien yang mengalami asma

bronkial adalah batuk, peningkatan sputum, dispnea (bisa berhari-hari

atau berbulan-bulan), hemoptisis, wheezing, stridor, dan nyeri dada

(Somantri, 2009)

b. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada pasien asma bronkial

adalah pasien mengalami sesak nafas, batuk berdahak, biasanya pasien

sudah lama menderita penyakit asma, dalam keluarga ada yang

menderita penyakit asma. ( Ghofur A, 2008)

c. Riwayat kesehatan dahulu

Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan pasien.

Secara umum perawat perlu menanyakan mengenai hal-hal berikut ini :

1. Riwayat merokok, merokok merupakan penyebab utama Kanker

paru-paru, emfisema, dan bronkhitis kronis. Semua keadaan itu sangat

jarang menimpa non perokok. Pengobatan saat ini, alergi dan tempat

tinggal.

28
29
11
11
Anamnesis harus mencakup hal-hal :

1. Usia mulainya merokok secara rutin

2. Rata-rata jumlah rokok yang dihisap per-hari

3. Usia menghentikan kebiasaan merokok

d. Riwayat kesehatan keluarga

Klien dengan asma bronkial sering kali ditemukan di dapatkan adanya

riwayat penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak

ditemukan adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya

(Somantri, 2009).

e. Riwayat Psikososial

a. Presepsi klien terhadap masalahnya

Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya. Presepsi yang

salah satu dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien.

b. Pola nilai kepercayaan dan spiritual

Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercaya

dapat meningkatkan kekuatan jiwa pasien. Keyakinan pasien

terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya

merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif ( Asmadi,

2008).

c. Pola komunikasi

Gejala asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan

kehidupannya secara normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya

berhubungan dengan orang lain.

29
30
11
11
d. Pola interaksi

Pada pasien asma, interaksi dengan orang lain berkurang.

f. Pola kesehatan sehari-hari

a. Pola Nutrisi

Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi,

dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada

pasien sesak, potensial sekali terjadi kekurangan dalam memenuhi

kebutuhan nutrisi, hal ini karena dispnea saat makan, laju

metabolisme serta ansietas yang dialami pasien.

b. Eleminasi

Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK nencakup warna,

bentuk, konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam

eliminasi. Penderita asma dilarang menahan buang air kecil dan

buang air besar, kebiasaan menahan buang air kecil dan buang air

besar akan menyebabkan feses menghasilkan radikal bebas yang

bersifat meracuni tubuh, menyebabkan sembelit, dan semakin

mempersulit pernafasan (Mumpuni & Wulandari, 2013).

c. Istirahat

Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat pasien meliputi

berapa lama pasien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat

kelelahan yang dialami pasien. Adanya wheezing dan sesak dapat

mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien.

30
31
11
1

d. Pola Personal Hygiene

Perlu dikaji personal Hygiene pada pasien yang mengalami asma.

Terkadang ada hambatan dalam personal hygiene.

e. Aktivitas

Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga,

bekerja, dan aktfitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor

pencetus terjadinya asma. Turunnya toleransi tubuh terhadap

kegiatan olahraga (Mumpuni dan Wulandari, 2013).

f. Pola reproduksi dan seksual

Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia. Bila

kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan

pasien. Masalah ini akan menjadi stresor yang akan meningkatkan

kemungkinan terjadinya serangan asma (Perry & Asmadi, 2008)

3. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum klien

Keadaan umum pada pasien asma yaitu compos mentis, terlihat pucat,

lemah, lemas dan sesak nafas.

b. Pemeriksaan kepala dan muka

Simetris, tidak ada nyeri tekan, warna rambut hitam atau putih, tidak

ada lesi. Biasanaya pada pasien asma muka pucat.

d. Pemeriksaan telinga

Simestris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, ada serumen atau

tidak.

31
32
11
11
e. Pemeriksaan mata

Simestris, konjugtiva merah mudah, seklera putih, tidak ada nyeri

tekan, tidak ada benjolan.

f. Pemeriksaan Hidung

Simetris, terdapat rambut hidung, terdapat kotoran atau tidak, tidak

ada nyeri tekan, pada pasien asma biasanya terdapat cuping hidung.

g. Pemeriksaan mulut dan faring

Mukosa bibir lembab, pada penderita asma biasanya tidak ada nyeri

tekan, tidak ada lesi, biasanya ada kesulitan untuk menelan.

h. Pemeriksaan leher

Simetris, ada pembesaran vena jugularis atau tidak, ada nyeri tekan

atau tidak, ada benjolan atau tidak.

i. Pemeriksaan payudara dan ketiak

Ketiak tumbuh rambut atau tidak, tidak ada lesi, tidak ada benjolan,

payudara simetris.

j. Pemeriksaan thoraks

1. Pemeriksaan Paru

a. Inspeksi

Batuk produktif/nonproduktif, terdapat sputum yang kental dan

sulit dikeluarkan, bernafas dengan menggunakan otot-otot

tambahan, sianosis (Somantri, 2009). Mekanika bernafas,

pernafasan cuping hidung, penggunaan oksigen, dan sulit bicara

karena sesak nafas (Marelli, 2008).

32
33
11
11
b. Palpasi

Bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan (Somantri,

2009). Takikardi akan timbul di awal serangan, kemudian diikuti

sianosis sentral (Djojodibroto, 2016).

c. Perkusi

Lapang paru yang hipersonor pada perkusi (Kowalak, Welsh, &

Mayer, 2012)

d. Auskultasi

Respiras terdengar kasar dan suara mengi (Whezzing) pada fase

respirasi semakin menonjol (Somantri, 2009).

2. Pemeriksaan Jantung

a. Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

b. Palpasi : ictus cordis terletak di ICS V mid clavicula kiri

c. Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal.

d. Perkusi : suara pekak

k. Pengkajian abdomen dan pelvis

1. Inspeksi :

Pada inspeksi perlu perlu disimak apakah abdomen membusung

atau membuncit atau datar saja, tepi perut menonjol atau tidak,

umbilicus menonjol atau tidak, amati apakah ada bayangan vena,

amati juga apakah di daerah abdomen tampak benjolan-benjolan

massa. Laporkan bentuk dan letaknya.

33
34
33
11
2. Auskultasi 11
1
Mendengar suara peristaltik usus, normal berkisar 5-35 kali per

menit : bunyi peristaltik yang keras dan panjang disebut

borborygmi, ditemui pada gastroenteritis atau obstruksi usus pada

tahap awal. Peristaltik yang berkurang ditemui pada ileus paralitik.

Apabila setelah 5 menit tidak terdengar suara peristaltik sama

sekali maka kita lakukan peristaltik negative (pada pasien post

operasi).

3. Palpasi

Sebelum dilakukan palpasi tanyakan terlebih dahulu kepada pasien

adakah daerah yang nyeri apabila ada maka harus di palpasi

terakhir, palpasi umum terhadap keseluruhan dinding abdomen

untuk mengetahui apakah ada nyeri umum (peritonitis,

pancreatitis). Kemudian mencari dengan perabaan ada atau

tidaknya massa/benjolan (tumor). Periksa juga turgor kulit perut

untuk menilai hidrasi pasien. Setelah itu periksalah dengan tekanan

region suprapubika (cystitis), titik mc burney (appendicitis), region

epigastrica (gastritis), dan region iliaca (adnexitis) barulah secara

khusus kita melakukan palpasi hepar. Palpasi hepar dilakukan

dengan telapak tangan dan jari kanan dimulai dari kuadran kanan

bawah berangsur-angsur naik mengikuti irama nafas dan

cembungan perut. Rasakan apakah ada pembesaran hepar atau

tidak. Hepar membesar pada keadaan :

34
35
11
11
1. Malnutrisi

2. Gangguan fungsi hati / radang hati (hepatitis, tyroid fever, malaria,

dengue, tumor hepar)

3. Bendungan karena decomp cordis

4. Perkusi

a. Untuk memperkirakan ukuran hepar, adanya udara pada

lambung dan usus (tympani atau redup)

b. Untuk mendengarkan atau mendeteksi adanya gas, cairan atau

massa dalam perut. Bunyi perkusi pada perut yang normal

adalah timpani, tetapi bunyi ini dapat berubah pada keadaan-

keadaan tertentu misalnya apabila hepar dan limpa membesar,

maka bunyi perkusi akan menjadi redup, khusunya perkusi di

daerah bawah kosta kanan dan kiri.

l. Pemeriksaan integumen

Adanya nyeri tekan atau tidak, struktur kulit halus, warna kulit sawo

matang, tidak ada benjolan.

m. Pemeriksaan ekstermitas

1. Tanda – tanda injuri eksternal

2. Nyeri

3. Pergerakan

4. Odema, fraktur.

(Bintari, R, 2017)

35
36
11
11
2.2.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah fase kedua proses keperawatan. Pada fase ini,

perawat menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk menginterpretasi

data pengkajian dan mengidentifikasi kekuatan serta masalah klien.

Diagnosis adalah langkah yang sangat penting dalam proses keperawatan.

Semua aktiftas sebelum fase ini ditunjukkan untuk merumuskan diagnosis

keperawatan, semua aktivitas perencanaan asuhan setelah fase ini

didasarkan pada diagnosis keperawatan (Kozier, Berman & Synder, 2011).

Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien asma menurut NANDA 2015

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d mucus dalam jumlah

berlebihan,

peningkatan produksi mucus, eksudat dalam alveoli, dan bronkospasme

2. Ansietas b.d keadaan penyakit yang diderita

3. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan dan deformitas

dinding dada

4. Gangguan pertukaran gas b.d retensi karbon dioksida

5. Intoleransi aaktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen (hipoksia) kelemahan

6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d laju

metabolic, dispnea saat makan, kelemahan otot pengunyah

36
37

2.2.3 Rencana asuhan keperawatan asma bronkial

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas NOC NIC

Definisi : ketidakmampuan untuk 1. Respiratory status : ventilation Airway suction

memebersihkan sekresi atau obstruksi dari 2. Respiratory status : airway 1. Pastikan kebutuhan oral /

saluran pernafasan untuk mempertahankan patency tracheal suctioning

kebersihan jalan nafas. Kriteria hasil : 2. Auskultasi suara nafas sebelum

Batasan karakteristik : 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan sesudah suctioning

1. Tidak ada batuk suara nafas yang bersih, tidak ada 3. Minta klien nafas dalam

2. Suara nafas tambahan sianosis dan dispnea (mampu sebelum suction dilakukan

3. Perubahan frekuensi nafas mengeluarkan sputum, mampu 4. Berikan O2 dengan

4. Perubahan irama nafas bernafas dengan mudah, tidak ada menggunakan nasal

5. Dispnea pursed lips) 5. Monitor status oksigen pasien

6. Sputum dalam jumlah yang 2. Menunjukkan jalan nafas yang

berlebihan paten (klien tidak merasa tercekik,

37
38
11
11
7. Batuk yang tidak efektif irama nafas, frekuensi pernafasan Airway managemen

8. Gelisah dalam rentang normal, tidak ada 6. Buka jalan nafas, gunakan

9. Mata terbuka lebar suara nafas abnormal) teknik chin lift

Faktor-faktor yang berhubungan : 3. Mampu mengidentifikasi dan 7. Posisikan pasien untuk

Lingkungan : mencegah faktor yang dapat memaksimalkan ventilasi

1. Perokok pasif menghambat jalan nafas 8. Pasang mayo bila perlu

2. Mengisap rokok 9. Keluarkan sekret dengan batuk

3. Merokok atau suction

4. Obstruksi jalan nafas 10. Auskultasi suara nafas, catat

5. Spasme jalan nafas adanya Suara tambahan.

6. Mokus dalam jumlah berlebihan 11. Gunakan alat yang steril setiap

7. Eksudat dalam jalan alveoli melakukan tindakan

8. Adanya jalan nafas buatan 12. Pasang mayo bila perlu

9. Sekresi dalam bronki

38
39
11
11
Obstruksi jalan nafas : 13. Lakukan fisioterapi dada jika

1. Spasme jalan nafas perlu

2. Mokus dalam jumlah berlebihan 14. Monitor respirasi dan status O2

3. Materi asing dalam jalan nafas 15. Atur intake untuk cairan

4. Adanaya dalam bronki mengoptimalkan keseimbangan

Fisiologis :

1. Jalan nafas alergik

2. Asma

3. Penyakit paru obstruktif kronik

4. Hiperplasi dinding bronkial

5. Infeksi

6. Disfungsia neuromuskular

Sumber : NANDA, 2015 & 2016

39
40

2.2.4 Implementasi

Setelah rencana keperawatan, selanjutnya diterapkan tindakan yang nyata

untuk mencapai hasil yang diharapkan berupa berkurangnya atau hilangnya

masalah. Pada tahap implementasi ini terdiri atas beberapa kegiatan yang

validasi rencana keperawatan, menuliskan atau mendokumentasikan rencana

keperawatan serta melanjutkan pengumpulan data (Mityani, 2009).

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan aktif dari proses keperawatan,

dimana perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap masalah dan

menilai sejauh mana masalah dapat di atasi. Disamping itu, perawat juga

memberikan umpan balik atau pengkajian ulang seandainya tujuan yang

ditetapkan belum tercapai, maka dalam hal ini proses keperawatan dapat

dimodifikasi (Mityani, 2009).

2.3 Konsep Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

2.3.1 Definisi

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah suatu keadaan ketika idividu

mengalami suatu ancaman nyata atau potensial pada status pernafasan

karena ketidak mempunyaan untuk batuk secara efektif. Diagnosis ini

ditegakkan jika terdapat tanda mayor berupa ketidakmampuan untuk

mengeluarkan sekret dari jalan nafas. Tanda dan gejala minor yang mungkin

ditemukan untuk menegakkan diagnosis ini adalah bunyi nafas abnormal,

stridor, dan perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman nafas (Tamsuri,

2008). Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk

40
41
11
11

memebersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk

mempertahankan kebersihan jalan nafas (NANDA, 2015).

2.3.2 Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan nafas paten

dengan bunyi nafas bersih / jelas (Wijaya & Putri, 2013).

2.3.3 Batasan karakteristik

a. Suara nafas tambahan

b. Perubahan frekuensi nafas

c. Perubahan irama nafas

d. Dispnea

e. Sputum dalam jumlah yang berlebihan

f. Batuk yang tidak efektif

g. Gelisah

h. Mata terbuka lebar

Faktor-faktor yang berhubungan :

A. Lingkungan :

Perokok pasif, Mengisap asap, Merokok.

B. Obstruksi jalan nafas :

Spasme jalan nafas, Mokus dalam jumlah berlebihan, Eksudat dalam jalan

alveoli, materi asing dalam jalan nafas, Adanya jalan nafas buatan, sekresi

bertahan, sekresi dalam bronki.

41
42
11
11
C. Fisiologis

Jalan nafas alergik, Asma, Penyakit paru obstruktif kronik, Hiperplasi dinding

bronkial, Infeksi, disfungsi neuromuskular.

2.3.4 kriteria hasil

a. Mendemonstrasikan batuk efektif suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis

dan dispnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,

tidak ada pursed lips)

b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,

frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

c. Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan

nafas. (NANDA, 2015).

42
BAB 3

METODE STUDY KASUS

3.1 Metode

Studi kasus merupakan penelitian yang mencangkup pengkajian secara

intensif, misalnya satu klien, keluarga, kelompok, komunitas, atau institusi.

Meskipun jumlah subjek yang cenderung sedikit namun variabel yang diteliti

sangat luas. Oleh karena itu sangat penting mengetahui semua variable yang

berhubungan dengan penelitian.

Penelitian studi kasus harus bergantung pada keadaan kasus namun harus

memperhatikan faktor penelitian waktu. Keuntungan yang paling besar dalam

rancangan ini adalah pengkajian terperinci meskipun jumlah respondan sedikit,

sehingga akan didapatkan gambaran yang jelas (Nursalam, 2015).

Menurut Kadji (2016), studi kasus pada intinya adalah meneliti kehidupan

satu atau beberapa komunitas, organisasi atau perorangan yang dijadikan unit

analisis, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan perhitungan.

Studi kasus ini peniliti mengambil judul Asuhan Keperawatan pada Pasien

Dewasa Penderita Asma Bronkial dengan Masalah keperawatan Ketidakefektifan

Bersihan Jalan Nafas.

43

44
43
44
44
11
11
3.2 Teknik Penulisan

Teknik penulisan ini menggunakan teknik Deskriptif. Penelitian Deskriptif

bertujuan mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa penting yang terjadi saat ini.

Deskriptif peristiwa dilakukan secara sistematis dan menekankan pada faktual

daripada kesimpulan. Fenomena ini disajikan tanpa manipulasi dan tidak mencoba

menganalisis penyebab masalah terjadi, oleh karena itu tidak memerlukan hipotesis

hubungan antarvariable didefinisikan untuk menggambarkan suatu peristiwa secara

keseluruhan yang sedang diteliti. Rancangan penelitian meliputi identifikasi

peristiwa, identifikasi variable, dan mengembangkan definisi operasional dari

variable (Nursalam, 2015).

3.3 Waktu dan Tempat

1. Lokasi

Tempat penelitian dilakukan di Ruang Asoka RSUD Dr.Harjono Ponorogo

2. Waktu

Waktu penelitian dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit dan selama

minimal 3 hari klien sudah keluar dari rumah sakit intervensi juga dapat

dilakukan home care. Dalam penelitian di bagi beberapa tahap :

a. Tahap persiapan Proposal

1) Penyusunan Proposal : Oktober-Desember 2018

2) Ujian Proposal : Desember 2018

b. Pembuatan Studi Kasus

1) Penyusunan Studi Kasus : Desember 2018-Februari 2019

2) Ujian Studi Kasus : Mei 2019

44
43
44
45
11
11
3.4 Alur Kerja (Frame Work)

Kerangka kerja atau alur kerja menggambarkan tahapan-tahapan pokok yang

dilalui untuk penyelesaian karya tulis ilmiah ini :

Lokasi

Di Ruang Asoka RSUD dr.Harjono Ponorogo

Partisipant

Klien dengan diagnosa Asma Bronkial dengan masalah keperawatan

ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Metode

Wawancara dan observasi

Pengambilan data

Pengkajian, implementasi dan evaluasi

Hasil

Asuhan keperawatan pada pasien dewasa penderita Asma Bronkial dengan

masalah keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

Gambar 3.1 : kerangka kerja (Frame Work) Asuhan Keperawatan pada pasien

dewasa penderita Asma Bronkial dengan masalah keperawatan ketidakefektifan

Bersihan Jalan Nafas.

44
43
44
46
11
11
3.5 Etika Penelitian

Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku utnuk setiap kegiatan

penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek

penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil penelitian

tersebut (Notoatmodjo, 2010: 202). Sebelum melakukan penelitian, peneliti

terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari institusi untuk mengajukan

pemohonan ijin kepada institusi/lembaga tempat penelitian. Menurut hidayat

(2008), dalam melaksanakan penelitian ini penulis menekankan masalah etika

yang meliputi :

1. Lembar Persetujuan (Informed consent)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peniliti dan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed

consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Informed

consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian,

mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus

menandatangi lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka

peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa informasi yang harus ada

dalam informed consent tersebut antara lain : partisipasi responden, tujuan

dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur

pelaksanaan, potensial yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi

yang mudah dihubungi dan lain-lain (Hidayat, 2008).

44
43
44
47
11
11

2. Tanpa Nama ( Anonimity)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang

akan disajikan (Hidayat, 2008). Untuk menjaga kerahasiaan pada lembar

yang telah diisi oleh responden, penulis tidak mencantumkan nama secara

lengkap, responden cukup mencantumkan nama inisial saja.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil

penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua

informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peniliti,

hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset

(Hidayat, 2008). Peneliti menjelaskan bahwa data yang diperoleh dari

responden akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti.

44
43
44
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume

2. Jakarta : EGC.

Bulechek & Butcher (Eds). 2016. Nurisng Interventions Classification (NIC).

Elesevier Singapore Pte Ltd : CV Mocomedia.

Ghofur, A. 2008. Mengenal dan Mengobati Asma. Jakarta : Karya Mandiri

Nusantara.

GINA (Global Initiative For Asthma). 2011. Pocket Guide For Asthma

Management and Prevension. Based on the Global Strategi For Asthma

Management and Prevention.

Hartantina, L. 2014. Pengetahuan Pasien Tentang Upaya Pencegahan

Kekambuhan Asma Bronkial di Ruang Poli Paru RSUD Dr. Harjono Ponorogo.

KTI tidak diterbitkan. Ponorogo : Program Studi Ilmu Keperawatan UNMUH

PONOROGO.

Hasdianah & Suprapto, I.S. 2016. Patologi dan Patofisiologi Penyakit. Yogyakarta

: Nuha Medika.

Irianto, K. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular. Bandung :

Alfabeta.

Masriadi, H. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : CV.Trans Info

Media.

44
43
48
44
49
11
11

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Penyakit Tidak Menular. Jakarta :

Direktoral Jenderal Penyakit Tidak Menular. Diakses pada tanggal 23 oktober 2018

dari http://www.pusdatin.kemenkes.go.id/resource/downloads/pusdatin/profil-

kesehatan-indonesia/Data-dan-informasi_Profil-Kesehatan-indonesia-2017.pdf.

Moorthead, S & Johnson, M (Eds). 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC).

Elesevier Singapore Pte Ltd : CV Mocomedia.

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat, Edisi 1. Yogyakarta : Nuha Medika.

NANDA NIC NOC. 2015. Aplikasi Asuhan kperawatan berdasarkan diagnosa

medis dan nanda. Jogjakarta : Mediaction.

Nugroho, T & Putri T.B (Eds). 2016. Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.

Yogyakarta : Nuha Medika.

Nursalam. 2015. Konsep dan Penerepan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan.

Jakarta : Salemba Medika.

Pribadi, Aziz. 2011. Serangan Asma Berat Pada Asma Bronkhial. Jakarta : PPDS

Ilmu Kesehatan anak FKUI.

R.A, Hetti . 2009. Pernafasan Pada Manusia dan Hubungannya Dengan

Kesehatan. Bandung : Puri Delco.

Riskesdas. 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta : Kementerian Kesehatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Rowlands, B. 2011. Jawaban-jawaban Altenatif Asma dan Alergi. Yogyakarta : PT

Citra Aji Parama.

44
43
44
INFORMED CONSENT
(Persetujuan Menjadi Partisipant)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah mendapat

penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai pemberian asuhan

keperawatan yang akan dilakukan oleh Nur Chasanah dalam Studi Kasus Asuhan

Keperawatan Pada Pasien Dewasa Penderita Asma Bronkial dengan Masalah

Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di Ruang Asoka RSUD Dr.

Harjono Ponorogo

Saya memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada Pemberian asuhan

keperawatan ini secara sukarela tanpa paksaan. Bila selama pemberian asuhan

keperawatan ini saya menginginkan mengundurkan diri, maka saya dapat

mengundurkan sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.

Saksi
Ponorogo, November 2018
Yang memberi Persetujuan

............................ ..................................................

Ponorogo, November 2018


Peneliti

Nur Chasanah

44
50
43
44
PENJELASAN UNTUK

MENGIKUTI PENELITIAN (PSP)

1. Kami adalah mahasiswa yang berasal dari institusi / jurusan / program studi

D3 keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Ponorogo dengan ini meminta anda untuk berpartisipasi dengan sukarela

dalam penerapan asuhan keperawatan paada Studi Kasus yang berjudul

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Asma Bronkial dengan Masalah

Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas.

2. Tujuan dari pemberian asuhan keperawatan ini adalah mengkaji masalah

kesehatan pada penderita Asma Bronkial yang dapat memberi manfaat

berupa menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan Pada Pasien

Dewasa Penderita Asma Bronkial dengan Masalah Keperawatan

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas. Pemeberian asuhan keperawatan ini

akan berlangsung minimal 3 hari.

3. Prosedur pengambilan bahan data dengan cara wawancara terpimpin

dengan menggunakan pedoman wawancara yang akan berlangsung kurang

lebih 30 menit. Cara ini menyebabkan ketidaknyamanan tetapi anda tidak

perlu khawatir karena peneliti ini untuk kepentingan pengembangan asuhan

keperawatan / pelayanan keperawatan.

4. Keuntungan yang anda peroleh dalam keikutsertaan anda pada penelitian ini

adalah anda turut terlibat aktif mengikuti perkembangan asuhan / tindakan

yang diberikan.

44
43
5144
52
11
11
5. Nama dan jati diri anda beserta seluruh informasi yang saudara sampaikan

akan tetap terahasiakan.

6. Jika saudara membutuhkan informasi sehubungan dengan penelitian ini,

silahkan menghubungi peneliti pada nomor HP : 085815528759.

PENELITI

44
43
44

Anda mungkin juga menyukai