Anda di halaman 1dari 14

SURAT KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT TK.IV 12.07.

01 SINGKAWANG
NOMOR :SK.

TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PENENTUAN MATI DAN
PENGHENTIAN RESUSITASI DARURAT SERTA PENGHENTIAN/
PENUNDAAN BANTUAN HIDUP

KEPALA RUMAH SAKIT TK.IV 12.07.01 SINGKAWANG

Menimbang : a. bahwa untuk menentukan sikap Tim Medis dalam menghadapi pasien yang sudah
tidak ada harapan pulih kembali perlu ditetapkan petunjuk pelaksanaan penentuan
mati dan penghentian resusitasi.
b. bahwa petunjuk pelaksanaan penentuan mati serta penghentian/penundaan
bantuan hidup masih menjadi masalah yang dihadapi oleh para dokter baik di dalam
maupun di luar rumah sakit sehingga tidak terjadi kesalahan-kesalahan
c. bahwa untuk kelancaran penentuan mati dan penghentian/penundaan bantuan
dalam pelayanan terhadap pasien.hidup di RS TK.IV 12.07.01 Singkawang,perlu
ditetapkan dan diberlakukan dengan Surat Keputusan Kepala Rumah Sakit.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.


2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Hak Asasi Manusia.
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam
Medis.
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 290/Menkes/Per/III/2008 Tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran.
7. Fatwa IDI tentang Mati dan Pengakhiran Resusitasi Jangka Panjang. 1990.
8. Peraturan KASAD Nomor 74 Tahun 2014 Tanggal 2 Desember Tentang Organisasi
dan Tugas Detasemen Kesehatan Wilayah (Orgas Denkesyah)

MEMUTUSKAN :

Menetapka : PETUNJUK PELAKSANAAN PENENTUAN MATI DAN PENGHENTIAN RESUSITASI


n DARURAT SERTA PENGHENTIAN/PENUNDAAN BANTUAN HIDUP RS TK.IV
12.07.01 SINGKAWANG.
Pertama : Memberlakukan Petunjuk Pelaksanaan Penentuan Mati dan Penghentian
Resusitasi Darurat Serta Penghentian/Penundaan Bantuan Hidup sebagaimana
terlampir dalam surat keputusan ini.
1
Kedua : Petunjuk Pelaksanaan Penentuan Mati dan Penghentian Resusitasi Darurat Serta
Penghentian/Penundaan Bantuan Hidup mengacu pada standar pelayanan medik,
etika profesi serta standar pelayanan rumah sakit.

Kepala Rumah Sakit Tk.IV 12.07.01 Singkawang

dr.Anton Tri Prasetiyo,Sp.OG


Mayor Ckm NRP.11030006240177

2
LAMPIRAN
SURAT KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT TK.IV 12.07.01SINGKAWANG
NOMOR :
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PENENTUAN MATI DAN
PENGHENTIAN RESUSITASI DARURAT SERTA PENGHENTIAN/
PENUNDAAN BANTUAN HIDUP

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Pengertian

1. Mati adalah bila fungsi spontan pernafasan dan jantung terlah berhenti secara
pasti/ireversibel (mati klasis) atau telah terbukti mati batang otak.
2. With-drawing life supports adalah penghentian bantuan hidup
3. With-holding life supports adalah penundaan bantuan hidup
4. Mati klasis adalah fungsi spontan pernafasan dan sirkulasi telah berhenti secara
pasti dan dapat diketahui setelah dicoba melakukan resusitasi darurat.
5. Mati klinis adalah henti nafas (tidak ada usaha nafas spontan) ditambah henti
jantung dan sirkulasi darah total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak
pasti (reversible)
6. Mati jantung yaitu asistol ventricular yang membandel (garis datar pada EKG)
selama paling sedikit 30 menit setelah dilakukan resusitasi dan pengobatan
optimal.
7. Intensice Care Unit (ICU) dan High Care Unit (HCU) adalah unit/bagian rumah sakit
yang mempunyai sarana, prasarana serta peralatan khusus yang ditujukan untuk
observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera
atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa, atau potensial mengancam nyawa
dengan prognosis dubia.
8. Resusuitasi Jantung Paru (RJP) adalah upaya mengambalikan fungsi nafas dan
atau sirkulasi yang berhenti oleh sebab yang datangnya tiba-tiba dan pada orang
yang bilamana kedua fungsi tadi pulih kembali akan hidup normal selanjutnya.
9. Kriteria do not resuscitate (DNR) adalah untuk pasien-pasien dengan fungsi otak
yang masih ada atau pasien yang masih mempunyai harapan dalam pemulihan
otak, yang mengalami kegagalan jantung paru atau organ yang lainatau dalam
tingkat akhir penyakit yang tidak dapat disembuhkan, misalnya
karsinomatosislanjut. Semua yang memungkinkan masih tetap dilakukan demi
kenyamanan pasien. Namun jika terjadi henti jantung, RJP tidak dilakukan.
3
10. Resusitasi darurat adalah resusitasi yang dilakukan dalam keadaan darurat untuk
mengatasi berhentinya nafas dan atau sirkulasi.
11. Resusitasi jangka panjang adalah resusitasi fase ketiga yang dilakukan di ICU.
12. Penghentian bantuan hidup (euthanasia pasif) adalah menghentikan sebagian atau
semua terapi life support yang sudah terlanjur diberikan.
13. Status vegetative menetap merupakan kerusakan otak berat bihemisfer (fungsi
batang otak relative baik) ireversibel yang menyebabkan pasien dalam keadaan
tidak sadar menetap dan tidak responsive, tetapi masih mempunyai aktivitas
elektroensefalogram (EEG) sampai tingkat tertentu. Ini harus dibedakan dari mati
serebral yang EEG-nya isoelektrik. Status vegetative ini dibedakan dengan lock-in
syndrome yang masih mempunyai daur sadar-tidur (pasien sesungguhnya masih
sadar tapi tidak responsif).

4
BAB II
TUJUAN

Pasal 2
Tujuan Umum

a. Memberikan petunjuk pelaksanaan dalam menentukan kematian


seseorang,penghentian resusitasi darurat serta penghentian/penundaan bantuan
hidup.
b. Memberikan perlindangan hukum bagi keluarga pasien dan tenaga kesehatan yang
terkait dalam penentuan mati dan penghentian/penundaan bantuan hidup.

Pasal 3
Tujuan Khusus Petunjuk Pelaksanaan Penentuan Mati

a. Menjelaskan tentang langkah-langkah untuk penetapan mati klasik.


b. Menguraikan kapan waktu untuk melakukan atau tidak melakukan serta
mengakhiri resusitasi.
c. Menjelaskan tentang langkah-langkah untuk menghentikan dan atau menunda
bantuan hidup.

5
BAB III
PRINSIP DASAR DAN LANGKAH-LANGKAH
PENENTUAN MATI

Pasal 4
Persyaratan Mati
Seseorang dinyatakan mati jika:

a. Fungsi spontan nafas dan sirkulasi berhenti secara pasti/ireversibel, atau


b. Telah terbukti terjadi Mati Batang Otak (MBO)

Pasal 5
Mati Klinis/Henti Jantung

1) Tanda-tanda orang dengan mati klinis atau henti jantung/nafas, yaitu:


a. Tidak sadar.
b. Sirkulasi darah berhenti, dimana nadi karotis tidak ada pulsasi.
c. Pernafasan spontan berhenti (di mana tidak ada nafas setelah dilakukan
pemeriksaan misalnya dengan kaca/serat/kapas) atau gasping.
d. Death like appearance
e. Warna kulit pucat sampai kelabu
f. Pupil dilatasi maksimum dan refleks negatif.

2) Upaya resusitasi darurat dilakukan pada keadaa mati klinis, jika diragukan apakah
fungsi spontan jantung dan pernafasan telah berhenti secara pasti/ireversibel.

Pasal 6
Tanda-tanda Mati

Pada resusitasi darurat, seseorang dinyatakan mati bila :


a. Terdapat tanda-tanda klinis mati otak, bila sesudah
resusitasi selama 15-30 menit atau lebih, pasien tetap tidak sadar, nafas spontan dan
gag reflex tetap negatif, pupil tetap dilatasi, kecuali pasien dalam keadaan hipotermik,
di bawah pengaruh batbiturat atau obat-obat sedasi
b. Terdapat tanda-tanda mati jantung (asistol ventrikuler
yang membandel / garis datar pada EKG) selama sekurang-kurangnya 30 menit
setelah dilakukan resusitasi dengan pengobatan optimal.

6
BAB IV
RESUSITASI

Pasal 7
Indikasi Tindakan Resusitasi
Upaya resusitasi dilakukan pada keadaan mati klinis yaitu bila denyut nadi besar
(sirkulasi) dan nafas berhenti tetapi diragukan apakah kedua fungsi spontan jantung dan
pernafasan telah berhenti secara pasti/ireversible, misalnya:
a. Infrak jantung kecil, yang mengakibatkan kematian listrik.
b. Serangan Adams-Stokes
c. Hipoksia akut
d. Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan
e. Refleks vagal
f. Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang hidup.

Pasal 8
Keadaan Yang Tidak Dilakukan Resusitasi

Resusitasi tidak dilakukan pada situasi ;


1. Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang
berat. Pada keadaan ini denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu
saat, ketika jantung dan organisme secara keseluruhan dipengaruhi oleh penyakit
tersebut sehingga tidak mungkin untuk tetap hidup lebih lama lagi.
2. Stadium terminal penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi.
3. Fungsi otak tidak akan pulih, sesudah 0,5 - 1 jam terbukti dan dipastikan tidak ada
nadi pada normotermia tanpa RJP.
4. Pasien dengan kriteria do not resuscitate (DNR) atau semua tindakan medis kecuali
RJP yang ditujukan pada pasien dengan funsi otak yang tetap ada atau dengan
harapan pemulihan otak, yang mengalami kegagalan jantung paru-paru atau organ
multipel yang lain atau dalam stadiu akhir penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

Pasal 9
Pengakhiran Tindakan Resusitasi

1. Dalam keadaan darurat resusitasi dapat diakhiri bila ada salah satu dari berikut ini:
a. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif
b. Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang lebih kompeten dan
bertanggung jawab meneruskan resusitasi
7
c. Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab dimana sebelumnya
dilakukan oleh tenaga bukan dokter
d. Penolong terlalu lelah, sehingga tidak sanggup melanjutka resusitasi
e. Pasien dinyatakan mati
f. Diketahui kemudian, bahwa saat melakukan resusitasi, ternyata pasien
berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi,
atau hampir dapat dipastikan bahwa pasien tidak akan memperoleh kembali fungsi
serebralnya, yaitu sesudah 0,5 1 jam, terbukti tidak ada nadi pada normotermia
tanpa resusitasi jantung paru.

2. Resusitasi jangka panjang diakhir pada salah satu berikut ini:


a. Mati batang otak
b. Stadium terminal suatu penyakit yang sudah
tidak dapat disembuhkan lagi misalnya status vegetatis menetap.

8
BAB V
PENENTUAN MATI BATANG OTAK (MB0)

Pasal 10

1. Keputusan mati batang otak adalah keputusan medis, sehingga yang berwenang untuk
memutuskan adalah tim tenaga medis.
2. Tenaga medis yang dimaksud terdiri dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dokter
yang kompeten (2 orang dokter diantaranya adalah 1 dokter spesialis anestesiologi /
intensivis, dan 1 dokter spesialis syaraf), yang ditunjuk oleh Komite Medik RS. Dr.
Cipto Mangunkusumo.
3. Keputusan ini dibuat dengan berita acara pengujian dan pengambil keputusan.
Diagnosis Mati Batang Otak (MBO) harus dibuat di ruang ICU dan HCU kecuali pada
keadaan tertentu dapat dilakukan diluar tempat tersebut.

Pasal 11
TANDA-TANDA

Tanda-tanda fungsi batang otak yang menghilang adalah:


a. Tidak terdapat sikap tubuh yang abnormal (dekortikasi atau deserebrasi)
b. Tidak terdapat sentakan epileptik
c. Tidak terdapat refleks-refleks batang otak
d. Tidak terdapat nafas spontan

Pasal 12
Syarat Dan Prosedur Pengujian Mati Batang Otak (MBO)

1. Syarat pengujian Mati Batang Otaka (MBO) adalah sebagai berikut:


a. Diyakini bahwa telah terdapat prakondisi tertentu yaitu koma dan apnea karena
kerusakan otak struktural yang tak dapat diperbaiki lagi, dengan kemungkinan Mati
Batang Otaka (MBO).
b. Menyingkirkan penyebab koma dan henti nafas yang reversibel (obat-obatan,
intoksikasi, gangguan metabolik dan hipotermia).
2. Prosedur Pengajuan Mati Batang Otak (MBO).
a. Memastikan hilangnya refleks batang otak dan henti nafas yang menetap. Yang
dimaksud hilangnya refleks batang otak yaitu ;
1. Tidak ada respons terhadap cahaya,
2. Tidak ada refleks kornea,
3. Tidak ada refleks vestibulo-okular,
4. Tidak ada respons motor terhadap rangsang adekuat pada area somatik,

9
5. Tidak ada refleks muntah (gag reflex) atau refleks batuk karena rangsang oleh
kateter isap yang dimasukkan kedalam trakea,
6. Tes henti nafas positif, dilakukan dengan cara :
a) pre oksigenisasi dengan O2 100% selama 10 menit;
b) pastikan Pco2 awal testing dalam batas 40-60 torr dengan memakai
kapnograf dan atau analisis gas darah (AGD); c) lepaskan pasien dari
ventilator, insuflasikan trakea dengan O2 100%, 6 liter/menit melalui kateter
intra trakeal melewati karina; d) lepaskan ventilator selama 10 menit; d) bila
pasien tetap tidak bernafas, tes dinyatakan positif (henti nafas menetap)
b. Bila tes hilangnya refleks batang otak dinyatakan positif, tes diulang lagi 25 menit
kemudian.
c. Bila tes tetap positif,pasien dapat dinyatakan mati, kendatipun jantung masih
berdenyut, maka ventilator harus segera dihentikan.
d. Pasien dinyatakan mati ketika batang otak dinytakan mati, bukan sewaktu mayat
dilepas dari ventilator dan jantung berhenti berdenyut.
e. Untuk diagnosis mati batang otak, tidak diperlukan EEGatau TCD (Trans Cranial
Dopper ).
f. Bila pasien merupakan donor organ, ventilator dan terapi diteruskan sampai organ
yang dibutuhkan diambil. Khusus pada penentuan Mati Batang Otak (MBO) untuk
kepentingan transplantasi, tiga dokter yang menyatakan MBO harus tidak ada
sangkut paut dengan tindakan transplantasi. Hal ini hendaknya segera
diberitahukan kepada tim transplantasi. Pembedahan dapat dilaksanakan sesuai
kesepakatan tim operasi.
g. Bila dokter yang bertugas ragu-ragu mengenai diagnosis primer, kausa disfungsi
batak otak reversibel ( obat atau gangguan metabolik ) dan kelengkapan tes klinis,
maka hendaknya jangan dibuat diagnosis MBO.
.

10
BAB VI
PENGHENTIAN/PENUNDAAN BANTUAN HIDUP
Pasal 13
Penghentian/Penundaan bantuan hidup dilakukan apabila situasi dan keadaan pasien
belum mati, tetapi tindakan terapeutik/paliatif tidak ada gunanya lagi, sehingga
bertentangan dengan tujuan ilmu kedokteran (memperpanjang kehidupan dan bukan
memperpanjang kematian ), maka tindakan terapeutik/paliatif dapat dihentikan.

Pasal 14
STATUS PEGETATIF

Status vegetatif menetap (sindroma apalika, mati sosial )


a. adanya kerusakan otak berat bihemisfer ireversibel pada pasien yang tetap tidak
sadar dan tidak responsif
b. Harus dibedakan dari mati serebal dan dari MBO/mati otak (MO)
c. EEG masih aktif, beberapa reflex masih utuh.
d. Mungkin dapat dilakukan withdrawing/with-holding life supports

Pasal 15
Tindakan luar biasa untuk bantuan hidup/life support mencakup (yang dihentikan atau
ditunda) :
a. Rawat di ICU
b. Rjp
c. Pengendalian distrima
d. Intubasi trakeal
e. Ventilasi mekanis
f. Obat Vasoaktif kuat
g. Nutrisi parenteral total
h. Organ artificial
i. Transplantasi
j. Transfusi darah
k. Monitoring invasive
l. Antibiotika
m. Makanan lewat pipa enteraql
n. Cairan dasar IV (DSW,NS,RL, dsb)

Pasal 16
Keputusan untuk menghentikan tindakan terapeutik/paliatif, setidaknya dikonsultasikan
dengan 3 (tiga) orang dokter yang berkompeten, salah satunya dokter spesialis
anestesiologi/intensivis, sedangkan 2 lainnya sesuai kasus, Ketiga dokter ini ditunjuk oleh
Komite Medik RSCM.
11
Pasal 17
PROSEDUR PENGHENTIAN

1. Prosedur penghentian bantuan hidup ditetapkan berdasarkan klasifikasi setiap


pasien di ICU/HCU, yakni :
a. Bantuan total dilakukan untuk pasien sakit atau cedera kritis yang diharapkan tetap
dapat hidup tanpa kegagalan otak berat yang menetap, Walaupun system organ
vital terpengaruh, tetapi tidak menyebabkan kerusakan ireversibel. Semua yang
memungkinkan dilakukan untuk mengurangi mortalitas dan meningkatkan
morbitaditas.
b. Semua dilakukan kecuali RJP: untuk pasien pasien dengan fungsi otak yang
tetap ada atau dengan harapan pemulihan otak, yang mengalami kegagalan
jantung paru atau organ yang lain atau dalam tingkat akhir penyakit yang tidak
dapat disembuhkan
c. Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa ; untuk pasien-pasien yang diterafi
hanya memperpanjang kematian, bukannya kehidupan. Pada pasien ini dapat
dilakukan with-drawing atau with-holding, Pasien yang sadar tapi tanpa harapan
tindakan dilakukan agar pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.
d. Pada penentuan dan sertifikasi mati batang otak, semua bantuan hidup untuk
pasien dengan hilangnya fungsi batang otak yang ireversibel, diakhiri, Setelah
criteria MBO yang telah ada dipenuhi, pasien dinyatakan meninggal dan semua
terapi dihentikan. Jika sedang dipertimbangkan donasi organ, bantuan jantung paru
pasien diteruskan sampai organ yang diperlukan telah diambil.
2. Bila didapatkan seorang calon pasien dengan klasifikasi 3 maka hal ini perlu
dikonsultasikan dengan 2 orang dokter lain yang ditunjuk oleh Komite Medik RS Dr.
Cipto Mangunkusumo

Pasal 18
Penghentian/Penundaan Bantuan Hidup

1. Keputusan penghentian/penundaan bantuan hidup atau with-drawing/with-holding


adalah keputusan medis dan etis ;
a. Dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri dari 3 (tiga) orang dokter yang kompeten,
dimana salah satunya adalah dokter spesialis anestesiologi/intensives, dan 2 (dua)
orang dokter lainnya dengan pertimbangan yang mencakup kondisi pasien, kondisi
Rumah Sakit, dan memberikan bantuan hidup yang tidak efisien/kesia-siaan medis

12
b. Sebelum keputusan penghentian/penundaan bantuan hidup dilaksanakan, dan
pertimbangan keputusannya.
c. Dalam hal tidak dijumpai adanya keluarga pasien,maka harus diperoleh persetujuan
dari pimpinan Rumah Sakit atau Komite Medik Rumah Sakit.
2. Pihak pasien dan keluarga pasien (atas nama pasien) dapat meminta dokter untuk
melakukan penghentian penggunaan life supports atau menilai keadaan pasien untuk
tujuan tersebut. Dalam hal demikian terdapat tiga kemungkinan yaitu :
a. Pasien masih mampu membuat keputusan (kompeten) dan menyatakan
keinginannya sendiri
b. Pasien tidak kompeten tetapi telah mewasiatkan pesannya tentang hal ini yang
dapat berupa :
Pesan spesifik yang menyatakan agar dilakukan with-drawing with-
holding apabila mencapai keadaan futility
Pesan yang menyatakan agar keputusan didelegasikan kepada
seseorang tertentu (surrogate decision maker)
c. Pasien yang tidak kompeten dan belum berwasiat, namun keluarga pasien
yakin bahwa seandainya pasien kompeten akan memutuskan seperti itu,
berdasarkan kepercayaan dan nilai-nilai yang selama ini dianutnya.
3. Untuk pernyataan pada ayat 2 permintaan pasien tersebut harus dipenuhi
4. Khusus untuk pasien yang belum memenuhi syarat untuk penghentian life support,
keluarga pasien dapat meminta untuk melakukan penghentian life support karena
sebab apapun dengan syarat sebagai berikut ;
a. harus diatas formulir bermaterai,
b. dicantumkan dalam catatan medis dan harus dipenuhi setelah dijelaskan risiko akibat
penghentian life supports.
5. Keputusan with-drawing/with-holding dilakukan pada pasien yang dirawat ICU atau
HCU

13
BAB VII
KOMUNIKASI

Pasal 19

1. Untuk keadaan MBO, sebelum melakukan prosedur pengujian tidak adanya reflex
batang otak, dokter wajib menjelaskan keadaan pasien, yang mencakup pengertian
batang otak, dan tindak lanjutnya kepada keluarga pasien.
2. Segala informasi yang disampaikan kepada keluarga pasien dicatat dalam Rekam
medik.

Pasal 20

1. Untuk tindakan with-drawing/with-holding, dokter menjelaskan bersama-sama dengan


petugas yang ditunjuk oleh Komite Medik kepada keluarga pasien tentang akan
dilaksanakannya with-drawing/with-holding.
2. Informasi yang disampaikan oleh tim,dicatat dan ditanda tangani oleh keluarga pasien
sebagai bukti bahwa dokter telah memberikan informasi.

Pasal 21

Komunikasi dengan tim transplanasi dilakukan sedini mungkin, bila ada donor organ dari
pasien yang akan dinyatakan MBO

BAB VIII
PENUTUP

Pasal 22

1. Hal-hal yang belum diatur dalam keputusan ini, akan diatur lebih lanjut dengan
keputusan Direktur Utama
2. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila
terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Kepala Rumah Sakit Tk.IV 12.07.01 Singkawang

dr.Anton Tri Prasetiyo,Sp.OG


MayorCkmNRP.11030006240177
14

Anda mungkin juga menyukai