NOMOR : 027/RS/SK/DIR/I/2018
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PENENTUAN MATI DAN PENGHENTIAN RESUSITASI
DARURAT SERTA PENGHENTIAN PENUNDAAN BANTUAN HIDUP
Menimbang : a. Bahwa untuk menentukan sikap Tim Medis dalam menghadapi pasien yang sudah tidak
ada harapan pulih kembali perlu ditetapkan petunjuk pelaksanaan penentuan mati dan
penghentian resusitasi;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEDUA : Petunjuk Pelaksanaan Penentuan Mati dan Penghentian Resusitasi Darurat Serta
Penghentian/Penundaan Bantuan Hidup mengacu pada standar pelayanan medik, etika
profesi serta standar pelayanan rumah sakit;
KETIGA : Memberlakukan Petunjuk Pelaksanaan Penentuan Mati dan Penghentian Resusitasi
Darurat Serta Penghentian/Penundaan Bantuan Hidup sebagaimana terlampir dalam
surat keputusan ini.
Ditetapkan di : Padang
Pada tanggal : 31 Januari 2018
Direktur,
dr.Eddy Martadinata
LAMPIRAN : SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR : 027/RS/SK/DIR/I/2018 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
PENENTUAN MATI DAN PENGHENTIAN RESUSITASI DARURAT
SERTA PENGHENTIAN/ PENUNDAAN BANTUAN HIDUP
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pengertian
1. Mati adalah bila fungsi spontan pernafasan dan jantung terlah berhenti secara
pasti/ireversibel (mati klasis) atau telah terbukti mati batang otak.
2. With-drawing life supports adalah penghentian bantuan hidup
3. With-holding life supports adalah penundaan bantuan hidup
4. Mati klasis adalah fungsi spontan pernafasan dan sirkulasi telah berhenti secara pasti dan
dapat diketahui setelah dicoba melakukan resusitasi darurat.
5. Mati klinis adalah henti nafas (tidak ada usaha nafas spontan) ditambah henti jantung dan
sirkulasi darah total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak pasti (reversible)
6. Mati jantung yaitu asistol ventricular yang membandel (garis datar pada EKG) selama
paling sedikit 30 menit setelah dilakukan resusitasi dan pengobatan optimal.
7. Intensice Care Unit (ICU).
8. adalah unit/bagian rumah sakit yang mempunyai sarana, prasarana serta peralatan khusus
yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita
penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa, atau potensial
mengancam nyawa dengan prognosis dubia.
9. Resusuitasi Jantung Paru (RJP) adalah upaya mengambalikan fungsi nafas dan atau
sirkulasi yang berhenti oleh sebab yang datangnya tiba-tiba dan pada orang yang
bilamana kedua fungsi tadi pulih kembali akan hidup normal selanjutnya.
10. Kriteria do not resuscitate (DNR) adalah untuk pasien-pasien dengan fungsi otak yang
masih ada atau pasien yang masih mempunyai harapan dalam pemulihan otak, yang
mengalami kegagalan jantung paru atau organ yang lainatau dalam tingkat akhir penyakit
yang tidak dapat disembuhkan, misalnya karsinomatosislanjut. Semua yang
memungkinkan masih tetap dilakukan demi kenyamanan pasien. Namun jika terjadi henti
jantung, RJP tidak dilakukan.
11. Resusitasi darurat adalah resusitasi yang dilakukan dalam keadaan darurat untuk
mengatasi berhentinya nafas dan atau sirkulasi.
12. Resusitasi jangka panjang adalah resusitasi fase ketiga yang dilakukan di ICU.
13. Penghentian bantuan hidup (euthanasia pasif) adalah menghentikan sebagian atau semua
terapi life support yang sudah terlanjur diberikan.
14. Status vegetative menetap merupakan kerusakan otak berat bihemisfer (fungsi batang
otak relative baik) ireversibel yang menyebabkan pasien dalam keadaan tidak sadar
menetap dan tidak responsive, tetapi masih mempunyai aktivitas elektroensefalogram
(EEG) sampai tingkat tertentu. Ini harus dibedakan dari mati serebral yang EEG-nya
isoelektrik. Status vegetative ini dibedakan dengan lock-in syndrome yang masih
mempunyai daur sadar-tidur (pasien sesungguhnya masih sadar tapi tidak responsif).
BAB II
TUJUAN
Pasal 2
Tujuan Umum
Pasal 3
Tujuan Khusus Petunjuk Pelaksanaan Penentuan Mati
Pasal 4
Persyaratan Mati
Seseorang dinyatakan mati jika:
Pasal 5
Mati Klinis/Henti Jantung
Pasal 7
Indikasi Tindakan Resusitasi
Upaya resusitasi dilakukan pada keadaan mati klinis yaitu bila denyut nadi besar (sirkulasi) dan
nafas berhenti tetapi diragukan apakah kedua fungsi spontan jantung dan pernafasan telah
berhenti secara pasti/ireversible, misalnya:
a. Infrak jantung “kecil”, yang mengakibatkan “kematian listrik”.
b. Serangan Adams-Stokes
c. Hipoksia akut
d. Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan
e. Refleks vagal
f. Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang hidup.
Pasal 8
Keadaan Yang Tidak Dilakukan Resusitasi
1. Dalam keadaan darurat resusitasi dapat diakhiri bila ada salah satu dari berikut ini:
a. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif
b. Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang lebih kompeten dan
bertanggung jawab meneruskan resusitasi
c. Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab dimana sebelumnya dilakukan
oleh tenaga bukan dokter
d. Penolong terlalu lelah, sehingga tidak sanggup melanjutka resusitasi
e. Pasien dinyatakan mati
f. Diketahui kemudian, bahwa saat melakukan resusitasi, ternyata pasien berada
dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi, atau hampir
dapat dipastikan bahwa pasien tidak akan memperoleh kembali fungsi serebralnya, yaitu
sesudah 0,5 – 1 jam, terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa resusitasi jantung
paru.
2. Resusitasi jangka panjang diakhir pada salah satu berikut ini:
a. Mati batang otak
b. Stadium terminal suatu penyakit yang sudah
tidak dapat disembuhkan lagi misalnya status vegetatis menetap.
BAB V
PENENTUAN MATI BATANG OTAK (MB0)
Pasal 10
1. Keputusan mati batang otak adalah keputusan medis, sehingga yang berwenang untuk
memutuskan adalah tim tenaga medis.
2. Tenaga medis yang dimaksud terdiri dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dokter yang
kompeten (2 orang dokter diantaranya adalah 1 dokter spesialis anestesiologi / intensivis, dan
1 dokter spesialis penyakit dalam), yang ditunjuk oleh Komite Medik RSK Mata Regina Eye
Center Padang.
3. Keputusan ini dibuat dengan berita acara pengujian dan pengambil keputusan. Diagnosis
Mati Batang Otak (MBO) harus dibuat di ruang ICU kecuali pada keadaan tertentu dapat
dilakukan diluar tempat tersebut.
Pasal 11
TANDA-TANDA
Pasal 12
Syarat Dan Prosedur Pengujian Mati Batang Otak (MBO)
Pasal 14
STATUS PEGETATIF
Pasal 16
Keputusan untuk menghentikan tindakan terapeutik/paliatif, setidaknya dikonsultasikan dengan 3
(tiga) orang dokter yang berkompeten, salah satunya dokter spesialis anestesiologi/intensivis,
sedangkan 2 lainnya sesuai kasus, Ketiga dokter ini ditunjuk oleh Komite Medik RSKM-REC.
Pasal 17
PROSEDUR PENGHENTIAN
Pasal 19
1. Untuk keadaan MBO, sebelum melakukan prosedur pengujian tidak adanya reflex batang
otak, dokter wajib menjelaskan keadaan pasien, yang mencakup pengertian batang otak, dan
tindak lanjutnya kepada keluarga pasien.
2. Segala informasi yang disampaikan kepada keluarga pasien dicatat dalam Rekam medik.
Pasal 20
Pasal 21
Komunikasi dengan tim transplanasi dilakukan sedini mungkin, bila ada donor organ dari pasien
yang akan dinyatakan MBO
BAB VIII
PENUTUP
Pasal 22
1. Hal-hal yang belum diatur dalam keputusan ini, akan diatur lebih lanjut dengan keputusan
Direktur Utama
2. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila terdapat
kekeliruan akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya
Direktur,
dr.Eddy Martadinata