Anda di halaman 1dari 11

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT

NOMOR : 027/RS/SK/DIR/I/2018
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PENENTUAN MATI DAN PENGHENTIAN RESUSITASI
DARURAT SERTA PENGHENTIAN PENUNDAAN BANTUAN HIDUP

DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS MATA REGINA EYE CENTER PADANG

Menimbang : a. Bahwa untuk menentukan sikap Tim Medis dalam menghadapi pasien yang sudah tidak
ada harapan pulih kembali perlu ditetapkan petunjuk pelaksanaan penentuan mati dan
penghentian resusitasi;

b. Bahwa petunjuk pelaksanaan penentuan mati serta penghentian/penundaan bantuan


hidup masih menjadi masalah yang dihadapi oleh para dokter baik di dalam maupun di
luar rumah sakit sehingga tidak terjadi kesalahan-kesalahan;

c. Bahwa untuk kelancaran penentuan mati dan penghentian/penundaan bantuan dalam


pelayanan terhadap pasien.hidup di Rumah Sakit Khusus Mata Regina Eye Center,
perlu ditetapkan dan diberlakukan dengan Surat Keputusan Kepala Rumah Sakit;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;


2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Hak Asasi Manusia;
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam
Medis;
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 290/Menkes/Per/III/2008 Tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KESATU : PETUNJUK PELAKSANAAN PENENTUAN MATI DAN PENGHENTIAN


RESUSITASI DARURAT SERTA PENGHENTIAN/PENUNDAAN BANTUAN
HIDUP RUMAH SAKIT KHUSUS MATA REGINA EYE CENTER PADANG

KEDUA : Petunjuk Pelaksanaan Penentuan Mati dan Penghentian Resusitasi Darurat Serta
Penghentian/Penundaan Bantuan Hidup mengacu pada standar pelayanan medik, etika
profesi serta standar pelayanan rumah sakit;
KETIGA : Memberlakukan Petunjuk Pelaksanaan Penentuan Mati dan Penghentian Resusitasi
Darurat Serta Penghentian/Penundaan Bantuan Hidup sebagaimana terlampir dalam
surat keputusan ini.

Ditetapkan di : Padang
Pada tanggal : 31 Januari 2018
Direktur,

dr.Eddy Martadinata
LAMPIRAN : SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR : 027/RS/SK/DIR/I/2018 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
PENENTUAN MATI DAN PENGHENTIAN RESUSITASI DARURAT
SERTA PENGHENTIAN/ PENUNDAAN BANTUAN HIDUP

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Pengertian

1. Mati adalah bila fungsi spontan pernafasan dan jantung terlah berhenti secara
pasti/ireversibel (mati klasis) atau telah terbukti mati batang otak.
2. With-drawing life supports adalah penghentian bantuan hidup
3. With-holding life supports adalah penundaan bantuan hidup
4. Mati klasis adalah fungsi spontan pernafasan dan sirkulasi telah berhenti secara pasti dan
dapat diketahui setelah dicoba melakukan resusitasi darurat.
5. Mati klinis adalah henti nafas (tidak ada usaha nafas spontan) ditambah henti jantung dan
sirkulasi darah total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak pasti (reversible)
6. Mati jantung yaitu asistol ventricular yang membandel (garis datar pada EKG) selama
paling sedikit 30 menit setelah dilakukan resusitasi dan pengobatan optimal.
7. Intensice Care Unit (ICU).
8. adalah unit/bagian rumah sakit yang mempunyai sarana, prasarana serta peralatan khusus
yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita
penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa, atau potensial
mengancam nyawa dengan prognosis dubia.
9. Resusuitasi Jantung Paru (RJP) adalah upaya mengambalikan fungsi nafas dan atau
sirkulasi yang berhenti oleh sebab yang datangnya tiba-tiba dan pada orang yang
bilamana kedua fungsi tadi pulih kembali akan hidup normal selanjutnya.
10. Kriteria do not resuscitate (DNR) adalah untuk pasien-pasien dengan fungsi otak yang
masih ada atau pasien yang masih mempunyai harapan dalam pemulihan otak, yang
mengalami kegagalan jantung paru atau organ yang lainatau dalam tingkat akhir penyakit
yang tidak dapat disembuhkan, misalnya karsinomatosislanjut. Semua yang
memungkinkan masih tetap dilakukan demi kenyamanan pasien. Namun jika terjadi henti
jantung, RJP tidak dilakukan.
11. Resusitasi darurat adalah resusitasi yang dilakukan dalam keadaan darurat untuk
mengatasi berhentinya nafas dan atau sirkulasi.
12. Resusitasi jangka panjang adalah resusitasi fase ketiga yang dilakukan di ICU.
13. Penghentian bantuan hidup (euthanasia pasif) adalah menghentikan sebagian atau semua
terapi life support yang sudah terlanjur diberikan.
14. Status vegetative menetap merupakan kerusakan otak berat bihemisfer (fungsi batang
otak relative baik) ireversibel yang menyebabkan pasien dalam keadaan tidak sadar
menetap dan tidak responsive, tetapi masih mempunyai aktivitas elektroensefalogram
(EEG) sampai tingkat tertentu. Ini harus dibedakan dari mati serebral yang EEG-nya
isoelektrik. Status vegetative ini dibedakan dengan lock-in syndrome yang masih
mempunyai daur sadar-tidur (pasien sesungguhnya masih sadar tapi tidak responsif).
BAB II
TUJUAN
Pasal 2
Tujuan Umum

a. Memberikan petunjuk pelaksanaan dalam menentukan kematian seseorang,penghentian


resusitasi darurat serta penghentian/penundaan bantuan hidup.
b. Memberikan perlindangan hukum bagi keluarga pasien dan tenaga kesehatan yang terkait
dalam penentuan mati dan penghentian/penundaan bantuan hidup.

Pasal 3
Tujuan Khusus Petunjuk Pelaksanaan Penentuan Mati

a. Menjelaskan tentang langkah-langkah untuk penetapan mati klasik.


b. Menguraikan kapan waktu untuk melakukan atau tidak melakukan serta mengakhiri
resusitasi.
c. Menjelaskan tentang langkah-langkah untuk menghentikan dan atau menunda bantuan
hidup.
BAB III
PRINSIP DASAR DAN LANGKAH-LANGKAH
PENENTUAN MATI

Pasal 4
Persyaratan Mati
Seseorang dinyatakan mati jika:

a. Fungsi spontan nafas dan sirkulasi berhenti secara pasti/ireversibel, atau


b. Telah terbukti terjadi Mati Batang Otak (MBO)

Pasal 5
Mati Klinis/Henti Jantung

1) Tanda-tanda orang dengan mati klinis atau henti jantung/nafas, yaitu:


a. Tidak sadar.
b. Sirkulasi darah berhenti, dimana nadi karotis tidak ada pulsasi.
c. Pernafasan spontan berhenti (di mana tidak ada nafas setelah dilakukan pemeriksaan
misalnya dengan kaca/serat/kapas) atau gasping.
d. ‘Death like appearance’
e. Warna kulit pucat sampai kelabu
f. Pupil dilatasi maksimum dan refleks negatif.
2) Upaya resusitasi darurat dilakukan pada keadaa mati klinis, jika diragukan apakah fungsi
spontan jantung dan pernafasan telah berhenti secara pasti/ireversibel.
Pasal 6
Tanda-tanda Mati

Pada resusitasi darurat, seseorang dinyatakan mati bila :


a. Terdapat tanda-tanda klinis mati otak, bila sesudah
resusitasi selama 15-30 menit atau lebih, pasien tetap tidak sadar, nafas spontan dan gag
reflex tetap negatif, pupil tetap dilatasi, kecuali pasien dalam keadaan hipotermik, di bawah
pengaruh batbiturat atau obat-obat sedasi
b. Terdapat tanda-tanda mati jantung (asistol ventrikuler yang
membandel / garis datar pada EKG) selama sekurang-kurangnya 30 menit setelah dilakukan
resusitasi dengan pengobatan optimal.
BAB IV
RESUSITASI

Pasal 7
Indikasi Tindakan Resusitasi

Upaya resusitasi dilakukan pada keadaan mati klinis yaitu bila denyut nadi besar (sirkulasi) dan
nafas berhenti tetapi diragukan apakah kedua fungsi spontan jantung dan pernafasan telah
berhenti secara pasti/ireversible, misalnya:
a. Infrak jantung “kecil”, yang mengakibatkan “kematian listrik”.
b. Serangan Adams-Stokes
c. Hipoksia akut
d. Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan
e. Refleks vagal
f. Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang hidup.

Pasal 8
Keadaan Yang Tidak Dilakukan Resusitasi

Resusitasi tidak dilakukan pada situasi ;


1. Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat.
Pada keadaan ini denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat, ketika
jantung dan organisme secara keseluruhan dipengaruhi oleh penyakit tersebut sehingga tidak
mungkin untuk tetap hidup lebih lama lagi.
2. Stadium terminal penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi.
3. Fungsi otak tidak akan pulih, sesudah 0,5 - 1 jam terbukti dan dipastikan tidak ada nadi
pada normotermia tanpa RJP.
4. Pasien dengan kriteria “do not resuscitate (DNR)” atau semua tindakan medis kecuali RJP
yang ditujukan pada pasien dengan funsi otak yang tetap ada atau dengan harapan pemulihan
otak, yang mengalami kegagalan jantung paru-paru atau organ multipel yang lain atau dalam
stadiu akhir penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Pasal 9
Pengakhiran Tindakan Resusitasi

1. Dalam keadaan darurat resusitasi dapat diakhiri bila ada salah satu dari berikut ini:
a. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif
b. Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang lebih kompeten dan
bertanggung jawab meneruskan resusitasi
c. Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab dimana sebelumnya dilakukan
oleh tenaga bukan dokter
d. Penolong terlalu lelah, sehingga tidak sanggup melanjutka resusitasi
e. Pasien dinyatakan mati
f. Diketahui kemudian, bahwa saat melakukan resusitasi, ternyata pasien berada
dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi, atau hampir
dapat dipastikan bahwa pasien tidak akan memperoleh kembali fungsi serebralnya, yaitu
sesudah 0,5 – 1 jam, terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa resusitasi jantung
paru.
2. Resusitasi jangka panjang diakhir pada salah satu berikut ini:
a. Mati batang otak
b. Stadium terminal suatu penyakit yang sudah
tidak dapat disembuhkan lagi misalnya status vegetatis menetap.
BAB V
PENENTUAN MATI BATANG OTAK (MB0)
Pasal 10

1. Keputusan mati batang otak adalah keputusan medis, sehingga yang berwenang untuk
memutuskan adalah tim tenaga medis.
2. Tenaga medis yang dimaksud terdiri dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dokter yang
kompeten (2 orang dokter diantaranya adalah 1 dokter spesialis anestesiologi / intensivis, dan
1 dokter spesialis penyakit dalam), yang ditunjuk oleh Komite Medik RSK Mata Regina Eye
Center Padang.
3. Keputusan ini dibuat dengan berita acara pengujian dan pengambil keputusan. Diagnosis
Mati Batang Otak (MBO) harus dibuat di ruang ICU kecuali pada keadaan tertentu dapat
dilakukan diluar tempat tersebut.

Pasal 11
TANDA-TANDA

Tanda-tanda fungsi batang otak yang menghilang adalah:


a. Tidak terdapat sikap tubuh yang abnormal (dekortikasi atau deserebrasi)
b. Tidak terdapat sentakan epileptik
c. Tidak terdapat refleks-refleks batang otak
d. Tidak terdapat nafas spontan

Pasal 12
Syarat Dan Prosedur Pengujian Mati Batang Otak (MBO)

1. Syarat pengujian Mati Batang Otaka (MBO) adalah sebagai berikut:


a. Diyakini bahwa telah terdapat prakondisi tertentu yaitu koma dan apnea karena kerusakan
otak struktural yang tak dapat diperbaiki lagi, dengan kemungkinan Mati Batang Otaka
(MBO).
b. Menyingkirkan penyebab koma dan henti nafas yang reversibel (obat-obatan, intoksikasi,
gangguan metabolik dan hipotermia).
2. Prosedur Pengajuan Mati Batang Otak (MBO).
a. Memastikan hilangnya refleks batang otak dan henti nafas yang menetap. Yang dimaksud
hilangnya refleks batang otak yaitu ;
1. Tidak ada respons terhadap cahaya,
2. Tidak ada refleks kornea,
3. Tidak ada refleks vestibulo-okular,
4. Tidak ada respons motor terhadap rangsang adekuat pada area somatik,
5. Tidak ada refleks muntah (gag reflex) atau refleks batuk karena rangsang oleh kateter
isap yang dimasukkan kedalam trakea,
6. Tes henti nafas positif, dilakukan dengan cara :
a) pre oksigenisasi dengan O2 100% selama 10 menit;
b) pastikan Pco2 awal testing dalam batas 40-60 torr dengan memakai kapnograf dan
atau analisis gas darah (AGD); c) lepaskan pasien dari ventilator, insuflasikan

trakea dengan O2 100%, 6 liter/menit melalui kateter intra trakeal melewati


karina; d) lepaskan ventilator selama 10 menit; d) bila pasien tetap tidak bernafas,
tes dinyatakan positif (henti nafas menetap)
b. Bila tes hilangnya refleks batang otak dinyatakan positif, tes diulang lagi 25 menit
kemudian.
c. Bila tes tetap positif,pasien dapat dinyatakan mati, kendatipun jantung masih berdenyut,
maka ventilator harus segera dihentikan.
d. Pasien dinyatakan mati ketika batang otak dinytakan mati, bukan sewaktu mayat dilepas
dari ventilator dan jantung berhenti berdenyut.
e. Untuk diagnosis mati batang otak, tidak diperlukan EEGatau TCD (Trans Cranial Dopper
f. Bila pasien merupakan donor organ, ventilator dan terapi diteruskan sampai organ yang
dibutuhkan diambil. Khusus pada penentuan Mati Batang Otak (MBO) untuk
kepentingan transplantasi, tiga dokter yang menyatakan MBO harus tidak ada sangkut
paut dengan tindakan transplantasi. Hal ini hendaknya segera diberitahukan kepada tim
transplantasi. Pembedahan dapat dilaksanakan sesuai kesepakatan tim operasi.
g. Bila dokter yang bertugas ragu-ragu mengenai diagnosis primer, kausa disfungsi batak
otak reversibel ( obat atau gangguan metabolik ) dan kelengkapan tes klinis, maka
hendaknya jangan dibuat diagnosis MBO.
BAB VI
PENGHENTIAN/PENUNDAAN BANTUAN HIDUP
Pasal 13
Penghentian/Penundaan bantuan hidup dilakukan apabila situasi dan keadaan pasien belum
mati, tetapi tindakan terapeutik/paliatif tidak ada gunanya lagi, sehingga bertentangan dengan
tujuan ilmu kedokteran (memperpanjang kehidupan dan bukan memperpanjang kematian ), maka
tindakan terapeutik/paliatif dapat dihentikan.

Pasal 14
STATUS PEGETATIF

Status vegetatif menetap (sindroma apalika, mati sosial )


a. adanya kerusakan otak berat bihemisfer ireversibel pada pasien yang tetap tidak sadar dan
tidak responsif
b. Harus dibedakan dari mati serebal dan dari MBO/mati otak (MO)
c. EEG masih aktif, beberapa reflex masih utuh.
d. Mungkin dapat dilakukan withdrawing/with-holding life supports
Pasal 15
Tindakan luar biasa untuk bantuan hidup/life support mencakup (yang dihentikan atau ditunda) :
a. Rawat di ICU
b. Rjp
c. Pengendalian distrima
d. Intubasi trakeal
e. Ventilasi mekanis
f. Obat Vasoaktif kuat
g. Nutrisi parenteral total
h. Organ artificial
i. Transplantasi
j. Transfusi darah
k. Monitoring invasive
l. Antibiotika

Pasal 16
Keputusan untuk menghentikan tindakan terapeutik/paliatif, setidaknya dikonsultasikan dengan 3
(tiga) orang dokter yang berkompeten, salah satunya dokter spesialis anestesiologi/intensivis,
sedangkan 2 lainnya sesuai kasus, Ketiga dokter ini ditunjuk oleh Komite Medik RSKM-REC.
Pasal 17
PROSEDUR PENGHENTIAN

1. Prosedur penghentian bantuan hidup ditetapkan berdasarkan klasifikasi setiap pasien di


ICU/HCU, yakni :
a. Bantuan total dilakukan untuk pasien sakit atau cedera kritis yang diharapkan tetap dapat
hidup tanpa kegagalan otak berat yang menetap, Walaupun system organ vital
terpengaruh, tetapi tidak menyebabkan kerusakan ireversibel. Semua yang
memungkinkan dilakukan untuk mengurangi mortalitas dan meningkatkan morbitaditas.
b. Semua dilakukan kecuali RJP: untuk pasien – pasien dengan fungsi otak yang tetap ada
atau dengan harapan pemulihan otak, yang mengalami kegagalan jantung paru atau organ
yang lain atau dalam tingkat akhir penyakit yang tidak dapat disembuhkan
c. Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa ; untuk pasien-pasien yang diterafi hanya
memperpanjang kematian, bukannya kehidupan. Pada pasien ini dapat dilakukan with-
drawing atau with-holding, Pasien yang sadar tapi tanpa harapan tindakan dilakukan agar
pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.
d. Pada penentuan dan sertifikasi mati batang otak, semua bantuan hidup untuk pasien
dengan hilangnya fungsi batang otak yang ireversibel, diakhiri, Setelah criteria MBO
yang telah ada dipenuhi, pasien dinyatakan meninggal dan semua terapi dihentikan. Jika
sedang dipertimbangkan donasi organ, bantuan jantung paru pasien diteruskan sampai
organ yang diperlukan telah diambil.
2. Bila didapatkan seorang calon pasien dengan klasifikasi 3 maka hal ini perlu dikonsultasikan
dengan 2 orang dokter lain yang ditunjuk oleh Komite Medik RSKM Regina Eye Center
Pasal 18
Penghentian/Penundaan Bantuan Hidup

1. Keputusan penghentian/penundaan bantuan hidup atau with-drawing/with-holding adalah


keputusan medis dan etis ;
a. Dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri dari 3 (tiga) orang dokter yang kompeten, dimana
salah satunya adalah dokter spesialis anestesiologi/intensives, dan 2 (dua) orang dokter
lainnya dengan pertimbangan yang mencakup kondisi pasien, kondisi Rumah Sakit, dan
memberikan bantuan hidup yang tidak efisien/kesia-siaan medis
b. Sebelum keputusan penghentian/penundaan bantuan hidup dilaksanakan, dan
pertimbangan keputusannya.
c. Dalam hal tidak dijumpai adanya keluarga pasien,maka harus diperoleh persetujuan dari
pimpinan Rumah Sakit atau Komite Medik Rumah Sakit.
2. Pihak pasien dan keluarga pasien (atas nama pasien) dapat meminta dokter untuk melakukan
penghentian penggunaan life supports atau menilai keadaan pasien untuk tujuan tersebut.
Dalam hal demikian terdapat tiga kemungkinan yaitu :
a. Pasien masih mampu membuat keputusan (kompeten) dan menyatakan keinginannya
sendiri
b. Pasien tidak kompeten tetapi telah mewasiatkan pesannya tentang hal ini yang dapat
berupa :
 Pesan spesifik yang menyatakan agar dilakukan with-drawing with-
holding apabila mencapai keadaan futility
 Pesan yang menyatakan agar keputusan didelegasikan kepada seseorang
tertentu (surrogate decision maker)
c. Pasien yang tidak kompeten dan belum berwasiat, namun keluarga pasien yakin
bahwa seandainya pasien kompeten akan memutuskan seperti itu, berdasarkan
kepercayaan dan nilai-nilai yang selama ini dianutnya.
3. Untuk pernyataan pada ayat 2 permintaan pasien tersebut harus dipenuhi
4. Khusus untuk pasien yang belum memenuhi syarat untuk penghentian life support, keluarga
pasien dapat meminta untuk melakukan penghentian life support karena sebab apapun dengan
syarat sebagai berikut ;
a. harus diatas formulir bermaterai,
b. dicantumkan dalam catatan medis dan harus dipenuhi setelah dijelaskan risiko akibat
penghentian life supports.
5. Keputusan with-drawing/with-holding dilakukan pada pasien yang dirawat ICU .
BAB VII
KOMUNIKASI

Pasal 19

1. Untuk keadaan MBO, sebelum melakukan prosedur pengujian tidak adanya reflex batang
otak, dokter wajib menjelaskan keadaan pasien, yang mencakup pengertian batang otak, dan
tindak lanjutnya kepada keluarga pasien.
2. Segala informasi yang disampaikan kepada keluarga pasien dicatat dalam Rekam medik.

Pasal 20

1. Untuk tindakan with-drawing/with-holding, dokter menjelaskan bersama-sama dengan


petugas yang ditunjuk oleh Komite Medik kepada keluarga pasien tentang akan
dilaksanakannya with-drawing/with-holding.
2. Informasi yang disampaikan oleh tim,dicatat dan ditanda tangani oleh keluarga pasien
sebagai bukti bahwa dokter telah memberikan informasi.

Pasal 21

Komunikasi dengan tim transplanasi dilakukan sedini mungkin, bila ada donor organ dari pasien
yang akan dinyatakan MBO

BAB VIII
PENUTUP

Pasal 22

1. Hal-hal yang belum diatur dalam keputusan ini, akan diatur lebih lanjut dengan keputusan
Direktur Utama
2. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila terdapat
kekeliruan akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Direktur,

dr.Eddy Martadinata

Anda mungkin juga menyukai